Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH


KEPALA LEHER
HERPES ZOOSTER OTIKUS

Pembimbing :
dr. Deksa M. Nurtrifian W., Sp. THT-KL

Penyusun :
Risa Najmi 20210420151

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HANG TUAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOHAMAD SOEWANDHIE
2023
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT ILMU KEDOKTERAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


BEDAH KEPALA LEHER

HERPES ZOOSTER OTIKUS

Referat ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan kami sebagai Dokter Muda di bagian
Ilmu Kedokteran Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Mohamad Soewandhie Surabaya.

Surabaya, 12 Mei 2023

Pembimbing

dr. Deksa M. Nurtrifian W., Sp. THT-KL


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkah yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Herpes Zooster Otikus”. Penulisan referat
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada progam
pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Mohamad
Soewandhie Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu
yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada dokter pembimbing referat ini,
dr. Deksa M. Nurtrifian W., Sp. THT-KL dan seluruh dokter di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Mohamad Soewandhie Surabaya yang senantiasa membimbing
kami agar dapat menyelesaikan studi dengan baik, serta semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya referat ini.
Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan segenap
kerendahan hati, kami sebagai penulis memohon maaf apabila ada yang kurang
berkenan dan kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat
menjadi lebih baik lagi kedepannya. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Surabaya, 12 Mei 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2


2.1 Anatomi dan fisiologi telinga......................................................................... 2
2.1.1 Anatomi telinga ........................................................................................... 2
2.1.2 Fisiologi pendengaran.................................................................................. 6
2.2 Herpes Zooster Otikus .................................................................................... 7
2.2.1 Definisi ........................................................................................................ 7
2.2.2 Epidemiologi ............................................................................................... 7
2.2.3 Etiologi ........................................................................................................ 8
2.2.4 Klasifikasi .................................................................................................... 8
2.2.5 Patofisiologi................................................................................................. 9
2.2.6 Manifestasi klinis........................................................................................10
2.2.7 Diagnosa .....................................................................................................12
2.2.8 Tatalaksana .................................................................................................13
2.2.9 Komplikasi .................................................................................................15
2.2.10 Edukasi ...................................................................................................15
2.2.11 Prognosis ................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Luar ......................................................................... 2


Gambar 2.2 Aurikula............................................................................................... 3
Gambar 2.3 MAE .................................................................................................... 5
Gambar 2.4 Membran tympani ............................................................................... 7
Gambar 2.5 Patofisiologi ...................................................................................... 10
Gambar 2.6 Manifestasi klinis .............................................................................. 13

v
BAB 1
PENDAHULUAN

Herpes Zoster Otikus (HZO) atau juga disebut Ramsay Hunt Syndrome
(SRH) pertama kali dipublikasikan pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt.
Angka kejadian Herpes zoster oticus per tahunnya dinilai mengalami peningkatan
dan diperkirakan mencapai 1,5 hingga 4 kasus per 1.000 orang.
Selain itu, prevalensi kejadian HZO pada pasien usia lebih dari 60 tahun
mengalami peningkatan yakni 5 kasus per 100.000 orang HZO merupakan bagian
dari kelompok virus varicella zoster (VZV). Secara tidak langsung, HZO
berkaitan dengan manifestasi otologik yang terjadi di liang telinga luar atau
membran timpani, disertai paresis, otot wajah nyeri, adanya gangguan pengecap
pada 2/3 bagian anterior lidah, dan tuli (Uni Nurul Milenia, 2022).
Kelainan tersebut sebagai akibat virus menyerang nervus fasialis dan
nervus auditorius. Gejala lain yang sering terjadi adalah tinnitus, gangguan
pendengaran, vertigo dan nistagmus. Hal ini dapat terjadi pada semua kelompok
usia. Prevalensi pria dan wanita sama. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang
akurat pada pasien dengan Herpes zooster otikus dapat mempercepat pemulihan
dan mencegah komplikasi seperti infeksi sekunder, keterbatasan pergerakan
nervus motorik, paresis pada bagian mata, wajah, diafragma dan kandung kemih
serta neuralgia paska herpetika (Holy Ametati, 2020).
Tujuan terapi untuk mengurangi penyebaran dan lama penyakit,
mengurangi rasa nyeri dan mencegah komplikasi.Terapi HZO menggunakan
antivirus, kortikosteroid, anti inflamasi, analgetik, dan antibiotik bila terjadi
infeksi sekunder. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menegakkan
diagnosis Herpes Zooster Otikus dan penatalaksanaannya, mengingat kasus
Sindrom Ramsay Hunt yang jarang ditemui dan deteksi dini dapat mencegah
komplikasi.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi telinga

• Persarafan Telinga Eksternal

Pinna :

1. Saraf auricular yang lebih besar (C2,3) mempersarafi sebagian besar


permukaan medial pinna dan hanya bagian posterior permukaan lateral
2. Oksipital kecil (C2) menyuplai bagian atas medial permukaan.
3. Auriculotemporal (V3) mempersarafi tragus, crus of helix dan bagian
heliks yang berdekatan.
4. Cabang auricular vagus (CN X), disebut juga cabang Arnold saraf,
memasok concha dan emi yang sesuai nence pada permukaan medial.
5. Saraf wajah, yang didistribusikan dengan serabut aurikular dari vagus,
memasok concha dan retroaurikular (Dhingra, 2017).

Kanal Auditori Eksternal

1. Dinding dan atap anterior: auriculotemporal (V3).


2. Dinding dan lantai posterior: cabang auricular dari vagus (CNX).
3. Dinding posterior liang telinga juga menerima sensasi serat sory CN VII
melalui cabang auricular vagus.

2
Pada herpes zoster otikus, lesi terdistribusi di saraf wajah, yaitu concha,
bagian posterior membran tympani dan daerah postauricular (Dhingra, 2017).

Aurikula

• Tersusun dari tulang rawan elastis berbentuk pipih yang dilapisi oleh kulit
tipis dan memiliki beberapa prominensus (tonjolan) dan depresi
(cekungan).

• Satu-satunya bagian yang tidak tersusun oleh tulang rawan adalah lobule
(lobules, lobulus). Lobules terdiri dari jaringan fibrosa, lemak, dan
pembuluh darah (Moore, K. L.; Dalley, A. F.; Agur, 2018).

Gambar

3
Meatus Acusticus Externus

Gambar 2.

• Meatus Acusticus Externus berada sepanjang concha hingga membrana


tympani sekitar 2,5 cm dan dilapisi kulit yang terdapat rambut serta
kelenjar keringat yang memproduksi serumen

• 1/3 lateral: tersusun atas kerangka tulang rawan yang dilapisi kulit
berlanjut dengan kulit auricular

• 2/3 medial: tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis yang berlanjut
dengan lapisan luar membrana tympani (Moore, K. L.; Dalley, A. F.;
Agur, 2018)

4
• Membrana Tympani berdiameter 1 cm

• Merupakan membrane tipis, oval, semi transparan pada ujung medial


meatus accusticus externus

• Terdiri dari 2 bagian, yakni pars tensa bagian yang keras dan pars flaccida
yang berupa membrane tipis di atas prosesus malleus lateral (Moore,
Dalley II and Agur, 2014).
5
2.1.2 Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan masuknya energi bunyi yang


ditangkap oleh daun telinga dalam bentuk gelombang. Getaran tersebut
kemudian akan menggetarkan membran timpani yang kemudian akan
disalurkan ke telinga tengah melalui tulang pendengaran sehingga terjadi
amplifikasi getaran yang akan diterima oleh oval window. Gerakan ungkit
tulang pendengaran yang diterima oleh oval window kemudian
menggerakannya cairan perilimfa pada skala vestibuli. Membran reissner
kemudian akan mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan
gerakan pada membrana basilaris dan membran tektoria. Gerakan tersebut
kemudian akan mendefleksikan stereosilia sel rambut sehingga akan
terjadi pembukaan kanal ion dan pelepasan ion bermuatan listrik sehingga
terjadi depolarisasi sel rambut. Depolarisasi tersebut akan melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai pada
korteks pendengaran (area 39 - 40/Wernicke's area) pada lobus temporalis
(Soepardi et al., 2017).

6
Gambar 2. Struktur fisiologi telinga (Soepardi et al., 2017)

2.2 Herpes Zooster Otikus

2.2.1 Definisi

Herpes zoster oticus (HZO) atau biasa dikenal dengan Ramsay Hunt
Syndrome merupakan penyakit yang terjadi karena reaktivasi varicella zoster
virus (VZV) akut di ganglion genikulatum atau saraf pada wajah. Karena
anatominya yang berhubungan dengan anatomi kranial dan saraf tulang belakang,
dapat menimbulkan gejala-gejala seperti tinnitus, mual dan muntah, vertigo,
nistagmus, otalgia akut disertai timbulnya lesi pada kulit dan parese fasialis yg
bersifat unilateral, ruam vesikular pada telinga atau di mukosa mulut disertai
kelumpuhan saraf wajah perifer akut. Saraf kranial lainnya seperti V, IX, XI, dan
XII sering terlibat (Kunitomo, 2020)

2.2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data angka kejadian Herpes Zoster sendiri meningkat seiring


dengan bertambahnya usia yakni 30% populasi (sekitar 1 dari 3 orang) akan
mengalami Herpes Zooster selama masa hidupnya bahkan pada usia 85 tahun
yakni 50% populasi (sekitar 1 dari 2 orang) akan mengalami herpes zoster.
Sementara itu, insiden HZO tiap tahunnya diperkirakan mencapai 1,5 hingga 4
kasus per 1.000 orang. Selain itu, prevalensi kejadian HZO pada pasien usia lebih
dari 60 tahun mengalami peningkatan yaitu, 5 kasus per 100.000 orang (Uni
Nurul Milenia, 2022)..
Tingkat kejadian HZO pada laki-laki dan wanita yakni sama. Selain itu,
terbukti adanya kaitan antara insiden gangguan pendengaran pada pasien dengan
HZO berkisar antara 6,5% sampai 85% (Uni Nurul Milenia, 2022).
Herpes zoster tetap dalam keadaan laten di ganglia saraf. Selama masa
stres, akan terjadi pengaktifan kembali virus. Reaktivasi virus dapat terjadi
melalui pembedahan intervensi yang mengarah ke HZO simtomatik dan
mengaktifkan kembali Varicela Zooster Virus laten di ganglion geniculate saraf
7
wajah. HZO terjadi atas 2% hingga 10% dari semua kasus dari kelumpuhan saraf
wajah perifer akut. Pada sebuah studi melaporkan bahwa HZO yang diinduksi
oleh prevalensi kelumpuhan saraf wajah oleh reaktivasi VZV pada usia 6 sampai
15 tahun lebih tinggi dari anak usia di bawah 5 tahun (53% dibanding 9%).
Insidensi HZO pada anak sekitar 3 tiap 100.000 kasus (Swain and Paul, 2022).

2.2.3 Etiologi

Etiologi dari Herpes Zooster Otikus atau biasa dikenal dengan Ramsay
Hunt Syndrome disebabkan oleh reaktivasi virus varicella-zoster laten (VZV).
Selain itu, stres fisik dan stres emosional dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
HZO. Adapun penyebab HZO lainnya yakni usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromise, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum
tulang, terapi steroid dalam jangka panjang, stress psikologis, trauma dan tindakan
pembedahan (Uni Nurul Milenia, 2022).

2.2.4 Klasifikasi

James Ramsay Hunt mengklasifikasikan RHS menjadi empat jenis


menurut proses patologis penyakit di ganglion genikulatum, sebagai berikut:
1. Penyakit yang melibatkan bagian sensorik dari saraf kranial ketujuh (N
VII),
2. Penyakit yang melibatkan sensorik dan motorik bagian dari saraf kranial
ketujuh (N VII),
3. Penyakit yang melibatkan bagian sensorik dan motorik dari saraf kranial
ketujuh (N VII) bersama dengan gejala-gejala pendengaran,
4. Penyakit yang melibatkan sensorik dan bagian motorik dari saraf kranial
ketujuh (N VII) bersama dengan gejala pendengaran dan vestibular
(Swain and Paul, 2022).

8
2.2.5 Patofisiologi

Proses terjadinya Herpes Zooster Otikus ketika penderita telah pernah


terinfeksi varicela virus. .Reaktivasi VZV laten di ganglion geniculatum, yang
mempengaruhi saraf wajah dan saraf vestibulocochlearis. Pada gambaran
histopatologi menunjukkan perivaskular, intra-neural, dan agregasi perineural dari
sel sekitar saraf facialis pasien.
Fungsi pendengaran tergantung pada dasar struktur koklea dan retro-
koklear. Jenis gangguan pendengaran koklear terjadi karena disfungsi sel rambut
organ corti, sedangkan gangguan pendengaran tipe retro-koklear terjadi karena
defek pada saraf pendengaran dan atau lesi pada sistem pendengaran pusat.
Keterlibatan telinga bagian dalam dan Saraf Kranial (CN) VIII dapat
menunjukkan infiltrasi pada sel inflamasi yang ditemukan di koklea dan ganglia
saraf vestibular dan degenerasi telinga bagian dalam organ akhir HZO.
Keterlibatan CN VII dan VIII disebabkan oleh reaktivasi VZV di ganglion CN
VII dan penyebaran infeksi dari CN VII ke CN VIII melalui anastomosis
vestibulofacial atau vestibulocochlear.
Hal Ini didukung oleh adanya DNA VZV di ganglion geniculatum CN VII
dan saraf vestibular serta saraf koklear. Meskipun cara transmisi VZV dari CN
VII ke CN VIII tidak jelas, penularan infeksi VZV dari bula yang pecah dari
kanalis facialis ke telinga bagian dalam oval window dianggap sebagai rute
potensial untuk keterlibatan telinga bagian dalam. Untuk transmisi interneural,
penyebaran VZV melalui jaringan perineural di dalam internal saluran
pendengaran sebagai rute untuk infeksi. Keterlibatan CN VIII dan telinga bagian
dalam ditunjukkan dengan adanya sel inflamasi pada kehadiran HZO. Oleh karena
itu, inflamasi meluas oleh Infeksi VZV dari CN VIII melalui organ ujung telinga
bagian dalam pasien HZO mempengaruhi kelainan fungsi vestibulocochlear.
Keterlibatan telinga bagian dalam oleh penyebab infeksi VZV gangguan
pendengaran sensorineural sesuai bagian dari labyrinth. Mengenai 2 saraf kranial
yang terpengaruh, yaitu nervus oftalmicus dari nervus trigeminal serta saraf
facialis. Keterlibatan nervus facialis bersamaan dengan kondisi HZO lebih umum
terjadi (Swain and Paul, 2022).

9
Gambar 2.1 Patofisiologi Herpes Zooster Otikus

2.2.6 Manifestasi klinis

HZO disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster (VZV) pada ganglion
genikulatum (ganglionitis) yang memberikan efek pada nervus fasialis dan nervus
vestibulokoklear. Ganglionitis menyebabkan nyeri dan vesikel pada sebagian atau
seluruh dermatom akibatnya timbul pembengkakan serabut saraf sensoris yang
terinfeksi (ganglionitis) yang kemudian menimbulkan trias HZO yakni menekan
struktur saraf yang berdekatan yaitu serabut motorik nervus fasialis (bell's palsy),
nyeri telinga dan vesikel. Ruam vesikular eritematosa terjadi pada kanalis
aurikularis eksternal dan pinna. Adanya muncul ruam vesikel disertai pula dengan
nyeri dengan onset jam-hari setelah terinfeksi (Uni Nurul Milenia, 2022).

10
Herpes zoster otikus infeksi virus yang melibatkan ganglion genikulatum
saraf wajah. Itu adalah karakter- ditandai dengan munculnya vesikel pada
membran timpani. bran, meatus dalam, concha, dan sulkus retroauricular. Ini
mungkin melibatkan kranial VII (lebih sering) dan VIII saraf (Dhingra, 2017).

Onsetnya tiba-tiba. Pasien tidak dapat menutup matanya. Bola mata


muncul dan keluar (Bell fenomena). Air liur menggiring bola dari sudut mulut.
Wajah menjadi asimetris. Air mata mengalir turun dari mata (epifora). Nyeri di
telinga bisa mendahului atau menyertai kelumpuhan saraf. (Dhingra, 2017).

11
Beberapa mengeluh intoleransi kebisingan (kelumpuhan stapedial) atau
kehilangan rasa (keterlibatan chor- da timpani). Kelumpuhan mungkin lengkap
atau tidak lengkap.

2.2.7 Diagnosa

Diagnosis Herpes Zooster Otikus atau Ramsay Hunt Syndrome


berdasarkan anamnesis, temuan klinis, dan pemeriksaan neurologis.. Selain itu tes
reaksi berantai polimerase mungkin berguna untuk deteksi DNA virus herpes
zoster pada eksudat dari kerokan telinga, air mata, air liur, sel mononuklear darah,
atau serebrospinal cairan (Kunitomo, 2020).
Perkembangan prosedur diagnosa dan terapi memiliki dampak yang
signifikan terhadap ketepatan manajemen dan prognosis pada pasien dengan
Herpes Zooster Otikus. Diagnosis HZO dapat ditegakkan apabila terdapat empat
tipe HZO yaitu penyakit yang hanya mengenai saraf sensorik nervus fasialis,
penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis, penyakit yang
mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala auditorik, serta
penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala
auditorik dan vestibuler.

12
Pemeriksaan laboratorium diperlukan yaitu BUN, kreatinin, darah lengkap,
elektrolit, skrining antibodi anti-VZV (IgM dan IgA) (dipertimbangkan pada
pasien immunocompromised). Selain itu, Tes Tzanck (ditemukan adanya infeksi
virus dan muncul sel datia berinti banyak, berukuran besar, mengandung 4–10
inti, badan inklusi intranuklear asidofilik) dan pemeriksaan PCR yang terbukti
efektif untuk mendiagnosis dengan keberhasilan >95% .(Uni Nurul Milenia,
2022)

2.2.8 Tatalaksana

Steroid. Utilitas mereka belum terbukti di luar keraguan dalam studi yang
dikontrol dengan hati-hati. Prednisolon adalah obat pilihan. Jika pasien
melaporkan dalam 1 minggu, dosis dewasa prednisolon dibagi menjadi 1
mg/kg/hari menjadi dosis pagi dan sore hari selama 5 hari. Pasien terlihat pada
hari kelima. Jika kelumpuhan tidak lengkap atau tidak sembuh, dosis diturunkan
secara bertahap selama 5 hari berikutnya. Jika kelumpuhan tetap lengkap, dosis
yang sama terus berlanjut ued selama 10 hari dan setelah itu meruncing
berikutnya 5 hari (total 20 hari). Kontraindikasi penggunaan steroid termasuk
kehamilan, diabetes, hipertensi, ulkus peptikum, tuberkulosis paru, dan glaukoma.
Steroid telah ditemukan berguna untuk mencegah kejadian sinkinesis, air mata
buaya dan untuk mempersingkat pemulihan setiap kali kelumpuhan wajah.
Steroid dapat dikombinasikan dengan asiklovir untuk Herpes zoster oticus atau
Bell palsy. (Dhingra, 2017)

Terdapat beberapa obat yang dipilih sesuai dengan indikasi sebagai


berikut:
1. Sistemik
• Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
• Usia >50 tahun
• Dengan risiko terjadinya NPH
• HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
• Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi

13
• Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila
disertai NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi

Pilihan antivirus
• Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
• Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
• tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
• Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
• Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari

Simptomatik
• Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
• Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
• Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes
• zoster selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
• Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20
mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan
• setiap malam sebelum tidur
• Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu3,16
• Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.

Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis


• Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari
selama 1 minggu pada semua pasien.
• Rujuk ke dokter spesialis THT (PERDOSKI, 2017)

14
2.2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita HZO diantaranya


neuralgia pascaherpetik, kelumpuhan saraf, ensefalitis herpes zoster.
Prognosis HZO dipengaruhi oleh umur, pemberian terapi yang cepat dan
penyakit penyerta. HZO dapat mengakibatkan tidak hanya kelumpuhan
saraf wajah unilateral secara permanen, tetapi dapat menjadi neuropati
polikranial. Selain itu, kemungkinan yang terjadi jikatidak ditangani
segera termasuk gangguan pendengaran, vertigo, mata kering, dan
gangguan bicara(Uni Nurul Milenia, 2022)

2.2.10 Edukasi

■ Memulai pengobatan sesegera mungkin

■ Istirahat hingga stadium krustasi

■ Tidak menggaruk lesi

■ Tidak ada pantangan makanan

■ Tetap mandi

■ Mengurangi kecemasan dan ketidak pahaman pasien (PERDOSKI, 2017)

2.2.11 Prognosis Herpes Zooster Otikus

Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa. prognosis HZO


dipengaruhi oleh usia penderita, pemberian terapi yang cepat dan penyakit
penyerta yang dimiliki penderita. Prognosis pada pasien ini adalah dubia
ad vitam ad bonam. Pasien dengan HZO tidak menyebabkan kematian
karena penyakit ini tergolong self limiting disease. Quo ad sanam dubia ad
malam.
Pemberian terapi antiviral dan kortikosteroid diberikan dalam
waktu 3 hari, 4–7 hari, atau lebih dari 8 hari sesudah onset, paresis

15
mengalami perbaikan sekitar 75%, 48% and 30%. Quo ad cosmeticam
dubia ad bonam, lesi pada beberapa pasien dengan imunokompromais
dapat meninggalkan skar yang permanen (Holy Ametati, 2020).
Pada penelitian pasien dengan Herpes Zooster Otikus mencapai
tingkat pemuliha fungsi saraf wajah yang tinggi (70,4%). Kombinasi
steroid dan asiklovir mencapai tingkat pemulihan yang lebih baik
dibandingkan steroid dalam monoterapi (Da Costa Monsanto et al., 2016)

16
DAFTAR PUSTAKA

Da Costa Monsanto, R. et al. (2016) ‘Treatment and prognosis of facial palsy on


Ramsay Hunt syndrome: Results based on a review of the literature’,
International Archives of Otorhinolaryngology, 20(4), pp. 394–400. doi:
10.1055/s-0036-1584267.

Dhingra, Deeksa (2017) Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck
Surgery, Logan Turner’s Diseases of the Nose, Throat and Ear Head and Neck
Surgery: Eleventh Edition. doi: 10.1201/b19780-69.

Holy Ametati, H. D. A. (2020) ‘Herpes Zoster Otikus dengan Paresis Nervus


Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) pada Pasien Imunokompromais’, 7(1), pp. 113–
118.

Kunitomo, K. (2020) ‘Ramsay Hunt syndrome’, Postgraduate Medical Journal,


96(1133), p. 168. doi: 10.1136/postgradmedj-2019-137154.

Moore, K. L.; Dalley, A. F.; Agur, A. M. R. (2018) Moore Clinically Oriented


Anatomy Seventh Edition.

Moore, K. L., Dalley II, A. F. and Agur, A. M. R. (2014) ‘MOORE Clinically


Oriented Anatomy 7th ed.’, Wolters Kluwer-Lippincott W&W, pp. 2013–2015.

PERDOSKI (2017) PERDOSKI, Journal of Organic Chemistry. doi:


10.1021/jo900140t.

Soepardi, E. A. et al. (2017) Buku Ajar Telinga, Hidung, dan Tenggorokan FK


UI, Tht Ui.

Swain, S. K. and Paul, R. R. (2022) ‘Herpes Zoster Oticus: A Morbid Clinical


Entity’, MAMC Journal of Medical Sciences, (1), pp. 1–8. doi:
10.4103/mamcjms.mamcjms.

Uni Nurul Milenia (2022) ‘Manifestasi Otologik dari Penyakit Sistemik Herpes
Zoster Oticus’, JURNAL SYNTAX FUSION, 2(8.5.2017), pp. 2003–2005.

17

Anda mungkin juga menyukai