DOSEN PENGAMPU:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayat dan serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Keperawatan Medikal Bedah dengan dosen pengampu Bapak Jahidul Fikri M.Kep.
tentang Katarak. Makalah ini telah kami susun dengan usaha yang maksimal dan mendapat
bantuan dari beberapa pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Keperawatan Medikal Bedah tentang
Katarak ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau
berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein
pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa
(Corwin, 2009). Operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi dapat terjadi
dalam waktu beberapa hari setelah operasi hingga beberapa bulan setelah operasi. Insiden
komplikasi bervariasi, tergantung laporan dari tempat yang berbeda. Umumnya, komplikasi
ini membutuhkan tindakan bedah untuk memperbaiki salah satu efek samping tersering dari
operasi katarak adalah robeknya kapsul posterior (Simanjuntak, 2012).
Adanya komplikasi akan menimbulkan kecemasan pada pasien. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi.
Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Zuchra, 2012). Hal
ini dapat melibatkan dukungan keluarga karena keluarga merupakan unsur penting dalam
perawatan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat membantu pasien
(Murniasih, 2007). Dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga yaitu dukungan
keluarga menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan dan efek utama yaitu
dukungan keluarga yang secara langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Dukungan
orang tua maupun keluarga lainnya yang tinggi juga akan 2 meningkatkan harga diri. Bentuk
dukungan yang bisa diberikan kepada keluarga salah satunya adalah dukungan psikososial
(Friedman, 2003).
WHO 2002, 17 juta 47,8% dari 37 juta orang yang buta di seluruh Dunia disebabkan
karena katarak. Jumlah ini akan meningkat hingga 40 juta pada tahun 2020 Indonesia
merupakan Negara urutan ke tiga dengan angka kebutaan terbanyak didunia dan urutan
terbanyak di asia tenggara.
Word Health Organization (2000), menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita
kebutaan dan hampir 110 juta orang menderita penurunan penglihatan. Hal ini menunjukan
bahwa ada sekitar 150 orang menderita gangguan penglihatan. Tidak terdapat data mengenai
insiden kebutaan yang tersedia dengan baik. Meskipun demikian, diperkirakan jumlah orang
buta seluruh dunia akan meningkat 1-2 juta orang per tahun. Pada tahun 2006, WHO
mengeluarkan estimasi global terbaru, yaitu 314 juta orang didunia yang menderita gangguan
penglihatan,45 juta dari mereka menderita kebutaan (Trithias, 2011).
Berdasarkan data yang di peroleh dari RSUM jombang di dapatkan jumlah pasien
operasi katarak pada tanggal 23-27 april 2015 sebanyak 1.248 orang. Berdasarkan wawancara
langsung yang dilakukan peneliti sebanyak 10 orang, Di dapatkan data sebanyak 7 orang
(70%) mengatakan takut setelah operasi tidak bias melihat lagi, sebanyak 3 orang (30%)
mereka mengatakan kalau berdampak pada kematian .Rata-rata pasien merasa cemas karena
kurangnya pengetahuan, takut terhadap kegagalan dan efek samping dari operasi.
Kecemasan yang tidak mampu teratasi dapat menyebabkan disharmoni dalam tubuh.
Ketidakmampuan mengatasi kecemasan yang konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis seperti kecemasan berlebihan, serta syok. Hal ini akan berakibat
buruk, karena apabila tidak segera di atasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan.
(Effendi, 2005).
Upaya yang dapat dilakukan untuk membuat pasien merasa tidak cemas salah satunya
adalah dukungan keluarga. Diharapkan keluarga selalu memberi dukungan kepada pasien
post operasi katarak, sehingga pasien merasa tenang dan tingkat kecemasan pasien dapat
berkurang.
Dari uraian diatas maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang
“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecemasan Dengan Konsep Self Care Agency Pada
Pasien Post operasi Katarak di RSUM Jombang”.
KONSEP TEORI
2.1 Konsep Dasar Katarak
2.1.1 Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air
terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu
seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya (Ilyas, 2013). Katarak adalah
opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses
penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan
sinar matahari yang lama, atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior)
(Budiono, 2019).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, jadi dapat disimpulkan, katarak
adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina,
yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
2.1.2 Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia
lanjut da bias diturunkan . Pembentukan katarak diprcepat oleh factor lingkungan, seperti
merokok, atau bahan beracun lainnya. Katarak bias disebabkan oleh cedera mata penuakit
metabolic (misalnya diabetes) atau obat - obatan tertentu ( misalnya kortikosteroid)
( Nurafif,2015).
Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir. Katarak
kongitalis bias merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal dominan) atau
bias di sebakan oleh :
1. Infeksi kongenital, seperti campak jerman
2. Berhubungan dengan penyakit metabolic, seperti glaktosemia.
Faktor resiko terjadi katarak kongetalis adalah:
1. Penyakit metabolic yang diturunkan
2. Riwayat katarak dalam keluarga
3. Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan ( Nurafif, 2015).
2.1.3 Anatomi Fisiologi
Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan
analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata
terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata
terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu
sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan
saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak
(Junqueira, 2007). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka
cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot
polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi,
pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran
pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang
masuk (Sherwood, 2012).
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tidak berwarna dan bersifat bening yang
berasal dari ektoderm. Mempunyai tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Di dalam
pembungkusnya lensa sangat lentur, elastis atau kenyal yang sering disebut kapsul lensa.
Lensa terletak di belakang iris yang berkekuatan besar untuk memfokuskan cahaya masuk ke
dalam mata sehingga terbentuk bayangan yang tajam pada bintik kuning atau selaput jala.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu ; kenyal atau lentur karena
memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Terdapat
zonula zinni (penggantung lensa) yang tersusun banyak fibril dan berfungsi mempertahankan
agar lensa tetap pada tempatnya.3,4 Semakin bertambahnya usia epitel lensa mengalami
perubahan terutama penurunan densitas sel epitel lensa yang mengakibatkan hilangnya
transparansi lensa. Lensa mata akan menjadi lebih padat dan mengalami penurunan tingkat
transportasi air, nutrisi dan antioksidan. Penurunan vitamin antioksidan dan enzim
superoksidase dismutase menggaris bawahi peran penting dari proses oksidatif dalam
kataraktogenesis. Kerusakan oksidatif progresif pada lensa akibat penuaan menyebabkan
perkembangan katarak senil. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis
2.1.4 Manifestasi klinis
1. Penglihatan kabur seperti melihat kabut atau asap
2. Pupil mengecil akibat kekeruhan pada lensa
3. Merasa silau atau melihat cahaya yang terlalu terang
4. Pada pupil terdapat bercak putih/leukokoria
5. Mata sering berair
6. Daya penglihatan kurang
7. Lensa mata berubah menjadi buram
8. Mata lebih sensitif terhadap cahaya sehingga merasa sangat silau bila berada di bawah
cahaya yang terang
9. Mata tidak terasa sakit dan tidak berwarna merah
10. Sering berganti kacamata atau lensa konta karena keduanya sudah tidak bias
menanggulangi kelainan mata. (Hani’ah, 2009)
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella,
diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
2. Katarak Senile
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa
macam yaitu :
a. Katarak Nuklear, yaitu kekeruhan ang terjadi pada inti lensa.
b. Katarak Kortikal, yaitu kekeruhan terjadi pada korteks lensa.
c. Katarak Kupliform, Terlihat pada stadium dini katarak nuclear atau
kortikal.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang
sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
Berdasarkan stadium katarak senil dibagi menjadi :
a. Katarak Insipient
Katarak yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang berbentuk gerigi
dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya.
b. Katarak intumesen
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai
pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal
c. Katarak Imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapat begian-bagian yang jernih pada
lensa.
d. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran
air bersama-sama hasil desintegritas melalui kapsul.
e. Katarak hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa
2.1.6 Fatofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa karena adanya keseimbangan antara protein
yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membrane semipermeable.
Apabila terjadi penignkatan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian
lain sehingga embentuk massa transparan atau bintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu
kapsul yang dikenal dengan katarak. Terjadinya penumpukan cairan disintegrasi pada
serabut tersebut mengakibatkan jalannya cahayanya terhambat dan mengakibatkan gangguan
penglihatan (Thalia, 2019).
2.1.8 Penatalaksaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk
menjadi katarak (Budiono, 2019). Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk
memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan
pembedahan. Menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam
penglihatan dan bukan oleh hasil 8 pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas
sehari-hari penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan
atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Ilyas, 2013).
Terapi farmakologi hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti
mampu memperlambat atau menghilangkan katarak. Beberapa agen yang diduga dapat
memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun sorbitol, aspirin, dan vitamin C, namun
belum ada bukti yang signifikan mengenai hal tersebut. Operasi katarak terdiri dari
pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini
pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum.
Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara
topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti
oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata). Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan
probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera
anterior (phacoemulsifikasi) (Eva & Whitcher, 2013).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Istiqomah (2017) dan Kholifah (2016) data yang lazim muncul pada
pengkajian lansia dengan katarak yaitu:
a. Identitas pasien dan identitas penanggung jawab
Nama lengkap, jenis kelamin, usia >60 tahun, pekerjaan sebagai buruh
b. Riwayat Keperawatan
Status kesehatan saat ini Pandangan kabur, silau apabila melihat cahaya,warna
cahaya khawatir dengan kondisinya, merasa tidak dapat beraktivitas dengan
baik.
Riwayat kesehatan masa lalu Memiliki riwayat hipertensi atau diabetes
melitus.
Riwayat kesehatan keluarga Terdapat anggota keluarga yang menyandang
katarak.
c. Riwayat Perkejaan dan Status Ekonomi Bekerja sebagai petani sehingga mata
sering terpapar sinar matahari atau sebagai tukang las yang berisiko mengalami
trauma mata.
d. Lingkungan Tempat Tinggal Pencahayaan kurang, barang-barang yang berisiko
membuat jatuh tidak ditempatkan dengan benar, dan kamar mandi licin.
e. Pola Fungsional
Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan Memiliki kebiasaan
merokok atau minum minuman beralkohol, pengetahuan yang kurang
terhadap penatalaksanaan katarak sehingga manajemen kesehatan kurang
efektif.
Nutrisi Metabolik Frekuensi makan baik, frekuensi minum baik, nafsu makan
baik, jenis makanan bervariasi.
Eliminasi Frekuensi buang air kecil meningkat di malam hari.
Aktivitas pola latihan Mudah merasa lelah ketika beraktivitas.
Pola kognitif persepsi Pandangan kabur, sulit melihat di malam hari dan
pernah terjatuh.
Persepsi diri-pola konsep diri Malu dengan kondisinya, tidak menyukai
bagian mata, merasa tidak dapat beraktivitas dengan baik, merasa tidak
sempurna.
Pola peran-hubungan Membatasi bersosialisasi dan lebih sering di rumah.
Seksualitas Tidak ada keluhan seksualitas.
f. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum Keadaan umum baik dan kesadaran composmentis.
Tanda-tanda vital Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, dan SPO2 .
Antropometri Berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh.
Rambut Rambut sudah beruban dan mengalami kerontokan.
Mata Pupil berwarna putih atau abu-abu dan sklera kemerahan.
Telinga Telinga simetris, terdapat sedikit serumen, dan pendengaran sudah
berkurang. 7) Mulut, gigi, dan bibir Gigi sudah banyak yang tanggal dan
kebersihan mulut kurang
Dada Dada simteris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi dinging dada,
vocal fremitus teraba, dan suara nafas vesikuler.
Abdomen Bentuk simetris, tidak ada pembesaran tidak ada nyeri tekan, tidak
ada asites, dan suara tympani.
Kulit Kulit keriput, turgor kulit > 3 detik, dan akral hangat.
Ekstremitas Kekuatan otot 5, capillary refil time < 3 detik, dan anggota gerak
lengkap.
B. DIAGNOSA
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial (SDKI, 2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnose yang dapat diambil yaitu :
a. Gangguan Persepsi Sensori
b. Risiko Jatuh
c. Defisit pengetahuan
C. INTERVENSI
Tujuan keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori penglihatan adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan fungsi sensorik penglihatan dalam
batas normal dan pasien dapat menunjukan perilaku kompensasi penglihatan dengan
kriteria hasil, ketajaman penglihatan, lapang pandang, toleransi silau dan perilaku
kompensasi penglihatan dalam batas normal, yaitu rentang skala 1 sampai 5 dari
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan.
Standar intervensi keperawatan indonesia pada pasien dengan gangguan
persepsi sensori penglihatan antara lain meliputi Periksa status mental, Periksa status
sensori dan tingkat kenyamanan ( misal nyeri dan kelelahan), Diskusikan tingkat
toleransi terhadap beban sensori (misal terlalu terang) Batasi stimulus lingkungan
(misal cahaya) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misal mengatur pencahayaan,
pencahayaan ruangan) Monitor dan dokumentasikan perubahan status penglihatan
pasien. Perencanaan tambahan dalam rangka mendukung pengobatan adalah
memberikan discharge planning kepada pasien dan keluarga terhadap peningkatan
pengetahuan perawatan mata pascaoperasi katarak. Selanjutnya perencanaan
keperawatan terkait menejemen lingkungan antara lain memodifikasi lingkungan yang
berpotensi menimbulkan ancaman bahaya fisik. Dekatkan terhadap akses alat bantu
sensori melihat seperti kacamata. Tingkatkan jumlah stimulus penglihatan seperti
gunakan pencahayaan yang adekuat. Kurangi jumlah stimulus untuk mencapai input
sensori yang sesuai seperti batasi jumlah pengunjung, dan sediakan waktu istirahat
untuk pasien. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk peningkatan
komunikasi terkait defisit penglihatan yaitu jangan memindahkan barang barang di
dalam kamar pasien tanpa memberitahukan pasien. Orientasikan pada orang, tempat,
dan situasi dalam setiap interaksi (Wilkinson & Ahern, 2013)
D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan
yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan dan
hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien
(Rendy, 2019). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
implementasi asuhan keperawatan (Padila, 2019).
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respon klien
kearah pencapaian tujuan (Rendy, 2019). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi ketika kegiatan atau program
sedang berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi di akhir kegiatan
atau program. Menurut Dewi (2015) evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses,
dan hasil. Evaluasi hasil asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
yaitu:
a. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien
secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan.
c. A (assesment) adalah analisis yang mengacu pada tujuan asuhan keperawatan.
d. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan
sebelumnya
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kasus
Pasien bernama Ny.S berusia 60 tahun masuk rumah sakit A pada tanggal 25
april 2023 dengan diagnosa medis katarak dan mengeluh penglihatan berasap,
keluhan disertai dengan silau jika melihat cahaya. Ny.S sering bertanya Tanya
mengenai keluhan pada matanya, Ny.S juga sering terjatuh saat berdiri
berjalan dan turun dari tempat tidurnya karena pandangan yang berasap. Ny.S
merupakan seorang ibu rumah tangga, Ny.S beragama islam,Ny.S tinggal
bersama anak dan menantunya karena suaminya sudah meninggal dunia pada
tahun 2018. Pendidikan terakhir Ny. S adalah SD. Ny.S tidak memiliki
riwayat hipertensi, pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg,
Nadi : 92 Respirasi rate : 20 Suhu : 36.6 C, TB/BB sebelum masuk RS dan
saat di rawat di RS 159/65. Pemeriksaan fisik mata di dapatkan lemsa oculi
dextra et sinistra keruh, shadow test positif pada oculi dextra et sinistra, Saat
ke rumah sakit pasien ditemani oleh anaknya yaitu Tn. T, Tn.T adalah sebagai
penanggung jawab pasien. Tn. T berusia 30 tahun, beragama islam dan
bertempat tinggal di kelurahan cimacan. Pendidikan terakhir adalah SD dan
bekerja di tempat penggilingan padi.
B. Pengkajian (anamnesa dan pemeriksaan fisik)
I. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Janda (meninggal)
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Kel. Cimacan
Tanggal Masuk : 25 april 2023
Tanggal Pengkajian : 25 april 2023
No. Register : 1228876
Diagnosa Medis : KataraL
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.T
Umur : 30 tahun
Hub. Dengan Pasien : anak
Pekerjaan : buruh
Alamat : kel. cimacan
II. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
mengeluh penglihatan berasap, keluhan disertai dengan silau jika melihat
cahaya. riwayat kesehatan saat pengkajian/riwayat penyakit sekarang (PQRST) :
P : pandangan berasap, Q : asap terlihat berwarna putih, R : di kedua mata, S : T
b. Riwayat kesehatan lalu
Tidak memiliki riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat perawatan di RS,
riwayat penyakit berat/kronis, riwayat pengobatan, riwayat operasi, dan riwayat
hipertensi
c. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram atau penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
menjadi faktor resiko, 3 generasi.
Ny.S tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dari keluarganya
Gambar :
Ket : = wanita
= pria
= meninggal
= garis perkawinan
2. Pola Nutrisi
a. Asupan Oral Oral
b. Frekuensi makan 3X/hari 3X/hari
Baik Baik
c. Nafsu makan Sedang karena Ny.S Sedang, karena
d. Makanan tambahan tidak gamppang lapar selalu merasa cukup
Tidak ada kemyamg
e. Makanan alergi Tetap 65 Kg Tidak ada
f. Perubahan BB dalam 3 bulan Tetap 65 kg
terakhir
g. Asupan cairan Oral Oral
h. Jenis Air minerale Air minerale
i. Frekuensi 8 gelas/hari 8 gelas/hari
j. Volume 2000 cc/hari 2000 cc/hari
BAB
a. Frekuensi 1x/hari 1x/hari
b. Warna - -
c. Bau Khas feses Khas feses
d. Konsistensi Lunak Lunak
e. Keluhan Tidak ada Tidak ada
f. Penggunaan obat pencahar Tidak Tidak
2. Pola Personal Hygiene
a. Mandi 2x/hari 2x/hari
b. Oral higiene
Frekuensi 2x/hari 2x/hari
waktu 5 menit 5 menit
c. Cuci rambut 4.x/mgg 4.x/mgg
5.Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kegiatan dalam pekerjaan • pasien bekerja sebagai • pasien
b. Waktu bekerja
ibu rumah tangga mengatakan masih
c. Kegiatan waktu luang
d. Keluhan dalam beraktivitas bisa melakukan
e. Olah raga
pekerjaan
Jenis
frekuensi
• Waktu pagi • Melakukan seperti
membersihkan rumah dan biasa walaupun mata
membuat sarapan terasa sakit
• Melakukan kegiatan • Sedikit terganggu
seperti biasanya dirumah karna mata sebelah
kiri diperban
• Jarang melakukan • Jarang melakukan
Olahraga Olahraga
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan ✔️
minum
Mandi ✔️
Toileting ✔️
Berpakaian ✔️
Berpindah ✔️
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Kanan Kiri
Inspeksi : Inspeksi :
Pupil : isokhorik, 3 mm Pupil : isokhorik, 3 mm
Sclera : anikterik Sclera : anikterik
Konjungtiva : tidak anemis Konjungtiva : tidak anemis
Lensa : katarak matur Lensa : katarak imatur
Visus mata : Visus mata :
Snellen test : tidak dapat Snellen test : tidak dapat
melihat sama sekali melihat sama sekali
Hitung jari : pandangan Hitung jari : pandangan kabur,
kabur/berasap, penglihatan tidak dapat melihat
memburuk Pencahayaan : dapat melihat
Pencahayaan : dapat melihat cahaya (silau)
cahaya (silau)
3. Telinga
Inspeksi : Simetris tidak ada kelainan, bersih tidak ada serumen.
Pendengaran : Kemampuan mendengar menurun
4. Hidung Inspeksi : Simetris, tidak terdapat secret
5. Mulut dan Tenggorokan Inspeksi : Mulut bersih, tidak ada pembesaran
tonsil.
6. Leher Inspeksi : Tidak ada peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar Tyroid
7. Dada Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada penarikan otot
intercosta. Palpasi : Tidak teraba masa atau benjolan Perkusi : Sonor
Auskultasi : Tidak ada wheezing atau ronchi. 5 5 5 5
8. Jantung Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis Palpasi : Tidak teraba
iktus cordis Perkusi : Redup Auskultasi : Lup Dub, S1>S2 , irama teratur,
tidak ada murmur gallop
9. Abdomen Inspeksi : Dinding perut supel Palpasi : Tidak teraba massa
benjolan, tidak ada distensi abdomen Perkusi : Suara tympani Auskultasi :
Bising usus 10 x/ menit
10. Genetalia Inspeksi : Pasien laki laki, pasien tidak terpasang kateter
11. Ekstremitas Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik, tidak
terdapat eodema. Reflek patella (+). Reflek babinski (+). Tidak terdapat
kelemahan anggota gerak.
12. Kulit Turgor kulit baik, warna kulit sawo matang dan terlihat bersih.
IV. Pemeriksaan penunjang
c. Analisa data
d. Masalah keperawatan
e. Diagnose (sesuai dengan EPB)
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan bd perubahan ketajaman sensori dd
pandangan berasap
2. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan persepsi sensori penglihatan
3. Defisit pengetahuan bd kurangnya sumber informasi dd pasirn bertanya-
tanya tentang penyakitnya
f. Intervensi
NO DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI (SIKI) RASIONAL
(SDKI)
Gangguan Setelah dilakukan Minimalisasi Dengan
persepsi sensori tindakan keperawatan rangsangan(I.082 41) mengetahui
diharapkan di harapkan
penglihatan Periksa status status
fungsi sensori
berhubungan ( penglihatan mental, Periksa mental,
dengan membaik) ditandai status sensori dan sensori, dan
dengan:
perubahan tingkat tingkat
Fungsi sensori(L.060
ketajaman sensori 48) kenyamanan kenyamanan
Ketajaman ( misal nyeri dan dapat
penglihatan cukup
kelelahan) menentukan
meningkat
Diskusikan intervensi
tingkat toleransi yang tepat
terhadap beban Dengan
sensori (misal berdiskusi
terlalu terang) dapat
Batasi stimulus mengetahu
lingkungan (misal beban
cahaya) sensori yang
Ajarkan cara di alami
meminimalisasi Dengan
stimulus (misal membatasi
mengatur stimulus
pencahayaan, lingkungan
pencahayaan dapat
ruangan) meminimalis
ir rasa tidak
nyaman
Denngan
meminimalis
asi stimulus
dapat
meningkatka
n rasa
nyaman.
g. Implementasi
Resiko jatuh 26-4-2023 S : Pasien mengatakan sesekali masih terjatuh pada saat
berdiri, berjalan, dan pindah dari tempat tidur
O : pasien tampak berhati hati dan memakai alat bantu
berjalan juga melebarkan kedua kakinya untuk mengatur
keseimbangan
A : resiko jatuh
P : masalah teratasi sebagian
Defisit 26-4-2023 S : pasien menanyakan banyak hal terkait penyakitnya
pengetahuan O : pasien terlihat faham terkait penyakit yang dialaminya
A : Defisit pengetahuan
P : masalah teratasi
BAB V
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa masalah yang paling
diprioritaskan pada pasien dengan katarak adalah gangguan persepsi sensori penglihatan,
yang dibuktikan Pada pengkajian keperawatan, pasien mengeluhkan pandangan matanya
terlihat kabur, silau dan berkabut. Temuan objektif yang mendukung adalah pada
pemeriksaan fisik mata dan visus mata. Pada pemeriksaan didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori bahwa pada katarak akan mengalami penurunan penglihatan, mulai dari
penglihatan kabur sampai kebutaan. Pada pemeriksaan fisik mata ditemukan adanya selaput
keputihan pada lensa mata. penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori
penglihatan berhubungan dengan perubahan ketajaman sensori, dengan data subjektif dan
data objektif yang menunjang sesuai dengan batasan karakteristik pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori penglihatan yaitu perubahan dalam ketajaman sensori. beberapa
faktor pencetus katarak adalah penyakit keturunan DM dan katarak. Namun, hasil dari
pengkajian riwayat penyakit masa lalu dan penyakit keturunan pada Ny.S tidak ditemukan
adanya faktor tersebut. Katarak yang dialami oleh Ny.S diakibatkan oleh peroses penuaan.