Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra Indonesia merupakan unsur bahasa yang terdapat di dalam
bahasa Indonesia, berdasarkan garis besar nya sastra berarti bahasa
yang indah atau tertata dengan baik, dan gaya penyajian nya menarik,
sehingga berkesan di hati pembaca nya.
Namun sering kali kita tidak mengerti apa yang di maksud dengan
sasta, kebanyakan orang menyamakan antara sastra dan bahasa.
Dalam sastra Indonesia sendiri, benyak sekali bagian-bagianya.
Secara garis besar sastra indonesia terbagi menjadi dua yaitu sastra
lama dan sastra baru/modern.
Dari

sekian

banyak

sastra

contoh

nya

seperti

puisi,

cerprn,

novel,pantun,gurindam prosa dan sebagai nya dan di anatara jenis-jenis


karya sastra tersebut memiliki ciri masing-masing, dan tidak bisa di
kataka sama.
Maka unuk lebih jelas nya di sini akan kita bahas mengenai defenisi nya
masing-masing.

B. Rumusan masalah
Untuk memudahkannya ada beberapa komponen yang akan
dibahas, diantaranya.

a. Definisi Sastra.
b. Perkembangan Sastra Di Indonesia
c. Sejarah Sastra Indonesia
d. Perbedaan Karya Sastra Lama Dan Karya Sastra Baru
e. Fungsi Sastra.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI SASTRA
Berdasarkan asal usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa
sansekerta, yakni susastra. Su berarti bagus atau indah, sedangkan
sastra berarti buku,tulisan atau huruf. Berdasarkan kedua kata itu,
susastra di artikan tulisan yang indah.
Istilah tersebut kemudian mengalami perkembangan. Kesusastraan tidak
hanya berupa tulisan, tetapi ada pula yang berbentuk lisan. Karya
semacam itu di namakan dengan sastra lisan. Oleh karena itu, sekarang
yang dinamakan dengan kesusastraan meliputi karya sastra lisan dan
tertulis dengan ciri khas nya terdapat pada keindahan bahasanya.
Berdasarkan

defenisi

tersebut,

beberapa

ahli

kemudian

menyebutkan ciri-ciri karya sastra sebagai berikut:


1.

Bahasanya indah atau tertata dengan baik.

2.

Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya.

3.

Gaya penyajian nyamenarik sehingga berkesan di hati pembacanya.

B. PERKEMBANGAN SASTRA DI INDONESIA


Sudah sejak abad ke-19 ada hasil-hasil sastra berbahasa Melayu
yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kepulauan Riau atau
Sumatra. Juga bahasa yang dipergunakannya akan sulit disebut sebagai
bahasa

Melayu

yang

murni

atau

bersih.

Bahasa

Melayu

yang

dipergunakan oleh para pengarang itu bukanlah bahasa Melayu Tinggi,


melainkan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar.
Sementara itu hasil-hasil sastra Melayu yang ditulis dalam bahasa
Melayu Tinggi juga bukan main banyaknya.Kesusastraan Melayu
termasuk kesusastraan yang kaya di Kepulauan Nusantara. Banyak
hikayat-hikayat, syair-syair, pantun-pantun, dan karya-karya sastra lain
yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si Miskin,
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah,
Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan, dan Sejarah Melayu ialah beberapa
di antara karya-karya sastra klasik Melayu.
Pengarang-pengarangnya pun tidak sedikit, terutama berasal dari
lingkungan ulama dan kesultanan di Kepulauan Riau. Di antara yang
paling termashur ialah Raja Ali Haji, Nurudin Ar-Raniri, Tun Sri Lanang,
Hamzah Fansuri, Abdulah bin Abdulkadir Munsyi. Abdulah terkenal karena
usaha-usahanya memperbaharui sastra Melayu. Yang dikisahkannya
bukanklagi fantasi tentang raja-raja dan putrera-puteri yag cantik,
melainkan kehidupan sehari-hari. Ia hidup pada paroh pertama abad ke19 dan menghasilkan karya-karya yang sekarang telah menajdi klasik;
antara lain Syair Singapura Terbakar (1830), Kisah Pelayaran Abdulah dari
Singapura ke Kelantang (1838), Hikayat ABdulah bin abdullkadir Munsyi
(1894), dan kIsah Pelayaran abdulah ke Negri Jiddah (1849).
Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan
pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir sukusuku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian,

penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa


penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga
perhubungan

antara

penduduk

daerah

yang

semula

disebut

"Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.


Persaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri,
menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di
berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat
sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa
melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu
bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang
berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk
mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk
mellumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan
Belanda.
Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang
kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan
lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena
sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah
kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaanperbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan
kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam
menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan
perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaanpersamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928

dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal


sebagai Sumpah Pemuda.

C. SEJARAH SASTRA INDONESIA


Beberapa penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat
babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meskipun di antara
para ahli dan sarjana itu ada persamaan-persamaan yang dalam
membagi-bagi babakan waktu sejarah sastra Indnesia, kalau diteliti lebih
lanjut akan tampak bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan
perbedaan-perbedaan yang mencolok baik istilah maupun konsepsinya.
Dalam ikhtisar ini akan diikuti pembabakan waktu sejarah sastra Indonesia
sebagai berikut:
I. MASA KELAHIRAN (1900-1945) yang dapat dibagi menjadi:
1. Periode awal hingga 1933;
2. Periode 1933-1942;
3. Periode 1942-45.
II. MASA PERKEMBANGAN (1945-sekarang) meliputi:
1. Periode 1945-1953;
2. Periode 1953-1961; dan
3. Periode 1961- sekarang.
Dalam pembabakan ini digunaan istilah "periodisasi" dan bukan
"angkatan" karena angkatan dalam sastra Indonesia telah menimbulkan
berbagai kekacauan. Pembedaan antara periode yang satu dengan
periode yang lain berdasarkan norma-norma umum dalam sastra sebagai

pengaruh situasi masing-masing zaman. Sedangkan pembedaan antara


angkatan yang satu dengan yang lain sering ditekankan pada adanya
perbedaan konsepsi masing-masing angkatan. Dalam satu periode
mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan
pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan
munculnya periode baru tidak pula usah berarti munculnya angkatan baru
dengan konsepsi yang baru. Perbedaan norma umum dalam sastra
sebagai pengaruh situasi suatu zaman mungkin menimbukan suasana
baru dalam kehidupan sastra tanpa melahirkan suatu konsepsi sastra
baru yang dirumuskan oleh seseorang atau sekelompok sastrawan.

1. Periode sastra angkatan balai pustaka(1900-1933)


Bacaan Liar dan Commissie Voor de Volkslectuur (Balai Pustaka)
Pada

tahun

1848

Pemerintah

jajahan

Belanda

mendapat

kekuasaan dan Raja mempergunakan uang sebanyak f25.000 untuk


keperluan sekolah. Sekolah itu didirikan untuk anak-anak untuk putera.
Dengan didirikanya sekolah banyak orang yang mempunyai
kegemaran membaca dan menulis, sehinga timbulah orang yang berbakat
yang mulai menulis berbagai rupa-rupa karangan. Surat-surat kabar
dicetak baik dalam bahasa Belanda maupun dalam bahasa Melayu yang
tersebar di Melayu, Jakarta dan kota yang lain.
Pada abar ke- 19 di Surabaya terbit surat kabar Bintang Timoer
(1862), di Padang terbit Pelita Ketjil (1882), dan di Jakarta terbit Bianglala
(1867).

Kemudian tahun 1900 ada surat kabar yang memuat karangan


yang bersifat Sastra. Awal abad 20 di Bandung ada surat kabar Medan
Prijaji yang memuat cerita-cerita bersambung yang berbentuk Roman.
Yang sangat menarik ialah sebuah roman yang berjudul Hikayat Siti
Mariah yang ditulis H.Moekti.
Disamping itu pemimpin redaksi Medan Prijaji, Raden Mas (Djoko
Nomo) Tirto Adhisarjo (1875-1916) menulis dua buah cerita roman
berjudul Bosuno (1910) dan Nyai Permana (1912).
Pengarang lain yang produktif adalah seorang wartawan bernama
Mas Marco Martodikromo, kemudian terbit beberapa buah roman yaitu
Mata Gelap (1914), Studen Hijau (1919), Syair Rempah-rempah (1919),
dan Rasa Merdeka (1924)
Semaun menulis sebuah roman berjudul Hikayat Kadiroen (1924)
yang dilarang beredar oleh pemerintah karena mereka berpaham kiri yang
sifat-sifat dan isi karangan-karangan semacam itu banyak menghasut
rakyat untuk berontak, maka karangan-karangan itu disebut Bacaan Liar,
begitu juga dengan pengarangnya disebut Pengarang liar.
Peranakan Indo menulis cerita misalnya G.Francis yang menulis
kisah Nyai Dasima (1896). Kaum terpelajar Indonesia pada waktu itu telah
membaca buku pengarang Belanda yang membela hak kemerdekaan
Pribumi. Misalnya Multatuli dalam bukunya Max Havelaar sangat besar
pengaruhnya

dalam

membangkitkan

kesadaran

kebangsaan

dan

keinginan merdeka bangsa Indonesia. Multatuli adalah nama samaran


dari Edward Douwes Dekker (1820-1887) yang artinya Aku Telah Banyak

Menderita. Ia menjadi pegawai pemerintah jajahan di Indonesia. Pada


tahun 1908 didirikan Komisi Bacaan Rakyat (Commissie Voor de
Inlandsche School en Volkslectuur) yang berubah menjadi kantor Bacaan
Rakyat (Kantoor Voor de Volkstectuur) pada tahun 1917 atau Balai
Pustaka.
Pada tahun terbit roman pertama dalam Bahasa Sunda karangan
D.K. Ardiwinata (1866-1947) berjudul Baruang Ka Nu Ngarora (Racun
Bagi Para Muda). Pada tahun 1918 terbitlah cerita Si Jamin dan Si Johan
yang disadur Merari Seregar dari Jan Smees karangan J. Van Maurik. Dua
tahun kemudian terbit roman pertama dalam bahasa Indonesia berjudul
Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis (1920) karya Merari Siregar
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kemudian roman Marah Rusli
berjudul Sitti Nurbaya (1922), kemudian disusul Muda Teruna (1922)
karangan M. Kasim.

Sajak-sajak Yamin dan Rustam Effendi


Dalam majalah Jong Sumatra tahun 1920 dimuat sebuah sajak
sembilan seuntai dengan Muhammad Yamin yang berjudul Tanah Air.
Antara tahun 1920-1922 Yamin banyak menulis sajak-sajak lirika.
Kebanyakan berupa pujian-pujian terhadap tanah air dan bahasa
bundanya sebuah sejarahnya yang berjudul Bahasa Bangsamelukiskan
perasaannya tentang Tiada bahasa, bangsa pun hilang.
Pada tahun 1922, sajak Tanah Air yang semula terdiri dari tiga bait
dan dimuat dalam Jong Sumatra 1920 itu, kemudian diterbitkan bersama

tambahannya menjadi sebuah buku kecil. Judulnya Tanah Air juga,


dipersembahkan penyairnya untuk menyonsong peringatan 5 tahun
berdirinya perkumpulan Jong Sumatra Bond.
M. Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus 1903
dan meninggal di Jakarta tanggal 26 Oktober 1962. Selain menulis sajak,
ia pun banyak menulis drama yang berlatar belakang sejarah, antara Ken
Arok dan Ken Dedes (1934) dan Kalau Dewi Tara Sudah Berkata ..
(1932).
Penyair yang sezaman dengan Yamin yang juga sadar akan
tugasnya untuk berjuang guna kemerdekaan bangsanya ialah Roestam
Effendi (1902). Roestam Effendi menulis dua buah buku yaitu Bebasari
(1924) dan Percikan Permenungan (1926). Bebasari ialah sebuah drama
bersajak mengisahkan perjuangan seorang pemuda yang membebaskan
kekasihnya dari cengkraman keserakahan raksasa. Drama ini merupakan
sebuah perlambang/simbolik dari cita-cita pengarangnya. Agaknya jelas
dari judulnya yang mengandung perkataan bebas maksud dari kekasih
yang hendak dibebaskan si pemuda merupakan perlambang tanah air
yang berada di tangan penjajah.
Dari segi sejarah sastra Indonesia, buku ini penting karena
merupakan sandiwara pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia
dalam bentuk sajak.
Bukunya yang lain, Percikan Permenungan merupakan sebuah
kumpulan sajak. Sajak-sajak yang dimuat dalam kumpulan ini merupakan
percobaan-percobaan berani yang dilakukan oleh Roestam Effendi dalam

menulis puisi Indonesia yang sedapat mungkin lepas dari tradisi sastra
Melayu.

BUKAN BETA BIJAK BERPERI


Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair,
bukan beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair.
Sarat-sarat saya mungkiri,
untai rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma.
Susah sungguh saya sampaikan,
degup-degupan di dalam kalbu,
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu.
Sering saya susah sesaat,
sebab madahan tidak nak datang.
Sering saya sulit mendekat,
sebab terkurung lukisan mamang.
Bukan beta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun,
Bukan beta berbuat baru,
hanya mendengar bisikan alun.

Namun ada juga sajak yang menggambarkan sikap penyair melihat


bangsanya yang berada dalam cengkaraman penjajah, misalnya dalam
sajak yang berjudul Mengeluh. Di dalam sajak ini penyair Roestam
Effendi

menyajikan

perjuangan

bangsanya

MENGELUH
I
Bukan beta berpijak bunga,
melalui hidup menuju makam.
Setiap saat disimbur sukar,
bermandi darah, dicucurkan dendam.

Menangis mata melihat makhluk,


berharta bukan, berhak pun bukan.
Inilah nasib negeri nanda,
Memerah madu menguruskan badan.
Bamana beta bersuka cita,
Ratapan rayat riuh gaduh,
membobos masuk menyayu kalbu.
Bamana boleh berkata beta,
suara sebat, sedanan rusuh,
menghimpit madah, gubahan cintaku.
II
Bilakah bumi bertabur bunga,

merebut kemerdekaan.

Disebarkan tangan yang tiada terikat,


Dipetik jari yang lemah lembut,
Ditanai sayap kemerdekaan rayat?

Bilakah lawang bersinar Bebas,


Ditinggalkan dera yang tiada berkata?
Bilakah susah yang kita benam,
Dihembus angin kemerdekaan kita?

Di sanalah baru bermohon beta,


Supaya badanku berkubur bunga,
Bunga bingkisan, suara syairku.

Di situlah baru bersuka beta,


Pabila badanku bercerai nyawa,
Sebab menjemput Manikam bangsaku.

Balai Pustaka dan Roman-romannya

Roman Azab dan Sengsara buah tangan Merari Siregar merupakan kritik
tak langsung kepada berbagai adat dan kebiasaan buruk yang tidak
sesuai lagi dengan zaman modern. Roman ini merupakan roman pertama

tentang kawin paksa, dan buah tangan M. Kasim yaitu Muda Teruna
(1922) yang berupa hikayat.
Roman Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, telah berhasil
mengeluarkan kritik terhadap berbagai keburukan adat kuno yang
berkenaan dengan perkawinan. Kemudian baru tiga puluh tahun Marah
Rusli menghasilkan karya La Hami (1952) dan Anak Kemerdekaan. Ketika
ia meninggal, masih ada subuah naskan roman yang belum diterbitkan
berjudul Memang Jodoh.
Pengarang lain yang menentang adat kuno mengenai perkawinan
dalam roman-romannya ialah Adinogoro nama samaran Djamaludin
(1904-1966) yang menulis dua buah buah roman berjudul Darah Muda
(1927) dan Asmara Jaya (1928). Kedua roman itu tokoh-tokoh muda
bukan saja menentang adat kuno dalam membela haknya memilih jodoh,
melainkan juga menang dalam perlawanan itu.
Persoalan pemilihan jodoh dan campur tangan orang tua dalm
pernikahan anaknya terdapat pula dalam roman lain terbitan Balai
Pustaka misalnya roman berjudul Karam Dalam Gelombang Percintaan
(1926) buah tangan Kedjora, Pertemuan (1927) buah tangan Abas Soetan
Pamoentjak, Salah Pilih (1928) karangan Nur Sutan Iskandar, Cinta yang
Membawa Maut (1926) karangan Abd. Ager dan Nursinah Iskandar.
Kisah percintaan yang tokoh-tokohnya terdiri dari para pemuda
yang telah mengecap pendidikan sekolah merupakan tema yang disukai
benar oleh umumnya para pengarang masa itu, seperti dapat dita baca
dalam roman-roman Jeumpa Aceh (1928) bukan tangan H.M. Zainuddin.

Tak Disangka (1929) karangan Tulis Sutan Sati, Tak Putus Dirundung
Malang (1929) karangan Sutan Takdir Alisyahbana, dan lain-lain.
Roman terpenting yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun dua
puluhan ialah Salah Asuhan (1928) buah tangan lebih realistis. Yang
menjadi perhatian bukan lagi kawin paksa. Pertentangan paham antara
kaum muda dengan kaum kolot dalam soal pernikahan tidaklah dilihatnya
secara blok hitam dan blok putih. Ia dengan jelas dan meyakinkan
melukiskan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan yang terdapat
pada kedua blok itu. Yang menjadi masalah bagi pengarang yang aktif
dalam pergerakan kebangsaan Indische Partij (tahun belasan) ialah
akibat-akibat lebih jauh dari pertemuan kebudayaan Eropa yang masuk ke
dalam tubuh anak-anak bangsanya melalui pendidikan sekolah kolonial
Belanda.
Abdul Muis sendiri karena aktivitasnya dalam syariat Islam pernah
mendapat hukuman dari pemerintah jajahan Balanda. Ia seorang
Minangkabau yang pergi merantau untuk berlayar ke Jawa lalu kawin
dengan gadis Sunda dan hidup di tanah Priangan sampai meninggal.
Kecuali menulis Salah Asuhan, ia pun menulis Pertemuan Jodoh (1933),
juga roman percintaan yang bertendensi sosial. Sehabis perang menulis
roman berdasarkan sejarah yakni Surapati (1950) dan Robert Anak
Surapati (1953). Keduanya merupakan roman sejarah perjuangan
melawan penjajahan Belanda. Ketiga buah romannya yang lain itu tidak
ada yang mengatasi Salah Asuhan nilainya.

Halnya dengan Sanusi Pane (1905-1968), bukunya pertama berupa


kumpulan prosa lirik berjudul Pancaran Cinta (1926), kemudian disusul
oleh kumpulan sajak Puspa Mega (1927. sajak-sajak dalam kumpulan ini
hampir seluruhnya berbentuk soneta. Bentuk puisi Italia yang pertama kali
digunakan

oleh

Muhammad

Yamon

ini

memang

sangat

banyak

persamaannya dengan pantun. Soneta terdiri dari 14 baris yang umumnya


dua bait pertama (octavo) berupa empat seuntai dan 2 bait terakhir
(sextet) tiga seuntai.
Hal itu akan nyata sekali dalam salah sebuah soneta yang terdapat dalam
Puspa Mega Sanusi Pane sebagai berikut :

TEJDA
Lihat langit sebelah barat
Lautan warna dibuat teja,
Berkilau-kilau dari darat
Ke cakrawala bayangan mega
Makin lama muram cahaya;
Awan kelabu, perlahan melayang,
Melayang, melayang entah ke mana,
Laksana mimpi ia menghilang.
Keluh kesah menurut awan,
Setelah menyala sebentar saja,
Pergi perlahan bermuram durja,
Hatiku menangis dipalu rawan,

Mengenang bagia musnah terus,


Setelah bermegah baru sejurus.

Konsepsi ini kemudian diperbaiki lagi dalam sajak yang juga


berjudul sajak, yang dimuat dalam kumpulan sajaknya yang terakhir yaitu
Madah Kelana (1931). Dalam sajaknya ini ia telah mengubah pandangan
tentang sajak dan kepujanggaan
Pada tahun 1929-1930 ia mendapat kesempatan untuk melawat ke
negeri India yang sangat dikaguminya dan sajak Madah Kelana. Sajaksajaknya yang dimuat dalam Keluh, Doa banyak bercerita tantang
cintanya.

Dapat kau memberitahukan daku.


Di mana gerang tempat bagia,
Di mana damai tidak terganggu.
Dimana jiwa bersuka ria?

Perhatian yang besar kepada sejarah tampak pula pada drama


yang ditulisnya. Dari lima buah drama yang ditulisnya, empat adalah
berdasarkan sejarah Jawa, dua diantara yang empat itu ditulis dalam
bahasa Belanda, yaitu Airlangga (1928) dan Eenzame Garoedavlucht
(1930). Yang ditulis dalam Bahasa Indonesia ialah Kertajaya (1932) dan
Sandhakala ning Majapahit (1933). Drama yang terakhir ditulisnya
berjudul Manusia Baru (1940).

Pada tahun 1932-1933 ia memimpin majalah Timboel edisi bahasa


Indonesia. Perhatiannya kepada sejarah menyebabkan ia menulis buku
sejarah Indonesia (1942) dan Indonesia Sepanjang Masa (1952). Ia juga
menerjemahkan Arjuna Wiwaha (1948) dari bahasa Kawi dan menyusun
Bungarampai dari Hikayat Lama (1946).

Para Pengarang Balai Pustaka (1900-1942)


1. Nur Sutan Iskandar (lahir di Maninjau 1893)
a. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1922)
b. Cinta yang Membawa Maut (1926)
c. Salah Pilih (1928). Roman ini mengupas

tentang

keburukan

perkawinan Asri dan Sarinah.


d. Karena Mertua (1932). Roman ini melukiskan kehidupan rumah tangga
yang terlalu dirong-rong oleh pihak mertua sehingga mengalami
berbagai krisis.
e. Tuba Dibalas dengan Susu (1933) yang diambil dari naskah
Asmaradewi, mengisahkan kesabaran seorang lelaki yang senantiasa
dihinakan oleh pihak perempuan.
f. Hulu Balang Raja (1934) yang merupakan roman sejarah yang
didasarkan pada sebuah disertasi H. Kroeskamp De Westkust en
Minangkabau (1665-1668) (partai Barat dan Minangkabau 1665-1668
terbit 1931).
Masih banyak roman atau karya Nur Sutan Iskandar yang terbit
setelah tahun 1933. misalnya Katak Hendak Jadi Lembu (1935), Neraka
Dunia (1937), Dewi Rimba (1935), Cinta dan Kewajiban (1941), dan lainlain.

2. I Gusti Njoman Pandji Tisna


a. Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) yang melukiskan kebengisan
masyarakat feodal di Bali.
b. Sukreni Gadis Bali (1936) yang melukiskan kehidupan masyarakat Bali
yang keras dan kejam.
c. I Swasta Setahun di Bedahulu (1938) yang melukiskan masalah
hukum karma, yang merupakan lntrik Keraton dan berbagai kebiasaan
raja-raja. Didalamnya menggambarkan kutuk dewata yang harus
ditanggung oleh keturunan yang bersangkutan
d. Dewi Karana (1938) diterbitkan di Medan.
e. I Made Widiadi (kembali kepada Tuhan) 1954), dikarang penulisnya
setelah memeluk agama Islam.

3. Tulis Sutan Sati (1928)


Ia menerbitakan buku sejak 1920, yaitu sebuah roman berjudul
Sengsara Membawa Nikmat yang menceritakan tentang masalah adat
dan kawin paksa masih menjadi tema yang utama dalam karangan Tulis
Sutan Sati yang pertama. Kemudian ia menerjemahkan Kaba Sabai Nan
Aluih (1929) yang ditulis oleh M. Thalib yang bergelar St. Pamuntjak
dalam bahasa Minangkaau ke dalam bahasa Indonesia. Syair yang
ditulisnya berjudul syair Siti Marhumah yang Saleh (1930), syair Rosina
(1933). Roman yang ditulis adalah Tak Disangka (1925), Memutuskan
Pertalian (1932) dan Tidak Membalas Guna (1932).

4. Paulus Supit (1932)


Ia berasal dari Menado. Menulis roman tentang perjuangan sebuah
keluarga yang taat beragama dalam menghadapi berbagai ranjau
kehidupan. Seperti Kasih Ibu (1932).

5. Aman Dt. Madjoindo (lahir pada tahun 1896)


Karya-karyanya berupa roman yaitu Menebur Dosa (1932) dan Si
Cebol Rindukan Bulan (1934). Buku berupa syair antaranya yang brejudul
syair si Banso (Gadis Durhaka) terbit tahun 1931, Syair Gul Bakawali
(1936).

6. Sunan Hasibunan atau yang lebih terkenal sebagai Suman Hs.


(lahir di Bengkalis tahun 1904).
Karya-karyanya antara lain roman Kasih Tak Terlarai (1929),
Percobaan Setia (1931), Mencahari Pencuri Anak Perawan (1932).
Adapun cerpen buah karyanya adalah Kawan Bergelut (1938). Diluar
Balai Pustaka, Suman Hasibuan menerbitkan sebuah roman berjudul
Tebusan Darah (1939).

7. Habib St. Maharadja


Karyanya adalah Nasib (1932). Berlainan dengan roman-roman
pada zaman itu yang kebanyakan berputar sekitar kawin paksa dan
berbagai

adat

kebiasaan

buruk

dilingkungan

seorang

pemuda

Minangkabau yang mengembara ke Eropa dan menikah dengan gadis


Belanda di sana, tetapi ketika kemudian mereka kembali ke tanah air, lalu
bercerai. Kemudian ia menikah lagi dengan gadis sebangsanya dan
keduanya berjanji akan mengabdi kepada bangsa dan tanah airnya.

8. Haji Said Daeng Muntu yang biasa memakai nama H.S.D Muntu
ialah seorang pemimpin Muhammadiyah di Sulawesi. Romanromannya antara lain :
a. Pembalasan (1935), merupakan roman sejarah yang terjadi di daerah
Goa ketika daerah itu mulai dikuasai oleh Belanda, menceritakan
sekitar pengkhianatan seorang seorang pembantu yang mendapat
kepercayaan dari tuannya.
b. Karena Kerendahan Budi (1941), mempermasalahkan persoalan sosial
dan pendidikan modern.
9. Soetomo Djauhar Arifin (lahir di Madiun 1916 dan meninggal di
Jakarta 1959). Romannya berjudul Ardang Teruna (1941), merupakan
roman nyanyian kemenangan kaum muda terhadap kaum kolot.
Para Pengarang Wanita
1. Sariamin yang biasa terkenal dengan nama Selasih atau Seleguri
menulis di Talu, Sumatra Barat 1909. Ia menulis dua buah roman yaitu :
a. Kalau Tak Untung (1933), melukiskan percintaan dua orang anak yang
bersahabat sejak kecil, sama-sama sekolah dan sama pula hidup dalam
tak berkecukupan.
b.

Pengaruh

Keadaan

(1937),

mengisahkan

kesengsaraan

dan

kemalangan seorang gadis yang bernama Yusnani, yang hidup dalam

tekanan ibu tirinya, sehingga ia kehilangan kepercayaan akan dirinya


sendiri.
2. Hamdah yang merupakan samaran Fatimah H. Delais (1914-1953)
yang berasal dari Palembang. Karyanya hanya sebuah saja yaitu
Kehilangan Mestika (1935). Roman ini menceritakan kemalangan seorang
gadis

yang

kehilangan

ayah,

kemudian

kehilangan

kekasihnya.

3. Aldin Affandi dan Saadah Alun (1898-1968), masing-masing menulis


sebuah
andiwara,

masing-masing

berjudul

Gadis

Modern

(1941)

dan

Pembalasannya 1941). Saadah Alim menulis cerpen yang dibukukan


dengan judul Taman Penghibur Hati (1941). Kemudian ia menerjemahkan
Angin Timur Angin Barat. Karya pengarang wanita kebangsaan Amerika
yang pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1938, ialah Pearl S. Buck
(lahir 1892).
4. Marra Amin (dilahirkan di Bengkulu 1920), ia menulis sajak-sajak dalam
majalah Poejangga Baroe. Peranannya lebih berarti pada masa Jepang
ketika ia menulis dan mengumumkan beberapa prosa lirik yang
simbolistis.

Cerita Pendek
Dalam majalah Pandji Poeskaka dan lain-lain tahun dua puluhan sudah
mulai dimuat kisah-kisah pendek yang sifatnya lelucon-hiburan. Ceritacerita itu mengingatkan kita akan tokoh-tokoh cerita rakyat lama yang

terdapat diseluruh Indonesia seperti si Kabayan, si Lebai Malang, Jaka


Dolok dan lain-lain.
Pada tahun 1936 atas usaha Balai Pustaka. Cerita-cerita yang lucu yang
ditulis oleh M. Kasim yang sebelumnya bertebaran dalam Pandji
Poestaka, dibukukan dengan judul Teman Duduk. Roman pertama yang
dikarang M. Kasim ialah Muda Teruna (1922), Pemandangan Dalam Dunia
Kanak-Kanak (si Samin) (1924).

Cerpen-cerpen Suman Hs. yang dikumpulkan dengan kata pengantar oleh


Sutan Takdir Alisjahbana. Kumpulan itu berjudul Kawan Bergelut (1938).
Judul cerpen-cerpen Suman Hs., diantaranya :

1. Pantai jatuh, yang menyindir orang yang suka sombong


2. Fatwa Membawa Kecewa, menyindir orang yang menyebut dirinya
alim dan suka memberi fatwa supaya orang suka bersedekah tetapi ia
sendiri serakah.
3. Kelakar si Bogor, menyindir orang-orang yang sok sekolah tetapi
akalnya dapat dikalahkan oleh seorang yang buta huruf.
Kesedihan sebagai motif penulisan cerpen menjadi bahan yang produktif
buat Jaji Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan Hamka (lahir
Februari 1908 di Maninjau) yang dikumpulkan dalam Lembah Kehidupan
(1941).
Cerpen Inyik Utih, yang berhasil yaitu melukiskan kesepian dan impian
seorang gadis yang sampai rambutnya putih belum bersuami. Demikian

pula cerpen-cerpen Saadah Alim yang dikumpulkan dengan Taman


Penghibur Hati (1941).
Penulis cerpen yang lebih sungguh-sungguh adalah Armijn Pane. Cerpencerpennya banyak dimuat dalam majalah Poejangga Baroe, diantaranya
yang berjudul Belenggu. Dalam cerpen Tujuan Hidup ia mencoba
melukiskan kesepian hidup seorang gadis yang menjadi guru dan memilih
hidup menyendiri.
Cerpen-cerpen yang ditulisnya sebelum perang dan sesudah perang
dikumpul-kan dan diterbitkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953).
Drama
Dalam penulisan drama, Roestam Effendi telah menulis drama-sajak
berjudul Bebasari (1924). Muhammad Yamin menulis Kalau Dewi Tara
Sudah Berkata (1932) dan Ken Arok dan Ken Dedes (1934).
Sanusi Pane menulis Kertajaya dan Sandhayakala ning Majapahit. Dalam
Bahasa Belanda ialah Airlangga dan Eenzame Garoedavlucht. Umumnya
drama itu berbentuk closed drama, yaitu drama untuk dibaca, bukan untuk
dipentaskan.
Armijn Pane dalam drama-dramanya banyak mengambil latar belakang
kenyataan hidup zamannya. Berdasarkan cerpennya Barang Tiada
Berharga ia membuat drama Lukisan Masa. Dramanya yang lain Jinakjinak Merpati, juga melukiskan kehidupan zamannya sendiri.

Menjelang Jepang datang, terbit pula pada Balai pustaka dua buah buku
drama buah tangan Saadah Alim dan Affandi. Buah tangan Saadah Alim

berjudul Pembalasannya (1940) dan buah tangan Affandi berjudul Gadir


Modern (1941).

Penyair dari Sumatra


1. A. Hasjmy ata M. Alie Hasjiem (lahir di Seulimeum Aceh 1914).
Sebagai anggota Poejangga Baroe. Tahun 1936 ia menerbitkan kumpulan
sajaknya yang pertama berjudul Kisah Serang Pengembara, disusul
Dewan Sajak (1940). Kisah Seorang Pengembara memuat 35 buah sajak
yang kebanyakan berbentuk soneta dan empat seuntai yang menisahkan
pengembaraan seorang pemuda.
Kumpulan sajak Dewan Sajak terbagi dalam tujuh bagian yaitu : Firdaus,
Airmata, Karangan Bunga, Kiasan Alam, Dendangan Bunda, Buatan
Mimpi, dan Taman Muda.
Sajak-sajak yang berserakan pada masa sesudah perang dibukukan
bersama beberapa buah cerpen dengan judul Asmara dalam Pelukan
Pelangi (1963).

2. Surapaty, nama samaran M. Saleh Umar


Sajak-sajak Surapaty lebih rendah mutunya dari sajak A. Hasjmy. Sajak
dengan judul Indonesia Baru (1941) yang Dipersembahkan Kepada
Angkatan Muda. Sajak-sajaknya tidak meyakinkan karena tidak ada
penghayatan.
Sesudah perang ada kumpulan sajak yang terbit yaitu Diriku Ta Ada
(1949).

3. H.R. Badaharo, nama samaran Banda Harahap (lahir di Medan 1971)


Bukunya Sarinah dan Aku (1940). Ia membuat perlambang pertemuannya
dengan tanah air terjajah yang diperumpamakannya dengan seorang
wanita yang berada di bawah cengkraman orang. Sedangkan dirinya hina
tak dapat berbuat apa-apa.
Bagian lain dari kumpulan sajak ini merupakan ratapan penyair terhadap
kekasih yang pergi meninggalkannya. Bandaharo aktif dalam Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan berhasil menerbitkan bebrapa kumpulan
sajak di antaranya Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih (1957) dan
Dari Bumi Merah (1963).

4. Rifai `Ali (lahir di Padang Panjang 1909).


Ia menerbitkan Kata Hati (1941). Penyair ini banyak menggali ilhamnya
dari kehidupan dan kepercayaan agama yang dipeluknya, agama Islam.
Salah satu sajaknya berbunyi :

Basmallah
Dengan bismillah disambut bidan
Dengan bismillah berkafan badan
Dengan bismillah hidup dan mati
Dengan bismillah diangkat bakti

Ia pun menerjemahkan ke dalam bentuk puisi beberapa surah Al-Quran,

yaitu surah Al-Ikhlas menjadi Maha Tunggal, surah Al-Asri menjadi Waktu
dan surat An-Nasri menjadi Bersyukurlah.

5. Or. Mandank
Adalah seorang penyair Islam yang menyindir ulama-ulama yang banyak
memberi fatwa sedangkan kelakuannya sendiri bertentangan dengan apa
yang difatwakannya.
Nama sebenarnya adalah Oemar gelar Datuk Radjo Mandonk dilahirkan
di Kota Panjang, Suliki, 1 Januari 1913. Sindiran itu terdapat dalam buku
Sebab Aku Terdiam (1939). Ia menerbitkan buku di Balai Pustaka
berjudul Narumalina (1932). Sebuah cerita yang penuh lirik melukiskan
kehidupan di kampung. Tahun 1939 ia menerbitkan Pantun Orang Muda
dan Sebab Aku Terdiam.
Pemimpin yang merasa cukup dengan memberi fatwa saja berupa ada
tanggung jawab, disindirnya dengan halus dalam sajak yang berjudul
Petua dan Nasihat, sindiran itu ditujukan kepada diri sendiri. Di bagian
lain

dilukiskan

betapa

orang-orang

yang

hendakl

bekerja

asyik

mendengarkan nasihat yang diberikannya. Sementara itu haripun


rembang sehingga seharian itu tak apapun dikerjakan. Kemudian
Mandank merindukan Pujangga tapi bukan Pujangga Pemain Kata
melainkan pujangga yang turun ke bumi nyata dari tahta untuk memberi
bukti perbuatan :
Pujangga!, turunlah, O, Pujangga!
Dimanakah tuan lagi bertahta!

Saya hasrat hendak berjumpa


Menemui wajahmu, O pujangga!

Bukan pujangga pemain kata


Tetapi pujangga juru pencipta
Pembawa ujud bukti yang nyata
Yang bukan kata sekedar kata

6. Samadi , nama samaran dari Anwar Rasjid (lahir di Maninjau tanggal 18


November 1918). Kumpulan sajak yang diterbitkan Senandung Hidup
(1941). Pada tahun 1939 ia menjadi redaktur Peduman Masyarakat dan
Pedoman Islam di Medan. Sejak syair yang dihimpunkan dalam
Senandung

Hidup

ditulisnya

antara

tahun

1935

dan

1941.

Dasar keagamaan pada penyair ini berasa tidak pernah sampai lepas
dalam segala penderitaan dan kemalangan Ia senantiasa ingat akan
Tuhan
Dalam sajaknya Aku Kembali, Kasih ia melukiskan pertemuannya
kembali dengan Tuhan. Setelah ia mengembara kemana-mana, merasa
rindu dan Selalu sangsi atas cintamu.
Dan kesadaran akan mati menyebabkan ia selalu ingat akan perintah
tuhan, seperti ia katakana dalam sajaknya Betapa Gerang Akan Jadinya.
Semua itu menyebabkan ia sadar betapa arti hidup dan kehidupan di alam
pana ini, seperti dituliskan dalam sajak Hidup.

Segalanya itu menyebabkan penyair akhirnya yakin akan kebenaran Jalan


Benar. Apa kata oaring tak jadi soal, sama halnya dengan sanjung dan
puji membunuh hati,seperti dikatakanya dalam sajak Asal Takhina di Sisi
Tuhan. Hidup baginya hanyalah mencari ridho Ilahi semata.
Sajaknya Musapir Mendaki Gunung dan Kepada Kekasih, merupakan
sajak-sajak yang cukup kuat.Sajak itu nafasnya lebih dekat kepada sajaksajak

para

penyair

sesudah

perang

dari

pada

kepada

penyair

sebelumnya.
Penyair ini hilang tak berbekas ditengah pergolakan perang saudara yang
berkecamuk di Sumatra sekitar tahun 1957-1958 (PRRI).

D. TOKOH-TOKOH SASTRA ANGKATAN BALAI PUSTAKA


1. NUR SUTAN ISKANDAR
Nur Sutan Iskandar dilahirkan pada tanggal 3 November 1893 di Sungai
Batang, Maninjau, Sumatra Barat. Namanya semasa kecil adalah
Muhammad Nur, setelah beristri menurut adat Minangkabau diberi gelar
Sutan Iskandar. Pendidikannya adalah Sekolah Melayu kelas II di
Maninjau tamat tahun 1908. Ia menjadi guru sekolah desa di sungai
batang dan setelah itu menjadi guru bantu di Muara Beliti (Palembang).
Pada tahun 1914 ia dipindahkan ke sekolah kelas II di Padang.
Selanjutnya berturut-turut kedudukannya adalah menjadi korektor Balai
Pustaka, Redaktur Kepala pada Balai Pustaka. Dosen Bahasa Indonesia
pada Fakultas Sastra di Universitas Indonesia Jakarta. Salah seorang
pengurus Budi Utomo, juga menjadi pengurus Partai Indonesia Raya.

Pernah pula menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia. Ia adalah


perintis

kemerdekaan

dan

mendapat

anugerah

Satyalencana

Kemerdekaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Kiranya semua orang


akan sependapat kalau dikatakan bahwa Nur Sutan Iskandar adalah
orang yang sangat setia kepada karyanya, yakni mengarang. Banyak
sekali buku peninggalannya baik berupa karya asli, saduran, maupun
terjamahan. Bahasanya amat lancar dan terjaga dengan baik. Dengan
sangat teliti ia menggambarkan lokasi cerita, hinggga mampu membuat
karyanya sangat menarik.
Adapun karyanya antara lain :
a. Neraka Dunia (Novel 1937)
b. Cinta Tanah Air (Novel 1944)
c. Perjalanan Hidup ; Perjuangan Srikandi Irian Barat untuk Kemerdekaan
(1962)
d. Gudang Intan Nabi Sulaiman (1929, dari Ridder Hanggard)
e. Tiga Panglima Perang (1922, saduran dari Alexander Dimas)
f. Abunawas (1929)

2. MARAH RUSLI
Seorang bangsawan yang lahir di Padang pada tahun 1889 dan
meninggal pada tanggal 17 Januari 1968. Ia menjadi dokter hewan
beberapa

lama

di

Sumbawa

dan

terakhir di

Semarang. Akibat

perkawinannya dengan gadis Sunda yang tidak disetujui keluarganya


maka ia diasingkan dari ikatan keluarga. Situasi demikian sedikit banyak

akan tercermin dalam, karya-karyanya. Roman Siti Nurbaya merupakan


roman karya Marah Rusli yang paling populer pada Angkatan Balai
Pustaka, bahkan paad zaman Belanda roman itu dicantumkan sebagai
buku pelajaran di AMS, Yogyakarta. Marah Rusli dianggap sebagai salah
seorang pelopor atau pengakhir zaman kesusasteraan lama. Persoalan
yang dikemukakan di dalam bukunya bukan hal-hal yang istana sentris
lagi dan bukan hal-hal yang bersifat fantasi belaka, melainkan lukisan
realitas masyarakat. Adapun karangan Marah Rusli yang lain adalah :
a. Anak dan Kemenakan (roman 1956)
b. La Hami (roman sejarah di Pulau Sumba)
c. Memang Jodoh (belum diterbitkan sampai sekarang)

3. ABDUL MUIS
Abdul Muis dilahirkan di Bukittingi 3 Juli 1886. Ayahnya berasal dari Laras
Sungai Puar, Ibunya putri Jawa keturunan Sentot Alibasya. Ia meninggal
pada tahun 1959 di Bandung. Pendidikannya adalah Stovia tetapi tidak
tamat. Kemudian menjadi wartawan dan pemimpin Serikat Islam, serta
giat dalam gerakan untuk memperoleh otonomi yang lebih besar bagi
Hindia (Indies) sepanjang Perang Dunia I. Pernah pula menjadi anggota
delegasi Comite Indie Weerbaar (Panitia Pertahanan Hindia) ke negeri
Belanda. Dilantik menjadi anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat)
pada

tahun

1920.

Sebagai penulis, penerjemah, dan wartawan, dia hidup secara tidak


menonjol di Jawa Barat hingga meninggalnya. Romannya yang paling

terkenal adalah Salah Asuhan. Roman ini sangat menarik karena temanya
dan cara pengarang mengungkakan tema itu. Selain itu, roman ini
menarik karena keterusterangannya dalam membicarakan masalah
diskriminasi ras (keturunan bangsa) dan masalah sosial, serta yang lebih
menarik lagi karena persoalan ini diungkap karya sastra.
Roman Abdul Muis kedua adalah Pertemuan Jodoh (1933) dibandingkan
dengan roman pertamanya roman ini kurang berhasil. Roamn tersebut
berisi

kritik

terhadap

unsur-unsur

feodalisme

yang

menghambat

kemajuan. Hal yang menarik dari roman tersebut adalah digunakannya


dialek Betawi dan Sunda dalam dialog-dialog antara pelakunya.
Adapun karya-karya Abdul Muis yang lain adalah :
a. Surapati (roman sejarah,1950)
b. Putri Umbun-Umbun Emas (1950)
c. Robert Anak Surapati (roman sejarah 1952)
d. Suara Kakaknya (cerpen)
e. Daman Brandal Sekolah Gudang (roman kanak-kanak)

Selain ketiga pengarang yang disebut di atas, sebenarnya banyak sekali


pengarang-pengarang lainnya. Mereka antara lain :

4. AMAN DATUK MOJOINDO


Aman Datuk Mojoindo lahir di Supayang, Solok, Sumatra Barat pada
tahun 1895 dan meninggal pada tanggal 16 Desember 1969 di Jakarta. Ia
pernah memimpin rubrik cerita anak-anak pada majalah Panji Pustaka.

Pada umumnya karangannya berisi kejenakaan (humor). Karangan yang


telah

dihasilkannya

antara

lain

a. Si Doel Anak Betawi


b. Si Cebol Rindukan Bulan (roman 1934)

5. MUHAMMAD KASIM
Muhammad Kasim lahir pada tahun 1886 di Muaara Sipongi dan
pekerjaan sehari-harinya menjadi guru. Satu keistimewaannya adalah
menampilkan cerita-cerita lucu. Bukunya yang berejudul : Pemandangan
Dunia Anak-Anak, mendapat juara kesatu dalam lomba mengarang
bacaan anak-anak yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka, pada tahun
1924.

Karangan

Muhammad

Kasim

Antara

lain:

a. Teman Duduk (kumpulan cerpen yang dimuat Panji Pustaka sekitar


tahun

1931-1935)

b. Muda Teruna (19520)


6. TULIS SUTAN SATI
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898 di Bukittinggi dan meninggal paad
zaman Jepang. Karya-karyanya terdiri atas asli dan saduran, baik roman
maupun syair. Karya-karyanya yang asli berbentuk roman adalah
Sengsara Membawa Nikmat (1928), Tidak Tahu Membalas Guna (1932),
Tak Disangka (1932), dan Memutuskan Pertalian (1932), sedangkan
karya-karya sadurannya dalam bentuk syair adalah Siti Marhumah Yang
Saleh (saduran dari cerita Hasanah yang saleh), Syair Rosina (saduran
tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau), Sabai

nan Aluih (saduran dari sebuah kaba Minangkabau dalam bentuk prosa
beriman).

7. MERARI SIREGAR
Merari Siregar dilahirkan di Sipirok, Sumatra Utara pada tanggal 13 Juni
dan meninggal tanggal 23 April 1940 di Kalianget, Madura. Ia menjadi
terkenal karena romannya Azab dan Sengsara (1920). Karya-karyanya
adalah

Azab

dan

Sengasara

(roman

1920).

Selain pengarang di atas juga ada pengarang wanita dalam Balai Pustaka
antara

lain

a. Nurani
Nurani terkenal dalam dunia sastra karena terjemahan-terjemahannya
antara lain berjudul Pinokio.
b. Saadah Alim
Pengarang ini dikenal karena karya-karyanya sendiri maupun terjemahan.
Karyanya sendiri adalah pembalasannya (1941 drama) dan Taman
Penghibur Hati (kumpulan cerpen 1941).
c. Selasih
Selasih lahir pada tanggal 31 Juli 1909 di talu, Lubuk Sikaping. Karyakaryanya adalah Kalau- Tak Untung (roman 1933) dan Pengaruh Keadaan
(roman 1937), sedangkan puisi-puisinya dimuat dalam majalah Panji
Pustaka dan Pujangga Baru. Ia sering menggunakan nama samaran
Seleguri atau Sariamin.

2. PERIODE PUJANGGA BARU(1933-1942)


1. Lahirnya Majalah Pujangga Baru
Sejak tahun 1920 kita sudah mengenal majalah yang memuat karanagan
sastra seperti Sri Poestaka (1919-1941). Panji Poestaka (1919-1992)
Yong Soematra (1920-1926). Hinggga awal tahun 1930 an para
pengarang

untuk

menerbitkan

majalah

khusus

kebudayaan

dan

kesastraan belum juga terlaksana


Tahun 1930 terbit Majalah Timboel (1930-193 ) mula-mula dalam bahasa
Belanda kemudian pada tahun 1932 terbit juga edisi bahasa Indonesia
Sutan Takdir Ali Syahbana sebagai direktur.
Baru pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sutan Takdir Ali
Syahbana berhasil mendirikan Majalah kesastraan dan bahasa serta
kebudayaan umum. Tahun 1935 berubah menjadi menjadi pembawa
semangat baru dalam kesastraan, seni, kebudayaan dan soal masyarakat
umum. Kemudian tahun 1936 terjadi lagi pembahasan yaiut bnerbunyi
Pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan
persatuan Indonesia.
Majalah ini terbit dengan setia meskipun bukan tanpa kesulitan berkat
pengorbanan dan keuletan Sutan Takdir Alisahbana. Kelahiran majalah
Poejangga Baru yang banyak melontarkan gagsan-gagasan baru dalam
bidang

kebudayaan

bukan

berarti

tidak

menimbulkan

reaksi.

Keberaniannya menandakan bahasa Indonesia sekolah bahasa Melayu


menimbulkan berbagai reaksi, sikap ini menimbulkan reaksi dari para
tokoh bahasa yang erat berpegang kepada kemurnian bahasa Melayu

tinggi seperti H. Agus Salim (1884-1954) Sutan Moh. Zain (tahun1887),


S.M Latif yang menggunakan nama samaran Linea Recta dan lain-lain.
2. Tokoh-tokoh Poejangga Baru
Sutan Takdir Alisjahbana
Motor dan penggerak semangat gerakan Pujangga baru ialah Sutan Takdir
Alisyahbana lahir di Natal 1908. Sejak tahun 1929 muncul dipanggung
sejarah dengan roman berjudul Tak Putus Dirundung Malang, roman
kedua berjudul Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932) roman ketiga
berjudul Layar Terkembang (1936), adapun roman yang berjudul Anak
Perawan Disarang Penyamun (1941) ditulisnya lebih dahulu dari pada
Layar Terkembang dimuat sebagai Feulilleton dan majalah Pandji
Poestaka.
Tiga puluh tahun kemudian Sutan Takdir Alisjahbana menulis roman yang
berjudul Grotta Azzurra (Gua Biru). Layar Terkembang merupakan roman
Takdir yang terpenting., yang terbit pada tahun tiga puluhan merupakan
salah satu karya terpenting pula dari para pujangga baru .Sebagai penulis
roman, Takdir terkenal sebagai penulis esai dan sebagai pembina Bahasa
Indonesia. Oleh Ir. S. Udin ia pernah disebut sebagai insinyur bahasa
Indonesia.
Atas inisiatif Takdir melalui pujangga baru-lah maka pada tahun 1938 di
Solo diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis
perang Takdir pernah menerbitkan dan memimpin majalah Pembina
Bahasa Indonesia ( 1947-1952 ). Dalam majalah itu dimuat segala halihwal perkembangan dan masalah bahasa Indonesia. Tulisan yang

berkenaan dengan bahasa kemudian diterbitkan dengan judul Dari


Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia ( 1957 ).
Takdir juga menulis sajak-sajak salah satunya yang mengenangkan pada
kematian isterinya yaitu berjudul Tebaran Mega ( 1936 ).Esai-esai Takdir
tentang sastra banyak juga antara lain Puisi Indonesia Zaman Baru.
Kesusastraan di zaman Pembangunan Bangsa (1938), Kedudukan
Perempuan dalam Kesusastraan Timur Baru (1941), dan lain-lain. Ia pun
menyusun dua serangkai bungarampai Puisi Lama (1941).Dan Puisi Baru
(1946) dengan kata pengantar yang menekankan pendapatnya bahwa
sastra merupakan pancaran masyarakatnya masing-masing.

Armijn Pane
Organisator pujangga baru adalah Armijn Pane. Tahun 1933 ia bersama
Takdir dan kawan sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan majalah
Poedjangga Baroe. Armin terkenal sebagai pengarang roman Belenggu
(1940). Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik dari yang pro
maupun yang kontra terhadapnya.Yang pro menyokongnya sebagai hasil
sastra yang berani dan yang kontra menyebutnya sebagai sebuah karya
cabul yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata yang selama itu
disembunyikan dibelakang dinding-dinding kesopanan.
Belenggu ialah sebuah roman yang menarik karena yang dilukiskan
bukanlah gerak-gerak lahir tokoh-tokohnya, tetapi gerak-gerak batinnya.

Arminj pane sebagai pengarang dalam roman yang berjudul Belenggu ini
tidak

menyelesaikan

ceritanya

sebagai

kebiasaan-kebiasaan

para

pengarang sebelumnya, melainkan membiarkannya diselesaikan oleh


para pembaca sesuai dengan angan masing-masing. Sebelum menulis
roman Armijn Pane banyak menulis cerpen, sajak, esai dan sandiwara.
Cerpennya Barang Tiada Berharga. Dan sandiwaranya Lukisan Masa
merupakan prototif buat romannya Belenggu.
Cerpen-cerpennya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang
kemudian dikumpulkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953).
Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jinak-jinak
Merpati (1954). Sajak-sajaknya dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan
sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajaksajaknya tersebar kemudian dikumpulkan juga dan terbit dibawah judul
Gamelan Jiwa (1960). Ia pun banyak pula penulis esai tentang sastra
yang masih tersebar dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam
bahasa Belanda, Armijn menulis Kort Overzicht van de moderne
Indonesische

Literatuur

(1949).

Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam
karangan-karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan
tokoh-tokohnya
membedakan

daripada
Armijn

Amir Hamzah (1911-1946)

gerak

lahirnya.

dengan

Inilah

terutama

pengarang

yang

lainnya.

Amir Hamzah termasuk salah satu penyair religius (keagamaan). Ia


menulis prosa, baik berupa esai, kritik maupun sketsa.
Ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Jawa. Aktif dalam
kegiatan-kegiatan kebangsaan dan bersama Sultan Takdir dan Armijn
Pane

mendirikan

majalah

Pujangga

Baru.

Keturunan bangsawan langkat di Sumatra Timur. Ini menghasilkan karya


yang tidak sedikit, diantaranya :
- Sekumpulan sajak berjudul Nyanyi Sunyi (1937)
- Buah Rindu (1941)
- Setanggi Timur (1939)
- Dsb

Ciri khas puisi Amir Hamzah :


1. Ia banyak mempergunakan kata-kata lama yang diambilnya dari
khasanah bahasa melayu dan kawi.
2. Kata-kata yang dijemputnya dari bahasa daerah, terutama bahasabahasa Melayu, Jawa, Sunda.
Isi sajak Amir Hamzah kebanyakan bernada kerinduan, penuh ratap
kesedihan. Tetapi isi puisinya tidak hanya menimbulkan kesedihan, rasa
sunyi dan pasrah diri tapi ia juga menekankan pada rasional.
J. E. Tatengkeng
J. E. Tatengkeng juga termasuk salah seorang penyair religius sama
halnya seperti Amir Hamzah. Hanya saja yang membedakan adalah Amir

beragama Islam sedangkan J. E. Tangkeng beragama Kristen. Ia juga


menulis prosa, baik berupa esai, kritik maupun sketsa.
Penyair kelahiran Sangihe ini menulis sebuah buku yang berjudul Rindu
Dendam. Puisi pertamanya berjudul Anakku dan masih banyak lagi buah
tangannya yang masih berserakan dalam berbagai majalah, terutama
dalam

majalah

Poedjangga

Baroe.

Sajak, kritik-kritik, esai-esainya sangat penting terutama karena sifatnya


yang tegas dan jujur. Bahasa yang digunakan bukanlah bahasa yang baik
menurut norma-norma bahasa Melayu Riau.
Struktur puisinya bebas dari pengaruh pantun dan syair atau bentukbentuk puisi melayu lama lainnya.

Asmara Hadi
DAN PENYAIR-PENYAIR PUJANGGA BARU YANG LAIN
Sesungguhnya banyak penyair yang menulis sajak yang jumlahnya lebih
dari cukup untuk dibukukan. Tetapi tidak mereka lakukan.
Salah seorang diantara mereka adalah Asmara Hadi yang sering
mempergunakan nama samaran H.R. atau Ipih, A. M. Daeng Myala (A.M.
Thahir), Mozasa (Muhammad Zain Saidi) , M.R. Dajoh dan lain-lain.
a. Asmara Hadi
Sajak-sajaknya penuh romantik dan kesedihan dan dalam sebagian
sajaknya lagi terasa semangat perjuangan yang penuh keyakinan. Hal ini
di ilhami luka jiwa yang disebabkan oleh kematian cintanya; seperti pada
puisi

Kusangka

Dulu,

Kuingat

Padamu

b. A. M. Thahir (A.M. Dg. Myala)


Sajak-sajaknya dimuat dalam Pandji Poestaka majalah Indonesia dan
lain-lain. Pada sajaknya ada kecendrungan kepada pelukisan kehidupan
sehari-hari kaum buruh, misalnya dalam sajaknya yang berjudul Buruh.

c. M. R. Dajoh
Ia juga menaruh minat pada pelukisan kehidupan si kecil. Karyanya antara
lain: Syair Untuk A. S. I. B. (1935) dalam bahasa Belanda yang kemudian
diterjemahkan lagi kedalam bahasa Indonesia.
d. Moehammad Zain Saidi (Mozasa)
Sajak-sajaknya hanya melukiskan kegembiraan menghadapi alam.
Sajaknya sederhana namun didasari rasa cinta yang mesra, seperti dalam
puisi yang berjudul: Dikaki Gunung.

e. A. Rivai (Yogi)
Pada tahun 1930 ia mengumumkan sekumpulan sajak dengan judul
Gubahan dalam Sri Poestaka. Kumpulan sajaknya yang kedua berjudul
Puspa Aneka diterbitkanya sendiri yaitu pada tahun 1931.
Dari sajak-sajaknya akan tampak bahwa ia gemar akan teosofi dan
terpengaruh oleh ajaran Krishnamurti.
Kecuali para penyair yang sudah disebut tadi dalam Poedjangga Baroe
kita saksikan munculnya para penyair seperti Aoh K. Hadimadja, M. Taslim

Ali Bahrun Rangkuti, Maria Amin dan lain-lain yang perananya akan lebih
penting pada kurun masa yang lebih kemudian.

3. Para Pengarang Balai Pustaka


a. Nur Sutan Iskandar
Lahir di Maninjau 1893. Ia seorang pengarang Balai Pustaka dalam arti
sesungguhnya.Roman pertamanya berjudul: Apa Dayaku Karena Aku
Perempuan (1922) diterbitkan oleh swasta, yang kedua Cinta yang
Membawa Maut (1926), kemudian bukunya yang menarik adalah Salah
Pilih (1928) dan beberapa lagi adalah: Karena Mertua (1932), Tuba
dibalas dengan Susu(1933), Hulu Balang Raja (1940 yang terpenting
merupakan sebuah roman sejarah yang dikerjakan berdasarkan disertasi
H. Kroekampde Westkust en Minang Kabau (1665-1668), Pantai Minang
Kabau 91668 terbit 19310, Katak Hendak Jadi Lembu (1935) yang berlaku
dikalangan priyayi sunda di Sumedang, roman ini gagal diceritakan karena
ia tidak mengenal adat Sunda. Neraka Dunia (1937).
Karangan Nur Sutan Iskandar yang perlu disebut juga disini adalah
Pengalaman Masa Kecil (1949) dan Ujian Masa (1952), yang keduanya
merupakan kenangan otobiografis. Pengalaman masa kecil menarik hati
yang melukiskan pengalaman-pengalaman sampai ia berusia 15 tahun,
ketika ia mulai mengajar di sekolah desa tahun 1908. Ujian Masa lebih
merupakan catatan-catatan tentang peristiwa politik yang terjadi di
Indonesia sejak aksi meliter Belanda pertama sampai awal 1948.

b. I Gusti Njoman Panji Tisna


Ni Rawit Ceti Penjual Orang yang melukiskan kebengisan masyarakat
Feodal di Bali. Roman pertama yang dikarang putera bali dalam bahasa
Indonesia. Roman keduanya adalah Sukreni Gadis Bali (1936) yang
melahirkan kehidupan masyarakat bali yang keras dan kejam, roman ini
mendapatkan kritikan yang tidak setuju kepada beberapa kepercayaan
masyarakat Bali.
BEBERAPA PENGARANG LAIN:
Tulis Sutan Sati menerbitkan buku sajak 1928, sebuah roman yang
pertama adalah Sengsara Membawa Nikmat, kemudian menterjemahkan
Kaba Sabai Nan Aluih (1929) yang ditulis oleh M. Thaib Gelar St
Pamuntjak

dari

bahasa

Minangkabau

kebahasa

Indonesia.

Dua buah Syair Siti Marhumah yang Saleh (1930) dan Syair Rosina.
Paulus Supit pengarang Menado mengarang roman yang berjudul Kasih
Ibu (1932). Aman Dt. Madjoindo lahir 1896 di Solok terkenal sebagai
pengarang anak-anak roman antara lain berjudul Menebus Dosa (1932)
dan Si cebol Rindukan Bulan (1934). Dan beberapa syair diantaranya: Si
Banso, Gul Bakawali. Suman Hasibuan atau Suman Hs. Lahir di
Bengkalis 1904. Terkenal gaya bahasanya yang lincah dan ringan. Ceritaceritanya mirip detektif diantaranya Kasih Tak Terlarai(1929), Percobaan
Setia (1931) dan Mencahari Pencuri Anak Perawan (1932). Habib St
Maharadja berjudul Nasib yang mengisahkan tentang seorang pemuda

Minang Kabau yang mengembara ke Eropa dan menikah dengan gadis


Belanda.
4. Para Pengarang Wanita
Para pengarang wanita Indonesia jumlahnya tidak banyak. Pada masa
sebelum perang, yang paling dikenal dan paling penting ialah Selasih atau
Seleguri. Keduanya nama samaran Sariamin (lahir di Tulu, sumatera
Utara, tahun 1909) yang menulis dua buah roman dan sajak-sajak. Kedua
buah roman itu ialah Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh Keadaan
(1937). Sajak-sajaknya banyak dimuat dalam majalah Poedjangga baroe
dan Pandji Poestaka.
Pengarang wanita lain yang juga pengarang roman ialah hamidah yang
konon merupakan nama samaran Fatimah H. Delais (1914-1953) yang
pernah namanya tercantum sebagai pembantu majalah Poedjangga
Baroe dari Palembang. Roman yang ditulisnya hanya sebuah, berjudul
Kehilangan Mestika (1935) yang diceritakan dalam roman itu ialah
kemalangan dan penderitaan pelakunya. Seorang gadis yang mula-mula
kehilangan ayah dan kehilangan kekasih berturut-turut.
Adli Affandi dan Saadah Alim (1898-1968) masing-masing menulis
sebuah sandiwara, masing-masing berjudul Gadis Modern (1941) dan
Pembalasannya (1941). Saadah Alim disamping itu juga menulis
sejumlah cerpen yang kemudian dibukukan dengan judul Taman
Penghibur Hati (1941). Ia pun menterjemahkan Angin Timur Angin Barat
buah tangan pengarang wanita berkebangsaan Amerika yang pernah
mendapat hadiah Nobel 1938, ialah Pearl S. Buck (lahir 1892).

Pada saat menjelang Jepang datang, muncul pula Mario Amin (dilahirkan
di Bengkulu Tahun 1920). Menulis sajak-sajak dalam majalah Poedjangga
Baroe, tetapi peranannya lebih berarti pada masa Jepang ketika ia
menulis dan mengumpulkan beberapa prosa lirik yang simbolistis.
5. Cerita Pendek
Dalam majalah Pandji Poestaka dan lain-lain tahun kedua puluhan sudah
mulai dimuat kisah-kisah yang sifatnya lelucon-hiburan, seperti Si
Kabayan, Si Lebai malang, Jaka Dolok dan lain-lain.
Pada tahun 1936 atas usaha Balai Pustaka, cerita-cerita lucu yang ditulis
oleh M. Kasim yang sebelumnya bertebaran dalam Pandji Poestaka, di
bukukan dengan judul Teman Duduk.
M. Kasim ialah seorang guru yang telah menulis sejak tahun 1922, yaitu
dengan romannya yang pertama berjudul Muda Taruna. Pada tahun 1924
ia menang sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai
Pustaka, dengan naskah Pemandangan Dalam Dunia Kanak-Kanak (SI
Amin) sebuah cerita kanak-kanak.
Berbagai-bagai saat dalam kehidupan manusia sehari-hari dijadikan
bahan tulisan lucunya: beberapa lelucon lebaran dikumpulkannya dengan
judul Gurau Senda di I Sawal dan yang lainnya seperti Bual di Kedai
Kopi, Bertengkar Berisik, dan lain-lain.dan hanya Cara Chicago lah
yang tidak berupa lelucon.
Tidak banyak berbeda dengan cerpen-cerpen M. Kasim ialah cerpencerpen Suman Hs. Kemudian dikumpulkan dengan kata pengantar oleh
Sutan Takdir Alisjahbana yang ketika itu menjadi redaktur Balai Pustaka.

Kumpulan itu diberi judul Kawan Bergulat (1938) judul ini tidak banyak
beda dengan judul kumpulan Cerpen M. Kasim: Maksudnya Hendaknya
menunjuk isi buku tersebut hanyalah sekedar bahan bacaan senggang.
Tetapi kalau dibandingkan gaya bahasanya, bahasa Suman lebih jernih.
Hanya terasa pada bewberapa ceritanya, Suman memberikan kritik juga
pada sifat-sifat manusia, misalnya dalam Pandai Jatuh menyindir orang
yang suka sombong dalam Fatwa membawa Kecewa menyindir Orang
yang menyebut dirinya alim dan suka memberi fatwa supaya orang suka
bersedekah tetapi ia sendiri serakah. Dalam Kelekar Si Bigor menyindir
orang yang sok sekolah tetapi akalnya dapat dikalahkan oleh orang yang
buta huruf.
Kesedihan sebagai motif penulisan cerpen, menjadi bahan yang produktif
buat Haji Abdul Karim Amrullah yang lebih dikenal sebagai Hamka (lahir
Februari 1908 di Maninjau). Seperti yang dikumpulkan dalamDidalam
Lembah Kehidupan (1941). Berlainan dengan M. Kasim dan Suman Hs.
Hamka mempergunakan cerpen bukan sebagai hiburan tetapi sebagai
usaha untuk menggugah rasa sedih para pembaca. Adapun karya-karya
Hamka adalah kumpulan Air Mata, kesedihan dan rintihan yang diderita
oleh

golongan

manusia

diatas

dunia

ini

dan

Inyik

Utih.

Demikian pula cerpen-cerpen Saadah Alim yang dikumpulkan dengan


judul Taman Penghibur Hati (1941) dan yang diberinya keterangan
beberapa cerita pergaulan tidak berhasil sebagai cerpen. Ada semacam
prasangka

dan

ketakutan

kepada

Barat

yang

menyebabkan

pengarangnya mempertahan tradisi dan keras kepala. Pada kenyataan

saat Saadah Alim menulis cerpen-cerpen itu sebenarnya kaum muda


sudah menang. Maka prasangka semacam itu terasa aneh. Tetapi kalau
diingat dia berasal dari Minang
Kabau dengan sistem kemasyarakatannya matrilinial maka hal itu dapat
dipahami juga.
Yang menulis cerpen-cerpen yang sungguh dan lebih ditinjau dari segi
sastra ialah Armijn Pane. Cerpennya banyak dimuat dalam majalah
poedjangga Baroe. Diantaranya Barang Tiada Harga cerpen ini
kemudian menjadi dasar romannya Belenggu.Dan dalam cerpennya
Tujuan Hidup ia melukiskan kesepian hidup seorang gadis yang menjadi
guru yang memilih hidup sendiri. Dalam cerpen Lupa ia melukiskan
kehidupan kaum politikus yang karena tak dapat memperjuangkan citacita mereka oleh berbagai tekanan pemerintah lalu menghabiskan waktu
mereka ditempat-tempat maksiat.
Pada masa sesudah perang cerpen-cerpen yang ditulisnya sebelum
perang ditambah dengan cerpen-cerpen yang ditulisnya kemudian,
dikumpulkan dan diterbitkan dengan judul kisah antara manusia (1953).
Kalau Barang Tiada Berharga merupakan prototif bagi roman Belenggu
yang ditulis Armijn. Maka kita pun menemukan prototif Layar Terkembang
dalam cerpen Mega Mendung yang ditulis Takdir beberapa waktu
sebelum roman itu terbit.Cerpen itu dimuat dalam majalah Pandji
Poestaka.

6. Drama

Dalam bidang penulisan Drama kita hanya menyaksikan beberapa orang


saja pengarang yang rata-rata menulis lebih dari satu drama.
Roestam

Effendi

menulis

drama

dalam

bahasa

Indonesia

yang

merupakan sebuah drama sajak Bebasari (1924). Muhammad Yamin


menulis Kalau Dewi Tara sudah Berkata..(1932) juga Ken Arok dan Ken
Dedes (1934) dimana keduanya merupakan drama berdasarkan sejarah
Jawa.
Sanusi pane menulis kertajaya dan Sandhyakala Ning Majapahit yang
diambil dari sejarah Jawa, drama yang ditulisnya dlam bahasa Belanda
juga mempunyai latar belakang kebesaran sejarah Jawa yaitu Air Langga
dan Eenzame Gaoedavlucht.
Kegemaran para pengarang kita pada masa itu melukiasakn kebesaran
sejarah, mungkin disebabkan oleh karena kerinduan akan kebesaran diri
sendiri.
Umunya drama-drama itu berbentuk closet drama, yaitu drama untuk
dibaca, bukan untuk dipentaskan. Didalamnya kurang sekali gerak dan
aksi ataupun pertunjukan watak melainkan banyak sekali percakapan.
Namun rata-rata drama-drama tersebut pernah juga di pertunukan diatas
panggung. Biasanya apabila ada kesempatan peringatan-peringatan atau
kongers-kongres. Dalam roman Layar Terkembang, Takdir melukiskan
bahwa dalam Kongres perikatan Perkumpulan Perempuan yang dihadiri
oleh Tuti, dipertunjukan drama Sanusi Pane Sandhyakala ning Majapahit.
Kesemapatan itu digunakan Takdir Alisjabana untuk mengkeritik dan
mengemukakan pendapat tentang drama itu melalui tokoh-tokoh romanya.

Sanusi Pane yang mengambil tempat peistiwa terjadinya di India Manusia


Baru (1940), juga merupakan closet drama. Drama ini seperti dramadrama lain sangat idealistis dan merupakan wadah si pengarang dalam
mengemukakan cita-citanya mengenai Timur dan Barat permainan watak,
dramatis

dan

lukisan-lukisan

sisinya

kurang

mendapa

perhatian.

Armijin Pane banyak menulis drama pada masa sebelum perang. Dramadramanya banyak mengambil latar belakang kenyataan hidup jamanya.
Berdasarkan cerpenya Barang Tiada Berharga , juga melukiskan
kehidupan jamannya sendiri. Akan tetapi bukan berarti ia tidak menulis
drama berdasarkan peristiwa masa silam. Dari roman I Gusti Njoman
Pandji Tisna, ia membuat drama I Swasta setahun di Bedahulu dan
berdasarkan sebuah cerita M.A. Salman dalam bahasa Sunda ia pun
setting masa silam.
Setelah perang drama-drama Armijn Pane itu kemudian dikumpulkan dan
di terbitkan dengan jdudul Jinak-jinak Merpati (1953).
Menjelang Jepang datang, terbit pula Balai Pustaka dua buah buku drama
tangan Saadah Alim yang berjudul. Pembalasannya (1940) dan buah
tangan Adin Affandi. Yang berjudul Gadis Modern (1941). Keduanya
meupakan komedi yang mengejek orang-orang intelek.
7. Roman-roman dari Medan dan Surabaya
Di luar lingkungan pujangga baru dan Balai Pustaka, ada juga penerbitanpenerbitan sastra, baik prosa berupa roman maupun puisi berupa
kumpulan

sajak.

Dlam

lapangan

penerbitan

roman,

untuk

tidak

menyebutnkan peneribitan roman-roman picisan, kita melihat roman-

roman buah tangan hamka yang tadi sudah pernah kita singgung dalam
hubungan penulis cerpen.
Hamka ialah putra Haji Abdul Karim Amrullah, seoran ulama pembaharu
Islam yang terkemuka di Sumatera Barat yang pernah mendapat gelar
kehormatan dari Universitas Al-Zahar di Kairo, Mesir. karena itu,
meskuipun Hamka sekolahnya hanya sampai kelas II Sekolah Dsasar
saja, namun ia mendapat pendidikan agama dan bahasa Arab yang luas
dari Sumatra Thawalib, Parabek (Bukittinggi) dan dari ayahnya. Tahun
1927 Hamka pergi ke Jawa dan belajar lebih lanjut kepada H.O.S.
Tjokroaminoto, seorang pemimpin Islam terkemuka di Surabaya. Tahun
1927 ia pergi naik haji ke Mekah dan sepulangnya dari sana ia menjadi
guru

agama

di

padang

dan

turut

pula

memimpin

pergerakan

Muahammadijah di sana. Dari sana ia pindah ke medan dan aktif dalam


jurnalistik. Ia menulis roman yang mula-mula dimuat sebagai feuilleton
dalam majalah yang dipimpinnya. Bahwa seorng ulama menulis roman
sangatlah aneh pada saat itu, sehingga timbul heboh. Hal itu
menimbulkan pertikaian di kalangan umat Islam sendiri, ada yang pro dan
ada yang kontra.
Roman Hamka yang petama berjudul Di Bawah Lindungan Kabah (1938),
mengishkan cinta tak samapi antara dua kekasih yang terhalang oleh
adat. Yang membedakan roamn ini dengan kebanyakan roaman adat
yang lain ialah karena pengaranya membawa pelakunya ke Mekah dekat
Kabah. Juga romannya yang kedua Tenggelamnya kapal van der Wijck
(1939) mengisahkan cinta tak sampai yang dihalangi oleh adat

Minagkabau yang terkenal kukuh itu pula. Dalam roman ini diceritakan
tentang Zainuddin seorang anak dari perkawinan cmpuran Minang dengan
Makasar tak berhasil mempersunting gadis idamannya karena rapt nidikmamak tdiak setuju dan menganggap Zainuddin tidak sebagai manusia
penuh. Zainuddin kemudian menjadi pengarang dan dalam suatu
kecelakaan gadis kecintaanya meninggal dlam kapal yang ditumpanginya.
Roman ini menimbulkan heboh pada tahun 1962, kerena ada orang yang
menyebutnya roman ini sebagai hasil curian (plagiat). Roman ini disebut
sebagai curian dari sebuah karangan pengarang Perancis Alphonse Karr
yang penuh disadur ke dalam Bahasa Arab oleh Mustaffa Luthfi AlManfaluthi (1876-1924) sorang pujangga Arab-Mesir yang sangat
dikagumi Hamka. Karanga Jean Bapitiste Alphonse Karr (1808-1890)
yang dlalm bahsa Perancisnya berjudul Sous les Tilleules (Di bawah
naungan

pohon

Tila)

(1832)

Madjulin.

Madjdulin

ini

kemudian

diterjemahkan ke dalam bahsas Indonesia oleh A.S Alatas berjudul


Magdalena (963).
Kecuali kedua roman itu, Hamka pun menulis pula Karena Fitnah (1938),
Tuan Direktur (1939) dan Merantau ke Deli (1939).yang teakhir
merupakan suatu kritik pula terhadap adat Minangkabau yang tidak
segan-segan merusak kedamaian rumah tangga yang bahagia, karena si
suami (orang Mingan) belum menikah secara adat, yaitu menikah dengan
seoanrang Minangkabau, sehingga diceraikannyalah istri asal Jawa yang
telah hidup bersama membangun rumah tangga bahagia.

Sehabis perang Hamka sempat menulis cerita. Tahun 1950 ia menulis


Menunggu Beduk Berbunyi dan sebelum itu menulis Dijemput Mamaknya
(1948?). riwayat hidupnya sendiri ditulisnya dalam empat jilid dengan judul
Kenang-kenangan Hidup (1951-1952). Beberapa cerpennya dimasukkan
pula ke dalam Di dalam Lembah Kehidupan.
Pengarang lain di Medan antara lain Matu Mona, namna samaran
Hasbullah Parinduri (lahir tahun 1920 di Medan). Dan ia menulis roman
berlatar peristiwa sejarah, berjudul Zamnan Gemilang (1939). Dan bukubukunya yang lain adalah Ja Umenek Jadi-jadian, Rol Pacar Merah
Indonesia, Spionage Dienst dan lain-lain
Sebuah roman yang dikarang oleh Iman Supardi berjudul Kintamani
(1932) yang mengisahkan percintaan seorang pelukis Jawa dengan
seorang gadis Bali. Ia seorang wartawan yang aktif di Surabaya.

8. Pengarang Sumatra
Melalui usaha penyairnya sendiri dan penerbitpenerbit swasta kecilkecilan di sumatra maka terbit beberapa buah kumpulan sajak yaitu Puspa
Aneka buah tangan Yogi. Ali Hasjmy, Surapaty, Samadi, Bandaharo dan
lain-lain.
Hasjmy atau lebih dikenal dengan M. Alie Hajiem (lahir di Seulimeum Aceh
tahun 1914) sajak-sajaknya dimuat dalam majalah pujangga baru yaitu
Kisah Seorang Pengembara (1936) memuat 35 buah sajak yang
kebanyakan berbenmtuk soneta. Karyanya yang lain Dewan Sajak
(1940) di bagi dalam 7 bagian yang rata-rata setiap bagian pengarang

mengungkapkan pengalaman-pengalamanya. Kesukaran keindahan dan


kegembiraan namun dengan cara yang datar karena tak ada penghayatan
hingga karya-karya beliau dinilai tidak bermutu tinggi.
Tapi sajak-sajak Surapaty lebih rendah mutunya dari pada karya-karya
Hasjmy dan dinilai kurang meyakinkan. Demikian juga sajak-sajak H.R.
Bandaharo (lahir di Medan 1917) diantaranya Sarinah dan Aku (1940).
Kemudian sesudah masa pernag ia aktif dalam lembaga kebudayaan
Rakyat (Lekra) dan menerbitkan beberapa kumpulan sajak diantaranya
Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih (1957) dan Dari Bumi Merah.
Lebih bernilai unik diperhatikan ialah kumpulan sajak Rifai Ali (lahir di
Padangpanjang tahun1909). Beliau
banyak menggali ilhamnya dari kehidupan dan Agama Islam, salah satu
sajaknya berbunyi:

BASMALLAH
Dengan bismillah disambut bidan
Dengan bismillah berkafan badan
Dengan bismillah hidup dan mati
Dengan bismillah diangkat bakti
Selain RifaI Ali penyair Islam lain adalah Or. Mandank (lahir di
Kotapanjang, Suliki, 1-1-1913). Lewat karyanya Sebab Aku Terdiam
beliau menyindir ulama-ulama yang banyak memberi fatwa sedangkan
kelakuannya sendiri bertentangan dengan apa yang difatwakannya. karyakarya Dr.Mandank yang lain ialah Pantun Orang Muda (1939).

Penyair terpenting yang menerbitkan sajaknya di Medan sebelum perang


ialah Sumadi atau Anwar Rasjid (lahir di Maninjau 18 11-1918).
Kumpulan sajak beliau yang berjudul Senandung Hidup (1941).
Tak ubahnya dengan para penyair masa itu, Samadi pun bersajak kepada
tanah airnya yang disebutnya dengan Ibuku dan sajaknya yang berjudul
Angkatan Baru ia sadar sebagai pemuda ia memiliki peranan dan tugas
menghadapi hari siang. Ia memandang dirinya sbagai Pengembara,
kelana,

Pedang

yang

mengalami

berbagai

kemalangan.

Dasar keagamaan pada penyair ini tidak pernah lepas, ia senantiasa ingat
akan Tuhan, ia sadar dan kian ikhlas berjuang, katanya dalam sajaknya
Jangan Di kenang. Sajak-sajaknya yang lain berjudul Aku Kembali
Kekasih . Ia melukiskan pertemuannya kembali dengan Tuhan
setelah ia mengembara ke mana-mana merasa rindu dan Selalu Sangsi
Atas Cintamu. Ia kemudian sadar, BETAPA GERANG AKAN JADINYA?,
ASAL TAK HINA DISISI TUHAN.
Semua hal yang terkandung dalam puisi itu menyebabkan penyair
akhirnya yakin akan kebenaran jalan yang benar, hidup baginya hanyalah
mencari ridho ilahi semata.
Penyair ini hilang tak berbekas di tengah-tengah pergolakan perang
saudara yang berkecamuk di Sumatera sekitar tahun 1957-1958 (PRRI).

Periode sastra angkatan '45(1945-1953)


1. Angkatan 45

Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia


memberikan sesuatu yang baru. Sajak-sajaknya tidak seperti sajak-sajak
Amir Hamzah yang masih mengingatkankta kepada sastra Melayu. Bahsa
yang dipeergunakannya ialah bahsa Indonesia yang hidup, berjiwa. Bukan
bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya
bernilai sastra.
Khairil Anwar segera mendapat pengikut, penafsir, pembela dan
penyokong. Dalam bidang penulisan puisi muncul para penyair Asrul Sani,
Rivai Apin, M. Akbar Djuhana, P. Sengojo, Dodong Djiwapraja, S. Rukiah,
Walujati, Harijadi S. Hartowardoyo, Moch. Ali dan lain-lain. Dalam bidang
penulisan prosa, Idrus pun memperkenalkan gaya menyoal-baru yang
segera mendapat pengikut luas.
Dengan munculnya kenyataan itu, banyak orang yang berpendapat bahwa
sesuatu angkatan kesusastraan baru telah lahir. Pada mulanya angkatan
ini disebut Angkatan Sesudah Perang, ada yang menamakannya
Angkatan Khairil Anwar, Angkatan Kemerdekaan dan lain-lain. Pada tahun
1948 Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama Angkatan 45.
Nama ini segera menjadi populer dan dipergunakan oleh semua pihak
sebagai nama resmi.
Tetapi sementara itu, meskipun namanya sudah diperoleh, sendi-sendi
dan landasan idealnnya belum lagi dirumuskan. Baru pada tahun 1950,
Surat Kepercayaan Gelanggang dibuat dan diumumkan. Ketika itu
Chairil Anwar sudah meninggal. Surat kepercayaan itu ialah semacam
pernyataan sikap yang menjadi dasar pegangan perkumpulan yang

bernama Gelanggang Seniman Merdeka, yang didirikan tahun 1947.

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG


Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan
ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan
orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur
baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo
matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke
depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan
hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia,
kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai
mengilat

dan

untuk

dibanggakan,

tetapi

kami

memikirkan

suatu

penghidupan kebudyaan baru yang sehat.

Jakarta 18 Februari 1950


Sebegitu banyak yang memproklamasikan kelahiran dan membela hak
hidup Angkatan 45, sebanyak itu pulalah yang menentangnya. Armijn
Pane berpendapat bahwa Angkatan 45 hanyalah lanjutan dari yang sudah
dirintis angkatan sebelumnya, yaitu Angkatan Pujangga Baru.
Pada tahun 1952, H.B. Jassin mengumumkan sebuah essai berjudul
Angkatan 45 yang merupakan pembelaan terhadap kelahiran dan hak
hidup Angkatan 45. Jassin mengatakatan bahwa bukan hanya dalam
gaya saja perbedaan antara Angkatan 45 ini dengan para pengarang

Pujanggga Baru, melainkan juga dalam visi (pandangan). Essai itu


kemudian

diterbitkan

dalam

kumpulan

karangan

Jassin

berjudul

Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay (1954).

Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan tanggal 22 Juli 1922. Sekolahnya hanya
sampai mulo ( SMP ) dan itu pun tidak tamat kemudian ia belajar sendiri,
sehingga tulisan-tulisannya matang dan padat berisi.
Dari esai dan sajak-sajaknya jelas sekali ia seorang individualis yang
bebas. Dengan berani dan secara demonstratif pula ia menentang sensor
Jepang dan itu menyebabkan ia selalu menjadi incaran Kenpetai (polisi
rahasia Jepang yang terkenal galak dan kejam).
Sajaknya yang termasyhur dan merupakan gambaran semangat hidupnya
yang memberist dan individualis berjudul AKU (ditempat lain diberi judul
Semangat). Dalam sajak itu ia menyebut dirinya sebgai binatang
jalang, sebutan yang segera menjadi terkenal.

AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sedus edan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku


Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa ku bawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Selain seorang individualis, Khairil juga amat mencintai tanah air dan
bangsanya. Rasa kebangsaan dan patriotismenya tampak dalam sajaksajaknya Diponegero, Kerawang Bekasi, Persetujuan dengan Bung
Karno,

Siap

Sedia,

erita

Buat

Dien

DIPONOGORO
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagus menjadi api
Di depan sekali Tuan menenti
Tak gentar. Laean banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bisa mati
Maju
Ini baaaarisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti

Tamaela,

dan

lain-lain.

Sudah itu mati


Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Biansa di atas ditinda
Sungguh pun dalam ajal baaaaaru tercapai
Jika hidup haarus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang

Meskipun dalam beberapa sajaknya ia sering seolah-olah sinismengejek


nili-nilaioral, termasuknilai-niai agama, sebenarnya ia bukan tidak
mempunyai rasa keagamaan. Sajaknya yang berjudul Doa dan Isa
menunjukkan peerasaan keagaaan yang mendalam.

DOA
Kepada Pemeluk Teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar sudah sungguh

Mengingat kau penuh seluruh


Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.

Sajak-sajak

Khairil

merupakan

renungan

tentang

hidup,

penyelaman terhadap kenyataan, lukisan perasaan manusia, cinta-kasih,


berahi, dan lain-lain. Beberapa sajaknya sangat romantis sepeti Tuti Artic,
Senja di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh di Pulau, dan lain-lain. Dalam
sajak

Sorga

ia

sangat

sinis

mengejek

manusia-manusia

yang

membayangkan sorga dalam ukuran duniawi.


Masih ketika ia hidup, telah timbul heboh karena sajaknya yang
berjudul Datang Dara Hilang Dara yang diumumkan lam majalah Mimbar
Indonesia atas namanya ternyata plagiat dari sajak Hsu Chih Mo berjudul
A Song of Sea. Tatkala sudah meninggal, heboh tentang plagiat ini timbul
lagi karena beberapa sajaknya yang lian ternyata berdasarkan sajak-sjak
orang lain tanpa menyebut sumbernya. Sajaknya Kerawang-Bekasi

ternyata plagiat dari sajak Archibald MacLeish berjudul The Young Dead
Soldiers. Demikian juga sajak Kepada Peminta-minta, Rumahku dan lainlain.
Pada tahun 1948, Chairil Anwar menerbitkan dan memimpin
redaksi majalah Gema Suasana tetapi segera pula ditinggalkannya. Ia tak
pernah betah lama-lama kerja di suatu kantor dan pada tahun 1949,
tanggal 28 April ia meninggal di RSU Pusat Jakarta karena serangan
penyakit tipes dan penyakit lain. Ketika dikuburkan dipemakaman karet
masyarakat

Jakarta

menunjukan

perhatian

yang

besar

dengan

mengirimkan jenazahnya.
Setelah meninggal sajak-sajaknya diterbitkan orang sebagai buku:
Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Luput (1949), Deru Campur
Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (1950). Yang terakhir merupakan
kumpulan sajak bertiga dengan Asrul Sani dan Rivai Avin. Tulisan-utlisan
Khairil yang tidak dimuat dalam ketiga kumpulan itu kemudian diterbitkan
dengan kata pengantar H.B. Jassin berjudul Chairil Anwar Pelopor
Angkatan 45 (1956). Dan sajaknya telah diterjemahkan kedalam bahasa
asing di antaranya di dalam bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Belanda,
Rusia, Hindi, dan lain-lain.

Asrul Sani dan Rivai Apin


Penyair kawan seangkatan Chairil Anwar yang bersama sama mendirikan
Gelanggang Seniman Merdeka ialah Asrul Sani dan Rivai Apin. Ketiga
penyair itu biasanya dianggap sebagai trio pembaharu puisi Indonesia,

pelopor Angkatan 45. Ketiga penyair itu menenrbitkan kumpulaan sajak


bersama, Tiga Menguak Takdir (1950).
Asrul Sani lahir di Riau Sumatera Barat tanggal 10 Juni 1926, ia pertama
kali mengumumkan sajak dan karyanya yang lain dalam majalah Gema
Suasana dan Mimbar Indonesia , tahun 1948.
Asrul Sani seorang sarjana ke Dokteran Hewan yang kemudian menjadi
Direktu Akedemi Tater Nasional Indonesia (ATNI) dan menjadi ketua
Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI), juga
pernah duduk sebagai DPRGR/MPRS Wakil Seniman.
Sajak-sajak

Asrul

Sani

sangat

merdu

(melodius).

Kata-katanya

memberikan citra (image) yang lincah dan segar. Dalam sikap ia seorang
moralis yang sangat mencintai dan meratapi manusia dan kemanusiaan.
Sajak-sajaknya Matera dan Surat dari Ibu menunjukkan pandangan
hidupnya yang moralis.

MANTERA
Raja dari batu hitam
Di balik rimba kelam,
Naga malam,
Mari ke mari!

Aku laksamana dari lautan menghentam malam hari


Aku panglima dari segala burung rajawali
Aku tutup segala kota, aku sebar segala api,

Aku jadikan belantara, jadi hutan mati.

Tapi aku jaga supaya janda-janda tidak diperkosa.


Budak-budak tidur di pangkuan bunda
Siapa kenal daku, akan kenal bahagia
Tidak takut pada hitam,
Tiada takut pada kelam
Pitam dan kelam punya aku.

Dalam sajak itu dia mengaku bahwa dirinya sebagai laksamana


dari lautan dan panglima dari segala burung rajawali yang menutup
segala kota sambil menyebarkan api, supaya janda-janda tidak diprkosa
dan

supaya

budak-budak

tidur

di

pangkuan

bunda.

Cerpen-cerpen Asrul Sani melukiskan betapa halus perasaannya pada


manusia; meluiskan kehidupan manusia yang hanya menyebabkan
kemalangan dan penderitaan sendiri. Beberapa cerpen karangan Asrul
Sani yang terkenal antara lain yang berjudul Bola Lampu, Sahabat Saya
Cordiaz, Si Penyair Belum Pulang, Perumahan Bagi Fadjria Novari, Dari
Suatu

Masa

Dari

Suatu

Tempat,

Museum,

Panen

dll.

Rivai Apin lahir di Padang Panjang tanggal 30 Agustus 1927. Sajaksajaknya tidak semerdu sajak-asajak Asrul, tetapi berat dengan masalah
yang mau sungguh-sungguh. Sejak masih duduk di sekolah menegang ia
telah mengumumkan sajak-sajak dalam majalah-majalah terkemuka. Ia
pernah duduk sebagai anggota redaksi Gema suasana, Gelanggang, dan

Zenith. Tahun 1954 ia melaksasnakan tindakan yang mengejutkan kawankawannya. Ia keluar dari redaksi Gelanggan dan beberapa waktu
kemudian ia masuk kelingkungan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Idrus
Lahir di Padang tanggal 21 September 1921. Ia pelopor angkatan 45, lulus
dari sekolah menengah, ia bekerja dari menjadi redaktur Balai Pustaka. Di
sanalah ia mulai menaruh perhatian kepada sastra. Pada zaman Jepang
ia menulis beberapa cerita romantik tentang pemuda yang berjuang untuk
Asia Timur Raya seperti Ave Maria dan dramanya Kejahatan Membalas
Dendam. Tapi, ketika melihat kesengsaraan dan kemelaratan rakyat di
bawah kaki Dai Nippon, ia meninggalkan cerita romantic, dan mulai
menuliskan cerita-cerita yang melukiskan ralitaskehidupan sehaari-hari.
Sesudah masa revolusi tuliannya diumumkan dengan judul umum CoratCoret di Bawah Tanah. Cerita ini melukiskan tentang kehidupan rakyat di
jaman Jepang secara sinis dan kasar. Sikap sinis dan kasarnya
diperlihatkan dalam karangannya Surabaya, sampai-sampai ia di sebut
Kontra Revolusi .
Karangan-karanagan itu keudian dikumpulkan dan diterbitkan
sebagai buku dengan judul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
(1948). Cerita lainnya adalah Aki (1940) yang merupakan kidah

simboliknya dengan maut. Di samping itu ada sebuah sandiwara dengan


judul Keluarga Surono (1948) terbit di Medan.
Ketika Idrus memimpin majalah kebudayaan dengan nama
Indonesia, ia menulis tentang para pengarang antara lain, Sultan Takdir
Alisyahbana

sebagai

pengarang

roman.

Ia

juga

memuat

roman

Autobiografisnya berjudul Perempuan dan Kebangsaan (1949), tapi


roman ini dianggap gagal.
Setelah keluar dari Balai Pustaka ia bekerja di GIA (Garuda
Indonesia Airways). Tahun 1953 ia muncul dengan cerpennya dalam
majalah

Kisah.

Di

lapangan

penerjemahannya

ia

berjasa

telah

memperkenalkan pengarang Rusia Anton Chekhov (1883 1923),


pengaran

Belgia

William

Elsshot

(1882)

dll.

Kemudian ia pindah ke Kuala Lumpur dan mendirikan perusahaan


penerbitan. Buku yang diterbirkannya yaitu, Dengan Mata Terbuka
(1961), Hati Nurani Manusia (1963).

Achadiat K. Mihardja
Meskipun pada zaman revolusi ia sudah menerbitkan dan
memimpin majalah Gelombang Zaman, nama Achdiat tidak peernah
disebut-sbut dalam dunia sastra sampai ia muncul dengan romannya
Atheis (1948). Ia dilahirkan di garut pada tanggal 6 Maret 1911.
Roman itu melukiskan kehidupan dan kemelut manusia Indonesia
dalam menghadapi berbagai pengaruh dan tantangan jaman. Tokoh
Utamanya seorang pemuda kelahiran desa bernama Hasan. Pada masa

kecilnya hidup dalam lingkungan keluarga yang taat beragama Islam dan
pengikut suatu aliran tarikat tapi ketika ia bekerja di kota, jauhlah ia
dengan kehidupan agama.
Apaagi ketika akhirnya bertemu dengan kawan sekolahnya
yangbenama Rusli yang dengan sadar menyebut dirinya sebagai seorang
ateis. Hasan yang kesadaraan agamanya hanya secara tradisional saja
mudah

sekali

terombang-ambing.

Perkataan-perkatan

Rusli

yang

berpandangan Marxis mengguncangkan imannya. Terutama keeetika ia


jtuh cinta kepada seorang janda muda bernama Kaartini, kawan Rusli,
yang menuuuuurrt analisis Rusli menjadikorban kekejman kelas: Kartini
keeeetika masih gadis dikawinkan oleh olrang atuanya dengan arab yang
menjadilintah daraat.
Hasan terombang-ambing jiwnya: menjaaaai atheis tidakdan kemjai
seorng beragama yang taat pun tidak lagi. Dalaamsuasamna terombang
ambingitu I amneglami berbagai cobaan ula: kekurag ajaran Anawaruang
menyebabkan Hasan selal hidup dalamcemburu terus-terusan karena
kelihatan maumengganggu Kaartini, hubungan dengan orang tuanya yang
memburuk, ketakutannya akansiksa neraka danlain-lain
Roman ini bentuknya sangat istimewa dan orosinil. Sebelumnya tak
pernah ada roman seperti itu di Indonesia, baik struktur maupun
persoalannya. Flash-back bukan untuk pertama kali dipergunakan dalam
penulisan roman Indonnesia. Bahkan Azab dan Sengsara yang terbit 1920
juga menggunakan cara flash-back. Tetapi cara Achdiat menggunakan
flash-back sangat menarik: Atheis dibuka dengan suatu adegan si aku

pengarang bersama Kartini mencari berita tentang Hasan. Hasan ketika


itu sudah mati. Kemudian, si aku mengisahkan pertemuan dengan Hasan
yang memberikan karangan berdasarkan pengalaman hidupnya. Maka
mulailah cerita Hasan sampai hubungan dengan orang tuanya mencapai
krisis.
Tentang roman etis ini seorang sarjana sastra Dra. Boen Sri
Oemarjati telah menerbitkan berjudul Roman Ateis (1963).
Dia pernah bekerja menjadi pemimpin Balai Pustaka, kemudian pindah ke
Jawatan Kebudayaan sampai pensiun. Tahun 1959 ia mengajar sastra
modern di Fakultas Sastra UI dan tahun 1962 mengajr drama Indonesia
modern di The Asutralian National University, Canbera.
Achdiat bukan pengarang yang produktif. Beberapa tahun lamanya seelah
Atheis ia hanya menerbitkan Polemik Kebudyaan (1948) yang merupakan
kumpulan polemik sebelum perang dan drama anak berjudul Bentrokan
dalam Asmara (1952). Baru pada tahun 1956 terbit pula karya sastranya
berjudul Keretakan dan Ketenangan yang merupakan cerpen dan drama
satu babak dan mendapat hadih sastra nasional dan Badan Musyawarah
Kebudayaan Nasional (BMKN) tahun 1955 1956.
Dalam cerpennya dan dramanya itu, Achdiat secara halus dan tajam
melukiskan o-ka-ba (Orang Kaya Baru) yang penuh kesibukan dan
kegermelapan, tetapi sesungguhnya kosong dan hampa. Tahun 1961
terbit cerpen Kesan dan Kenangan.

Pramoedya Ananta Toer

Dilahirkan di Blora pada tanggal 2 Pebruari 1925, mulai mengarang


sejak zaman Jepang dan masa revolusi, Kranji dan Bekasi Jatuh (1947).
Meskipun demikian, baru menaaarik perhaaatian duna sastra Indonesia
tahun 1949 ketika cerpennya Blora yang ditulisnya dalam penjara
diumumkan

dan

romannya

Perburuan

(1950)

mendapat

hadiah

sayembara pengaran yang diadkan oleh Balai Pustaka. Blora ditulis dalam
gaya yang sangat padat dan menyenakkan. Cerpen itu kemudian
bersaaaaaaaama duauah cerpen lainnya yang juga ditulis Pram dalam
penjaran ditebitkan menjadi sebuah bkkuu berjudl Subuh (1950).
Roman Keluarga Gerilya (1950) dan cerpen-cerpen yang ditulisnya
dalam penjara itu bersama sama beberapa cerpen yang ditulisnya
sebelumnya diterbitkan dalam buku yang berjudul Percikan Revolusi
(1950).
Perburuan ialah sebuah cerita fiksi (rekaan) yang berdasarkan
pemberontakan PETA yang gagal terhadap Jepang, karena salah satu
orang di antara shodancho yang akan berontak itu berkhianat. Selanjutnya
Pram membahas kesetiaan manusia: ketika shodancho Hardo yang
menyamar sebagai kere bertemu dengan bakal mertuanya, dengan
ayahnya, ia hanya menemukan kekecewaan saja. Bakal metuanya
berkhianat

lapor

pada

Jepang

dan

ayahnya

yang

dicopot

dari

kekdudukanya sebagai weddaan menjadi penjudi. Semua peerisitwa itu


dipadatkan pengarnag terjadi dalam temp shai semalam.

Juga dalam roman Keluarga Gerilya peristiwa-peristiwa yang terjaadi


dipadatkan dahanya dalam tiga malam saja. Keterangan di bawah judul
bukunya, Kisah keluaaarga manusia dalam tiga hari tiga mlam saja.
Pram ialah seorang yang sangat produktif menulis, tak hentihentinya ia menulis, Mereka yang Dilumpuhkan (dua jilid, terbit 1951
1952) merupakan pengalamannya selama dipenjara; Cerita dari Blora
1952 mendapat hadiah sastra nasional BMKN. Tahun 1952 menerbitkan
kumpulan cerpennya Di Tepi Kali Bekasi 1950. Sebuah roman yang
melukiskan perjuangan para pemuda Indonesia sekitar Krawang dan
Bekasi; Bukan Pasar Malam 1951, Gulat di Jakarta 1953, Korupsi 1954,
Midah si Manis Bergigi Emas 1954, Cerita dari Jakarta 1957, dll.
Dalam cerpennya Dia yang Menyerah yang dimuat dalam buku
Cerita dari Blora. Pram melukiskan sebuah keluarga yang menjadi korban
pemberontakan PKI di Madiun 1948. Dalam cerita itu ia mengutuk PKI.
Tetapi, sikapnya terhadap PKI berubah sejak pertengahan tahun 1950-an.
Pada awal tahun 1960 ia sudah masuk menjadi seorang anggota
pimpinan LEKRA yaitu sebagai seksi seni sastra dari Lekra dan memimpin
grup Lentera yang melalui surat kabar Bintang Minggu tak habis-habisnya
menyerang para pengarang yang tidak sependirian dengan mereka
dengan berbagai fitnah dan insinuasi. Karya-karyanya yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa asing yaitu : Inggris, Belanda, Rusia,
Cina, dan Jepang dll.
Semasa menjalani hukuman di Pulau Buru, Pram menulis kwartet
Bumi Manusia, Anak Segala Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca,

yang sempat dilarang beredar pada masa Orde Baru dan baru bisa
dinikmati secara bebas beberapa tahun setelah rejim orba jatuh melalui
gerakan Reformasi 1997. Dalam kwratet itu Pram melukiskan masa awal
tumbuhnya nasionalisme untuk melawan pemerintah kolonial Belanda di
wilayah Hindia Belanda melalui sinergi tokoh Nyai Ontosoroh, seorang
gundik Belanda, Tuan Melema, dan anak pribumi bernama Minke.
Semangat perlawanan dimulai ketika hak asasi mereka diinjak-injak
kaum penjajah. Annelis, kekasih sekaligus istri Minke dan anak
kesayangan Nyai direnggut secara paksa oleh hukum kolonial. Annelis
diambil paksa harus meninggalkan tanah kelahiran dan orang-orang yang
dicintainya di Hindia Belanda.

Mochtar Lubis
Terkenal sebagai wartawan surat kabar yang dipimpinnya adalah :
Indonesia raya dan dilarang terbit pada tahun 1958. Ia sendiri sejak tahun
1956 ditahan denga tuduhan yang bukan-bukan, hampir 9 tahun ia
disekap oleh rezim pemerintahan SEKARNO dan dikeluarkan pada tahun
1966. Setelah keluar ia bersama H.B. Yassin , Taufik Ismail, arief
Budiman, Goenawan, Mohammad. Dll menerbitkan dan memimpin
majalah Sastra HORISON .
Ia lahir di Padang tanggal 7 Maret 1922. Buku romannya yang
pertama berjudul Tak Ada Esok (1950), Jalan Tak Ada Ujung (1952)
dan mendapat hadih sastra nasional dari BMKN. Roman ketiga berjudul
Senja di Jakarta menceritakan tentang kehidupan politik kotor pada

Koruptor, manipulator, dan propiteur di Jakrta dengan latar belakang


kehidupan rakyat jelata.
Roman Jalan Tak Ada Ujung menceriterakan kehidupan jiwa
seseirang guru yang senantiasa dalam ketakutan pada masa revolusi.
Roman ke 4 berjudul Tanah Gersang 1966 menceriterakan tentang
motif kejahatan anak-anak yang tidak mendapat cinta dan perhatian yang
cukup dari orang tuanya. Ia juga menulis cerpen dan esai (sering
menggunakan SAUTRI) , kumpulan cerpen yang ditulisnya yaitu SI
JAMAL dan PEREMPUAN

Utuy Tatang Sontani


Lahir di Cianjur tahun 1920. Terkenal sebagai pengarang drama.
Drama pertama berupa drama sajak berjudul Suling 1948. Drama
kedua berjudul Bunga Rumah Makan 1948 Awal dan Mira 1952 yang
mendapat hadiah dari sastra nasional BMKN . Namun drama Utuy yang
terkuat dan terbaik berjudul Selamat jalan anak kufur . Romannya yang
berjudul TAMBERA yang sampai sekarang dianggap salah satu roman
terpenting angkatan 45.

Sitor Situmorang
Lahir di Harianboho, Tapanuli tanggal 2 ktober 1942. Mulai terkenal
tahun 1953, ketika menulis sajak, drama, cerpen, esai, dll. Sajaknya
pertama berjudul Surat Kertas Hijau 1954. Sajaknya kedua berjudul
Dalam Sajak 1955.

Ada jugamnerbitkan darama yang berjudul Jalan Mutiara 1945 dan


kumpulan cerpennya yang berjudul Pertempuran dan Salju di Paris
1956, sajak yang dibuatnya berjudul Lagu Gadis Italia .
Kerling danau dipagi hari
Lonceng Gereja bukit Italia
Jika musimmu tiba nanti
Jemoputlah abang diteluk Napoli
Menjelang akhir tahun lima puluhan , ia aktif dalam dunia politik praktis,
tahun 1959 ia menjadi ketua pertama dari Lembaga Kebudayaan Nasional
(LKN). Namun kelincahan dan kemerduan yang tadinya terdapat dalam
sajaknya di ganti dalam kumpulan bahasa gombastis dan slogan-slogan
murah, sajaknya termuat dalam kumpulan yang berjudul Zaman Baru
1962 dan tahun 1966 ia ditahan dan disangka terlibat gestapi PKI.

Aoh K. Hadimadja
Nama samarannya Karlan Hadi, muncul didunia sastra pada masa
sebelum perang. Sajaknya dimuat dalam majalah Poedjangga Baroe ,
yang banyak menyanyikan keindaha alam. Pada masa Jepang ia menulis
sajak-sajaknya yang religius 1952 dimuatnya dalam kumpulan Zahra.
Tahun 1952, ia juga menulis sandiwara berjudul sejumlah repootasi
literernya dalammanusia dan tanahnya. Ia pun menjadi pemimpin
sejarahan mingguan mimbar di Medan.
Ia membukukan kegitan dalam buku berjudul beberapa paham angkatan
45 1952), ia pun menulis bahasnya dimuat dalam polemiknya dengan

Hamka dan Bakri Siregar dengan H.B. Yassin dan sajak karang penyair
muda Sumatera.
Ia lahir pada tanggal 15 September 1911. Tahun 1953 ia menjadi
pengawal Radio HILVERSUM NEDERLAND dan BBC LONDON.

M. Balfas dan Rusman Sutia Sumarga


Lahir di Jakarta tanggal 25 Desember 1922 ia terkenal sebagi
prosis. Cerpennya ANAK REVOLUSI yang jadi perhatian orang-orang,
yang diumumkanpertama kalinya dimajalah Bema Suasana 1948. Anak
Revolusi dibukukan dengan judul Lingkaran Retak 1952.
Tahun 1953 ia bersama Sudjati S.S. mendidrikan majhalah Kisah,
di Kuala Lumpur ia menuliskan roman berjudul Retak 1964 dan sandiwara
berjudul tamu Malam . Rustam lahir di Subang tanggal 5 Juli 1917,
pada tahun 1946 cerpen Gadis Bekasi ia mendapat hadiah, cetpen
yang berjudul Terhempas dan terkandas 1851. Cerpen Sunda yang
diterbitkan berjudul Korban Romabtik dan Kalung oleh Balai Pustaka
1964.

Trisno Sumardjo
Lahir di Surabaya tanggal 6 Desember 1916, dikenal sebagai
pelukis dan bersama dengan S. Soedjojono menerbitkan majalah seniman
1947, di Solo buku pertamanya terbit 1952 berjudul Kata hati dan
Perbuatan . Tahun 1953 menerbitkan Cita Taruna dan menrbitkan

sandiwara legoris 1957. Bukunya berjudul RUMAH RAJA tahun 1962,


cerpennya berjudul Daun Kering dan tahun 1968 berjudul Wajah Yang
Berubah , 1966 saja-sajaknya satu berjudul SILHUET tahun 1963,
bersama para pengarang mengumumkan Manifes Kebudayaan .
Terjemahan sastra yaitu : Drama Shakespear, Prahara 1952, Mana suka,
1952, Impian ditengah Musim 1954, Romeo dan Julia 1955, antonius dan
Cleopatra 1963 dan sejumlah sonetanya. Ia pun menerjemahkan dongeng
peumpamaan 1959 dari pujangga Perancis Jean da la Fontaine dan
Dokter Zhivago 1959 dari pengarang Rusia Boris Pasternak dll.
Ia meninggal di Jakrta 20 April 1969 sebagai Ketua Dewan Kesenian
Jakarta yang pertama dalam usianya 53 tahun.

Dodong Djiwa Pradja


Dodong sudah melukis sejak sekitar tahun 1948. Sajaknya CitaCita yang dimuat dalam majalah GEMA SUASANA takala masih diasuh
oleh CHAIRIL ANWAR, merupakan salah satu sajak yang jernih.
Ia dilahirkan di Garut tanggal 28 September 1928. Selain menulis
sajak ia juga menulis cerpen dan esai. Citra puisi pada sajaknya
menemukan bentuknya yang sederhana, orisinil dan plastis. Pada tahun
enam puluhan, Dodong merupakan saslah seorang penyair Indonesia
terkuat selain Rendra.
Salah satu sajaknya yang dibuat pada tahun 1963 adalah :

NYANYIAN PAGI HARI

Dekapan pada hati, rumput-rumputmu, gunung-gunungmu


Tuang dan basuh muka dengan linang embunmu
Nyaman air, tercuci kaki berderai kerikil kali
Lebih indah dari impian, kenyataan diluar impian

Dekaplah, dekapkan pada hati


Rumput hijaumu
Gunung birumu
Dan langitmu yang bagai telur

Meskipun ia telah menulis sajak yang cukup banyak tapi ia belum berhasil
membukukannya.

Harjadi Hartowardojo
Nama

lengkapnya

Harjadi

Sulaeman

Hartowardojo,

mulai

mengumpulkan sajaknya sekitar tahun 1950. Sebagian besar dari sajak


pada masa-masa itu kemucian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku
yang berjudul LUKA BAYANG, kumpulan sajak-sajaknya tahun 1950
1953 1963.
Harjadi dilahirkan di Prambanan tanggal 18 Maret 1930. Ia pernah
bekerja pada redaksi majalah Pujangga Baru ( sesudah perang ) .
Kemudian hidup sebagai wartawan di berbagai majalah dipenerbitan
antara lain: Garuda, Siasat, surat kabar Pedoman dan membantu
berbagai majalah. Ia seorang ahli astrologi dan pengasuh beberapa surat

kabar minggu di Jakrta. Ia tamatan Fakultas Publikasti dan Fakultas


Psikologi. Ejak tahun 1968 pada bulan Juni, Hardaji menjadi anggota
majalah Budaya Djaja.
Ia seorang ahli astrologi dan pengasuh beberapa surat kabar
minggu di Jakarta. Ia tamatan Falkutas Publikastik, dan Fakultas
Psikologi. Sejak tahun 1968 ( Juni ), Hardaji menjadi anggota majalah
Budaya Djaja.

Salah satu keryanya adalah :


ANJING MAKAN AKAR KAYU
Mari bone
Beta cari gadis, cari nona,
Beta tukar sirih pinang
Bersama melangkah, bersama berlagu
Menunggu bulan naik bulan terang
Siku beta main di dada
Semalam saja, besok
Berpasar sejam

Dansa, hail
Melangkah, hail
berputar dalam lingkaran
berbaris
Tangan berkepit-kepit

Sahut hormati beta punya lagu


Asa asu bukae hau baat
Selain menulis sajak ia juga menulis esei, serpen, dan roman. Esei
terbaiknya di tulis pada tahun pertama lima puluhan. Cerpen-cerpennya
masih berserakan, majalah-majalah yang memuatnya Roman yang
dibuatnya berjudul MUNAFIK mendapat ajakan ikatan Penerbit Indonesia
( IKAPI ) Jawa Barat 1967.
Dalam romannya Harjadi melukiskan konfik tentang kisah cinta
antara pemuda dan pemudi yang berlainan agama dan juga ras. Didalam
masyarakat kampung yang tradisional dengan cara berpikir.
Meskipun disana sini roman ini menunjukkan kekurangan dalam
kmposisi ceritanya, namun roman ini mempunyai daya saran / daya
pengikat yang mencekam hampir secara magis, yang membuktikan ia
sebagai penulis prosa.

MR. Rustandi Kartakusama


MH. Rustandi Kartakusama larih di Ciamis tanggal 21 Juli 1921.
Beliau banyak sekali ,enulis esai. Esai-esainya ditulis dengan bahasa dan
gaya yang sinis berkelekar, memberikan latar belakang yang luas.
Meskipun kadang-kadang terasa tidak menunjukkan lapang dada. Sikap
dan pendapat beliau banyak orang tidak setuju, akan tetapi esai-esainya
tetap berharga untuk dibaca. Beliau muncul dengan hasil karya dan buah
tangannya pada akhit tahun empat puluhan dan beliau tidaklah tepat
disebut angkatan 45 sebab karya beliau sangat berbeda dengan

angkatan 45 dari segi bentuk atau isinya dan beliau sendiripun tidak
mengaku sebagai angkatan 45.
Adapun hasil karya beliau sebagai berikut :
a. Esai-esai tentang sastra, seni, dan filsafat diantaranya :
Adam dan Si Anak Hilang , Homo Faber , Surat dari Cidadap
Girang , dimuat dalam majalah kebudayaan Indonesia. Dan esia-esai
lainnya tentang Ciliung dimuat dalam majalah gelanggang / siasat.
b. Drama yang terbit pada tahun 1950.
Sajaknya Prabu dan Putri yang disebutnya Sebuah Tragedi , ini
merupakan sanduran dari sebuah cerita Pandji yang menceritakan
bahwa segi percakapan tokoh-tokohnya nampak kecendrungan
kepada pemikiran filosofis, percakapan tentang hidup, mati, ada
dan tidak ada, keabadian, bahagia, dan lain-lain. Dan drama ini
sulit dipentaskan.
Drama yang lain berjudul Merah Semua Putih Semua ( 1961 ).
Yang menceritakan atau melatar belakangi masa revolusi fisik
melawan Belanda, yang berbentuk novela.
c. Dari drama beliau juga menulis scenario yang berjudul Lagu Kian
Mendjauh ( 1959 ). Menceritakan tentang kehidupan seorang
seniman musik yang mana dalam kehidupannya terlibat cinta terhadap
seorang gadis orkes yang di pimpinnya.
d. Beliau juga menulis sajak, yang berjudul sebagai berikut :
Rekaman dari Tudjuh Daerah ( 1951 ) ini merupakan sajak yang
paling tebal terbit di Indonesia.
Sajak yang berdasarkan kisah-kisah lama dari Lutung Kasarung,
dari kisah Singasari dalam Kartanagara dan kisah Adam Dan
Hawa daalm Paradise Lost dan lain-lain.

PARA PENGARANG WANITA

1. Ida Nasution.
Ida Nasution adalah pengarang esai yang berbakat dalam menulis esai
yang dimuat dalam majalah-majalah. Tapi nasib beliau malang karena
menjadi korban revolusi dan hilang dalam perjalanan Jakarta Bogr
( 1948 ).
2. Walujati.
Lahir di Sukabumi tanggal 5 Desember 1942. Mulai menulis sajak
pada masa-masa awal revolusi, sajak berjudul Berpisah merupakan
sejak romantik yang mendapat pujian dari Chairil Anwar. Dan pada
tahun 1950 Walujati mengumumkan sebuah roman yang berjudul
Pudjani dan masih banyak lagi roman yang beliau tulis tak kunjung
terbit.
3. St. Nuraini.
Lahir di Padang tanggal 6 Juli 1930. Beliau mnulis sajak, cerpen, esai,
dan menterjemahkan hasil sastra asing. Salah satu sajak beliau yang
sangat lembut dan halus sekali melukiskan perasaan sebagai ibu yang
meratapi anaknya yang keguguran.
4. S. Rukiah.
Lahir di Purwarkarta tanggal 25 April 1972, beliau juga menulis sajak
dan bahkan dimuat dalam bukunya Tandus ( 1952 ) mendapat
hadiah sastra nasional B.M.K.N. tahun 1952 untuk puisi. Selain itu
beliau juga menulis roman yang berjudul Kejatuhan DaN Hati ( 1950
) yang mengisahkan tentang perasaan wanita yang jatuh cinta kepada
seorang politikus tetapi kemudian terpaksa kawin dengan pedagang
pilihan ibunya.
5. Suwarsih Djojopuspito
Lahir di Bogor tanggal 20 April 1912. Hasil karyanya berupa roman
yang ditulis dalam bahasa Belanda berjudul Buiten Het Gareel (diluar
garus) terbitan tahun 1941. Roman ini menceritakan kehidupan kaum

pergerakan nasional Indonesia, terutama di lingkungan perguruan


pertikelir (taman siswa) pada tahun tiga puluhan. Sebelum beliau
menulis roman bahasa belanda beliau menulis roman dengan bahasa
sunda akan tetapi roman ini ditolak Balai Pustaka. Lalu beberapa
tahun kemudian beliau (1959) menerbitkan roman yang berbahasa
Sunda tahun 1937 berjudul Marjanah . Setelah itu beliau menulis
cerpen yang pertama berjudul Tudjuh Tjerita Pendek (1951) yang
kedua berjudul Empat Serangkai (1954). Dan banyak lagi kumpulankumpulan cerpen yang belum dibukukan.
BEBERAPA PENGARANG LAIN
Kecuali para pengarang yang tadi sudah dibicarakan, masih banyak
lagi para pengarang lain yang memulai atau mengajukan aktivitasnya
pada tahun-tahun 1945 1953. Misalnya Barus Siregar (lahir di Sipirok,
Tapanuli tanggal 14 Juli 1923) menerbitkan kumpulan cerpennya yang
berjudul Busa di Laut Hidup (1951). Zuber Usman (lahir di Padang tanggal
15 Desember 1916) menerbitkan sekumpulan cerpen yang berjudul
Sepanjang Jalan. Dengan beberapa cerita lain (1953). Sk. Muljadi (lahir di
Madiun tanggal 23 Desember 1925) menerbitkan kumpulan cerpen dan
sajak-sajaknya yang berjudul Kuburan (1951). Saleh Sastrawinata (lahir di
Majalengka tanggal 15 Juli 1915), menerbitkan sekumpulan cerpen
berjudul Kisah Swajarnya (1952), S. Mundingsari yang nama sebenarnya
Suparman (lahir tanggal 24 April 1922) menebitkan sebuah roman
berjudul Jaya Wijaya (1952).

Muhannad Dimyati yang kadang-kadang menggunakan nama


samaran Badaruzzaman (larih di Solo sekitar tahun 1914) menerbitkan
sekumpualn cerpen berjudul Manusia dan Peristiwa (1951), R. Sutomo
menerbitkan sekumpulan sajak berjudul Mega Putih (1950), Rustam St.
Palindih menerbitkan dua buah sandiwara berjudul Mekar Bunga
Majapahit (1949), dan Cendera Mata (1950), di samping itu mengisahkan
kembali cerita Sunda lama Lutung Kasarung (1949) dan lain-lain.
Di samping itu ada pula pengarang-pengarang yang belum berhasil
menerbitkan buah tangannya menjadi buku. Karangan-karangan mereka
dimuat dalam majalah-majalah yang terbit pada masa itu. Gajus Siagian
(lahir di Porsea, Tapanuli tanggal 5 Oktober 1920), P Sengojo atau
Suripman (lahir 1927), Dodong Djiwapradja (lahir di Garut tahun 1928),
Muh Ali (Lahir 1927), Mahatmanto atau Abu Chalis atau Sang Agung
Murbaningrad atau Sri Amarjati Murbaningsih yang ke semuanya nama
samaran Suradal A. Manan (lahir di Kulur, Yogyakarya, tanggal 13 Agustus
1924), Sirulllah Kaelani yang kadang-kadang menggunakan nama S.K
Insankamil (lahir di Ciledung, Cerebon, tanggal 22 Pebruari 1928), Darius
Marpaung (lahir di Porsea 1928), Harijadi S. Hartowaddojo (lahir di
Prambanan 18 Maret 1930), Abas Kartadinata (Lahir di Bandung 1930),
Kasim Mansur (lahir di Surabaya1922) dan lain-lain.

P. Sengojo
Nama sebenarnya ialah Suriman, lahir di daerah Ungaran, tanggal
25 November 1926. Kalau menulis sejak ia menggunakan nama samaran

P. Sengojo atau Piet Sengodjo. Nama Suripman dipergunakannya apabila


ia menulis prosa, baik esai maupun cerpen.
Sajak-sajaknya surrealistis. Batas antara kenyataan dan anganangan demikian titpis sehingga kabur-berbaur. Dalam sajak-sajaknya
suasana samar-samar dan remang-remang, dunia yang maya terasa
mendasari. Dalam beberapa hal ia melakukan percobaan-percobaan
dengan bahasa, keluar dari kebiasaan yang umum.

MENCARI ANGIN
Perahu yang melancar di atas ke permukaan air yang kemilau dalam
cahaya surya bermain --------------Aku yang merasa tenang dalam kegirangan yang meresap dari pohon di
hadapan
Burung yang terbang lalu melayang di atas embusan angin-----------Aku dan engkau yang tiada berpandangan lagi, dan alam bebas
melepaskan kita berdua--Makin yang berharap menimbulkan bahagia ---------------Ah, kita berdua telah saling percaya.
( Gelanggang / Siasat, 1953)

Lebih tenang dan lebih tajam, mengesan serta menyaran, ialah


esai-esainya yang pada tahun 1952 1953 1954 memnuhi lembaranlembaran majalah kebudayaan terkemuka di Jakarta dengan judul umum
Pecahan Bertebaran. Dalam esai-esainya itu ia menunjukkan bahwa di

samping mempunyai erudisi yang luas, ia merupakan seorang yang


waspada-tajam melihat situasi nyata yang hidup di sekelilingnya. Ia pun
menunjukkan minat yang besar terhadap sastra dan nilai-nilai kebudayaan
lama (Jawa).
Cerpen-cerpennya jumlahnya tidak banyak. Umumnya melukiskan
kehidupan kampung dan pedesaan, di mana impian seorang naturalis
tidak menemukan kenyataan. Banyak yang absurd.

M. Ali
Nama lengakpnya Muhammad Ali Maricar, lahir di Surabaya
tanggal 23 April 1927 dari keturanan India. Ia menulis sajak, cerpen dan
sandiwara. Banyak dimuat dalam majalah-majalah Pudjangga Baru,
Zenith, Mimbar Indonesia, Gelanggang/Siasat, Konfrontasi, Indonesia dan
lain-lain. Cerpen-cerpen, sajak dan sandiwara yang terbaik kemudian
dibukukan dalam sebuh kumpulan berjudul Hitam atas Putih (1959).
Dalam karangan-karangannya tampak sekali perhatiannya terdahap
masalah-masalah sosial dan kehidupan masyarakat. Sandiwara radio
yang dimuat dalam buku itu berjudul Lapar merupakan gambaran
tentang orang-orang yang karena lapar bersedia menjual apapun juga
miliknya untuk sekedar penangasel perut termasuk menjual anak dan
dirinya sendiri. Dalam sebagian sajaknya, juga maslah ketuhanan dan
keyakinan agama menjadi perhatiannya.

KEPADA GADIS CINTAWATI

Apakah hidup ini, jika tiada mati ?


Dan betapa Mati kija bukan kebangkitan kembali ?
Setelah kau berkisah tentang kasih dan benci ?

Sudah kugali lubang di bumi


Buat tempatku tinggal abadi
Segala berkata : inilah mimpi !

Musim-musim silih berganti


Wangi senja warena-wareni
Menyanyikan kebesaran mati

Dan orang ini ..


Yang mengebung-mengempis mengisi hari
Akan menyerah kepada mati

Dan bila kubangun rumah di sini


batu demi batu kususun rapi
atas napas ke napas yang menggendor sepi

Cintawati, kukasihi engkau, seperti murai


Ngagumi fajar dan embun pagi
Dan aku tahu : kau pun pasti hilang kembali

Kecuali yang dimuat dalam hitan atas Putih itu, masih benyak lagi
karangan-karangannya yang belum dibukukan, baik cerpen maupun
sajak. Beberapa buah karangannya yang lebih panjang dari cerpen telah
diterbitkan berupa buku-buku kecil di Surabaya, antaranya 5 Tragedi
(1954), Siksa dan Bayangan (1955), Persetujuan dengan Iblis (1955) dan
Kubur Tak Bertanda (1955). Umumnya nilainya di bawah karangankarangan yang dimuat dalam Hitam atas Putih

3. PERIODE SASTRA ANGKATAN 1953-1961


1. Krisis Sastra Indonesia
Pada bulan April 1952 di Jakarta diselenggarakan sebuah
simposium tentang Kesulitan-kesulitan Zaman Peralihan Sekarang
dalam simposium itu dilontarkan istilah Krisis Akhlak, Krisis Ekonomi
dan berbagai krisis lainnya.
Tahun 1953 di Amsterdam diselenggarakan simposium tentang
kesusastraan Indonesia antara lain berbicara dalam simposium itu Asrul
Sani, Sultan Takdir Ali Sjahbana, Prof. Dr. Werthim dan lain-lain. Disinilah
untuk pertama kali dibicarakan tentang Impasse (kemacetan) dan krisis
sastra Indonesia sebagai akibat dari gagalnya revolusi Indonesia, tetapi
persoalan tentang krisis baru menjadi bahan pembicaraan yang ramai
ketika terbit majalah konfrontasi pada pertengahan tahun 1954. Nomor
pertama majalah ini memuat essay Soejatmako berjudul Mengapa

konfrontasi dalam karangan ini secara tandas dikatakan oleh penulisnya


bahwa sastra penulisnya sedang mengalami krisis.
Soejatmoko

mengatakan

bahwa

sastra

Indonesia

sedang

mengalami krisis karena yang ditulis hanya cerpen-cerpen kecil yang


berlingkar sekitar fsikologisme perseorangan semata-mata roman-roman
besar tak ada ditulis.
Karangan Soejatmoko ini mendapat reaksi hebat, terutama dari
kalangan sastrawan sendiri seperti : Nugroho Notosusanto, S.M. Ardan,
Boejong Saleh, dan lain-lain. Begitu pula H.B. Jassin dalam simposium
sastra

mengemukakan

sebuah

prosaran

yang

diberinya

judul

Kesusastraan Indonesia Modern tidak ada krisis dengan bukti-bukti dari


dokumentasi yang kengkap, Jassin pun menolak sebutan adanya krisis
maupun impasse dalam kehidupan sastra Indonesia.
Dalam tulisan berjudul Situasi 1954 yang ditujukan kepada
sahabatnya Ramadhan K.H, Nugroho Notosusanto mencoba mencari latar
belakang timbulnya penamaan Impasse sastra Indonesia yang bagi dia
tidak lebih hanya sebuah Mite (dagangan belaka). Menurut Nugroho asal
timbulnya mite itu ialah pasimisme yang berjangkit dari kalangan orangorang tertentu pada masa sesudah kedaulatan. Kecuali itu Nogroho pun
melihat kemungkinan bahwa golongan Old Cracks angkatan 1945 pada
sekitar tahun 1945 mengalami masa keemasan, pada masa sesudah
tahun 1950 mengalami kemunduran.
Sitor Sitomurang dalam sebuah tulisannya yang berjudul Krisis
H.B

Jossin

dalam

majalah

mimbar

Indonesia

mengemukakan

pendapatnya bahwa yang ada bukanlah krisis sastra melainkan krisis


ukuran menilai sastra. Sitor berkesimpulan bahwa krisis yang terjadi ialah
krisis dalam diri jassin sendiri karena ukurannya tidak matang.

2. Sastra Majalah
Sejak tahun 1953 balai pustaka yang sejak jaman sebelum perang
merupakan penerbit utama buat buku-buku sastra, kedudukannya tidak
menentu. Demikian pula penerbit Pustaka Rakyat yang tadinya disamping
balai pustaka merupakan penerbit nasional yang banyak menerbitkan
buku-buku sastra, agaknya terlibat dalam berbagai kesukaran begitu juga
dengan penerbitan buku lainnya seperti pembangunan, dan lainnya.
Maka aktivitas sastra terutama hanya dalam majalah-majalah saja
seperti gelanggang atau siasat, mimbar Indonesia, Zhenit, pujangga baru
dan lain-ain. karena sifat majalah maka karangan-karangan yang
mendapat tempat terutama yang berupa sajak, cerpen dan karangankarangan lain yang tidak begitu panjang. Keadaan seperti itulah yang
menyebabkan lahirnya istilah sastra majalah istilah ini pertama kali
dilontarkan oleh Nugroho Notosusanto yang dimuat dalam majalah
kompas yang dipimpinnya.
Persoalan lahirnya angkatan sesudah Chairil Anwar. Dalam
simposium sastra tahun 1955, Harijadi S. Hartowardoyo memberikan
sebuah prosaran yang berjudul Puisi Indonesia sesudah Chairil Anwar
juga dalam simposium-simposium di Jogyakarta, Solo dan kota-kota lain
ada kecendrungan pikiran untuk menganggap telah lahir suatu angkatan

para pengarang baru yang terasa tidak tepat lagi digolongkan kepada
angakatan Chairil Anwar yang populer dengan nama angkatan 45 itu
dalam simposium sastra yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun
1960 Ajib Rosyidi memberikan sebuah prasaran tentang sumbangan
angkatan

terbaru

sastrawan

Indonesia

kepada

perkembangan

kesusastraan Indonesia Dalam prasaran itu dicoba untuk mencari ciri-ciri


yang membedakan angkatan terbaru dengan angkatan 45. Lebih lanjut
dalam prasaran itu dikemukakan bahwa sikap budaya para sastrawan
yang tergolong pada angkatan terbaru merupakln sintesin dari dua sikap
ekstrim mengenai konsepsi kebudayaan Indonesia.
Dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh fakultas
tahun 1963, Nugroho Notosusanto dalam ceramahnya berjudul soal
periodisasi dalam sastra Indonesia mengemukakan bahwa memang ada
periode sebelumnya. Nugroho menekankan pada kenyataan bahwa para
pengarang yang aktif menulis pada periode 1950 ialah mereka yang telah
mempunyai sebuah tradisi Indonesia sebagi titik tolak. Sifat imitatif dari
Belanda atau Eropa berkurang. Pandangan keluar negeri tidak hanya
Eropa melainkan keseluruh Dunia. Ditambah pula oleh penghargaan yang
wajar kepada sastrawan-sastrawan Indonesia sendiri.
Berbeda dengan para pengarang punjangga baru dan angkatan 45,
para pengarang periode 50 ini lebih menitik beratkan pada penciptaan hal
ini berhubungan juga tentu dengan kurangnya pengetahuan mereka pada
saat itu. Baru kemudian setelah berkesempatan menambah pengetahuan
pula, mereka merumuskan cita-cita dan kehadirannya.

Dalam hal ini peranan majalah kisah (1953-1956), tidak bisa


dibilang kecil, karena banyak pengarang yang muncul dalam periode ini
mengumumkan tulisan-tulisannya yang mula-mula dalam majalah ini atau
banyak pula pengarang yang sudah menulis sebelum tahun 1953,
kemudian mendapat kesempatan berkembang sebaik-baiknya dalam
majalah kisah.
Di samping itu patut juga disebut majalah mahasiswa kompas yang
setelah dipimpin oleh Nugroho Notosusanto sangat banyak memberikan
perhatian kepada persoalan-persoalan dan karya-karya sastra, majalah
prosa pimpinan Ajip Rosidi yang hanya terbit nomor, ruangan kebudayaan
genta dalam majalah merdeka yang diasuh oleh S.M. Ardan dan kawankawan, majalah seni (terbit hanya setahun) majalah konfrontasi, majalah
Tjerita dan majalah budaya (terbit di Yogyakarta) dan beberapa majalah
lain, disamping majalah-majalah yang sudah lama ada seperti Mimbar
Indonesia, Gelanggang atau Siasat Indonesia.
Termasuk kepada para pengaran dari periode ini antara Nugroho
Notosusanto, M. Hussyn Umar, Toto.S.Bachtiar, W.S.Wendra, N.H. Dini
Subagio Sastrowardoyo, Trisnoyuono, S.M. Ardan, Rajino Paratikro, A.A.
Navis, Sukanto. S.A, Iwan Simatupang.

3. Beberapa Pengarang
NUGROHO NOTOSUSANTO
Nugroho Notosusanto terkenal sebagi penulis prosa, terutama
pengarang cerpen. Tidak merasa mendapat kepuasaan dalam menulis

sajak, ia lalu mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama


cerpen dan esai.
Pengarang kelahiran Rembang 15 Juli 1930 ini sampai sekarang
telah menerbitkan tiga buah kumpulan cerpen. Kumulan cerpennya yang
pertama ialah Hujan Kepagian (1958). kemudian disusul oleh Tiga Kota
(1959). Kumpulan cerpennya yang ketika berjudul Rasa Sajange (1963)
yang antara lain memuat cerpannya yang paling berhasil berjudul
Jembatan.
Setelah menerbitkan ketiga buku itu, Nugroho lebih mencurahkan
perhatiannya kepada penulisan-penulisan ilmiah dan sejarah. Ia menjadi
kepala Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata dan sejak 1968 diangkat
menjadi kolonel tituler, kemudian Brigader Jenderal.
Nugroho dikenal sebagai penulis esai. Nugroho salah seorang di
antara yang muda-muda ketika itu yang banyak menulis esai yang
mencoba menyalami situasi jamannya. Terutama tentang sastra dan
kebudayaan. Ia merupakan salah seorang pengambil inisiatif untuk
mengadakan simposium sastra Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Jakarta tahun 1953 yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai
dengan tahun 1958. Ia sendiri pada simposium tahun 1957 menjadi salah
seorang pemrasaran yang mengemukakan tentang cerita pendek.

A.A. Navis
A.A. Navis lebih tepat digolongkan kepada angakatan 45. Ia lahir di
Padangpanjang 17 November 1924. Ia baru muncul dalam gelanggang

sastra Indonesia pada tahun 1955, yaitu ketika ia mengumumkan


cerpennya yang pertama yang sekaligus menjadi terkenal berjudul
Robohnya Surau Kami. Cerpen ini kemudian diterbitkan bersama-sama
dengan beberapa buah cerpen lain dengan judul Robohnya Surai Kami
(1956). Ketika dicetak ulang beberapa tahun kemudian, buku ini
mengalami perubahan isi. Ada cerpen-cerpen baru ditambahkan, tetapi
ada juga cerpen lama yang dicabut.
Kumpulan cerpen navis yang lain ialah Hujan Panas (1964) dan
Bianglala (1964). Pada umumnya cerpen-cerpen Navis padat dan
mempunyai latar belakang sosial psikologis yang luas. Navis banyak
mengkritik orang-orang yang melakukan syariat agama (Islam) secara
membuta dan taklid saja, karena menurut dia Islam harus dihayati secara
rasional dan penuh prikemanusiaan.
Kecuali menulis cerpen, Navis pun telah menulis sebuah roman
berjudul Kemarau (1967). Juga dalam roman ini masalah agama dan
pelaksanaannya mendapat sorotan pengarang secara tajam. Berdasarkan
buah tangannya yang nyata banyak mempersoalkan masalah-masalah
keimanan dan keagamaan Islam, pantas benar Navis disebut sebagai
seorang pengarang Islam.

TRISNOYUWONO
Trisnoyuwono sudah mulai menulis cerpen-cerpen picisan pada
tahun lima puluhan awal. Kumpulan cerpennya yang pertama laki-laki dan
Mesiu (1957) mendapat hadiah sastra nasional dari B.M.K.N. tahun 1957-

1958. Cerpen-cerpen Trisnoyuwono menarik karena ia melukiskan


manusia dalam situasinya lengkap dengan ketakutan, nafsu birahi,
kelemahan dan kekuatannya. Kumpulan cerpennya yang kedua berjudul
Angin Laut (1958) tidak begitu meyakinkan. Kumpulan cerpennya yang
berikutnya berjudul Di Medan Perang (1961) nilainya lebih baik. Terutama
cerpen Di Medan Perang yang dijadikan judul kumpulan ini sangat kuat
dan mengesan. Tak kelirulah kalau cerpen ini juga dianggap sebagai
cerpennya terakhir ialah Kisah-Kisah Revolusi (1965)
Salah sebuah cerpen yang dimuat Laki-laki dan Mesiu Kemudian
dikerjakannya menjadi sebuah roman, judulnya sama dengan judul roman
cerpen asalnya, yaitu Pagar Kawat Berduri (1962). Roman ini dibuat film
oleh Asrul Sani sebagai sutradara dan roman ini telah pula menyebabkan
Trisnoyuwono mendapat Hadiah Sastra Yamin.
Di samping itu Trisnoyuwono yang lahir di Yogyakarta 5 Desember
1926 menulis pula beberapa buah roman lain berjudul Bulan Madu (1962),
Petualang (1963) dan lain-lain.

IWAN SIMATUPANG
Iwan Simatupang (lahir di Sibolga pada tanggal 18 Januari 1928)
mula-mula menulis sajak, kemudian esai. Cerpen-cerpen dan dramadrama yang ditulisnya, juga roman-romannya, tidaklah terikat oleh logika,
plot dan perwatakan yang biasa. Drama absurd Eugene Ionesco dan lainlainnya yang sesudah Perang Dunia kedua mendapat perhatian yang
besar bukan saja di Eropa. Di antara drama-drama yang sudah

diselesaikannya, banyak yang kemudian dimuat dalam majalah-majalah,


antara lain yang berjudul Bulan Bujur Sangkar, Taman, RT Nol/RW Nol.
Di antara cerpen-cerpennya patut disebut lebih Hitam dari Hitam
(Siasat Baru 1959) sebagai sebuah cerpen yang baik sekali menyalam ke
gua dasar jiwa manusia, mencari kebenaran antara sadar dan tak sadar.
Iwan pun banyak menulis roman. Beberapa di antaranya berjudul Ziarah,
Kering dan Merahnya Merah (1968). Yang menonjol dalam roman-roman
(dan juga cerpen-cerpen, esai dan drama-dramanya) ialah gayanya yang
padat.

TOHA MOHTAR
Pengarang yang sejak awal tahun lima puluhan produktif menulis
cerpen-cerpen dalam majalah-majalah hiburan (anehnya tak pernah dia
menulis dalam majalah sastra atau kebudayaan!) dengan nama samaran
yang selalu berganti-ganti ialah Toha Mohtar. Ia mengejutkn dunia sastra
Indonesia dengan sebuah roman berjudul pulang (1958). Roman ini
mendapat hadiah sastra nasional B.M.K.N. tahun 1958.
Sebagai roman Pulang sangat sederhana, tetapi justru karena
kesederhanaannya maka ia terasa jernih bening setelah penulis Pulang,
Toha Mohtar menulis pula Daerah Tak Bertuan (1963), sebuah kisah
revolusi yang digali dari pengalaman perjuangan di Surabaya ketika para
pemuda mempertahankannya dari serbuan tentara sekutu. Roman ini
tidaklah menandingi Pulang yang ditulisnya lebih dahulu. Belakangan

terbit pula romannya yang lain yang berjudul Bukan Karena Kau (1968)
dan Kabut Rendah (1968).

SUBAGIO SASTROWARDOJO
Subagio Sastrowardojo lebih dikenal sebagai penyair dan bukunya
yang pertama merupakan kumpulan sajak, yaitu Simphoni (1957).
Cerpen-cerpennya dibukukan dengan judul Kejantanan di Sumbing
(1965).
Cerpennya Perawan Tua sangat menyaran, melukiskan keadaan jiwa
seorang gadis yang karena mau setia kepada kekasihnya yang gugur
dalam pertempuran melawan belanda lalu menghadapi hidupnya yang
sepi. Perawan Tua merupakan salah sebuah prosa terindah yang pernah
ditulis dalam bahasa Indonesia. Sajak Subagio yang belum diterbitkan
sebagai buku antara lain yang termuat dalam naskahnya Daerah
Perbatasan dan Salju.
MOTINGGO BOESJE
Motinggo Boesje lahir di Kupang kota, Lampung tanggal 12
November 1937. Buku yang ditulis dan diterbitkannya berupa romanroman. Ia pun menulis cerpen dan drama. Drama-Drama yang ditulisnya
umumnya berbentuk novela mengikuti cara penulisan drama Utuy T.
Sontani.
Dengan drama pula Motinggo pertama kali menarik perhatian orang
kepadanya. Ketika ia mendapat hadiah dalam sayembara penulisan
drama yang diadakan tahun 1958. Dramanya Malam Jahanam mendapat

hadiah pertama. Drama lainnya yang ditulis kemudian ialah antara lain
Badai Sampai Sore (1962), Nyonya dan Nyonya (1962), Malam Pengantin
di Bukit Kera (1963) dan lain-lain.
Sebelum menulis drama, Motinggo menulis cerpen dan sajak.
Cerpennya kemudian dibukukan antara lain Dalam Keberanian Manusia
(1962), Nasehat Untuk Anakku (1963), Matahari Dalam Kelam (1963) dan
lain-lain.
Kemudan yang secara manakjubkan tak habis-habisnya ditulis
Motinggo ialah roman. Diantaranya Tidak Menyerah (1962) merupakan
cerita menarik yang secara simbolik melukiskan tentang palimo pemburu
tua yang kesepian pantang menyerah kepada harimau tua yang
mengganas di kampungnya. Sejuta Matahari (1963) mengungkapkan
suatu persoalan sosial 1944 (1962) merupakan roman sebuah revolusi.
Masih banyak lagi roman-roman Motinggo yang lain. Misalnya : Dosa Kita
Semua (1963), Tiada Belas Kasihan (sebuah roman pendek, 1963), Batu
Serampok (juga sebuah legenda, 1963), Titisan Dosa di atasnya (1964),
Ahim-Ha, Manusia Sejati (1963), Perempuan itu Bernama barabah (1963),
Dia Musuh Keluarga (1968) dan lain-lain.

PARA PENGARANG LAIN


1. Rijono Pratikto (lahir di tegal tanggal 27 Agustus 1932) telah mulai
menulis sejak masih duduk di SMP. Cerpen-cerpennya dimuat dalam
majalah terkemuka di Jakarta sejak tahun 1949. Rijono merupakan
pengarang yang paling banyak menulis cerpen di Indonesia. Cerpen

permulaannya kemudian diterbitkan dengan judul Api dan Beberapa Cerita


Pendek Lain (1951). Cerpen-cerpennya kemudian mendapat ciri sebagai
cerita-cerita serem. Cerpen semacam ini dibukukan dalam Si Rangka
dan Beberapa Cerita Pendek lain (1958). Karangan-karangan Rijono yang
masih tersimpan antara lain fragmen roman dalam persiapan seperti Gua
(dalam

Indonesia),

Dua

Manusia

Sepanjang

Bukit

(dalam

Gelanggang/Siasat) dan lain-lain.


2. SM. Ardan yang nama sebenarnya Sjahmardan (lahir di Medan tanggal
2 Pebruari 1932) mula-mula menulis sajak, kemudian cerpen dan esai
serta kritik. Sajaknya dimuat dalam kumpulan bertiga dengan Ajip Rosidi
dan Sobron Aidit berjudul Ketemu di Jalan (1956). Cerpennya melukiskan
kehidupan masyarakat rendah Jakarta dikumpulkan dalam buku Terang
Bulan Terang di Kali (1955). Ardan menyadur cerita rakyat Jakarta yang
terkenal ke dalam bentuk drama tetapi ditulis secara penulisan roman
yaitu Nyai Dasima (1965).
3. Sukanto SA. lahir di Tegal tanggal 30 Desember 1930. Ia banyak
menulis cerpen. Tetapi sebagian saja yang dimuat dalam kumpulannya
Bulan Merah (1958).
4. Alex A.xandre Leo yang merupakan nama samaran Zulkarnain (Lahir di
Lahat tanggal 19 Agustus 1934), menulis cerpen dikumpulkannya menjadi
buku berjudul Orang yang Kembali (1956). Ia pun menulis serangkaian
satira (=cerita sindiran) tentang kisah-kisah dari negeri Kambing. Tuhan
1963 ia menerbitkan sebuah roman berjudul mendung yang disebutnya
sebuah

novela

sukaduka

cerita

sebuah

rumah

tangga.

5. Bokor Hutasuhut (lahir di Balige tanggal 2 Juli 1934). Cerpen-cerpen


yang dibukukan dalam kumpulannya Datang Malam (1960). Ia pun
menerbitkan dua buah roman yaitu Penakluk Ujung Dunia (1964), dan
Tanah Kesayangan (1965). Penakluk Ujung Dunia dikerjakannya kembali
dari sebuah cerita rakyat Batak. tanah Kesayangan merupakan sebuah
roman yang mengambik jaman penjajahan Jepang sebagai latar
belakangnya

4. Beberapa Penyair
TOTO SUDARTO BACHTIAR
Toto Sudarto Bachtiar (lahir di Paliman, Ceribon, tanggal 12 Oktober 1929)
telah mulai mengumumkan sajak-sajaknya sekitar tahun 1950. Sajaknya
yang terkenal Ibukota Senja ditulisnya tahun 1951.
Sebagian besar sajak-sajaknya telah dikumpulkan dan diterbitkan menjadi
dua buah buku, masing-masing berjudul Suara (1956) dan Etsa (1958).
Kumpulan sajak 1950-1955 telah menyebabkan penyairnya mendapat
hadiah sastra nasional dari BMKN sebagai penyair terbaik tahun 19551956.
Sebagai penyair ia senantiasa merindukan kemerdekaan yang disebutnya
tanah air dan laut semua suara dan tanah air penyair dan pengembara.
TENTANG KEMERDEKAAN
Dalam sajaknya yang berjudul Keterangan ia merasa perlu memberi
penjelasan kepada H.B. Jassin kritikus sastra terkemuka, bahwa kuburan
penyair Hanyalah nisan kata-katanya selama ini/Tentang mimpi, tentang

dunia sebelum kau tidur,..., tulisannya hanya nasib jari yang lemah...
Tanpa merasa tahu tentang apa/Dia menyeret langkahnya/Sampai di
mana dia akan tiba/Tetapi dengan jari kakinya ditulisnya sebuah sajak.
Kepada Chairil Anwar ia merasa perlu membuat pernyataan ; Aku makin
menjauh/dari

tempatmu

berkata

kesekian

kali/Laut-laut

makin

terbuka/Dibawah langit remaja biru pengap melanda (dalam sajak


berjudul Pernyataan).
Kepada penyair perancis Guillaume Apolllinaire (1880-1918) ia berkata :
Ya Guillaume, tak apa kita bercinta/Tak putus-putus, asal rindu
dendamnya/Aku waspada juga pada tangan waktu/Pada khianat yang
mencekikku bila ku alpa......
Dalam sajaknya Pahlawan tak Dikenal ia melukiskan seorang pemuda
yang gugur tertembak pada hari pahlawan tanpa mengetahui untuk apa.
Toto banyak sekali menerjemahkan, baik sajak maupun cerpen atau
karangan-karangan lain ke dalam bahasa Indonesia. Sebagian kecil dari
terjemahan-terjemahan cerpennya dikumpulkan dalam Bunglon (1965)
yang antara lain memuat cerpen-cerpen buah tangan Anton Chekhov,
Rainer

Maria

Rilke,

Ernest

Hemingway

dan

lain-lain.

WS. RENDRA
Nama lengkapnya Wilibrodus Surendra Broto (lahir di Solo tanggal 7
Nopember 1935) ialah penyair Indonesia terpenting pada masa ini.
Sajak-sajaknya yang permulaan, tampak pengaruh nyanyian-nyanyian
dolanan kanak-kanak Jawa dan pengaruh penyair Spanyol Federico

Garcia (1899-1936) yang pada tahun-tahuin itu banyak diterjemahkan oleh


Asrul Sani dan Ramadhan K.H.
Kemudian sajak-sajaknya yang permulaan itu dimuat dalam buku
kumpulan sajaknya yang pertama berjudul Balada orang-orang Tercinta
(1957). Rendra mendapat hadiah sastra nasional untuk puisi tahun 19551956 sebagai salah seorang penyair terbaik. Sebuah sajaknya yang
permulaan yang juga dimuat dalam kumpulan terbaik. Sebuah sajaknya
yang permulaan yang juga dimuat dalam kumpulan itu berjudul
Terbunuhnya Atmo Karpo.
Sajak-sajaknya sebagian telah diterbitkan dalam Rendra : 4 Kumpulan
Sajak (1961), yaitu yang terkumpul dalam Kakawin-Kawin, malam
stanza, nyanyian dari jalanan dan sajak-sajak dua belas perak. Sajaksajak yang ditulisnya selama ia di Amerika kian menunjukkan kematangan
dan kesederhanaan pengucapannya, antara lain Nyanyian Angsa,
Khotbah, Bluess untuk Bonnie, dan lain-lain.
Selain menulis sajak, Rendra pun menulis cerpen. Diterbitkan dalam
sebuah kumpulan berjudul ia Sudah Bertulang (1963). Juga banyak
bergerak di lapangan drama. Ia bertindak sebagai sutradara, pemain dan
banyak pula menulis drama-drama asli dan menerjemahkan drama-drama
asing untuk dimainkannya. Ia telah menerjemahkan kata penulis drama
klasik Yunani Sophokles (496-406 sebelum Masehi) berjudul Oedipus San
raja, karya pengarang drama Irlandia Bernard Shwa berjudul Arms and the
Man, dari pengarang drama Prancis kelahiran Rumania Eugene Ionesco

(lahir 1908) berjudul Kereta Kencana, dari pengarang Jerman Bertold


Brecht (lahir 1890) beberapa drama pendeknya dan lain-lain.

RAMADHAN KH
Lengkapnya Ramadhan Kartahadimadja lahir di Bandung 16 Maret 1927,
baru tampi namanya sebagai penulis sekitar tahun 1952. Mula-mula
menulis cerpen, kemudian menulis sajak. Ia pun seorang penerjemah
yang telah berjasa memperkenalkan sajak-sajak dan drama-drama
Federico Garcia lorca ke dalam bahasa Idonesia yang diterjemahkannya
dari bahasa Spanyol. Karya-karya penting lorca sudah diterjemahkannya
semua. Yang sudah terbit dramanya Yerman saja (1959). Yang lain-lain
diumumkan dalam majalah saja, antaranya drama Rumah Bernada Alba
dalam majalah Indonesia dan buku-buku sajak-sajak Lorca terpenting
seperti Cancioes dan Romancero Gitano.
Sajaknya sendiri ditulisnya ketika ia baru pulang dari Spanyol, dan
dibukukan dengan judul Priangan Si Jelita (1958). Untuk buku itu ia
mendapat hadiah sastra nasional dari B.K.M.N. tahun 1957-1958 untuk
puisi.

DENDANG SAYANG
I
Di Cikajang ada gunung
Lembah lenggang nyobek hati,
Bintang pahlawan di dada,

Sepi di atas belati,


Kembang rampe di kuburuan
Selalu jauh kekasih

Romannya berjudul Royan Revolusi mendapat hadiah nasional IKAPI


UNESCO tahun 1968.

KIRDJOMULJO
Kirdjomuljo (lahir di Yogyakarta tahun 1930) ialah salah seorang
penyair Indonesia yang banyak sekali menulis sajak. Tahun 1953-1956
banyak di antaranya yang dimuat dalam majalah-majalah. Tahun 1955
terbit buku kumpulan sajaknya berjudul Romance Perjalan I. Romance
Perjalanan jilid-jilid selanjutnya tidak pernah terbit, meskipun kono
naskahnya sudah disiapkan penyairnya.
Kirdjomuljo juga menulis banyak drama. Yang pernah terbit menjadi
buku hanya satu yaitu yang berjudul Nona Maryam yang diterbitkan
dalam satu jilid dengan drama buah tangan W.S. Rendra berjudul Orangorang di Tikungan Jalanan (1955). Dua tiga buah lagi pernah dimuat
dalam majalah Budaya Yogyakarta, diantaranya Penggali Intan (1957).
Belakangan ini Kirdjomuljo pun ada menulis cerpen dan roman,
yang sudah terbit berjudul Cahaya di Mata Emi (1968) dan di Saat
Rambutnya Terurai (1968) yang sangat lamban benar gayanya.

BEBERAPA PENYAIR LAINNYA

Hartojo Andangdjaya (1930), M. Hussyn Umar (1931), Odeh Suardi


(1930), Sugiarta Sriwibawa (1932), A.D. Donggo (1932), Surachman R.M.
(1936), Ayatrohaedi (1939), Mansur Samin (1930), dan lain-ain.
Hatojo Andangdjaya (lahir di Solo tanggal 4 Juli 1930), mengumumkan
sajak-sajaknya dalam majalah-majalah terkemuka di Jakarta dan kotakota lain. Ia pun banyak menerjemahkan sajak-sajak asing ke dalam
bahasa Indonesia, antaranya Tukang kebun buah tangan penyair India
Rabindranath Tagore.

SONNET BUAT IKA


Siapakah kau, mengikuti daku dari bukit ke bukit.
tidakkah tahu, dari puncak ni tinggal nampak gugusan alit
rumah yang duli berkilau
kebun yang dulu menghijau
Pulanglah. Jangan lagi kau bisiki suatu kisah
tentang dua anak berlarian di kebun rumah
manangkap nyanyian indah
memburu mimpi putih di pagi merah

Engkau yang asing bagiku


tidakkah tahu, dibukit lain itu
biru puncak memanggil daku

Pulanglah, Bila canang bertalu

di kotamu engkau ditunggu


rindu ibu dan raih kekasihmu.
(dari Gelanggang/siasat 1945)

M. Hussyn Umar (Lahir di Medan tanggal 21 Janurai 1931) kecuali


menulis sajak, banyak menulis cerpen dan drama radio.

SENJA DI TANAH ABANG


Untuk Ati
Lusuh kaki membawa daki
bukan jalan-jalan, bukan leha-leha, tapi lari
lari dokar, lari trem, lari beca
abang-abang buru-buru mencari rumah dan jalan-jalannya
ada yang menghindar kelam
atau ada yang datang menyongsong malam

Di gerbong kosong, dengkul jembatan


aku cium bau orang-mayat terdampar yang enggan mati
aku lihat kafilah bangkai-bangkai hidup
hanyut tergayut-gayut di aliran pergi penuh daki
yang penuh penuh matahari lemah pudar bertolak ini
dari pusat satu hari kekalahan yang bertubi-tubi
pelan-pelan sekarang memadu lagu : suara kendang
tukang obat, tukang sate, tukang soto dengan lengking

dan baunya yang memaksa datang harapan-harapan yang enggan


dan malam ini pun sinah akan berdanda lagi
mengibar bendera yang aus bolong dalam pengakuan

Lusuh kaki masih menghadap daki


Matahari menjanjikan satu hari lagi
satu hari lagi
yang tidak buat mati, tidak buat mimpi
untuk cari,
untu lari, untuk ...................
(dari Zenit, 1953)

Odeh Suardi (lahir di Sumedang tanggal 6 September 1930) menulis


sajak-sajak yang diilhami oleh agama yang dipeluknya, agama Kristen. Ia
menulis sajak dalam majalah-majalah Zenith, gelanggang/siasat, Seni,
Mimbar Indonesia dan lain-lain.
Sugiarta Sriwibawa (lahir di Solo tanggal 31 Maret 1932) menulis sajaksajak yang berat karena permasalahan dan nadanya. Sajak-sajaknya
dikumpulkan dalam kumpulan berjudul Lentera jalan yang sampai
sekarang belum terbit. Sugiarta banyak penulis cerpen dengan gayanya
yang lirikal dan puitis, juga menulis pandangan-pandangan tentang seni
dan sastra di samping menerjemahkan cerpen-cerpen dan esai-esai
tentang seni dan sastra.

Surachman R.M. (lahir di Cibatu, garut, 19 September 1936) sajaksajaknya menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah-masalah
sosial. Ia terkenal pula sebagai penulis yang banyak menulis sajak dalam
bahasa daerahnya, bahasa Sunda. Kumpulan sajaknya berbahasa Sunda
telah terbit berjudul Surat Kayas (1968).

MENGAPA HARUS GELISAH


Mengapa harus gelisah, saudara
mengapa kita harus gelisah
Hujan tumpah terus-terusan
Beban ancaman menekan

Bencana tetap berulang. Saudara


bencana bekal tetap berulang
Di satu subuh tanggul bedah
Air menampar atap rumah

Ditenung jadi lautan, sudara


ditenung daratan jadi lautan
Ke mana larinya binatang weluku
(pedoman kita sepanjang waktu)

Tak Bisa Kita Mengeluh, Saudara


tak bisa lagi kita mengeluh,

Bila Ternak Terseret hanyut


Benda Tak Sempat Terangkut

Sumbangan Hilang Di Jalan, Saudara


sumbangan sering hilang di jalan
Percuma Saja Orang Dermakan
Beras, Selimut, Obat-obatan

Kami Tahan Lapar Dan Dingin, Saudara


kami coba tahan lapar dan dingin
Namun Si Bungsu Kupu Biru
Dan Abangnya Belum Ketemu

Siapa jadinya yang salah, saudara


siapa lagi jadinya yang salah
Tiap musim kami beramai-ramai
Dikerahkan menambal tanggul sungai
(dari Horison, 1966)

Ayatrohaedi (lahir di Jatiwangi, Majalengka, pada tanggal 5 Desember


1939) menulis sajak-sajak dan cerpen-cerpen, baik dalam bahasa
Indonesia maupun Sudan, ia pun seorang penyair yang banyak
menyanyaikan tanah kelahiran, ibunda, dan segala yang dekat dengan
hidupnya.

IBU
teduh tanjung wangi jadi pusat rindu
teduh ibu perbawa pantang menundung
jika di dunia cumalah ibu dan bapa
akan bisa kukuasai seluruh jagat raya

tapi ibu sebelum aku pergi memperingati


jika hidup cuma melepas nafsu sendiri
akhirnya lupa pada ibunda
menyesal menunggu balik ke asal
menyesallah yang jadi cucuku tunggal
(dari Siasat Baru, 1959).

Sajak yang berjudul Di kebun Binatang yang ditulisnya dalam bahasa


Sunda telah menyebabkan Ayatrohaedi mendapat Hadiah Sastra Piagam
Moh. Ambri 1966. Dalam bahasa Sunda, Ayatruhaedi telah menerbitkan
sekumpulan cerpen berjudul Hujan Munggaran (1960) dan sebuah roman
pendek berjudul Kobogoh Tere (1967). Cerpen-cerpennya dalam bahasa
Indonesia diterbitkan dalam seri proyek 16 halaman balai Pustaka, antara
lain Warisan (1964) dan Yang tersisih (1964).

5. Drama
Setelah beberapa tahun lamanya penulisan drama Indonesia hampirhampir hanya mengenal Utuy. T. Sontani sebagai tokoh tunggal,

menjelang akhir tahun 50-an munculah beberapa nama baru dalam


penulisan drama Indonesia, seperti Motinggo Boesje, W.S.Rendra dan
Kirdjomuljo.
Untuk tahun 1958 diumumkan tiga orang penulis yang drama-dramanya
mendapat hadiah dalam sebuah sayembara penulisan naskah drama
yang diselenggarakan oleh bagian kesenian P.P. dan K. yang mendapat
hadiah pertama adalah Motinggo Boesje untuk dramanya Malam
Jahanam. Kedua, M. Jusa Biran untuk dramanya Oung Besar, dan yang
ketiga Nasjah Djamin dengan dramanya Sekelumit Nyanyian Sunda.

NASJAH DJAMIN
Nasjah Djamin lahir di Medan tahun 1924, tetapi hidupnya kebanyakan
dihabiskannya di Yogya. Meski ia sudah mulai menulis (sajak) pada awal
revolusi fisik, namun sampai awal tahun 50-an ia lebih banyak
mencurahkan perhatiannya kepada seni lukis dari pada sebagai penulis.
Drama Sekelumit Nyanyian Sunda kemudian diterbitkan bersama dengan
dramanya Titik-titik Hitam dengan judul Sekelumit Nyanyian Sunda
(1964). Drama lain yang ditulisnya berjudul/Jembatan Gondolayu (dimuat
dalam majalah Budaya) Sekelumit Nyanyian Sunda asalnya merupakan
sebuah cerpen yang kemudian dikerjakan menjadi drama dan dibukukan
tahun 1962 dengan judul yang sama. Kumpulan cerpennya yang lain
berjudul Dibawah Kaki Pak Dirman (1967). Dalam cerpennya Nasjah
banyak bertindak sebagai juru bicara kesenian dan seniman modern yang

hidup

Bohemien

dan

menimbulkan

berbagai

ketegangan

dengan

sekelilingnya karena perbedaan visa dan ukuran nilai.


Selain itu Nasjah juga menulis roman seperti Hilanglah Si Anak Hilang
(1963). Roman ini menceritakan perjuangan seorang pelukis individualis
yang hilang dari lingkungan keluarga karena menemukan konflik
mengenai nilai-nilai moral dan kebenaran. Romannya yang lain berjudul
Helai-helai Sakura Gugur (1964), Gairah Untuk hidup dan untuk mati
(1968) dan Malam Kualalumpur (1968).

H.M. JUSA BIRAN


Nama lengkapnya Hadji Misbach Jusa Biran, lahir di Rangkasbitung tahun
1933, ia terkenal mula-mula karena sketsa-sketsanya tentang kehidupan
Seniman Senin yang dimuat dalam majalah Aneka tahun 50-an, ketika
itu ia sudah bergerak dalam lapangan perfilman. Dengan menggunakan
nama samaran Ardjawi, ia pun beberapa lamanya mengisi ruangan
Komedi di Jakarta dalam edisi Minggu Harian Abadi, melukiskan
kehidupan sehari-hari rakyat Jakarta. Dari sketsa-sketsa inilah kemudian
ia menulis cerita yang dibuat Film, Ardjawi Ke Ibukota.
Dramanya Oung Besar mengisahkan seorang tokoh politik yang terkenal
sebagai Oung Besar yang sebenarnya bernama Karim, ia mendapat
sukses karena pidato-pidatonya yang ia sendiri tdak mengerti isinya,
keseluruhannya

komidi

ini

merupakan

sebuah

sindiran

terhadap

kehidupan politik dan kaum politis Indonesia, ini menunjukkan bahwa ia


seorang yang punya homur yang hidup.

Setelah itu Misbach masih menulis beberapa buah drama lagi, di


antaranya berjudul Setelah jam Menjelang Maut (1968) yang pernah
dimainkan dimuka Televisi. Romannya Menyusuri Jejak Berdarah (1968)
merupakan penulisan dari cerita Film yang juga telah dibuatnya sendiri.

b. Para Pengarang Wanita


N.H. DINI
N.H. Dini nama lengkapnya Nurhajati Srihardini lahir di Semarang tanggal
29 Pebruari 1936. Mulai menulis cerpen-cepen yang dimuat dalam
majalah kisah dan lain-lain. Pada cerpen-cerpen itu tidak ada lagi protesprotes yang berkisar pada soal-soal kewanitaan yang dunianya terjepit di
tengah dunia laki-laki. Tokoh wanita Dini ialah manusia-manusia yang
berontak karena hendak memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia.
Dalam cerpen Dua Dunia dikisahkan Dini tentang Iswanti seorang janda
muda yang sakit tipus yang diceraikan suaminya karena si suami main
gila dengan ibu tirinya sendiri. Cerpen itu kemudian bersama dengan
beberapa buah cerpennya yang lain dibukukan dengan judul Dua Dunia
(1956)
Dalam cerpen-cerpen itu Dini menunjukan perhatiannya yang besar
terhadap kepincangan-kepincangan sosial yang dia lihat dan terjadi
disekelilingnya . Misalnya dalam cerpennya Kelahiran dan Perempuan
Warung.
Setelah terbit dengan kumpulan cerpen itu, Dini kemudian menerbitkn
sebuah roman pendek berjudul Hati Yang Damai (1961). Ceritanya

tentang seorang isteri penerbang yang ketika suaminya mendapat


kecelakaan lalu terlibat dalam cinta segi empat hingga akhirnya ia
menemukan kedamain dan keluasan hati suaminya.
Dini kemudian menikah dengan seorang diplomat Perancis. dan ketika
mengkuti suaminya bertugas di Jepang ia menulis sebuah roman yang
berjudul namaku Hiroko, setelah dari Jepang ia mengikuti suaminya ke
Perancis yang berjudul Pada Sebuah Kapal, yang diumumkan pada
majalah-majalah sastra dan Horison, naskah roman lain yang sudah
diselesaikannya berjudul la Barka.
Kecuali Nh. Dini pada periode ini kita pun mencatat beberapa pengarang
wanita lain Surtingsih, Dyantinah B, Supeno dan Hartini ialah para penulis
cerpen yang dimuat dalam majalah. Tetapi sebegitu jauh belum ada datadata untuk mencatat kegiatan mereka lebih daripada menyebut namanamanya saja

E. PERBEDAAN KARYA SASTRA LAMA DAN KARYA SASTRA BARU


Karya sastra adalah suatu hasil karya manusia baik lisan maupun
nonlisan (tulisan) yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar
dan memiliki nilai estetik (keindahan bahasa) yang dominan. contoh karya
sastra adalah puisi, cerpen, novel, drama.
perbedaan antara karya sastra lama dan karya sastra baru/modern
Karya Sastra sudah muncul sejak lama, dan karena perkembangannya,
muncullah karya sastra baru/modern. Tentu ada perbedaan antara
karya sastra lama dan karya sastra baru/modern. Berikut perbedaanya.

Ciri-ciri Karya Sastra Lama

Bentuk Karya Sastra lama berupa puisi yang terikat seperti syair,
pantun, hikayat, mite, legenda, dongen.

Bahasa pada karya sastra lama menggunakan Bahasa Melayu,


Bahasa Arab, dan Bahasa Daerah.

Tema yang digunakan cenderung kaku, dan bersifat istanasentris,


dan berupa mistis

Latar Belakang Penciptaan terpengaruh pada kesastraan hindu,


islam, budaya tradisional, dan sifat karyanya bersifat Anonim (milik
masyarakat).

Perkembangannya secara statis, dan disampaikan lisan secara


turun temurun.

Sedangkan Ciri-Ciri Karya Sastra Baru/Modern

Bentuk karya sastra baru berupa puisi bebas dan kontemporer,


seperti cerpen, novel, dram Indonesia.

Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa keseharian dan


sering dimasuki bahasa asing kreatif.

Tema yang diangkat seputar kemanusiaan, kemasyarakatan,


kehidupan modern, pergaulan remaja,dll

latar belakang penciptaan terpengaruh kesusastraan barat, Budaya


industri modern, hak cipta pengarang individu.

Perkembangannya bersifat dinamis, melalui media cetak dan


audiovisual.

F. FUNGSI SASTRA.
Banyakfungsi atau manfaat dengan membaca karya-karya sastra, antara
lain sebagai berikit.
1.

Fungsi rekreatif,dengan membaca karya sastra, seseorang dapat

memperoleh kesenangan atau hiburan.


2.

Fungsi didaktif, dengan membaca karya sastra, seseorang dapat

memperoleh wawasan pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan


manusia. Seorang juga dapa memperoleh pelajaran tentang nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang ada di dalam nya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sastra adalah hasil rasa yang merupakan sumber keindahan, yang
termaksut dalam hasil karya sastra. Sastra lahir dari sebuah peradaban

dalam masyarakat, yang hidup, berkembang dan terus ada di dalam


masyarakat tersebut. Dalam kebaradaan nya di tengah masyarakat sastra
memiliki peranan dalam mengaktualisasikan suatu kebudayaan dari
masyarakat.
Sastra bisa di anggap luhur dan tinggi bila sasta masuk ke dalam
sendi kehidupan masyarakat yaitu budaya, dimana sastra adalah alat
budaya masyarakat dalam berbudaya.
Maka dari itu sebuah sastra akan selalu berkembang dan dinamis
dengan perkembangan masyarakat nya, sastra yang bisa di terima dan
sesuai

dengan

perkembangan

masyarakat

akan

tepat

untuk

mengaktualisasi kebudayaan tersebut. Jika sastra tidak dapat dinamis


maka berbanding terbalik dengan tujuan dari sastra itu sendiri.
B. Saran
.
1. Hendaknya dilakukan pembinaan untuk siswa siswa yang berpotensi
dan berminat dalam pembuatan karya tulis,
2. Sebaiknya siswa harus mengetahui tentang perkembangan sastra di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku.
Badudu, J.S (1981). Sari kesusastraan Indonesia. Bandung: Pustaka
prima.
Depdikbd (1974). Bahasa Indonesia. Jakarta: balai pustaka
_________(1979). Bahasa Indonesia SMU. Jakarta : Balai pustaka

__________(1987). Pedoman umum ejaan bahsa Indonesia yang di


sempurnakan. Jakarta: depdibud
Kraf, Gorys (1991). Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: Garamedia
Kridalaksana, Harimurti(1990). Kelas kata dalam bahasa Indonesia.
Jakarta; Gramedia
_________________(1993). Kamus ligustik. Jakarta; Gramedia
Sumber internet
http://www.goodreads.com/shelf/show/sastra-arab-persia
http://books.google.com/books?
id=YcVkAAAAMAAJ&source=gbs_similarbooks
http://www.indonesiaindonesia.com/f/163-sastra/
http://www.indonesiaindonesia.com/f/163-bahasa-indonesia-sastra/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai