Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS PATOLOGIS MUSKULOSKELETAL


PADA PASIEN FRAKTUR

Dosen Pengampu ;

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Anggraini Putri kinanti (PO7120122052)
2. Alin Rofiah (PO7120122059)
3. Fatimah (PO7120122056)
4. Desty Angraini (PO7120122085)
5. Susan Mona Elis (PO7120122091)
6. Afifah Rahmah (PO7120122100)
7. Pinasty Elsi Ananta (PO7120122065)
8. Devina Nabitha Putri (PO7120122068)
9. Naurah Anissa nisrina (PO71201220 )
10. Annisa Herlia Zahra (PO7120122097)
11. M.Rizki Septa Wardana(PO7120122095)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


D-III KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan
osteomielitis” dalam pembelajaran di kampus ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan dari Askep ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Kami ucapkan terima kasih kepada bapak….. selaku dosen
mata kuliah keperawatan medical bedah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempuraan
pembuatan makalah untuk kedepannya.

Palembang 20 febuari 2024

Kelompok 1

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................3
1. Tujuan Umum.............................................................................3
2. Tujuan Khusus............................................................................3
D. Manfaat Penulisan.............................................................................3
1. Manfaat Teoritis..........................................................................3
2. Manfaat Praktis...........................................................................4
E. Ruang Lingkup..................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar..................................................6
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia.............................................6
2. Konsep Dasar Aktivitas..............................................................6
3. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Aktivitas...........................7
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan......9
5. Pengertian Mobilitas dan Imobilitas...........................................10
6. Jenis-jenis Mobilisasi..................................................................11
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan.........................................................12
1. Pengkajian Keperawatan.............................................................12
2. Intervensi Keperawatan...............................................................17
3. Implementasi Keperawatan.........................................................21
4. Evaluasi.......................................................................................21

BAB III PENUTUP


Kesimpulan………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampun beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak
diharapkan oleh setiap manusia. Kemampuan tersebut meliputi berdiri,
berjalan, bekerja, makan, minum, dan lain sebagainya. Dengan berakivitas
tubuh akan menjadi sehat, sistem pernapasan dan sirkulasi tubuh akan
berfungsi dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Di samping
itu, kemampuan bergerak juga dapat memengaruhi harga diri dan citra tubuh
seseorang. Dalam hal ini, kemampuan beraktivitas tidak lepas dari sistem
persarafan dan muskuloskletal yang adekuat. (Lilis, Taylor, Lemonek
1989).
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan
oleh trauma. Bila terjadi trauma pada tulang akan mengakibatkan
keterbatasan pada anggota gerak, terlebih lagi pada bagian ekstremitas
bawah yang memberikan pergerakan. Yaitu seperi tulang hemerus, ulna,
radius, karpal, femur, tibia, fibula, dan patella. Ini mengakibatan hambatan
mobilitas fisik, yang disebabkan karena adanya kerusakan integitas struktur
tulang, trauma, kaku sendi, nyeri dan gangguan muskuloskletal (Nanda
Internasional, 2015)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
risiko jatuh 40,9% dan kecelakaan sepeda motor 40,6%, terkena bendatajam
atau tumpul 7,3%, transportasi darat lain 7,1% dan kejatuhan 2,5%.
Sedangkan untuk penyebab yang belum di sebutkan proporsinya sangat
kecil. Kecendrunga prevalensi cedera menunjukan sedikit kenaikan dari
7,5% pada tahun 2007 menjadi 8,2% pada tahun 2013. Adapun untuk
penyebab cedera akibat transportasi darat ada kenaikan cukup tinggi yaitu
dari 25,9% menjadi 47,7%. Evelensi patah tulang di Indonesia mengalami
peningktan dari 4,5% pada tahun 2009 menjadi 5,8% pada tahun 2017.

1
2

Angka kejadian patah tulang tertinggi di Indonesia terdapat pada provinsi


Papua dengan 8,3% sementara pada provinsi Lampung terdapat 4,9%
(RISKESDAS,2017).
Hasil Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, menurut karakteristik
tempat terjadinya cedera, cedera bisa terjadi di jalan raya, di lingkungan
rumah, di sekolah, dan di tempat bekerja. Menurut jenis cedera, cedera yang
biasa terjadi yaitu luka lebam atau lecet, terkilir, fraktur, anggota tubuh
terputus. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menemukan sebanyak 32.148
peristiwa kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi pada kelompok umur
15 – 24 tahun, yaitu sebanyak 19.858 kasus. Berdasarkan jenis cedera
sebanyak 19.585 kasus, yang mengalami terkilir sebanyak 7.344 orang
(37,5%), yang mengalami luka memar akibat benda tumpul sebanyak
12.906 orang (65,9%), dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.038 orang
(5,3%).
Hasil data yang didapat dari RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
selama setahun dari januari 2018 sampai februari 2019 terdapat 54 orang
yang terkena fraktur femur. Pada rentang usia 15 – 24 tahun berjumlah 28
orang berjenis kelamin laki-laki 24 orang dan perempuan 4 orang. Pada usia
25-44 tahun berjumlah 18 orang berjenis kelamin laki-laki 14 orang dan
perempuan 4. Pada usia 45 – 64 tahun berjumlah 6 orang berjenis kelamin
laki-laki 5 orang dan perempuan 1 orang. Dan pada usia 65 tahun berjumlah
2 orang berjenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan uraian dan keterangan diatas penuls tertarik mengambil
laporan tugas akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Aktivitas Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah” di Ruang
Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangat oleh penulis yaitu “Bagaimanakah
Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Aktivitas Pada Pasien Fraktur
Ekstresmitas Bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
3

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Aktivitas
Pada Pasien Fraktur Ekstresmitas Bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral
Ahmad Yani Metropada bulan Maret 2020.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian gangguan kebutuhan aktivitas pada pasien
fraktur ekstresmitas bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad
Yani Metro.
b. Melakukan penegakan diagnosa keperawatan gangguan kebutuhan
aktivitas pada pasien fraktur ekstresmitas bawah di Ruang Bedah
RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
c. Melakukan rencana keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan
gangguan kebutuhan aktivitas pada pasien fraktur ekstresmitas
bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
d. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi yang telah
ditentukan terhadap klien dengan gangguan kebutuhan aktivitas pada
pasien fraktur ekstresmitas bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral
Ahmad Yani Metro.
e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan sesuai intrvensi terhdap klien dengan gangguan
kebutuhan aktivitas pada pasien fraktur ekstresmitas bawah di Ruang
Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai asuhan
keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas pada pasien fraktur
ekstresmitas bawah sebagai penyelesaian tugas akhir.
4

b. Sebagai bahan masukan dan referensi mahasiswa perawat dan


khalayak umum yang membutuhkan asuhan keperawatan gangguan
kebutuhan aktivitas pada pasien fraktur ekstresmitas bawah.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institut Kesehatan (Rumah Sakit)
Bagi Institut Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) diharapkan dengan
adanya penulis ini dapat menjadi masukan dalam perencanaan dan
pengembangan pelayanan rumah sakit dalam :
1) Meningkatkan standarisasi cara penatalaksanaan pasien dan
mengurangi kesalahan atau kelalaian terhadap pasien
keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas.
2) Meningkatkan akuntabilias dengan melauan Standar Oprasional
Proseduur yang baik terhadap pasien dengan keperawatan
gangguan kebutuhan aktivitas.
3) Meningkatkan penelitin terhadap kesalahan procedural dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien dengan keperawatan
gangguan kebutuhan aktivitas.
4) Menjadikan salah satu contoh hasil dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien dengan gangguan kebutuhan aktivitas.
b. Bagi Pasien dan Kelurga
1) Laporan tugas akhir ini membantu agar keluarga dan pasien mau
dan mampu memahami cara penanganan terhadap pasien
gangguan kebutuhan aktivitas pada pasiesn fraktur ekstresmitas
bawah.
2) Laporan tugas akhir ini membantu agar keluarga dan pasien tahu
cara penanganan terhadap gangguan kebutuhan aktivitas pada
pasiesn fraktur ekstresmitas bawah.
3) Laporan tugas akhir ini membantu agar keluarga dan pasien
mampu menangani pasien gangguan kebutuhan aktivitas pada
pasiesn fraktur ekstresmitas bawah.
5

E. Ruang Lingkup
Dalam masalah ini, penulis membatasi ruang lingkup asuhan
keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas pada pasien fraktur ekstresmitas
bawah di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro pada bulan
Februari 2020.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan Darsar Manusia adalah perubahan energi didalam
maupun diluar organisme yang ditunjukan melalui respon perilaku
terhadap situasi, kejadian dan orang. (King, 1997)
Kebutuhan Dasar Manusia merupakan kebutuhan individu yang
menstimulasi respon untuk mempertahankan intregritas (keutuhan) tubuh.
(Roy, 1980)
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan dasar manusia memiliki ciri yang bersifat heterogen, setiap
orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama akan tetapi karena
perbedaan budaya dan kultur yang ada maka kebutuhan tersebut berbeda.
Kebubuhan Aktivitas atau pergerakan, istirahat dan tidur
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling
memengaruhi. Tubuh membutuhkan akivitas untuk kegiatan fisiologis,
serta membutuhkan istirahat dan tidur untuk pemulihan.

2. Konsep Dasar Aktivitas


Salah satu individu yang sehat adalah adanya kemampuan
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan, misalnya berdiri,
berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk
brgerak dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem persarafan, otot dan tulang,
sendi serta faktor pendukung lainnya seperti adekuatnya fungsi
kardiovaskular, pernapasan, dan metabolisme.

6
7

3. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Aktivitas


a. Sistem Muskuloskletal.
Sistem muskuloskletal terdiri atas tulang, otot, dan sendi.
1) Tulang.
Tubuh manusia tersusun atas tulang-tulang yang berjumlah
206 tulang. Tulang satu dengan tulang yang lain dihubungkan
melalui sendi kemudian membentuk rangka. Tulang juga
berfungsi sebagai penyangga tubuh, pelindung orang-organ
penting seperti otak, hati, jantung, dan juga berfungsi sebagai
regulasi mineral seperti kalsium dan fosfat. Berkaitan dengan
pergerakan tulang merupakan tempat melekatnya otot, ujung otot
yang melekat pada tulang disebut tendon. Tulang dapat digerakan
karena adanya kontraksi dari otot.
2) Otot
Otot merupakan organ yang mempunyai sifat elastisitas dan
kontraktilitas yaitu kemampuan untuk meregang dan memendek,
serta kembali pada posisi semula. Kemampuan inilah yang
memungkinkan organ yang menyertainya dapat bergerak, seperti
gerakan pada tulang, usus, jantung, paru-paru dan organ lainnya.
Otot tersusun oleh serat-serat otot yang berisi protein-protein
kontraktil yaitu miofibil-miofibril. Masing-masing miofibril
tersusun dan miofilamen tipis yang tersusun atas aktin, tropinin,
dan ropomiosin. Pergerakan sesungguhya terjadi karena adanya
kontraksi, sedangkan kontraksi terjadi akbat tarik-menarik antara
aktin dan miosin.
3) Sendi
Sendi menghubungkan antara tulang yang didukung oleh
adanya ligamen dan tendon. Ligamen menstabilkan tulang di
antara tulang dan lebih elastis daripada tendon. Sendi dapat
diklasifikasi menjadisendi yang tidak dapat digerakan (sendi
sinatosis) seperti pada sutura, epifisis, dan diafisis; sendi yang
8

dapat sedikit digerakan (sendi amfiartosis) seperti pada simfisis;


dan sendi yang gerakannya bebas (sendi diartosis) seperti gerak
pada siku, pergerakan lutut, jari tangan, dan lain-lain. Sendi
diartosis merupakan sendi yang paling banyak di antara jenis
sendi-sendi yng lain. Sendi ini disebut jug sendi sinovial karena
dilapisi oleh jaringan sinovial yang kaya akan pembuluh darah
dan memproduksi cairan sinovial. Cairan ini sangat penting untuk
pelumas sendi agar gerakan sendi lebih mudah.
Pergerakan sendi sinovial normalnya dalam keadaan bebas,
tetapi juga ada yang tergatung dari jenis sendi yang
menghubungkannya, misalnya sendi engsel yang hanya
menggerakan pada satu arah karena sendi berbentuk engsel dan
berporos satu, seperti pada lutut dan siku. Sendi peluru dapat
menggerakan tulang ke segala arah karena bentuknya lekuk dan
adanya bonggol, seperti pada sendi gelang bahu dengan lengan
atas, dan gelang panggul dengan tulang paha. (Tarwoto dan
Wartonah, 2015).

b. Sistem Persarafan
Sistem persarafan berperan dalam menjamin tersedianya
oksigen tubuh. Oksigen dibutuhkan untuk metabolisme yang akan
menghasilkan energi. Pergerakan membutuhkan energi dari hasil
metabolisme. Pasien dengan kekurangan oksigen menyebabkan
penigkatan pernapasan dan menglami kelemahan fisik. (Tarwoto dan
Wartonah, 2015).

c. Sistem Kerdiovaskuler
Dampak imobilisasi terhadap sistem kardiovaskuler antara lain
sebagai berikut :
1) Penurunan kardiak reverse.
2) Peningkataan beban kerja jantung.
9

Pada kondisi bedrest yang lama, jantung bekerja lebih keras dan
kurang efisien, disertai dengan curah kardiak yang turun,
selanjutnya akan menurunkan efisiensi jantung dan
meningkatkan beban kerja jantung.
Hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik adalah turunnya tekanan darah 15 mmHg
atau lebih, ketika klien bangkit dari tidur atau pada saat duduk
untuk berdiri. Pada kondsi bedrest terjadi penumpkan darah pada
ekstremitas bawah, yang disebabkan arteriola dan venula tungkai
tidak berkontraksi secara adekuat dalam memperbaiki efek dari
gravitasi pada darah dari jantung kiri. Oleh karena itu, pada saat
klien mencoba bangun atau berdiri, darah masih terkumpul d
ekstremitas bawah. Sirkulasi volume darah dan venous
returnmenurun serta stroke volume menjadi terlalu kecil untuk
memenuhi kebuthan aliran sirkulasi ke serebral. Akibatnya, klien
merasa pusing saat bangkit dan dapat menyebabkan pingsan.
3) Phlebotrombosis
Kejadian phlebotrombosis lebih sering terjadi pada klien yang
mengalami paralisis. Hal ini dsebabkan adanya perubahan
hemodinamik, static venous dan disertai gangguan pembekuan
darah.( Andina dan Yuni 2017).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan


Secara umum, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan manusia. Faktor-faktor tersebut meliputi penyakit,
hubungan yang berarti, konsep diri, tahap perkembangan dan struktur
keluarga.
1. Penyakit. Saat seseorang dalam kondisi sakit, ia tidak akan mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan demikian, individu tersebut
akan bergantung pada oang lain dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
10

