Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

DOSEN PENGAMPU

Ns. Agus Putradana, M.Kep

OLEH :

I NYOAN DEVA ARDHITA WIDANA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sistem muskuloskeletal
dengan judul ”Fraktur” sadar bahwa dalam penulisan ini tidak sedikit masalah
yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak, semua masalah
tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.

Mataram, 03 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Fraktur.............................................................................. 6
B. Klasifikasi Fraktur......................................................................... 6
C. Etiologi Fraktur.............................................................................. 9
D. Patofisiologi Fraktur...................................................................... 9
E. Manifestasi klinis Fraktur.............................................................. 10
F. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur.................................................... 11
G. Komplikasi Fraktur........................................................................ 13
H. Penatalaksanaan Fraktur................................................................ 15
I. Pathways Fraktur........................................................................... 33
J. Asuhan Keperawatan Fraktur........................................................ 34
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 29
B. Saran.............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang dihadapi dewasa ini semakin kompleks dimana penyakit
tidak menular semakin meningkat sedangkan penyakit menular tetap menjadi perhatian
serius. Hal ini berpengaruh pada ruang lingkup epidemiologi, dimana terjadi perubahan
pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular yang disebut dengan transisi
epidemiologi seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Menurut data dari
WHO SEARO (2000), penyebab kematian penduduk di dunia 52% diakibatkan oleh
penyakit tidak menular, 9% akibat kecelakaan dan 39% akibat penyakit menular dan
penyakit lainnya.
Salah satu penyakit tidak menular tersebut adalah penyakit muskuloskeletal atau
penyakit yang menyerang tulang dan jaringan otot. Saat ini penyakit muskuloskeletal
telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di
seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade
tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas
adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai
kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan
kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara
trauma-trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja dan cedera olah raga.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecatatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur
ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Walaupun penyebab terbanyak dari fraktur adalah peristiwa trauma, tetapi di
kalangan usia lanjut, fraktur lebih sering terjadi karena lemahnya tulang karena suatu
penyakit yang disebut fraktur patologik. Hal ini bahkan menjadi masalah utama pada
kelompok usia tersebut. WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang,
jumlah patah tulang panggul karena osteoporosis meningkat tiga kali lipat dari 1,7 juta
pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari International

4
Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan bahwa di seluruh dunia, satu dari tiga
wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di atas 50 tahun memiliki resiko
mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup mereka.
Diperkirakan bahwa di Eropa 179.000 pria dan 611.000 wanita mengalami fraktur
panggul setiap tahunnya. Di negara Swiss pada tahun 2000, sebanyak 62.535 orang
dirawat di rumah sakit karena patah tulang diantaranya 57% perempuan dan 43% laki –
laki. Di negara Cina, penyakit osteoporosis mempengaruhi hampir 70 juta penduduk
berusia di atas 50 tahun dan menyebabkan 687.000 patah tulang panggul setiap
tahunnya. Di Selandia Baru, pada tahun 2007 terdapat sekitar 84.000 kasus patah tulang
karena osteoporosis dengan 60% kasus terjadi pada wanita.
Kejadian terjatuh dan fraktur pada manula merupakan persoalan penting
kesehatan masyarakat yang terus meningkat dan dialami oleh 150.000 – 200.000 orang
setiap tahun di Inggris, diantara jumlah tersebut ditemukan sebanyak 60.000 kasus
fraktur panggul. Data Badan Kesehatan Amerika Serikat pada tahun 2001
memperkirakan terjadinya kasus patah tulang akibat osteoporosis adalah 1.5 juta kasus
pertahun dengan rincian 33% kasus patah tulang daerah belakang, 14% kasus patah
tulang daerah pergelangan tangan, 20% kasus patah tulang panggul serta lebih dari 30%
patah tulang pada bagian tubuh lainnya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak
1.775 orang(3.8%) dan 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8.5%) dari 14.127 trauma benda tajam tumpul, yang mengalami
fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).
Selain dari memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III,
berdasarkan pernyataan di atas kelompok tertarik untuk mengangkat kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
: Fraktur”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Fraktur ?
2. Apa etiologi Fraktur ?

5
3. Apa klasifikasi Fraktur ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Fraktur ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Fraktur ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Fraktur ?
7. Bagaimana komplikasi dari Fraktur ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Fraktur ?
9. Bagaimana pathways Fraktur ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Fraktur ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Fraktur.
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Fraktur.
3. Untuk mengetahui apa etiologi Fraktur.
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Fraktur.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Fraktur.
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Fraktur.
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Fraktur.
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Fraktur.
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways Fraktur.
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Fraktur.

BAB II
LANDASAN TERORITIS
A. Definisi

Gambar 2.1Jenis-jenis fraktur

6
Menurut Mansjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis,
biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak
terduga.
Frakturadalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan luasnya,
frakturterjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smelzter and Bare, 2002).
Menurut mansjoer, 2000 Frakturatau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Frakturadalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma,
beberapa fraktursekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
frakturyang patologis(Mansjoer, 2001).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat disebabkan oleh trauma
maupun penyakit atau patologis.
B. Etiologi
Menurut FKUI (2010), penyebab fraktur adalah trauma yang terbagi menjadi dua,
yaitu:
1. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu.
2. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.

C. Klasifikasi

Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur

7
Menurut Helmi (2012), klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi berdasarkan
penyebab, jenis, klinis dan radiologi.
1. Klasifikasi berdasarkan penyebaab
a. Fraktur traumatik
 Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar.
b. Fraktur patologi
 Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologi
didalam tulang.
c. Fraktur stres
 Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
2. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur
Klasifikasi jenis fraktur dapat dilihat pada Gambar 2. Berbagai jenis fraktur
tersebut adalah sebagai berikut:

 Fraktur terbuka
 Fraktur tertutup
 Fraktur kompresi
 Fraktur stress
 Fraktur avulasi
 Greenstick Fracture (Fraktur lentuk atau salah satu tulang patah sedang disisi
lainnya membengkok)
 Fraktur transversal
 Fraktur komunitif
 Fraktur impaksi

D. Anatomi Fisiologi

8
Gambar 2.3 Anatomy paha bagian depan

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baiknya fungsi system musculoskeletal sangat
tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi perlindungan
terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot
yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpan kalsium,
fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori:
tulang panjang (missalfemur tulang kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia), tulang
pipih (sternum) dan tulang tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang
kanselus (trabekular atau spongius).Tulang tersusun atas sel, matrik protein, deposit mineral.
Sel – selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi
dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka
dimana garam - garam mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar
yang berperan dalam panghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh
membran fibrus padat dinamakan periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan
limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan
faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih. Sumsum tulang merah yang
terletak disternum, ilium, fertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang. Tulang mulai terbentuk lama
sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)

E. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal
medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap

9
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang
(osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium
dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk
menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan
fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-
tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Ke dalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-
mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

F. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:
1. Deformitas : Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
 Rotasi pemendekan tulang
 Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
8. Pergerakan abnormal

10
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi

G. Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung
patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha
tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
1. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang
gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah
(reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
2. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna.
Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan
setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas
betul betul telah kembali normal.
4. Analgetik

11
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
1. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan
organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
2. Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
3. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi),
degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).
I. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostik pada
pasien fraktur adalah sebagai berikut :
 Pemeriksaansinar-X untukmembuktikanfrakturtulang.
 Scan tulanguntukmembuktikanadanyafraktur stress.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR


A. PENGKAJIAN
Pengkajianadalahlangkahawaldandasardalam proses keperawatansecaramenyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajianpasienpadapasienfraktur ,yaitu:
1. Aktivitasatauistirahattidur
Tanda :Keterbatasangerakataukehilanganfungsimotorikpdabagian yang terkena
(dapatsegeraatausekunder, akibatpembengkakanataunyeri).
Adanyakesulitandalamistirahat – tidurakibatdarinyeri.
2. Sirkulasi
Gejala :Riwayatmasalahjantung, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatanrisikopembentukantrombus).

12
Tanda :Hipertensi ( kadang-
kadangterlihatsebagairesponterhadapnyeriatauasientas) atauhipotensi
( hipovolemia ). Takikardia( respon stress hipovolemia ).
Penurunanatautakterabanadidistal ,pengisiannkapilerlambat ( capillary refill)
kulitdan kuku pucatatausianosis . Pembengkakkanjaringtanataumassa hematoma
padasisicedera
3. Neurosensori
Gejala: Hilanggerakatausensasi ,spasmeotot . kebasataukesemutan(parestesi).
Tanda: Deformitaslocal ,angulasi abnormal , pemendekan , rotasikrepitasi,
spasmeotot, kelemahanatauhilangfungsi . agitasiberhubungandengannyeri,
ansietas, trauma lain.
4. Nyeriataukeamanan
Gejala: Nyeriberattibatibasaatcidera( mungkinterlokalisasipada area
jaringanataukerusakantulangdapatberkurangpadaimobilisasi ,
takadanyeriakibatkerusakansyaraf. Spasmeataukerangotot( setelahimobilisasi )
5. Integritas ego
Gejala :Perasaancemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gayahidup.
Tanda :Tidakdapatistirahat, peningkatanketegangan/pekarangsang ;
stimulasisimpatis.
6. Makanan / cairan
Gejala: Insufisiensi pancreas/DM,
(predisposisiuntukhipoglikemia/ketoasidosis) ;malnutrisi (termasukobesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasanpemasukkan /
periodepuasapraoperasi).
7. Pernapasan
Gejala :Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
8. Keamanan
Gejala : Alergi/sensitive terhadapobat, makanan, plester, danlarutan ; Defisiensi
immune (peningkaanrisikoinfeksisitemikdanpenundaanpenyembuhan) ;
Munculnyakanker / terapikankerterbaru ; Riwayatkeluargatentanghipertermia
malignant/reaksianestesi ; Riwayatpenyakit hepatic (efekdaridetoksifikasiobat-
obatandandapatmengubahkoagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda :Munculnya proses infeksi yang melelahkan , demam.

13
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: Pengguanaanantikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonikglokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsanatau tranquilizer danjugaobat yang
dijualbebas, atauobat-obatanrekreasional. Penggunaan alcohol
(risikoakankerusakanginjal, yang mempengaruhikoagulasidanpilihananastesia,
danjugapotensialbagipenarikandiripascaoperasi).

14
ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI DIAGNOSA


KEPERWATAN
DS: - Perubahan sirkulasi status Gangguan integritas
nutrisi, kekurangan volume kulit/Jaringan
DO: kerusakan jaringan atau cairan, penurunan mobilitas,
lapisan kulit , nyeri,
perdarahan kemerahan,
hematoma
DS: mengeluh lelah, Ketidakseimbangan anatara Intoleransi aktivitas
megeluh sesak saat atau suplai dan kebutuhan oksigen
setelah beraktivitas, merasa tirah baring, kelemahan,
tidak nyaman setelah imobilitas, gaya hidup
beraktivitas, merasa lemah monoton

DO: frekuensi jantung


meningkat >20% dari
kondisi istirahat, sianosi,
tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
DS: mengeluh sulit Kerusakan integritas struktur Gangguan Mobilitas Fisik
menggerakan ekstremitas, tulang , ketidakbugaran fisik ,
nyeri saat bergerak, eggan gangguan muskuloskeletal,
melakukan pergerakan , nyeri, ansietas, kurang
merasa cemas saat bergerak informasi terkait aktivitas
fisik .
DO: kekuatan otot menurun,
Rentang gerak (ROM)
Menurun, sendi kaku,
berakan tidak terkoordinais,
bgerakan terbatas, fisik
lemah
DS: klien merasa bingung, Krisis situasional, ancaman Ansietas
merasa khawatir dengan terhadap konsep diri,
akibat dari kondisi yang ancaman terhadap kematian,
dialami,klien sulit terpapar bahaya lingkungan ,
berkonsentrasi ,mengeluh kurang terpapar informasi
pusing , anoreksia, merasa
tidak berdaya

DO: frekuensi napas dan


nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, klien

15
nampak tremor , muka
tampak pucat , kontak mata
buruk, sering berkemih ,
sulit tidur, tampak gelisah,
tampak tegang
DS: klien mengeluh nyeri kekurangan volume cairan, Perfusi perifer tidak efektif
pada ekstremitasi , mengeluh penurunan konsentrasi
parastesia hemoglobin, peningkatan
tekanan darah, kurang
DO: Nampak edema, akral informasi terkait faktor
teraba dingin, warna kulit pemberat, kurang aktifitas
terlihat pucat , turgor kulit fisik
menurun
Kondisi klinis terkait Faktor resiko Resiko hipovolemia
Trauma/ perdarahan Kehialangan cairan secara
aktif
Kondisi klinis terkait Faktor resiko Resiko infeksi
tindakan invasif, Penyakit kronis, efek
prosedure invasif, malnutrisi,
kerusakan integritas kulit

Kondisi klinis terkait Faktor resiko Resiko cedera


hipotensi, gangguan Terpapar patogen, zat kimia
penglihatan dan gangguan toksi, agen nosokomial ,
pendengaran ,dll. perubahan fungsi psikomotor,
perubahan fungsi kognitif

B. DiagnosaKeperawatan
1. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Inflamasi dermatitis sereboik, defisit
pengetahuan d.d kulit kemerahan, adanya skuama, keluhan nyeri
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidaksinambungan antara suplai dan kebutuhan
oksigenasi , kelemahan mobilitas, d.d dispnea setelah beraktivitas,merasa tidak
bnyaman saat beraktivitas.
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot,penurunan kendali
otot,penurunan massa otot, nyeri d.d penurunan rentang
gerak,ketidaknyamananHambatanmobilitasfisikberhubungandengannyeri/

16
ketidaknyamanan, kerusakanmuskuloskletal, terapipembatasanaktivitas,
danpenurunankekuatan/tahanan.
4. Ansietas b.d kurang pengetahuan ,ancaman terhadap kematian, terpapar bahaya
lingkungan d.d merasa bingung , merasa khwatir, gelisah
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d kekurangan volume cairan, penurunan
konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah, kurang informasi terkait
faktor pemberat, kurang aktifitas fisik d.d pengisian kapiler > 3 detik, nadi
perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, kulit pucat, turgor kulit
menurun , edema
6. Resiko hipovolemia
7. Resiko infeksi
8. Resiko cedera

17
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


1 Gangguan Setelah dilakukan SIKI: Perawatan integritas
integritaskulit/jaringanb.d tindakan keperawatan kulit
Inflamasi dermatitis selama 3 x 24jam Observasi
sereboik, defisit diharapkan dengan  Identifikasi penyebab
pengetahuan d.d kulit kriteria hasil gangguan integritas kulit
kemerahan, adanya SLKI : Terapeautik
skuama, keluhan nyeri  Nyeri menurun  Ubah posisi tiap 2 jam
 Kemerahan jika tirah baring
menurun  Lakukan pemijatan pada
 Pigmentasi area penonjolan tulang,
abnormal menurun jika perlu
 Jaringan parut  Bersihkan perinea dengan
menurun air hangat terutama
 Suhu kulit sealam periode diare
membaik  Hindari produk berbahan
 Sensasi membaik dasar alkohol pada kulit
 Tekstur membaik Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

2 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan SIKI: manajemen energi


ketidaksinambungan tindakan keperawatan observasi
antara suplai dan selama 3 x 24jam  Identifikasi gangguan
kebutuhan oksigenasi , diharapkan dengan fungsi tubuh yang
kelemahan mobilitas, d.d kriteria hasil mengakibatkan kelelahan
dispnea setelah SLKI : Toleransi  Monitor kelelahan fisik
dan emosional
beraktivitas,merasa tidak aktivitas
Terapeautik
bnyaman saat  Saturasi oksigen
meningkat  Sediakan lingkungan
beraktivitas.
 Keluhan lelah yang nyaman dan rendah
menurun stimulus
 Dispnea saat  Berikan aktivitas distraksi
beraktivitas yang menyenangkan
menurun Edukasi
 Perasaaan lelah  Anjurkan tirah baring
danlemah kolaborasi
menurun  Kolaborasi tentang
 Warna kulit peningkatan asupan

18
membaik, nutrisi pada klien
frekuensi napas
membaik
3 Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
Fisik b.d penurunan tindakan keperawatan Observasi
kekuatan otot,penurunan selama 3 x 24jam  Identifikasi adanya nyeri
kendali otot,penurunan diharapkan dengan atau keluhan fisik lainnya
massa otot, nyeri d.d kriteria hasil  Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
penurunan rentang SLKI : Mobilitas fisik
 Monitor frekuensi jantung
gerak,ketidaknyamanan  Pergerakan dan tekanan darah
ekstremitas sebelum memulai
meningkat mobilisasi
 Kekuatan otot  Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
 Rentang gerak mobilisasi
meningkat Terapeautik
 Nyeri menurun
 Fasilitasi aktivitas
 Kelemahan fisik
mobilisasi dengan alat
menurun
bantu( mis.pagar tempat
 Kaku sendi
tidur
menurun
 Fasilitasi melakukan
 Gerakan tidak
pergerakan, jika perlu
terkoordinasi
 Libatkan keluarga untuk
menurun
membantu pasien dalam
 Gerakan terbatas
meningkatkan pergerakan
menurun
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedure mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,pindah
dari tempat tidur kekursi
4 Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan NIC: Reduksi Ansietas
pengetahuan ,ancaman tindakan keperawatan Observasi
terhadap kematian, selama 3 x 24jam  Identifikasi tingkat
terpapar bahaya diharapkan dengan ansietas
lingkungan d.d merasa kriteria hasil  Identifikasi keamampuan
mengambil keputusann
bingung , merasa SLKI : Tingkat
 Monitor tanda-tanda
khwatir, gelisah ansietas ansietas
Terapeutik
 verbalisasi
kebingungan  Ciptakan suasana
menurun terapeautik untuk
 verbalisasi menumbuhkan

19
khawatir akibat kepercayaan
kondisi yang  Temani klien untuk
dihadapi menurun mengurangi kecemasan
 pucat menurun  Dengarkan dengan penuh
 perilaku gelisah perhatian
menurun  Edukasi
 Anjurkan keluarga untuk
tetap menemani klien
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat ansietas
5 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan SIKI: Perawatan sirkulasi
efektif b.d kekurangan tindakan keperawatan Observasi
volume cairan, selama 3 x 24jam  Periksa sirkulasi perifer
penurunan konsentrasi diharapkan dengan  Identifikasi faktor resiko
hemoglobin, peningkatan kriteria hasil gangguan sirkulasi
tekanan darah, kurang SLKI : perfusi perifer
 Monitor
panas,kemerahan,nyeri,
informasi terkait faktor  Denyut nadi atau bengkak pada
pemberat, kurang perifer meningkat ekstremitas
aktifitas fisik d.d  Penyembuhan luka Terapeautik
meningkat
pengisian kapiler > 3  Hindari pemasangan infus
 Sensasi meningkat
detik, nadi perifer atau pengambilan darah
 Warna kulit pucat
menurun atau tidak diarea keterbatasan
menurun
teraba, akral teraba perfusi
 Edema perifer
menurun
 Hindari pengukuran
dingin, kulit pucat, turgor
tekanan darah pada
kulit menurun , edema  Nyeri ekstremitas
ekstremitas dengan
menurun
keterbatasan perfusi
 Parastesia
menurun
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
 Akral membaik
pada area yang cedera
 Turgor kulit
membaik
 Lakukan pencegahan
infeksi
 TD sistol dan
diastol membaik
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkanmengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan mengguankan
obat penurun tekanan
darah ,antikoagulen, dan

20
penurunan kolesterol jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
pengguanaan obat
penyeka beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
 Anjurkan rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
6 Resiko hipovolemi Setelah dilakukan SIKI: Manajemen
tindakan keperawatan Hipovolemi
selama 3 x 24jam Observasi
diharapkan dengan  Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil hipovolemia
SLKI :Status Cairan  Monitor intake cairan
Terapeautik
 kekuatan nadi
membaik  Hitung kebutuhan cairan
 turgor kulit  Berikan posisi
membaik trandelenburg
 perasaan lemah  Berikan asupan cairan
menurun oral
 membran mukosa
membaik Edukasi
 kadar Hb  Anjurkan memperbanyak
membaik asupan cairan oral
 suhu tubuh  Anjurkan meghindari
membaik posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid
 Kolaborasi pemberian
produk darah

21
7 Resiko infeksi Setelah dilakukan SIKI: pencegahan infeksi
tindakan keperawatan Observasi
selama 3 x 24jam  Monitor tanda dan gejal
diharapkan dengan infeksi
kriteria hasil Terapeautik
SLKI :tingkat infeksi  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan tangan
 Berikan perawatan kulit
pada area edema
dan badan
meningkat
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
 Nafsu makan
pasien dan lingkungan
meningkat
pasien
 Demam menurun
 Kemerahan
 Pertahankan teknik
aseptik pada pasien resiko
menurun
tinggi
 Nyeri menurun
Edukasi
 Bengkak menurun
 Cairan berbau  Jealaskan tanda dan gejal
busuk menurun infeksi
 Letargi menurun  Ajarkan cara mencuci
 Kadar sel darah tangan dengan benar
putih membaik  Ajarkan etika batuk
 Kultur urine,  Ajarkan cara memeriksa
darah, kondisi luka atau luka
sputum ,area luka, operasi
feses membaik  Ajarkan cara
meningkatkan asupan
nutrisi
 Ajarkan cara
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
8 Resiko cedera Setelah dilakukan SIKI: Pencegahan cedera
tindakan keperawatan Observasi
selama 3 x 24jam  Identifikasi area
diharapkan dengan lingkunagn yang
kriteria hasil berpotensi menyebabkan
cidera
SLKI :tingkat cedera
 Identifikasi obat yang
 Toleransi aktivitas berpotensi menyebabkan
meningkat cedera
 Nafsu makan  Identifikasi kesesuaian
meningkat alas kaki atau stocking
 Kejadian cedera elastis pada esktremitas
menurun bawah
 Luka/lecet Terapeautik
menurun
 Fraktur menurun
 Sediakan pencahayaan
yang memadai

22
 Perdarahan  Gunakan lampu tidur
menurun selama jam tidur
 Agitasi menurun  Gunakan alas lantai jika
 Gangguan beresiko mengalami
mobilitas dan cidera serius
kognitif menrun  Diskusikan mengenai
 Tekanan darah terapi fisiki dan latihan
membaik yang diperlukan
 Ferekuensi nadi Edukasi
dan napas  Jelaskan alasan itervens
membaik pencegahan ke pasien dan
 Denyut jantung keluarga
apikal dan radialis  Anjurkan berganti posisi
membaik secara perlahan dan
 Pola istirahat/tidur duduk selama beberapa
membaik menit sebelum berdiri

D. EVALUASI
Evaluasi tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan menggunakan SOAP dari masing-
masing diagnosa yang ditentukan berdasarkan kondisi klien.

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang
dapat diabsorbsinya.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan
di kulit
A. Saran
Pemberian pertolongan pada kecelakaan fraktur sangatlah perlu untuk di
ketahui.Hal ini untuk mengantisipasi adanya kecelakaan secara tiba-tiba dan
menyebabkan fraktur.Dengan adanya pengetahuan tersebut,kita bisa memberikan
pertolongan secara darurat jika tidak ada pos kesehatan atau rumah sakit terdekat agar
korban kecelakaan bisa di selamatkan.
Penulis menyarankan kepada pembaca agar tidak bosan untuk memperluas
pengetahuan tentang fraktur dengan membaca literatur kesehatan lainnya

24
DAFTAR PUSTAKA

Apley A, Graham. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Jakarta: Widya

Medika

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta

Corwin, EJ 2012, Buku saku patofisiologi, 3 edn, EGC, Jakarta

Noor, Zairin. 2016. GangguanMuskuloskeletal. Jakarta :SalembaMedika

Sjamsuhidayat R, Jong W.2010. Buku ajar ilmu bedah edisi 3. Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai