Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

‘’NEGLECTED OPEN LOCATIONE ANKLE DEXTRA’’

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di Departemen
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh:

Nelson Yosias Arenu

Pembimbing:

dr. Johanes A, Sp.OT (K) Spine

DEPARTEMEN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima, disetujui dan dipresentasikan di hadapan penguji, laporan kasus


dengan judul “NEGLECTED OPEN DISLOKASI ANKLE DEXTRA”

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya
di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.

Yang dilaksanakan pada:

Hari : Sabtu

Tanggal : 20 Mei 2023

Tempat : Poli Ortopedi

Menyetujui Dokter

Penguji/Pembimbing

dr. Johanes A, Sp. OT (K) Spine

i
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI LAPORAN KASUS
Nama : Nelson Yosias Arenu Moderator :
NIM :
Semester : Penilai : dr. Johanes A, Sp.OT (K) Spine

Presentasi ke :

Tgl Presentasi : 20 Mei 2023


Tanda tangan

JUDUL: “ NEGLECTED OPEN DISLOCATION ANKLE DEXTRA ”

No Variabel Yang Dinilai Nilai dalam SKS


1 Ketepatan penentuan masalah dan judul, data kepustakaan, diskusi.
2 Kelengkapan data:
 Kunjungan Rumah
 Kepustakaan
3 Analisa data:
 Logika kejadian
 Hubungan kejadian dengan teori
4 Penyampaian data:
 Cara penulisan
 Cara berbicara dan audiovisual
5 Cara diskusi:
Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis
6 Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan diskusi)
7 Daftar Pustaka
8 Total Angka

9 Rata-rata
Catatan untuk perbaikan dilihat dari segi :
- Pengetahuan :
- Keterampilan :
- Sikap :

Pembimbing Dibimbing

dr. Johanes A, Sp. OT (K) Spine Nelson Yosias Arenu

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ............................................................................ i


Lembar Penilaian Presentasi Laporan kasus ....................................... . ii
Daftar isi ................................................................................................ iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
BAB II Laporan Kasus
2.1 Identitas Penderita ................................................................. 3
2.2 Anamnesis .............................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................. 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................... 6
2.5 Diagnosa ................................................................................. 8
2.6 Rencana Tindakan ................................................................. 8
2.7 Follow Up Pre Operasi .......................................................... 8
2.8 Laporan Operasi..................................................................... 9
2.9 Terapi Post Operasi ............................................................... 9
2.10 Follow Up Post Operasi ...................................................... 9
BAB III Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi ................................................................................... 14
3.2 Epidemiologi .......................................................................... 14
3.3 Anatomi .................................................................................. 15
3.4 Etiologi ...................................................................................
3.5 Klasifikasi .............................................................................. 19
3.6 Patofisiologi ........................................................................... 20
3.7 Penatalaksanaan ..................................................................... 29
3.8 Komplikasi ............................................................................. 32
3.9 Prognosis ................................................................................ 32
BAB IV Pembahasan
4.1 Diagnosis ................................................................................ 33
4.2 Penatalaksanaan ..................................................................... 35
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan. ........................................................................... 36
Daftar Pustaka ................................................................................... 27

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari maka trauma sendi pergelangan kaki dan
terutama dari sendi talo-cruralnya, adalah trauma yang sering sekali terjadi.
Tidak hanya mereka yang memang kerjanya menggunakan sendi ini secara
dipaksakan (seperti misalnya olahragawan dan terutama pemain sepak bola)
tetapi juga para ibu yang menggunakan sepatu dengan hak yang sangat
tinggi sangat peka terkena trauma ini.

Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadinya pergeseran secara


total dari permukaan sendi dan tidak lagi bersentuhan.2 Dislokasi
menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
dislokasi bisa mengenai komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya.

Dislokasi terjadi saat tulang tergelincir dari sendi, khasnya terjadi


karena sendi mengalami penekanan tidak stabil tiba- tiba. Dislokasi berarti
tulang tidak lagi berada di tempat yang semestinya, hal ini termasuk
kegawatdaruratan yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan
pada ligamen, nervus, dan pembuluh darah.

Dislokasi atau keseleo merupakan juga cedera umum yang dapat


menyerang siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang
terlibat dengan olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko
tinggi untuk kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin
juga akan rusak, atau terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera,
ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan yang menghubungkan tulang
pada sendi, menjaga tulang di tempat sementara memungkinkan gerakan.
Dalam kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang diregangkan atau robek.
Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.

Dislokasi biasa terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin
diperlukan perbaikan bedah.

1
Dari sebuah studi pada penderita dislokasi yakni didapatkan dari 71,8%
laki-laki yang mengalami dislokasi 46,8% penderita berusia
15-29tahun;48,3% terjadi akibat kegiatan berolahraga sepakbola dan basket.
Pada wanita, tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat diantara penderita
berusia >60tahun. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh kejadian terjatuh
di rumah.1

Neglected fraktur dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur yang
tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang
lebih buruk dan bahkan kecelakaan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat ?
1.2.2 Apakah tindakan pada kasus ini sudah tepat ?

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama Inisial : Tn. B.W
Umur : 47 tahun
Tanggal Lahir : 16-11-1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dok V
Pendidikan : Strata satu
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : Doreri (Papua)
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Menikah
Nomor DM : 562516
Tanggal MRS : 12-03-2023

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesa)


2.2.1 Keluhan Utama
Luka robek di kaki sebelah kanan
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien rujukkan RS Manokwari. Datang dengan
luka robek di mata kaki sebelah kanan setelah jatuh dari tangga saat
mengganti bola lampu. Pasien jatuh dengan pijakan kaki terlipat ke dalam
dan luka terkena anak tangga. Pada saat kejadian pasien mengaku seperti
mendengar suara seperti ada suara patah pada telapak kaki kanan. Kejadian
ini berlangsung sekitar ± 1 minggu yang lalu. Saat ini pasien merasakan
nyeri pada luka. Pada saat berada di Rumah Sakit Manokwari, pasien
mengaku hanya dilakukan penanganan pembersihan luka dan pemberian
antibiotik. lalu dirujuk dikarenakan tidak ada Spesialis orthopedi di RS
tersebut. Mual dan muntah disangkal oleh pasien.

3
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
 Hipertensi (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 Alergi (disangkal)

2.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga


 Riwayat Hipertensi (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 Alergi (disangkal)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

KESADARAN GCS KEADAAN UMUM


Compos Mentis E4V5M6 Baik

Tanda Vital
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
130/70 (93x/menit) (22kali/me (36,7°C) (99%)
(mmHg) nit)

Pemeriksaan Fisik
Kepala – Leher
Mata konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)

Hidung deformitas (-)

4
sekret (-)

Telinga deformitas (-)


sekret (-)

Mulut caries (-)


oral candidiasis (-)

Leher pembesaran KGB (-)


JVP normal.
Thorax simetris ikut gerak napas
SN vesicular
Rho -/-
Whe -/-
Jantung SI – SII regular
murmur (-)
gallop (-)
Abdomen Datar
Bising usus (+) Normal
nyeri tekan (-)

Ekstremitas akral hangat, CRT < 2 detik


edema (-/-)
ulkus (-/+)

5
STATUS LOKALIS
Status Lokalis ankle joint dextra
 Look : Deformitas (+) pada pergelangan kaki, dan pergelangan
kaki kanan tidak sama dengan kaki kiri, bengkak (+),
jejas (+), tampak ulkus (+), darah (+)
 Feel : Kebas (+), tenderness (+), krepitasi (+)
 Move : ROM terbatas

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG (13/03/2023)


Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemaglobin 11,6 g/dL 13,6-17,3
Hematokrit 34,2 % 41,3-52,1
Hitung Jumlah Leukosit 20,02 103/uL 4,79-11,34
Hitung Jumlah Trombosit 561 103/uL 216-451
Hitung Jumlah Eritrosit 4,20 106/uL 4,11-5,55
PDW 6,6 fL 9,6 - 15,2
MPV 7,3 fL 9,6 - 15,2
Hitung Jenis Leukosit
Sel Basofil 0,4 % 0-1
Sel Eosinofil 3,4 % 0,7-5,4
Sel Neutrofil 76,3 % 42,5-71,0
Sel Limfosit 15,4 % 20,4-44,6
Sel Monosit 4,5 % 3,6-9,9
NLR 4,95 <3,13
IG % 5,2 %

Koagulasi
PT 11,4 detik 10,2-12.1
APTT 28,5 detik 24,8-34,4

6
Kimia darah
Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dL <= 140
SGOT 16,4 U/L <= 40
SGPT 19,4 U/L <= 41
BUN 6,1 mg/dL 7-18
Creatinin 1,02 mg/dl <= 0,95
Na,K,Cl
Natrium darah 135,10 mEq/L 135-148
Kalium darah 3,54 mEq/L 3,50-5,30
CL darah 06,50 mEq/L 96-106
Calcium Ion 1,02 mEq/L 1,15-1,35

Pemeriksaan Penunjang Radiologi

7
2.5 DIAGNOSA
Neglected Open Fraktur Dislokasi Ankle Dextra

2.6 RENCANA TINDAKAN

Open Reposisi, debridement dan ORIF

2.7 FOLLOW UP PRE OPERASI

Tanggal S O A P
13/03/2023 Nyeri pada ankle, luka KU: TSS Neglected  IVFD Nacl 0,9%
basah, bone expose (+) Kes: CM 1500cc/24jam
TD : 120/70mmHg Open fraktur  Metronidazole
N:69 x/m Dislokasi 3x500mg/8jam
R: 23 x/m  Inj. Ceftriaxone
SB: 36,6◦C Ankle Dextra 2x1gr/12jam
SpO2: 98%  Inj. Ranitidin
2x50mg/12jam
 Ganti verban setiap
hari
 Konsul Penyakit

8
dalam
 Konsul Jantung
 Konsul anestesi
 Persiapan operasi
apabila keadaan
membaik
14/03/2023 Nyeri pada ankle, luka KU: TSS Neglected  IVFD Nacl 0,9%
basah, bone expose (+) Kes: CM 1500cc/24jam
TD : 130/80mmHg Open Fraktur  Metronidazole
N:65 x/m Dislokasi 3x500mg/8jam
R: 22 x/m  Inj. Ceftriaxone
SB: 36,9◦C Ankle Dextra 2x1gr/12jam
SpO2: 98%  Inj. Ranitidin
2x50mg/12jam
 Konsul Jantung
 Konsul anestesi
 Persiapan operasi
apabila keadaan
membaik
15/03/2023 Nyeri pada ankle, luka KU: TSS Neglected  IVFD Nacl 0,9%
basah, bone expose (+) Kes: CM 1500cc/24jam
TD : 120/80mmHg Open Fraktur  Metronidazole
N:74 x/m Dislokasi 3x500mg/8jam
R: 24 x/m  Inj. Ceftriaxone
SB: 36,8◦C Ankle Dextra 2x1gr/12jam
SpO2: 99%  Inj. Ranitidin
2x50mg/12jam
 Konsul anestesi
 Persiapan operasi
apabila keadaan
membaik
16/03/2023 Nyeri pada ankle, luka KU: TSS Neglected  IVFD Nacl 0,9%
basah, bone expose (+) Kes: CM 1500cc/24jam
TD : 120/80mmHg Open Fraktur  Metronidazole
N:68 x/m Dislokasi 3x500mg/8jam
R: 22 x/m  Inj. Ceftriaxone
SB: 37,4◦C Ankle Dextra 2x1gr/12jam
SpO2: 98%  Inj. Ranitidin
2x50mg/12jam
 Operasi hari ini

2.8 LAPORAN OPERASI (16/03/2023)


 Pasien dalam posisi supinasi di atas meja operasi dalam spinal anestesi
 Desinfeksi dan prosedur drapping secara steril
 Dilakukan insisi => terdapat dislokasi regio ankle
 Dilakukan debridement, buang jaringan neglected

9
 Dilakukan reposisi (ORIF)
 Jahit luka operasi
 Tampak defek pada bagian dorsolateral pedis dextra
 Pasang book Slap
 Operasi selesai

10
2.9 TERAPI POST OPERASI
 IVFD RL 1500cc/24jam % 20 tpm
 Inj. Hypobhac 2x200mg/12jam/ iv
 Inj. Ketorolac 3x 30mg/8jam/ iv
 Inj. Ceftriaxone 2x1gr/12jam/iv
 Observasi tanda-tanda vital
 Observasi kaki kanan
 Elevasi kaki kanan
 Boleh makan-minum
 Pro RO ankle dextra AP+Lateral

11
2.10 FOLLOW UP POST OP

Tgl S O A P
17/3/23 Nyeri pada kaki KU: TSS Neglected open  IVFD RL 1500cc/24jam
kanan post operasi Kes: CM dislokasi ankle % 20 tpm
(+) TD : 100/80mmHg dextra dan soft  Inj. Hypobhac
N: 60 x/m tissue defect 2x200mg/12jam/ iv
R: 22 x/m  Inj. Ketorolac 3x
SB: 37,0◦C 30mg/8jam/ iv
SpO2: 98%  Inj. Ceftriaxone
2x1gr/12jam/iv
18/3/23 Nyeri pada kaki KU: TSS Neglected open  IVFD RL 1500cc/24jam
kanan post operasi Kes: CM dislokasi ankle % 20 tpm
(+) TD : 110/70mmHg dextra dan soft  Inj. Hypobhac
N: 68 x/m tissue defect 2x200mg/12jam/ iv
R: 23x/m  Inj. Ketorolac 3x
SB: 36,5◦C 30mg/8jam/ iv
SpO2: 98%  Inj. Ceftriaxone
2x1gr/12jam/iv
19/3/23 Nyeri pada kaki KU: TSS Neglected open  IVFD RL
kanan post operasi Kes: CM dislokasi ankle 1500cc/24jam % 20 tpm
(-) TD : 110/80mmHg dextra dan soft  Inj. Hypobhac
N: 70 x/m tissue defect 2x200mg/12jam/ iv
R: 22 x/m  Inj. Ketorolac 3x
SB: 37,0◦C 30mg/8jam/ iv
SpO2: 98%  Inj. Ceftriaxone
2x1gr/12jam/iv
 Rencana pulang besok
bila membaik
20/3/23 Nyeri pada kaki KU: TSS Neglected open  Cefixime 2x200mg p.o
kanan post operasi Kes: CM dislokasi ankle  Ranitidine 2x150mg p.o
(-) TD : 120/80mmHg dextra dan soft  Meloxicam 3x15mg p.o
N: 60 x/m tissue defect  BPL
R: 24 x/m
SB: 37,4◦C
SpO2: 99%

12
2.11 Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Dislokasi ankle adalah suatu kondisi yang ditandai oleh kerusakan dan
robeknya jaringat ikat sekitar sendi pergelangan kaki dengan perpindahan
tulang. Dikatakan recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan
habitual apabila dislokasi dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya,
keadaan ini bersifat kongenital atau akibat injeksi berkali-kali (antibiotika)
kedalam otot.

Neglected dengan atau tanpa disloksi adalah suatu dengan atau tanpa
dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya
sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau
kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.

2. ETIOLOGI

Dari segi etiologi, dislokasi dapat disebabkan oleh :


 Cedera olahraga. Olahraga yang biasanya disebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan
jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
 Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga seperti benturan
keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

Patologis : terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan


komponen vital penghubung tulang

14
3. ANATOMI

Sendi pergelangan kaki terdiri atas sebuah kantung yang dibentuk


poleh ujung-ujung bawah tibia dan fibula, yang cocok dengan bagian
atas corpus tali. Talus dapat digerakkan pada sumbu transversal dengan
cara mirip engsel, karena itu pergelangan kaki tergolong se ndi sinovial
jenis engsel. Bentuk tulang-tulang dan kekuatan ligamen-ligamen dan
tendon di sekitarnya menjadikan sendi kuat dan stabil.

Permukaan Articular
Ujung-ujung distal tibia dan fibula membentuk sebuah sosok (lekuk
dalam) yang mencakup talus. Permukaan medial malleolus lateralis
bersendi dengan permukaan lateral talus. Tibia bersendi dengan talus di
dua tempat, yaitu permukaan inferior tibia membentuk atap sosok tadi,
malleolus medialis tibia bersendi dengan permukaan medial talus.

Kedua malleolus memegang talus erat-erat sewaktu tulang ini


berumbang-ambing ke depan dan ke belakang pada gerak sendi
pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki bersifat amat stabil pada
dorsofleksi karena pada posisi ini permukaan artikular superior talus
(trochlea), mengisi pebuh sosok yang dibentuk oleh kedua malleolus.
Cengkraman kedua malleolus pada talus adalah paling kuat jika kaki
berada dalam posisi dorsofleksi karena gerak demikian mendorong

15
bagian trochlea ke belakang, dan sedikit memencarkan tibia dan fibula.
Pemencaran demikian dibatasi oleh ligamentum interosseum yang kuat
dan oleh ligamentum tibiofibulare interior posterius yang
mempersatukan tulang-tulang tungkai bawah. Pada fleksi plantar kaki
sendi pergelangan kaki relatif kurang stabil karena permukaan artikular
proksimal talus lebih sempit di sebelah posterior dan menempati sosok
tibiofibular hanya untuk sebagian.

Simpai Sendi
Capsula fibrosa bersifat tipis di sebelah depan dan bela kang,
tetapi pada kedua sisi diperkuat oleh ligamentum collaterale yang kuat.
Proksimal simpai melekat pada tepi permukaan artikular tibia dan
kedua malleolus dan distal pada talus.

Ligamentum

Di sebelah medial capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum


mediale (deltoideum) yang sangat kuat dengan puncaknya (proksimal)
melekat pada malleolus medialis. Di bawah (inferior), serat-serat
dalamnya melekat pada daerah non-artikular permukaan medial corpus
tali; serat-serat superfisial melekat pada sisi medial talus, sustentaculum
tali (ligamentum tibiotalare anterius dan ligamentum tibiotalare
posterius), ligamentum calcaneonaviculare plantare (ligamen
tibiocalcaneum) dan tuberosistasossis navicularis (ligamentum
tibionaviculare).
Ligamentum tibionaviculare,
ligamentum tibiotalare

16
anterius dan ligamentum tibiotalare posterius, dan ligamen
tibiocalcaneum merupakan bagian- bagian yang membentuk ligamentum
mediale atau deltoideum. 4

Di sebelah lateral capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum lateral yang

lebih lemah dari ligamentum mediale yang terdiri tiga bagian:

• Ligamentum talofibulare anterius yang lemah, carik yang pipih


yang berjalan dari melleolus lateralis ke permukaan late ral tallus.
• Ligamentum talofibulare posterius, berkas tebal dan cukup kuat,
melintas horisontal dalam arah medial, sedikit posterior terhadap
fossa malleoli ke tuberculum laterale tali.
• Ligamentum calcaneofibulare, seutas tali yang bulat, melintas
dalam arah posteroinferior dari ujung malleolus lateralis ke
permukaan lateral calcaneus.

Membrana Sinovial. Membran ini melapisi simpai dan berjalan sedikit ke


atas di depan ligamentum interosseum artikulasio tibiofibularis inferior.

17
Perdarahan. Arteri-arteri berasal dari rami malleolares arteriae fibularis
dan arteria tibialis posterior dan anterior.

Persarafan. Saraf-saraf berasal dari nervus tibilais dan nervus fibularis


profundus, cabang nervus fibularis communis.

Pergerakan

Fleksio (jari-jari kaki menuju ke atas) dan plantar fleksio (jari-jari


menuju ke bawah). Dorsofleksio dikerjakan oleh m. tibialis anterior, m.
extentor hallucis longus, m. extensor digitorum longus, da n m.
peroneus tertius. Peristiwa inidibatasi oleh tegangnya tendon
calcaneus, serat-serat posterior lig. Mediale, dan lig. Calcaneofibulare.
Plantarfleksio dikerjakan oleh m. gastrocnemius, m. soleus, m.
plantaris, m. peroneus longus, m. peroneus brevis, m. tibi alis posterior,
m. pleksor digitorum longus, dan m. fleksor hallucis longus. Peristiwa
ini dibatasi oleh tegangganya otot berlawanan, serat-serat anterior lig.
mediale, dan lig. talofibulare anterius.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selama dorsofleksio


sendi pergelangan kaki, bagian anterior yang lebih lebar dari trochlear

18
tali dipaksakan di antara malleolus medialis dan lateralis, yang
menyebabkannya agak terpisah dan mengencangkan ligamen art.

Tibiofibularis inferior. Susunan demikian sangat menambah kestabilan


sendi pergelangan kaki bila kaki sedang dalam posis i awal gerak maju
dalam berjalan, berlari, atau melompat. Sedangkan bila sen di
pergelangan kaki dalam keadaan plantar fleksio sempurna, ligamen
dari art. tibiofibularis inferior kurang diregangkan, dan memungkinkan
sedikit rotasi, abduksio, dan aduksio.

4. KLASIFIKASI

Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:

1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
seseorang, paling sering terlihat pada daerah panggul (hip).

2.Dislokasi spontan atau patologik

Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

3.Dislokasi traumatik

19
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang
memerlukan pertolongan segera. Hal ini membuat sistem
vaskularisasi terganggu, susunan saraf rusak dan serta
kematian dari jaringan. Trauma yang kuat membuat tulang
keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu jaringan
lain seperti merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan
sistem vaskular. Seringkali terjadi pada orang dewas a. Bila
tidak ditangani dengan segera dapat terjadi nekrosis
avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hila ngnya
pasokan darah) dan paralisis saraf.

Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :

1. Dislokasi Akut

Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan


panggul. Dislokasi ini dapat juga disertai nyeri akut serta
pembengkakan di sekitar sendi.

2. Dislokasi Kronis

Dislokasi kronis dapat dibedakan menjadi dislokasi rekuren,


berkepanjangan atau Prolonged dan kebiasaan atau Habitual.
Pada dislokasi rekuren penderita sering mengalami dislokasi
namun tidak dapat mereposisi sendiri. Pada dislokasi
berkepanjangan dapat timbul bila dislokasi akut didia mkan
saja tanpa diberikan perawatan selama berminggu-minggu.

5. PATOFIOLOGI

Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak


melakukan pemanasan yang benar sebelum melakukan olahraga
sehingga dapat memicu terjadinya dislokasi, yaitu cedera olahraga yang

20
dapat menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi sehingga struktur sendi dan ligamen menjadi rusak. Keadaan
selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan
sehingga merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid me njadi
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi yang normal. Keadaan
tersebut dikatakan sebagai dislokasi.

Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang tidak


hati-hati dalam melakukan suatu tindakan atau saat sedang berkendara
dimana tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman memungkinkan
terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan mengkompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan li gamen.
Keadaan selanjutnya yaitu terjadinya penekanan pada jaringa n tulang
yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul sehingga tulang
dapat berpindah dari posisi normal dan menyebabkan dislokasi.
Sedangkan untuk dislokasi kebiasaan atau habitual dislocation
penderita dapat berulang-ulang mengalami dislokasi dan dapat
mereposisi sendi tersebut sendiri. Pada dislokasi rekuren dan kebiasaan
umumnya sudah terjadi perubahan bentuk kapsul maupun ligamennya
maka dari itu sendi tersebut menjadi hipermobilitas.

Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti ole h frekuensi
berulang, maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang minimal,
hal disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu
(shoulder joint) dan sendi pergelangan kaki atas (patello femoral joint).
Dislokasi berulang biasanya sering dikaitkan dengan fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah akibat dari
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi berdasarkan daerah anatomis

21
1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)

Gambar 4. Dislokasi sendi bahu ( shoulder joint )

2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)

Gambar 5. Dislokasi sendi siku tangan ( elbow joint )

3. Dislokasi sendi panggul (hip joint)


Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari
daerah acetabulum (socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi
apabila daerah tersebut mengalami benturan keras seperti pada
kecelakaan mobil ataupun jatuh dari ketinggian tertentu. Pada kecelakaan
mobil, dimana akibat terbenturnya lutut membentur dashboard sehingga
terjadi deselerasi yang cepat dan tekanan dihantarkan dari femur ke
panggul.

Kadang dislokasi pada sendi panggul ini juga dapat disertai adanya
fraktur. Dislokasi pada sendi panggul merupakan jenis dislokasi yang

22
amat serius dan membutuhkan penanganan yang cepat. Diagnosis dan
terapi yang tepat untuk menghindari akibat jangka panjang dari hal ini
yaitu nekrosis avaskuler dan osteoarthritis.

Gambar 6. Dislokasi Sendi Panggul

Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi anterior dan
dislokasi posterior tergantung berat atau tidaknya trauma tersebut.

1.Dislokasi Posterior 90% dislokasi ini terjadi pada daerah


panggul, dimana tulang femur terdorong keluar dari socket atau
acetabulum arah ke belakang (backward direction). Dislokasi posterior
ditandai dengan pergelangan kaki atas (tulang femur) yang berotasi
interna dan adduksi, panggul dalam posisi fleksi namun pada bagian
lutut serta pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang
berkebalikan. Biasanya disertai juga dengan penekanan dari nervus
ischiadicus.

2. Dislokasi Anterior (Obturator Type ) → Dislokasi ini sering


disebabkan tekanan hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi
sehingga caput femur terangkat dan keluar dari acetabulum, caput
femur terlihat di depan acetabulum socketnya dengan arah maju ke
depan (forward direction) sehingga daerah panggul mengalami
abduksi dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah tubuh.

23
Klasifikasi Dislokasi Sendi Panggul Anterior menurut Epstein
yaitu :

Tipe 1 : Dislokasi superior termasuk pubis dan subspinosa 1A


Tidak terdapat fraktur

1B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur

1C Terdapat fraktur dari acetabulum

Tipe 2 : Dislokasi inferior termasuk obturator dan perineal

2A Tidak terdapat fraktur

2B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur

2C Terdapat fraktur acetabulum

4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)

Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya


ligamen yang berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut
tersebut. Ligamen yang paling sering mengalami cedera dalam
hal ini yaitu Ligamentum Krusiatum, dimana hal ini dapat terjadi
ketika bagian lateral dari lutut mengalami suatu tekanan atau
benturan keras. Padahal ligamen ini membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk penyembuhannya. Dislokasi sendi lutut atau
patella ini dapat menyebabkan cederanya otot quadriceps, yang
akan memperparah dalam hal ini terutama bila terjadi efusi pada
bagian lutut atau dalam keadaan terlalu cepat melakukan
pemanasan, dan terlalu cepat untuk kembali melakukan suatu
aktivitas (olahraga). Dislokasi pada sendi lutut jarang terjadi. Hal
ini terjadi akibat trauma yang cukup besar seperti terjatuh,
tabrakan mobil, dan cedera yang terjadi secara cepat. Bila sendi
lutut mengalami dislokasi, maka akan terlihat terjadinya

24
deformitas. Bentuk dari kaki akan terlihat bengkok atau
mengalami angulasi. Kadang dislokasi pada sendi lutut ini akan
mengalami relokasi secara sendiri. Lutut dalam hal ini akan
menjadi sangat bengkak dan sakit.

Gambar 7. Dislokasi Sendi Lutut

5. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)

Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi


dimana rusaknya dan robeknya jaringan konektif di sekitar pergelangan
kaki disertai dengan berubahnya posisi tulang dalam suatu daerah
persendian. Pergelangan kaki terdiri dari dua tulang yait u tulang fibula
dan tibia yang berdampingan. Kedua tulang ini turut membangun
persendian pada pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki terdiri atas
kapsul sendi dan beberapa ligamen yang membantu kestabilan dari
persendian. Dalam pergerakannya, stretching atau pemanasan yang
berlebihan dapat merusak dari jaringan konektif yang ada, sehingga
tulang pada persendian ini dapat keluar dari posisi normalnya atau
mengalami dislokasi.

25
Gambar 8. Dislokasi Pergelangan Kaki

Dislokasi pergelangan kaki biasanya terjadi akibat trauma atau


terjadi dorongan yang keras terhadap tulang pergelangan se hingga
terpisah. Hal ini dapat terjadi akibat benturan langsung, kecelakaan
motor atau pun cedera berat pada pergelangan tersebut (severe
sprain). Mekanisme dari dislokasi ini terjadi sebagai kombinasi dari
posisi plantar flexi pada bagian pergelangan kaki namun kaki juga
mengalami baik inversi maupun eversi agar dapat menahan be ban.

Seseorang dengan dislokasi pada pergelangan kakinya biasanya


akan merasakan nyeri yang sangat hebat ketika mengalami cedera.
Nyeri tersebut bahkan dapat membuat pasien tidak dapat melakukan
aktivitas serta menahan beban sama sekali. Nyeri biasanya dirasakan
pada bagian pergelangan kaki namun dapat terjadi penjalaran nyeri
pada bagian kaki sekitarnya. Nyeri sendiri dapat dirasakan ketika
bagian pergelangan kaki tersebut disentuh. Selain nyeri didapatkan
juga bengkak dalam hal ini. Pergerakan dari sendi lutut ini juga akan
semakin terbatas akibat membengkaknya daerah sendi dalam hal ini.
Mati rasa atau kebas dan kesemutan juga dapat dirasakan.

26
6. DIAGNOSIS
1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya riwayat


trauma, bagaimana mekanisme terjadinya trauma, apakah ter asa
ada sendi yang keluar, bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi
pada dislokasi rekuren atau habitual.

2. Pemeriksaan Fisik

Look

a) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang


mengalami dislokasi

b) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang


mengalami dislokasi

c) Tampak adanya perubahan warna (lebam) pada daerah yang


mengalami dislokasi sendi

d) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang


mengalami dislokasi

e) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang


mengalami dislokasi

f) Tampak adanya perubahan warna (lebam) pada daerah yang


mengalami dislokasi sendi

Feel

Didapatkan nyeri tekan pada daerah sendi yang cedera.

Move

Akan terlihat keterbatasan pada pergerakan sendi baik pada


pergerakan sendi secara aktif maupun pasif serta ketidakstabilan

27
pada pergerakan pasien serta dinilainya kekuatan otot pada
daerah persendian.

Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis pada


daerah persendian yang mengalami cedera untuk mengetahu i
apakah terdapat cedera persarafan pada daerah tersebut yang
dapat menjadi komplikasi dini dari dislokasi.

7. GEJALA KLINIS
• Adanya mati rasa atau tebal dan kesemutan pada daerah persendian
• Adanya rasa nyeri terutama bila sendi tersebut digunakan atau
diberikan beban
• Pergerakan dari sendi yang menjadi sangat terbatas
• Terdapat bengkak dan kebiruan atau memar pada daerah
persendian.
• Sendi terlihat tidak pada posisi sebenarnya, adanya perubahan
warna maupun bentuk (adanya deformitas yaitu hilangnya t onjolan
tulang yang normal)
• Dislokasi posterior merupakan kondisi yg paling umum pada
dislokasi ankle. Talus yang bergerak kearah posterior
menghasilkan distrupsi sindemosis tibiofibular (jenis se ndi dengan
tulang-tulang yang disatukan oleh jaringan ikat fibrosa yang
membentuk membran atau ligamen antarulang) pada dislokasi
posterior.
• Kondisi dislokasi anterior terjadi akibat tekanan posterior
menyebabkan tibia menjadi dorsofleksi.
• Dislokasi lateral terjadi akibat tekanan inversi atau rotasi
internal-eksternal dari ankle. Kondisi ini sering disertai adanya
fraktur maleolus lateralis atau fraktur tibia.Dan dislokasi superior
disertai dengan fraktur kalkaneus sehingga perlu dievaluasi adanya
injuri spina

28
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Penunjang
a) X-Ray : dilakukan pemeriksaan berupa foto rontgen pada daerah
dari persendin yang mengalami cedera, hal ini juga dilakukan
guna memastikan apakah terdapat fraktur juga pada tulang di
daerah persendian. Bisa juga dilakukan pemeriksaan radiologi
melalui CT Scan ataupun MRI.

Gambar 4. Foto Rontgen Dislokasi

b) Arteriogram : hal ini dilakukan guna melihat apakah ter dapat


cedera pada pembuluh darah pada daerah persendian yang
mengalami dislokasi.

9. TATALAKSANA

Penanganan umum untuk semua pasien trauma tetap


berpegang pada prinsip ATLS (Advanced Trauma Life Support)
yakni selalu menangani hal-hal yang mengancam nyawa terlebih
dahulu meliputi airway, breathing dan circulation. Pada dislokasi
akut jarang diperlukan tindakan terbuka, meskipun demikian
tindakan yang dilakukan dengan paksa harus dilakukan secara
hati-hati karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih

29
berat ataupun komplikasi fraktur. Yang perlu diingat adalah dapat
terjadi interposisi jaringan lunak yang menghalangi usaha reposisi
kita yang sering kali memaksa kita untuk melakukan tindakan
terbuka.

Dislokasi akut semestinya dilakukan reposisi sesegera


mungkin untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, meskipun perlu
disadari reposisi yang segera ini belum menjamin bahwa
komplikasi lanjut (seperti fraktur-dislokasi, cedera saraf, cedera
pembuluh darah, dll) tidak akan terjadi. Tindakan reposisi sering
kali memerlukan bantuan anestesi agar tidak terasanya nyeri,
meskipun demikian kadang dapat dilakukan tanpa pembiusan yaitu
pada periode shock jaringan.

1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi


dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan cara menarik
persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang.
Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat kejadia n tanpa
anastesi. Namun tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan
reduksi ringan, maka diperlukan reposisi dengan anastesi lokal
dan obat – obat penahan rasa sakit. Reposisi tidak dapat
dilakukan jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat,
disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap pende rita
bahkan dapat menyebabkan syok neurogenik, ataupun
menimbulkan fraktur. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi
sendi panggul memerlukan anestesi umum terlebih dahulu
sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips
atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa
hari beberapa minggu setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga
sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran sendi,
sendi tetap disangga saat latihan.

30
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen
bahkan fraktur pada tulang yang dapat semakin memperparah
hal tersebut, maka untuk mencegah hal tersebut setelah
dilakukan pemeriksaan dan penanangan awal maka perlu
dilakukan rujukan segera kepada spesialis ortopedi sehi ngga
dapat diperiksa dan ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya
operasi atau tindakan pembedahan)

Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :

1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah sekitar

persendian

2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup

3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi berulang,

osteonecrosis serta arthritis pasca trauma

Open reduction

Indikasi

• Bila gagal dicapai reposisi anatomis yang dikehendaki


• Bila hasil reposisi tidak stabil. Biasanya bila ada fragment tulang
(fraktur dilokasi)
• Terjadi cedera saraf setelah tindakan reposisi tertutup
• Adanya cedera vascular sebelum reposisi dan masih tetap terjadi
setelah reposisi
• Kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan metode
Bristow. labium glenoid dan kapsul yang robek dan metode
Putti-Platt untuk memendekkan kapsul anterior dan
subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih. Metode
operasi lain yang dilakukan adalah metode Bankart untuk
memperbaiki.

31
10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi


diantaranya

1. Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada


daerah otot yang dipersarafi.

2. Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat


menyebabkan avaskulernekrosis (osteonekrosis).

3. Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari


pasien

11. PROGNOSIS

Prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik apabila


tidak terdapat komplikasi lebih lanjut, dimana hal terse but
didukung dengan dilakukannya fisioterapi yang rutin pada daerah
persendian tersebut sehingga fungsi dari sendi dapat kembali
normal dalam beberapa bulan.

32
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?


Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara
total dari permukaan sendi. Dislokasi ankle adalah suatu kondisi yang
ditandai oleh kerusakan dan robeknya jaringan ikat sekitar sendi
pergelangan kaki dengan perpindahan tulang.
Dan Neglected fracture dengan atau tanpa disloksi adalah suatu fraktur
dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan
tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan dalam
penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.

Kasus Teori

1.Pasien mengeluhkan Gejala klinis pada neglected dislokasi


pergelangan kaki kanan tidak ankle yang biasanya didapatkan pada
dapat digerakan dan terasa anamnesa:
nyeri
1.Pasien datang dengan suatu trauma.
2.Pergelangan kaki kanan
sulit digerakkan sejak ±
2.Didapatkan nyeri yang hebat serta
gangguan pergerakan sendi kaki.
1bulan yang lalu. Hal ini
Daerah yang mengalami dislokasi akan
terjadi dikarenakan pasien
ditopang dengan kaki lainnya untuk
mengalami cedera trauma ketika
mengurangi pergerakan dan nyeri yang
menjadikan kaki sebagai pijakan
muncul
bertumpu ketika terjatuh tetapi
mengenai anak tangga 3.Tidak ditangani atau ditangani dengan
tidak semestinya sehingga mengalami
3.Pasien dilakukan pertolongan
ketelambatan dalam penanganan atau
awal di rumah sakit dan akhirnya
kondisi yang lebuh buruk
dirujuk pada TS orthopedi di
rumah sakit rujukan

33
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan :

Kasus Teori

 Look : Deformitas (+) pada Pada pemeriksaan fisik:


pergelangan kaki, dan pergelangan
kaki kanan tidak sama dengan kaki Inspeksi:
kiri, bengkak (+), jejas (+), tampak Terdapat perubahan posisi anggota gerak,
ulkus (+), darah (+) dimana terdapat tonjolan pada bagian depan
 Feel : Kebas (+), nyeri ankle akibat tibia yang bergeser ke arah
tekan (+), krepitasi (+) anterior
 Move : ROM terbatas • Ekspresi wajah terlihat kesakitan

akibat menahan nyeri


• Tidak terdapat luka pada daerah

trauma
• Didapatkan ankle terdapat nyeri tekan,

dan adanya gangguan gerak sendi


kaki
Palpasi:

• Nyeri tekan (+)


• Krepitasi (+)
Pergerakan:
• Setiap pergerakan akan
menyebabkan nyeri. Penderita tidak
mampu menggerakkan kakinya
• Ada keterbatasan/ketidakmampuan
dalam melakukan suatu gerakan.

Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan


darah lengkap dan juga foto radiologi, hal ini guna menunjang dalam menegakkan
diagnosa. Dan dalam teori, pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan
diagnosa dislokasi ini yakni pemeriksaan darah lengkap dan juga foto radiologi
pada ankle joint tersebut atau bagian tulang yang mengalami dislokasi.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yakni, diagnosa pasien ini sudah tepat
berdasarkan teori baik anamnesa, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan
penunjang yakni didiagnosa dengan “ neglected open dislokasi ankle dextra”

34
4.2 Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah tepat?
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana sudah tepat, berupa :

Kasus Teori
Pada pasien ini diberikan tatalaksana • Penatalaksanaan kasus dislokasi anterior
ankle dapat dilakukan secara konservatif
medikamentosa berupa pemberian
dan operatif
obat antibiotik yakni ceftriaxon dan • Pilihan terapi konservatif berupa reposisi
tertutup dengan manuver Kocher
juga metronidazole, selain itu pasien
dilanjutkan immobilisasi dengan verban
juga dilakukan operasi yakni Velpeau atau collar cuff selama lebih
kurang 3 minggu.
reposisi,debridement dan juga ORIF
• Pada dislokasi yang tidak dapat
(Open Reduction and Internal direposisi secara tertutup maka akan
Fixation) dilakukan tindakan operatif

35
BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
 Diagnosa pada pasien ini sudah tepat yaitu neglected open dislokasi ankle
dextra sesuai dari anamnesa mekanisme terjadinya dan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
 Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat yaitu reposisi, debridement, dan
Orif (Open reduction and internal fixation) dan juga sesuai dengan
pemeriksaan fisik pada pasien.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A Graham & Solomon, Louis. 1995. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley.
Jakarta : Widya Medika.: Widya Medika.
2. Dock Elly. Dislocations. Healthline. 2017 September 14. Available from
https://www.healthline.com/health/dislocation#overview1
3. Sufitni. (2004). Cedera Extremitas superior. USU digital library, 1-7
4. Keith L. Moore, Anne M.R. Agur, (2002). Anatomi dan fisiologi dasar. Jakarta
: EGC. [4] Sommerville,I. (2007). Software Engineering, (8th Edition)
5. Richard S. Snell 1998; Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian
ke-. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 120-131.
6. Kimberlé W. Crenshaw, Race, Gender, and Sexual Harassment, 65 S. Cal. L.
Rev. 1467 (1992). Available at:
https://scholarship.law.columbia.edu/faculty_scholarship/2867
7. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan ke 5 ;
edisi ke tiga ;Yarsif Watampone, Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai