Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN CLOSE FRAKTUR MANUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
1. ANNISA FEBRIANTI
2. CHYNTYA MAYANG SARI
3. FEDZEL ALBAROKAH
4. INTAN BETRA LADIBA MARSALE
5. JUN TIARA
6.NORA SINTIA
7. PUPUT DESI AMELIA
8. SELLA
9. TRIA ROUDHOTUL

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Lindesi Yanti, S.Pd., S.Kep., M.kes., M.Kep

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


STIKES HESTI WIRA SRIWIJAYA
PRODI KEPERAWATAN
TA 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb

Dengan segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan tugas asuhan keperawatan gadar ini dengan judul Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Close Fraktur Manus tepat pada
waktunya. Kami menyadari sebagai penulis dalam tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan serta pengalaman
yang kami miliki. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang bersifat membangun yang bertujuan untuk kesempurnaan penyusunan tugas
yang akan datang. Dalam penyelesaian penulisan tugas ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan pihak-pihak yang berperan dalam penulisan tugas ini, maka
dari itu kami sangat membutuhkan saran dan kritik dari pada pembaca.

Hormat Kami

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................3
A. Pengertian....................................................................................................................3
B. Tanda Dan Gejala........................................................................................................3
C. Etiologi........................................................................................................................3
D. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................4
E. Komplikasi..................................................................................................................4
F. WOC...............................................................................................................................5
G. Penatalaksanaan Medik...............................................................................................5
BAB III KONSEP KEPERAWATAN.......................................................................................8
A. Pengkajian.........................................................................................................................8
B. Secondary Survey..............................................................................................................9
C. Anamnesis...................................................................................................................9
D. Pemeriksaan Fisik......................................................................................................10
E. Diagnosis Keperawatan (sesuai Woc).......................................................................12
F. Intervensi.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan kehidupan masyarakat telah banyak mengalami perubahan, salah
satunya dalam bidang transportasi. Banyak perusahaan transportasi yang
menawarkan produk kendaraan bermotor kepada masyarakat. Di Indonesia yang
jumlah masyarakat menengah ke bawah lebih banyak dibandingkan masyarakat
menengah ke atas, mereka lebih memilih atau menyukai kendaraan pribadi
berjenis sepeda motor. Hal ini meningkatkan jumlah kendaraan bermotor di jalan
raya. Menurut polisi, banyaknya kecelakaan juga dipengaruhi oleh banyaknya
kendaraan bermotor. Kecelakaan merupakan pembunuh terbesar di Indonesia
(Kementerian Perhubungan, 2010).
Selain kematian, kecelakaan juga dapat menimbulkan akibat lain yaitu patah
tulang, hingga dapat menjadi luka jika tidak ditangani dengan benar dan cepat.
Ropyanto (2011) menyatakan bahwa hampir 1,3 juta orang meninggal akibat
kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia, yakni. 3000 orang setiap hari, dan sekitar
6 juta orang terluka setiap tahunnya (Kementerian Kesehatan, 2007 dan WHO,
2011). Indonesia memiliki kejadian patah tulang sebanyak 1,3 juta orang per
tahun dan jumlah penduduk 238 juta jiwa, terbesar di Asia Tenggara. Frekuensi
patah tulang ekstremitas bawah sekitar 46,2% dari seluruh kecelakaan. Hasil
Penelitian Kelompok Penelitian Kementerian Kesehatan RI (2007) menunjukkan
bahwa 25% korban patah tulang mengalami kematian, 45% mengalami luka fisik,
dan 15% mengalami tekanan psikis bahkan depresi, dan 10% mengalami
pemulihan yang baik.
Informasi yang diperoleh penulis saat pelatihan laboratorium klinik di Unit
Gawat Darurat RS Kristen Jombang Mojowarno, 9-22 Maret 2015 menunjukkan
bahwa dari 512 klien yang datang ke IGD, 8 klien mengalami patah tulang CF
(fraktur proksimal) primer yaitu 5 kasus. (3 CF Klavikula, 1 CF Radius 1/3 Distal
Kiri). .lebih banyak tekanan yang diberikan dibandingkan dengan apa yang dapat
diserapnya (Smeltzer, 2001).
Tulang bersifat rapuh, namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas
untuk menahannya. Namun, jika tekanan eksternal yang masuk lebih besar dari

1
apa yang dapat diserap oleh tulang, maka tulang trauma terjadi. , mengakibatkan
kontinuitas tulang Setelah patah tulang, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf korteks serebral, sumsum tulang dan jaringan lunak yang menutupi tulang
rusak.
Peran perawat dalam penanganan patah tulang merupakan tindakan perawat
yang terencana dengan cepat dan tepat, mengingat patah tulang dapat berakibat
serius dan menimbulkan perdarahan jika tidak segera ditangani. Kerja sama
dengan tenaga kesehatan lain dan penyelesaian permasalahan sekunder akibat
patah tulang dalam pemberian obat serta perencanaan proses rehabilitasi dapat
dilakukan sedemikian rupa sehingga pertolongan yang diberikan dapat berjalan
secara komprehensif dan maksimal dalam kaitannya dengan kesembuhan klien
yang diidapnya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh tatalaksana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
close fraktur manus.
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui karakteristik klien dengan diagnosa Close Fracture
Manus.
2. Mampu mendiagnosa klien dengan Close Fracture Manus.
3. Mampu mengintervensi klien dengan diagnosa Close FractureManus.
4. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Close Fracture Manus.
5. Selaku mahasiswa mampu mengetahui cara mendiagnosa dan
intervensi apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani klien
dengan diagnosa Close Fracture Manus.

C. Manfaat
Manfaat asuhan keperawatan ini agar dapat membantu mahasiswa dalam
menentukan diagnosa penyakit terkait.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Ini biasanya disertai
dengan luka di sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka pada organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur juga terjadi ketika tulang mengalami tekanan yang lebih
besar dari yang dapat diabaikan. (Smeltzer, 2001).
Terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, atau bahkan kontraksi otot ekstrim
dikenal sebagai fraktur. (Brunner & Sudarth, 2002). Terputusnya jaringan tulang
atau tulang rawan akibat rudapaksa disebut fraktur atau patah tulang. (Mansjoer,
2007).

B. Tanda Dan Gejala


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

C. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma
Dalam hal ini, ketika bagian terluka di bagian yang terkena ruda paksa,
seperti ketika terkena pukulan atau benturan,
2. Trauma tidak langsung/ indirect trauma
Misalnya, jika seseorang jatuh dengan lengannya terbuka, mereka
dapat mengalami fraktur pergelangan tangan.
3. Trauma ringan
Ini terjadi ketika tulang itu sendiri rapuh atau ada risiko penyakit yang
mendasari. Ini dikenal sebagai fraktur patologis.

3
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Contoh kekuatan termasuk pemuntiran, penekukan, penekanan, dan
penarikan.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram atau MRI scans.
3. Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.
5. Pemeriksaan darah lengkap.

E. Komplikasi
a. Komplikasi awal/dini
1) Syock hipovolemik atau traumatik
Fraktur pada ekstremitas, thorax, pelvis, dan vertebra dapat terjadi
sebagai akibat dari perdarahan (kehilangan darah baik eksterna
maupun tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak. Tulang dapat mengalami kehilangan darah yang signifikan
sebagai akibat dari trauma, karena tulang memiliki banyak pembuluh
darah.
2) fat emboli
Karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah. Ini
dapat terjadi karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres
pasien. Hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia adalah tanda
khasnya.
3) Kompartmen Syndrome
satu efek samping dari gips. Saat perfusi jaringan otot kurang dari
yang dibutuhkan, terjadi sindrom pembagian. Hal ini dapat disebabkan
oleh perdarahan, peningkatan isi kompartemen otot karean edema,
atau penurunan ukuran kompartemen otot karean edema balutan yang
menjerat. Pasien biasanya mengeluh nyeri pada ekstremitas distal ke
bawah, pucat, parastesia atau baal, dan penurunan refill kapiler.
4) Infeksi
Semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi.

4
b. Komplikasi lambat
1) Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya (penyatuan yang tidak bagus).
2) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal (tahap
penyembuhan yang lama).
3) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali.

F. WOC

G. Penatalaksanaan Medik
Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus
fraktur, yaitu:
a) Menghilangkan rasa nyeri
Setelah fraktur patah, nyeri muncul karena luka di sekitar jaringan
tulang yang patah daripada fraktur itu sendiri. Untuk mengurangi rasa
sakit, ada dua opsi: pengobatan analgesik dan teknik imobilisasi, yang
dapat mencakup pemsangan gips atau bidai.
b) Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur

5
Baik gips maupun bidai tidak dapat mempertahankan posisi mereka
untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, metode yang lebih baik
diperlukan lagi, seperti fiksasi eksternal, fiksasi internal, atau traksi
kontinyu, tergantung pada jenis frakturnya.
c) Penyatuan Tulang Kembali
Tulang yang patah biasanya akan menyatu dalam waktu empat
minggu dan akan menyatu sepenuhnya dalam enam bulan. Namun,
terkadang terjadi masalah yang menghalangi penyatuan tulang, yang
menyebabkan penggantian tulang diperlukan..
d) Mengembalikan Fungsi Seperti Semula
Jika Anda tidak bergerak dengan cepat, otot Anda akan menjadi lebih
kecil dan kaku, jadi Anda harus menggunakan alat bantu mobilitas
seperti walker atau cruck.
1. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan menurut Smeltzer, (2015) dalam (Antoni,
2019) sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan
nyeri yang tepat (mis. Meninggikan skremitas setinggi jantung,
menggunakan analgesic sesuai resep
2) Ajarkan latihan-latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk
berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat,
alat bantu berjalan atau walker)
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman
4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai
kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan
diri, informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan
perlunya supervise layanan kesehatan yang berkelanjutan.
b. Penatalaksanaan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah infeksi luka,
jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang

6
dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka terdapat resiko
osteomyelitis, tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotic IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan skremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neurovascular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-
tanda infeksi

7
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Primary Survey
Primary survey dan secondary survey terdiri dari penilaian awal pasien
trauma. Proses penilaian, intervensi, dan evaluasi yang berkelanjutan terlibat
dalam primary survey, yang terdiri dari komponen berikut:. (Ulya, 2019)

i. Airway (Jalan Nafas)


Langkah pertama dalam penanganan pasien trauma adalah evaluasi jalan
nafas. Ini dilakukan sambil menstabilkan leher pasien, tetapkan kepala dan leher
pada posisi netral dengan menggunakan lengan servikal untuk melihat posisi
leher. Periksa apakah ada obstruksi, suara, atau sumbatan jalan nafas..
ii. Breathing (Pernafasan)
Masalah pernafasan pada pasien trauma dapat berasal dari gangguan
pertukaran udara, perfusi, atau kondisi neurologis pasien. Perhatikan pernafasan
spontan dan catat kedalaman, kecepatan, dan usaha nafas. Ini akan membantu
Anda menilai pernafasan. Selain itu, periksa auskultasi pernafasan dan
penggunaan otot bantu pernafasan. Lihat gerakan dada, irama dan pola nafas,
retraksi dinding dada, sesak nafas, dan kecepatan napas (RR).
iii. Circulation (Sirkulasi)
Untuk mengetahui apakah ada pendarahan, denyut nadi, dan perfusi,
pemeriksaan nadi, tekanan darah, sianosis, waktu penisian kapiler, atau
perdarahan adalah bagian penting dari evaluasi status sirkulasi pasien trauma.
iv. Disability (Status Kesadaran)
AVPU (wake (sadar); verbal (respon terhadap suara); pain (respon terhadap
rangsangan nyeri); dan unresponsive (tidak berespon) adalah cara untuk
mengukur tingkat kesadaran pasien. Selain itu, periksa kondisi pupil. Periksa
respon, kesadaran, GCS, dan pupil.
v. Exposure (Pemaparan)

8
Lepas setiap pasien secara cepat untuk memastikan apakah ada cedera,
perdarahan, atau keanehan lainnya. Test deformitas, dislokasi, kontosio, fraktur,
dan edema.
B. Secondary Survey
Pada secondary survey pmeriksaan dilakukan lengkap mulai head to toe.
(Ulya, 2019)

i. Pemeriksaan Vital Sign


Tanda-tanda vital menjadi dasar dalam penilaian selanjutnya.
ii. Memberikan Kenyamanan
Pasien dengan trauma mengalami masalah yang terkait dengan kondisi
fisik dan psikologis. Metode farmakologis dan non-farmakologis banyak
dilakukan untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien.
iii. pemeriksaan Head-To-Toe
Pemeriksaan dimulai dari kepala, muka, leher, dada, abdomen, pelvis dan
ekstremits.
iv. Periksa Permukaan Bagian Belakang
Lihat kondisi pasien untuk tanda jejas, perubahan warna, atau luka
terbuka. palpasi tulang belakang untuk mengidentifikasi benjolan, perubahan
bentuk, pergeseran atau nyeri. Sebelum menetapkan diagnosis asma, biasanya
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang..
(Puspasari, 2019)

C. Anamnesis
Yang akan ditanyakan pada pasien :
i. Apakah pasien mengalami batuk yang berulang terutama pada malam hari
menjelang dini hari?
ii. Apakan klien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpapar allergen atau polutan (pencetus)?
iii. Apakah pada waktu klien mengalami selesma (common cold), klien
merasakan sesak di dada? Apakah selesmanya menjadi berkepanjangan
(selama 10 hari atau lebih)?
iv. Apakah pasien merasakan ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk
setelah melakukan aktivitas atau olahraga?

9
v. Apakah gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya berkurang atau
hilang setelah dilakukan pemberian ( bronkodilator)?
vi. Apakah terjadi batuk, mengi, sesak di dada Ketika ada perubahan
musim/cuaca/suhu yang ekstrem (perubahan yang tiba-tiba)?
vii. Apakah ada alergi lain yang diderita?
viii. Apakah dalam keluarga ada yang mengalami asma atau alergi? (Puspasari,
2019)

D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain :
1) Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang
keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis
atau batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis.
g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah
laku, dan tingkat kesadaran
h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan
frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat
penyakit paru, dan jantung sebelumnya
i) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:


a) Sistem integumen

10
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis 27
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
11
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitat buang air
besar.
n) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan,
darah merembes atau tidak.

E. Diagnosis Keperawatan (sesuai Woc)


1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik ditandai dengan pasien
tampak meringis dan gelisah
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan Integritas
Struktur Tulang ditandai dengan pasien nyeri saat bergerak
3. Gangguan Integritas Kulit Jaringan berhubungan dengan Kelembaban
ditandai dengan pasien tampak nyeri, perdarahan, kemerahan

F. Intervensi

Tabel 3.1.
Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSIS SLKI INTERVESI


KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 jam - Identifikasi lokasi,
maka tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri
menurun - Identifikasi respon nyeri
- Meringis non verbal
menurun - Identifikasi faktor yang
12
- Sikap protektif memperberat dan
menurun memperingan nyeri
- Gelisah - Identifikasi
menurun pengetahuan dan
- Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri
menurun Terapeutik :
- Frekuensi nadi - Berikan teknik non
membaik farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan
tidur
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan Observasi :
selama 1 x 24 jam - Identifikasi adanya
maka diharapkan nyeri atau keluhan fisik
mobilitas fisik lainnya
meningkat dengan - Identifikasi toleransi
kriteria hasil : fisik melakukan
- Pergerakan ambulasi
ektremitas - Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
- Kekuatan otot darah sebelum
meningkat memulai ambulasi
- Rentang gerak - Monitor kondisi umum
(ROM) selama melakukan

13
meningkat ambulasi
Teraupetik :
- Fasilitasi aktifitas
ambulasi dengan alat
bantu
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
3 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Integritas Kulit tindakan keperawatan Observasi :
- Identifikasi penyebab
dan Jaringan selama 1 x 24 jam
gangguan integritas
maka diharapkan kulit
integritas kulit dan Terapeutik :
- Ubah posisi tiap 2 jam
jaringan meningkat
jika tirah baring
dengan kriteria hasil : - Lakukan pemijatan
- Kerusakan pada area penonjolan
tulang, jika perlu
jaringan
- Bersihkan perineal
menurun dengan air hangat,
- Kerusakan terutama selama
lapisan kulit periode diare
- Gunakan produk
menurun berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk
berbahan ringan atau
alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif

14
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta:
EGC.

Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta: EGC.

IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013 ISSN
0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan.

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta: Media


Aesculapicus.

Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, M. Judith, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosisi Keperawatan;


Diagnosisi NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil HOC. Ed.9. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai