Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BAHASA INDONESIA

BAHASA LISAN

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Sakdiah Wati S,Pd M,P.D
DISUSUN OLEH :
ANGGRAINI PUTRI KINANTI
NIM :
(PO7120122052)
TK: 1 B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PRODI D-III KEPERAWATAN PALEMBANG
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PERIODE AJARAN TAHUN 2022/2023

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna atas rahmat dan
hidayah-Nya, saya mahasiswi D-3 Keperawatan Palembang dapat menyelesaikan tugas
makalah Bahasa Indonesia yang berjudul Bahasa Lisan, makalah ini disusun untuk untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu Makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang bahasa lisan. Sebelumnya saya mengucapkan banyak terima
kasih kepada IBU Dr. Sakdiah Wati S,Pd M.PD.selaku dosen mata kuliah. Saya
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

PALEMBANG 28-9-2022

ANGGRAINI PUTRI KINANTI

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………..……...i


Daftar Isi………………………………………………………………….…...ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang .......................................................................................1
1.2Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3Tujuan Pembahasan ...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bahasa Lisan……………………………………………...3
2.2 Ciri Ciri Bahasa Lisan ………………………………………………..4
2.3 Ragam Bahasa Lisan………………………………………………….5
2.4 Fungsi Bahasa Lisan…………………………………………………7
2.5 Contoh Ragam Bahasa Lisan…………………………………………7
2.6 Koreksi Kesalahan Bahasa Lisan……………………………………..8

BAB III

3.1Kesimpulan……………………………………………………………....11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai penutur asli, orang Indonesia pasti sangat terbiasa dengan bahasa
lisan. Berbeda dengan bahasa Inggris, ada perbedaan yang jauh antara bahasa
formal dengan bahasa lisan di Indnesia. Sebab, meskipun sama-sama memiliki
bahasa lisan, Bahasa Inggris masih relative dekat dengan bahasa formalnya
dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Apalagi jika mengingat banyaknya
pencampuran bahasa daerah ke dalam percakapan sehari-hari.

Dengan Kebiasaan berbahasa lisan, banyak orang Indonesia gagal menulis


dalam Bahasa Indonesia dengan baik. Mungkin karena Bahasa Indonesia kurang
dipelajari secara tata bahasa, maka kemampuan menulis sesuai tata bahasa
menjadi rendah. Ketika menulis skripsi, banyak mahasiswa menulis dengan
kalimat-kalimat yang tidak lengkap, yang hanya dapat dipahami jika diucapkan
dengan bahasa lisan. Oleh sebab itu, penting bagi mereka untuk terus melatih
kemampuan menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan
khususnya sesuai dengan ragam ilmiah.

Bahasa juga merupakan alat interaksi yang digunakan oleh kelompok sosial
untuk berkomunikasi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Masyarakat
Indonesia yang heterogen menyebabkan penggunaan bahasa bervariasi. Hal itu
disebabkan oleh masyarakat sebagai penutur bahasa memiliki latar belakang dan
kepentingan yang berbeda dalam berkomunikasi. Bahasa adalah apa yang
dilisankan, bukan yang ditulis. Akan tetapi, bahasa tulis juga termasuk ke dalam
bahasa lisan karena, bahasa tulis merupakan bahasa lisan yang disampaikan
melalui media tulisan. Antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan memiliki
beberapa perbedaan. Salah satunya ialah dalam bahasa lisan, penuturan bahasa
lisan biasanya disertai dengan intonasi suara, gerak tubuh, dan ekspresi wajah,
sedangkan dalam bahasa tulisan menggunakan tanda baca serta unsur gramatikal

1
lainnya yang akan memudahkan pembaca dalam memahami isi bahasa tulis.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi negara serta pengantar dalam
Pendidikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Pemakaina bahasa baku dan takbaku dalam pengucapan Bahasa Lisan berkaitan
dengan:

1. situasi resmi dan takresmi. Dalam situasi resmi, Seperti di sekolah, di


kantor, atau di dalam pertemuan-pertemuan resmi dituntut menggunakan
bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi takresmi, Seperti di rumah, di
taman, ataupun di pasar kita dituntut untuk menggunakan bahasa tidak
baku.

2. Kita tidak dituntut menggunakan bahasa lisan dalam pengucapan kata


baku. Karena Penggunaan bahasa dibedakan oleh faktor-faktor tertentu,
seperti situasi resmi dan takresmi itulah yang akan menjadi perbandingan
atau perbedaan, pemakaian bahasa sesuai dengan tuntutan ragamnya.

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan dari pembahasan materi ini adalah

1.untuk melatih seseorang agar dapat lebih memahami bacaan,


mengajukan pertanyaan,menjawab pertanyaan, serta mengungkapkan
pikiran. Dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang benar. Sehingga
dapat memenuhi persyaratan untuk dicetak atau diterbitkan serta dapat
menyampaikan ide atau pendapat secara lisan (berbicara;pidato).

2. dapat membuat surat sesuai dengan keperluan dalam kehidupan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BAHASA LISAN

Bahasa lisan merupakan bentuk komunikasi dengan mengucapkan kata-kata


secara lisan atau secara langsung kepada lawan bicaranya. Biasanya komunikasi lisan
dilakukan pada kondisi para personal atau individu yang berkomunikasi berhadapan
langsung. Contoh misalnya, berkomunikasi dengan tatap muka langsung, selain itu
komunikasi dalam Bahasa lisan ini juga bisa dilakukan melalui alat yang berupa
handphone, computer yang telah dilengkapi dengan fasilitas konferensi jarak jauh (
computer teleconference ) bisa juga tatap muka yang melalui televisi. Ragam bahasa
berdasarkan media atau sarana. dibagi menjadi ragam lisan dan tulisan. Ragam lisan
merupakan bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Ragam
lisan standar, misalnya orang berpidato atau memberi sambutan dalam situasi
perkuliahan dan ceramah. Ragam lisan non-standard, misalnya dalam percakapan
antarteman di pasar atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

Adapun dalam ragam bahasa lisan, anda dapat berhadapan langsung dengan yang
diajak berbicara. Oleh karena itu, unsur-unsur gramatikal dapat ditinggalkan.
Sedangkan perbedaan lainnya berkaitan dengan upaya Anda agar bahasa yang
diungkapkan dapat dipahami. Jika menggunakan bahasa tulisan, usahakan agar Anda
membuat tulisan menjadi bermakna serta menggunakan tanda baca dan ejaan yang
tepat. Adapun dalam bahasa lisan, usahakan menggunakan tinggi rendah,

3
Panjang pendek suara, irama, gerak dan mimic wajah. Lafal merupakan aspek
pembeda ragam bahasa lisan dari ragam bahasa tulisan. Adapun ejaan merupakan
aspek pembeda ragam bahasa tulisan dari ragam bahasa lisan. Jadi, ragam bahasa lisan
berurusan dengan lafal, sedangkan ragam bahasa tulisan berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan). Selain itu, aspek tata bahasa dan kosakata dalam kedua jenis ragam
itu memiliki ciri yang berbeda. Dari segi tata bahasa, ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa tulisan dapat dibedakan berdasarkan bentuk kata, struktur kalimat, dan kosakata

2.2 CIRI-CIRI BAHASA LISAN

Secara teori, ada banyak sekali ragam bahasa yang digunakan. Tetapi secara
umum, kita dapat membagi ke dalam dua ragam bahasa: Ragam lisan dan ragam tulis.
Ciru-ciri bahasa ragam lisan adalah:

a. Memerlukan orang kedua/teman bicara;

b. Tergantung situasi, kondisi, dan waktu;

c. Tidah harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa
tubuh.

d. Berlangsung cepat;

e. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;

f. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;

g.Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.

Bahasa lisan memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan dengan penerapan


unsur-unsur bahasa seperti isyarat, sintaksis, struktur bahasa, dan konstruksi pasif.
Isyarat pada bahasa lisan berjenis paralinguistik sehingga sintaksisnya kurang

4
terstruktur dan sering terulang. Selain itu, struktur bahasa lisan menggunakan pola
topik-sebutan dan jarang menggunakan konstruksi pasif. Bahasa lisan juga dapat
diperhalus selama pembicaraan berlangsung yang berkaitan dengan

a. Tidak kehilangan sarana komunikasi:

suprasegmental, tekanan suara tertentu, lagu kalimat istimewa, bicara cepat dan
lambat,keras atau lirih, gerak- gerik tangan, mata, anggota badan lain yang meyokong
dan turut menjelaskan pesan marah, gugup, senang, gembira.
Keberhasilan komunikasi tidak hanya sarana lingual tetapi juga ekstralingual dari
informasi auditif dan visual.

b. Ada hubungan fisik berupa gerak-gerik pembicara.

c. Komunikasi langsung/spontan.Radio tidak ada interaksi langsung antara pembicara


dan penyimak bentuk peralihan antara lain: komunikasi tertulis (TV, radio) telepon

2.3 RAGAM BAHASA LISAN

Dari pertanyaan-pertanyaan itu pula, akan lebih menyadarkan kita bahwa ternyata
bahasa itu memiliki fungsi yang sangat vital dalam kehidupan ini.Secara umum sudah
jelas bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai wahana
komunikasi bagi manusia, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Fungsi
ini adalah fungsi dasar bahasa yang belum dikaitkan dengan status dan nilai-nilai
sosial. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dalam kehidupan sehar-hari,
bahasa tidak dapat dilepaskan dari kegiatan hidup masyarakat, yang di dalamnya
sebenarnya terdapat status dan nilai-nilai sosial. Bahasa selalu mengikuti dan
mewarnai kehidupan manusia sehari-hari, baik manusia sebagai anggota suku
maupun bangsa. Terkait dengan hal itu, Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa

5
bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut.

a. Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik


antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat.

b. Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi
atau tekanan-tekanan perasaan pembaca. Bahasa sebagai alat mengekspresikan
diri ini menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri,
membebaskan diri dari tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang. Serta
masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri dengan semua ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat melalui bahasa. Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang perlu berintegrasi dengan manusia
di sekelilingnya. Dalam berintegrasi tersebut, manusia memerlukan bahasa
sebagai alat. Dengan bahasa, manusia dapat bertukar pengalaman dan menjadi
bagian dari pengalaman tersebut. Mereka memanfaatkan pengalaman itu untuk
kehidupannya. Dengan demikian mereka merasa saling terkait dengan kelompok
sosial yang dimasukinya.

C.Fungsi kontrol sosial. Bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan


pendapat orang lain. Bila fungsi ini berlaku dengan baik, maka semua kegiatan
sosial akan berlangsung dengan baik pula. Dengan bahasa seseorang dapat
mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang lebih
berkualitas.

2.4 FUNGSI BAHASA LISAN

6
Sejalan dengan pendapat di atas, Hallyday (1992) mengemukakan fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan sebagai berikut.
(1) Fungsi instrumental, yakni bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu.

(2) Fungsi regulatoris, yaitu bahasa digunakan untuk mengendalikan prilaku


orang lain.
(3) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang
lain.

(4) Fungsi personal, yaitu bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi


dengan orang lain.
(5) Fungsi heuristik, yakni bahasa dapat digunakan untuk belajar dan
menemukan sesuatu.

2.5 CONTOH RAGAM BAHASA LISAN

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam
dialek, ragam terpelajar, ragam resmi dan ragam tak resmi.

Contoh ragam dialek adalah ‘Gue udah baca itu buku.’

Contoh ragam terpelajar adalah ‘Saya sudah membaca buku itu.’

Contoh ragam resmi adalah ‘Saya sudah membaca buku


itu.’

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:

1. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam hukum)


2. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)
3. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
4. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
5. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)

2.6 KOREKSI KESALAHAN BAHASA LISAN

7
Mencari kesalahn serta menganalisisnya secara terperinci tanpa upaya mengadakan
koreksi atau perbaikan, jelas merupakan kegiatan yang belum sempurna bila dipandang
dari segi Pendidikan dan pengajaran bahasa. Dengan perkataan lain, keslahan itu harus
dikoreksi, harus diperbaiki. Agaknya para guru sependapat mengenai hal ini.
Fakta-fakta riset menyarankan bahwa beberapa tipe koreksi kesalahan berbahasa
(KKB) mungkin bermanfaat dalam membantu para pelajar untuk menghindarkan
fosiliasi terdahulu dan juga untuk mengembangkan tahap-tahap kompetensi yang lebih
tinggi yang akan membuat interlanguage atau antarbahasa dapat lebih diterima oleh
penutur asli. Akan tetapi, ada sejumlah pertanyaan yang tetap harus dijawab. Kalau
kesalahan terus dikoreksi, harus diperbaiki, bila sebaliknya koreksi itu diadakan?
Bagaimana cara memberikan umpanbalik, dan kesalahan-kesalahan yang mana yang
harus ditujukan dengan tepat? Bagaimanakah cara para pelajar memberi reaksi
khususnya pada teknik-teknik koreksi kesalahan yang beraneka ragam itu? Berupaya
menjawab beberapa dari pertanyaan serupa itu dalam karyanya yang sangat bermanfaat
yang berjudul “Eror-Correction Techniques forthe Foreign Language Classroom”.
Dalam pembicaraan berikut ini kita akan mengetengahkan beberapa hasil penelitian
para pakar, di samping beberapa hasil observasi serta kesimpulan-kesimpulan yang
dibuat oleh Walz.
Berbagai telaah memang sudah diadakan untuk menjelajahi pengaruh-pengaruh
berbagai tipe KK pada para belajar B2 yang telah dewasa. Dalam konteks karya lisan,
misalnya menemui bahwa para pelajar merasakan betapa perlunya dikoreksi dan lebih
menyukai umpan-balik koreksi yang konsisten. Dalam suatu telaah yang diadakannya
pada para pelajar bahasa Inggris sebagai B2. Sebaliknya, melaporkan bahwa para
pelajar yakin dan percaya bahwa koreksi yang terlalu seringa tau berkali-kali jelas
menghancurkan kepercayaan (pada diri) mereka dan lebih menyukai apabila diizinkan
berkomunikasi secara bebas tanpa adanya campur tangan yang konstan dari pihak sang
guru. Telaah=telaah yang diadamkan dan yang lain-lainnya memperlihatkan hasil-hasil
yang sangat berbeda dalam keefektifan teknik-teknik KK pada performansi tertulis.
Cara mengemukakan atau menyajikan umpan balik yang korektif juga berbeda-
beda dari telaah ke telaah bahwa teknik KK yang paling sering digunakan oleh para
guru dalam telaah-telaah mereka adalah “mengatakan kepada pelajar jawaban yang
benar”. Lukas menyatakan (bersama para peneliti lainnya) bahwa koreksi lahirlah atau
covert correction seperti itu pada umumnya tidak membuahkan hasil yang tahan lama.
Menelaah teknik-teknik KKB lisan di antara para asisten pengajar dalam bahasa
Jerman. Secara khusus, para asisten pengajar itu mengoreksi setiap kesalahan dan
memberikan sendiri jawaban yang benar secara langsung sesudah kesalahan itu dibuat.
Dalam banyak hal , mereka menemui bahwa responsi pelajar justru dipotong ditengah-

8
tengah kalimat. Temuan lain dalam telaah pembicaraan guru menunjukkan bahwa para
asisten itu mengisi pause-pause, memonopoli waktu kelas dengan pembicaraan
mereka, dan memberikan penjelasan-penjelasan yang Panjang lebar, sering kali
menggunakan lebih banyak bahasa asli daripada bahasa sasaran. Para peneliti
kemudian melatih para asisten itu dengan teknik-teknik baru, meminta mereka
menunggu 5 sampai 10 detik sebelum memberi responsi terhadap kesalahan-kesalahan
pelajar, dan apabila ternyata jawaban-jawaban tidak muncul, mereka menggunkaan
berbagai teknik memberi petunjuk, sedikit mengurangi pemberian jawaban yang benar
yang mereka buat sendiri. Jenis Interaksi guru-siswa ini jelas membimbing
meningkatkan sikap, baik pada pihak pelajar maupun pada pihak guru, dan juga
menyajikan kepada para guru lebih banyak informasi mengenai “antar-bahasa atau
“interlanguage” para pelajar.
Sebagai tamabahan terhadap kurang adanya persesuaian pendapat antara ahli teori
dan ahli praktek mengenai perlu KK ini, maka terdapat aneka perbedaan pendapat
mengenai kesalahan mana yang harus dikoreksi. Beberapa peneliti telah membuat
suatu petunjuk bagi KK yang selektig, mendasarkan hierarki prioritas koreksi mereka
pada berbagai skema. Sebagai contoh, menyarankan bahwa kesalahan-kesalahan
secara garis besarnya dapat dikategorisasikan dengan:
1) Kategori linguistik;
2) Pertimbangan mengenai pentingnya dalam pengkomunikasian pesan-pesan;
3) Sumber;dan
4) Kemudahan koreksi
Beliau beranggapan bahwa kesalahan-kesalahan yang menganggu makna dan
pemahaman jelas lebih penting daripada yang tidak, suatu pendapat yang banyak
disetujui dan digunakan dan digunakan oleh para peneliti dan para pelaksana dewasa
ini.
Dalam mendiskusikan penanggulan karya tulis, ada enam kriteria bagi umpan-
balik kolektif, yaitu:
1) generalitas atau keumuman kesalahan, atau tingkat pelanggarannya terhadap
beberapa kaidah atau prinsip umum.
2) Frekuensi atau keseringan.
3) Komprehensibilitas atau keterpahaman
4) Fokus kurikuler

9
5) Sumber dalam tata bahasa kompotensi dan peformansi para pelajar dan
6) Hubungan kesalahan bahasa tulis dengan kesalhan yang samadalam bahasa lisan.
Bahwa keterpahaman dan gangguan hendaknya mendapat prioritas pertama
sebagai kriteria penting yang harus diterapkan dalam memutuskan kesalahan mana
yang harus dikoreksi. Seperti yang telah kita singgung di muka, menyarankan agar para
guru dapat membedakan antara:
1) Kesalahan local atau kesalahan yang tidak melebihi batas-batas atau kalimat
tunggal
2) Kesalahan global atau kesalahan yang mengaganggu hubungan di pemahaman
dengan jalan menimbulkan kekacauan dalam hubungan di antara dan sesama unsur-
unsur utama wacana.
Mereka berpendapat bahwa kesalahan global haruslah diperbaiki dan kesalahan
local yang tidak menganggu pemahaman biasanya. Dapat dibiarkan saja, tidak usah
dikoreksi. Suatu sistem komprehensif bagi pemilihan kesalahan, yang meliputi 4
bidang analisis, yaitu:
1) Informasi Dasar mengenai koreksi. Kita perlu mempertimbangkan serta dapat
membedakan apa yang dikatakan dengan apa yang dimaksudkan.
2) Pentingnya Koreksi. Kesalahan-kesalahan iyang paling penting dan dapat ditentukan
denga menggunakan kriteria berikut ini:
a) Keterpahaman (intelligibility)
b) Keseringan yang tinggi
c) Keumuman kaidah yang tinggi
d) Pengaruh-pengaruh noda atau gangguan
e) jumlah pelajar yang terpengaruh.

3) Kemudahan koreksi
4) Ciri-ciri para pelajar. Koreksi mungkin tergantung pada perbedaan-perbedaan
individual, misalnya sejarah masa lalu setiap pelajar, pendapat dan pikirannya kini,
serta pertimbangan-pertimbangan efektif.

10
BAB III

3.1 KESIMPULAN

Dalam Bahasa Lisan terdapat banyak kriteria yang dapat digunakan dalam menyeleksi
keslahan-kesalahan yang akan dikoreksi, baik itu keterpemahaman, keseringan serta
perhatian terhadap beberapa pelajar individual, dari segi keterpahaman di atas dapat
dikatakan sebagai segala-galanya, baik itu dari segi pemahaman yang dikoreksi.
Dengan beberapa bagian tipe kesalahan, sedangkan keseringan itu sendiri adalah
kesalahan-kesalahan yang lebih sering terjadi, lebih baik dikoreksi secara konsisten.
Sedangkan perhatian pelajar di dalam individual dalam artian seorang pelajar yang
lebih mampu dan lebih cermat akan memperoleh manfaat yang lebih besa dari adanya
perbaikan maupun koreksi akan kesalahan-kesalahan kecvil.Agar dapat memperoleh
manfaat yang paling baik dari adanya perbaikan maupun koreksi terhadap kesalahan-
kesalaha yang ada. Yang diperoleh dengan adanya pengkoreksian kesalahan, dan
dengan menggunakan kegiatan-kegiatan yang konvergen serta Latihan bersama .

11
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Ilham. 2002. Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia


di Perguruan Tinggi Negeri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, Asep Ahmad.2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa.


Makna dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Rahmadi, M, Dkk. 2008. Teori dan Aplikasi Bahasa Indonesia di Perguruan


Tinggi. Surakarta: UNS Press.

Keraf, Gorys.1996.Diksi dan Gaya Bahasa.PT. Gramedia Pustaka Utama

Wati, Sakdiah dan Ida Rohana. 2021. Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi.Palembang:NoerFikri.

Wati, Sakdiah.2021. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.

Palembang:NoerFikri.

12
13

Anda mungkin juga menyukai