Anda di halaman 1dari 47

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN


FRAKTUR TIBIA FIBULA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA PEKANBARU

Di Susun Oleh:

1. RubiYanto
2. Dewi Eriani
3. Yenni
4. Yoza Imelda
5. Rawiza
6. Diana Wilestafoni

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

Ns. Pradilla Dwi Savitri, S. Kep Ns. Dilgu Meri, M. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-INSYIRAH PEKANBARU
2019
2

Kata Pengantar

Ucapan puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi Agung kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Tn T Dengan
Fraktur Tibia Fibula”. Kami pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat
kekurangan pada makalah kami ini.
Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun
dari setiap pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah
berikutnya. Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami
supaya kami lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Pekanbaru, Juli 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORi

A. Pengertian fraktur ..................................................................................... 3


B. Etiologi .................................................................................................... 3
C. Manifestasi klinis ..................................................................................... 3
D. Komplikasi ............................................................................................... 4
E. Pemeriksaan Laboratorium ...................................................................... 5
F. Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 6
G. Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 6
H. Pemeriksaan penunjang fraktur ............................................................... 7
I. Asuhan Keperawatan ................................................................................

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian ............................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................
C. Intervensi .............................................................................................
D. Implementasi ........................................................................................
E. Evaluasi ................................................................................................
4

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................


5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang,


penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2008 ).

Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar
dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat
menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi
awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat
menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu
radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan
stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002)

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta


orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data
Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya
fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu
lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma
benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
(Depkes 2009).
6

Di rumah sakit Bayangkara Pekanbaru insiden kecelakaan lalu lintas


cukup tinggi ini terlihat cukup tingginya angka kejadian fraktur yang dapat
dilihat banyaknya pasien yang dirawat dengan kasus fraktur.

1.2. TUJUAN PENULISAN


a. Tujuan umum:
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur tibia
fibulla pada Tn. T di Ruang Rawat Inap Rs Bhayangkara
Pekanbaru
b. Tujuan khusus
1. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan masalah
utama fraktur tibia fibulla.
2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
masalah utama fraktur tibia fibulla.
3. Menegakkan intervensi pada pasien dengan masalah utama
fraktur tibia fibulla.
4. Melakukan implementasi pada pasien dengan masalah
utama fraktur tibia fibulla.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
masalah utama fraktur tibia fibulla.
7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umum nya di sebabkan oleh ruda paksa. (Brunner & Suddart,
2001)

Fraktur tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia dan sebelah kanan
maupun sebelah kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu
pada kaki. (E. Oswari, 2011)

B. Jenis Fraktur
1. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka ada 3 derajat :
1. Derajat 1
a. Luka dibawah 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit
c. Kontaminasi minimal
2. Derajat 2
a. Laserasi < 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak tidak luas
c. Kontaminasi sedang
3. Derajat 3
a. Luas luka 6- 8 cm
8

b. Banyak jejas kerusakan kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh


darah.
Jenis Fraktur secara khusus :
1. Greenstick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
2. Transversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Kominutif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
4. Depresi
Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
5. Kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
6. Patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada
daerah perlekatannnya.

C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur
karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
9

b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya


fraktur berjauhan.
2) Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan.
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
4) Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5) Fraktur tibia dan fibula
Terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi
atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula secara umum
akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait
dengan gangguan kesejajaran.

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak,
perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
10

darah putih, Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
A. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

B. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

.
11
12

E. Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
6. Kehilangan sensasi
7. Perdarahan

F. Komplikasi
1. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali.

G. Pemeriksan Penunjang
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
5. Pemeriksaan darah rutin dan PT APTT

H. Penatalaksanaan
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
semula.
2. Imobilisasi fraktur: Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
13

4. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan


5. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
6. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
7. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah.

I. Asuhan Keperawatan Menurut Teori


a. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan (PQRST):
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa
reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
14

d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa


nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang harin (Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
15

menghambat proses penyembuhan tulang


(Ignatavicius, Donna D, 1995).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul
ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
16

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi
nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur .
17

e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain .
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image) .
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur .
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
18

j) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada
diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif .
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Adakah erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
19

(2) Kepala
Adakah gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Adakah gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(4) Muka
Apakah wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
(5) Mata
Adakah gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Adakah lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Adakah deformitas, pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Adakah pembesaran tonsil, gusi terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Adakah pergerakan otot intercostae, gerakan dada.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
20

(c) Perkusi
Adakah suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.

(d) Auskultasi
Adakah Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
21

2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu
dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
22

diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat


benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
23

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik


khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
24

c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang


diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995)

d. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma destruksi jaringan tulang

e. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi dan Rasional
. Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut NOC: pain level dan NIC:Pain Managament
berhubungan pain control 1.1 lakukan pengkajian nyeri
dengan agen Kriteria Hasil: secara komprehensif (lokasi,
cidera - Pasien mampu karakteristik, durasi,
(terputusnya mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas)
jaringan penyebab nyeri dan 1.2 kontrol lingkungan pasien
tulang, gerakan mampu menggunakan yang dapat mempengaruhi
fragmen tehknik nonfarmakologi nyeri seperti suhu ruangan,
25

tulang, edema untuk mengurangi pencahayaan, dan kebisingan


dan cedera nyeri) 1.3 ajarkan tentang tekhnik non
pada jaringan) - Mampu mengenali nyeri farmakologi seperti teknik
(skala, intensitas, relaksasi nafas dalam
frekuensi) 1.4 berikan analgetik untuk
Menyatakan rasa mengurangi nyeri
nyaman setelah nyeri 1.5 tingkatkan istirahat
berkurang 1.6 evaluasi keefektifan control
nyeri

2. Hambatan NOC: joint movement NIC:Exercise therapy


mobilitas fisik dan mobility level (ambulation)
berhubungan Kriteria Hasil: 2.1 monitor vital sign sebelum
dengan - Peningkatan aktivitas dan sesudah latihan
kerusakan pasien 2.2 kaji kemampuan pasien
integritas - Memperagakan dalam mobilisasi
struktur tulang penggunaan alat bantu 2.3 dampingi dan bantu pasien
untuk mobilisasi saat mobilisasi dan bantu
- penuhi kebutuhan sehari hari
pasien (ADLS)
2.4 berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan
2.5 ajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
26

3. Kerusakan NOC: tissue integrity NIC: Pressure Management


integritas kulit (skin and mocus 3.1 jaga kebersihan kulit agar
berhubungan membranes) tetap bersih dan kering
dengan Kriteria Hasil: 3.2 mobilisasi pasien setiap 2
imobilitas fisik - Tidak ada luka, lesi jam sekali
pada kulit 3.3 monitor kulit aka adanya
- Perfusi jaringan baik kemerahan
- Integritas kulit yang 3.4 oleskan lotion atau minyak
baik bisa dipertahankan pada daerah yang tertekan
(sensasi, elastisitas, 3.5 monitor status niutrisi pasien
temperature, hidrasi
pigmentasi)

4. Resiko infeksi NOC: immune status, NIC: Infection Control


berhubungan and risk control 4.1 monitor vital sign pasien
dengan trauma Kriteria Hasil: 4.2 batasi pengunjung
destruksi - Klien bebas dari tanda 4.3 cuci tangan setiap sebelum
jaringan tulang dan gejala infeksi dan sesudah tindakan
- Jumlah leukosit dalam keperawatan
batas normal 4.4 pertahankan lingkungan
aseptic selama pemasangan
alat
4.5 tingkatkan intake nutrisi
27

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Nama Rumah Sakit : RS BHAYANGKARA

Tanggal pengkajian : 22 Juni 2019

Alamat : Jl. Kartini Pekanbaru

I. IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn. T

Umur : 69 Tahun

Tanggal Masuk : 20 Juni 2019

No Pendaftaran : 01.63.78

Alamat Rumah : Jl. Amd Sumbersari Tanjung Rhu

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Tani

Diagnosa Medis : Fraktur Tibia

II. ALASAN KUNJUNGAN KE RS

Pasien masuk ke Rumah Sakit Bhayangkara melalui poliklinik pada


tanggal 20 Juni 2019 dengan keluhan nyeri pada kaki kiri yang telah
28

dioperasi  4 tahun yang lalu, dan direncanakan akan dilakukan tindakan


operasi remove dan pasang pen ulang pada tanggal 21 Juni 2019

III. RIWAYAT KESEHATAN

Masalah Kesehatan

Yang pernah dialami : Klien mengatakan tidak memilki riwayat


penyakit seperti HT, DM, Jantung

Yang dirasakan saat ini :

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 22.06.2019 pukul 10.00 wib


klien mengatakan:

 nyeri pada kaki yang dioperasi


 aktifitas dibantu keluarga
 Klien tampak meringis
 Klien tampak lemah
 Tampak aktifitas dibantu keluarga
 Kesadaran Composmentis
 TTV: TD : 130/80 mmhg RR : 20 x/i HR : 88x/i S : 36,8 C
 Pemeriksaan Nyeri
P : Luka sayatan
Q : Nyeri tajam
R : Kaki kiri tungkai bagian bawah (tibia)
S : Skala nyeri 6 (sedang)
T : hilang timbul dan bertambah nyeri bila digerakkan.

Pada tanggal 23 Juni 2019 luka pasien di bersihkan dan


dilakukan aff drain, luka saat itu ditemukan basah dan bengkak karena
cairan drain tidak keluar dan hanya merembes disekitar luka.
29

I. KEBIASAAN SEHARI-HARI
A. Biologis

No Pola kebiasaan Sebelum dirawat Saat dirawat


1. Pola Makan 3x/ hari Diit yang disediakan
(nasi, lauk pauk) MBTKTP 3x /H
Habis 1 porsi Habis 1 Porsi

2. Pola minum 6-7 Gelas/hari 3-4 Gelas/hari

3. Pola tidur 7-8 jam /hari 4-5 Jam/hari

4. Pola eliminas BAK 3-4 x/hari BAK terpasang


(BAK/BAB) Warna khas Cateter
BAB 1 x/hari BAB
Warna khas, Selama di RS belum
Kuntiniutas lembek ada BAB
5. Aktivitas sehari- Bertani Tidak ada aktifitas
hari
6. Rekreasi Tidak ada Tidak ada

B. Psikologis
Keadaan emosi :
Pasien dapat menerima kenyataan mengenai penyakitnya dan
berkeinginan kuat untuk sembuh dari penyakitnya.
C. Sosial
1. Dukungan keluarga
Keluarga klien mendukung dan selalu mendampingi saat klien
sakit
30

2. Hubungan antar keluarga


Klien memiliki hubungan yag baik dengan keluarga klien lainnya
terlihat dari banyaknya kunjungan dari keluarga pasien.
3. Hubungan dengan orang lain
Klien memliki hubungan yang baik dengan orang lain klien mau
berkomunikasi dengan orang sekitar

D. Spiritual
1. Pelaksanaan ibadah
Sebelum klien dirawat klien rutin melaksanakan ibadah ke gereja
2. Keyakinan tentang kesehatan
Klien mengatakan yakin bisa sembuh dari penyakit yang
dialaminya saat ini

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis ( E4 V5 V6)
TD : 130/80 mmhg
Nadi : 88 x/i
P : 20 x/i
S : 36, 8 C
TB : 173 cm
BB : 81 Kg
Pemeriksaan Nyeri
P : Luka sayatan
Q : Nyeri tajam
R : Kaki kiri tungkai bagian bawah (tibia)
S : Skala nyeri 6 (sedang)
T : hilang timbul dan bertambah nyeri bila digerakkan.
31

B. Kebersihan Perorangan
1. Kepala

Rambut : Pendek Putih beruban tidak kotor dan tidak


berketombe

Mata : Simetris ki-ka, Skelera tidak ikterik,

Konjungtiva tidak anemis

Hidung : Simetris kiri kanan, tidak ada perdarahan atau polip

Mulut : Mukosa bibir lembab


Telinga : Simetris kiri kanan tidak ada serumen

2. Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid tidak ada


pembesaran Kelenjar getah bening

C. Dada / Thorak
1. Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri kanan
Palpasi : Fremitus kiri kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
2. Jantung
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus terba 1 jari LMCS RIC V
Perkusi : Batas Jantung Normal
Auskultasi : Irama jantung Teratur
D. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit
Palpasi : Tidak ada masa Asites
32

Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
E. Muskuloskeleta
1. Extremitas Atas
Terpasang Infus RL ditangan kanan
2. Extremitas Bawah
Tampak ada balutan luka operasi kaki sebelah kiri dan terpasang
drain dan kaki sebelah kiri tampak odema

III. INFORMASI PENUNJANG


1. Diagnosa Medis : Post op Orif Tibia Fibula
2. Laboratorium
No Hari / Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan
tanggal
1. 19.06.2019 Elektrolit Ss
Natrium 141 mEq/L 135-145 Normal
Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5,5 Normal
Chlorida 100 mEq/L 94-111 Normal
DARAH
LENGKAP
Haemoglobin 11,3 g/dL P:13-18 W:12-16 Normal
Leukosit 15.100 /mm3 4.000-11.000 Tinggi
Trombosit 261.000/mm3 150.000-450.000 Normal
Hematokrit 33,9 % P:39-54 W:36-47 Normal
KIMIA DARAH
Normal
Sgot 16 Lk 6-37 Pr 6-31
Normal
Sgpt 19 Lk 5-42 Pr 6-32
Glucosa darah
Normal
- Sewaktu 142 mg %  140
33

3.Terapi Medis

Tgl 22.06.2019

 Terpasang RL 30 Tpm
 Injeksi Cefriaxon 1 gr / 12 jam
 Ranitidin 50 mg / 12 jam
 Ketorolac 30 mg / 12 jam

IV. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

2. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan denga kerusakan integritas


struktur tulang

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinitas


jaringan (post orif tibia fibula)
34

ANALISA DATA

NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI


1. Data Subjektif Injuri fisik Nyeri akut
1. Pasien mengatakan
nyeri pada kaki kiri
post operasi dengan
karakteristik :
P : Luka sayatan
Q : Nyeri tajam
R : Kaki kiri tungkai
bagian bawah (tibia)
S : Skala nyeri 6
(sedang)
T : hilang timbul
dan bertambah nyeri
bila digerakkan.

2. pasien mengatakan
nyeri bertambah bila
beraktivitas atau kaki
digerakkan

Data Objektif
1. Pasien tampak meringis
2. Score nyeri 6
3. Pasien nampak
melindungi kaki yang
sakit
35

4. TD : 130/80
N : 100 x/i
P : 22 x/i
S : 36,8 C

2. 3. Data Subjektif : Hambatan mobilisasi Kerusakan integritas


 Pasien mengatakan fisik struktur tulang
tidak bisa
melakukan aktivitas
mandiri
Data Objektif
 Aktivitas dibantu
keluarga dan
perawat

3. Data subjektif : - Kerusakan integritas Terputusnya


Data Objektif : kulit kontinitas jaringan
1. Luka tampak basah (post orif tibia fibula)
2. Terlihat ada heating
terlepas
3. Daerah sekitar luka
tampak bengkak
36

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.T DENGAN FRAKTUR


TIBIA FIBULA

NO Dx.Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Tindakan (NIC)


(NOC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC:Pain Managament
berhubungan keperawatan 2x24 jam  lakukan pengkajian nyeri
dengan agen cidera diharapkan nyeri teratasi secara komprehensif (lokasi,
fisik dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
- Pasien mampu mengontrol frekuensi, kualitas)
nyeri (tahu penyebab nyeri  kontrol lingkungan pasien
dan mampu menggunakan yang dapat mempengaruhi
tehknik nonfarmakologi nyeri seperti suhu ruangan,
untuk mengurangi nyeri) pencahayaan, dan kebisingan
- Mampu mengenali nyeri  ajarkan tentang tekhnik non
(skala, intensitas, frekuensi) farmakologi seperti teknik
- Menyatakan rasa nyaman relaksasi nafas dalam
setelah nyeri berkurang  berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 tingkatkan istirahat
 evaluasi keefektifan control
nyeri
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Exercise terapy
mobilitas fisik keperawatan 2x24 jam  monitor vital sign
berhubungan diharapkan mobilisasi mandiri  kaji kemampuan pasien
dengan kerusakan dengan kritera : dalam mobilisasi
integritas struktur - Peningkatan aktivitas pasien  dampingi dan bantu pasien
tulang - Memperagakan penggunaan saat mobilisasi dan bantu
alat bantu untuk mobilisasi penuhi kebutuhan sehari hari
pasien (ADLS)
37

 berikan alat bantu jika pasien


membutuhkan
 ajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC: Pressure Management


integritas kulit keperawatan 2x24 jam  jaga kebersihan kulit agar
berhubungan diharapkan kerusakan tetap bersih dan kering
dengan terputusnya integritas kulit tidak terjadi,  mobilisasi pasien setiap 2
kontinitas jaringan dengan kriteria : jam sekali
(post orif tibia - Tidak ada luka, lesi pada  monitor kulit aka adanya
fibula kulit kemerahan
- Perfusi jaringan baik  oleskan lotion atau minyak
- Integritas kulit yang baik bisa pada daerah yang tertekan
dipertahankan (sensasi,  monitor status niutrisi pasien
elastisitas, temperature,
hidrasi pigmentasi)
38

CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI

N Hari/ Diagnosa Jam Implementasi Jam Evaluasi Nama


O tanggal &
TTD
1. 22/6/19 Nyeri akut 10.00  melakukan 15.00 S:-pasien
berhubung pengkajian nyeri mengatakan
an dengan secara nyeri pada
agen komprehensif bagian kaki
cidera (lokasi, post op
fisik karakteristik, -pasien
durasi, frekuensi, mengatakan
kualitas) nyeri
 mengontrol bertambah
lingkungan bila
pasien yang dapat beraktivitas
mempengaruhi atau kaki
nyeri seperti suhu digerakkan
ruangan, O : Score
pencahayaan, dan nyeri 6
kebisingan A : Masalah
 mengajarkan belum terasi
tentang tekhnik P:Intervensi
non farmakologi dilanjutkan
seperti teknik (1 – 4 )
relaksasi nafas
dalam
 memberikan
analgetik untuk
39

mengurangi nyeri
 mengevaluasi
keefektifan
kontrol nyeri

2. Hambatan 10.00  Memonitor vital 15.00 S : Pasien


mobilitas sign mengatakan
fisik  Mengkaji tidak bisa
berhubung kemampuan melakukan
an dengan pasien dalam aktivitas
kerusakan mobilisasi mandiri
integritas  Mendampingi O :Aktivitas
struktur dan bantu pasien dibantu
tulang saat mobilisasi keluarga
dan bantu penuhi dan perawat
kebutuhan sehari A : Masalah
hari pasien belum
(ADLS) teratasi
 Memberikan alat P :
bantu jika pasien Intervensi
membutuhkan dilanjutkan
 Mengajarkan
pasien bagaimana
mengubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
40

3. S :-
Kerusakan
 jaga kebersihan 15.00 O :Daerah
integritas
kulit agar tetap sekitar luka
kulit
bersih dan kering tampak
berhubung
 mobilisasi pasien bengkak
an dengan
setiap 2 jam A : Masalah
terputusna
sekali belum
kontinitas
 monitor kulit teratasi
jaringan
akan adanya P:
(post orif
kemerahan Intervensi
tibia
 oleskan lotion dilanjutkan
fibula)
atau minyak pada
daerah yang
tertekan
monitor status
nutrisi pasien

1. 23-07- Nyeri akut 10.00  melakukan 15.00 S:-pasien


2019 berhubung pengkajian nyeri mengatakan
41

an dengan secara nyeri pada


agen komprehensif bagian kaki
cidera (lokasi, post op
fisik karakteristik, berkurang
durasi, frekuensi, O : Score
kualitas) nyeri 4
 mengontrol A : Masalah
lingkungan teratasi
pasien yang dapat sebagian
mempengaruhi P:Intervensi
nyeri seperti suhu dilanjutkan
ruangan, (1 – 4 )
pencahayaan, dan
kebisingan
 mengajarkan
tentang tekhnik
non farmakologi
seperti teknik
relaksasi nafas
dalam
 memberikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
 mengevaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
42

Hambatan 10.00  Memonitor vital 15.00 S : Pasien


mobilitas sign mengatakan
fisik  Mengkaji tidak bisa
berhubung kemampuan melakukan
an dengan pasien dalam aktivitas
kerusakan mobilisasi mandiri
integritas  Mendampingi O :Aktivitas
struktur dan bantu pasien dibantu
tulang saat mobilisasi keluarga
dan bantu penuhi dan perawat
kebutuhan sehari A : Masalah
hari pasien belum
(ADLS) teratasi
 Memberikan alat P :
bantu jika pasien Intervensi
membutuhkan dilanjutkan
 Mengajarkan
pasien bagaimana
mengubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

Kerusakan  jaga kebersihan 15.00 S :-


integritas kulit agar tetap O : luka
kulit pasien di
bersih dan kering
bersihkan
berhubung  mobilisasi pasien dan
an dengan dilakukan
setiap 2 jam
aff drain,
terputusna luka saat itu
43

kontinitas sekali ditemukan


basah dan
jaringan  monitor kulit
bengkak
(post orif akan adanya karena
cairan drain
tibia kemerahan
tidak keluar
fibula)  oleskan lotion dan hanya
merembes
atau minyak pada
disekitar
daerah yang luka.
A : Masalah
tertekan
belum
monitor status
teratasi
nutrisi pasien
P:
Intervensi
dilanjutkan
44

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan kelompok dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien Tn. T. Dalam melakukan pengkajian
kelompok tidak menemukan kesulitan yang berarti., Hal ini disebabkan karena
mendapatkan dukungan dari keluarga, dimana keluarga bisa memberikan
keterangan secara koperatif
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, maka diagnosa yang dapat ditegakan
berdasarkan data subjektif dan objektif adanya perbedaan antara tinjauan
teoritis dan tinjauan kasus.
Diagnosa pada tinjauan teoritis terdiri dari 4 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma destruksi jaringan tulang

Pada tinjauan kasus penulis menegakkan 3 diagnosa keperawatan yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

2. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan denga kerusakan integritas


struktur tulang

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinitas


jaringan (post orif tibia fibula)
45

C. Intervensi Keperawat
Intervensi keperawatan mengacu pada prioritas masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan data yang didapat saat pengkajian, lalu
kelompok membandingkannnya dengan teori yang ada. Tujuan dari intervensi
yang dibuat adalah untuk mengatasi masalah yang ditemui dengan kriteria
sesuai dengan teori yang ada.

D. Implementasi Keperawatan
Tidak semua tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dan
halangan di lahan praktek serta kondisi klien yang kadang tidak
memungkinkan untuk menerapkan tindakan keperawatan berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat, tetapi kelompok sudah berusaha
melaksanakannya sesuai dengan teori yang ada.

E. Evaluasi
Untuk evaluasi kelompok melakukannya setiap hari agar dapat melihat
langsung hasil dari tindakan yang telah diberikan kepada klien dari 3 diagnosa
yang telah diangkat, ditemukan 1 diagnosa Nyeri akut teratasi sebagian
dengan score nyeri 4 sedangkan 2 diagnosa keperawatan lagi yang diangkat
belum teratasi.
46

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap
retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri banyak terjadi
kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami
fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan
fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan
kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur,
tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat,
mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat

memahami tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih hati-

hati dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta dapat membantu

pasien fraktur .
47

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Ignatavicius, Donna D. 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. W.B. Saunder Company.
Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapsis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marilynn, Doenges. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, 2005-2006 Definisi &
Klasifikasi. Philadelphia, NANDA International.
Price, Sylvia. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC.
Reeves. Charlene. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Susanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth,
Ed. 8. Jakarta : EGC.
Syamsuhidajat, R & Jong, D.W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai