Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BAHASA LISAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Rendah

Dosen Pengampu:
Dr. Panca Dewi Purwati, M. Pd.
Drs. Umar Samadhy, M. Pd.

Disusun oleh:
1. Ika Heny Setyaningrum (1401419286)
2. Farikha Maghfiroh (1401419287)
3. Mia Rahmaniar Zumarnis (1401419288)

ROMBEL G
Kelompok :2

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul “Bahasa Lisan” Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 13 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .................................................................................................. 4


2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
3. Tujuan ............................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Lisan .................................................................................. 5


B. Penggunaan Bahasa Ragam Lisan.................................................................... 8
C. Pelafalan (Pengucapan) Bahasa Lisan .............................................................. 9
D. Struktur Bahasa Ragam Lisan Anak-Anak Dwibahasawan Di SD .................... 9
E. Ragam Bahasa Lisan Digunakan Anak-Anak Dwibahasawan Di SD.............. 10
F. Fungsi Bahasa Yang Gigunakan Anak-Anak Dwibahasawan SD ................... 11

BAB II PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia umumnya dan dalam
kegiatan berkomunikasi khususnya. Seperti dikemukakan oleh Laird bahwa tiada
kemanusiaan tanpa bahasa dan tiada peradapan tanpa bahasa lisan (1957 : 16 ). Manusia tidak
berpikir hanya dengan otaknya tetapi juga dengan rasa dan memerlukan bahasa sebagai
mediumnya. Orang lain tidak akan dapat memahami hasil pemikiran kita kalau tidak
diungkapkan dengan menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Masa kanak-
kanak adalah masa yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa. Karena pada masa ini
sering disebut masa “golden age” dimana anak sangat peka mendapatkan rangsangan-
rangsangan baik yang berkaitan dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi
maupun bahasa. Menurut Hurlock, (Musyafa, 2002:26) perkembangan awal lebih penting
dari pada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat dipengaruhi oleh belajar dan
pengalaman. Demikian pula halnya peranan bahasa bagi anak.

Perkembangan bahasa anak usia 3-5 tahun adalah dimana anak sudah dapat berbicara
dengan baik yaitu tidak dengan terbalik-balik. Anak mampu menyebutkan nama diri, nama
orang tua, jenis kelamin, alamat rumah secara sederhana, dapat mengulang kalimat
sederhana, menjawab pertanyaan tentang keterangan/informasi secara sederhana. Pada usia
ini anak mulai senang mendengarkan cerita sederhana dan mulai banyak bercakap-cakap,
benyak bertanya seperti apa, mengapa, bagaimana, juga dapat mengenal tulisan sederhana.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian bahasa lisan?
b. Bagaimana penggunaan bahasa ragam lisan?
c. Bagaimana Pelafalan (Pengucapan) bahasa lisan?
d. Apa saja struktur bahasa ragam lisan anak-anak Dwibahasawan di SD?
e. Bagaimana ragam bahasa lisan digunakan anak-anak Dwibahasawan di SD?
f. Apa saja fungsi bahasa yang gigunakan anak-anak Dwibahasawan SD?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian bahasa lisan.

4
b. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa ragam lisan.
c. Untuk mengetahui bagaimana Pelafalan (Pengucapan) bahasa lisan.
d. Untuk mengetahui bahasa ragam lisan anak-anak Dwibahasawan di SD.
e. Untuk mengetahui ragam bahasa lisan digunakan anak-anak Dwibahasawan di SD.
f. Untuk mengetahui bahasa yang digunakan anak-anak Dwibahasawan SD.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Lisan


Ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia dalam aktivitas kegiatan
berbahasa sebagaimana yang diungkapkan Moeliono (Ed), bahwa ragam bahasa menurut
sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan (1988:6). Penggunaan ragam
bahasa lisan memiliki keuntungan, yaitu karena hadirnya peserta bicara sehingga apa yang
mungkin tidak jelas dalam pembicaraan dapat dibantu dengan keadaan atau dapat langsung
ditanyakan kepada pembicara.
Bahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi yang unik dijumpai pada manusia yang
menggunakan kata-kata yang diturunkan dari kosakata yang besar (kurang lebih 10.000)
bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan
organ mulut. Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi
sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang tidak standar, misalnya
dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :

- Memerlukan kehadiran orang lain


- Unsur dramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
- Terikat ruang dan waktu
- Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

Kelebihan ragam bahasa lisan :

- Dapat disesuaikan dengan situasi

5
- Faktor efisiensi
- Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan dan
gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
mimik, dan gerak-gerak pembicara
- Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya
- Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa
yang dituturkan oleh penutur
- Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi
audiens, visual, dan kognitif.

Kekurangan ragam bahasa lisan :

- Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase
sederhana
- Penutur sering mengulangi beberapa kalimat
- Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan
- Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

Berkaitan dengan ini, Pateda (1987: 63) menyebutkan bahwa ada empat alasan
mengapa bahasa lisan itu penting dalam komunikasi, yaitu :
1. Faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak
anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya,
2. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakan
3. Dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa
berkomunikasi
4. Faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam
waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya
dengan penggunaan ragam bahasa tulisan.
Apa yang tidak jelas dalam bahasa tulisan tidak dapat ditolong oleh situasi seperti
bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat
dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Menurut Badudu, bahasa lisan lebih bebas bentuknya daripada bahasa tulisan karena faktor

6
situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur, sedangkan dalam
bahasa tulisan, situasi harus dinyatakan dengan kalimat-kalimat Badudu (1985: 6).
Di samping itu, bahasa lisan yang digunakan dalam tuturan dibantu pengertiannya,
jika bahasa tutur itu kurang jelas oleh situasi, oleh gerak-gerak pembicara, dan oleh
mimiknya. Dalam bahasa tulisan, alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti
bahasa lisan itu tidak ada. Dalam penggunaan bahasa lisan, meskipun kalimat yang diucapkan
oleh seorang pembicara tidak lengkap, kita dapat menangkap maknanya dengan melihat lagu
kalimat dan gerak-gerik kinesik lainnya. Dalam hal ini Uhlenbeck (dalam Teeuw, 1984: 27)
menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada efek sarana-sarana
lingual saja, pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil
dari data pengetahuan lingual dan ekstralingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif.
Gambaran karakteristik bahasa lisan sebagaimana telah diungkapkan oleh para ahli yang
dimaksud yaitu:
a. Kalimat bahasa lisan banyak yang kurang terstruktur ketimbang bahasa tulisan, yaitu:
- Bahasa lisan berisi beberapa kalimat tidak lengkap, bahkan sering urutan frasa-
frasa sederhana
- Bahasa lisan secara khusus memuat lebih sedikit kalimat subordinat
- Dalam percakapan lisan, kalimat-kalimat pendek dapat diobservasi, dan biasanya
berbentuk kalimat deklaratif aktif.
b. Dalam bahasa tulisan terdapat seperangkat penanda metabahasa untuk menandai
hubungan antar klausa (bahwa, ketika), juga, seperti, di samping itu, biarpun, selain
itu, yang disebut logical connector. Dalam bahasa lisan, penggunaan susunan kalimat
dihubungkan oleh dan tetapi, lalu, serta agak jarang jika.
c. Kalimat bahasa tulisan secara umum berstruktur Subjek–Predikat, sedangkan dalam
bahasa lisan umumnya berstruktur topik komentar.
d. Dalam tuturan formal, peristiwa konstruksi pasif relatif jarang terjadi.
e. Dalam obrolan akrab, penutur dapat mempercayakan petunjuk pandangan untuk
membantu suatu acuan.
f. Penutur dapat menjaring ekspresi lawan bicara.
g. Penutur sering mengulangi beberapa bentuk kalimat.
h. Penutur sering menghasilkan sejumlah pengisi (filter), misalkan, baiklah, saya pikir,
engkau tahu, tentu, juga (Brown dalam Yule, 1983: 12).

7
B. Penggunaan Bahasa Ragam Lisan
Berbicara tentang penggunaan bahasa, tentunya tidak terlepas dari penutur-penutur
bahasa itu atau orang yang menggunakan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Penutur-
penutur bahasa itu dalam proses sosialisasinya dapat berfungsi sebagai pembicara, penulis,
pembaca, atau penyimak. Penyimak dan pembaca dalam hal proses berbahasa berfungsi
sebagai penerima, sedangkan pembicara dan penulis berfungsi sebagai orang yang
memproduksi bahasa.
Komunikasi antara pembicara dan pendengar atau penulis dengan pembaca dapat
berjalan lancar, apabila di antara kedua belah pihak terdapat dalam masyarakat bahasa yang
sama. Dengan demikian, setiap bahasa memiliki seperangkat sistem, yaitu sistem bunyi
bahasa, sistem gramatikal, tata makna, dan kosa kata. Perangkat sistem ini ada dalam benak
penutur. Saussure memberinya istilah dengan langue, yaitu totalitas dari sekumpulan fakta
satu bahasa.
Langue adalah suatu sistem yang memiliki susunan sendiri. Langue merupakan norma
dari segala pengungkapan bahasa. Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa, karena
penggunaan bahasa bersifat heterogen. Konsep penggunaan bahasa itu didasari teori Sassure,
yaitu diistilahkan dengan parole. Parole adalah bahasa sebagaimana ia dipakai karena itu
sangat bergantung pada faktor-faktor linguistik ekstern (dalam Rahayu, 1988: 88). Setiap
penutur dapat dikatakan terampil berbahasa apabila ia memiliki kompetensi atau langue dari
bahasa yang dikuasainya. Keterampilan berbahasa pada umumnya jarang dikuasai penutur
dengan sama baiknya. Ada penutur yang terampil berbicara, tetapi kurang terampil menulis
dan begitu pula halnya dengan keterampilan yang lainnya. Namun, dengan pemakaiannya
keterampilan penutur dalam menggunakan bahasa sesuai dengan sistem-sistem di atas,
belumlah dapat dikatakan mampu berbahasa dengan baik.
Rusyana (1984: 104) menjelaskan bahwa berbahasa dengan baik berarti bukan saja
dapat menguasai struktur bahasa dengan baik, tetapi juga dapat memakainya secara serasi,
sesuai pokok permasalahan, tokoh bicara, dan suasana pembicaraan. Untuk itu, setiap penutur
harus menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan situasi dan fungsinya. Kenyataan yang
terjadi di masyarakat adalah bahwa bahasa itu terdiri dari berbagai ragam, ada yang
berhubungan dengan pemakaian bahasa, ada pula yang berhubungan dengan pemakaiannya.
Dalam hal ini Fishman (1972 : 149) membedakan variasi bahasa tersebut menurut
penuturnya, yang disebut dengan dialek, dan variasi bahasa menurut penggunaannya disebut
dengan istilah register.

8
Manfaat bahasa lisan :

- Penutur dapat menjaring ekspresi lawan bicara.


- Dapat mengekspresikan apa yang tidak kita inginkan maupun yang kita inginkan.
- Dapat menghindari miskomunikasi
- Digunakan untuk memperjelas bahasa tulisan

C. Pelafalan (Pengucapan)

Masyarakat Indonesia terdiri dari beratus-ratus suku, dan masing-masing suku


memiliki bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut dipergunakan masyarakat sebagai sarana
komunikasi antar suku, dan juga dipergunakan di lingkunagn keluarga. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan kalau bahasa daerah tersebut sudah menyatu dengan kehidupan
masyarakat di Indonesia. Badudu (1985: 12) mengatakan bahwa tidak seorang pun yang
dapat melepaskan diri dari pengaruh itu seratus persen.

Badudu menjelaskan bahwa yang sering sukar dihindari adalah pengaruh lafal bahasa
daerah, karena lidah penutur yang sudah “terbentuk” sejak kecil oleh lafal bahasa daerahnya
(1985: 12). Bila kita perhatikan lafal orang Tapanuli misalnya, kata-kata yang befonem /e/
akan dilafalkan dengan /é/. Kata-kata seperti mengapa, karena, kemana, diucapkan dengan
menggunakan /é/. Atau orang Jawa, akhiran /kan/ akan diucapkan dengan /ken/. Demikian
pula dengan suku Sunda, Bali, Aceh, bila berbicara akan diwarnai pengaruh bahasa
daerahnya.

Bila seseorang dalam berbahasa lisan terdengar bahasa daerahnya, maka lafalnya
tergolong lafal nonbaku. Bila seseorang dalam berbahasa Indonesia tidak terdengar lafal
bahasa daerahnya, maka lafalnya digolongkan pada bahasa baku. Badudu menjelaskan,
“Lafal bahasa Indonesia baku adalah lafal yang tidak memperdengarkan warna lafal bahasa
dialek, juga tidak memperdengarkan warna lafal bahasa asing seperti bahasa Belanda, Inggris
atau Arab (1980: 115. Soemantri (1987: 11) mengatakan bahwa lafal bahasa Indonesia yang
standar adalah tuturan bahasa Indonesia yang tidak terlalu menonjol ciri lafal daerahnya.

D. Struktur Bahasa Ragam Lisan Anak-Anak Dwibahasawan Di SD


Dalam wujudnya, bahasa yang kita gunakan terdiri dari unsur bunyi, bentuk
morfologis, sintaksis dan semantik. Unsur-unsur bahasa itu tidak lagi dipandang sebagai
sesuatu yang terpisah-pisah. Dalam bahasa lisan, unsur-unsur tersebut terangkai dalam wujud

9
kalimat yang saling berkaitan. Kalimat yang pertama pada dasarnya digunakan sebagai acuan
munculnya kalimat yang kedua, kalimat kedua dapat memunculkan kalimat ketiga dan
seterusnya.
Oleh karena itu, memahami bahasa lisan seseorang dapat dilakukan, antara lain
dengan cara menganalisis unsur-unsur bahasa dan aturan yang berlaku dalam bahasa itu.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa struktur bahasa ragam lisan anak-anak pun dapat
dianalisis melalui unsur-unsur bahasa yang dugunakannya. Di samping itu, aturan-aturan
yang berlaku juga dapat digunakan sebagai tolak ukur baku atau tidaknya penggunaan bahasa
secara keseluruhan. Dari deskrifsi dan hasil analisis data, struktur bahasa ragam lisan anak-
anak dwibahasawan masih dipengaruhi oleh bahasa ibu dan bahasa percakapan. Hal ini
disebabkan oleh lingkungan terjadinya peristiwa bahasa, seperti frekuensi penggunaan bahasa
ibu yang dominan. Anak-anak cenderung atau lebih sering menggunakan bahasa ibu daripada
bahasa Indonesia ketika di rumah. Peristiwa itu terjadi karena faktor lingkungan (keluarga
dan masyarakat) mendominasi terjadinya penggunaan bahasa daerah setempat. Efek dari
peristiwa itu, maka penggunaan bahasa Indonesia di kelas pun diwarnai bahasa daerah.
Dalam hal ini, ada beberapa hal, yang dapat dikemukakan berkenaan dengan peristiwa
tersebut.

a. Upaya yang dilakukan guru pada saat proses belajar berlangsung adalah digunakan
bahasa Indonesia yang baik ketika mengajar di kelas. Pada saat proses belajar
berlangsung terjadi berbagai ungkapan pikiran dan perasaan melalui bahasa lisan.
Dalam peristiwa itu terjadi penggunaan struktur bahasa lisan pada anak-anak. Karena
pada umumnya siswa tergolong dwibahasawan, maka dalam peristiwa itu ragam
bahasa lisan tidak bisa dielakkan.
b. Digunakannya ragam baku dan tidak baku dalam peristiwa komunikasi pada
prinsipnya tidak mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Hal ini disebabkab
oleh penggunaan ragam baku yang lebih sering digunakan dari pada ragam tidak
baku. Ragam tidak baku pada dasarnya digunakan anak-anak atas dasar pertimbangan
situasi dan sosial. Situasi atau konteks peristiwa yang terjadi itu memang
mengharapkan penggunaan ragam tidak baku oleh anak-anak. Misalnya, ketika
meminjam buku, menyuruh, bertanya, dan marah dengan temannya yang sebahasa
(bahasa ibu).

10
Pada dasarnya anak-anak usia sekolah dasar telah menguasai struktur bahasa secara
sempurna. Pada usia ini anak-anak di samping udah matang organ-organ bicaranya, mereka
juga mampu merespon pembicaraan orang lain.

E. Ragam Bahasa Lisan Yang Digunakan Anak-Anak Dwibahasawan Di Sd


Pada bagian terdahulu telah diuraikan bahwa penggunaan bahasa Indonesia lisan
dalam situasi formal atau resmi hendaknya digunakan ragam bahasa baku. Demikian juga,
dalam proses belajar mengajar di kelas, karena dituntut penggunaan bahasa yang cermat
terutama terkait dengan keperluan keilmuan, maka hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia ragam baku. Namun, tidak dapat disangkal bahwa seseorang (dwibahasawan) akan
mengalihkan atau mencampurkan bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan pada
saat komunikasi sedang berlangsung.

Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan. Alasan-alasan itu, antara lain agar
pembicaraan dapat berlangsung komunikatif, untuk menunjukan status sosialnya, dan
kesulitan mencari padanan kata. Senada dengan hal ini, Grosjean (1982: 149) menjelaskan,
bahwa kegiatan beralih bahasa (kode) terjadi manakala dwibahasawan kekurangan fasilitas
pada suatu bahasa pada saat dwibahasawan itu mengemukakan suatu topik. Alih kode juga
terjadi sewaktu dwibahasawan menemukan kata yang sulit diungkapkannya tidak ada
padanan yang tepat. Selanjutnya alih kode sering terjadi ketika dwibahasawan sedang dalam
keadaan lelah, atau sedang marah.

Berdasarkan deskripsi dan hasil analisis data ditemukan pergantian bahasa dalam
ujian lisan anak-anak dwibahasawan ketika berinteraksi atau mengikuti pelajaran di kelas,
yaitu pergantian penggunaan ragam baku keragam tidak baku atau sebaliknya. Pergantian
ragam baku ke ragam tidak baku terjadi apabila interaksi terjadi antar anak-anak atau antara
anak dan guru yang sebahasa ibu. Adapun faktor lain yang menyebabkan timbulnya peralihan
bahasa (kode) tersebut disebabkan oleh kesulitan mencari padanan kata dan faktor situasi
yang melingkupinya. Faktor-faktor situasional ini terjadi pada anak-anak dwibahasawan,
khususnya ketika proses belajar-mengajar berlangsung, sementara mereka mengalami
berbagai kendala. Wujud kendala itu adalah berupa kesulitan-kesulitan tertentu, seperti pada
saat merespon atau memahami materi pelajaran. Di samping itu, situasi kelas yang ramai,
ribut, penat dan panas (jam pelajaran terakhir), maka mereka beralih bahasa (kode) ketika
menyampaikan ujarannya.

11
F. Fungsi Bahasa Yang Digunakan Anak-Anak Dwibahasawan SD
Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini
berbagai penjelasan mengenai fungsi bahasa telah dapat dikemukakan para ahli bahasa.
Bebereapa pakar memberikan penjelasan mengenai fungsi bahasa dilihat dari cara pandang
masing-masing. Akan tetapi, penjelasan mengenai fungsi bahasa tersebut secara keseluruhan
memiliki banyak persamaan. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, secara
konstekstual bahasa yang digunakan anak-anak dwibahasawan berfungsi:

1. Sebagai alat untuk berinteraksi atau interaksional


2. Merupakan alat untuk diri atau personal
3. Alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristic
4. Untuk menyatakan imajinasi dan khayal.

Selanjutnya, dilihat dari struktur kalimatnya penggunaan bahasa lisan anak-anak


dwibahasawan berfungsi:

1. Untuk menyatakan perasaan atau ekspresi


2. Bertanya, meminta suatu pendapat, tanggapan atau jawaban
3. Untuk menjelaskan informasi atau materi pelajaran
4. Memberi atau membuat contoh.

Fungsi untuk menyatakan perasaan atau ekspresi dalam ujaran anak-anak


dwibahasawan, antara lain ditandai oleh adanya rasa gembira, senang, kagum, atau kecewa.
Ungkapan ini dapat tergambar pada kalimat (a) Aku sangat senang pergi bersama-sama
keluarga, (b) Aduh, senagnya pengalaman waktu libur, dan (c) Pada saat aku mengamati
gambar tugu monas aku heran melihat bangunan yang amat tinggi.

Fungsi untuk menjelaskan informasi atau materi pelajaran ini terkait secara
kontekstual. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat tergambar pada kalimat (a) Paman Mus
pergi bertransmigrasi karena Gunung Galunggung meletus. Sekarang masa depan Paman dan
keluarganya terjamin, (b) Rumah Wangi terbakar karena ledakan kompor tetangganya, dan
(c) Keamanan di Desa Pak Thomas sangat terganggu. Ayam di kandang hilang tanpa suara.
Begitu pila kambing dan ternak lainnya. Akhir-akhir ini malingnya berani mencongkel
jendela rumah Pak Lurah. Untung cepat diketahui, tapi maling itu melarikan diri.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Salah satu tujuan pokok pembelajaran yaitu murid mampu dan terampil berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar setelah mengalami proses belajar mengajar di sekolah.
Keterampilan berbahasa itu tidak saja meliputi satu aspek, tetapi didalamnya termasuk
kemampuan membaca, menulis, mendengarkan (menyimak), dan berbicara.

Pateda (1987: 63) menyebutkan bahwa ada empat alasan mengapa bahasa lisan itu
penting dalam komunikasi, yaitu :

1. Faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak
anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya.
2. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakan.
3. Dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa
berkomunikasi.
4. Faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam
waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya
dengan penggunaan ragam bahasa tulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiana, Indah, dkk. 2017. Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan. Palembang :
Universitas PGRI Palembang.

13
http://eprints.ums.ac.id/13648/2/3.Bab_I.pdf

Syariah, grup. 2012. Ragam Bahasa Lisan. grupsyariah.blogspot.com.

Bagawa, Nabiyasa. 2012. Pembelajaran Bahasa Lisan Di Sekolah Dasar.


bagawanabiyasa.wordpress.com.

14

Anda mungkin juga menyukai