Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS OD

Disusun Oleh :
Muhammad Alif Farhan
2320221049

Pembimbing:

dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M.

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT DR. GUNAWAN MANGUNKUSUMO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
PERIODE 18 SEPTEMBER - 21 OKTOBER 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KATARAK

Disusun oleh:
Muhammad Alif Farhan 2320221049

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian


Departemen Ilmu Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa

Ambarawa,30 September 2023

Telah diterima dan disahkan oleh,

Pembimbing

dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M.


ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik
bagian Mata di RSGM Ambarawa.

Laporan ini bertujuan membantu pemahaman dan proses pembelajaran penulis dan
rekan koas Kepaniteraan Klinik di bagian Mata. Penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M. yang telah membimbing dan
memberikan ilmunya dalam laporan kasus ini serta segenap dokter yang turut
memberikan kritik dan komentar selama kegiatan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Ambarawa, 30 September 2023

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Organ mata adalah salah satu komponen dari panca indera, memberikan
kemampuan melihat sebagai pemberian Tuhan. Kemampuan untuk mengamati keindahan
dunia dapat dilakukan melalui mata, tetapi saat ini ada banyak penyakit yang dapat
menghambat fungsi penglihatan mata. Katarak, kata yang berasal dari bahasa Yunani
("Katarrhakies") yang berarti seperti air terjun, disebut juga sebagai bular dalam bahasa
Indonesia, mengacu pada kondisi ketika penglihatan terasa seperti tertutup oleh air terjun
karena kekeruhan lensa (Ilyas, 2018).
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1 miliar orang
di seluruh dunia mengalami kebutaan, dengan 94 juta di antaranya disebabkan oleh
katarak, dan sekitar 35 juta orang lainnya mengalami gangguan penglihatan sedang
hingga berat. Oleh karena itu, katarak menempati posisi kedua dalam hal menyebabkan
gangguan penglihatan, setelah gangguan refraksi yang tidak diobati, tetapi menjadi
penyebab utama kebutaan, dengan angka mencapai 51% di seluruh dunia (Ang dan
Afshari, 2021).
Di Indonesia, diperkirakan bahwa insiden katarak mencapai 0,1%, yang berarti
ada sekitar 1.000 kasus baru katarak setiap tahunnya. Sekitar 16-22% dari pasien katarak
yang menjalani operasi berusia di bawah 55 tahun (Balitbang Kemenkes RI, 2013).
Tindakan operasi katarak bahkan menjadi yang paling umum dilakukan oleh para
spesialis di seluruh dunia, dengan jumlah mencapai 20 juta (Srinivasan, 2022). Menurut
data Riskesdas tahun 2013, prevalensi katarak di Provinsi Bali adalah sekitar 2,7%, yang
termasuk dalam lima provinsi dengan tingkat katarak tertinggi di Indonesia (Balitbang
Kemenkes RI, 2013).
Katarak disebabkan oleh proses degeneratif pada lensa, biasanya terjadi pada usia
lanjut dan berkembang secara bertahap. Namun, katarak juga bisa disebabkan oleh
kelainan kongenital atau kondisi mata kronis. Karena tingginya angka kasus katarak di
seluruh dunia dan tingginya prevalensi kebutaan yang terkait, perhatian lebih harus
diberikan untuk mengurangi peningkatan kasus katarak secara global.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak adalah kondisi dimana lensa mata mengalami kekeruhan sebagai
akibat dari peningkatan kadar cairan dalam lensa, perubahan struktur protein
lensa, atau kombinasi keduanya. Biasanya, kondisi ini memengaruhi kedua mata
secara bersamaan dan berkembang secara perlahan (Tamsuri, 2012). Secara
umum, katarak merujuk pada kekeruhan lensa mata yang mengakibatkan
gangguan penglihatan (Nanda, 2013). Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa katarak adalah keadaan dimana lensa mata atau kapsul lensa mata
mengalami kekeruhan, yang berdampak negatif pada kemampuan penglihatan.
2.2 Etiologi Katarak
Etiologi katarak masih merupakan subjek yang belum sepenuhnya
terpecahkan dan katarak diyakini sebagai kondisi yang kompleks, muncul akibat
berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor
instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor risiko yang berasal dari
dalam tubuh manusia, termasuk unsur genetik, usia, dan jenis kelamin. Sementara
itu, faktor ekstrinsik adalah faktor risiko yang berasal dari luar tubuh manusia,
seperti penggunaan obat-obatan tertentu, kondisi gizi yang kurang, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, paparan sinar matahari, trauma pada
mata, serta riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi
(Lukas, Pangkerego, dan Rumende, 2017). Penyebab utama katarak adalah proses
alami yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia, yang mengakibatkan perubahan
pada mata (Tana, Mihardja, dan Rifati, 2007). Oleh karena itu, pemahaman
mengenai faktor-faktor ini memiliki peran penting dalam upaya pencegahan dan
manajemen katarak.
2.3 Epidemiologi

Katarak merupakan penyakit yang masih menjadi masalah utama di


bidang kesehatan mata dan menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.
Setidaknya 50% dari semua kasus kebutaan disebabkan oleh katarak, dan sekitar
90% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

5
Jumlah penderita katarak cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk usia lanjut. Diperkirakan setiap menit, 12 orang di seluruh dunia
menjadi buta akibat katarak, dan di Indonesia, perkiraan yang sama adalah satu
orang setiap menit. Angka ini diperkirakan meningkat dua kali lipat pada tahun
2020, seiring dengan peningkatan harapan hidup (Mootapu, Rompas, dan
Bawotong, 2015).

Menurut data dari WHO tahun 2010, katarak dapat menyebabkan


kebutaan pada lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat,
sekitar 10% populasi mengalami katarak, dan prevalensi ini meningkat hingga
mencapai sekitar 50% pada kelompok usia antara 65 hingga 74 tahun. Indonesia
memiliki jumlah penderita katarak yang sangat tinggi di wilayah Asia Tenggara,
mencapai 1,5-1,8% dari total populasi atau sekitar 2 juta orang (Siswoyo,
Setioputro, dan Albarizi, 2016).

Tingkat insiden katarak diperkirakan sekitar 0,1% per tahun, yang berarti
setiap tahun, sekitar 1 dari 1.000 orang baru mengalami katarak. Prevalensi
katarak di Indonesia mencapai 1,8%, (Riskesdas, 2013).

2.4 Klasifikasi Katarak


Katarak dapat dikelompokkan berdasarkan usia dan penyebabnya,
dengan rincian sebagai berikut:
Berdasarkan Usia:
1. Katarak Kongenital: Jenis katarak ini terjadi pada individu yang berusia di
bawah satu tahun. Katarak kongenital biasanya terdeteksi pada bayi sejak lahir,
dan penyebabnya dapat terkait dengan infeksi virus rubella yang dialami oleh ibu
selama masa kehamilan.
2. Katarak Juvenil: Katarak jenis ini muncul pada individu setelah usia satu tahun.
Katarak juvenil biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.
3. Katarak Senilis: Katarak senilis adalah jenis yang paling umum dan terjadi
sebagai akibat dari proses penuaan atau faktor usia. Lensa mata menjadi keras dan
keruh seiring dengan bertambahnya usia. Katarak senilis umumnya mulai terjadi
pada usia di atas 40 tahun.

6
Berdasarkan Penyebab:
1. Katarak Kongenital: Katarak jenis ini terjadi pada anak-anak dan biasanya
terkait dengan infeksi virus rubella yang dialami oleh ibu selama kehamilan.
2. Katarak Komplikata: Katarak komplikata dapat disebabkan oleh berbagai jenis
infeksi dan penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, hipertensi, glaukoma,
lepasnya retina, atau penyakit umum lainnya.
3. Katarak Trauma: Katarak trauma disebabkan oleh cedera mata, seperti benturan
keras, luka tembus, luka sayatan, eksposur panas tinggi, atau paparan bahan kimia
yang dapat merusak lensa mata. Katarak trauma dapat terjadi pada semua usia.
4. Katarak Senilis: Katarak senilis adalah jenis yang paling umum dan berkaitan
dengan proses penuaan atau faktor usia. Lensa mata menjadi keras dan keruh
seiring bertambahnya usia, dan jenis katarak ini biasanya terjadi pada individu di
atas usia 40 tahun (Saputra, Handini, dan Sinaga, 2018).
2.5 Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi katarak


2.6 Gejala Klinis

7
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak
terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien (Ilyas, 2018)
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

8
2.7 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Sebelum menjalani operasi, pasien juga perlu menjalani
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang mungkin
menyertainya, seperti diabetes melitus, hipertensi, atau masalah jantung
(Pascolini, 2011).
Dalam penilaian pasien katarak, penting untuk melakukan pemeriksaan
visus untuk mengevaluasi kemampuan penglihatan pasien. Pada kasus katarak
subkapsular posterior, visus pasien mungkin dapat membaik setelah dilakukan
dilatasi pupil. Selain itu, pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
membantu dalam mengidentifikasi penyakit dan memprediksi prognosis
penglihatan pasien (Vaughan, 2000)
Pemeriksaan dengan slit lamp tidak hanya berfokus pada evaluasi
kekeruhan lensa, tetapi juga pada struktur okular lainnya, seperti konjungtiva,
kornea, iris, dan bilik mata depan. Pemeriksaan kornea harus dilakukan secara
teliti, dan kondisi lensa harus dicatat dengan seksama sebelum dan setelah
dilakukan dilatasi pupil. Pemeriksaan juga mencakup penilaian posisi lensa dan
integritas serat zonular, yang dapat membantu mengidentifikasi adanya
subluksasi lensa yang mungkin terkait dengan trauma mata sebelumnya, masalah
metabolik, atau katarak yang sangat matang. Selain itu, pemeriksaan shadow test
berguna untuk menentukan stadium katarak senilis. Untuk mengevaluasi bagian
belakang mata, pemeriksaan oftalmoskopi baik secara langsung maupun tidak
langsung juga perlu dilakukan dengan cermat (Pascolini, 2011).
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk katarak melibatkan penyakit atau kondisi mata
lainnya yang memiliki gejala serupa atau dapat disalahartikan sebagai katarak
seperti glaukoma, retinopati diabetik, abrasi kornea, dan keratitis (Rathi,2020).
2.9 Tata Laksana
Penanganan definitif untuk katarak senilis melibatkan ekstraksi lensa
mata. Terdapat dua jenis operasi ekstraksi yang tersedia, yaitu Intra Capsular
Cataract Extraction (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction
(ECCE) (Hanof, 2019).

A. Indikasi
9
Indikasi untuk melakukan operasi katarak mencakup aspek penglihatan, medis,
dan kosmetik.
1. Indikasi Penglihatan: Ini adalah alasan yang paling umum untuk operasi.
Keputusan untuk menjalani operasi dapat bervariasi tergantung pada sejauh
mana katarak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
2. Indikasi Medis: Terkadang, operasi diperlukan meskipun pasien tidak merasa
terganggu secara signifikan oleh kekeruhan lensa. Ini dapat terjadi dalam kasus
seperti glaukoma yang disebabkan oleh lensa mata, endoftalmitis
fakoanafilaktik, atau kelainan pada retina seperti retinopati diabetik atau ablasi
retina.
3. Indikasi Kosmetik: Beberapa pasien dengan katarak matur mungkin meminta
operasi katarak meskipun peluang untuk memulihkan penglihatan mungkin
terbatas. Motivasi utama dalam hal ini adalah untuk mendapatkan pupil yang
tampak normal.

B. Persiapan Sebelum Operasi


Sebelum operasi, ada beberapa langkah persiapan yang perlu diambil:

- Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit satu malam sebelum operasi.


- Pasien memberikan persetujuan informasi medis.
- Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%.
- Pasien menerima tetes antibiotik setiap 6 jam.
- Pemberian sedatif ringan seperti Diazepam 5 mg pada malam sebelum operasi
jika pasien merasa cemas.
- Pada hari operasi, pasien tidak diperkenankan makan.
- Pupil mata diperlebar dengan obat midriatika sekitar 2 jam sebelum operasi.
- Pemberian obat-obatan yang diperlukan, seperti obat asma, antihipertensi, atau
anti glaukoma. Namun, obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari
operasi untuk menghindari hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan
sehari setelah operasi.

C. Anestesi
Terdapat dua jenis anestesi yang digunakan:
1. Anestesi Umum:Digunakan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi,
gangguan pendengaran, atau gangguan mental lainnya. Ini juga bisa digunakan
pada pasien dengan kondisi seperti penyakit Parkinson atau reumatik yang
membuatnya sulit berbaring tanpa merasakan nyeri.
2. Anestesi Lokal: Terdiri dari berbagai teknik, termasuk peribulbar block dan
subtenon block, yang memberikan analgesi dan akinesia pada mata. Ini
adalah pilihan yang lebih umum dan aman.

D. Jenis Operasi Ekstraksi Katarak


1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE): Seluruh lensa mata, termasuk
kapsul lensa, diangkat. Ini merupakan tindakan yang kurang umum dan biasanya hanya
dilakukan dalam kasus khusus seperti lensa subluksasi atau dislokasi.
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE): Pada tindakan ini, isi lensa mata
dikeluarkan dengan merobek kapsul lensa anterior. Biasanya digunakan pada
pasien dengan katarak yang lebih muda atau dalam situasi tertentu.
10
3. Phacoemulsification:Teknik ini melibatkan penghancuran katarak
menggunakan gelombang ultrasonik, dan massa katarak dihisap keluar. Ini memerlukan
irisan kecil di kornea dan lebih cepat pemulihan pasien.
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS): Operasi ini melibatkan insisi pada
sklera dengan ukuran yang lebih besar daripada phacoemulsification namun
masih lebih kecil daripada ECCE. Tidak memerlukan jahitan.

2.10. Prognosis
Prognosis setelah operasi katarak umumnya baik, dengan lebih dari 90%
pasien mengalami perbaikan penglihatan. Namun, prognosis dapat bervariasi
tergantung pada jenis katarak dan kondisi pasien. Prognosis terbaik biasanya
terlihat pada katarak kongenital bilateral yang progresif. Pasien anak-anak dengan
katarak mungkin memiliki prognosis yang lebih kompleks tergantung pada faktor-
faktor seperti ambliopia dan anomali saraf optikus atau retina.

11
BAB III
STATUS PASIEN
III.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun 3 bulan
Rekam Medis : 2*****
Tanggal Pemeriksaan : 18 September
2023
III.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poli Mata RSGM Ambarawa tanggal 18
September 2023.
III.2.1 KELUHAN UTAMA
Mata kanan rabun dan berkabut.
III.2.2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSGM pada 18 September 2023 dengan
keluhan Mata kanan rabun dan berkabut.
III.2.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
asma maupun alergi obat disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat DM dan
HT sejak 6 tahun yang lalu (2017).
III.2.4 RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengonsumsi obat DM dan HT secara rutin namun tidak ingat
nama-nama obat yang dikonsumsi
III.2.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
III.2.6 RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
III.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
12
Tekanan darah : 203/95 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 19 x/menit
Suhu : 36.5⁰C
Status Generalis
Kepala : Normosefali, warna rambut hitam, distribusi
rambut merata.
Mata : Gerakan bola mata ke segala arah normal,
iktherik (-/-), anemis (-/-)
THT : sekret (-), deformitas (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar betah gening
Paru : napas simetris, retraksi (-), taktil fremitus normal
dan simetris, sonor, vesikular, bunyi tambahan (-)
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
III.4 DIAGNOSIS BANDING
1. Varicella
2. Herpes zoster
3. Variola
4. Reaksi hipersensitivitas gigitan serangga
III.5 DIAGNOSIS KERJA
Varicella

III.6 RESUME
Ny. E, 27 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSGM pada 16
Agustus 2023 dengan keluhan utama gatal di seluruh tubuh. Gatal dirasakan
muncul di kening, kepala, dan lengan bawah kanan sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya, bercak merah muncul di kening kemudian menyebar ke kepala lalu
lengan bawah kanan. Keluhan disertai rasa gatal. Papul dan vesikel memiliki
ukuran yang bervariasi. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
13
sebelumnya. Riwayat asma maupun alergi obat disangkal oleh pasien. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : dalam batas normal
Status generalis : dalam batas normal
Status Dermatologis
1. Lokasi: Kening
UKK: Papul dan vesikel eritematosa
2. Lokasi: Brachialis dextra
UKK: vesikel eritematosa
III.7 TATALAKSANA
III.7.1 Farmakologi
 - Asiklovir (5 x 800mg selama 7 hari) pukul 6, 10, 14, 18, 22
 -Vitamin B12/Vitamin C 50mg 1 x 1 (siang) selama 7 hari
 -Cetirizine tab 10mg 1 x 1 (sore, jika gatal)
III.7.2 Non – Farmakologi
1. Mengedukasi pasien agar di rumah pakai masker supaya tidak
menularkan ke keluarga
2. Makan makanan bergizi
3. Istirahat yang cukup
4. Lesi jangan digaruk supaya tidak infeksi dan meninggalkan bekas

III. 8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad cosmeticam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad
bonam

14
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. E, 27 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSGM pada 15
Agustus 2023 dengan keluhan utama gatal di seluruh tubuh. Gatal dirasakan
muncul di kening, kepala, dan lengan bawah kanan sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya, bercak merah muncul di kening kemudian menyebar ke kepala lalu
lengan bawah kanan. Keluhan disertai rasa gatal. Papul dan vesikel memiliki
ukuran yang bervariasi. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya. Riwayat asma maupun alergi obat disangkal oleh pasien. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis didapatkan bahwa lesi sejak 3 hari lalu. Pasien merasakan
gatal pada lesinya. Lesi muncul berawal dari kening, kemudian kepala, lalu lengan
kanan bawah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan mengenai varisela yaitu papul
dan vesikel muncul berawal dari bagian tengah tubuh, lalu ke ekstremitas1,2,3,8.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien, didapati gambaran
papul dan vesikel eritematosa pada regio capitis dan brachialis dekstra. Hal ini
sesuai dengan gambaran dari varisela yaitu terdapatnya papul dan vesikel
eritematosa. Selain itu, predileksi penyakit ini bisa terdapat di seluruh bagian
tubuh dengan gambaran menyebar1.
Varisela utamanya menginfeksi anak-anak (90%), namun juga bisa
menyerang orang dewasa (2%), dan sisanya menyerang kelompok tertentu.
Penularan penyakit ini terjadi melalui udara1.
Penatalaksanaan pada kasus ini karena pasien didapati penyakit yang
disebabkan oleh virus sehingga digunakan obat anti virus sistemik yang sudah
terbukti pada banyak penelitian ampuh untuk mengatasi VZV, Obat sistemik yang
digunakan adalah asiklovir tablet 5 x 800mg selama tujuh hari, Vitamin
B12/Vitamin C 50mg 1 x 1 (siang) selama 7 hari, dan Cetirizine tablet 10mg 1 x 1
(sore, jika gatal)1,2.
Edukasi sangat penting dalam tatalaksana pada pasien. Edukasi yang
diberikan pada pasien adalah untuk menggunakan masker agar tak menularkan ke

15
anggota keluarga lainnya, tidak menggaruk lesi supaya tak terjadi infeksi dan
meninggalkan bekas yang mengganggu secara kosmetik.
Prognosis quo ad vitam pasien ini ad bonam penyakit yang diderita saat ini
tidak mengancam nyawa pasien. Prognosis ad functionam pasien ini ad bonam
karena terapi yang diberikan akan segera mengembalikan fungsi. Prognosis ad
sanationam pasien ini ad bonam karena terapi yang diberikan dengan tepat disertai
kepatuhan pasien akan segera menyembuhkan penyakit secara total1,2,8.

16
BAB V
KESIMPULAN
Pasien 27 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSGM pada 15
Agustus 2023. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan bahwa bercak merah muncul di
kening kemudian menyebar ke kepala lalu lengan bawah kanan. Keluhan disertai
rasa gatal. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien, didapati
gambaran papul dan vesikel eritematosa pada regio capitis dan brachialis dextra.
Hal ini sesuai dengan gambaran dari varisela yaitu terdapatnya papul dan vesikel
eritematosa yang menyebar dan dimulai dari bagian tengah tubuh. Tatalaksana
yang diberikan adalah asiklovir tablet 5 x 800mg selama tujuh hari, Vitamin
B12/Vitamin C 50mg 1 x 1 (siang) selama 7 hari, dan Cetirizine tablet 10mg 1 x 1
(sore, jika gatal).
Prognosis quo ad vitam pasien ini ad bonam penyakit yang diderita saat
ini tidak mengancam nyawa pasien. Prognosis ad cosmeticam pasien ini baik
apabila tidak digaruk. Prognosis ad sanationam pasien ini ad bonam karena terapi
yang diberikan dengan tepat disertai kepatuhan pasien akan segera
menyembuhkan penyakit secara total.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2016.
2. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. In: Wolff K,
Goldsmith LA, katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 8'h ed. New York : Mcgraw-Hill; 2012. p 2383-401.
3. Breuer J. In: Zuckerman A J, Banatyala JE, Schoub BD, GriffithsPD, Mortiner P.
Principles and practice of clinical virology. 6th ed. London UK: Health Protection Agency
John Wiley & Sons Ltd; 2009. p 133-60.
4. Gershon AA, Gershon MD. Pathogenesis and current approaches to control of varicella-
zoster virus infections. Clin Microbiol Rev. 2013 Oct;26(4):728-43. doi:
10.1128/CMR.00052-13. PMID: 24092852; PMCID: PMC3811230.
5. Kroger AT, Atkinson WL, Marcuse EK, Pickering LK. General recommendation on
immunization, 131 recommendation of the Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP), CDC. Available from: http//:www.cdc.gov/nip
6. Wood SM, Shah SS, Steenhoff AP, Rutstein RM. Primary Varicella and Herpes Zoster
Among HIVInfected Children From 1989 to 2006. Pediatric. 2007; 121 :150-6.
7. Zerboni L, Arvin AM. The pathogenesis of caricella-zoster virus neurotropism and
infection. In: Reiss CS. Neurotropic viral infection. Cambridge: Cambride University
Pres; 2008. p: 225-50.
8. Zerboni L, Sen N, Oliver SL, Arvin AM. Molecular mechanisms of varicella zoster virus
pathogenesis. Nat Rev Microbiol. 2014 Mar;12(3):197-210. doi: 10.1038/nrmicro3215.
Epub 2014 Feb 10. PMID: 24509782; PMCID: PMC4066823.

18

Anda mungkin juga menyukai