Anda di halaman 1dari 22

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kepada TuhanYang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami ini, yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Membalut dan Pembidaian”.

Kami dari kelompok 3 dari kelas II-A mengucapkan banyak terima kasih kepada
anggota kelompok dan khususnya kepada dosen pembimbing kami Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat kepada Ibu Elny Lorensi Silalahi S.Kep.,NS.,M.Kes yang
telah membimbing kami dan menugaskan kami dalam bentuk makalah.

Kami berharap makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan tentang
pentingnya Keperawatan Gawat Darurat dalam pembahasan Asuhan Keperawatan
Membalut dan Pembidaian.

Kami dari kelompok 3 menyadari makalah kami ini masih banyak kekurangan. Maka,
kami dari kelompok 3 kelas II-A berharap kepada pembaca memberikan saran dan
kritikan untuk kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Medan, 06 Juli 2017

Kelompok 3

i
Daftar isi

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar isi............................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1  Latar Belakang........................................................................................................1
1.2  Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1  Pembidaian..............................................................................................................3
2.1.1 Pengertian.......................................................................................................3
2.1.2  Tujuan............................................................................................................3
2.1.3  Indikasi..........................................................................................................3
2.1.4 Kontra Indikasi..............................................................................................3
2.1.5 Alat dan bahan pembidaian / pembalutan.......................................................4
2.1.6 Tipe-tipe bidai................................................................................................4
2.1.7 Jenis dan Cara Pembidaian............................................................................4
2.1.8 Prinsip pembidaian........................................................................................6
2.1.9 Prosedur pembidaian pada kegawatdaruratan :..............................................6
2.2  Pembalutan..............................................................................................................7
2.2.1 Pengertian......................................................................................................7
2.2.2 Tujuan penggunaan pembalutan.....................................................................7
2.2.3 Indikasi..........................................................................................................7
2.2.4 Persiapan alat untuk pembalutan....................................................................7
2.2.5 Macam-macam pembalutan............................................................................7
2.2.6 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembalutan.............................10
2.2.7 Prinsip  dalam membalut..............................................................................11
2.2.8 Teknik Membalut Pada Klien Cedera...........................................................11
2.2.9 Prosedur melakukan Pembalutan Dengan Mitella........................................12
BAB III............................................................................................................................12

ii
PENUTUP........................................................................................................................12
3.1  Kesimpulan...........................................................................................................12
3.2  Saran.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan


keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit
yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian
dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan
masyarakat (Krisanty,2009).
Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan. Fraktur adalah
diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan yang
timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana tulang tetap
berada di dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang disebut fraktur
terbuka (Krisanty,2009).
Fraktur tertutup dan terbuka dapat dilakukan pembidaian dan pembalutan dimana
tujuannya untuk tetap mempertahankan posisi tulang (BEM IKM FKUI, 2014). Menurut
Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu cedera traumatic,
fraktur patologik dan secara spontan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan
juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup
tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan
trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami
fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden
fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15%

1
mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap
adanya kejadian fraktur. Menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010,
kasus patah tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2007. Pada 2007 ada
22.815 insiden patah tulang, pada 2008 menjadi 36.947, 2009 jadi 42.280 dan pada 2010
ada 43.003 kasus. Dari data tersebut didapatkan rata-rata angka insiden patah tulang paha
atas tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki di atas usia 40 tahun.
Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 50% patah tulang paha atas akan
menimbulkan kecacatan seumur hidup, dan 30% bias menyebabkan kematian (Pujitriono,
2015).
Fraktur akan bertambah jika tidak segera ditangani dengan adanya komplikasi
yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,
kerusakan arteri, infeksi, dan avaskulernekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama
akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan. Berbagai
tindakan bias dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bias berhenti sampai itu saja
dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi (Price, 2005).
Pada kegawatdaruratan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani dengan
pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah memasang
alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang yang patah
(Krisanty,2009). Pembalutan luka merupakan tindakan keperawatan untuk melindungi
luka dengan drainase tertutup, kontaminasi mikroorganisme yang dapat dilakukan dengan
menggunakan kasa steril yang tidak melekat pada jaringan luka (BEM IKM FKUI, 2014).

1.2  Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa mengetahui teknik pembalutan dan pembidaian pada


kegawatdaruratan

1.2.2 Tujuan khusus

2
a. Untuk mengetahui definisi pembalutan dan pembidaian
b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembalutan dan pembidaian
c. Untuk mengetahui syarat-syarat pembalutan dan pembidaian
d. Untuk mengetahui metode metode pembalutan dan pembidaian
e. Untuk mengetahui prosedur pembalutan dan pembidaian

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pembidaian

2.1.1 Pengertian
Memasang bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi atau mempertahankan
kedudukan tulang yang patah (Krisanty, 2009).

2.1.2  Tujuan
1. Memobilisasi fraktur dan dislokasi
2. Mengistirahatkan anggota badan yang cedera
3. Mengurangi rasa sakit
4. Mempercepat penyembuhan

2.1.3  Indikasi
1. Adanya fraktur terbuka dan tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur. Tanda adanya fraktur bisa dimunculkan
jika pada salah satu bagian tubuh ditemukan:
a. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat,
b. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
c. Bengkak
d. Perubahan bentuk / deformitas
e. Nyeri sumbu
f. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
g. Kram otot di sekitar lokasi
3. Dislokasi persendian

2.1.4 Kontra Indikasi

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran nafas, pernafasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilkan. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita
ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

3
2.1.5 Alat dan bahan pembidaian / pembalutan
1. Spalk / Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
2. Elastic verban
3. Peniti
4. Pelindung diri (masker/sarung tangan)

2.1.6 Tipe-tipe bidai


1. Bidai rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, aluminium atau
bahan lainnya yang keras. Sebelum di pakai, bidai harus dilapisi terlebih
dahulu.
2. Bidai soft adalh bidai dari bantal, selimut, handuk, atau pembalut atau bahn
yang lunak lainnya
3. Bidai traksi adalah bidai yang digunakan untuk immobilisasi ujung tulang
yang patah dari fraktur femur, sehingga dapat terhindari kerusakan.

2.1.7 Jenis dan Cara Pembidaian

4
5
2.1.8 Prinsip pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera atau pada
persangkaan patah tulang
b. Jika dilakukan pada fraktur, pembidaian harus melewati minimal 2 sendi
yang berbatasan
c. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfiksasi sendi tersebut beserta
tulang di sebelah distal dan proksimalnya

2.1.9 Prosedur pembidaian pada kegawatdaruratan :


1. Bidai harus meliputi 2 sendi diatas dan dibawah letak fraktur, sebelum
dipasang diukur telebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
2. Ikatan jangan terlalu ketat atau jangan terlalu kendor     
3. Ikatlah bidai dari distal ke proksimal
4. Buatlah simpul ikatan pada sisi lateral agar mudah dibuka kembali       
5. Bidai dibalut/dilapisi sebelum digunakan
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat
yang patah
7. Jika mungkin, naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai
8. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnna perlu
dilepas
9. Pengikatan selalu dilakukan diatas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, jika
kedua kaki bawah megalami cedera, pengikatan dilakukan di depamn dan di
antara bagian yang cedera
10. Dapat dilakukan fiksasi terhadap bagian tubuh yang masih sehat dengan
ikatan delapan atau ikatan melingkar biasa
11. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah
pembidaian dan perhatikan warna kulit distalnya
12. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak
terlalu kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan
pembalut pada  bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut, dan pergelangan kaki
jika diperlukan
13. Lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk
menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau

6
menggerakkan tulang yang patah hingga ujung-ujung tulang yang patah
menyatu.

2.2  Pembalutan

2.2.1 Pengertian
Pembalutan adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan
tertentu dengan tujuan tertentu

2.2.2 Tujuan penggunaan pembalutan


1. Menutup luka
2. Melakuakan tekanan
3. Mengurangi / mencegah pembengkakan
4. Membatasi pergerakan
5. Mengikat bidai

2.2.3 Indikasi
Pada pasien yang mengalami dislokasi, subluksasi, sprain atau sprain, atau
terdapat luka pada area tubuh

2.2.4 Persiapan alat untuk pembalutan


1. Alat pelindung diri (Sarung tangan)
2. Mitella
3. Elastis verban
4. Kassa gulung
5. Peniti

2.2.5 Macam-macam pembalutan


1. Pembalutan segitiga, berupa segitiga ama kaki dengan alas 125 cm dan tinggi
50 cm. Pembalut dapat dilipat sesuai kebutuhan, misal dilipat 2x, 3x atau
setangan leher. Dalam perkembangannya pembalut segitiga mengalami
modifikasi menjadi platenga dan funda. Platenga, pembalut segitiga dengan
guntingan dari sudut atas hingga titik pusat, sedangkan funda memiliki
guntingan dari sudut antara kaki segitiga dengan alasa segitiga dengan sudut
sama besar dan panjang 20-30 cm

7
2. Pembalutan gulung / pita (verban, elastis perban). Terdiri atas beberapa
ukuran sesuai tempat luka. Pembalutan pita dapat terbuat dari kain katun,
kain planel, kain kasa (verban), bahan elastic (elastic verban). Ukuran
pembalutan pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm (untuk membalut jari-
jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki), 7,5 cm (untuk
membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untuk membalut paha dan pinggul)
dan 15 cm (untuk membalut dada, punggung dan perut). Cara Melakukan
Pembalutan Dengan Pita :
a. Pembalutan kepala dengan pembalut pita
b. Pembalutan jari tangan dengan pembalut pita
c. Pembalutan telapak tangan dengan pembalut pita
d. Pembalutan pergelangan tangan dengan pembalut pita
e. Pembalutan lengan bawah dengan pembalut pita
f. Pembalutan siku dengan pembalut pita
g. Pembalutan lengan atas dengan pembalut pita
h. Pembalutan paha dengan pembalut pita
i. Pembalutan lutut dengan pembalut pita
j. Pembalutan betis dengan pembalut pita
k. Pembalutan pergelangan kaki dengan pembalut pita
l. Pembalutan tumit dengan pembalut pita
m. Pembalutan kaki seluruhnya dengan pembalut pita
3. Pembalutan cepat, yaitu kassa steril dan pembalut gulung. Pembalut dapat
dipasang secepat mungkin pada luka untuk menghindari infeksi (Ramsi,
2013).

Gambar macam – macam pembalutan :

a. Pembalutan bagian kepala: pembalutan kapitem dan post paket.

8
b. Pembalutan bagian mata: pembalutan monokolus (mata satu), dan dikolus (mata
dua).

c. Pembalutan bagian telinga: pembalutan satu telinga dan dua telinga.


d. Pembalutan patah tulang hidung.
e. Pembalutan bagian badan: pembalutan punda (untuk luka robek pada dada), dan
pembalutan ransel (untuk patah tulang punggunng).
f. Pembalutan bagian anggota gerak: dislokasi, pucuk rebung, dan silang.

PEMBALUTAN PADA KAKI DAN TANGAN

1.      Alat dan Bahan


Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga

a. Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan
berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50 – 100 cm.
b. Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang terbentuk bulat atau untuk
menggantung bagian anggota badan yang cedera
c. Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan,
pinggul, telapak kaki dan untuk menggantung tangan

9
2.      Cara-cara Membalut kaki (Membalut seluruh kaki)

a. Sangga anggota badan yang cedera pada posisi tetap.


b. Mulailah dengan salah satu ujung mitella yang diletakkan pada alas kaki menuju
ke punggung kaki dan menutupi sepanjang bagian tubuh kaki.
c. Putar mitela hingga dapat menutupi tumit
d. Bebatkan terus mitella dengan bebatan saling menyilang dan tumpang tindih
antara bebatan satu dengan bebatan berikutnya.
e. Pastikan bahwa perban tergulung kencang.
f. Selesaikan dengan membuat balutan lurus, kunci dengan plester.

3.      Cara membalut dengan mitela :

a. Letakan mitela diatas tangan


b. Lipat menyilang ujung kanan mitela melingkari tangan kesebelah kiri
c. Lipat menyilang ujung kiri mitela melingkari tangan kesebelah kanan
d. Lipat menyilang kedua ujung mitela melingkari pergelangan tangan.
e. Lipat kembali satu lipatan pada pergelangan ke arah berlawanan
f. Ikatkan kedua ujung mitela atau bisa direkatkan oleh plester.

10
2.2.6 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembalutan
1. Perhatikan wajah korban pada saat membalut
2. Jaga balutan agar tidak mengendor dan bergeser
3. Jangan membalut terlalu erat agar tidak mengganggu sirkulasi darah ke distal
4. Sedapat mungkin lakukan pembalutan pada saat korban berbaring atau dalam
keadaan rileks
5. Jangan sentuh luka atau mengeluarkan sesuatu dari luka, kecuali kontaminan
kecil yang dapat dikeluarkan
6. Dalam usaha mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit gunakan
bantalan lunak sebelum melakukan pembalutan
7. Apabila dalam pembalutan harus melepas pakaian korban, maka :
a. Dahulukan melepas pakaian korban pada bagian tubuh yang sehat,
lau dilanjutkan dengan bagian yang sakit
b. Apabila sulit buka jahitan pakaian atau gunting pakaian korban
c. Berhati-hatilah jika harus melepas sepatu korban dan jangan ditarik
jika diperkirakan terjadi patah tulang, karena sepatu juga dapat
berfungsi sebagai pembidai

2.2.7 Prinsip  dalam membalut


1. Balutan harus rapi dan menutup luka
2. Balutan tidak terlalu longgar karena pembalutan akan bergeser terutama pada
bagian yang bergerak. Tetapi juga tidak terlalu kencang karena dapat
mengganggu peredaran darah atau menyebabkan nyeri. Periksa tiap 15 menit
untuk mengetahui apakah balutan terlalu kencang dengan memeriksa bagian
distal anggota tubuh yang dibalut (pucat/sianosis, nyeri yang timbul setelah
dibalut, teraba dingin, terasa baal dan kesemutan (parestesi)
3. Simpul balutan yang rata agar tidak menekan kulit dan simpul balutan
dilakukan pada sisi yang tidak mengalami injury.

11
2.2.8 Teknik Membalut Pada Klien Cedera
Pembalutan dilakukan bertujuan untuk menahan bidai, penutup luka, mengurangi
pembengkakan, menunjang bagian yang cedera, imobilisasi bagian yang
cedera/fraktur. Sebelum melakukan pembalutan harus diperhatikan bentuk
anggota tubuh yang akan dibalut yaitu: bentuk bulat (kepala), bentuk silinder
(lengan atas, jari tangan, leher dan tubuh), bentuk kerucut (lengan bawah, paha,
betis), bentuk persendian (siku, lutut, bahu).

Metode RICE

Cedera pada jaringan lunak (otot, ligamen ) seperti keseleo, otot tertarik atau
memar, dapat di tangani sendiri secara cepat dengan menggunakan metode RICE Metode
ini sangat efektif dan bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa
berobat ke tenaga medis. RICE adalah singkatan dari Rest (Istirahat), Ice (Es/dingin),
Compression (Kompresi/tekanan) dan Elevation (Elevasi/Pengangkatan).

Untuk melakukan prosedur RICE, yaitu :

1. Rest : istirahatkan, stabilkan dan topang bagian yang cedera dalam posisi yang
paling nyaman bagi korban. Cedera sembuh lebih cepat jika pasien beristirahat, agar
bagian yang cedera tidak bengkak secara berlebih
2. Ice : jika cedera baru saja terjadi, dinginkan bagian tersebut dengan es yang
dibungkus dalam kain atau dengan kompres dingin untuk mengurangi nyeri, bengkak
dan memar. Area yang cedera dapat dikompres dengan es selama 20-30 menit. Ini
membantu mengurangi pembengkakan dan peradangan serta mengurangi nyeri dan
menghilangkan spasme otot.
3. Compress : seputar bagian yang cedera ditekan sedikit dengan gumpalan kapas atau
karet busa yang tebal, eratkan dengan balutan.
4. Elevate: Tungkai yang cedera ditopang dan ditinggikan supaya aliran darah ke
tempat itu berkurang dan untuk mengurangi memar. Jika dicurigai terjadi fraktur,
jangan meninggikan ekstermitas sampai distabilkan dengan bidai (Tim Bantuan
Medis,2013).

