Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM GERIATRI DENGAN KATARAK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Gerontik

Disusun Oleh:

Zakfar Evendy
NIM. 220170100011018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
BAB I
LATAR BELAKANG

1. Latar Belakang
Katarak merupakan penyebab kebutaan yang mencakup kurang lebih
separuh dari seluruh kebutaan di dunia terutama di negara berkembang
(Riskesdas, 2013). Mekanisme pembentukan katarak sangat multifaktorial.
Hilangnya transparansi di nukleus dan kortek lensa mata dapat terjadi akibat
oksidasi membran lipid, protein struktural atau enzimatik oleh peroksida atau
radikal bebas yang disebabkan oleh sinar UV. Faktor lainnya yang dapat
menyebabkan terbentuknya katarak adalah proses degeneratif dan diabetes
melitus(Khan et al,2010;Gogate et al.,2014).
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit
ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan-
lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun
menyerang lensa mata. Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata
dan kebutaan meningkat dua kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat
dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang dilakukan Eye Disease
eνalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah penderita
penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi
tersebut menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi
mereka yang telah berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi
pula resiko kesehatan mata, WHO memiliki catatan mengejutkan mengenai
kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara
tertinggi di Asia Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut spesialis Mata
dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM, tingginya angka kebutaan di
Indonesia disebabkan usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat,
Karena beberapa penyakit mata disebabkan proses penuaan. Artinya semakin
banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak pula penduduk yang
berpotensi mengalami penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah
katarak (0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak
merupakan kelainan mata yang terjadi karena perubahan lensa mata yang keruh.
Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya. Selama ini katarak banyak
diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini sering diremehkan
kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena
katarak dan rata-rata diderita yang berusia 40-55 tahun. Penderita rata-rata
berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak tersentuh
pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif
atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari
90 persen orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen
orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak
(Irawan, 2008)

1.1 Tujuan
1) Tujuan umum
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi sindrome geriatri dan gangguan
kesehatan yang utama pada lansia
2) Tujuan khusus
a. Menjelaskan Teori Penuan
b. Menjelaskan macam-macam teori penuan
c. Menjelaskan Fisiologi menua dan proses menua
d. Menjelaskan Geriatri Sindrom
e. Menjelaskan macam-macam penuan
f. Menjelaskan Manifestasi geriatric sindrome
g. Menjelaskan Penatalaksanaan geriatric sindrom
h. Menjelaskan Pencegahan geriatric syndrome
i. Menjelaskan lansia dengan masalah katarak
1.2 Manfaat
1) Manfaat Teoritis
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan atau
sumber informasi serta dasar pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan
maupun peneliti yang menyukai tentang asuhan keperawatan Gerontik
dengan kasus katarak.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi yang cukup jelas
kepada penulis selanjutnya dan menambahkan wawasan dalam asuhan
keperawatan Gerontik dengan Katarak.
b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan
Gerontik dengan topik asuhan keperawatan pada Lansia dengan
katarak.
BAB II
TINJAUAN TEORI
“TEORI PENUAAN, SINDROM GERIATRI dan KATARAK”

2. TEORI PENUAAN
2.1 Definisi Penuaan
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita
(Rosidawati, 2008). Seiring dengan proses menua tersebut tubuh akan
mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut juga sebagai
penyakit degeneratif (Rosidawati,2008).
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
penurunan daya tahan tubuh dalam mengahadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh. Seara umum, proses menua adalah sebagai perubahan yang terkait waktu,
bersifat universal, intrinsik, profresif dan detrimental. Keadaan tersebut
menyebabkan berkurangnya kemampuan berdaptasi terhadap lingkungan untuk
dapat bertahan hidup (Dewi,2014).
Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan
pasti akan dialami oleh semua orang (Nugroho, 2000). Penuaan adalah normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu (Stanley and Patricia, 2006).

2.2 Macam-macam Teori Penuaan


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologi, teori psikologis, teori sosial dan teori spiritual (Dewi, 2014):
1. Teori Biologi
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai proses fisik
penuaan yang meliputi perubahan fungsi dan struktur organ, pengembangan,
panjang usia dan kematian. Teori biologis mencoba menerangkan menganai
proses atau tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai
perbedaan cara dalam proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi
faktor yang mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme
dan kematian atau perubahan seluler.
a. Teori Genetik
Teori genetika merupakan teori yang menjelaskan bahwa
penuaan merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah
diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk
mengubah sel dan struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori
DNA, teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen.
DNA merupakan asam nukleat yang berisi pengkodean mengenai
infornasi aktivitas sel, DNA berada pada tingkat molekuler dan
bereplikasi sebelum pembelahan sel dimulai, sehingga apabila terjadi
kesalahan dalam pengkodean DNA maka akan berdampak pada
kesalahan tingkat seluler dan mengakibatkan malfungsi organ.
b. Wear and tear theory
Teori Wear And Tear mengajukan akumulasi sampah metabolik
atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA. Pada teori ini berpendapat
bahwa sel somatik nomal memiliki kemampuan yang terbatas dalam
bereplikasi dan menjalankan fungsinya. Kematian sel terjadi karena
jaringan yang sudah tua tidak beregenerasi. Teori wear and tear
mengungkapkan bahwa organisme memiliki energi tetap yang tersedia
dan akan habis sesuai dengan waktu yang diprogramkan.
c. Slow Immunology Theory
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan.
Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran
dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh
sehingga pada lansia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.
Perubahan sistem imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid
sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi
antibodi dan kekebalan tubuh menurun.
d. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme
yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Radikal
bebas tidak mengandung DNA. Ketika radikal bebas menyerang
molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan diperkirakan
karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi.
e. Teori Rantai Silang
Teori rantai silang mengatakan bahwa struktur molekular normal
yang dipisahkan mungkin terikat bersama-sama melalui reaksi kimia.
Agen rantai silang yang menghubungkan menempel pada rantai tunggal.
dengan bertambahnya usia, mekanisme pertahanan tubuh akan semakin
melemah, dan proses cross-link terus berlanjut sampai terjadi kerusakan.
Hasil akhirnya adalah akumulasi silang senyawa yang menyebabkan
mutasi pada sel, ketidakmampuan untuk menghilangkan sampah
metabolik
2. Teori Psikososial
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup
karena penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan
juga melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol
perilaku atau regulasi diri
3. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungn individu dengan alam semesta dan presepsi individu tentang arti
kehidupan. Istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara
berhubungan dengan kehidupan akhir. Perkembangan kepercayaan antara
orang dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan
pengetahuan. perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap
penjelamaan dari prinsip cinta dan keadilan. Teori proses menua menurut
Potter dan Perry (2005) yaitu sebagai berikut :
1. Teori Biologis
a) Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme
yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi.
Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung,
namun beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ
tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan
bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen
dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak mengandung
DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan gangguan
genetik dan menghasilkan produk-produk limbah yang menumpuk di
dalam inti dan sitoplasma.
Ketika radikal bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan
membran sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif
yang pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal
bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya
lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin
kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi
DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah
dengan produk oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait dengan
radikal bebas.
b) Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul
kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa
yang lama meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan
akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara melokul-
melokul yang normalnya terpisah (Potter & Perry, 2005).
c) Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan.
Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami
kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk
ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan sangat mudah mengalami
infeksi dan kanker.perubahan sistem imun ini diakibatkan perubahan
pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel
T intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada
sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi
merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem
imun itu sendiri.
2. Teori Psikososial
a) Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia
apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah
diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan
kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan ewktu
untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan
untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
b) Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan
yang sukses maka ia harus tetap beraktivitas.Kesempatan untuk turut
berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang
yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan
yang penting bagi lansia.
c) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan
kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia
dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat
berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan
kualitas hidup.

2.3 Fisiologi Menua dan Proses Menua


Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara
alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami
seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural
tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami
masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung
pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat
berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley,
2006).
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat(Rahardjo,
1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto
(1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
a. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain
b. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak
e. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalah perubahan gerak.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan
bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan,
hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman
pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan
yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan
peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979 dalam Munandar, 1994)
adalah:
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c. Selalu mengingat kembali masa lalu
d. Selalu khawatir karena pengangguran,
e. Kurang ada motivasi,
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

2.4 GERIATRI SINDROM


2.5 Definisi Geriatri Sindrom
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan
kecacatan. Tampilan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri
tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi,
inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat
menyebabkan angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada
usia tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ.
Sindrom geriatri merupakan kumpulan gejala dari satu atau lebih penyakit
yang sering dijumpai pada pasien geriatri. Sindrom ini dapat menyebabkan
angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada pasien geriatric
(Dini A, 2013). Sindrom geriatri meliputi immobility (imobilisasi), instability
(instabilitas dan jatuh), intellectual impairement (gangguan intelektual seperti
demensia dan delirium), incontinence (inkontinensia urin dan alvi), isolation
(depresi), impotence (impotensi), immunodeficiency (penurunan imunitas),
infection (infeksi), inanition (malnutrisi), impaction (konstipasi), insomnia
(gangguan tidur), iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan impairement of
hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman)
(Setiati S, 2013).
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan.
Tamplan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak
terdiagnosis. (Vina. 2015)
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah.
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik
mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda,
dan memerlukan interventasi dan strategi yang berfokus terhadap faktor etiologi
(Panitaetal, 2011)
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat
penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik
dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai.
Sindrom geriatri antara lain:
- “The O Complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders,
impaired homeostasis
- “The Big Three”: Intelectual failure, instability, incontinence
- “The 14 I” : Immobility, impaction, Instability, iatrogenic, intelectual
Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence,
Immunodeffciency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, Smelling,
Hearing, Impecunity.

2.6 Macam-macam Geriatrik Sindrom


1. Immobility (imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring selama 3 hari
atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Imobilisasi menyebabkan komplikasi lain
yang lebih besar pada pasien usia lanjut bila tidak ditangani dengan
baik. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.
2. Instability (Gangguan keseimbangan dan jatuh)
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama
tingginya.Jatuh dapat dipengaruhi oleh beberaa faktor yaitu intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor instrinsik (faktor resiko yang ada pada pasien)
dan faktor ekstrinsik (faktor yang terdapat pada lingkungan). Faktor
intrinsik yang menyebabkan pasien jatuh yaitu lemah, gangguan
penglihatan, ataupun tekanan darah yang tinggi yang dapat
menyebabkan timbulnya nyeri kepala. Prinsip pengobatannya pada
pasien instabilitas yaitu mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu sandal yang
sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan
yang cukup, pegangan, dan lantai yang tidak licin.
3. Intelectual imapirement (gannguan intelektual seperti demensia).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang
disebabakan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada
memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu
dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa dan
tergangguanya aktivitas.
4. Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari. Perjalanannya bertahap dan tidak ada
gangguan kesadaran. Biasanya dementia tidak didiagnosis karena
dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori yang menurun
tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild Cognitive
Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi dementia.
Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
Mini Mental State Examination dan penyebab pastinya dengan
pemeriksaan patologi. Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia
degeneratif primer/Alzheimer (50-60%), dementia multi infark (10-
20%), dementia reversibel/sebagian reversibel (20-30%), dan gangguan
lain (5-10%).
Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks
jembatan keledai berikut:
D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
M : metabolik/endokrin
E : eye and ear (mata dan telinga)
N : nutrisi
T : tumor trauma
I : infeksi
A : arteriosklerosis
Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien,
mengenali dan mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi
pada keluarga, dan nasihat pada keluarga.
5. Incontinence (inkontinensia urin) adalah keluarya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
ferkuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis.

1) Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)


Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,
merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di
bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin
terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah
pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh
mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin
yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2) Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity).
Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia
urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan
cedera medula spinalis. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu
variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan
kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi
involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama
sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress,
overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali
kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain
sehingga penanganannya tidak tepat.
3) Inkontinensia urin luapan/overflow (overflow
incontinence)
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit
urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
4) Inkontinensia urin fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang
mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat
diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak
adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih
penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
urin (Hidayat,2006). Inkontinensia fungsional merupakan
inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh
tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang
menyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi
(misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang
menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet
untuk melakukan urinasi
5) Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan di mana seseorang
mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan. Inkontinensia tipe
ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi
medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya
dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan
kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
teratur (Hidayat, 2006).
6) Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urin yang terus menerus dan tidak dapat
diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara lain:
disfungsi neorologis, kontraksi independen dan refleks detrusor
karena pembedahan, trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf
medulla spinalis, fistula, neuropati (Hidayat, 2006)
6. Isolation (depresi) pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak
kasus tidak dikenali.
7. Impotence (impotensi)
Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan
ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama. Penyebab disfungsi
ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin
sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah
(arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan juga
berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta
berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan.
8. Immuno-deficiency (penurunan imunitas). Banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut
seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T)
meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T
CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya.
Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan
mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi
mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah.
9. Infection (infeksi) sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem
imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi
saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti
kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia
lanjut terkena infeksi.
10. Inanition (malnutrisi) terjadi pada usia lanjut karena kehilangan berat
badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia
lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan
yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Pada
pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan
gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
11. Impaction (konstipasi)
12. Insomnia (gangguan tidur) merupakan gangguan tidur yang sering
dijumpai pada pasien geriatri. Umumnya pasien mengeluh bahwa
tidurnya tidak memuaskan dan sulit untuk mempertahankan kondisi
tidur
13. Iatrogenic diseorder (gangguan iatrogenik)
Masalah yang sering terjadi adalah menderita penyakit lebih dari satu
jenis sehingga membutuhkan obat yang banyak, apalagi penggunakan
obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit akibat pemakaian
berbagai macam obat.
14. Impairment of hearing vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan, dan penciuman). Gangguan ini sering di anggap sebagai
hal yang biasa akibat proses menua. Gangguan penglihatan
berhubungan dengan penurunanan kegiatan waktu senggang, status
fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan
pendnegaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan
disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan
mortalitas
15. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit,
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi
darah setempat. Ulkus dekubitus terjadi terutama pada tonjolan
tulang.Usia lanjut memiliki potensi dekubitus karena jaringan lemak
subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis berkurang, efisiensi
kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobilitas, tekanan
jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan
nekrosis. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan,
dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobilitas harus dinilai skala Norton
untuk risiko dekubitus.Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi
timbulnya ulkus.Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan
membersihkan kulit, mengurangi gesekan dan regangan dengan
berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga kelembaban kulit.
Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis
2.7 Manifestasi geriatric syndrome
a. Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatsan mengerakan sendi
3) Adnya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru berkemih
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
c. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kepribadian dan perilaku
4) Mudah tersinggung, bermusuhan
5) Keterbatasan dalam ADL
6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Masa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB

e. Depresi
1) Ganguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), pandangan kabur,
gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi, perubahan berat
badan
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas mental
meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian disekitarnya, fungsi
seksual berubah (libido menurun), gejala biasanya lebih buruk dipagi hari.
f. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan
melawan infeksi
4) Kulit kering dan bersisik
5) Gigi yang membusuk’
6) Gusi bengkak dan berdarah
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Badan badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
g. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
4) Lemas, mudah cemas
5) Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah tersinggung
h. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
i. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan)
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat

2.8 Penatalaksanaan Geriatrik Sindrom


Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua
komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan multidimensi
adalah menguraikan berbagai masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi
semua aset pasien, mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan
mengembangkan rencana asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien.
Pendekatan paripurna pasien geriatri ada tiga tiga hal, yaitu fokus pada pasien
usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan
kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soedjono, 2007).
Berikut beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik,
diantaranya :
1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi (AKG). Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting;
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Hal penting lainnya adalah kualitas
protein yang baik, yaitu protein sebaiknya mengandung asam amino esensial. (Setiati
et al, 2013)
2. Olahraga secara teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar seperti berjalan,
keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan
fungsi otot dengan memicu peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga
memengaruhi energy expenditure, metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh.
Resistance training merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah
sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua. Program resistance
training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali seminggu
3. Pencegahan infeksi dengan vaksin
4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan elektif dan
reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan fisioterapi individual
(Setiati et al, 2011)
5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan
yang digunakan sebelumnya. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan
obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah,
naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh
berobat dan hati-hati mengguakan obat baru (Setiati dkk., 2006).
Penatalaksanaan Resiko Jatuh:
a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu
dengar (earphone)
b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Evaluasi kemampuan kognitif
d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb
Penatalaksanaan Gangguan Tidur:
a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman
c. Kurangi konsumsi kopi
d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)
e. Anti depresan seperti Trazadone untuk insomnia kronik.
2.9 Pencegahan Geritrik Sindrom

Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan


yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan dan pemulihan.
1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak
langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit.
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk
meningkatkan.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian
jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan
penggunaan alat pengaman dan mengurangi kejadian keracunan
makanan atau zat kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk
mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan
pengunaan sistem keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk,
bertujuan untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan
kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan
rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi
kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang
bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan
gigi dan mulut.
2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia
sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi
kesehatan. Jenis pelayanan pencegahan primer adalah: program
imunisasi, konseling, berhenti merokok dan minum beralkohol,
dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah, manajemen
stres, penggunaan medikasi yang tepat.
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap
penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala
penyakit belum tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko.
Jenis pelayan pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai
berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker,
screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala
penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan,
serta perawatan dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien
rawat jalan dan perawatan jangka panjang.

2.10. Katarak
2.11. Definisi
Katarak merupakan penyebab kebutaan yang mencakup kurang lebih
separuh dari seluruh kebutaan di dunia terutama di negara berkembang
(Riskesdas, 2013). Mekanisme pembentukan katarak sangat multifaktorial.
Hilangnya transparansi di nukleus dan kortek lensa mata dapat terjadi akibat
oksidasi membran lipid, protein struktural atau enzimatik oleh peroksida atau
radikal bebas yang disebabkan oleh sinar UV. Faktor lainnya yang dapat
menyebabkan terbentuknya katarak adalah proses degeneratif dan diabetes
melitus(Khan et al,2010;Gogate et al.,2014).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut / buram. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga
ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000). Katarak adalah kekeruhan
lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan
(Vaughan, 2000).Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan
gangguan penglihatan ( Nurarif & Kusuma, 2015).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis,
pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan mata
yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001). Katarak adalah suatu
keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh.
Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2. Jadi dapat disimpulkan,
katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke
retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan
penglihatan.

2. 12 Etiologi Katarak
Katarak bisa disebabkan karena kecelakaan atau trauma.Sebuah benda
asing yang merusak lensa mata bisa menyebabkan katarak.Namun, katarak
paling lazim mengenai orang- orang yang sudah berusia lanjut. Biasanya kedua
mata akan terkena dan sebelah mata lebihdulu terkena baru mata yang satunya
lagi. Katarak juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur atau baru
mendapatkannya kemudian karena warisan dari orang tuanya.Namun kembali
lagi, katarak hanya lazim terjadi pada orang-orang yang berusia lanjut.Coba
perhatikan hewan yang berumur tua, terkadang bisa kita melihat pengaburan
lensa di matanya.Semua ini karena faktor degenerasi. Berbagai macam hal yang
dapat mencetuskan katarak antara lain:
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarakdipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.

Katarak akan berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang


hidup sendiri (sedikit orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering
terkena katarak.Karena kebanyakan dari mereka kurang minum air atau cairan
lainnya guna menjaga peredaran darahnya tetap mengalir sebagaimana mestinya.

2.13 Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkanpenglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak
ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

PATHWAY katarak 1

Usia lanjut dan Congenital atau cedera mata Penyakit metabolik


proses penuaan bisa diturunkan. (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi


Kurang coklat kekuningan
pengetahuan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple


Tidak (zunula) yg memanjang dari badan silier kesekitar Kurang terpapar
mengenal daerah lensa)
sumber terhadap informasi
informasi tentang prosedur
Hilangnya tranparansi
lensa tindakan
pembedahan
Resiko Cedera Perubahan kimia dlm protein lensa

CEMAS
Gangguan koagulasi
penerimaan
sensori/status mengabutkan pandangan
organ indera
Terputusnya protein lensa disertai prosedur invasive
influks air kedalam lensa pengangkatan
Menurunnya
katarak
ketajaman
penglihatan Usia meningkat
Resiko tinggi
terhadap infeksi
Penurunan enzim menurun
Gangguan persepsi
sensori-perseptual
penglihatan Degenerasi pd lensa

KATARAK

Post op Nyeri

2.14 Jenis-janis katarak


Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan,2014) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis).
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin
terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom. Sejak sebelum
berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan
megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital
diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada
kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang- kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada
urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia.
Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan
sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan
karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor,
dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
b. Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat,
diabetes dan obat
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus
yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih
dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil
sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Pada saat ini seringkali penderitanya
tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).
Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi
kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana
mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran
air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini
lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik
mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada
stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran
menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan
iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed.
2,).
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa
lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka
nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6) (katarak morgagni). Lensa
akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata
depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing
di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk
kedalam struktur lensa.

5. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub
kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-
penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak
adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan
pelepasan retina.
6. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis
atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
7. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk
menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama,
baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan
kekeruhan lensa.
8. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi
katarak ekstrakapsular
9. Katarak juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai
terbentuk nya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik.
10. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertaipembengkakan lensa akibat lensa degenerative
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
11. Katarak kortikal
Katarak kotikal ini biasanya terjadi pada korteks .mulai dengan kekeruhan
putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehinnga menggangu
penglihatan. Banyak padapenderita DM

2.15 Manifestasi Klinis


Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain: Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Menyilaukan dengan
distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
Pupil yang normalnya hitamcakan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
- Peka terhadap sinar atau cahaya.
- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata
- Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

2.16 Penatalaksanaan Katarak


Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan
operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki
lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi.
Operasi katarak perludilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan
tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi
berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan
pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot
silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang
terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga
operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social
atau atas indikasi medis lainnya. Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial : Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan
dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3m didapatkan hasil visus 3/60.
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir
tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa
secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan
sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3
mm. Operasikatarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau
menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7
mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot
(fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan
sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu
pemulihan yang lebih cepat.

Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika
bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru
dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien
tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat
berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi,
yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga
sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada
mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk
itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar
penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

2.17 Penegakan Diagnosa


Cara pencegahan penyakit katarak yang dapat dilakukan adalah dengan
menjaga penyakit yang memiliki hubungan dengan katarak sebaiknya
menghindari factor yang mempercepat terbentuknya pnyakit katarak.
Mengkonsumsi suplemen sebelum terjadi katarak dapat menunda
pembentukkan atau mencegah katarak. Sedangkan pada tahap awal katarak
suplemen dapat memperlambat petumbuhannya. Pada tahap berat tindakan hanya
bisa diatasi dengan operasi.
1. Berikut ini beberapa suplemen yang jika dikonsumsi dapat mencegah
terjadinya katarak :
2. Vitamin C dan E, melindungi lensa mata dari kerusakan akibat asap rokok
dan sinar Ultraviolet. Minum vitamin C 250 mg 4 kali sehari, kurangi dosis
jika mengalami
3. diare. Vitamin E 200 IU 2 kali sehari.
4. Selenium, membantu menetralisasi radikal bebas, 200 mcg 2 kali sehari.
5. Billberry, membantu membuang racun dari lensa maata dan retina.
Kombinasi billberry dan vitamin E sudah terbukti dapat menghentikan
pertumbuhan katarak pada 48 dari 50 orang yang di teliti. Dosis yang tepat
adalah 80 mg dan dikonsumsi 3 kali sehari
6. Alpha-lipoic acid, meningkatkan efektifitas vitamin C dan E, 150 mg sehari
(pagi sebelum makan)
7. Ekstrak biji anggur ( grape seed ), menguatkan pembuluh darah halus
dibagian mata, 100 mg 2 kali sehari.
Kebiasaan yang perlu dilakukan adalah :
1. Stop merokok jika anda merokok.
2. Lindungi mata dari cahaya, matahari langsung, dengan menggunakan
kacamata matahari
3. Gunakan topi yang lebar, saat anda berada diluar.
4. Makanlah makanan yang cukup mengandung antioksidan seperti buah dan
sayuran segar.

2.18 Pemeriksaan Diagnostik


Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka
1. Scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung
sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk
dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001)
2. Kartu mata snellen chart (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan)
3. Lapang penglihatan, penurunan mungkin di sebabkan oleh glukoma
4. Pengukira tonograpi (mengkaji TIO,N 12-25 mmHg)
5. Pengukuran gonoskopi, membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glukoma
6. Pemeriksaan oftalmologis,
Mengkaji struktur internal okuler, pupil oedema, perdarahan retina.

2.19. Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya
glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan
dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi).
Pemasanagan lensa intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada
kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.

2.20 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan
masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur,
pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat
harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau
dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat
mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera
mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau
perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer,
2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata
diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci
dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya
terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan,
adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu
bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/
tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2 3 4
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit
mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah,
adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.

e. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran
akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima
dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit
hingga setelah sakit.
i. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan
adakah masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan
keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.

B. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
 Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan
berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indra
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan — kehilangan vitreus,pandangan kabur,perdarahan
intraokuler
 Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis,pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi,kurang
terpajan/mengingat,keterbatsan kognitif
 Anxietas berhubungan dengan prosedur/penatalaksanaan/tindakan
pembedahan
 Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan

Post operasi
 Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh
 Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indra
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan-kehilangan vitreus,pandangan kabur,perdarhan
imtraokuler
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta


Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Dewi,S. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC edisi revisi jilid 2, Jakarta : Mediaction Publishing
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Doenges,Marilyan
E.1999.Rcelmem Msudme Jcpcrmwmtme.Alih bahasa:I Made Kariasa.Jakarta :
EGC
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
http://sallindrywidyas.blogspot.co.id/2013/10/asuhan-keperawatan-pada-
pasien- katarak.html
Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantsar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Maryam.,dkk. 2008. Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Noorkasani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan
Jakarta : Salemba Medika
Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Panita L , Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of
geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of Thailand.
Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty of Medicine,
Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand.
Asian Biomedicine.5(4): 493-497.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan.
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes:revisited. Semarang:Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Setiati S, .2013. Prevalensi geriatric giant dan kualitas hidup pada pasien usia lanjut
yang dirawat di Indonesia: penelitian multisenter. Jakarta: Perhimpunan
Gerontologi Medik Indonesia
Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Yudho MN, Purwoko Y, et al. 2013.
Profile of nutrient intake in urban metropolitan and urban non-metropolitan
Indonesia elderly population and factors associated with energy intake: multi-
centre study. In press.
Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.
Setiati S, Rizka A. 2011. Sarkopenia dan frailty: sindrom geriatri baru. Jakarta;
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia.
Setiati S, Santoso B, Istanti R. 2006. Estimating the annual cost of overactive bladder in
Indonesia. Indones J Intern Med.
Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Sullivan DH, Johnson LE. 2009. Nutrition and aging. In: Halter JB, Ouslander JG.
Tinetti ME. Studenski S, High KP, Astana S (editors). Hazzard’s geriatric
medicine and gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill;

Anda mungkin juga menyukai