DISUSUN OLEH
1. DEWI MELLIYUNITA
2. HIDAYAH HASANNAH
3. LULUK IKE SUMARLIN
4. PENI AGUSTINA
5. PUTRI PUSPITASARI
6. SHEILA PRADITA D.
7. SELVY IRFONI KRISNANDYA
A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang akibat dari adanya benturan atau trauma
tumpul dari objek tertentu (Wartatmo, 2013). Pengetahuan masyarakat tentang pertolongan
pertama sangatlah minim, biasanya masyarakat membalut dengan kain yang seadanya dan tidak
steril, dan langsung memindahkan pasien ke pinggir jalan tanpa mengetahui komplikasi pada
patah tulang jika pertolongannya salah. Penanganan terhadap fraktur dapat dengan pembedahan
atau dengan pembidaian, meliputi imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Fraktur memerlukan
penanganan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang kurang tepat atau salah akan
mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah,
hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013). Adapun
komplikasi terparah yang dapat terjadi adalah kematian (World Health Organization WHO)
dalam Widyastuti, 2015). Penyebab terbanyak dari fraktur adalah kecelakaan, baik itu
kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebaigainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat
faktor lain seperti proses degeneratife dan patologi (Depkes RI, 2007).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat
kece;alaan transportasi jalan di kawasan Asia Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari
total kecelakaan di dunia, yang didalamnya termasuk Indonesia.
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada
ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur
lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstermitas bawah akibat
kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur femur, 14.027 orang mengalami fraktur eruris,
3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di
kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan
ekstermitas bawah sangat sedikit,tetapi terjadinya fraktur fibula tetap saja dapat menimbulkan
adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Terjadinya fraktur tersebut termasuk
didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain
sebagainya (Mardiono, 2010).
Jika penanganan yang salah bisa mengakibatkan komplikasi yang lebih lanjut seperti
infeksi, kerusakan syaraf, kerusakan pembuluh darah hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih
lanjut (Lukman, Dan Ningsih, 2013). Penanganan fraktur di masyarakat masih kurang sesuai
biasanya masyarakat membalut dengan kain yang seadanya dan tidak steril, membungkus tangan
yang terjadi patah tulang dengan kardus yang seadanya, memberikan gendongan dari kain,
membawa pasien ke tempat pijat sanggal putung dan langsung memindahkan pasien ke pinggir
jalan tanpa mengetahui komplikasi pada patah tulang jika pertolongannya salah. Fraktur juga
melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah disekitarnya karena tulangn bersifat rapuh
namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar yang dapat diserap tulang,maka terjadilah trauma pada tulang
yang berakibat pada rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Smellzer dan Bare, 2008).
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan 4 langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan
kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan
oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan
saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2007). Fakta penanangan fraktur
dalam masyarakat yaitu masih banyaknya penanganan yang dilakukan oleh masyarakat dengan
cara (tradisional) seperti dibawa ke ahli sanggal putung, selain itu jika terjadi fraktur terbuka
yang terdapat luka perdarahan tidak dibalut menggunakan kain bersih melainkan kain kotor
seadanya.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengenali komplikasi dan penyebab dari
pertolongan pertama dari patah tulang, untuk meminimalisasikan terjadinya patah tulang
(fraktur) tenaga kesehatan khususnya perawat perlu mengadakan sosialisasi atau penyuluhan
kesehatan dengan cara pembagian liflet, pemasangan poster, membuat pertemuan pada forum
diskusi tentang Patah Tulang (fraktur) kepada masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pertolongan pertama pada seseorang yang mengalami patah tulang (fraktur).
Fraktur juga memerlukan penanganan secara dini untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian yang patah.
Pembidaian adalah suatu pertolongan pertama pada cedera/trauma system muskuluskeletal untuk
mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera 5 dengan menggunakan
suatu alat. Pembidaian ini bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri, mencegah
pergerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya
(Smeltzer, 2007).
B. TUJUAN
jangka panjang
sumber : (Suadnyani et al., 2019)
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari sebuah proses keperawatan dan
juga merupakan proses sistematis yang dilakukan untuk mengumpukan data
dari berbagai sumber, yang digunakan untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan seorang pasien. Pengkajian yang lengkap,
akurat, sesuai dengan kejadian atau kenyataan kebenaran dalam data ini
sangat diperlukan untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan juga
digunakan dalam pemberian pelayanan kesehatan sesuai dengan respon
masingmasing individu yang kemudian telah ditentukan dalam standar
praktik keperawatan.
• Identitas
Pasien meliputi nama pasien nama yang bertanggung jawab, alamat,
nomor register, agama, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis
• Keluhan utama
Biasanya pasien menyatakan perasaan frustasi atau mengungkapkan
bahwa dia tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
sebelumnya layaknya orang yang sehat, pasien merasa sangat bergantung
dengan orang yang lain.
• Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Riwayat kesehatan psikologi
4) Riwayat kesehatan keluarga
• Pola Kesehatan
1) Pola nutrisi
2) Pola eliminasi
3) Pola aktivitas
4) Pola istirahat
5) Pola hubungan dan peran
6) Pola presepsi dan konsep diri
7) Pola sensori dan kognitif
8) Pola produksi seksual
9) Pola penanggulangan stress
10) Pola tata nilai kepercayaan
• Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital
4) Pemeriksaan head to toe)
E. Diagnosa keperawatan
Keterangan :
: Laki-laki Meninggal / : Laki-laki Hidup
: Tinggal serumah
2. Konsep Diri
Ganbaran diri : klien mengatakan jika dirinya sudah tidak sempurna lagi karna sebagian
tubuhnya harus diterpasang pen
Identitas diri : klien mampu mempersepsikan dirinya sebagai seorang lelaki yang harus
memiliki jiwa teguh meskipun dalam kondisi cacat
Peran : klien mengatakan tidak bisa menjadi warga atau kepala rumah tangga
yang sempurna dengan kondisinya yang seperti ini
Ideal diri : klien mengatakan semenjak sakit dirinya tidak mampu bahkan tidak
sepenuhnya mampu melakukan setiap kegiatan atau aktivitas yang ada
sesuai dengan kondisinya ketika sehat
Harga diri : klien mengatakan sempat putus asa dan patah semangat hingga berhenti
obat karena masih shock dengan kondisinya saat itu
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: klien mengatakan anak dan cucunya, namun yang paling utama
tetap istrinya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : klien mengatakan jika di tempat
tinggalnya minim kegiatan masyarakat, bahkan bisa dikatakan tidak pernah ada kegiatan
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain : klien mengatakan tidak ada
hambatan untuk komunikasi dengan siapapun
Masalah Keperawatan : -
4. Spiritual
Nilai dan keyakinan : klien mempercayai Allah itu ada
Kegiatan Ibadah : klien selalu melaksanakan shalat 5 waktu
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Perasaan yang dikemukakan pasien tidak labil, dapat dimengerti penyampaiannya.
Perasaan klien sempat mengalami kecemasan namun untuk saat ini klien mampu
mengontrol kondisinya sendiri
Masalah Keperawatan : -
6. Interaksi selama wawancara
Komunikasi klien 2 arah, ada kontak mata dan kooperatif
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
-
8. Proses Pikir
Proses pikir normal, kearah depan/maju, tidak sirrkumtansial, dapat diterima
Masalah Keperawatan : -
9. Isi Pikir
Klien tidak mengalami isi pikir negative dan tidak mengalami waham
10. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien composmentis
11. Memori
Klien tidak memiliki gangguan daya ingat, bahkan klien masih mampu mengingat hal-hal
dalam jangka panjang
Masalah Keperawatan : -
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan berhitung serta tidak mudah beralih
Masalah Keperawatan : -
13. Kemampuan Penilaian
Tidak ada gangguan
14. Daya Tilik Diri
Klien mampu menerima kondisinya, tidak menyalahkan hal-hal diluar dirinya dan tidak
mengingkari penyakit yang di deritanya
Masalah Keperawatan : -
EVALUASI KEPERAWATAN
Pada pembahasan ini penulis membahas tentang kesenjangan yang ditemukan antara
teori dengan kasus yang penulis buat, pada pembahasan ini penulis menganalisa tentang
hambatan yang ditemukan pada saat penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien.
Pada tahap pengkajian ditemukan adanya beberapa kesenjangan diantaranya respon
perilaku. Pada respon perilaku menurut teori tanda gejalanya adalah rasa terbakar di
jantung, sering kencing dan kulit terasa panas, sedangkan pada kasus adalah klien tidak
menunjukkan respon perlaku seperti pada teori. Hal ini disebabkan karena kecemasan
yang dialami klien masih tahap sedang.
Pada tahap diagnosa dan perencanaan tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan
kasus dimana diagnosa yang diangkat adalah ketidakberdayaan, penampilan peran tidak
efektif dan kurang pengetahuan sama halnya dengan intervensi, rencana asuhan
keperawatan pada Tn. J dimulai setelah data terkumpul yang didapat dari hasil
pengkajian. Tindakan yang diberikan pun yaitu terapi dan pendidikan kesehatan.
Pembahasan pada implementasi penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang sudah ditetapkan. Sebelumnya penulis melakukan kontrak waktu
kepada pasien untuk melakukan implementasi, selama tahap implementasi tidak ada
hambatan dan klien kooperatif dalam mengikuti terapinya.
Pada tahap evaluasi penulis hanya dapat melaksanakan diagnosa keperawatan yang
pertama saja. Pada evaluasi yang diharapkan adalah :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Mampu mengenal ketidakberdayaan
d. Mampu mengatasi ketidakberdayaan melalui teknik ROM
Daftar pustaka