Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat serta
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
mengenai materi Keperawatan Gawat Darurat 1 tepat pada waktu yang ditentukan
dengan baik dan lancar.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat 1 yang selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat
pengetahuan tentang mata kuliah ini khususnya mengenai materi “Asuhan
Keperawatan Klien dengan Trauma Muskuloskeletal”.
Untuk itu, ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada selaku
dosen pengajar mata kuliah ini di Universitas Negeri Gorontalo, yang dalam hal
ini telah memberi pengetahuan dalam bentuk materi maupun pemikiran sehingga
dalam penyusunan makalah ini berjalan dengan lancar.
Kami selaku penyusun mengharapkan kritikdan saran yang membangundari
para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi semua pihak khususnya bagi teman-
teman para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 3
Bab II Konsep Medis
2.1 Mekanisme Trauma........................................................................ 4
2.2 Fraktur............................................................................................. 5
2.3 Dislokasi......................................................................................... 10
2.4 Sprain.............................................................................................. 14
2.5 Strain............................................................................................... 17
2.6 Kontusio.......................................................................................... 19
BAB III Konsep Keperawatan
3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................ 22
3.2 Daftar Diagnosa Keperawatan........................................................ 34
3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan............................................. 38
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan......................................................................................... 54
4.2 Saran............................................................................................... 54
Daftar Pustaka................................................................................................ 55
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk
mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik
anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer
yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa nyeri (3)
mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber-
sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal tersebut telah tercapai maka
fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi
tulang untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih
lanjut.
2
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui konsep medis trauma musculoskeletal.
Terdiri atas :
a. Mekanisme trauma
b. Fraktur
c. Dislokasi
d. Sprain
e. Strain
f. Kontusio
1.3.2 Mengetahui konsep keperawatan trauma musculoskeletal.
Terdiri atas :
a. Pengkajian keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan intervensi keperawatan.
3
BAB II
KONSEP MEDIS
4
2.2 FRAKTUR
2.2.1 DEFINISI
Fraktur adalah istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur didefinisikan sebagai patahan yang
terjadi pada kontinuitas tulang. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Fraktur juga dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik, kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau
tidak lengkap (Annisa FN, 2016).
Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah di
sekitarnya karena tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
berakibat pada rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Annisa FN, 2016).
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi, tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus atau
pembuluh darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien.
Untuk menentukan perawatan yang sesuai, seorang perawat akan memulai dengan
deskripsi cedera yang ringkas dan tepat (Black & Hawcks, 2014).
2.2.2 ETIOLOGI
Menurut Zerlinda (2016), hal-hal yang dapt menyebabkan terjadinya
fraktur adalah :
a. Fraktur Traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat
yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak langsung
b. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan
atau penggunaan tulang secara berlebihan yang berulang-ulang.
5
c. Faktor patalogis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi
patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur. Bisa jugaterjadi
karena adanya penyakit tulang seperti tumor tulang, dan osteoporosis
6
g. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang
disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan
pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera
saraf
h. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan
dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang
menciptakan sensasi dan suara deritan
i. Perubahan neurovascular. Cedera neurovascular terjadi akibat
kerusakan saraf perifer atau struktur vascular yang terkait. Klien dapat
mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur
j. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur tertutup atau terbuka.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak sedangkan fraktur terbuka
disertai dengan kerusakan jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen dan
pembuluh darah. (Smeltzer, Suzanne C. 2015).
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen
tulang keluar menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang
dapat memungkinkan infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat perkembangan
bakteri. Tertariknya segmen karena kejang otot pada area fraktur sehingga
disposisi tulang. Multiple fraktur terjadi jika tulang dikarnakan oleh stres yang
lebih besar dari yang dapat di absorbsinya. Multiple fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah jaringan disekitarnya akan
terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan keotot dan sendi,
ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
7
mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang. (Smeltzer, Suzanne C. 2015).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi multiple fraktur,
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Chirudin Rasjad,
2014).
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan faktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan
mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang
melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar
seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya,
namun bagian distal dapat bergeser karena gaya penyebab patah maupun spasme
pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergesr ke samping, pada suatu
sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat
berotasi atau berpindah (Blacks & Hawks, 2014).
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cdera pada tulang itu sendiri.
Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen-fragmen
tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati
8
dan menciptakan respons peradangan yang hebat akan terjadi vasodilatasi, edema,
nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah
putih. Respons patofisiologi ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan
tulang (Blacks & Hawks, 2014).
Tahapan penyembuhan tulang menurut (Lukman dan, Nurna, 2017) terdiri
atas 5 yaitu :
a. Tahap inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung dan akan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
b. Tahap poliferasi sel
Kira-kira 5 hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuknya
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi vibroblas dan osteoblas.
c. Tahap pembentukan kalus
Hari ke 10 hingga sebelum minggu ke 7. Aktivitas osteoblas-osteoclas
muncul, hingga terbentuk kalus.
d. Tahap penulangan kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai
tiga minggu patah tulang. Mulai proses penulangan endokondral.
e. Tahap menjadi tulang dewasa (remodeling)
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorgenasi tulang baru kesusunan struktural sebelumnya.
2.2.5 PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer, Suzanne C. (2015), Penatalaksanaan dari Fraktur antara
lain sebagai berikut:
a. Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyambungan
tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
9
b. Recognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat
keparahannya, prinsip pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis.
c. Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali
seperti asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup (tanpa
operasi), contohnya dengan traksi dan reduksi terbuka (dengan operasi),
contohnya dengan fiksasi internal dengan pemasangan pin, kawat,
sekrup atau batangan logam.
d. Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama
penyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal,
contohnya GIPS yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan
dicetak sesuai bentuk tubuh yang dipasang.
e. Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk
menghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah
mengurangi oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan
kekuatan otot, dan memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
f. ORIF yaitu pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan stabilitas dan mengurangi nyeri tulang yang patah yang
telah direduksi dengan skrap, paku, dan pin logam.
g. Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
2.3 DISLOKASI
2.2.1 DEFINISI
Dislokasi merupakan masalah pada tulang berupa bergesernya tulang dari
sendi atau posisi yang semestinya. Dislokasi dapat terjadi pada sendi manapun,
tetapi yang sering mengalaminya adalah sendi bahu, jari, siku, lutut, dan panggul.
Sendi yang pernah mengalami dislokasi memiliki factor risiko lebih besar untuk
mengalami dislokasi berulang (Legiran, 2017).
Dislokasi adalah gangguan lengkap dalam hubungan normal dua tulang di
mana tidak ada lagi kontak dari permukaan artikular. Dislokasi biasanya
10
disebabkan oleh trauma, biasanya ada kerusakan pada ligamen, kapsul sendi dan
jaringan lunak. Arah dislokasi digambarkan oleh posisi tulang distal (misalnya,
pada dislokasi anterior bahu, humerus dislokasi anterior terhadap skapula) (Nur
Rachmat, 2015).
2.2.2 ETIOLOGI
Menurut Lasmi, HK. (2014), penyebab terjadinya dislokasi antara lain
sebagai berikut :
a. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak
bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
d. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
komponen vital penghubung tulang.
e. Kongenital (terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling
sering terlihat pada pinggul).
11
i. Kehilangan mobilitas abnormal
j. Perubahan sumbu tulang deformitas
k. Kekakuan
l. Pembengkakan
m. Deformitas pada persendian
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi
sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai (Legiran, 2017).
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera
olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi (Legiran, 2017).
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam
melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan
sabuk pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur
sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang
terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi
(Diana, Restu. 2017).
12
2.2.5 PENATALAKSANAAN
Menurut Irena (2016), penatalaksanaan dislokasi dapat dibagi atas sebagai
berikut :
a. MEDIS
1) Farmakologi (Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik)
a) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1
kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis
awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam (Irena. 2016).
2) Pembedahan (Operasi ortopedi)
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
a) Reduksi Terbuka : Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
b) Fiksasi Interna : Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
13
c) Graft Tulang : Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu
alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis.
h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler
dalam sendidengan logam atau sintetis (Irena. 2016).
b. NON MEDIS
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat (Irena. 2016).
2) RICE
a) R : Rest (istirahat)
b) I : Ice (kompres dengan es)
c) C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
d) E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
2.4 SPRAIN
2.2.1 DEFINISI
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya disebabkan
memutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal. Organ
yang sering terkena biasanya lutut, dan pergelangan kaki, cirri utamanya adalah
nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.
14
Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya tidak disertai
deformitas. Bagaimanapun juga lebih bail lakukan penanganan sprain seperti
penanganan fraktur lalu imobilisasi. Biarkan sendiyang mengalami sprain pada
posisi elevasi dan berikan kompres dingin jika mungkin.
2.2.2 ETIOLOGI
a. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
b. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari
posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong /
15
mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi
pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah
raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi
lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357)
2.2.5 PENATALAKSANAAN
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;
pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang
terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan
nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg
peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
1) Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
2) Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
3) Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
4) Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat
dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari
tergantung jaringan yang sakit.
5) Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang
sakit.
16
2.5 STRAIN
2.2.1 DEFINISI
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan
berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak
komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar
sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau
bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada daerah
yang mengalami injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan
evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
2.2.2 ETIOLOGI
a. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak,
seperti pada pelari atau pelompat.
b. Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
c. Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan
yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon).
17
c. Kehilangan kekuatan
d. Keterbatasan lingkup gerak sendi.
e. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena
penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
f. Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis
bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang
terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik
pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi
kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot
yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak
(Chairudin Rasjad, 1998).
2.2.5 PENATALAKSANAAN
a. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
b. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
c. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering
diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi
perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
d. Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung
selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin
untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan
memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan
perawatan konservatif.
18
2.6 KONTUSIO
2.2.1 DEFINISI
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis :
pukulan, tendangan atau jatuh. Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh
benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan
pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke
jaringan sekitarnya.
2.2.2 ETIOLOGI
a. Benturan benda keras.
b. Pukulan.
c. Tendangan/jatuh
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan
19
rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar
dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau
biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor
usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh
darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan
didaurulang oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut
bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh
darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah
yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan
akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu
(Hartono Satmoko, 1993: 192).
2.2.5 PENATALAKSANAAN
a. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
b. Tinggikan daerah injury.
c. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan
rasa tidak nyaman.
d. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama
(20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
e. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
f. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada
indikasi
g. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
h. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat
pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
20
i. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun
pertandingan berikutnya.
21
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
22
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,
penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan
pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal
penting disamping usaha menghentikan pendarahan.
4. Disability
Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan
tingkat cedera spinal.
5. Exposure
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian
dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak
hipotermia.
23
Hubungan dgn Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan MRS
Pada umumnya pasien dengan trauma muskuloskeletal masuk
rumah sakit dengan keluhan nyeri
b) Keluhan utama
Nyeri
c) Riwayat keluhan utama
Nyeri yang dirasakan bisa akut maupun kronik, tergantung
lamanya serangan.
d) Keluhan menyertai
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya
deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma
langsung yang mengenai tulang.
e) Riwayat penyakit terdahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya, apakah pasien
mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis, kanker tulang
atau penyakit penyerta lainnya.
f) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan
pasien, dan apakah keluarga memiliki penyakit ulang/penyakit
lainnya yang duturunkan.
g) Riwayat psikososial
Merupakan respon esmosi pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respond an pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
24
4. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda - Tanda Vital
Kesadaran : Tidak terkaji
GCS : Tidak terkaji
Suhu badan : Hipertermia (respon infeksi)
Denyut nadi : Tidak terkaji
Tekanan darah : Tidak terkaji
Berat badan : Tidak terkaji
Tinggi badan : Tidak terkaji
b) Metode Review Of System (ROS)
1) Sistem Pernapasan
Terkadang pasien takipnea sebagai respon terhadap nyeri
yang dirasakan, ansietas dan hipotensi.
2) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi (kadang terlihat sebagau respon terhadap nyeri,
ansietas atau hipotensi/kehilangan cairan), Takikardia (respon
stress, hopovolemia), penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi cedera.
3) Sistem Muskuloskeletal
Terdapat kelainan pada tulang, otot maupun sendi.
4) Gastrointestinal
Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan
system gastorintestinal.
5) Sistem Endokrin
Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan
system endokrin.
25
simetris, tidak nyeri kepala
ada penonjolan
Wajah Wajah tampak Tidak ada - -
menahan sakit, nyeri tekan di
tidak ada lesi wajah.
atau perubahan
bentuk lainnya
dan tidak
tampak edema.
Mata Bentuk mata, Tida ada nyeri - -
sclera, tekan pada
konjungtiva mata.
dan pupil
normal.
Konjungtiva
tampak anemis
(jika terjadi
perdarahan).
Hidung Bentuk hidung Tidak ada - -
normal, tidak nyeri tekan
ada deformitas, pada hidung.
tidak ada
pernapasan
cuping hidung.
Telinga Tidak ada lesi Tidak ada
nyeri tekan
Mulut & Faring Tidak ada Tidak ada - -
pembesaran nyeri tekan
otot pada lidah,
intercostae, gusi dan gigi.
gerakan dada
simetris
Leher Bentuk leher Tidak terdapat - -
simetris dan nyeri tekan
warna kulit pada leher,
pada leher tidak teraba
normal tidak penonjolan
ada perubahan,
tidak ada
penonjolan.
Dada Bentuk dada, Pengembangan Batas jantung. Bunyi paru dan
26
pengembangan paru pada batas paru, ada suara napas.
dada dan inspirasi dan atau tidaknya
frekuensi ekspirasi, fokal penumpukan
pernapasan. fremitus dan secret.
nyeri tekan.
Payudara & Ketiak Bentuk dan Ada atau tidak - -
benjolan. ada nyeri tekan
dan benjolan.
Abdomen Bentuk Turgor baik, Suara Peristaltik usus
abdomen datar, tidak ada thympani, ada normal ± 20
simetris, tidak defands pantulan x/menit
ada hernia muskuler. gelombang
cairan
Paru Pernapasan Pergerakan Suara ketok Suara nafas
meningkat, sama atau sonor, tak ada normal, tidak
regular atau simetris, redup atau ada wheezing
tidaknya fermitus raba suara atau suara
tergantung sama tambahan tambahan
pada riwayat lainnya lainnya seperti
penyakit stridor dan
pasien yang ronchi
berhubungan
dengan paru
Jantung Tidak tampak Nadi - Suara S1 dan
iktus jantung meningkat, S2 tunggal,
iktus tidak tidak ada mur-
teraba mur.
Genitalia Tidak ada Tiidak adayeri - -
hernia, tidak tekan pada alat
tampak kelamin
pembesaran
lymphe
Integumen Terdapat Tidak ada - -
erytema, nyeri tekan
tampak kepala
bengkak/oede
ma.
27
Kategori dan Subkategori Masalah Normal
Fisiologis Respirasi Takipnea sebagai respon Anak : 18-30 x/menit
terhadap nyeri yang Remaja : 12-16 x/menit
dirasakan, ansietas dan Dewasa : 16-20 x/menit
hipotensi.
Sirkulasi Hipertensi (kadang terlihat TD : 90/60 -120/80 mmHg
sebagau respon terhadap Nadi : 60-100x/menit
nyeri, ansietas atau Denyut Jantung : 60-
hipotensi/kehilangan 100x/menit
cairan), Takikardia Bunyi Jantung : Normal, S1
(respon stress, dan S2 terdengar
hopovolemia), Irama : Teratur
penurunan/tak ada nadi
pada bagian distal yang
cedera, pembengkakan
jaringan atau massa
hematoma pada sisi
cedera.
Nutrisi dan Tidak ada gangguan pada Nutrisi normal :
Cairan nutrisi dan cairan. Namun, Karbohidrat 60-75%
masalah musculoskeletal Protein 10-15%
terutama fraktur dapat Lemak 10-12%
disebabkan karena nutrisi Cairan normal :
yang tidak adekuat terutam Cairan intraseluler terdiri dari
kalsium atau protein. 40% dari BB orang dewasa atau
70% total dari cairan tubuh.
Cairan Ekstraselulerterdiri dari
20% dari BB orang dewasa atau
30% total dari cairan tubuh
28
badan dan asites.
Eliminasi Klien merasa sulit BAB
melakukan kebutuhan Frekuensi : 3x/hr
eliminasi karena Warna : Kecoklatan
keterbatasan gerak dan Konsistensi : Berbentuk,lunak,
megalami nyeri sehingga agak cair atau lembek, basah
sulit untuk melakukan Bentuk :Silinder (bentuk
kebutuhan eliminasi secara rectum)
mandiri. Jumlah : 100-400 gr/hari
Bau : aromatik dipengaruhi
oleh makanan yang dimakan
dan flora bakteri
BAK
Frekuensi: 6-8x/hari
Jumlah : 400-2000 ml/hari
Warna : Kuning,pucat,kuning
transparan
Bau : Sedikit beraroma
pH : 4,5 – 8
Berat jenis:
Air,pigmen(urobilinogen,urokro
ma, amonia), Tidak terdapat
darah.
Tidak mengalami
hepatomegali, splenomegali,
anuria dan disfungsi usus serta
kandung kemih.
Aktivitas & Karena timbulnya nyeri Anak : 8-12jam/malam tanpa
Istirahat dan keterbatasan gerak tidur siang.
menyebabkan semua Remaja :8-10 jam waktu tidur
29
bentuk kegiatan klien setiap malam.
menjadi berkurang dan Dewasa muda : 7-8 jam
kebutuhan klien perlu Dewasa usia pertengahan : 6-8
banyak dibantu oleh orang jam/malam
lain. Lansia : 6 jam setiap malam.
Tidak mengalami
kelelahan/kelemahan atau
malaise, aktivitas/latihan
toleransi.
30
Integritas Ansietas berhubungan Mampu bersosialisasi dengan
Ego dengan diagnosis dan baik, beradaptasi dan mampu
kemungkinan takut mati. mengontrol diri
Takut berhubungan
dengan tes diagnostik dan
modalitas pengobatan
(tindakan pembedahan).
Pertumbuhan - Perkembangan mental,
dan psikomotor, daya ingat, serta
Perkembangan pertumbuhan tubuh normal
sesuai usia.
31
klien megalami
keterbatasan gerak yang
disebabkan oleh adanya
fraktur.
d. Pemeriksaan Penunjang
No. Tes Definisi/Nilai Normal
1 Kalsium Serum & Fosfor Kalsium fosfat adalah nama yang diberikan untuk
Serum keluarga mineral yang mengandung ion kalsium
(Ca2+) bersama-sama dengan ortofosfat, metafosfat
atau pirofosfat dan kadang-kadang hydrogen atau
ion hidroksida.
Normalnya kadar fosfat dalam tubuh adalah 2.5-4.5
mg/dL.
2 Alkalin Fosfat Alkalin fosfat adalah salah satu enzim hidrolase
yang terutama ditemukan pada sebagian besar
prgan, terutama dalam jumlah besar organ tubuh,
terutama dalam jumlah besar di hati, tulang dan
plasenta. Enzi mini berfungsi memindahkan gugus
fosfat. Nilai normal alkali fosfat adalah 30-120
unit/L.
3 Hematokrit & Leukosit Hematokrit adalah jumlah sel darah merah dalam
darah sehingga dengan melakukan
pemeriksaan hematokrit maka akan kita dapatkan
hasil perbandingan jumlah sel darah merah
(eritrosit) terhadap volume darah dalam satuan
persen. Nilai normal hematokrit pada pria dewasa
adalah 41-50%, sedangkan pada wanita adalah 36-
44%.
Leukosit adalah sel yang membentuk komponen
darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk
membantu tubuh melawan berbagai penyakit
32
infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Jumlah normal berkisar antara 4.500-10.000 sel per
mikroliter darah.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapilebih diindikasikan bila terjadi infeksi
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan kondusi saraf yang diakibatkan
fraktur
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan
5. Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
33
3.2 DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko Hipovolemik
2. Resiko Perdarahan
3. Nyeri Akut
4. Hipertermia
5. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
6. Gangguan Rasa Nyaman
7. Gangguan Mobilitas Fisik
8. Resiko Infeksi
9. Resiko Jatuh
10. Resiko Cedera
11. Gangguan Citra Tubuh
12. Ansietas
13. Defisiensi Pengetahuan
34
Penyimpangan KDM Fraktur
FRAKTUR
35
FRAKTUR
Bidai
Gips Pre Op Post Op
Traksi DX : Risiko DX : Risiko
Klien banyak Inflamasi Cedera Jatuh
bertanya Bakteri
mengenai
tindakan dan
DX : Risiko
keadaan klien
Infeksi
DX : Defisit
Pengetahuan Klien cemas, khawatir
DX : Gangguan Citra
Tubuh
36
Penyimpangan KDM Dislokasi
Merusak struktur
sendi dan ligamen
Merobek kapsul
DISLOKASI
Penurunan Kelemahan
stabilitas sendi Anggota Gerak
Tulang terlepas
dari magkuk sendi
37
3.3 PERENCANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi : Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian cairan IV 6. Untuk mengganti cairan yang
isotonis ( mis NaCl RL) hilang
7. Kolaborasi pemberian produk darah 7. Untuk mencegah terjadinya
hipovolemia akibat perdarahan.
38
2 Risiko Perdarahan d.d trauma Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
keperawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan Perdarahan Pencegahan Perdarahan
Kategori : Fisiologis maka Tingkat Perdarahan
Subkategori : Sirkulasi Menurun dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
1. Hemoglobin 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui ketika terjadi
Definisi : 2. Hematokrit perdarahan perdarahan
Berisiko mengalami kehilangan 3. Suhu tubuh 2. Monitor nilai 2. Untuk memantau
darah baik internal (terjadi di dalam hematokrit/hemoglobin sebelum hematokrit/hemoglobin
tubuh) maupun eksternal (terjadi dan sesudah kehilangan darah
hingga keluar tubuh)
Terapeutik : Terapeutik :
Faktor Risiko 3. Pertahankan tindakan bed rest 3. Agar perdarahan tidak semakin
1. Trauma selama perdarahan banyak
Kolaborasi : Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian obat 8. Agar dapat mengontrol darah
pengontrol perdarahan, jika perlu
9. Anjurkan pemberian produk darah 9. Untuk mengganti darah yang
keluar.
39
3 Nyeri Akut b.d Agen pencedera Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
fisik (trauma) d.d Mengeluh nyeri, keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
tampak meringis, bersikap protektif maka Tingkat Nyeri Menurun
(mis. Waspada, posisi menghindari dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
nyeri), gelisah, dan sulit tidur. 1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui keadaan
2. Meringis durasi, frekuensi, kualitas, umum klien dan untuk
Kategori : Psikologis 3. Sikap protektif intensitas nyeri mengetahui secara lebih jelas
Subkategori : Nyeri dan 4. Gelisah nyeri yang dirasakan
Kenyamanan 5. Kesulitan tidur 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui nyeri yang
6. Berfokus pada diri sendiri dirasakan klien sehingga
Definisi : memudahkan dalam melakukan
Pengalaman sensorik atau intervensi
emosional yang berkaitan dengan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Untuk memonitor ekspresi wajah
kerusakan jaringan aktual atau klien saat nyeri terjadi
fungsional, dengan onset mendadak 4. Identifikasi faktor yang 4. Agar dapat memberikan
atau lambat dan berintensitas ringan memperberat dan memperingan tindakan keperawatan yang tepat
hingga berat yang berlangsung nyeri sesui dengan manajemen nyeri
kurang dari 3 bulan. 5. Monitor efek samping penggunaan 5. Untuk melihat efek samping dari
analgetik analgesik tersebut
Penyebab :
1. Agen pencedera fisik (trauma) Terapeutik : Terapeutik
6. Berikan teknik nonfarmakologis 6. Untuk mengatasi dan mengatasi
Gejala dan Tanda Mayor : untuk mengurangi rasa nyeri nyeri klien
Subjektif : 7. Kontrol lingkungan yang 7. Agar suhu ruangan dapat terjaga
1. Mengeluh nyeri memperberat rasa nyeri dengan baik demi kenyamana
klien
Objektif : 8. Pertimbangkan jenis dan sumber 8. Agar tidak terjadi komplikasi
1. Tampak meringis nyeri dalam pemilihan strategi pada saat meredahkan nyeri
2. Bersikap protektif (mis. meredakan nyeri
Waspada, posisi menghindari
nyeri)
3. Gelisah
40
4. Sulit tidur Edukasi : Edukasi :
9. Jelaskan penyebab, periode, dan 9. Agar pasien dapat mengetahui
Gejala dan Tanda Minor : pemicu nyeri penyebab terjadinya nyeri
Objektif : tersebut
1. Berfokus pada diri sendiri 10. Jelaskan strategi meredakan nyeri 10. Agar nyeri dapat di hilangkan
meskipun tanpa menggunakan
Kondisi Klinis Terkait : obat tertentu
1. Cedera traumatis 11. Anjurkan memonitor nyeri secara 11. Agar pasien dapat mengukur
mandiri nyerinya sendiri
12. Anjurkan menggunakan analgetik 12. Anageltik diberikan untuk
secara tepat membantu menghambat
stimulus nyeri ke pusat
presepsi nyeri di orteks serebri
sehingga nyeri dapat berkurang
13. Ajarkan teknik nonfarmakalogis 13. Untuk mengatasi dan
untuk mengurangi rasa nyeri menghilangkan rasa nyeri
Kolaborasi : Kolaborasi :
14. Kolaborasi pemberian analgetik, 14. Pengunaan anagelsik yang
jika perlu berlebihan dapat menutupi
gejala.
4 Hipertermia b.d respon trauma d.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
suhu tubuh diatas normal, kulit keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
terasa hangat. maka Termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
Kategori : Lingkungan 1. Suhu tubuh 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Untuk mengetahui sumber
Subkategori : Keamanan dan 2. Suhu kulit penyebab nyeri
Proteksi 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mencegah terjadinya
3. Monitor kadar elektrolit syok
Definisi : 3. Untuk memantau kadar
Suhu tubuh meningkat di atas elektrolit pada tubuh
41
rentang normal tubuh. Terapeutik : Terapeutik :
4. Sediakan lingkungan yang dingin 4. Untuk menurunkan suhu pasien
Penyebab : 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian 5. Agar pasien tidak merasa
1. Respon trauma kepansan
6. Berikan cairan oral 6. Untuk mengurangi dehidrasi
Gejala dan Tanda Mayor yang dialami pasien
Objektif : 7. Lakukan pendinginan eksternal 7. Untuk menurunkan suhu badan
1. Suhu tubuh diatas nilai normal (mis. Selimut hipotermia atau pasien
kompres dingin pada dahi, leher,
Gejala dan Tanda Minor dada, abdomen, aksila)
Objektif : 8. Hindari pemberian antipiretik atau 8. Untuk menurunkan suhu tubuh
1. Kulit terasa hangat aspirin
5 Gangguan Integritas
Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
Kulit/Jaringan b.d penurunan
keperawatan selama 3 x 24 jam Perawatan Luka Perawatan Luka
mobilitas, faktor mekanis
maka Integritas Kulit dan Jaringan
(penekanan pada tonjolan tulang,
Meningkat dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
gesekan) d.d kerusakan jaringan
1. Kerusakan jaringan menurun 1. Monitor karakteristik luka (mis. 1. Untuk mengetahui tindakan
dan/atau lapisan kulit, nyeri,
2. Kerusakan lapisan kulit menurun Drainase, ukuran, bau) perawatan luka seperti apa
kemerahan, hematoma. 3. Nyeri menurun yang akan dilakukan
4. Perdarahan menurun 2. Monitor tanda-tanda infeksi 2. Untuk mencegah terjadinya
Kategori : Lingkungan 5. Kemerahan menurun infeksi
Subkategori : Keamanan dan 6. Hematoma menurun
42
Proteksi Terapeutik : Terapeutik :
3. Lepaskan balutan dan plester 3. Untuk mencegah rasa nyeri
Definisi : secara perlahan pasien akibat plester
Kerusakan kulit (dermis dan/atau 4. Bersikan dengan cairan NaCl atau 4. Untuk mencegah kekurangan
epidermis) atau jaringan (membran pembersih nontoksik, sesuai cairan akibat luka
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kebutuhan
tulang, kartilago, kapsul sendi 5. Bersikan jaringan nekrotik 5. Agar tidak menyebabkan
dan/atau ligamen). kerusakan jaringan yang lain
6. Pasang balutan sesuai jenis luka 6. Untuk mencegah infeksi dan
Penyebab : mempercepat penyembuhan
1. Penurunan mobilitas luka
2. Faktor mekanis (penekanan 7. Pertahankan teknik steril saat 7. Untuk mencegah terjadinya
pada tonjolan tulang, gesekan) melakukan perawatan luka infeksi
8. Ganti balutan sesuai jumlah 8. Agar menjaga balutan luka
Gejala dan Tanda Mayor : eksudat dan drainase tetap bersih
Objektif : 9. Berikan suplemen vitamin dan 9. Vitamin dan mineral dapat
1. Kerusakan jaringan dan/atau mineral (mis. Vitamin A, Vitamin membantu mempercepat
lapisan kulit C, Zinc, asam amino), sesuai penyembuhan luka
indikasi
Gejala dan Tanda Minor : 10. Berikan terapi TENS (stimulasi 10. Terapi TENS membantu
Objektif : saraf transkutaneous), jika perlu menghilangkan nyeri yang di
1. Nyeri alaami akibat luka
2. Perdarahan
3. Kemerahan Edukasi : Edukasi :
4. Hematoma 11. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 11. Agar pasien mengetahui kapan
luka terjadi infeksi
Kondisi Klinis Terkait 12. Anjurkan mengkonsumsi 12. Untuk mempercepat
1. Imobilisasi makanan tinggi kalori dan protein penyembuahan luka
13. Ajarkan prosedur perawatan luka 13. Untuk memandirikan pasien
secara mandiri
43
Kolaborasi : Kolaborasi :
14. Kolaborasi pemberian antibiotik, 14. Mengurangi risiko infeksi dan
jika perlu mempercepat penyembuhan
luka.
6 Gangguan Rasa Nyaman b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
gejala peenyakit d.d mengeluh keperawatan selama 3 x 24 jam Pengaturan Posisi Pengaturan Posisi
tidak nyaman, gelisah, mengeluh maka Status Kenyamana
sulit tidur, dan tidak mampu rileks.
Meningkat dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
1. Kesejahteraan fisik 1. Monitor alat traksii agar selalu 1. Alat traksi yang tepat
Kategori : Psikologis 2. Rileks tepat memungkinkan tarikan pada
Subkategori: Nyeri dan 3. Keluhan tidak nyaman menurun aksis panjang fraktur tulang
Kenyamanan 4. Gelisah menurun dan mengatasi tegangan otot
5. Keluhan sulit tidur menurun atau pemendekan untuk
Definisi : memudahkan posisi atau
Peerasaan kurang senang, lega dan penyatuan.
sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan Terapeutik : Terapeutik :
sosial. 2. Tempatkan pada matras/tempat 2. Tempat tidur lentur atau lembut
tidur terapeutik yang tepat dapat membuat perubahan
Penyebab : bentuk/ perenggangan gips
1. Gejala penyakit yang masih basah, mematahkan
gips yang sudah kering atau
Gejala dan Tanda Mayor : mempengaruhi dengan
Subjektif : penarikan traksi, sehingga
1. Mengeluh tidak nyaman membantu dalam penyatuan
3. Untuk membantu dalam
Objektif : 3. Tempatkan pada posisi terapeutik penyembuhan dan penyatuan
1. Gelisah tulang
4. Untuk meningkatkan stabilitas,
Gejala dan Tanda Minor : 4. Tempatkan objek yang sering menurunkan kemungkinan
Subjektif : digunakan dalam jangkauan gangguan posisi atau
44
1. Mengeluh tidak nyaman memperlama proses
2. Tidak mampu rileks penyembuhan
5. Sehingga dapat mencegah
Objektif : 5. Atur posisi tidur yang disukai, jika gerakan yang tak perlu dan
1. Tampak merintih/menangis tidak kontraindikasi perubahan posisi. Posisi yang
di sukai dapat mencegah
tekanan perubahan bentuk pada
gips yang kering.
6. Untuk menurunkan
6. Posisikan pada kesejajaran tubuh kemungkinan gangguan posisi
yang tepat atau memperlama proses
penyembuhan
7. Untuk mencegah kesalahan
7. Imobilisasi dan topang bagian posisi tulang atau tegangan
tubuh yang cedera dengan tepat jaringan yang cedera. Serta
menimalisir rasa nyeri
8. Untuk meningkatkan aliran
8. Tinggikan bagian tubuh yang sakit balik vena, menurunkan
dengan tepat edema dan menurunkan nyeri
9. Menurunkan kemungkinan
9. Motivasi melakukan ROM aktif gangguan posisi atau
atau pasif penyembuhan
10. Membantu menghindari
10.Hindari menempatkan pada posisi penarikan berlebihan tiba-tiba
yang dapat meningkatkan nyeri pada fraktur yang
menimbulkan nyeri
11. Untuk menghilangkan nyeri
11.Hindari posisi yang menimbulkan dan mencegah kesalahan
ketegangan pada luka posisi tulang atau tegangan
jaringan yang cedera.
12. Untuk mencegah kesalahan
12.Minimalkan gesekan dan tarikan posisi tulang atau tegangan
45
saat mengubah posisi jaringan yang cedera.
13. Menurunkan kemungkinan
13.Pertahankan posisi dan integritas gangguan posisi atau
traksi penyembuhan
14. Menghindari penarikan
14.Jadwalkan secara tertulis untuk berlebihan tiba-tiba pada
perubahan posisi fraktur yang menimbulkan
nyeri dan spasme otot.
Edukasi :
Edukasi : 15. Menghindari penarikan
15. Informasikan saat akan dilakukan berlebihan tiba-tiba pada
perubahan posisi fraktur yang menimbulkan
nyeri dan spasme otot.
16. Menurunkan kemungkinan
16. Ajarkan cara menggunakan postur gangguan posisi atau
yang baik dan mekanika tubuh penyembuhan
yang baik selama melakukan
perubahan posisi
Kolaborasi :
Kolaborasi : 17. menurunkan kemungkinan
17. Kolaborasi pemberian gangguan posisi atau
premedikasi sebelum mengubah penyembuhan
posisi, jika perlu
7 Gangguan Mobilitas Fisik b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
kerusakan integritas struktur tulang, keperawatan selama 3 x 24 jam Dukungan Ambulasi Dukungan Ambulasi
gangguan muskuloskeletal d.d maka Mobilitas Fisik Meningkat
mengeluh sulit menggerakkan dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
ekstremitas, rentang gerak (ROM) 1. Pergerakan ekstremitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mengevaluasi keefektifan
menurun, nyeri saat bergerak, dan 2. Rentang gerak (ROM) keluhan fisik lainnya yang telah diberikan
46
gerakan terbatas. 3. Nyeri menurun 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Untuk meningkatkan toleransi
4. Gerakan terbatas menurun melakukan ambulasi klien dalam melakukan aktivitas
Kategori : Fisiologis 5. Kelemahan fisik menurun fisik
Subkategori : Aktivitas/Istirahat 3. Monitor kondisi umum selama 3. Untuk tetap menjaga kestabilan
melakukan ambulasi pada klien
Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas Terapeutik : Terapeutik :
secara mandiri. 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan 4. Untuk membantu dan
alat bantu (mis. Tongkat, kruk) memudahkan klien dalam
Penyebab : melakukan aktivtas
1. Kerusakan integritas struktur 5. Fasilitasi melakukan mobilisasi 5. Agar klien dapat melaksanakan
tulang fisiki, jika perlu aktivitas fisik sesuai
2. Gangguan muskoloskeletal kemampuannya
3. Nyeri 6. Libatkan keluarga untuk membantu 6. Untuk memudahkan pasien
pasien meningkatkan ambulasi dalam melakukan tindakan
Gejala dan Tanda Mayor : ambulasi
Subjektif :
1. Mengeluh sulit menggerakan Edukasi : Edukasi :
ekstremitas 7. Jelaskan tujuan dan prosedur 7. Agar pasien dan keluarga
ambulasi mengetahui rencana tindakan
Objektif : yang akan dilakukan
1. Rentang gerak (ROM) menurun 8. Anjurkan melakukan ambulasi dini 8. Untuk mendukung kekuatan,
daya tahan dan fleksibilitas
Gejala dan Tanda Minor : 9. Ajarkan ambulasi sederhana yang 9. Untuk mempercepat proses
Subjektif : harus dilakukan (mis. Berjalan dari pemulihan pada klien
1. Nyeri saat bergerak tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
Objektif : berjalan sesuai toleransi)
1. Gerakan terbatas
47
1. Trauma
2. Fraktur
8 Risiko Infeksi d.d Efek prosedur Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
invasif keperawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
maka Tingkat Infeksi Menurun
Kategori : Lingkungan dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
Subkategori : Keamanan dan 1. Kemerahan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk mengetahui ketika terjadi
Proteksi 2. Nyeri lokal dan sistemik infeksi
3. Demam
Definisi : 4. Bengkak Terapeutik : Terapeutik :
Beresiko mengalami peningkatan 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Agar terhindar dari kuman yang
terserang organisme patogenik kontak dengan pasien dan dapat menginfeksi
lingkungan pasien
Faktor Risiko : 3. Pertahankan teknik aseptik pada 3. Agar terhindar dari kuman yang
1. Efek prosedur invasif pasien berisiko tinggi dapat menginfeksi
48
9 Risiko Jatuh d.d kekuatan otot Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
menurun keperawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
maka Tingkat Jatuh Menurun
Kategori : Lingkungan dengan riteria hasil : Observasi : Observasi :
Subkategori : Keamanan dan 1. Jatuh saat berjalan 1. Identifikasi faktor risiko jatuh 1. Untuk mencegah terjadinya jatuh
Proteksi 2. Jatuh saat berdiri 2. Identifikasi faktor lingkungan yang 2. Agar dapat memanjemen
3. Jatuh dari tempat tidur meningkatkan risiko jatuh lingkungan agar tidak terjadi
Definisi : jatuh
Beresiko mengalami kerusakan
fisik dan gangguan kesehatan Terapeutik : Terapeutik :
akibat terjatuh. 3. Pastikan roda tempat tidur dan 3. Agar pasien tidak jatuh ketika
kursi roda selalu dalam kondisi melakukan pergerakan
Faktor Risiko : terkunci
1. Kekuatan otot menurun 4. Untuk menjaga posisi klien tetap
4. Pasang handrall tempat tidur aman
5. Gunakan alat bantu berjalan 5. Agar pasien mampu berjalan
6. Dekatkan bel pemanggil dalam tanpa jatuh
jangkauan pasien 6. Agar pasien tidak harus
melangkah jauh untuk
menjangkau bel
Edukasi : Edukasi :
7. Anjurkan memanggil perawat jika 7. Agar pasien bisa dibantu oleh
membutuhkan bantuan untuk perawat dan tidak terjatuh
berpindah
8. Anjurkan berkonsentrasi untuk 8. Agar pasien tidak terjatuh
menjaga keseimbangan tubuh
49
10 Risiko Cedera d.d ketidakaman Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi: Manajemen
transportasi keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Kesehatan Lingkungan Kesehatan Lingkungan
maka Tingkat Cedera Menurun
Kategori : Lingkungan dengan riteria hasil : Observasi : Observasi :
Subkategori : Keamanan dan 1. Kejadian cedera 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan 1. Untuk mengetahui kebutuhan
Proteksi 2. Luka/lecet (mis. Kondisi fisik, fungsi kognitif keselamatan yang dibutuhkan
3. Fraktur dan riwayat perilaku) klien.
Definisi :
Beresiko mengalami bahaya atau Terapeutik : Terapeutik :
kerusakan fisik yang menyebabkan 2. Hilangkan bahaya keselamatan 2. Untuk mengurangi bahaya
seseorang tidak lagi sepenuhnya lingkungan (mis. Fisik, biologi, keselamatan di lingkungan
sehat atau dalam kondisi baik. dan kimia), jika memungkinkan
3. Modifikasi lingkungan untuk 3. Untuk meminimalkan bahaya
Faktor Risiko : meminimalkan bahaya dan risiko dan risiko
1. Ketidakamanan transportasi 4. Sediakan alat bantu keamanan 4. Untuk mengurangi risiko jatuh
lingkungan (mis. Commode chair
dan pegangan tangan)
5. Fasilitasi relokasi ke lingkungan 5. Untuk menghindari terjadinya
yang aman jatuh.
Edukasi : Edukasi :
6. Ajarkan individu, keluarga dan 6. Agar individu, keluarga dan
kelompok risiko tinggi bahaya kelompok mengetahui bahaya
lingkungan. lingkungan
11 Gangguan Citra Tubuh b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
perubahan struktur/bentuk tubuh keperawatan selama 3 x 24 jam Promosi Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
(trauma), perubahan fungsi tubuh maka Citra Tubuh Meningkat
d.d mengungkapkan dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
kecacatan/kehilangan bagian tubuh, 1. Verbalisasi perasaan negatif 1. Identifikasi perubahan citra tubuh 1. Agar perawat dapat memberi
fungsi/struktur tubuh tentang perubahan tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial identifikasi yang tepat dengan
50
berubah/hilang. menurun masalah yang ada
2. Respon nonverbal pada
Kategori : Psikologis perubahan tubuh Terapeutik : Terapeutik :
Subkategori : Integritas Ego 2. Diskusikan perubahan tubuh dan 2. Agar pasien dapat
fungsinya mempertahankan ketahanan
Definisi : pada tubuh
Perubahan persepsi tentang 3. Diskusikan kondisi stres yang 3. Untuk mengurangi stres dan
penampilan, struktur dan fungsi mempengaruhi citra tubuh (mis. menjaga citra tubuh pada klien
fisik individu. luka)
4. Diskusikan cara mengembangkan 4. Untuk meningkatkan citra tubuh
Penyebab : harapan citra tubuh secara realistis yang realistis
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh 5. Diskusikan persepsi pasien dan 5. Untuk mengkur pemahaman
(trauma) keluarga tentang perubahan citra pada pasien dan kluarga tentang
Gejala dan Tanda Mayor tubuh perubahan citra tubuh
Subjektif :
1. Mengungkapkan Edukasi : Edukasi :
kecacatan/kehilangan bagian 6. Jelaskan kepada keluarga tentang 6. Agar keluarga mengetahui
tubuh perawatan perubahan citra tubuh dengan baik bagaimana
perawatan pada perubahan citra
Objektif : tbuh
1. Fungsi/struktur tubuh 7. Anjurkan mengungkapkan 7. Untuk mengetahui persepsi
berubah/hilang gambaran diri terhadap citra tubuh. pasien tentang gambaran dirinya
51
12 Ansietas b.d Kurang terpapar Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
informasi d.d merasa khawatir keperawatan selama 3 x 24 jam Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas
dengan akibat kondisi yang maka Tingkat Ansietas Menurun
dihadapi, tampak gelisah, tampak dengan kriteria hasil : Observasi Observasi
tegang. 1. Verbalisasi khawatir terhadap 1. Identifikasi saat tingkat ansietas 1. Agar pasien dan keluarga lebih
kondisi yang dihadapi berubah (mis, kondisi, waktu, memahami apa itu ansietas
Kategori : Psikologis 2. Perilaku gelisah stresor) sendiri dan bisa mengantisipasi
Subkategori : Integritas Ego 3. Perilaku tegang jika ansietas itu timbul dengan
berbagai macam tingkatan
Definisi : ansietas
Kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap objek Terapeutik Terapeutik
yang tidak jelas dan spesifik akibat 2. Temani pasien untuk mengurangi 2. Agar pasien lebih merasa
antisipasi bahaya yang kecemasan, jika memungkinkan nyaman dan tidak merasa
memungkinkan individu melakukan sendiri
tindakan untuk menghadapi 3. Pahami situasi yang membuat 3. Untuk lebih mengetahui dan
ancaman. ansietas lebih mengontrol pasien agar
tidak terjadi ansietas yang
Penyebab : berlebih
1. Kurang terpapar informasi 4. Gunakan tehnik bhsp agar
4. Gunakan pendekatan yang tenang terjalin komunikasi yang
Gejala dan Tanda Mayor dan meyakinkan adekuat dan untuk
Subjektif : menimbulkan rasa kepercayaan
1. Merasa khawatir dengan akibat 5. Agar pasien tidak merasakan
dari kondisi yang dihadapi 5. Motivasi mengidentifikasi situasi asietas yg berkepanjangan
yang memicu kecemasan
Objektif :
1. Tampak gelisah Edukasi Edukasi
2. Tampak tegang 6. Anjurkan keluarga untuk tetap 6. Karena keluarga merupakan
bersama pasien, jika perlu unit terbesar dalam membantu
Gejala dan Tanda Minor kesembuhan pasien
Objektif : 7. Latih penggunaan mekanisme 7. Untuk dapat mengbebaskan diri
52
1. Muka tampak pucat pertahanan diri yang tepat. segala jenis kerusakan fisik
Kondisi Klinis Terkait : yang berhubungan dengan
1. Rencana operasi kejahatan
13 Defisit Pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
terpapar informasi d.d menanyakan keperawatan selama 3 x 24 jam Edukasi Kesehatan Edukasi Kesehatan
masalah yang dihadapi. maka Tingkat Pengetahuan
Meningkat dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
Kategori : Perilaku 1. Perilaku sesuai anjuran 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar materi atau pendidikan
Subkategori : Penyuluhan dan 2. Pertanyaan tentang masalah kemampuan menerima informasi kesehatan yang di berikan dapat
Pembelajaran yang dihadapi menurun diterima oleh klien
53
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Ketika terjadi trauma musculoskeletal harus segera ditangani karena jika
tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
Imobilisasi, reduksi dan traksi untuk fraktur merupakan penatalaksanaan untuk
pasien fraktur. Imobilisasi dini harus dilakukan untuk mencegah deformitas dan
sebagai penyangga tulang yang patah. Ketika dicurigai adanya fraktur servikal,
maka pasang neck collar untuk membatasi gerakan leher sehingga tidak
memperburuk keadaan leher. Jika fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut
bersih (Steril) untuk mencegah kontaminasi bakteri.
4.2 SARAN
Dalam penyusun makalah ini sangat jauh dari penyempurnaan maka kami
sangat mengharapkan saran, kritikan, ide dari teman-teman mahasiswa atau
mahasiswi yang bersifat menambah dan membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
54
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, FN. 2016. Definisi Fraktur. Melalui Link url: http://scholar.unand.ac.id/1
7468/2/2.%2520BAB%2520I%2520.pdf. Diakses pada Rabu, 13 Mei 2020
Pukul 22.30 WITA.
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah – Manejemen Klinis untuk
Hasil yang DiharapkanEdisi 8 Buku 2. Singapore: Elsevier. Diakses pada
Rabu, 13 Mei 2020 Pukul 22.30 WITA.
Chirudin, Rasjad. 2014. Patofisiologi Fraktur. Melalui link url: http://digilib.unim
us.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-sitifatima-5395-2-07.bab-r.pdf.
Diakses pada Senin, 23 September 2019 Pukul 15.11 WITA.
Lukman & Nurna. 2017. Fraktur & Bone Healing. Melalui Link: http://repository.
ump.ac.id/3927/3/MARTONO%20BAB%20II.pdf. Diakses pada Senin, 23
September 2019 Pukul 15.11 WITA.
Saadat & Soori. 2010. Dalam Widyaswara PA, dkk. 2016. Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Outcome Pasien Cedera Kepala di IGD RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan. Vol. 12 (3): 154-155.
Salim. 2015. Dalam Widyaswara PA, dkk. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Outcome Pasien Cedera Kepala di IGD RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan.
Vol. 12 (3): 154-155.
55
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar :Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Zerlinda. 2016. Etiologi Fraktur. Melalui Link url: http://repository.umy.ac.id/bit
stream/handle/123456789/7316/BAB%2520II_ZerlindaGhassani.pdf.
Diakses pada Senin, 23 September 2019 Pukul 15.11 WITA.
56