Anda di halaman 1dari 28

CASE BASED DISCUSSION

“BAKER’S CYST”

OLEH
Wayan Riantana (017.06.0010)

PEMBIMBING
dr. Anak Agung Dewi Adnyani, Sp.Rad, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena laporan
Case Based Discussion ini dapat terselesaikan. Laporan ini dibuat dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Radiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar, di Rumah Sakit Umum Daerah Bangli.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu izinkan penulis untuk
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Anak Agung Dewi Adnyani., Sp. Rad, M. Kes, selaku pembimbing dalam
Case Based Discussion ini,
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Bangli, 3 Februari 2022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB 1 ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1 Anatomi Regio Poplitea ...................................................................................... 3
2.2 Baker’s Cyst ........................................................................................................ 6
2.2.1 Definisi.......................................................................................................... 6
2.2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 6
2.2.3 Etiologi.......................................................................................................... 7
2.2.4 Klasifikasi ..................................................................................................... 7
2.2.5 Patofisiologi .................................................................................................. 8
2.2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................... 9
2.2.7 Diagnosis .................................................................................................... 10
2.2.8 Diagnosis Banding ...................................................................................... 21
2.2.9 Tatalaksana ................................................................................................. 22
BAB III ....................................................................................................................... 24
PENUTUP ................................................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Baker’s cyst merupakan lesi kistik yang paling sering di sekitar sendi lutut. Kista
ini memberikan gambaran sebagai massa yang terdapat di aspek posteromedial lutut.
Baker’s cyst merupakan distensi abnormal berisi cairan dari bursa gastrocnemius-
semimembranosus, yang biasanya meluas ke posterior diantara tendon medial head
muskulus gastrocnemius dan muskulus semimembranosus dan mempunyai saluran
hubungan dengan sendi lutut (Bell & Weerakkody, 2021). Baker’s cysts biasanya
terjadi pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak anak. Kista ini jarang
bermanifestasi sendirian dan sering ditemukan berkaitan dengan patologi intra-
artikular dan kondisi inflamasi, seperti osteoarthritis, meniscus tears, dan rheumatoid
arthritis. Pada anak-anak, Baker’s cyst hanya sedikit yang terkait dengan kondisi
tersebut dan lebih sering ditemukan tidak sengaja selama pemeriksaan fisik rutin.
Insiden Baker’s cyst bervariasi tergantung pada kelainan sendi lutut lain yang terkait.
Pada suatu penelitian dapat diidentifikasi adanya Baker’s cyst sebanyak 4,7% - 37%
pada sendi lutut tanpa gejala pada orang dewasa. Penelitian lain memperlihatkan bahwa
Baker’s cyst dapat diidentifikasi sebanyak 42% dari pasien dengan osteoarthritis dan
48% pasien dengan rheumatoid arthritis pada pemeriksaan ultrasonografi. Pada anak,
prevalensi popliteal cysts mencapai 6,3% (Herman, 2014; Bell & Weerakkody, 2021).
Manifestasi klinis dari Baker’s cyst bervariasi. Pada anak-anak, kista ini sering
ditemukan secara insidental pada pemeriksaan fisik. Gambaran klinis pada pasien
dewasa dapat berupa nyeri lutut posterior, pembengkakan atau massa lokal, dan terasa
tegang di daerah poplitea. Gejala dan temuan fisik lainnya sering berkaitan dengan
penyakit lain yang terkait dengan kista. Pembesaran progresif dari Baker’s cyst dapat
menyebabkan pseudotromboflebitis akibat kebocoran atau rupture dari kista dan deep
vein trombosis akibat kompresi langsung pada arteri dan vena poplitea (Bell &
Weerakkody, 2021).

1
Pencitraan memegang peranan penting dalam diagnosis Baker’s cyst. Modalitas
yang berperan dalam pencitraan Baker’s cyst adalah ultrasonografi (USG) dan
magnetic resonance imaging (MRI). MRI merupakan gold standart dalam dalam
memvisualisasikan dan mengenali massa di daerah lutut termasuk Baker’s cyst, tetapi
pemeriksaan ini relatif mahal dan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas ini. USG
adalah alat pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat biaya untuk
mendiagnosis baker’s cyst. USG memungkinkan penilaian jenis massa solid atau
kistik, ukuran dan volume kista, hubungannya dengan otot, tendon, pembuluh darah
yang berdekatan dan adanya komplikasi (Riastiti, 2014; Elliot, 2018; Leib et al, 2021).
Oleh karena itu, sebagai dokter muda kita harus mampu mengetahui dan
memahami mengenai modalitas yang berperan dalam pencitraan Baker’s cyst sehingga
ketika nantinya sudah menjadi dokter dan menemukan kasus seperti ini, kita dapat
memberikan permintaan yang tepat terkait modalitas pencitraan Baker’s cyst sehingga
harapannya diagnosis Baker’s cyst dapat ditegakkan dengan tepat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Regio Poplitea
Sendi lutut tersusun oleh berbagai tipe jaringan meliputi ligamen, tendon,
kartilago dan tulang. Bagian posterior dari sendi lutut terdapat fossa poplitea. Pada area
anatomis sering berkaitan dengan banyak kondisi klinis sehingga perlu untuk melihat
batas dan isinya. Fossa poplitea merupakan daerah berbentuk diamond yang dibatasi
oleh otot-otot di kompartemen posterior antara betis dan paha. Keempat batas ini terdiri
atas batas superiomedial adalah muskulus semimembranosus; batas superiolateral
adalah muskulus biceps femoris; batas inferiomedial adalah medial head muskulus
gastrocnemius; batas inferiolateral adalah Lateral head muskulus gastrocnemius dan
plantaris. Fossa poplitea juga memiliki dasar dan atap. Dasar fosa poplitea dibentuk
oleh permukaan posterior kapsul sendi lutut, dan permukaan posterior femur. Atapnya
terbuat dari dua lapisan yaitu fasia poplitea dan kulit. Fasia poplitea bersambung
dengan fasia lata betis. Fossa poplitea berisi arteria dan vena tibialis, nervus tibialis,
nervus fibularis (Gambar 1) (Netter, 2014).

Gambar 1. Anatomi fossa poplitea (Netter, 2014).

3
Pada sendi lutut terdapat juga struktur anatomi yang disebut bursa. Bursa adalah
struktur berisi cairan yang terdapat antara kulit dan tendon atau tendon dan tulang.
Fungsi utama dari bursa adalah untuk mengurangi gesekan antara struktur bergerak
yang berdekatan. Bursa pada lutut adalah kantung cairan dan kantong sinovial yang
mengelilingi dan kadang-kadang berhubungan dengan rongga sendi. Karena
berdinding tipis dan penuh dengan cairan sinovial, merupakan titik lemah sendi juga
dapat menghasilkan pembesaran ke ruang sendi. Bursa pada lutut berdasarkan
lokasinya dibagi menjadi anterior, lateral dan medial. Bursa lutut bagian anterior terdiri
atas bursa suprapatellar atau reses antara permukaan anterior bagian bawah femur dan
permukaan dalam dari thequadriceps femoris; bursa prepatellar antara patela dan kulit;
deep infrapatellar bursa antara bagian superior tibia dan ligamentum patella; subkutan
infrapatellar bursa antara ligamen patella dan kulit; bursa pretibial antara tuberositas
tibialis dan kulit. Bursa lutut bagian lateral terdiri atas bursa gastrocnemius lateralis
(subtendinous) antara lateral head gastrocnemius dan kapsula sendi; bursa fibula
antara ligamen kolateral lateral (fibula) dan tendon bisep femoris; bursa fibulopopliteal
antara ligamentum colateral fibula dan tendon popliteus; resesus subpopliteal antara
tendon popliteus dan kondilus lateral femur. Dibagian medial, susunan bursa kompleks.
Bursa antara antara medial head gastrocnemius dan kapsula fibrosa sendi memanjang
sampai diantara medial tendon gastrocnemius dan tendon semimembranosus (bursa
semimembranosus) dan biasanya berhubungan dengan sendi. Bursa diantara tendon
semimembranosus dan kondilus tibialis media di mana bursa ini dapat berhubungan
dengan medial head gastrocnemius. Di regio ini juga terdapat bursa antara ligamen
kolateral medial (tibialis) dan tendon sartorius, gracilis, dan semitendinosus/ bursa pes
anserine (Gambar 2,3). Bursa yang bervariasi dalam jumlah dan posisi terletak lebih
dalam dari medial head gastrocnemius diantara kapsula, femur, meniskus medial, tibia
atau tendon semimembranosus. Kadang terdapat bursa di antara tendon
semimembranosus dan semitendinosus (Netter, 2014).

4
Gambar 2. Anatomi lutut region posterior (Netter, 2014).

Gambar 3. Anatomi lutut regio medial (Netter, 2014).

5
2.2 Baker’s Cyst
2.2.1 Definisi
Baker’s cyst didefinisikan sebagai distensi abnormal berisi cairan dari bursa
gastrocnemius-semimembranosus. Kista ini biasanya meluas ke posterior diantara
tendon medial head muskulus gastrocnemius dan muskulus semimembranosus melalui
suatu saluran hubungan dengan sendi lutut. Kista baker disebut juga kista poplitea.
Pemberian nama ini diilhami dari ahli bedah Inggris William Morrant Baker (1839-
1896) (Bell & Weerakkody, 2021)

Gambar 4. Kista Baker

2.2.2 Epidemiologi
Baker’s cysts merupakan kejadian yang biasanya terjadi pada orang dewasa dan
jarang pada anak anak. Prevalensi Baker’s cyst secara signifikan lebih tinggi pada usia
diatas 50 tahun, tanpa kecenderungan untuk ras atau jenis kelamin. Insiden kista Baker
bervariasi tergantung pada kondisi yang berhubungan. Meskipun insidensi dan
prevalensi Baker’s cysts bervariasi, kista ini umumnya terjadi sekunder akibat patologi
intra artikular lainnya pada pada pasien dewasa. Pada suatu penelitian dapat

6
diidentifikasi adanya Baker’s cyst 4,7% - 37% pada sendi lutut tanpa gejala pada orang
dewasa. Penelitian lain menunjukkan bahwa 42% dari pasien dengan osteoarthritis
memiliki Baker’s cyst yang terdeteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi. Kista
Bilateral terlihat pada 16% dari pasien tersebut. Hingga 48% pasien dengan rheumatoid
arthritis dan 21,7% pasien dengan gout arthritis telah terbukti memiliki Baker’s cyst
(Leib et al, 2021; Bell & Weerakkody, 2021)

2.2.3 Etiologi
Kista baker diakibatkan oleh penumpukan cairan sendi yang terjebak, yang
menonjol dari kapsul sendi di belakang lutut sebagai kantung yang menonjol. Kista
Baker biasanya disebabkan karena noninfeksius efusi lutut sekunder karena kondisi
seperti meniscal tears, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, trauma, synovitis ataupun
pembedahan pada daerah lutut (Shah et al, 2017).

Gambar 5. Kista Baker

2.2.4 Klasifikasi
Baker’s cyst dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu primer atau idiopatik
dan sekunder. Baker’s cyst primer jika distensi bursa semimembranosusdengan sendi
lutut tidak terkait dengan penyakit sendi lain dan tidak terdapat hubungan antara bursa
semimembranosus-gastrocnemius dan rongga sendi lutut. Baker’s cyst sekunder jika

7
terkait dengan penyakit sendi lain dan terdapat hubungan yang terbuka antara bursa
semimembranosus-gastrocnemius dan rongga sendi lutut. Sebagian besar Baker’s cyst
adalah kista sekunder dan terkait dengan penyakit degeneratif sendi lutut. Kista primer
jarang terjadi dan terutama terjadi pada anak-anak (Lueders et al, 2016).

2.2.5 Patofisiologi
Patogenesis timbulnya Baker’s cyst pada orang dewasa berkaitan dengan adanya
saluran hubungan antara sendi lutut dan bursa gastrocnemiosemimembranosus, serta
berkaitan dengan mekanika cairan. Bursa gastrocnemio-semimembranosus terletak
diantara tendon gastrocnemius dan muskulus semimembranosus dan merupakan
gambaran anatomi normal. Bursa ini berhubungan dengan kapsula sendi lutut melalui
celah melintang pada kapsula posterior setinggi kondilus medial femoralis, di mana
tendon gastrocnemius menyatu dengan kapsula sendi. Celah berbentuk horisontal
berukuran 4 sampai 24 mm. Hubungan antara bursa dan kapsula sendi hampir tidak
terdapat pada anak-anak, dan terdapatnya celah ini meningkat sejalan dengan
peningkatan usia. Integritas kapsula sendi menurun sesuai dengan usia, dan menurut
teorinya celah tersebut merupakan akibat dari rupturnya kapsula sendi karena proses
degenerasi. Rauschning mengamati bahwa, ketika tidak ditemukan celah, terlihat
kapsula sendi menipis di daerah yang sama dengan celah dan Baker’s cysts adalah
herniasi dari sinovium, seperti yang didalilkan oleh Baker. Adanya hubungan antara
bursa gastrocnemio-semimembranosus dan kapsula sendi, memungkinkan terjadinya
gerakan cairan sinovial diantara dua ruangan (telah diperlihatkan pada arthrography)
(Herman, 2014; Bell & Weerakkody, 2021)
Mekanisme seperti katub memungkinkan cairan hanya mengalir searah yaitu dari
sendi ke dalam bursa. Baker’s cyst biasanya bukan merupakan kelainan tersendiri, kista
ini umumnya terkait dengan kelainan intra-artikular. Kelainan intraartikuler
menyebakan adanyan effusi sendi yang meningkatkan tekanan dalam ruang sendi.
Effusi sendi dan fibrin dipompa dari sendi lutut ke kista, fibrin berfungsi sebagai katup
satu arah yang memblokir kembalinya efusi ke dalam sendi lutut. Efusi yang terjebak

8
dengan viskositas normal di dalam kista diserap melalui membran semipermeabel,
meninggalkan konsentrat fibrin. Hal ini menjelaskan sulitnya aspirasi isi kista yang
kental dan lengket tersebut. Baker’s cyst pada anak-anak bisa idiopatik, berkaitan
dengan juvenile rheumatoid arthritis atau hemophilia. Baker’s cyst pada juvenile
rheumatoid arthritis berkaitan dengan effusi sendi lutut. Masih terjadi kontroversi
tentang apakah Baker’s cyst pada anak-anak berhubungan dengan kapsula sendi.
Beberapa peneliti meyakini bahwa kista terjadi karena iritasi bursal primer daripada
perluasan abnormalitas sendi (Herman, 2014; Riastiti, 2014).

2.2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari Baker’s cyst bervariasi. Pada anak-anak, kista ini paling
sering merupakan temuan insidental pada pemeriksaan fisik karena tidak bergejala.
Tetapi dapat juga menimbulkan rasa tidak nyaman, gerakan terbatas dan teraba massa
di regio poplitea yang nyeri. Presentasi klinis pada pasien dewasa dapat berupa nyeri
samar samar lutut posterior, pembengkakan atau massa lokal, dan terasa tegang di
daerah poplitea. Kista Baker biasa terlihat sebagai benjolan di belakang lutut saat
sedang berdiri atau saat dibandingkan dengan lutut yang tidak terdapat kista Baker.
Saat diraba akan terasa lunak dan lembut. Perkembangan yang cepat dalam hal
banyaknya dan tekanan dari cairan dalam kista bisa membuatnya pecah. Cairan yang
dilepaskan dari kista bisa membuat jaringan sekitarnya menjadi meradang,
menghasilkan gejala yang mungkin seperti thrombophlebitis. Selain itu, Kista baker
menonjol atau pecah bisa menyebabkan thrombophlebitis di vena popliteal (yang
terletak di belakang lutut) dengan menekan vena (Bell & Weerakkody, 2021)

9
Gambar 6. Kista Barker

2.2.7 Diagnosis
Diagnosa Kista Baker dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Namun karena
gejala dari Kista Baker terkadang menyerupai penyakit lain seperti Deep Vein
Thrombosis, Aneurysma atau tumor, ganglion cyst sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi (Elliot, 2018)
Modalitas yang berperan dalam pencitraan Baker’s cyst adalah ultrasonografi
(USG) dan magnetic resonance imaging (MRI). MRI merupakan gold standart dalam
dalam memvisualisasikan dan mengenali massa di daerah lutut termasuk Baker’s cyst,
tetapi pemeriksaan ini relatif mahal dan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas ini.
USG adalah alat pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat biaya untuk
mendiagnosis baker’s cyst. USG memungkinkan penilaian jenis massa solid atau
kistik, ukuran dan volume kista, hubungannya dengan otot, tendon, pembuluh darah
yang berdekatan dan adanya komplikasi (Riastiti, 2014; Elliot, 2018; Leib et al, 2021).
Sedangkan untuk modalitas pencitraan yang lain misalnya seperti Rontgen tidak
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis Baker’s Cyst, sementara penggunaan CT

10
Scan juga tidak terlalu baik dalam menegakkan diagnosis Baker’ Cyst dibandingkan
dengan USG dan MRI (Nanduri et al, 2021)
1. X-Ray
X-Ray merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik, dipancarkan
akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron tersebut melintasi
pasien dan menampilkan film radiografik. Prinsip pencitraan dengan X-Ray
adalah memanfaatkan pancaran sinar X untuk menggambarkan struktur tubuh,
misalnya dada, abdomen, tulang, dan struktur lain. Kelebihan dari X-Ray ini
yaitu biaya yang dikeluarkan lebih murah, cepat, dan banyak tersedia. Dalam
hal penegakkan diagnosis untuk kasus Baker’s Cyst pemeriksaan foto x-ray
tidak sarankan, tetapi apabila digunakan untuk mencari penyebab dari Baker’s
Cyst sekunder misalnya seperti Osteoartritis, foto X-Ray dapat digunakan
(Nanduri, 2021).

Gambar 7. Radiografi lutut kanan menunjukkan osteoarthritis ringan dari


kompartemen lutut medial dan lateral lutut kanan, dan efusi sendi kecil di
reses suprapatellar.

11
2. CT Scan
Computer Tomography (CT) menggunakan pancaran sinar X terkolimasi
pada pasien untuk mendapatkan citra potongan melintang yang tipis dari tubuh
pasien. Setiap gambaran mewakili satu potongan tubuh, dengan ketebalan
bervariasi dari 1 mm hingga 10 mm. jaringan yang berada diatas atau dibawah
potongan ini tidak tercakup daerah tertentu. CT Scan sering digunakan untuk
memindai struktur otak, leher, abdomen, pelvis, dan tungkai. Dalam
menegakkan diagnosis untuk kasus Baker’s Cyst, CT Scan sangat jarang
digunakan, karena dinilai tidak terlalu bagus dalam menampilkan gambaran
dari Baker’s Cyst dibandingkan dengan USG dan MRI (Riastiti, 2014; dikutip
dari Toussaint, 2010)

Gambar 8. CT Scan Leg: Kista loculated, diidentifikasi sebagai kista


Baker, dapat dilihat dibagian medial lutut dan superior otot gastrocnemius
dan soleus. Medial dari kista loculated adalah kalsifikasi badan, yang
merupakan temuan umum dari perubahan artritis

12
3. Ultrasonografi (USG)
USG adalah alat pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat
biaya untuk mendiagnosis patologi jaringan lunak di regio lutut temasuk
Baker’s cyst. USG memungkinkan penilaian jenis lesi, ukuran kista,
hubungannya dengan otot yang berdekatan, tendon, pembuluh darah dan
adanya septasi intrakistik. Kelemahan USG adalah kurang sensitif terhadap lesi
intra-artikular sehingga diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk
mengkonfirmasi adanya keusakan internal yang terkait. Evaluasi sistem
muskuloskeletal dengan ultrasonografi memerlukan ketepatan pemilihan
tranducer. Tranducer frekuensi tinggi mempunyai resolusi tinggi tetapi
penetrasinya kurang dalam. Sehingga struktur yang letaknya lebih dalam
memerlukan tranducer frekuensi redah. Pemeriksaan fosa poplitia
menggunakan tranducer linier frekuensi 7-15MHz (Shah et al, 2017).
Pemeriksaan USG untuk mendeteksi Baker’s cyst dilakukan dengan
memposisikan pasien prone, lutut diekstensikan dan kedua kaki menggantung
di tepi meja pemeriksaan. Pemeriksaan dimulai dengan menempatkan
transducer pada aspek poplitea lutut pada transversal view dan dilanjutkan pada
longitudinal view. Pada transversal view, Baker’s cyst tampak sebagai lesi
kistik anechoic, hypoechoic atau hiperechoic batas tegas dengan peningkatan
akustik posterior, yang menunjukkan pembesaran bursa semimembranosus-
gastrocnemius. Biasanya berbentuk crescent-shaped. Pada sebagian besar
kasus terdiri dari tiga komponen yaitu body, base dan neck. Body merupakan
ujung membulat yang lebih besar dan superfisial. Base (yang lebih kecil dan
komponen lebih dalam), terletak di tendon semimembranosus, medial head
gastrocnemius dan kapsula sendi posterior. Neck yang menghubungkan body
dan base terletak diantara di tendon semimembranosus dan medial head
gastrocnemius (Gambar. 9,10). Menurut Ward et al., 2 diagnosis pasti dari
Baker’s cyst adalah identifikasi neck yang berisi cairan antara tendon

13
semimembranosus dan medial head gastrocnemius. Pada longitudinal view
(Gambar 9), Baker’s cyst umumnya memiliki gambaran bulat di ujung
proksimal dan distal. Ujung yang tajam atau irregular biasanya menunjukkan
adanya ruptur Baker’s cyst, sedangkan cairan anechoic atau hypoechoic di luar
batas kista merupakan bocornya cairan dari Baker’s cyst yang rupture (Riastiti,
2014; Lueders et al, 2016; Elliot, 2018).

Gambar 9. USG Baker’s cyst. A. Pemindaian Baker’s cyst pada


transversalxis view. B. Pada longitudinal axis view, Baker’s cyst tampak
sebagai lesi kistik anechoic atau hypoechoic batas tegas berbentuk bulan
sabit dengan peningkatan akustik posterior (panah). Sebuah neck berisi
cairan (panah terbuka) sangat penting untuk diagnosis kista Baker. C.
Pemindaian Baker’s cyst pada long axis view. D. Baker’s cyst pada long
axis view memiliki gambaran bulat di ujung proksimal dan distal-nya
(panah). Panah melengkung menunjukkan semimembranosus; +, body of
the Baker’s cyst; * basis Baker’s cyst

14
Gambar 10. Gambaran USG Baker’s cyst. (a) USG tranversal
meperlihatkan komponen yang berbeda dari Baker’s cyst: basis (1), nect
(2) terletak antara tendon semimembranosus (panah) dan tendon medial
head gastrocnemius (panah), body (3). (b) USG longitudinal
menggambarkan basis dan body Baker’s cyst dipisahkan oleh tendon lurus
(panah) dari medial head gastrocnemius (MHG).

Gambar 11. Perempuan 60 tahun dengan Baker’s cyst. Axial proton


density weighted MR image with fat saturation memperlihatkan s Baker’s
cyst (kepala panah) dengan cairan (panah hitam) (diantara tendon

15
semimembranosus (panah lengkung putih) dan medial head gastrocnemius
tendon (panah terbuka). Komponen subgastrocnemius (asterisk) dari
Baker’s cyst. M = muskulus gastrocnemius medial.

Gambar 12. Laki-laki 25 tahun tanpa gejala. USG transversal


memperlihatkan gambaran tendon semmembranosus (panah solid) dan
tendon gastrocnemius medial (panah terbuka) tanpa cairan. Tendon
Semimembranosus tampak artefak hypoechoic anisotropy (tendon normal
hyperechoic tampak hypoechoic jika tendon tidak tegak lurus dengan
ultrasound beam). Catatan; sisi kiri gambar adalah medial. M = muskulus
gastrocnemius medial, F = femur.

16
Gambar 13. Baker’s cyst dengan gambaran X-shaped. Kedua ujung bursa
dengan cornu anterior dan posterior, akumulasi cairan menghasilkan
pengisian keempat cornu membentuk gambaran x-shaped. MHG: medial
head muskulus gastrocnemius.

Gambar 14. USG transversal memperlihatkan Baker’s cyst dengan


Proliferasi synovial and septasi internal (kepala panah).

17
Gambar 15. Complicated Baker cyst: intrabursal hemorrhage. a USG
Longitudinal dan b USG memeperlihatkan material echogenic merupakan
bekua darah (asterisks) yang mengisis bursa. Tendon (panah) dari medial
head gastrocnemius (MHG).

Gambar 16. Baker’s cyst dengan proliferasi synovial. (a) USG


longitudinal (b) USG transverse memperlihatkan Baker’s cyst dengan
penonjolan synovia perifer (kepala panah). MHG: medial head muskulus
gastrocnemius.

18
Gambar 17. Baker’s cys dengan leakage. A. USG longitudinal
memperlihatkan Baker’s cyst dengan jung yang tajam menunjukkan
adanya ruptur Baker’s cyst.

Gambar 18. Aspirasi Baker’s cyst dipandu USG. A. Transducer diletakkan


sesuai arah longitudinal kista dan jarum untuk aspirasi cairan ditusukkan
ke dalam kista dengan arah sejajar. B, Dengan panduan USG, jarum
dimasukkan sampai ke pusat kista dilanjutkan aspirasi cairan C, Drainase
komplit kista di konfirmasi dengan USG. Panah terbuka: menunjukan
jarum aspirasi.

19
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dianggap sebagai Gold standart dalam visualisasi dan karakterisasi
massa lutut. MRI dapat mengkonfirmasi, sifat unilocular dan kistik dari kista
poplitea jinak; mengevaluasi hubungannya dengan struktur anatomi di sendi
dan jaringan sekitarnya; dan menggambarkan patologi intra-artikular yang
terkait. Selain itu, MRI bersifat non-invasif dan tidak melibatkan paparan
radiasi. Pada MRI, Baker’s cyst tampak sebagai massa dengan intensitas sinyal
rendah pada T1-weighted image, intensitas sinyal menengah pada proton
densiti, dan intensitas sinyal tinggi pada proton density–weighted fat saturation.
Kelebihan dari MRI adalah kemampuan gambar aksial untuk
memvisualisasikan neck dari hubungan kista dengan sendi yang berisi cairan.
Baker’s cyst dapat dilihat dari edema dengan intensitas sinyal tinggi di jaringan
lunak yang berdekatan (Leib et al, 2021)

Gambar 19. Kista Baker terlihat sebagai homogen, high-signal intensity,


terdapat massa kistik di kondilus media femoralis; tipis dan berisi cairan
diantara tendon kepala m. Gastrocnemius bagian medial dan m.
Semimembranosus.

20
2.2.8 Diagnosis Banding
a. Deep Vein Thrombosis (DVT)
DVT terjadi akibat adanya aliran darah lambat di vena (biasanya tungkai
bawah) yang mengarah langsung ke jantung. Biasanya disebabkan oleh vena
stasis, aktivasi koagulasi darah, kerusakan vena. DVT sering terjadi pada usia >
60 tahun. Apabila bekuan darah tersebut lepas ke sirkulasi (emboli) mengalir
ke paru dapat menyebabkan emboli paru yang dapat menyebabkan kerusakan
lebih berat bahkan kematian. Gejala DVT berupa kemerahan pada kaki, rasa
nyeri, bengkak, dan teraba hangat saat disentuh. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan : d- dimmer test, Doppler ultrasound (Leib et al, 2021)
b. Ganglion Cyst
Ganglion cyst adalah massa kistik jinak berisi bahan koloid yang dibatasi
oleh jaringan ikat padat tanpa lapisan sinovial disekitar sendi atau tendon
sheats. Isi bahan koloid berupa cairan gelatin yang kaya akan hyaluronic acid
dan mukopolisakarida. Ganglion cysts merupakan lesi akibat dari degenerasi
myxoid jaringan ikat yang berkaitan dengan kapsula sendi dan tendon sheaths.
Paling sering di bagian dorsal pergelangan tangan, tetapi ganglion cysts dapat
ditemukan di tempat lain di dalam tubuh, termasuk di dalam dan sekitar sendi
lutut. Jarang ganglion cysts muncul intramuskular. Ganglion cyst dapat tidak
memperlihatkan gejala atau dapat menyebabkan nyeri lutut posterior tidak
spesifik dan keterbatasan dalam fleksi. Gambaran USG dari ganglion adalah
tampak sebagai massa anechoic batas tegas dengan dinding tipis atau tebal
bentuk oval atau multilokulated disekitar sendi atau tendon. Kadang kadang
ganglion cyst kronik mempunyai internal echo sehingga tampak sebagai tumor
solid hipoechoic (Leib et al, 2021).
c. Popliteal Artery Aneurisma (PAA)
Lokasi a. politea berada dibelakang lutut. Aneurysma (dilatasi dari arteri)
dapat terjadi pada daerah tersebut. Penyebab aneurysma ini tidak diketahui dan

21
jarang menimbulkan gejala sehingga baru diketahui pada saat pasien
melakukan pemeriksaan fisik rutin. PAA sering terjadi pada usia > 50 tahun
dan lebih sring terjadi pada laki-laki. Sekitar 50% kasus PAA terjadi pada
kedua kaki. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan
menggunakan USG untuk melihat besarnya dan lokasi bekuan darah. Karena
terdapatnya keadaan abnormal dari pusaran aliran darah di dalam kantung
aneurysma, terbentuk bekuan darah. Bekuan darah tersebut dapat menyebabkan
penyumbatan aliran darah atau lepas ke aliran darah. Gejalanya dapat berupa
iskemi pada ekstremitas bawah yang menimbulkan claudication (rasa
kesulitan, rasa sakit, rasa tidak nyaman saat berjalan namun hilang saat
istirahat) atau iskemi berat akibat thrombus atau emboli (Bell & Weerakkody,
2021).
d. Lipoma
Umum dijumpai, termasuk tumor jinak yang berasal dari jaringan lemak.
Benjolan lunak, berwarna kuning terang dan disekelilingi oleh kapsul yang tipis.
Umumnya dapat digerakkan dari dasar dan tidak disertai nyeri. (nyeri timbul
jika lipoma di tekan dan di pijat). Pertumbuhannya lambat dan tidak pernah
mengalami perubahan menjadi ganas (meskipun type tumor ganas
liposarkoma juga berasal dari jaringan lemak) (Bell & Weerakkody, 2021)
2.2.9 Tatalaksana
Ada banyak pilihan terapi untuk Baker’s cyst, yang ditentukan oleh penyebab
yang mendasari dan kondisi terkait. Kadang-kadang tanpa pengobatan atau tindakan
suportif sederhana menghasilkan resolusi spontan kista atau pengurangan gejala yang
terkait. Jika tidak, Teknik invasif minimal dan bedah merupakan alternatif terapi (Bell
& Weerakkody, 2021; Leib et al, 2021).
1. Non Medikamentosa
 Istirahatkan kaki, hindari posisi berlutut, berjongkok, mengangkat beban
berat, berlari dan aktivitas lain yang mengakibatkan peregangan pada bagian

22
posterior dari lutut.
 Beri bantalan es atau bantalan hangat.
 Kompresi dengan menggunakan balutan untuk mengurangi pembengkakan
lutut.
 Elevasikan kaki
2. Medikamentosa
 NSAID sangat membantu apabila terjadi proses peradangan.
(Lueders et al, 2016; Bell & Weerakkody, 2021)
Ada dua jenis terapi yang dapat dilakukan untuk kista poplitea yang tidak hilang
spontan atau tidak hilang setelah diberi pengobatan: non surgical dan surgical.
1. Nonsurgical Treatment
Mengambil cairan dengan jarum suntik (aspirasi) dapat mengurangi ukuran
kista. Kemudian kortison dapat disuntikkan ke daerah yang terkena untuk
mengurangi peradangan. Injeksi intra- artikular glukokortikoid merupakan
terapi yang sering dilakukan untuk mengatasi gejala dari osteoarthritis pada
lutut dan Kista Baker. Injeksi tersebut terbukti efektif untuk terapi jangka
pendek untuk arthritis yang sangat menyakitkan dan mengecilkan ukuran dari
Kista Baker (Riastiti, 2014; Bell & Weerakkody, 2021).
2. Surgical
Tujuan pembedahan adalah untuk membuang kista dan memperbaiki
lubang di lapisan sendi tempat kista menerobos. Sayangnya, sekitar setengah
dari waktu kista kembali, atau berulang, setelah dibuang. Ahli bedah berhati-
hati ketika menyarankan operasi untuk menghapus poplitea kista karena mereka
cenderung akan berulang. Penyembuhan sering permanen, tetapi mencegah
kembalinya kista tergantung pada keberhasilan mengobati penyebab.
Pembedahan memerlukan waktu satu jam untuk menyelesaikannya, dilakukan
baik di bawah anestesi umum atau spinal anestesi. (Riastiti, 2014; Bell &
Weerakkody, 2021).

23
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Laporan ini berisi tentang ulasan yang sistematis mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan
tatalaksana dari Baker’s Cyst, yang mempertimbangkan pilihan pengobatan
farmakologis dan nonfarmakologis. Laporan ini bertujuan agar tenaga medis dapat
lebih mengenali gejala klinis dari Baker’s Cyst dan dapat menentukan pemeriksaan
penunjang yang tepat untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Pemeriksaan penunjang
pada laporan ini difokuskan tentang pemeriksaan radiologi. Modalitas yang berperan
dalam pencitraan Baker’s cyst adalah ultrasonografi (USG) dan magnetic resonance
imaging (MRI). MRI merupakan gold standart dalam memvisualisasikan dan
mengenali massa di daerah lutut termasuk Baker’s cyst, tetapi pemeriksaan ini relatif
mahal dan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas ini sedangkan USG adalah alat
pencitraan non-invasif, mudah tersedia, akurat, dan hemat biaya untuk mendiagnosis
baker’s cyst, USG juga memungkinkan penilaian jenis massa solid atau kistik, ukuran
dan volume kista, hubungannya dengan otot, tendon, pembuluh darah yang berdekatan
dan adanya komplikasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bell, Daniel J., Weerakkody, Y. (2021). Baker Cyst. Journal Radiopaedia.org.


https://doi.org/10.53347/rID-21117

Fels Elliott D.R., Ljung BM, Patel R, Iezza G. (2018). Primary diagnosis of ruptured
biceps tendon “Baker’s type cyst” using needle aspration biopsy: A case
report. Oct; 46 (10): 870-872

Herman AM, Marzo JM. (2014). Popliteal Cysts: A Current Review. Orthopedics;
37(8): e678-84

Hyland S., Sinkler M.A., Varacallo M., (2021). Anatomy, Bony Pelvis and Lower
Limb, Popliteal Region. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
[PubMed]

Leib, A.D., Afghani Roshan, Lisa A. Foris, Mattew Varacallo. (2021). Baker’s Cyst.
In: StatPearls. Treasure Island: StatPearls Publishing

Lueders D.R., Smith J., Sellon J.L. (2016). Ultrasound-Guided Knee Procedures. Phys
Med Rehabil Clin. Aug;27(3):631-48 [PubMed]

Nanduri A, Stead T.S., Kuspaw G.E., et al. (2021). Baker’s Cyst. Cureus 13(12):
e20403. DOI 10.7759/cureus.20403

Netter, Frank H. (2014). Interactive Atlas of Human Anatomy 6th Edition. Ciba Medical
Educations & Publications

Riastiti, Yudanti. (2014). Gambaran Baker’s Cyst pada Pemeriksaan Ultrasonografi.


Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Shah A, James SL, Davies AM, Botchu R.A. (2017). Diagnostic approach to popliteal
fossa masses. Clin Radiol. Apr; 72 (4): 323-337 [PubMed].

25

Anda mungkin juga menyukai