2.2.9 Prosedur melakukan Pembalutan Dengan Mitella


1. Pembalutan kepala dengan mitella
a. Lipatan bagian alas segetiga 2 cm sebanyak 2 kali

12
b. Letakkan alas sisi segitiga dibelakang kepala, kemudian kedua sudut
ditarik kedepan sedangkan puncuk segitiga berada didahi
c. Kedua sudut tarik kearah dahi dan ikat kedua sudut
d. Sudut puncak segitiga yang berada didepan kepala ditarik keatas dan
dipasang peniti diatas simpul/ dimasukkan kedalam simpul
2. Pembalutan bahu dengan mitella
a. Buat pembalut dasi, pasang pada bahu yang cedera dan ikat didepan
ketiak yang tidak sakit
b. Lipat alas segitiga 2 cm. Letakkan pada bahu/ lengan atas yang sakit,
puncak segitiga letakkan dibawah pembalut pita pada bahu
c. Sudut alas segitiga diikat pada lengan
d. Tarik puncuk segitiga lipat kedepan, sehingga pembalut pita ada di
dalamnya, kemudian pasang peniti.
3. Pembalutan dada dan punggung dengan mitella
a. Membalut dada:
1) Lipat alas segitiga 2 cm, letakkan segitiga pada dada, alas
segitiga berada dibawah mammae, sedangkan puncaknya disalah
satu bahu
2) Kedua sudut alas segitiga ikat pinggang bagian belakang, salah
satu sudut buat sisa agak panjang
3) Puncak segitiga tarik kebelakang / kepunggung, sehingga
bertemu dengan sisa sudut alas segitiga dan ikat
b. Membalut punggung
1) Lipat alas segitiga 2 cm, letakkan segitiga pada punggung
pasien,dengan alas segitiga berada di pinggang, sedangkan
puncaknya berada disalah satu bahu
2) Kedua sudut alas segitiga ikat di bawah mamae
3) Puncak segitga ditarik kedepan kea rah dada, sehingga bertemu
dengan sisa sudut alas segitiga dan ikat dipunggung.
4. Pembalutan siku dengan mitella
a. Posisi siku fleksi membentuk sudut 45 derajat
b. Segitga membungkus siku, letakkan alas segitiga pada siku dekat badan
dan puncak segitiga bertemu dengan alas segitiga
c. Kedua sudut alas segitiga diputar pada lengan

13
d. Kedua sudut di buat simpul
5. Cara menggendong lengan dengan mitella
a. Tekuk siku yang cedera 45 derajat
b. Letakkan bagian alas segitiga pada telapak tangan salah satu sudut alas
segitiga dikiri leher lalu ke belakang leher dan sudut puncak segitiga
berada disiku
c. Sudut alas segitiga yang satunya ditarik kearah kanan leher lalu ke
belakang, sehingga tangan berada dalam mitella dan buat simpul
dibelakang leher. Selanjutnya sudut puncak segitiga dipasang peniti
6. Pembalutan telapak tangan dengan mitella
a. Bentangkan mitella pada TT/ meja periksa, letakkan telapak tangan
diatas, kemudian puncak segitiga dilipat diatas tengan, sehingga berada
pada pergelangan tangan
b. Kedua sudut segitiga lipat menyilang
c. Putar kedua sudut segitiga dan buat simpul di pergelangan tangan
7. Pembalutan pinggul dengan mitella
a. Pasang pembalut dasi pada pinggang
b. Lipat alas segitiga 2 kali, pasang alas segitiga pada pangkal paha lalu
ikat, sedangkan puncak segitiga kaitkan dengan pembalut dasi pada
pinggang
c. Sudut puncak segitiga tarik ke bawah, kemudian penitikan
8. Pembalutan kaki dan telapak kaki dengan mitella
a. Bentangkan pembalut segitiga, letakkan kaki yang cedera diatasnya, lipat
sudut puncak segitiga kearah pergelangan kaki
b. Lipat segitiga dekat jari kaki
c. Ikat dengan arah menyilang pada pergelangan kaki
d. Pertemukan kedua sudut dan buat simpul pada pergelangan kaki
9. Pembalutan lutut dengan mitella
a. Lipat-lipat sisi alas segitiga kira-kira setengah tinggi kain segitiga
b. Letakkan ujung puncak segitiga di sebelah atas dari lutut (kearah paha)
c. Sisi alas yang dilipat-lipat harus berada dibawah bagian lutut, pinggir
alas dirapatkan masing-masing ke dua ujungnya kiri dan kanan menuju
ke bawah lipatan lutut

14
d. Kedua ujung alas segitiga disilangkan, kemudian masing-masing
ujungnya tarik kearah atas/ ujung paha
e. Buat simpul, sehingga seluruh lutut tertutup
10. Pembalutan tumit dengan mitella
a. Lipat-lipat sisi alas kain segitiga sampai 2/3 tinggi kain segitiga
b. Letakkan pinggir alas yang sudah dilipat-lipat pada pangkal tumit/ kearah
telapak kaki dan ujung puncak segitiga berada dibelakang betis menutupi
tumit
c. Ujung sudut alas segitiga yang dipangkal tumit, masing-masing ditarik ke
arah atas menuju ke punggung pergelangan kaki, lalu buat silang,
kemudian masing-masing ditarik kea rah tumit sebelah atas dan keduanya
bertemu dengan menindis puncak segitiga dipersilangkan
d. Boleh dibuat simpul disitu atau masing-masing diteruskan kembali
menuju punggung pergelangan kaki, kalau ujung segitiga masih panjang,
diteruskan ke bawah menuju ke pangkal tumit, lalu buat simpul
(Krisanty,2009).

15
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan


keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit
yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian
dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan
masyarakat. Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan.
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan
adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan
tulang dimana tulang tetap berada di dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari
kulit yang disebut fraktur terbuka. Pada kegawatdaruratan, fraktur terbuka dan tertutup
dapat ditangani dengan pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan.
Pembidaian adalah memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan
tulang yang patah
Pembidaian atau pembalutan merupakan salah satu proses penting dalam
penatalaksanaan awal korban patah tulang. Memasang bidai / balut adalah memasang alat
untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan tulang yang patah. Adapun tujuan
dari pembalutan/pembidaian adalah memobilisasi fraktur dan dislokasi, mengistirahatkan
anggota badan yang cedera, mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan.

Prinsip-prinsip dalam pembidaian dan pembalutan, meliputi :

1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera atau pada
persangkaan patah tulang
2. Jika dilakukan pada fraktur, pembidaian harus melewati minimal 2 sendi yang
berbatasan
3. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfiksasi sendi tersebut beserta
tulang di sebelah distal dan proksimalnya

12
Adapun syarat melakukan pembidaian / pembalutan yaitu :

1. Bidai harus meliputi 2 sendi diatas dan dibawah letak fraktur, sebelum dipasang
diukur telebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit
2. Ikatan jangan terlalu ketat atau jangan terlalu kendor           
3. Ikatlah bidai dari distal ke proksimal
4. Buatlah simpul ikatan pada sisi lateral agar mudah dibuka kembali Bidai
dibalut/dilapisi sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang
patah
6. Jika mungkin, naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai
7. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnna perlu dilepas
8. Pengikatan selalu dilakukan diatas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, jika
kedua kaki bawah megalami cedera, pengikatan dilakukan di depamn dan di
antara bagian yang cedera
9. Dapat dilakukan fiksasi terhadap bagian tubuh yang masih sehat dengan ikatan
delapan atau ikatan melingkar biasa
10. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian
dan perhatikan warna kulit distalnya
11. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu
kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut
pada  bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut, dan pergelangan kaki jika
diperlukan

3.2  Saran

Diharapkan kepada pembaca untuk dapat mengaplikasikan ilmu


kegawatdaruratan pada cedera muskuloskeletal dengan melakukan tindakan pembidaian
dan pembalutan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hardisman. 2014. Gawat adrurat medis praktis.  Yogyakarta : Gosyen publishing

Krisanty, P. 2009. Asuhan keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM

Puji Triono . Jurnal Informatika Vol. 9, No. 2, Juli 2015, Aplikasi Pengolahan Citra
Untuk Mendeteksi Fraktur Tulang Dengan Metode Deteksi Tepi Canny.
file:///C:/Users/Hp/Downloads/2966-5438-1-SM.pdf diunduh pada 16 Agustus 2016
pukul 19.52

Ramsi, 2013. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga

Tim Bantuan Medis Panaca, 2013. Basic Life Support. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai