Anda di halaman 1dari 60

TIC ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISLOKASI

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4
1.

DOSEN PENGAMPUH : INDRAWAN MANITU, M.Kep.,Ns

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HUSADA MANDIRI POSO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya kepada kami, sehingga tugas Asuhan Keperawatan
Dislokasi terselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang
Maha Esa. Selama penyusunan tugas ini banyak  menemui kesulitan dikarenakan
keterbatasan  referensi dan keterbatasan kami sendiri. Dengan adanya kendala dan
keterbatasan yang dimiliki maka kami berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun tugas ini dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Cianjur, 12 Juli 2020

Kelompok 4

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii

2
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi......................................................................... 3
B. Definisi Dislokasi................................................................................ 7
C. Etiologi................................................................................................ 8
D. Jenis-jenis Dislokasi............................................................................ 8
E. Manifestasi Klinis............................................................................... 10
F. Patofisiologi........................................................................................ 11
G. Pathway............................................................................................... 12
H. Komplikasi.......................................................................................... 13
I. Penatalaksanaan.................................................................................. 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan.................................................................... 16
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 17
C. Intervensi Keperawatan...................................................................... 18
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 26
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

3
Kejadian kegawatan ortopedi (emergency orthopedics) banyak dijumpai.
Penanganan emergency orthopedics telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi
yang sangat untuk menunjang penanganan emergency orthopedics. Tenaga
medis dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat
terkait dengan proses perawatan emergency orthopedics pertama kali di IGD
yang komprehensif, yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang
ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain,
strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara
bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga
rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk
meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat
mengalami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang
siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan
olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk
kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau
terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit
elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang
ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau
lebih ligamen yang diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri,
bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang
sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga

4
agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya
patah tulang atau dislokasi tulang. Kejadian dislokai yang terjadi kalau tidak
ditangani akan menjadikannya infeksi kronis yang berkepanjangan.“Once
osteomyelitis, forever” : Appley. Jangan sampai melewati Golden periode (0
s/d 6 jam) pada awalnya infestasi kuman masih melekat secara fisik, sesudah
itu akan melekat secara kimawi dan sulit dibersihkan dengan pencucian saja.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan anatomi fisiologi disloaksi ?
2. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
3. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
4. Apa jenis-jenis dislokasi ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana pathway dislokasi ?
8. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
10.Bagaimana askep teoritis di bandingkan dengan askep pada klien dislokasi
?

C. Tujuan
1. TUJUAN UMUM
Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kegawatan dalam kasus dislokasi
pada sistem Muskuloskeletal dan dapat mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien dengan kasus dislokasi menggunakan
asuhan keperawatan.

2.TUJUAN KHUSUS

a) mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kasus dialokasi


b) menentukan masalah keperawatan pada klien dengan dislokasi
c) Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan dialokasi
d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan dislokasi
e) Mampu melaksanankan evaluasi pada klien dengan dialokasi

5
3. Manfaat Penulisan
a) Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan
kesehatan khususnya untuk pasien gawat darurat yang di rawat di
ruang instalasi gawat darurat

b) Manfaat Praktis
1) Bagi RSUD Sayang-Cianjur
Dapat menjadikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan mengenai SAK (Satuan Asuhan
Keperawatan) tentang Asuhan keperawatan pada paseien kritis
yang dapat diterapkan di ruang Instalasi Gawat Darurat
2) Bagi Institusi Pendidikan
Adanya penulisan makalah ini disarankan bagi institusi pendidikan
sebagai masukan ilmiah dan referensi diskusi tambahan untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan
Gawat Darurat pada klien dengan Dislokasi
3) Bagi Perawat di Rumah Sakit
Hasil penulisan makalah ini, hendaknya dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan mandiri perawat pada pasien
dislokasi.

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus


pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat.
Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

7
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah
sel, dan jaringan kolagen.

a. Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.

8
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan
absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa
pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari
pada absorpsi tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang.
Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang
meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan
mekanis yang semakin meningkat. Perubahan membantu
mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organi
yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi
lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks
organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan
kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara
perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas
sehingga terjadi demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat
sangat berkaitan erat. Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium
tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.

9
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang
terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada
vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang,
antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus
halus.

b. Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang
ini dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita
fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya
dapat sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu
lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh
darah banyak, serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang
melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi

10
sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang
membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak
membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-
tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran
darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme
lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut.
Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru
pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa.
Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh
darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul.
Jaringan kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel
langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan
didalam plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses
peradangan dapat sangat menonjol disinovium karena didaerah tersebut
banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat banyak sel mast dan sel
lain serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang
dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan
substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan
penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
jaringan penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit,
dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat
elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding

11
pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang
disebut elastase.
B. Definisi Dislokasi
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk
sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi).
(Brunner & Suddarth. 2002).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. (Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).
C. Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia
30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan

12
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
D. Jenis-jenis Dislokasi
Jenis-jenis Dislokasi sendi yang sering ditemui dari berbagai kasus-kasus
yang ada dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi
pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri
akut dan pembengkakan disekitar sendi

13
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi biasanya sering
dikaitkan dengan patah tulang yang disebabkan berpindahnya ujung tulang
yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya
a. Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar
serta terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali
b. Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada
dianteriordan medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi
posterior), dan bawah glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang
siku.
d. Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior
dan atas acetabulum (dislokasi posterior), dianterior

14
acetabulum(dislokasi anterior), dan caput femur menembus
acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi
dicapai dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.
E. Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
F. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga

15
terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah
yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen
akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun
total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2
sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi
maka menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

G. Pathway
Etiologi

Cedera olahraga Trauma


kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal


16
dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan Spasme otot Hambatan


mobilitas fisik
mengunyah

Ketidak seimbangan Nyeri akut


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

H. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
a. Komplikasi dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati
rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang

17
menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Komplikasi lanjut
d. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
e. Kelemahan otot.
f. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
 R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
 I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
 C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
 E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.

18
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan
tenggang waktu sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya
sepuluh – dua puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau
fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.

c. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
d. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,
maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg  lalu 250mg
tiap 6jam.

19
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit
dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
a) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b) Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardi
d) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e) Capilary refil melambat
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
a) Kesemutan
b) Kelemahan

20
c) Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
d) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
4) Kenyamanan
a) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan
imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf.
b) Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
5) Keamanan
a) laserasi kulit’
b) perdarahan
c) perubahan warna
d) pembengkakan local
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
2. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka :
bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi,
akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.

21
C. Intervensi Keperawatan
6. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
1) Klien menyatakan nyeri berkurang.
2) Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
3) Edema berkurang / hilang.
4) Tekanan darah normal.
5) Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala
0 – 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi derajat
ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
2) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, pembebat, dan traksi.
Rasional : Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi
tulang / tegangan jaringan yang cedera.
3) Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional : Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan
rasa nyeri
4) Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit
dan memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan
posisi).
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan
lokal dan kelelahan otot.

22
6) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan
dan kelelahan. otot.
7) Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai
indikasi.
Rasional : Menurunkan udema/ pembentukan hematoma,
menurunkan sensasi nyeri.
8) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional : Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
7. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka :
bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi,
akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
1) Penyembuhan luka sesuai waktu.
2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna.
Rasional : Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan
masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi,
terbentuknya edema.
2) Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur
yang kering dan bebas kerutan.
Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko
abrasi/kerusakan kulit.
3) Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional: :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.

23
4) Gunakan bed matres / air matres.
Rasional : Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk
anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan
sirkulasi.
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi.
2) Klien mempertahankan posisi /fungsional.
3) Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
4) Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan
fisik aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam
meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial.
3) Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan.

24
4) Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila
traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional : Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
5) Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan
mencukur).
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan
kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri
langsung.
6) Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring
(contoh flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi
fungsi organ.
7) Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah
baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
8) Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas
dalam.
Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi
kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
9) Auskultasi bising usus.
Rasional : Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam
kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan
konstipasi.
10) Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi
urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
11) Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional : Berguna dalan membuat aktivitas individual/program
latihan.

25
9. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya
pulsasi.
2) Kulit hangat dan kering.
3) Perabaan normal.
4) Tanda vital stabil.
5) Urine output yang adekuat
Intervensi :
1) Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional : Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa
dapat normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome
karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
2) Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional : Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit
terjadi ketika sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada
syaraf.
3) Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional : Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko
terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen
syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
4) Monitor posisi / lokasi ring penyangga bidai.
Rasional : Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf,
khususnya di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
5) Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.

26
Rasional : In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
6) Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak
kontraindikasidengan adanya compartemen syndrome.
Rasional : Mencegah aliran vena / mengurangi edema.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
2) Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
3) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan
kontinuitas.
Rasional : Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat
memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
2) Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar
atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional : Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis
jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis.
3) Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan
mencuci tangan.
Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi.
4) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna
kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional : Tanda perkiraan infeksi gangren.
5) Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk
berbicara.
Rasional :

27
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
6) Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema
lokal/eritema ektremitas cedera.
Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
7) Lakukan prosedur isolasi.
Rasional : Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan
luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
8) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus
toksoid.
Rasional : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik
atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan informasi.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan
terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional : Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit
selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan
penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan
pengguanaan alat ambulasi.

28
3) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara
mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang
memerlukan bantuan.
4) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab
di bawah fraktur.
Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
5) Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional : Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk
sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan
membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
6) Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi
(massa otot kurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada
sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit dan gunakan alat bantu
mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau
tongkat.
Rasional : Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan
nyeri sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Data Pasien
Identitas pasien
Nama : Ny. O
Usia : 40 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku : Sunda
Bahasa yang digunakan : Bahasa Sund

29
Alamat Rumah : Tangkil karet Cianjur
Sumber Biaya : Umum
Tanggal Masuk RS : 10 juli 2020
Diagnosa Medis : Dislokasi sholder dx
No CM : 932050

Sumber Informasi (penanggung jawab)


Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Hubungan dengan klien : Istri
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kp. Tangkil Cikaret Cianjur

Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bahu sebelah kanan
Riwayat Kesehatan saat pengkajian (PQRST)
Klien mengatakan nyeri pada bahu sebelah kanan, dan bertambah
berat jika tangan kanan di gerakan. Nyeri di rasakan di bahu kanan,
Skala nyeri 6 (skala nyeri 1-10). Nyeri dirasakan sepanjang waktu
Riwayat Kesehatan Masuk RS
Klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, berdasarkan pengakuan
klien dan keluarga klien sedang berangkat menuju pasar dengan
mengunakan motor, klien terjatuh dari motor dan bahu nya
terbentur aspal dengan tangan kanan sulit di gerakan.
Riawayat Kesehatan Masa Lalu

30
Menurut keterangan klien dan keluarga klien belum pernah
mengalami kecelakaan sebelumnya, dan klien tidak punya riwayat
penyakit apapun.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Berdasarkan hasil wawancara dengan klien tidak ada satu anggota
keluaraga pun yang meemiliki riwayat penyakit bawaan.
Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau obat
ataupi factor allergen lainnya.

Riwayat Psikososial
Klien mengatakan merasa kaget dengan kejadian kecelakaan yang
terjadi.

Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos mentis,
GCS : E4 V5 M 6
Triase : A : sadar penuh
V : berbicara jelas, koperatif
P : nyeri, skala 6(1-10)
U:-
Tekanan Darah : 110/ 80 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,7 º C
Respirasi : 24x/menit

Pemeriksan Primer
A. Airway
Nafas spontan,sesak (-), suara napas normal, sputum (-), RR
24x/mnt, pangkal lidah tidak jatuh kebelakang.

31
B. Breathing
Pola napas normal, bunyi napas vesikuler, irama napas teratur,
retraksi dada (-), cuping hidung (-), ronchi (-), whezing (-)
C. Cirkulasi
Akral hangat, anemis (-), sianosis (-), CRT <2", TD 110/70, N
88x/mnt, turgor <2", perdarahan (-(
Pemeriksaan Skunder
D. Disability
Kesadaran kompos mentis, gcs E4V5M6, klien mengeluh nyeri
di bahu kanan dan memperberat bila di gerakan, tangan kanan
sulit di gerakan, Skala nyeri 6 (1-10), klien terlihat meringis
bila bahu di sentuh dan di gerakan.
E. Exposure

Tidak ada luka dan benjolan di kepala, perdarahan (-), ada jejas
di bahu kanan, klien Sulit mengerakan tangan kanan, asa luka
lecet di tangan kanan, luka lecet di lutut kanan, pergerakan
tangan kiri, ke dua kaki bisa di gerakan Tampa ada kendala.
F. Fahrenheit
Akral hangat, suhu 36,7 °C,

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
tanggal Hasil pemeriksaan Nilai normal
Hb = 11 g/dl 12-16 g/dL
Hematokrit =23,3 % 37-47 %
Leukosit =6600 µl 4,8-10,8 .1000
Trombosit 156. 000

2. Rongent
Foto thorak : cor normal, tidak ada pembengkakan jantung,
OS Costa normal,

32
Foto sholder dextra : caput humerus terlepas dari sendi
glenohumeral terdorong ke arah anterior.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Infuse NaCL 20 gtt/i
Pain program ( ketorolak 30 mg, tramadol 10 mg, Neurobion 40 mg)
Ats 1500 itu IM
Penatalaksanaan Perawat
Fiksasi bahu
Monitor TTV
Monitor tanda2 shock
Manejemen nyeri

33
BAB III
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. O Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-


Pekerjaan : Agama : Islam laki
Wiraswasta No RM : 932050
Pendidikan : SMP

Nama Keluarga : Ny. A


Agana : Islam
Pekerjaan : Wiraawasta
Alamat Kantor : -
Diagnosa masuk : Dislokasi Sholder Dx
Alamat Rumah : ko. Tangkil Cikaret Cianjur

Datang ke RS tanggal :10 juli 2020


Pukul : 08. 29 wib

Kendaraaan angkot

Tanggal Pengkajian : !0 juli 2020 jam 09.00

34
TRIAGE : A : Sadar penuh (alert)
V : Koperatif
P : nyeri, Skala 6 (1-10)
U:-

Anamesa :
Klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri pada bahu kanan,
berdasarkan pengakuan klien dan keluarga klien sedang
berangkat menuju pasar dengan mengunakan motor, klien
terjatuh dari motor dan bahu nya terbentur aspal dengan
tangan kanan sulit di gerakan.

Pengkajian Keperawatan Masalah/ Tindakan Evaluasi


Diagnosa Keperawatan
Keperawa
tan

PRIMERY SURVEY Hipovole Manajemen Jam


CIRCULATION mi Hipovolemi 13.30
Warna Kulit : pucat berhubun Observasi S; Klien
CRT : > 2 detik ( 4 dtk) gan Memeriksa TTV mengata
Turgor Kulit : menurun dengan dan tanda kan
HR; 112 x/ mnt kehilanga tanda masih
Hb : 13 g/dl n cairan hipovolemi lemes

35
Perdarahan : tidak ada aktif ( TD; 80/60 O:
DS ; klien mmHg, TD=100/
mengatak Respirasi 20 65
an mual x/mnt, CRT 4 mmHg
muntah (± dtk. HR : 112x/ HR;
10x) sejak mnt, 100
8 jam hematokrit : 45 x/mnt
SMRS % (37-47 %), R:
DO: Klien turgor kulit 20x/mnt
tampak menurun , Turgor
mual keadaan umum membaik
muntah lemah ) Nadi
aktif (+) teaba
Terapeutik kuat
Memposisikan CRT <2
pasien pada dtk
posisi A:
trendelenburg Masalah
agar pasen hipovole
merasa nyaman mi
teratasi
Edukasi P:
Menganjurkan intervensi
untuk benyak dilanjutka
minum dan n di
menghindari ruang
minuman yang perawata
nengandung n
susu, kopi,
alcohol atau
soda.

36
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian
cairan infuse
(isotonis ) RL
loading 2000 cc

AIRWAY
Nafas spontan,sesak (-),
suara napas normal, sputum
(-), RR 24x/mnt, pangkal
lidah tidak jatuh
kebelakang.

BREATHING
Pola napas normal, bunyi
napas vesikuler, irama
napas teratur, retraksi dada
(-), cuping hidung (-),
ronchi (-), whezing (-)

SEKUNDER Nyeri akut Manajemen JAM


DISABILITY berhubun Nyeri 11.00
Kesadaran kompos gan Observasi S: Klien
mentis, gcs E4V5M6, dengan - mengata
mengeluh nyeri di bahu inflamasi Mengidentifikasi kan nyeri
kanan dan memper berat (agen lokasi nyeri dan ulu hati
bila di gerakan, tangan penceder penyebaran berkuran

37
kanan sulit di gerakan, a nyeri g
Skala nyeri 6 (1-10), klien fifiologis) - Memonitor O: Nyeri
terlihat meringis bila bahu ditandai skala nyeri tekan di
di sentuh dan di gerakan. dengan ( skala nyeri 5) ulu hati
DS; klien - berkuran
mengatak Mengidentifikasi g , skala
an nyeri faktor yang nyeri 2
ulu hati memperberat A:
DO: Klien dan Masalah
tampak memperingan teratasi
meringis, nyeri sebagian
Nyeri P:
tekan di 2. Terapetik intervensi
ulu hati - Memberikan dilanjutka
(+), skala tehnik n di
nyeri 5 nonfarmakologi ruang
s yaitu tehnik perawata
relaksasi n.
(tehnik nafas
dalam ) dan
distraksi
( menyuruh
klien melakukan
kegiatan yang
disukai seperti
baca atau
memainkan
hnadphone )
- mengontrol
lingkunan yang
dapat

38
memperberat
nyeri
- Memfasilitasi
pasien untuk
istirahat
3. Edukasi
- Menjelaskan
penyebab,
periodem
pemicu nyeri
- Menjelaskan
strategi pereda
nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi sesuai
dengan advis
dokter (PPI)
Omeprazol
1x40 mg /IV
jam 09.15
Ondancentrom
2x* mg/iv jam )
(.15
SUCRALFAT
3X 10 CC JAM
09.15

EXPOSURE

39
Kelopak mata : warna
merah
Bibir : merah kecoklatan

FAHRENHEIT
T : 80/60
mmHg
P; 112x /mnt
R: 20x/mnt
S; 36.0

40
ANALISA DATA
NO Data Etiologi Masalah
1 DS : Klien Trauma kecelakaan Nyeri akut
mengatakan
nyeri pada bahu Dislokasi
kanan
DO : klien Cedera jaringan lunak
tampak meringis
bila tangan Spasme otot
digerakan
Skala nyeri 6 (1- Nyeri akut
10)
Ada jejas di
bahu kanan

41
Ds; kluen Dislokasi Gangguan
mengatakan mobilitas fisik
tangan kanan sulit Merusak sendi dan
di gerakan otot
Do:
Ada jejas di Aktremitas terganggu
bahu kanan
Tangan sulit di Hambatan mobilitas
gerakan fisik

3 Perdarahan massif perfusi perifer


tidak efektif
Anemia

transport o2 menurun

Kebutuhan 02 di
jaringan dan organ
terganggu

perfusi perifer tidak


efektif

42
;;S:- Gagal Jantung Hipervolemia

DO: CRT>3 dtk, Aliran darah tidak


HB menurun efektif
(9,0 g/dl), edema
(+), anemis (+) Sekresi rennin
berlebih

Angiotension I-II

Aldosteron
meningkat

Reabsorpsi Na+ pada


tubulus distal

Retensi ginjal (Na,


H2O)

Volume plasma
meningkat

intoleransi cairan
meningkat

edema

Hipervolemia

43
S : Klien Dyspnoe
memgatakan Intoleransi
lemas Supply O2 ke aktivitas
DO: klien jaringan dan organ
tampak lemah, tidak cukup
sesak, edema
Kelemahan

Intoleransi aktivitas

: -S : Gagal Jantung
DO: edema (+),
albumin Aliran darah tidak
menurun (1,70) efektif

Sekresi rennin
berlebih

Angiotension I-II

Aldosteron
meningkat

Reabsorpsi Na+ pada


tubulus distal

Retensi ginjal (Na,


H2O)

Volume plasma

44
meningkat

intoleransi cairan

DIAGNOSA KEPRAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS


Gangguan pertukaan gas berhubungan dengan kekurangan oksigenasi pada
alveolus kapiler
Penurunan Curah jantung berhubungan denganketidakakuatan jantung
dalammemompa darah intuk memenuhi kebutuhan metabolism
Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah pada
level kapiler yang mengganggu metabolism
Hipervolemi berhubungan denganpeningkatan volume cairan intra vaskuler
Defisit nutrisi berhubungan dengan asupan nutisi tidak cukup untuk kebutuhan
metabolism
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N TG Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan Rasional


O L keperawatan (SMART)
1 5-7- 1.Gangguan Tupan Pementauan respirasi Dengan

45
2020 pertukaan gas Dalam 1x24Observasi pemantauan
Monitor frekwensi irama
berhubungan dengan jam respirasi
kedalaman dan upaya nafas
kekurangan oksigenasipad Monitor pola nafas dap[at
Auskultasi bunyi nadas
oksigenasi pada a alveolus mengumpulk
monitor hasil x ray thorax
alveolus kapiler kapiler an dan
Terapetik
ditandai dengan : meningkat menganalisis
Atur interval pengukuran
DS : Klien Tupan respirasi sesuai dengan data untuk
kondisi pasien
mengatakan sesak Dalam 6 jam memastikan
Dokumentasikan hasil
DO: -klien tampak kemampuan pemantauan kepatenan
sesak, respirasi perfusi gas jalan nafas
Edukasi
40x/mnt, takikardi meningkat Jelaskan tujuan pemantauan, dan
dan informasikan hasil
(120x/mnt), cianosis dengan keefektifan
pemantauan
(+) kriteria: pertukaran
Terapi oksigen
-respirasi gas.
normal (16-
Observasi
20x/mnt) Monitor kecepatan aliran
oksigen
-sesak(-)
Monitor posisi alat oksigen
Nadi normal Monitor efektifitas terapi
oksigen (AGD,, oksimetri)
(60-
Monitor tingkat kecemasan
100x/mnt) akibat terapi oksigen
Monitor integritas
Sianosis(-)
kelembaban mukosa hidung
akibat oksigen

Terapetik
Bersihkan sekreet pada
mulut/ hidung
Pertahankan kepatenan jalan
nafas

C kolaborasi
Kolaborasi dosis penggunaan
oksigen oksigen baik saat
aktivitas / tidur

Dengan

46
terapi
oksigen dapat
mencegah
dan
mengatasi
kondisi
kekurangan
oksigen
jaringan
2 5-7- 2.Penurunan Curah Tupan Perawatan jantung Dengan
Observasi
2020 jantung Dalam 1x24 perawatan
Identifikasi tanda primer
berhubungan dengan jam penurunan curah jantung dapat
jantung( dispnea, edema,
ketidakakuatan kemampuan mengidentifi
kelelahan, proximal nocturnal
jantung dalam jantung dalam dispnea, peningkatan CPV) kasi, merawat
Identifikasi tanda sekunder
memompa darah memompa dan
tanda penurunan curah
intuk memenuhi darah jantung ( peningkatan BB, membatasi
hepatomegali, distensi vena
kebutuhan meningkat komplikasi
jugularis, palpitasim ronkhi
metabolisme Dalam waktu basah, oliguri, batuk, kulit akibat
pucat )
ditandai dengan : 6 jam Curah ketidakseimb
Monitor tensi
jantung Monitor intake output cairan angan antara
Monitor BB setiap hari pada
Ds; Klien adkuat suplai dan
wakyu yang sama
mengatakan jantung dengan Monitor saturasi oksigen konsumsi
Monitor aritmia
berdebar debar, criteria: oksigen
Monitor hasil lab jantung
sesak, dan merasa Sesak(-), mioksrd
lelah palpitasi(-),
Do: palpitasi(+), CRT<2 dtk,
sesak (respirasi bunyi nafas Terapetik
Posisika pasien semi fowler/
40x/mnt), CRT .3 tambahan (-)
fowler yang nyaman
dtk, edema (+), Berikan diit jantung yang
sesuai
anemis (+), gallop
Berikan terapi relaksasi untuk
(+), JVP meningkat mengurangi stress
Berikan dukungan emosi dan

47
spiritual
Beri oksigen untuk
mempertahan kan saturasi
O2>94%

Edukasi
Anjurkan aktivitas fisik
secara bertahap
Anjurkan klien untuk
mencatat BB harian
Ajarkan klien dan keluarga
untuk encatat intake output
cairan harian

Kolaborasi
Berikan obat anti aritmia
ssuai advis dokter

3 5-7- 3.Perfusi perifer Tupan Perawatan sirkulasi Dengan


Observasi
2020 tidak efektif Dalam 2x24 perrawatan
Periksa sirkulasi perifer
berhubungan dengan jam sirkulasi Identifikasi factor resiko sirkulasi
gangguan sirkulasi
penurunan sirkulasi darah pada dapat
darah pada level level kapiler Terapetik mengidentifi
Hindari pasang infuse atau
kapiler yang adekuat kasi dan
pengambilan darah di area
mengganggu Tupen:dalam keterbatasn perfusi merawat area
Hindari mengukur tensi pada
metabolism ditandai 1x24 jam local dengan
area keterbatasan perifer
dengan : perfusi perifer keterbatasan
Edukasi
DS; - efektif sirkulasi
Anjurkan konsumsi obat
DO: CRT>3 dtk, dengan sesuai advis dokter
Anjurkan perawatan kulit
HB menurun (9,0 criteria
yang tepat
g/dl), edema (+), Anemis(-), ajarkan program diet
anemis (+) Hb dalm
batas
normal,CRT<
2 dtk,
edema(-

48
4 5-7- 4.Hipervolemi Tupan Managemen Dengan
Hipervolemia
2020 berhubungan Dalam 3x24 manajemen
denganpeningkatan jam hipervolemia
Observasi
volume cairan intra keseimbangan dapat
Periksa tanda dan gejala
vaskuler ditandai cairan hipervolemia mengidentifi
Identifikasi penyebab
dengan : meningkat kasi dan
hipervolemia
DS; -klien Tupen Monitor status hemodinamik mengelola
Monitor tanda
mengatakan Dalma 1x24 kelebihan
hiperkonsentrasi
bengkak ditangan jam Monitor tanda tekanan cairan intra
osmotic meningkat
dan kaki disertai hipervolemi vaskuler,
Monitor tetesan infuse
perut buncit dapat diatasi Monitor efek samping ekstraseluler
diuretic
DO: CRT>3 dtk, dengan serta
HB menurun (9,0 kriteia:edema Terapetik mencegah
Ukur BB tiap hari
g/dl), edema (-), anemis(-), komplikasi
Batasi aupan cairan dan
anasarka (+), anemis haluaran garam
Tinggikan tempat tidur 30-40
(+),jpv meningkat, urin=intake
derajat
cairan,CRT<2
C. Edukasi
dtk
Anjurkan jika haluaran urin <
5 mL/kg/jam dalam 6 jam
Anjurkan jika BB bertambah
>1 kg dalam sehari
Ajarkan cara mengukur asupn
dan haluaran cairan
Ajarkan cara membatasi
cairan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian

49
diuretic
Kolaborasi penggantian
kalium akibat diuretic

Pemantauan cairan
Observasi
Monitor, T, P, R, CRT, BB
Lonitor elastisitas/ turgor
kulit
Monitor kadar albumin

Terapetik
Atur interval
waktu pemantauan
sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan
hasil pemantauan

. Edukasi
Jelaskan tujuan
pemantauan
informasikan hasil
pemantauan

Dapat
mengatur
keseimbanga
n ncairan
5 5-7- 5. Defisit nutrisi Tupan Manajemen nutrisi Dapat
Observasi
2020 berhubungan dengan Dalam 3x24 mengidentifi
Identifikasi status nutrisi,
asupan nutisi tidak jam asupan kebutuhan kalori dan jenis kasi dan
nutrient
cukup untuk nurisi adekuat mengelola
Monitor hasil pemeriksaan

50
kebutuhan Ten lab asupan nutrisi
metabolism Dalam 1x24 yang
Terapetik
Ditandai dengan: j1m seimbang
Fasilitasi pedoman diet
DS: - kebutuhan Sajikan makanan secara
menarik dan selagi hangat
DO: edema (+), nutrisi
Berikan makanan tinggi serat
albumin menurun terpenuhi dan TKTP
(1,70) dengan kritea:
Edukasi
edema(-). Ajarkan diet yang
diprogramkan
Nilai
anbumin Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
darah
medikasi senelum
normal(3,5-
makan dan kolaborasi
5,0)
dengan ahli gizi
untuk mennetukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien
6 5-7- 6.Intoleransi Tupan: Manajemen energi Dapat
Observasi
2020 aktifitas Dalam 5x25 mengidentifi
Monitor kelelahan fisik
berhubungan dengan jam monitor pola jam yidur kasi dan
Monitor lokasi
kelemahan fisik kelemahan mengelola
ketidaknyamana saat aktivitas
ditandai dengan : fisik dapat energy untuk
Terapetik
DS; Klien diatasi mengatasi
Sediakan lingkungan yang
memgatakan lemas Tupen nyaman dan rendah stimulus atau
Laakukan latihan rentang
DO: klien tampak Setelah mencegah
gerak aktif/ pasif
lemah, sesak, edema dilakukan Berikan aktifitas distraksi kelelhan dan
yang menyenangkan
latihan fisik mengoptimal
Ajarkan strategi koping untuk
pasif klien mengurangi kelelahan kan proses
dapat pemulihan.
melakukan Edukasi
Anjurkana tirah baring
aktifitas
Anjurkan melakukan aktivitas
minimal di secara bertahap

51
tempat tidur
Kolaborasi
dengan
Kolaborasi dengan
criteria:klien
ahli gizi cara
tidak tampak
menningkatkan
lemah dan
asupan makanan.
kelelahan

CATATAN IMPLEMENTASI
N NO DX TANGGA IMPLEMENTASI PARA EVALUASI
O KEPERAWAT L/ F (SOAP)
AN JAM
1 DX 1 5 juli 20 Melakukan pemantauan Tgl 5 juli 20
respirasi
Jam 15.00 jam 16.00
Respirasi = 40 x/mnt
Nadi= 112 x/mnt S= klien
HR= 100x/mnt mengatakan

52
Melakukan interval sesak
pemantauan respirasi
O= Respirasi
Menjelaskan tujuan
pemantauan respirasi = 40 x/mnt
Memberikan terapi
Nadi= 112
oksigen
Membersihkan secret yang x/mnt
ada di hidung
HR=100x/mn
Memeriksa kelembaban
hidung t
-Mukosa
hidung
lembab
A=masalah
teratasi
sebagian
P=Intervensi
no 1point 1
diteruskan,int
ervensi
nomer 2
diteruskan
2 DX 2 5 juli 20 Melakukan perawatan Tgl 5 juli 20
jantung
jam 15.00 jam 17.00
Memonitor tanda primer
penurunan curah jantung S=Klien
Memonitor tanda sekunder
mengatakan
penurunan curah jantung
Memonitor TTV bengkak di
Mencatat intake output
kaki tangan
Memberikan terapi
digoxin 0,5 mg 1x1/iv dan perut
Memberikan spironolacton
buncit
1x25 mg/oral
Raramipril 5mg 1x1 O=TD=
100/6 mmHg
edema
anasarka (+),

53
perut acites
(+) JVP
meninggi (+),
inadi
tacgikardi
(+), regular.,
CRT>3dtk
A.Masalah
belum
teratasi
P.INtervensi
no 1
dilanjutkan
3 DX 3 5 juli 20 Melakukan perawatan 5 juli20 jam
sirkulasi
Jam 15.00 16.00
Memonitor warna kulit
dan kuku pasien S;Klien
Tidak mengambil sampel
mengatakan
atau melakukan tensi di
area gangguan sirkulasi kaki dan
Ajarkan cara perawatan
tangan
kulit dengan menggunakan
lotion (jika pasen tidak bengkak
alergi) dan jika edema
O=edema
sudah tidak ada
(+), cianosis
(+0, anemis
(+)
A,Masalah
belum
teratasi
P.Intervensi
no
1dilanjutkan
4 DX 4 5 juli 20 Melakukan manajemen 5 juli 20 jam
hipervolemi

54
Jam 16.00 Memonitor tanda2 19.00
hipervolemi
S=Klien
Mencatat intake output
cairan mengatakan
Mengajarkan pasien cara
bengkak di
menghitung intake out
cairan tangan, kaki
Membantu posisi nyaman
dan perut (+)
pasien (fowler )
Melakukan pemantuan -Klien
cairan
mengatakan
Mengajarkan pasien dan
keluarga dalam mengelola mengkonsum
intake cairan
si cairan
Memberikan terapi
albumin sesuai dengan ±600 cc (400
advis dr (100cc) jam 15.00
cc peptisol,
200 cc air
putih)
A Masalh
teratasi
sebagian
P.Intervensi
diteruskan
kecuali
nomer 2 poin
1
5 DX 5 5 juli 20 Melakukan manajemen 5 Juli 17.30
nutrisi
Jam 17.00 S=Klien
Membantu pasien dan
keluarga dalam mengatakan
mengidentifikasi jenis dan
kurang faham
jumlah makanan yang
dianjurkan dengan jenis
Memberikan medikasi
diet yang
sesuai dengan advis dolter
sebelim makan memnatau dianjurkan
hasil lab yang
oleh dokter
berhubungan
dengan nutrisi O=hasil

55
pemeriksaan
albumi 1,7
g/dl
Edema(+)
A.Masalah
belum
teratasi
P. Intervnsi
dilanjutkan

6 DX 6 5 juli 2 Melakukan manajemen 5 juli jam


energy
Jam 16.00 18.00
Meeeeeengajarkan ROM
pasif dan aktif S=Klien
Mengajarkan latihan
mengatakan
relaksasi dan distraksi
Menciptakan lingkungan cepat lelah
yang nyaman
O= klien
tampak sesak
dan lelah
A=Masalah
belum
teratasi
P=intervensi
dilanjutkan

56
BAB IV
PENUTUP

57
A. Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat.
Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Dislokasi merupakan
keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang mengelilingi
sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang
tajam (Kowalak, 2011). 
Ada beberapa penyebab dislokasi antara lain : Umur , terjatuh atau
kecelakan, pukulan Tidak melakukan pemanasan, benturan keras pada sendi,
cedera olahraga, terjatuh dan kongenital. Dsilokasi memiliki beberapa jenis
yaitu : dislokasi kongenital, dislokasi patologik dan dislokasi traumatic.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut: dislokasi akut dan dislokasi
berulang. Berdasarkan tempat terjadinya dibagi menjadi : dislokasi sendi
rahang , dislokasi sendi bahu, dislokasi sendi siku, dislokasi sendi jari,
dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal, dislokasi panggul
dan dislokasi patella.
Beberapa manifestasi klinis pada dislokasi antara lain : adanya bengkak /
oedema, mengalami keterbatasan gerak, adanya spasme otot(kekauan otot),
nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi), pembengkakan dan
rasa hangat akibat inflamasi, gangguan mobilitas akibat rasa nyeri , perubahan
warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya (tampak
kemerahan), perubahan kontur sendi, perubahan panjang ekstremitas,
kehilangan mobilitas normal dan perubahan sumbu tulang yang mengalami
dislokasi. Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga
terjadi penurunan stabilitas sendi Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE, terapi dingin,
massage es, latihan ROM dan terapi medis yaitu pemberian analgetik
B. Saran

58
Penanganan yang cepat dan tepat terhadap kasus dislokasi yang terjadi
keadaan gawat darurat akan meringankan cedera atau bahkan akan
menghindari kecatatan yang terjadi pada pasien yang mengalami dislokasi.
Oleh karena itu seorang tenaga kesehatan harus mampu dan dapat melakukan
penanganan yang baik dan benar terhadap kasus dislokasi.

59
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC.
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit
Buku Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskeletal.
Jakarta : EGC, 2008
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6. Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 vol 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai