Oleh:
(016.06.0005)
Pembimbing:
DI BAGIAN/SMF MATA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
2.2 Epidemiologi.................................................................................................. 2
3.2 Anamnesis.................................................................................................... 17
i
3.2.6 Riwayat sosial ........................................................................................... 19
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan Cased Based Discussion dengan judul “Katarak Senilis Matur”. Laporan
Cased Based Discussion ini disusun untuk memenuhi penugasan dalam menempuh
kepaniteraan klinik di bagian/SMF Mata.
1. dr. Luh Putu Wistya Eka Mahadewi, Sp.M selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan Cased Based Discussion.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
penyusunan laporan Cased Based Discussion.
3. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak merupakan gangguan penglihatan yang ditandai dengan hilangnya
kejernihan atau terjadinya kekeruhan pada lensa mata. Hilangnya kejernihan pada
lensa mata disebabkan oleh adanya penambahan volume cairan pada lensa mata
(hidrasi) atau karena terjadinya denaturasi protein yang terdapat pada lensa mata
atau dapat terjadi karena kedua hal tersebut (Kristina dkk, 2021).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab gangguan pengelihatan terbanyak kedua di
seluruh dunia (33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%).
Namun, katarak menepati posisi pertama sebagai penyebab kebutaan di dunia
dengan prevalensi 51%. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu
penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia maupun dunia. Perkiraan insiden
katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat
seorang pendertia baru katarak. Penduduk Indonesia juga memeliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk subtropis sekitar
16-22% penderita katarak yang dioperasi di bawah 55 tahun. Insiden kebutaan
katarak dalam stu populasi sangat bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin dan
pekerjaan. Katarak ini adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun. Sekitar 16-22% penderita
katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun (Detty dkk, 2021; Saridkk 2018;
Puspita dkk 2019)
2.3 Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga
akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-
macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi,
uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses
2
penyakit intraokular lainnya. Katarak dapat pula disebabkan oleh bahan toksik
khusus (kimia dan fisik). Selain itu, keracunan beberapa jenis obat dapat
menimbulkan katarak seperti : kortikosteroid, dan antikolinesterase topikal.
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes
melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat ditemukan dalam
keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senil, juvenil, herediter)
atau kelainan kongenital mata (Ilyas & Yulianti, 2015).
a) Faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga katarak.
Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai salah satu organ tubuh
juga akan ikut berubah. perubahan yang terjadi salah satunya adalah
meningkatnya kemampuan lensa untuk menghamburkan cahaya matahari.
Tidak hanya pada lensa, penyebaran cahaya matahari juga terjadi secara
intraokular, dan ini juga meningkat secara eksponensial sesuai dengan
peningkatan usia. Perubahan ini secara nyata dimulai dari usia 40 tahun,
kemudian meningkat hingga 2 kali lipat saat usia 65 tahun, dan mencapai 3
kali lipat pada usia 77 tahun. Wanita memiliki insiden dan risiko yang lebih
tinggi untuk sebagian besar jenis katarak daripada pria. Namun hal ini
kemungkinan karena penurunan estrogen yang berlaku pasca menopause
pada wanita (Detty 2021 ; Aini dkk, 2021).
b) Faktor gaya hidup seperti paparan sinar ultraviolet, konsumsi alkohol, dan
kebiasaan merokok juga dapat menjadi faktor pemicu katarak. Merokok
menyebabkan pertambahan zat oksidatif melalui aktifitas radikal bebas,
oksidasi dan peroksidasi lipid. Di sisi lain, merokok dapat menyebabkan
stres oksidatif (keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi
kapasitas tubuh untuk menetralkannya) secara tidak langsung pada lensa
melalui penipisan antioksigen endogen, seperti vitamin C, vitamin E, dan b-
karoten. Lensa mata rapuh terhadap kerusakan karena lensa tidak memiliki
3
sensor panas dan mempunyai mekanisme penyalur panas yang buruk.
Pejanan pada radiasi UVB bahkan tingkat terendah yang berasal dari
matahari kadang-kadang meningkatkan risiko katarak dan dicurigai
berhubungan dengan terjadinya katarak jenis kortikol (Detty 2021 ; Aini
dkk, 2021).
c) Faktor lain adalah kondisi medis seperti diabetes melitus, gangguan atopik,
hipertensi, penggunaan steroid, statin, agen topikal yang digunakan dalam
pengobatan glukoma. Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jalur
poliol akan teraktivasi lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan
menyebabkan akumulasi dari zat sorbitol dalam lensa. Sorbitol pula akan
dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase dan reaksi
ini dikatalisir oleh enzim aldose reduktase. Namun, enzim poliol
dehidrogenase mempunyai affinitas yang sangat rendah terhadap glukosa.
Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam lensa akan terjadi sebelut zat
ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan dengan karakteristik
permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol akan mengakibatkan
penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal inilah berperan penting
dalam pembentukkan katarak gula (Detty 2021 ; Aini dkk, 2021).
Berbagai jenis katarak memiliki efek yang berbeda pada gejala visual.
Pasien sering mengeluhkan pandangan buram, silau, dan halo dari cahaya
(Alshamrani, 2018). Kekaburan yang dirasakan bersifat perlahan dan penderita
merasa melihat melalui kaca yang buram. Pada tahap awal kekeruhan lensa
penderita dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat melihat detail. Katarak
menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat perubahan bentuk, struktur,
dan indeks bias lensa. Segala jenis katarak pada umunya akan mengeluh silau
akan tetapi terbanyak pada katarak sub kapsular posterior. Katarak
menyebabkan gangguan penglihatan warna, lensa yang bertambah kuning atau
kecokelatan akan menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada
spektrum cahaya biru (Budiono et al., 2013).
4
Katarak dapat menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat
perubahan bentuk, struktur dan indeks bias lensa. Semua jenis katarak pada
umumnya akan mengeluh silau tetapi paling banyak terdapat pada kataraj sub
kapsular posterior. Katarak juga menimbulkan gejala berupa gangguan
penglihatan warna. Lensa yang bertambah kuning atau kecokelatan akan
menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada spektrum cahaya
biru (Budiono dkk, 2013).
Pada kasus stadium katarak imatur, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif. Sedangkan pada stadium katarak matur, jika katarak dibiarkan, lensa akan
menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat
melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow
test negatif (Astari, 2018).
5
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran penglihatan secara progesif. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis katarak saat pasien datang. Beberapa keluhan pasien dengan
katarak, antara lain:
5. Noda, berkabut pada lapangan pandang terjadi sebagai akibat dari kekeruhan
lensa.
6
2.6 Patofisiologi
Menurut beberapa etiologi dan factor risiko diatas, berikut merupakan
mekanisme tejadinya katarak:
a) Kelainan bawaan
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan
dan kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan
kekeruhan lensa saat lahir. Pada umumnya kelainan tidak hanya pada
lensa tetapi juga pada bagian tubuh yang lain sehingga berupa suatu
sindrom.
Gambar 1 Perubahan warna lensa manusia dari usia 6 bulan (A), 8 tahun (B), 12 tahun (C),
25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F), 70 tahun (G), 82 tahun (H), dan 91 tahun (I).
Katarak nuclear brown pada pasien 70 tahun (J), katarak kortikal pada 68 tahun (K), dan
katarak campuran kortikal dan nuclear pada 74 tahun (L).
b) Proses penuaan
Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami
pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya
akomodasi. Setiap pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara
konsentris, nukleus lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan
(nuclear sclerosis). Modifikasi kimia dan pembelahan proteolitik
crysłallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan
protein dengan beratmolekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat
menjadi cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi mendadak indeks
7
bias lokal lensa, sehingga muncul hamburan cahaya dan mengurangi
transparansi dari lensa. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga
dapat meningkatkan pigmentasi, sehingga lensa tampak berwarna
kuning atau kecokelatan dengan bertambahnya usia (Gambar 4.6).
Perubahan lain yang berkaitan dengan pertambahan usia termasuk di
dalamnya adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium, dan
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma'sel
lensa. Patogenesis`yang multifaktorial dan tidak sepenuhnya dipahami.
c) Penyakit sistemik
Adanya kelainan sistemik yang tersering menyebabkan katarak adalah
diabetes mellitus. Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus
pada katarak dengan diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang
terbentuk dari aktivasi alur polyol pada keadaan hiperglikemia yang
mana akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air ke dalam lensa
sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi
terbentuknya katarak. Dan yang kedua adalah teori glikosilasi protein,
di nana adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang
dengan sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa.
d) Trauma
Adanya trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan
adanya perubahan struktur lensa dan gangguan keseimbangan
metabolisme lensa sehingga katarak dapat terbentuk.
e) Penyakit mata lainnya
Adanya glaukoma dan uveitis menyebabkan gangguan keseimbangan
elektrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa (Budiono dkk, 2013).
8
2.7 Klasifikasi Katarak
Lensa adalah benda bikonveks transparan, yang menyebabkan pembiasan dan
memfokuskan cahaya ke retina. Lensa manusia terdiri dari serat, tertutup oleh
kapsul tipis, dan dipertahankan oleh zonula di kedua sisi. Serat lensa dibuat dari
epitel lensa dan bermigrasi dari margin ke tengah. Sejak saat itu, nucleus lensa
berasal dari serat lensa yang lebih tua, dan serat lensa yang baru terbentuk
diposisikan di lapisan terluar dari lensa, yang dikenal sebagai korteks. Keburaman
lensa adalah hasil langsung dari stres oksidatif. Berdasarkan lokasi kekeruhan
dalam lensa, katarak terkait usia diklasifikasikan menjadi tiga jenis: kortikal, nuklir,
dan posterior katarak subkapsular.
a. Katarak kongenital, katarak yang sudah tedihat pada usia di bawah 1 tahun
b. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak sinil, katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas & Yulianti, 2015).
9
diketahui penyebabnya. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayiyang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, diabetes Melitus, hipoparatiroidism, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusisitomegalik, dan histoplasmosis (Ilyas & Yulianti, 2015).
b. Katarak komplikata
10
2.7.3 Katarak sinilis
Katarak sinil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. Namun, terdapat beberapa teori yang menjelskan mekanisme
timbulnya katarak senil tersebut. diantaranya adalah teori putaran biologic,
jaringan embrio yang dapat membelah diri sebanyak 50 kali, imunologis, teori
free radical, dan teoria cross-link (Ilyas & Yulianti, 2015).
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil
sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak senil
secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur,
hipermatur dan Morgagni (Ilyas & Yulianti, 2015). Perbedaan stadium katarak
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
11
Stadium katarak sinilis:
a. Katarak Insipien
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif masih baik
b. Katarak Imatur
Kekeruhan lensa mulai terjadi dapat terlihat oleh bantuan senter, terlihat iris
shadow, visus > 1/60.
c. Katarak Matur
Kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, dapat terlihat dengan bantuan senter,
tidak terlihat iris shadou, visus 1/300 atau Light Perception positif
d. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur terjadi ketika massa lensa mengalami kebocoran melalui
kapsul lensa, sehingga kapsul menjadi berkerut dan menyusut (Budiono dkk,
2013).
12
2. Cystoid macular edema (CME)
Angka kejadian CME bervariasi antara 1-3% dengan teknik SICS.
Beberapa faktor risiko terjadinya CME antara lain: riwayat uveitis, PCR dengan
prolaps vitreus, retinopati diabetik, riwayat operasi vitero-retina, serta riwayat
CME pada mata kontralateral. Belum ada protokol pencegahan terjadinya CME,
namun pemberian antiinflamasi steroid dapat dipertimbangkan untuk kasus risiko
tinggi.
3. Endoftalmitis
Angka kejadian endoftalmitis sangat rendah berkisar antara 0.004-0.16%
di seluruh dunia. Faktor risiko terjadinya endoftalmitis antara lain: PCR, vitreus
loss, waktu operasi yang lama, operasi yang dilakukan oleh residen, pasien
dengan imunocompromised, konstruksi luka yang bocor, anestesi topikal bentuk
gel sebelum povidone iodine, pasien usia lanjut. Menurut Endophthalmitis
Vitrectomy Study dikatakan bahwa vitrektomi dilakukan pada kasus dengan
tajam penglihatan hands-motion (visus 1/300); namun menurut rekomendasi
ESCRS (European Society of Cataract and Refractive Surgeons), vitrektomi
segera dengan pemberian antibiotik intravitreal (pilihan ceftazidime dan
vancomycin) akan memberikan hasil tajam penglihatan yang lebih baik apapun
tajam penglihatan awal dari pasien tersebut.
4. Toxic anterior segment syndrome
TASS adalah radang steril pasca operasi katarak yang ditandai dengan
reaksi radang segmen anterior yang hebat, adanya fibrin, adanya hipopion,
adanya edema kornea masif, rasa nyeri tidak terlalu menonjol yang terjadi dalam
12-48 jam pasca operasi katarak. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh sterilisasi instrumen
yang tidak adekuat, irigasi dari fakoemulsifikasi yang tidak adekuat, hingga penggunaan
sarung tangan dengan powder. TASS biasanya responsif dengan pemberian antiinflamasi
topikal, namun bila ada kecurigaan mengarah ke endoftalmitis, sebaiknya dilakukan
pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi.
13
2.9 Tatalaksana Katarak
Penatalaksanaan katarak adalah dengan tindakan operasi mengeluarkan
lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa tanam intraokular.
14
a. Intraokular
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini
dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya. Katarak ekstraksi
intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan (Ilyas & Yulianti, 2015).
b. Ekstraokular
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian
dikeluarkan melalui insisi 10-'12 mm, lensa intraokulai diletakkan pada kapsul
posterior. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi
sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma,
predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina, dan
sitoid makular edema (Ilyas & Yulianti, 2015).
c. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemdian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan kemudian
dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang didapat
dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi
astigmatis akibat operasi minimal, komplikasidan inflamasi pasca bedah
minimal. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul,
dapat terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi dengan
tindakan yang laser (Ilyas & Yulianti, 2015).
15
Operasi katarak sebaiknya tidak dilakukan dalam kondisi sebagai berikut:
pasien tidak bersedia dilakukan operasi, kacamata atau alat bantu optik lain
bisa mencukupi kebutuhan penglihatan pasien, operasi tidak dapat
meningkatkan fungsi penglihatan, operasi dapat membahayakan kesehatan
pasien karena kondisi medis sistemik lain, surat persetujuan tindakan tidak bisa
didapatkan, serta perawatan pasca operasi yang baik diperkirakan tidak dapat
dilakukan. Indikasi operasi pada mata yang kedua sama dengan mata pertama,
dengan pertimbangan untuk meningkatakan fungsi penglihatan binokular dan
meniadakan anisometropia (KEPMENKES, 2018).
16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Usia : 64 Tahun
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Br.Sekardadi
No. RM : 25.00.62
Ruangan : Poli Mata
Tanggal Kontrol : 16-09-2023
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan utama
17
riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya. Pasien mengatakan belum pernah
menggunakan kacamata sebelumnya.
Tidak ada
18
3.2.6 Riwayat sosial
Pasien adalah pria berusia 64 tahun dan sudah berhenti bekerja sebagai seorang
petani karena keluhan yang dirasakan saat ini. Saat ini pasien tinggal Bersama
keluarganya. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi
alcohol. Pasien mengatakan bahwa sebelum keluhan timbul, pasien tidak
mengalami trauma pada mata.
c. Tanda vital
SpO2 : 99 %
3.3.2 Status generalis
a. Kulit : Normal, sianosis (-), ikterik (-)
b. Kepala : Normocephali
c. Mata : Sesuai dengan status oftalmologi
d. Hidung : Discharge (-/-), pernapadan cuping hidung (-) septum
deviasi (-)
e. Mulut :mukosa bibir kering (-), ulkus (-), pucat (-), sianosis (-)
mukosa lidah kering (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-)
19
f. Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
g. Telinga : Kelainan kongenital (-/-), discharge (-/-)
h. Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), pembesaran
tiroid (-)
a. Status opthalmologi
Pemeriksaan Visus :
OD : OS :
Lensa Keruh
20
Pemeriksaan
OD OS
21
Sakus lakrimal
Hiperemis - -
Edema - -
Fistel - -
Punctum lakrimal
Eversi - -
Discharge - -
7. Konjungtiva
K. Bulbi
Warna Transparan Transparan
Vaskularisasi - -
Nodul - -
Edema - -
K. Tarsal superior
Hiperemis - -
Folikel - -
Papillae - -
Korpus alineum - -
K. Tarsal inferior
Hiperemis - -
Folikel - -
Papillae - -
Korpus alineum - -
8. Sklera
Warna Putih Putih
Inflamasi - -
Injeksi siliar - -
Nodul - -
22
9. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Infiltrat - -
Corpus Alienum - -
Defek - -
Edema - -
10. COA
Kedalaman Dalam Dalam
Hifema - -
Hipopion - -
11. Iris
Warna Coklat Coklat
Sinekia - -
Iridodenesis - -
Neovaskularisasi - -
12. Pupil
Ukuran 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Tepi Rata Rata
Simetris Simetris Simetris
Refleks direk + +
Refleks indirek + +
13. Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Afakia - -
Shadow Test - -
14. Tekanan intra okuler 15,5 17,00
23
3.4 Pemeriksaan penunjang
3.4.1 Darah lengkap
Parameter Hasil Referensi Rentang
Nilai Keterangan
WBC 9
5.5×10 /L 3.5 – 9.5 Normal
NEU% 71.1% 40– 75 Normal
NEU# 6.05×109/L 1.8 – 6.3 Normal
LYM% 22.8% 20 – 50 Normal
LYM# 1.94×109/L 0.9 – 5 Normal
MON% 5.3% 3 – 10 Normal
MON# 0.45×109/L 0.1 – 0.6 Normal
EOS% 0.8% 0.4 –8 Normal
EOS# 0.02×109/L 0.02 – 0.52 Normal
BAS% 0.6% 0–1 Normal
BAS# 0.05×109/L 0 – 0.06 Normal
RBC 4.69× 1012/L 4.3 – 5.8 Normal
RDW-CV 13.6 % 11– 16 Normal
RDW-SD 47.9 fl 35– 56 Normal
HGB 13.8 g/dl 13 – 17.5 Normal
HCT 49% 40 – 50 Normal
MCV 88.9 fl 82 – 100 Normal
MCHC 30.7 g/dl 31.6 – 35.4 Normal
PLT 366 × 109/L 150 – 350 Normal
P-LCR 25% 11 – 45 Normal
P-LCC 91×109/L 30 – 90 Normal
MPV 8.3 fl 6.5 – 12 Normal
PDW 10.1 fl 9 – 17 Normal
PCT 0.305% 0.1 – 0.28 Normal
24
3.5 Diagnose Kerja
3.6 Tatalaksana
3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
25
3.9 Follow Up Post Operatif
S: Post OP katarak,
O: Visus: OD: 20/50, OS: 20/100
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Pseudofakia - -
Shadow Test - -
OD : OS :
IOL
A: Pseudeofakia OS
P: Tobroson ED 6 x 1 OS
Metilprednisolone 3 x 8mg
Paracetamol 3 x 500mg
Sanbe Tears ED 6 x 1 OS
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seorang pria berusia 64 tahun bekerja sebagai seorang petani datang ke poli
mata dengan keluhan kedua mata kabur. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 bulan
yang lalu dan dirasakan memberat secara perlahan. Hasil pemeriksaan
opthalmologi menunjukkan penurunan visus OD 20/50 dan OS 1/300 disertai
dengan gambaran lensa yang tampak keruh pada mata kiri. Pasien dinyatakan
mengalami katarak sinilis pada okuli sinistra dan direncakan untuk dilakukan
tindakan pembedahan karena penurunan pada visus. Saat ini pasien telah
dilakukan prosedur insisi katarak. Visus pasien saat ini OD 20/50 dan OS
20/100. Dengan demikian kondisi dikatakan pasien membaik
27
DAFTAR PUSTAKA
Aini & Santik. 2018. Kejadian Katarak Senilis di RSUD Tugurejo. Higea Journal
of Public Health Research and Development. Universitas Negeri Semarang
Boediono S., dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Universitas
Airlangga.
Detty dkk. 2021. Karakteristik Faktor Risiko Katarak. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada. Volume 10 Nomor 1.
Ilyas & Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Puspita dkk. 2019. Profil Pasien Katarak Senilis Pada Usia 40 Tahun keatas di RSI
Siti Rahmah Tahun 2017. Health and Medical Journal. Volume 1 Nomor 1
Sari, dkk. 2018. Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada Pasien Pria Usia 40-55 tahun
Dirumah Sakit Pertamina Balikpapan. Jurnal Kesehatan Volume 1 Nomor 2.
28