2. Hubungan yang berarti.Keluarga merupakan sistem pendukung bagi


individu (klien). Selain itu, keluarga juga dapat membantu klie
menadari kebutuhannya dan mengebangkan cara yang sehat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam praktek di tatanan layanan
kesehatan, perawat dapat membantu upaya pemenuhan keutuhan dasar
klien degan membina hubungan yag berarti.
3. Konsep diri. Konep dirimemengaruhi kemampuan individu untuk
memenuhi kebutuhnnya. Selain itu, konsep diri juga memengaruhi
kesadaran individu untuk mengetahui apakah kebutuhan dasarnya
terpenuhi atau tidak. Individu dengn konsep diri yang positif akan
mudah mengenali dan memenuhi kebutuhnnya serta mengembangkan
cara yang sehat guna memenuhi kebutuhan tersebut. Sedangkan
seseorang dengan konsep diri yang negatif, misalnya penderita
depresi, akan menglami perubahan kepribadian dan suasana hati yang
dapat memengauhi persepsi dan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.
4. Tahap perkembangan. Perkembanngan adalah bertambahnya
kemampuan dalam hal struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks,
di dalam suatu pola yang teratur dan dapat diprediki, sebagai hasil dari
proses pematangan. Dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan dasar akan
dipengaruhi oleh perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
individu sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan.
5. Struktur keluarga. Struktur keluarga dapat memengaruhi cara klien
memuaskan kebutuhannya. Sebagai contoh , seorang ibu mungkin
akan menahulukam kebutuhan bayinya dibandingkan kebutuhanny
sendiri. Misalnya, saat ia menunda makan atau tidurnya untuk
menyusui bayinya. (Wahid, 2008)

5. Pengertian Mobilitas dan Imobilitas


Mobilitas atau mobilisasi merupaan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
11

kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Varsa,


2006).
Imobilitas atau imobilisasi merupaka keadaan dimana seseorang tidak
dapat secara bebas untk bergerak, mengingat konsisi yang mengganggu
pergerakan (aktifitas), seperti mengalami trauma tulang belakang, edera
otak berat disertai fraktur pada ekstremitas. (Wahid, 2008).

6. Jenis-jenis Mobilisasi
Jenis mobilisasi ada dua yaitu mobilisasi penuh dan mobilisai
sebagian. Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorng untuk
bergerak secara penuh, bebas tanpa pembatas jelas yang dapat
mempertahankan untuk berinteraksi sosial dan menjalankan peran sehari-
harinya. Mobilisasi penuh ini memberikan fungsi saraf motorik volunter
dan sensori yang dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang yang
melakukan mobilisasi. Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas, tidak mampu bergerak
secara bebas, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sensorik pada area tubuh seseorang. Hal ini dapat kita jumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi, pasien paraplegi
dapat terjadi mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini ada dua
jenis yaitu : mobilisasi temporer dan permanen (Wahid, 2008)
Mobilisasi sebagai temporer merupakan kemampuan inividu untuk
bergerak dengan batasan bersifat sementara, hal tersebut dapat disebabkan
adanya trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, sebagai contoh
adanya dislokasi sendi dan tulang dan mobilisasi sebagian permanen
merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan bersifat
menetap, hal tersebut disebabkan karena rusaknya sistem saraf yang
reversibel sebagai conth terjadinya hemiplega karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensorik (Wahid, 2008).
12

7. Pathway

Taruna langsung Trauma tidak langsung Kondisi

patogolis FRAKTUR

Dakontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang Nyeri


akut

Perubahan jaringan Kerusakan kerusakan frakmen


intregritas jaringan
risiko infeksi

tulang

Pergeseran fragmen tulang spasme otot tek.Ssm tlg > besar dr kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler melepaskan katekolamin

gg. fungsi ekstremitas pelepasan histamin memobilisasi asam lemak

Gg
protein plasma hilang bergabung dengan
mobilitas
trombosit edema emboli

putus vena/ arteri penekana pembuluh darah menyumbat pemb

darah perdarahan

kehilangan volume ketidakefektifan.


perfusi jaringan
Risiko Syok
(hipivolemik)

Gambar 2.1 Pathway Fraktur


( Sumber: Nurarif, Amin Huda, 2013;165)
13

8. Patofisiologi Fraktur
Dapat dijelskan bahwa fraktr disebabkan oleh trauma langsung,
trauma tidak langsung dan kondisi patologis. Fraktur yang terjadi
mengakibatkan pergeseran fragmen tulang dan diskontinuitas tulang. Pada
kasus pergeseran fragmen tulang, biasanya menimbulkanmasalah nyeri.
Diskontinuitas tulang (patah tulang) mengakibatkan perubahan pada
jaringan sekitar sehingga menyebabkan pergeseran fragmen tulng. Hasil
tersebut mengakibatkan deformitas ata bentuk tulang yang abnormal.
Tulang yang mengalami deforrmitas akan terjadi gangguan pada fungsinya
sehingga menimbulkan masalah gangguan mobilitas fisik., kekauan otot
akan menurun dan sulit menggerakan ekstremitas.
Diskontiunitas tulang juga menyebabkan laserasi atau robekan pada
kulit sehingga menimbulkan masalah kerusakan integritas kulit, biasanya
tampak kemerahan, pedarahan, dan kerusakan pada lapisan kulit tersebut.
Pada kasus pasien yang mengalami masalah kerusakan integritas kulit,
biasanya tampak kemerahan, perdarahan sehingga pasien kehilangan
volume cairan dan menimbulkan masalah syok hipovolemik. Pasien dengan
masalah syok hipovolemik biasanya merasa lemas, haus, frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit kurang
elastis, membran mukosa kering, volume urin menurun, suhu tubuh
meningkat.
Selain itu, diskontinuitas tulang menyebabka spasme otot kemudian
terjadi peningkatan tekana kapiler. Hal tersebut merangsang pelepasan
histamin yang mengakibatkan hilagya protein plasma. Hal tersebut
menimbulkan edema. Edema dapat menekan pembuluh darah sehingga
terjadi penurunan perfusi jaringan.
Kerusakan fragmen tulang mengakibatkan tekana sum-sum tulang
lebih tinggi dari kapiler sehingga menyebabkan reaksi stres dari pasien.
Ketika seseorang stres, tubuh akan melepas katekolamin. Katekolami
tersebut akan memobilisasi asam lemak bergabung dengan trombosit. Hal
tersebut meyebabkan emobil dan meyumbat pembuluh darah sehigga
14

menimbulka masalah gangguan perfusi jaringan terjadi penurunan


oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan
pada tingkat kapiler.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan.
Data yang komprensif dan viled akan menentukan penetapan diagnosis
keperawatan dengan tepat dan benar, selanjutnya akan berpengaruh
terhadap perencanaan keperawatan.Tujuan dari pengkajian adalah
didapatkannya data yang komprensif yang mencakup data biopsiko
spiritual. Tahap pengkajian merupakan proses dinamis yang terorganisasi,
meliputi empat elemen dari pengkajian yaitu pengumpulan data secara
sistematis, memvalidasi data, memilah, dan mengatur data dan
mendokumentasikan data dalam format (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
Pengkajian keperawatan dalam proses keperawatan meliputi:
a. Data pasien
b. Keluhan umum. Pasien tidak dapat melakukan pergerakan
merasakan nyeri pada area fraktur, rasa lemah dan tidak dapat
melakukan aktivitas
c. Riwayat kesehatan sekarang. Kapan pasien mengalami fraktur,
bagaimana terjadinya dan bagian tubuh mana yang terkena.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya. Apakah pasien pernah mengalami
penyakit tertentu yang dapat mempengaui kesehatan sekarang.
Misalnya apakah pasien memiliki penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau apakah pasien pernah mengalami kecelakaan
sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga. Apakah anggota keluarga pasien
memiliki penyakit keturunan yang mungkin akan mempengaruhi
kondisi sekarang. Penyakit keluarga yang berhbungan dengan patah
tulang, seperti osteoporosis.
f. Riwayat psikososial. Konsep diri pasien immobilisasi mungkin
terganggu, oleh karena ini kajian gambar ideal diri, harga diri,
identitas diri serta interaksi pasien dengan anggota keluarga maupun
dengan lingkungan tempat tinggalnya.
15

g. Aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini bertujuan melihat perubahan


pola yang berkaitan dengan terganggunya sistem tubuh serta
dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
h. Pemeriksaan fisik.
1) Gambaran umum:
a) Keadaaan umum : baik/buruk, kesadaran (komposmetis,
apatis, soor, koma, gelisah).
b) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernpasan).
c) Pemeriksaan secara sistematik diperiksa dari kepala, leher,
kelenjar getah bening, dada (thorax), perut (abdomen: hepar),
kelamin.
d) Bagian ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang
belakang).
2) Keadaan lokal
Pemeriksaan muskuloskletal:
a. Look (inspeks)
Perhatikan yang
dilihat:
1) Sikatrik (jaringan perut, baik yang alamiah maupun
buuatan, yaitu pembedahan)
2) Birth markk (bekas melahirkan)
3) Fistula
4) Warna ( kemerahan, kebiruan/livide, hiperpigmentasi)
5) Benjolan, pembengkakan, cekukan dengan hal-hal yang
tidak biasa, misalnya ada rambut diatasnya.
6) Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas)
7) Cara jalan pasien (gait, sewaktu masuk kammar periksa)
b. Feel (palpasi)
Sebelum dilakukan palpasi, terlebih dahulu perbaiki posisi
penderita agar di mulai dari posisi netral/posisi anatomi.
Pemeriksaan ini memberikan informasi dua arah bagi
16

pemeriksa dan penderita. Karena itu perlu diperhatikan wajah


penderita atau menanyakan perasaan penderita.
Yang perlu dicatat pada palpasi adalah:
1) Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban
kulit
2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau hanya oedema terutama pada daerah persendian.
3) Nyeri tekan (terderness), krepitasi, catat adanya kelainan
Otot: tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi
benjolan yang terdapat di permukaan tulang atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan,maka sifat beban
perlu ditentukan permukaannya, konsistensinya dan
pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau
tidak dan ukurannya.
c. Move (pergerakan)
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan move,
periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih
dahulu. Selain untuk mendapatkan kerjasama dari penderita
juga untuk mengetahui gerakan normal penderita, evaluasi
keadaan sebelum dan sesudah dilakukan pergerakan.
1) Apabila ada fraktur akan terdapat gerakan abnormal di
daerahh raktur (kecuali fraktur incomplete)
2) Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerkan aktif dan
pasif
3) Pemeriksaan sendi
a) Bandingkan antara bagian kiri dan kanan tentang
bentuk, ukuran, tanda radang
b) Adanya nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri sumbu
17

c) Adanya bunyi krepitasi


d) Adanya kontraktur sendi
e) Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif dan pasif.
Range of Motion (ROM) merupakan jumlah
maksimal gerakan yangmungkin dilakukan sendi
pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu sagital,
frotal, tranvesal (Asmadi, 2009). Range Of Moton
(ROM) adalah latihan gerak sendi untuk
meningkatkan aliran darah perfusi dan mencegah
kekakuan otot/sendi (Anggraeni, 2015). Tujuan ROM
antara lain: mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot menjaga fleksibilitas
dari masing-masing persendian, mencegah kontraktur
pada persendian (Asmadi, 2009). Latihan gerak sendi
dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah
serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan
mempercepat proses penyembuhan (Anggraeni,
2015). Latihan gerak sendi/Range of Motion (ROM)
dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Aktif Asisif Range of Motion (AAROM) adalah
kontraksi aktif dari otot dengan bantuan kekuatan
eksternal yang tidak sakit. AAROM
meningkatkan fleksibelitas kekuatan otot,
meningkakan koordinasi otot dan mengurangi
ketegangan pada otot sehingga dapat mengurangi
rasa neri.
2. Aktif Resistif Rangeof Motion (ARROM)
kontraksi aktif dari otot melawan tahanan yang
diberikan, tahanan dari otot dapat diberikan
dengan berat/beban, alat, tahanan manual, atau
18

berat badan. Tujuannya meningkatkan kekuatan


otot dan stabilitas.
3. Isometrik exercise adalah bentuk latihan dimana
otot yang dilatih mengalami perubahan panjang
dan tanpa adanya pergerakan dari sendi. Sehingga
latihan akan menyebabkan ketegangan pada otot
bertambah.
4. Isotnik exercise (aktif rom dan pasif rom) adalah
kontraksi terjadi jika otot memanjang dan yang
lainnya memendek (konsentrik) atau memanjang
(ensentrik) melawan tahanan tertentu atau hasil
dari pergerakan sendi. Contoh isomeric exercise,
fleksi atau ekstensi ekstremitas. Isotonik exercise
tetap menyebabkan ketegangan pada otot yang
menimbulkan rasa nyeri pada otot.
5. Isokinetik exercise adalah latihan dengan
kecepatan dinamis dan adanya tahanan pada otot
serta persendian dengan bantuan alat. Isokinetik
menggunakan consentrik dan ensentrik kontraksi
(Anggraeni, 2015).
Pemeriksaan Range of Motion (ROM)merupakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan pengukuran
luas gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari
kontraki dan pergerakan otot. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara meminta pasien untuk
menggerakan masing-masing persendian sesuai
gerakan normal baik aktif maupun pasif. Jenis
gerakan: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, rotasi,
sirkumduksi, supiasi, pronasi, abduksi, adduksi,
oposisi. Sendi yang di gerakan: ROM aktif
(seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung
19

kaki oleh pasien secara aktif). ROM pasif (seluruh


persendian tubuh atau hanya pada bagian
ekstremitas yang terganggu dan pasien tidak
mampu melaksanakan secara mandiri) (Oktadoni
Saputra dan Rizki Hanriko, 2016).

Pola Aktivitas dan Latihan


Kemampuan Perawatan Diri Klien 0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas Ditempat Tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Dibantu dengan alat
2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung sepenuhnya

A. Pemeriksaan Fisik
1.Kesadaran : Lemah dan composmetis
2. TTV : TD: 120/90 mmHg, Suhu: 37°C, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit
3. Head To Toe :
1) Kepaala : kepala terlihat simetris rambut berwarna hitam tidak ada kutu
rambut tidak ada lesi, kepala pasien tidak terdapat fraktur pada tulang cranium
tidak terdapat benjolan
2) Mata : : Tampak mata simetri kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera
putih.
3) Hidung : Tampak hidung simetris, hidung bersih tidak ada polip, tidak ada
kotoran dihidung, klien tidak memiliki masalah pada saluran pernafasan
4) Mulut : Tampak mukosa bibir kering, tidak ada bau mulut, klien tidak
memiliki riwayat kesulitan saat menelan makanan.
20

5) Telinga : Tampak telinga simetris, telinga bersih tidak ada kotoran ataupun
serumen, klien tidak memiliki riwayat gangguan pendengaran.
6) Paru paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : irama teratur
Perkusi : thoraks sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
7) Jantung :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi : Bunyi jantung abnorma
8) Abdomen :
Inspeksi : perut pasien simetris , tidak terlihat benjolan
Palpasi : tidak terdapat bnjolan
Perkusi : bunyi abdomen timpani.
Auskultasi : peristaltik 12 x/menit
9) Ekstremitas
Atas : simetris dan rentang gerak normal
Bawah : pergerakan sendi dan tungkai terganggu, terdapat luka fraktur

B. Data Penunjang
Berdasarkan hasil laboratorium kimia darah pasien didapatkan :
1. Kadar Hb 15,5 G/DI
2. Leukosit 38.000/Mm³
3. Trombosit 310.000/Mm³
4. Hematokrit 41%
5. Glukosa Sewaktu 186 Mg/Dl
6. Ureum Darah 55 Mg/DI
7. Kreatinin Darah 1,7 Mg/DI
8. Kalsium 10 Mg/DI
9. AGD Yaitu, PH 7,11
10. PCO2 37 Mmhg
11. PO2 167 Mmhg
12. Natrium 144 Mmol/L
13. Kalium 1 Mmol/L
21

14. Kalsium 0,56 Mmol/L


15. HCO3- 11,8 Mmol/

C. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem/Masalah
Ds: Agen pencederaan fisik: (D. 0077) Nyeri
1. Pasien Kecelakaan Akut
mengatakan nyeri
di bagian kaki Invasi mikroorganisme
sebelah kanan dari tempat lain
2. Pasien
mengatakan nyeri Fraktur Muskuloskeletal
bertambah saat
pasien Peningkatan tekanan
menggerakkan jaringan tulang
kakinya
3. Pasien Iskemia dan nekrosis
mengatakan nyeri tulang
seprti tertusuk -
tusuk Pembentukan abses
4. Pasien tulang
mengatakan nyeri
terus menerus Nyeri akut
5. Pasien
menunjukkan
skala nyeri 6

Ds:

1. Pasien tampak
meringis kesakitan
2. Terdapat luka
pada kaki pasien
3. Terdapat nanah
22

4. Tanda-tanda
vital:
TD:120/90mmHg
Nadi: 80x/menit
Ds: - Kecelakaan (D.0129)
Do: Gangguan
1. Terdapat adanya Luka integritas
balutan luka di daerah jaringan/kulit.
kaki sebelah kanan +9 cm Gangguan integritas
lebar ± 7 cm jaringan kulit
2. Adanya kerusakan
jaringan
3. Adanya kemerahan di
sekitar luka di kaki kanan
4. Adanya pus pada luka
di kaki sebelah kanan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera (kecelakaan/trauma) fisik.
2) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tindakan invasive.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
(D.0077) Nyeri akut Tingkat Nyeri: L.08066 MANAJEMEN NYERI
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan (SIKI I.08238)
agen pencedera fisik keperawatan selama 2x24 Observasi
jam yang diharapkan nyeri 1) Identifikasi lokasi,
yang dirasakan bisa karakteristik, durasi,
berkurang yang ditandai frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
(5)
3) Identifikasi respon nyeri
2. Meringis menurun (5)
3. Frekuensi nadi membaik non verbal
23

(5) 4) Identifikasi faktor yang


memperberat dan
memperingan nyeri
5) Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (TENS,
hypnosis, terapi musik,
terapi pijat, kompres
hangat/ dingin)
2) Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
3) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
(D. 0129) Gangguan Integritas Kulit dan
PERAWATAN
integritas kulit/jaringan Jaringan: L.14125 INTEGRITAS KULIT
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan L.11353
tindakan invasif keperawatan selama 2x24 Observasi
jam diharapkan integritas
1. Identifikasi penyebab
kulit dan jaringan
gangguan integritas kulit
meningkat dengan kriteria
24

hasil: (mis: perubahan sirkulasi,


1. Elastisitas meningkat (5) perubahan status nutrisi,
2. Hidrasi (5)
penurunan kelembaban,
Kerusakan lapisan kulit
menurun (5) suhu lingkungan ekstrim,
3. Perdarahan menurun (5)
penurunan mobilitas)
4. Nyeri menurun (5)
5. Hematoma menurun (5)
Terapeutik

1) Ubah posisi setiap 2 jam


jika tirah baring
2) Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
3) Bersihkan perineal
dengan air hangat, terutama
selama periode diare
4) Gunakan produk
berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
5) Gunakan produk
berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
6) Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan
pelembab (mis: lotion,
serum)
2) Anjurkan minum air
yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
25

5) Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
6) Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
7) Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4. Implementasi Keperawatan
Hari/tanggal Dx Implementasi Respon Paraf
Kamis, 2 1 MANAJEMEN NYERI (SIKI 1. Mengkaji nyeri
Februari 2024 I.08238) P: klien mengeluh
nyeri pada area kaki
Observasi
kanan.
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, Q: seperti di tusuk-
tusuk
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
R: nyeri menjalar ke
nyeri pergelangan kaki dan
paha bagian atas
2) Identifikasi skala nyeri
S: skala nyeri 6
3) Identifikasi respon nyeri non verbal T: hilang timbul
2. Klien tampak merigis
4) Identifikasi faktor yang
3. Klien mengatakan
memperberat dan memperingan nyeri
tidak ada alergi obat
5) Monitor keberhasilan terapi
4. Klien kooperatif saat
komplementer yang sudah diberikan
diajarkan Teknik nafas
Terapeutik
dalam untuk mengurangi
1) Berikan teknik nonfarmakologis
nyeri.
untuk mengurangi nyeri (TENS,
5. Klien rileks saat
hypnosis, terapi musik, terapi pijat,
sedang dikompres air
kompres hangat/ dingin)
hangat
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
26

Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Kamis, 2 2 1. Terdapat pus dan
PERAWATAN INTEGRITAS
Februari 2024 KULIT L.11353 kemerahan pada luka
pasien.
Observasi
2. Pasien kooperatif
1. Identifikasi penyebab gangguan selama tindakan.
integritas kulit (mis: perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrim, penurunan
mobilitas)

Terapeutik

1) Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah


baring
2) Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode diare
4) Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada kulit
kering
5) Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
6) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan pelembab


27

(mis: lotion, serum)


2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrim
6) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
7) Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

Jumat, 3 1 MANAJEMEN NYERI (SIKI 1. Mengkaji nyeri


Februari 2024 I.08238) P: klien mengeluh
nyeri pada area kaki
Observasi
kanan.
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, Q: seperti di tusuk-
tusuk
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
R: nyeri menjalar ke
nyeri pergelangan kaki dan
paha bagian atas
2) Identifikasi skala nyeri
S: skala nyeri 6
3) Identifikasi respon nyeri non verbal T: hilang timbul
2. Klien tampak merigis
4) Identifikasi faktor yang
3. Klien kooperatif saat
memperberat dan memperingan nyeri
diajarkan Teknik nafas
5) Monitor keberhasilan terapi
dalam untuk mengurangi
komplementer yang sudah diberikan
nyeri.
Terapeutik
4. Klien rileks saat
1) Berikan teknik nonfarmakologis
sedang dikompres air
untuk mengurangi nyeri (TENS,
hangat
hypnosis, terapi musik, terapi pijat,
kompres hangat/ dingin)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
28

Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Jumat, 3 2 1. Terdapat pus dan
PERAWATAN INTEGRITAS
Februari 2024 KULIT L.11353 kemerahan pada luka
pasien.
Observasi
2. Pasien kooperatif
1. Identifikasi penyebab gangguan selama tindakan.
integritas kulit (mis: perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrim, penurunan
mobilitas)

Terapeutik

1) Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah


baring
2) Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode diare
4) Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada kulit
kering
5) Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
6) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan pelembab


29

(mis: lotion, serum)


2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrim
6) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
7) Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
30

Hari/tanggal Dx Evaluasi Paraf


Kamis, 2 1 S:
Februari 1. Pasien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah
2024 kanan sedikit berkurang.
2. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat
pasien mengerakkan kakinya
3. Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
4. Pasien mengatakan nyeri terus menerus
O:
1. Pasien tampak cemas
2. Terdapat luka pada kaki pasien
3. Terdapat pus
4. Tanda-tanda vital
TD: 133/90
Nadi: 90x/menit
Skala nyeri 6
A: Masalah keperawatan nyeri akut belum
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

2 S:
1. Pasien mengatakan terdapat luka dibagian kaki
kanan
2. Pasien mengatakan sulit mengerakkan kakinya
O:
1. Terdapat adanya luka di kaki sebelah kanan
sebesar 9 cm dan lebar 7 cm
2. Adanya kemerahan pada sekitar luka pasien
3. Luka pasien mengeluarkan pus
4. Suhu tubuh pasien 37,0 c
A: Masalah keperawatan kerusakan integritas
kulit belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Jumat, 3 1 S:
31

Februari 1. Pasien mengatakan nyeri di Iman bagian kaki


2024 sebelah kanan sudah berkurang
2. Pasien mengatakan nyeri berkurang saat
gerakkan kaki
3. Pasien mengatakan nyeri seperti berdenyut
4. Pasien mengatakan nyeri hilang timbul
O:
1. Pasien tampak lebih tenang
2. Terdapat luka pada kaki pasien
3. Adanya nanah berkurang
4. Tanda-tanda vital
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/menit
Skala nyeri 4

A: Masalah keperawatan nyeri akut teratasi


sebagian
P: Intervensi di lanjutkan
2 S:
1. Pasien mengatakan terdapat luka di bagian kaki
kanan
2. Pasien mengatakan sedikit bisa menggerakan
O:
1. Terdapat luka pada kaki kanan berukuran 9 cm
dan lebar 7 cm.
2. Adanya kemerahan pada sekitar luka pasien.
3. Luka pasien terdapat pus namun berkurang
4. Suhu tubuh pasien 37,0°C
A: Masalah keperawatan kerusakan integritas
kulit teratasi sebagian
P: Intervensi di lanjutkan
32

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
1. Masalah yang didapatkan pada subyek adalah gangguan pemenuhan
kebutuhan aktivitas akibat gangguan mobilitasbyang disebabkan
karena kerusakan integritas struktur tulang.
2. Rencana keperawatan yang penulis susun adalah dilakukan
pengukuran kekuatan otot dengan melakukan pemeriksaan isometri
dan dilakukan tindakan latihan ROM (Range Of Motion) aktif dan
ROM (Range Of Motion) pasif.
3. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah disusun dan diberikan kepada kedua subyek asuhan selama 3
hari. Penulis melakukan tindakan yang telah direncanakan pada subyek
asuhan.
4. Evaluasi yang didapatkan penulis selama 3 x 24 jam dalam melakukan
asuhan keperawatan pada subyek asuhan yaitu perkembangan pada
proses peyembuhannya cepat.
33

DAFTAR PUSTAKA

Andina dan Yuni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press

Brunner, & Suddarth. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Doenges, M. E. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Nanda Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


1017 Edisi 10 editor T Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta :
EGC
Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta : Mediaction
Riset Kesehatan Dasar. (2017). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kementrian RI tahun 2017.
Rohmah & Walid. (2016). Proses Keperawatan : Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta
: Ar-Ruzz.
Tarwoto & wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Taylor, C, Lilis, Lemone P. 1989. Fundamental of Nursing, The Art and Science
of Nursing Care. Lippincot : Williams & Wilkins.
Wahit Iqbal Mubarak dan Ns. Nurul Chayatin. (2008). Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC
Wijaya, A.S & Putri, Y.M (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yokyakarta : Nuha Medika.
Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai