Anda di halaman 1dari 32

CASE BASED DISCUSSION

“KATARAK SINILIS MATUR”

Oleh:

I Gede Artha Mahendra Duarsa

(016.06.0005)

Pembimbing:

dr. Luh Putu Wistya Eka Mahadewi, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2

2.1 Definisi .......................................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi.................................................................................................. 2

2.3 Etiologi .......................................................................................................... 2

2.4 Faktor Resiko ................................................................................................. 3

2.5 Gejala Klinis .................................................................................................. 4

2.6 Patofisiologi ................................................................................................... 7

2.7 Klasifikasi Katarak ......................................................................................... 9

2.7.1 Katarak kongenital ...................................................................................... 9

2.7.2 Katarak juvenil .......................................................................................... 10

2.7.3 Katarak senilis ........................................................................................... 11

2.8 Komplikasi Katarak ..................................................................................... 12

2.9 Tatalaksana Katarak ..................................................................................... 14

BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................. 17

3.1 Identitas pasien ............................................................................................ 17

3.2 Anamnesis.................................................................................................... 17

3.2.1 Keluhan utama .......................................................................................... 17

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang ........................................................................ 17

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu ........................................................................... 18

3.2.4 Riwayat penyakit keluarga ........................................................................ 18

3.2.5 Riwayat pengobatan .................................................................................. 18

i
3.2.6 Riwayat sosial ........................................................................................... 19

3.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 19

3.4 Pemeriksaan penunjang ................................................................................ 24

3.4.1 Darah lengkap ........................................................................................... 24

3.5 Diagnose kerja ............................................................................................. 25

3.6 Tatalaksana .................................................................................................. 25

3.7 Prognosis ..................................................................................................... 25

3.8 Follow Up Post Operatif............................................................................... 26

BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 27

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan Cased Based Discussion dengan judul “Katarak Senilis Matur”. Laporan
Cased Based Discussion ini disusun untuk memenuhi penugasan dalam menempuh
kepaniteraan klinik di bagian/SMF Mata.

Dalam menyelesaikan laporan Cased Based Discussion ini, penulis banyak


memperoleh bimbingan, petunjuk, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu
izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Luh Putu Wistya Eka Mahadewi, Sp.M selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan Cased Based Discussion.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
penyusunan laporan Cased Based Discussion.
3. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk


menyusun laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bangli, 25 September 2023

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak merupakan gangguan penglihatan yang ditandai dengan hilangnya
kejernihan atau terjadinya kekeruhan pada lensa mata. Hilangnya kejernihan pada
lensa mata disebabkan oleh adanya penambahan volume cairan pada lensa mata
(hidrasi) atau karena terjadinya denaturasi protein yang terdapat pada lensa mata
atau dapat terjadi karena kedua hal tersebut (Kristina dkk, 2021).

World Health Organization (WHO) mengestimasikan jumlah orang dengan


gangguan pengelihatan di seluruh dunia pada tahun 2018 adalah 1,3 milyar orang.
Katarak merupakan penyebab gangguan pengelihatan terbanyak kedua di seluruh
dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%). Namun,
katarak menepati posisi pertama sebagai penyebab kebutaan di dunia dengan
prevalensi 51%. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab
kebutaan terbanyak di Indonesia maupun dunia (Detty dkk, 2021).

Di Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan negara dengan kejadian katarak


tertinggi. Hal tersebut menjadikan katarak sebagai salah satu masalah utama
kesehatan pada masyarakat Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan
bahwa adanya gangguan penglihatan dapat menyebabkan penurunan dari status
kualitas hidup pasien. Hal tersebut dikarenakan adanya dampak negatif yang
ditimbulkan dari katarak antara lain gangguan pada aktivitas sehari-hari yang
memerlukan fungsi penglihatan (Kristina dkk, 2021).
Operasi merupakan tatalaksana dari katarak. Perkembangan teknik operasi
katarak sangat pesat. Hadirnya teknik fakoemulksifikasi serta foldable Intraocular
Lens (IOL) telah menggeser paradigma tatalaksana katarak menuju ke teknik terbaik
yang paling aman. Diawali dengan teknik intrakapsular, lalu berkembang menjadi
teknik ekstrakapsular dengan insisi yang besar, dan terakhir penggunaan gelombang
ultrasonografi untuk menghancurkan masa lensa dan mengeluarkan katarak melalui
irisan yang sangat kecil akan meningkatkan keamanan dan memperkecil
kemungkinan terjadinya komplikasi saat operasi katarak.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, lnggeris Cataract, dan Latin


cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa lndonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertuiup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahancairan)
lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama (Ilyas & Yulianti, 2015).

2.2 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab gangguan pengelihatan terbanyak kedua di
seluruh dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%).
Namun, katarak menepati posisi pertama sebagai penyebab kebutaan di dunia
dengan prevalensi 51%. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu
penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia maupun dunia. Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat
seorang pendertia baru katarak. Penduduk Indonesia juga memeliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk subtropis sekitar
16-22% penderita katarak yang dioperasi di bawah 55 tahun. Insiden kebutaan
katarak dalam stu populasi sangat bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin dan
pekerjaan. Katarak ini adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun. Sekitar 16-22% penderita
katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun (Detty dkk, 2021; Saridkk 2018;
Puspita dkk 2019)

2.3 Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga
akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-
macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi,
uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses

2
penyakit intraokular lainnya. Katarak dapat pula disebabkan oleh bahan toksik
khusus (kimia dan fisik). Selain itu, keracunan beberapa jenis obat dapat
menimbulkan katarak seperti : kortikosteroid, dan antikolinesterase topikal.
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat ditemukan dalam
keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senil, juvenil, herediter)
atau kelainan kongenital mata (Ilyas & Yulianti, 2015).

2.4 Faktor Resiko


Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan kejadian katarak.

a) Faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga katarak.
Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai salah satu organ tubuh
juga akan ikut berubah. perubahan yang terjadi salah satunya adalah
meningkatnya kemampuan lensa untuk menghamburkan cahaya matahari.
Tidak hanya pada lensa, penyebaran cahaya matahari juga terjadi secara
intraokular, dan ini juga meningkat secara eksponensial sesuai dengan
peningkatan usia. Perubahan ini secara nyata dimulai dari usia 40 tahun,
kemudian meningkat hingga 2 kali lipat saat usia 65 tahun, dan mencapai 3
kali lipat pada usia 77 tahun. Wanita memiliki insiden dan risiko yang lebih
tinggi untuk sebagian besar jenis katarak daripada pria. Namun hal ini
kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca menopause
pada wanita (Detty 2021 ; Aini dkk, 2021).
b) Faktor gaya hidup seperti paparan sinar ultraviolet, konsumsi alkohol, dan
kebiasaan merokok juga dapat menjadi faktor pemicu katarak. Merokok
menyebabkan pertambahan zat oksidatif melalui aktifitas radikal bebas,
oksidasi dan peroksidasi lipid. Di sisi lain, merokok dapat menyebabkan
stres oksidatif (keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi
kapasitas tubuh untuk menetralkannya) secara tidak langsung pada lensa
melalui penipisan antioksigen endogen, seperti vitamin C, vitamin E, dan b-
karoten. Lensa mata rapuh terhadap kerusakan karena lensa tidak memiliki

3
sensor panas dan mempunyai mekanisme penyalur panas yang buruk.
Pejanan pada radiasi UVB bahkan tingkat terendah yang berasal dari
matahari kadang-kadang meningkatkan risiko katarak dan dicurigai
berhubungan dengan terjadinya katarak jenis kortikol (Detty 2021 ; Aini
dkk, 2021).
c) Faktor lain adalah kondisi medis seperti diabetes melitus, gangguan atopik,
hipertensi, penggunaan steroid, statin, agen topikal yang digunakan dalam
pengobatan glukoma. Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jalur
poliol akan teraktivasi lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan
menyebabkan akumulasi dari zat sorbitol dalam lensa. Sorbitol pula akan
dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase dan reaksi
ini dikatalisir oleh enzim aldose reduktase. Namun, enzim poliol
dehidrogenase mempunyai affinitas yang sangat rendah terhadap glukosa.
Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam lensa akan terjadi sebelut zat
ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan dengan karakteristik
permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol akan mengakibatkan
penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal inilah berperan penting
dalam pembentukkan katarak gula (Detty 2021 ; Aini dkk, 2021).

2.5 Gejala Klinis

Berbagai jenis katarak memiliki efek yang berbeda pada gejala visual.
Pasien sering mengeluhkan pandangan buram, silau, dan halo dari cahaya
(Alshamrani, 2018). Kekaburan yang dirasakan bersifat perlahan dan penderita
merasa melihat melalui kaca yang buram. Pada tahap awal kekeruhan lensa
penderita dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat melihat detail. Katarak
menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat perubahan bentuk, struktur,
dan indeks bias lensa. Segala jenis katarak pada umunya akan mengeluh silau
akan tetapi terbanyak pada katarak sub kapsular posterior. Katarak
menyebabkan gangguan penglihatan warna, lensa yang bertambah kuning atau
kecokelatan akan menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada
spektrum cahaya biru (Budiono et al., 2013).

4
Katarak dapat menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat
perubahan bentuk, struktur dan indeks bias lensa. Semua jenis katarak pada
umumnya akan mengeluh silau tetapi paling banyak terdapat pada kataraj sub
kapsular posterior. Katarak juga menimbulkan gejala berupa gangguan
penglihatan warna. Lensa yang bertambah kuning atau kecokelatan akan
menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada spektrum cahaya
biru (Budiono dkk, 2013).

Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga


pupil akantampak berwarna putih atau abu-abu. Noda, berkabut pada lapangan
pandang terjadi sebagai akibat dari kekeruhan lensa. Pada mata akan tampak
kekeruhan Iensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini
juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti kortek dan
nukleus. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan
sinar celah (slit lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer
selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya
infeksi pada kelopak mata, konjungtlva, karena dapat penyulit yang berat berupa
panoftalmitis pascabedah dan fisik umum (Ilyas & Yulianti, 2015).

Katarak menyebabkan gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh


maupun dekat tanpa rasa nyeri. Berikut kriteria tajam penglihatan menurut
WHO :

 Kriteria Baik : 6/6-6/18


 Kriteria Sedang : <6/18-6/60
 Kriteria Buruk : <6/60

Pada kasus stadium katarak imatur, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif. Sedangkan pada stadium katarak matur, jika katarak dibiarkan, lensa akan
menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat
melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow
test negatif (Astari, 2018).

5
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran penglihatan secara progesif. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis katarak saat pasien datang. Beberapa keluhan pasien dengan
katarak, antara lain:

1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien


dengan katarak senilis.

2. Silau, keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas


kontras terhadap cahaya terang lingkungan, silau pada cahaya matahari saat
siang hari hingga silau ketika mengemudi pada malam hari saat ada lampu
mobil lain yang mendekat.

3. Perubahan miopik (myopic shift), progesifitas awal katarak sering


meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan miopia derajat
sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pada pasien hipermetropia terjadi
peningkatan penglihatan jauh, pada pasien presbiopia terjadi perbaikan
penglihatan dekat sehingga kurang membutuhkan kaca mata baca. Keadaan ini
disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight
tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.

4. Diplopia monokular, terjadi apabila perubahan nuklear yang terkonsentrasi


pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian
tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek
merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena ini
menimbulkan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kontak.

5. Noda, berkabut pada lapangan pandang terjadi sebagai akibat dari kekeruhan
lensa.

6
2.6 Patofisiologi
Menurut beberapa etiologi dan factor risiko diatas, berikut merupakan
mekanisme tejadinya katarak:

a) Kelainan bawaan
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan
dan kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan
kekeruhan lensa saat lahir. Pada umumnya kelainan tidak hanya pada
lensa tetapi juga pada bagian tubuh yang lain sehingga berupa suatu
sindrom.

Gambar 1 Perubahan warna lensa manusia dari usia 6 bulan (A), 8 tahun (B), 12 tahun (C),
25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F), 70 tahun (G), 82 tahun (H), dan 91 tahun (I).
Katarak nuclear brown pada pasien 70 tahun (J), katarak kortikal pada 68 tahun (K), dan
katarak campuran kortikal dan nuclear pada 74 tahun (L).

b) Proses penuaan
Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami
pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya
akomodasi. Setiap pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara
konsentris, nukleus lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan
(nuclear sclerosis). Modifikasi kimia dan pembelahan proteolitik
crysłallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan
protein dengan beratmolekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat
menjadi cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi mendadak indeks

7
bias lokal lensa, sehingga muncul hamburan cahaya dan mengurangi
transparansi dari lensa. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga
dapat meningkatkan pigmentasi, sehingga lensa tampak berwarna
kuning atau kecokelatan dengan bertambahnya usia (Gambar 4.6).
Perubahan lain yang berkaitan dengan pertambahan usia termasuk di
dalamnya adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium, dan
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma'sel
lensa. Patogenesis`yang multifaktorial dan tidak sepenuhnya dipahami.
c) Penyakit sistemik
Adanya kelainan sistemik yang tersering menyebabkan katarak adalah
diabetes mellitus. Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus
pada katarak dengan diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang
terbentuk dari aktivasi alur polyol pada keadaan hiperglikemia yang
mana akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air ke dalam lensa
sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi
terbentuknya katarak. Dan yang kedua adalah teori glikosilasi protein,
di nana adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang
dengan sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa.
d) Trauma
Adanya trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan
adanya perubahan struktur lensa dan gangguan keseimbangan
metabolisme lensa sehingga katarak dapat terbentuk.
e) Penyakit mata lainnya
Adanya glaukoma dan uveitis menyebabkan gangguan keseimbangan
elektrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa (Budiono dkk, 2013).

8
2.7 Klasifikasi Katarak
Lensa adalah benda bikonveks transparan, yang menyebabkan pembiasan dan
memfokuskan cahaya ke retina. Lensa manusia terdiri dari serat, tertutup oleh
kapsul tipis, dan dipertahankan oleh zonula di kedua sisi. Serat lensa dibuat dari
epitel lensa dan bermigrasi dari margin ke tengah. Sejak saat itu, nucleus lensa
berasal dari serat lensa yang lebih tua, dan serat lensa yang baru terbentuk
diposisikan di lapisan terluar dari lensa, yang dikenal sebagai korteks. Keburaman
lensa adalah hasil langsung dari stres oksidatif. Berdasarkan lokasi kekeruhan
dalam lensa, katarak terkait usia diklasifikasikan menjadi tiga jenis: kortikal, nuklir,
dan posterior katarak subkapsular.

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Katarak kongenital, katarak yang sudah tedihat pada usia di bawah 1 tahun
b. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak sinil, katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas & Yulianti, 2015).

2.7.1 Katarak kongenital


Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya
yang kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak
kapsulolentikular dan katarak lenticular. Kekeruhan lensa yang timbul merupakan
akibat dari kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin local
atau umum. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester
pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu
hamilterdapat riwayat kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegali. Pada pupil
mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan
dengan melebarkan pupil. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu
dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus,
kalsium dan fosfor. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak

9
diketahui penyebabnya. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayiyang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, diabetes Melitus, hipoparatiroidism, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusisitomegalik, dan histoplasmosis (Ilyas & Yulianti, 2015).

2.7.2 Katarak juvenil


Katarak yang lembek dan terdapat pada usia muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun penyakit lainnya seperti:
a. Katarak traumatic
Adanya trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik secara makroskopis
maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan adanya perubahan struktur
lensa dan gangguan keseimbangan metabolism lensa sehingga katarak dapat
terbentuk (Budiono et al., 2013).

b. Katarak komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti


radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaukoma, tu mor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata
dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa
intra vena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika
antlkolinesterase). Kalarak komplikata memberikan tanda khusus dimana
mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks,
kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat berbentuk rosete,
retikulum dan biasanya terlihat vakuol. Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang
disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan pada polus
anterior bola mata (Ilyas & Yulianti, 2015).
c. Otot (distrofi miotonik (usia 20-30 tahun)

10
2.7.3 Katarak sinilis
Katarak sinil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. Namun, terdapat beberapa teori yang menjelskan mekanisme
timbulnya katarak senil tersebut. diantaranya adalah teori putaran biologic,
jaringan embrio yang dapat membelah diri sebanyak 50 kali, imunologis, teori
free radical, dan teoria cross-link (Ilyas & Yulianti, 2015).

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil
sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak senil
secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur,
hipermatur dan Morgagni (Ilyas & Yulianti, 2015). Perbedaan stadium katarak
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Berkurang
Bertambah
Cairan lensa Normal Normal (air + masa lensa
(air masuk)
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Uveitis +
penyulit = Glaukoma =
glaukoma
Tabel 1 Perbedaan stadium katarak

Gambar 2 Katarak Imatur (kiri) dan katarak matur (kanan)


Budiono dkk, 2013

11
Stadium katarak sinilis:

a. Katarak Insipien
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif masih baik
b. Katarak Imatur
Kekeruhan lensa mulai terjadi dapat terlihat oleh bantuan senter, terlihat iris
shadow, visus > 1/60.
c. Katarak Matur
Kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, dapat terlihat dengan bantuan senter,
tidak terlihat iris shadou, visus 1/300 atau Light Perception positif
d. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur terjadi ketika massa lensa mengalami kebocoran melalui
kapsul lensa, sehingga kapsul menjadi berkerut dan menyusut (Budiono dkk,
2013).

Gambar 3 Katarak hipermatur (Budiono dkk, 2013)

2.8 Komplikasi Katarak

Beberapa komplikasi terkait operasi katarak:


1. Ruptur kapsul posterior (Posterior Capsule Rupture/PCR)
Kejadiannya bervariasi antara 2% (pada kasus uncomplicated
phacoemulsification)-9% (pada kasus dengan risiko tinggi). Setiap operator perlu
memiliki kemampuan untuk melakukan vitrektomi anterior serta memiliki
pilihan kekuatan IOL cadangan bila terjadi PCR.

12
2. Cystoid macular edema (CME)
Angka kejadian CME bervariasi antara 1-3% dengan teknik SICS.
Beberapa faktor risiko terjadinya CME antara lain: riwayat uveitis, PCR dengan
prolaps vitreus, retinopati diabetik, riwayat operasi vitero-retina, serta riwayat
CME pada mata kontralateral. Belum ada protokol pencegahan terjadinya CME,
namun pemberian antiinflamasi steroid dapat dipertimbangkan untuk kasus risiko
tinggi.
3. Endoftalmitis
Angka kejadian endoftalmitis sangat rendah berkisar antara 0.004-0.16%
di seluruh dunia. Faktor risiko terjadinya endoftalmitis antara lain: PCR, vitreus
loss, waktu operasi yang lama, operasi yang dilakukan oleh residen, pasien
dengan imunocompromised, konstruksi luka yang bocor, anestesi topikal bentuk
gel sebelum povidone iodine, pasien usia lanjut. Menurut Endophthalmitis
Vitrectomy Study dikatakan bahwa vitrektomi dilakukan pada kasus dengan
tajam penglihatan hands-motion (visus 1/300); namun menurut rekomendasi
ESCRS (European Society of Cataract and Refractive Surgeons), vitrektomi
segera dengan pemberian antibiotik intravitreal (pilihan ceftazidime dan
vancomycin) akan memberikan hasil tajam penglihatan yang lebih baik apapun
tajam penglihatan awal dari pasien tersebut.
4. Toxic anterior segment syndrome
TASS adalah radang steril pasca operasi katarak yang ditandai dengan
reaksi radang segmen anterior yang hebat, adanya fibrin, adanya hipopion,
adanya edema kornea masif, rasa nyeri tidak terlalu menonjol yang terjadi dalam
12-48 jam pasca operasi katarak. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh sterilisasi instrumen
yang tidak adekuat, irigasi dari fakoemulsifikasi yang tidak adekuat, hingga penggunaan
sarung tangan dengan powder. TASS biasanya responsif dengan pemberian antiinflamasi
topikal, namun bila ada kecurigaan mengarah ke endoftalmitis, sebaiknya dilakukan
pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi.

13
2.9 Tatalaksana Katarak
Penatalaksanaan katarak adalah dengan tindakan operasi mengeluarkan
lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa tanam intraokular.

Sesuai dengan tujuan mengatasi kebutaan dan gangguan penglihatan,


maka operasi katarak sangat dianjurkan jika penurunan tajam penglihatan yang
disebabkan oleh katarak telah menyebabkan penurunan tajam penglihatan
dengan koreksi sama dengan/kurang dari 6/18 (kriteria WHO visual
impairment). Operasi ekstraksi lensa dan menggantinya dengan lensa tanam
intraokular juga dianjurkan jika ditemukan adanya kondisi lain, seperti
glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, dislokasi lensa dan anisometropia.
Operasi katarak juga diindikasikan bilaterdapat gangguan mata yang disebabkan
oleh lensa mata atau ketika dibutuhkan visualisasi fundus pada mata yang masih
memiliki potensi penglihatan (KEPMENKES, 2018).

Operasi katarak juga dapat dilakukan jika penurunan tajam penglihatan


karenakatarak telah menganggu aktivitas sehari-hari pasien, dan operasi katarak
diperkirakan dapat meningkatkan fungsi penglihatan. Sebagai ilustrasi, operasi
katarak ini sangat disarankan pada pasien yang aktif mengemudikan kendaraan
baiksiang dan malam hari. Karena umumnya pada katarak grade awal, meskipun
pasien belum mengeluhkan penurunan tajam penglihatan, namun keluhan
penglihatan silau saat mengemudi dirasakan cukup mengganggu pasien,
sehinggadikhawatirkan akan membahayakan jiwa pasien dan pengguna jalan
lainnya (KEPMENKES, 2018).

Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa


yang katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa
bersama dengan kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa
(korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi
anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah ini pada saat
ini dianggap lebih baik karena mengurangi beberapa penyulit (Ilyas & Yulianti,
2015).

14
a. Intraokular
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini
dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya. Katarak ekstraksi
intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan (Ilyas & Yulianti, 2015).
b. Ekstraokular
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian
dikeluarkan melalui insisi 10-'12 mm, lensa intraokulai diletakkan pada kapsul
posterior. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi
sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma,
predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina, dan
sitoid makular edema (Ilyas & Yulianti, 2015).
c. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemdian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan kemudian
dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang didapat
dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi
astigmatis akibat operasi minimal, komplikasidan inflamasi pasca bedah
minimal. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul,
dapat terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi dengan
tindakan yang laser (Ilyas & Yulianti, 2015).

15
Operasi katarak sebaiknya tidak dilakukan dalam kondisi sebagai berikut:
pasien tidak bersedia dilakukan operasi, kacamata atau alat bantu optik lain
bisa mencukupi kebutuhan penglihatan pasien, operasi tidak dapat
meningkatkan fungsi penglihatan, operasi dapat membahayakan kesehatan
pasien karena kondisi medis sistemik lain, surat persetujuan tindakan tidak bisa
didapatkan, serta perawatan pasca operasi yang baik diperkirakan tidak dapat
dilakukan. Indikasi operasi pada mata yang kedua sama dengan mata pertama,
dengan pertimbangan untuk meningkatakan fungsi penglihatan binokular dan
meniadakan anisometropia (KEPMENKES, 2018).

Gambar 4 Algoritma Tatalaksana Katarak (KEPMENKES 2018)

16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien

Nama : Tn. IKA

Tanggal Lahir : 31-12-1958

Usia : 64 Tahun

Jenis Kelamin : Pria

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pekerjaan : Petani

Alamat : Br.Sekardadi

Status Perkawinan : Menikah

No. RM : 25.00.62
Ruangan : Poli Mata
Tanggal Kontrol : 16-09-2023

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama

Mata terasa kabur.

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Bangli dengan keluhan pengelihatan
kabur dan buram pada mata kiri. Keluhan dirasakan ± sejak 3 bulan sebelum
pemeriksaan. Mata kiri kabur dan buram dirasakan perlahan-lahan dan semakin
lama semakin memberat hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien merasa sulit
melihat benda-benda yang terletak jauh maupun dekat, ketika terkena cahaya
penglihatan menjadi silau serta seperti melihat kabut atau asap. Keluhan disertai
mata berair. Keluhan lain seperti penglihatan ganda (-), penglihatan seperti ada
bayangan awan atau asap (+), mata merah (-), sekret mata (-), trauma (-). Tidak ada

17
riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya. Pasien mengatakan belum pernah
menggunakan kacamata sebelumnya.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : (-)

b. Riwayat hipertensi : (-)

c. Riwayat stroke : (-)

d. Riwayat diabetes melitus : (-)

e. Riwayat penyakit jantung : (-)

f. Riwayat asma : (-)

g. Riwayat alergi : disangkal

h. Riwayat alergi obat-obatan : disangkal

3.2.4 Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat keluhan yang sama : (-)

b. Riwayat hipertensi : (-)

c. Riwayat gastritis : (-)

d. Riwayat diabetes melitus : (-)

e. Riwayat penyakit jantung : (-)


3.2.5 Riwayat pengobatan

Tidak ada

18
3.2.6 Riwayat sosial

Pasien adalah pria berusia 64 tahun dan sudah berhenti bekerja sebagai seorang
petani karena keluhan yang dirasakan saat ini. Saat ini pasien tinggal Bersama
keluarganya. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi
alcohol. Pasien mengatakan bahwa sebelum keluhan timbul, pasien tidak
mengalami trauma pada mata.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status present

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran/GCS : E4M5V6 (Composmentis)

c. Tanda vital

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Denyut nadi : 82 kali/menit

 Suhu aksila : 36,00C

 Frekuensi nafas : 20 kali/menit

 SpO2 : 99 %
3.3.2 Status generalis
a. Kulit : Normal, sianosis (-), ikterik (-)
b. Kepala : Normocephali
c. Mata : Sesuai dengan status oftalmologi
d. Hidung : Discharge (-/-), pernapadan cuping hidung (-) septum
deviasi (-)
e. Mulut :mukosa bibir kering (-), ulkus (-), pucat (-), sianosis (-)
mukosa lidah kering (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-)

19
f. Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
g. Telinga : Kelainan kongenital (-/-), discharge (-/-)
h. Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), pembesaran
tiroid (-)

i. Thorax Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)


j. Thorax Pulmo : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
k. Abdomen : Bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
l. Ekstremitas : Akral hangat (+/+) edema (-/-)

3.3.3 Status lokalis

a. Status opthalmologi

Pemeriksaan Visus :

OD : OS :

VOD : 20/50 VOS : 1/300

Lensa Keruh

20
Pemeriksaan
OD OS

1. Posisi mata Orthoforia Orthoforia

2. Gerakan bola mata

3. Lapang pandang Normal Normal


4. Kelopak mata
S I S I
(Superior et Inferior)
 Benjolan - - - -
 Edema - - - -
 Hiperemis - - - -
 Ptosis - - - -
 Lagophthalmos - - - -
 Ectropion - - - -
 Entropion - - - -
5. Bulu mata
 Trikiasis - -
 Madarosis - -
 Krusta - -
6. Aparatus Lakrimalis

21
Sakus lakrimal
 Hiperemis - -
 Edema - -
 Fistel - -
Punctum lakrimal
 Eversi - -
 Discharge - -
7. Konjungtiva
K. Bulbi
 Warna Transparan Transparan
 Vaskularisasi - -
 Nodul - -
 Edema - -
K. Tarsal superior
 Hiperemis - -
 Folikel - -
 Papillae - -
 Korpus alineum - -
K. Tarsal inferior
 Hiperemis - -
 Folikel - -
 Papillae - -
 Korpus alineum - -
8. Sklera
 Warna Putih Putih
 Inflamasi - -

 Injeksi siliar - -

 Nodul - -

22
9. Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih
 Permukaan Licin Licin
 Infiltrat - -
 Corpus Alienum - -
 Defek - -
 Edema - -
10. COA
 Kedalaman Dalam Dalam
 Hifema - -
 Hipopion - -
11. Iris
 Warna Coklat Coklat
 Sinekia - -
 Iridodenesis - -
 Neovaskularisasi - -
12. Pupil
 Ukuran 3 mm 3 mm
 Bentuk Bulat Bulat
 Tepi Rata Rata
 Simetris Simetris Simetris
 Refleks direk + +
 Refleks indirek + +
13. Lensa
 Kejernihan Jernih Keruh
 Afakia - -
 Shadow Test - -
14. Tekanan intra okuler 15,5 17,00

23
3.4 Pemeriksaan penunjang
3.4.1 Darah lengkap
Parameter Hasil Referensi Rentang
Nilai Keterangan
WBC 9
5.5×10 /L 3.5 – 9.5 Normal
NEU% 71.1% 40– 75 Normal
NEU# 6.05×109/L 1.8 – 6.3 Normal
LYM% 22.8% 20 – 50 Normal
LYM# 1.94×109/L 0.9 – 5 Normal
MON% 5.3% 3 – 10 Normal
MON# 0.45×109/L 0.1 – 0.6 Normal
EOS% 0.8% 0.4 –8 Normal
EOS# 0.02×109/L 0.02 – 0.52 Normal
BAS% 0.6% 0–1 Normal
BAS# 0.05×109/L 0 – 0.06 Normal
RBC 4.69× 1012/L 4.3 – 5.8 Normal
RDW-CV 13.6 % 11– 16 Normal
RDW-SD 47.9 fl 35– 56 Normal
HGB 13.8 g/dl 13 – 17.5 Normal
HCT 49% 40 – 50 Normal
MCV 88.9 fl 82 – 100 Normal
MCHC 30.7 g/dl 31.6 – 35.4 Normal
PLT 366 × 109/L 150 – 350 Normal
P-LCR 25% 11 – 45 Normal
P-LCC 91×109/L 30 – 90 Normal
MPV 8.3 fl 6.5 – 12 Normal
PDW 10.1 fl 9 – 17 Normal
PCT 0.305% 0.1 – 0.28 Normal

24
3.5 Diagnose Kerja

 Katarak Sinilis Matur OS

3.6 Tatalaksana

 Cendo catarlent (pottasium iodide) eye drop 5 ml dosis 1 x gtt


OS

 Planning SICS + Implant IOL OS dengan LA


3.7 KIE
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien.
b. Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan dan menjelaskan prosedur
operasi.
c. Menjelaskan agar menjaga mata atau menghindari mata dari pajanan sinar
matahari berlebihan, dapat menggunakan kacamata pelindung.
d. Menjelaskan agar menjaga kebersihan tubuh, termasuk tidak memegang
dan mengusap mata saat tangan kotor untuk mencegah infeksi

3.8 Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad Functionam : Bonam

Ad Sanationam : Bonam

25
3.9 Follow Up Post Operatif
S: Post OP katarak,
O: Visus: OD: 20/50, OS: 20/100

Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih
 Pseudofakia - -
 Shadow Test - -

OD : OS :

VOD : 20/50 VOS :


20/100

IOL

A: Pseudeofakia OS

P: Tobroson ED 6 x 1 OS

Metilprednisolone 3 x 8mg

Paracetamol 3 x 500mg

Sanbe Tears ED 6 x 1 OS

Kontrol poli mata

26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Seorang pria berusia 64 tahun bekerja sebagai seorang petani datang ke poli
mata dengan keluhan kedua mata kabur. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 bulan
yang lalu dan dirasakan memberat secara perlahan. Hasil pemeriksaan
opthalmologi menunjukkan penurunan visus OD 20/50 dan OS 1/300 disertai
dengan gambaran lensa yang tampak keruh pada mata kiri. Pasien dinyatakan
mengalami katarak sinilis pada okuli sinistra dan direncakan untuk dilakukan
tindakan pembedahan karena penurunan pada visus. Saat ini pasien telah
dilakukan prosedur insisi katarak. Visus pasien saat ini OD 20/50 dan OS
20/100. Dengan demikian kondisi dikatakan pasien membaik

27
DAFTAR PUSTAKA
Aini & Santik. 2018. Kejadian Katarak Senilis di RSUD Tugurejo. Higea Journal
of Public Health Research and Development. Universitas Negeri Semarang

Boediono S., dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Universitas
Airlangga.

Detty dkk. 2021. Karakteristik Faktor Risiko Katarak. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada. Volume 10 Nomor 1.

Kristina, dkk. 2021. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Pasien Katarak di Rumah Sakit Dr. YAP, Yogyakarta. Jurnal Farmasi dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia Volume 8 Nomor 3

Ilyas & Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia.

Keputusan Mentei Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/MENKES/557/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa.

Puspita dkk. 2019. Profil Pasien Katarak Senilis Pada Usia 40 Tahun keatas di RSI
Siti Rahmah Tahun 2017. Health and Medical Journal. Volume 1 Nomor 1

Sari, dkk. 2018. Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada Pasien Pria Usia 40-55 tahun
Dirumah Sakit Pertamina Balikpapan. Jurnal Kesehatan Volume 1 Nomor 2.

28

Anda mungkin juga menyukai