Anda di halaman 1dari 122

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN


OSTEOMIELITIS DI RUANG PERAWATAN BEDAH
FLAMBOYAN RSUD TK.I TARAKAN
TANGGAL 25 S/D 27 JULI 2011

OLEH :

JUNAIDY
NIM: 73.2001D.07.022

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2010/2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN
OSTEOMIELITIS DI RUANG PERAWATAN BEDAH
FLAMBOYAN RSUD TK.I TARAKAN
TANGGAL 25 S/D 27 JULI 2011

KARYA TULIS ILMIAH

DI SUSUN DALAM RANGKA UJIAN AKHIR PROGRAM


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN TAHUN AKADEMIK 2010/2011

Oleh :

JUNAIDY
NIM : 73.2001D.07.022

JURUSAN KERAWATAN
FAKULTAS ILMUKESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2010/2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

tepat pada waktunya.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Keperawatan di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak mengalami

hambatan dan kesulitan, namun berkat dan bimbingan, pengarahan dan bantuan

berbagai pihak akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena

itu dengan kerendahan hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak H. Udin Hianggio, selaku Walikota Tarakan dan pembina program

Pendidikan Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo

Tarakan.

2. Bapak Ir. Abdul Jabarsyah, Ph. D, selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

3. Bapak Alfianur, S.Kep, Ns, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

4. Ibu Ana Damayanti, S.Kep, Ns, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan dan penguji II ujian sidang dan

penguji I ujian praktik di RSUD TK. I Tarakan yang telah memberi bimbingan

dan masukan.

iv
5. Bapak dr. Wiranegara Tan SIP, MM, selaku Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Tingkat I Tarakan.

6. Ibu Maria Imaculata Ose, S.Kep, Ns, selaku dosen pembimbing dan penguji

III ujian sidang dan penguji II ujian praktik di RSUD TK. I Tarakan yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran hingga selesainya Karya

Tulis ini.

7. Bapak Hendy Lesmana, S.Kep, Ns, selaku penguji I yang telah memberikan

bimbingan dan masukan.

8. Bapak Abdul Karim, SST, selaku penguji III ujian praktik di RSUD TK. I

Tarakan yang telah memberikan bimbingan dan masukan.

9. Kepala ruangan beserta staf Ruang Flamboyan RSUD TK. I Tarakan atas

bimbingan dan petunjuk selama dalam proses memberikan asuhan

keperawatan pada Tn. M.

10. Dosen dan staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Borneo Tarakan yang telah banyak membantu dan membimbing dalam

penyusunan karya tulis ini.

11. Ibunda dan kakak serta orang-orang terdekat yang saya sayangi yang telah

memberi dukungan baik moril dan materil yang tidak ternilai harganya kepada

penulis selama mengikuti pendidikan di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan hingga selesainya pendidikan.

12. Tn. M beserta keluarga atas kerjasamanya. Semoga selalu diberi kesehatan

yang melimpah.

v
13. Ibu Bethy Mariana, S.Kep, Ns, dan Ibu Dorkas, S.Pd, yang telah banyak

memberi dukungan, motivasi, masukan dan dorongan dalam proses

perkuliahan

14. Rekan - rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Borneo Tarakan

yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis.

15. Rekan mahasiswa seangkatanku (Novel, Pran, Donny, Ardianus, Loren,

Iskandar, Yuli Sanda, Mirna, Nurdiana dan Nopiana) yang telah banyak

memberi dukungan dan motivasi kepada penulis.

16. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan

17. Teman-teman Departemen KMB, Maternitas, Anak dan Jiwa. Tetap semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan petunjuk dan saran yang

bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan isi

karya tulis ini di masa yang akan datang. Akhirnya, semoga Karya Tulis Ilmiah

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keperawatan pada khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Tarakan, 13 Agustus 2011

Penulis

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Permukaan tulang yang mengalami osteomielitis... 8

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Penyimpangan KDM Osteomielitis.............................23


Bagan 2 Genogram keluarga Tn. M..........................................38
Bagan 3 Penyimpangan KDM pada Tn.....................................51

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
KATA PENGANTAR…...............................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vii
DAFTAR BAGAN........................................................................................viii
DAFTAR ISI….............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang….............................................................1
B. Tujuan..............................................................................5
C. Ruang Lingkup….............................................................5
D. Metode Penulisan….........................................................5
E. Sistematika Penulisan Laporan…....................................7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian…................................................................8
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal..........9
3. Etiologi.......................................................................11
4. Patofisiologi...............................................................11
5. Tanda dan Gejala.......................................................13
6. Pemeriksaan Penunjang..............................................14
7. Penatalaksanaan…......................................................15
8. Pencegahan.................................................................17
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian…..............................................................18
2. Diagnosa Keperawatan…...........................................22
3. Perencanaan…............................................................23
4. Implementasi..............................................................31
5. Evaluasi......................................................................32

ix
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian…………………………………………… 34
B. Diagnosa Keperawatan………………………………. 51
C. Perencanaan………………………………………….. 51
D. Implementasi…………………………………………. 56
E. Evaluasi………………………………………………. 71
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian……………………………………………. 75
B. Diagnosa Keperawatan………………………………. 76
C. Perencanaan………………………………………….. 79
D. Implementasi………………………………………… 80
E. Evaluasi………………………………………………. 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…...................................................................83
B. Saran….............................................................................85
KEPUSTAKAAN

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang

dilakukan berdasarkan gotong-royong, swadaya masyarakat dalam rangka

menolong mereka sendiri untuk mengenal dan memecahkan masalah atau

kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun

dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan, agar mampu memelihara

kehidupannya yang sehat dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan

kesejahteraan masyarakat (Sudirman, 2011).

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Ini

menunjukkan bahwa pembangunan kesehatan ada dalam setiap aspek

kehidupan sehingga pada dasarnya pembangunan kesehatan merupakan

bagian integral dari pembangunan nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan

langkah-langkah khusus yang berhubungan dengan sektor kesehatan seperti

penyediaan tenaga medis dan keperawatan yang terampil melalui pendidikan

dan pengembangan di bidang kesehatan untuk menunjang pelaksanaan

pembangunan kesehatan. Dalam hal pembangunan kesehatan, keperawatan

memiliki tujuan untuk mencapai peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan serta pemeliharaan kesehatan (Dinas Kesehatan Kota Tarakan,

2008, hal. 1-2).


Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual

kepada klien, keluarga, kelompok atau masyarakat sehat maupun sakit dan

mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Dalam memberikan pelayanan

keperawatan harus memandang manusia sebagai satu kesatuan yang holistik

dan menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang komprehensif

melalui proses keperawatan yang meliputi; pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan, evaluasi dan dokumentasi.

Atas dasar konsep keperawatan tersebut, maka perawat mempunyai peranan

yang menentukan dalam membantu mengatasi masalah klien yang

berhubungan dengan gangguan pada sistem tubuh klien maupun yang

menyangkut psikososial dan spiritual (Priharjo, 2006, hal. 18).

Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda

(double burden). Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan perhatian

besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit tidak menular

karena perilaku tidak sehat serta penyakit degeneratif. Pola penyebab

kematian di Indonesia menunjukkan peningkatan proporsi kematian

disebabkan penyakit tidak menular. Bila dibandingkan dengan hasil SKRT

1995, SKRT 2001 dan Riskesdas 2007 terlihat proporsi penyakit menular

telah menurun. Proporsi kematian akibat penyakit menular di Indonesia dalam

12 tahun menurun sepertiganya dari 44% menjadi 28% dan proporsi penyakit

2
tidak menular termasuk penyakit infeksi, mengalami peningkatan cukup tinggi

dari 42% menjadi 60% (Laporan Riskesdas Litbangkes Depkes RI, 2008).

Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di

dunia. Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis.

Osteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri, namun jamur dan virus juga

bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang

panjang, vertebra tulang pelvis, tulang tengkorak dan mandibula. Banyak

mitos yang berkembang tentang penyakit ini, seperti diyakini bahwa infeksi

akan berlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh tubuh, padahal hal

yang sebenarnya adalah osteomielitis tidak menyebar ke bagian lain tubuh

karena jaringan lain tersebut punya aliran darah yang baik dan terproteksi oleh

sistem imun tubuh (Nordin, 2009, hal. 2).

Sekitar 20% pasien dengan osteomielitis meniggal dan mereka yang

selamat mengalami morbiditas yang bermakna. Menurut penelitian yang

dilakukan di Amerika, ditemukan sekitar 25% osteomielitis akut berlanjut

menjadi Osteomielitis kronis (Adiwenanto, 2006, hal. 3).

Insiden osteomielitis hematogenous menurun. Dalam satu penelitian di

Glasgow, Skotlandia, ditemukan 275 kasus osteomielitis hematogenous akut

pada anak-anak di bawah umur 13 tahun. Penulis melaporkan adanya

penurunan insiden dari 87 kasus osteomielitis menjadi 42 kasus osteomielitis

per 10.000 kasus/tahun selama periode 20 tahun penelitian. Jumlah kasus

osteomielitis yang mengenai tulang panjang menurun sementara jumlah kasus

yang mengenai tulang-tulang lain tetap sama. Prevalensi dari infeksi

Staphylococcus

3
aureus juga menurun dari 55% menjadi 31% selama periode 20 tahun. Insiden

osteomielitis setelah fraktur terbuka dilaporkan 2-16% bergantung pada

derajat trauma dan tipe pengobatan yang diberikan (Fixwant, 2006, hal. 1).

Data yang didapat dari catatan medical record RSUP Dr. Kariadi

Semarang selama periode 2001-2005 didapatkan 33 kasus osteomielitis kronis

dengan 9 kasus pada tahun 2001, 6 kasus pada tahun 2002, 11 kasus pada

tahun 2003, 3 kasus pada tahun 2004, 4 kasus pada tahun 2005 dan selama

periode tersebut didapatkan 69,7% mengalami perbaikan saat meninggalkan

rumah sakit, 12,1% dalam keadaan sembuh dan 18,2% dalam keadaan lainnya

(Adiwenanto, 2006, hal. 4).

Berdasarkan data yang didapat dari catatan medis RSUD TK. I Tarakan

pada tahun 2010 terdapat 3 kasus dengan perincian; bulan Januari-Maret

sebanyak 0 kasus (0%), April-Juni sebanyak 2 kasus (66,66%), Juli-

Sepetember sebanyak 1 kasus (33,33%), dan bulan Oktober-Desember

sebanyak 0 kasus (0%). Sedangkan tahun 2011 terhitung dari bulan Januari-

Juni 2011 terdapat 3 kasus dengan perincian; bulan Januari-Maret sebanyak 3

kasus (100%), April-Juni sebanyak 0 kasus (0%).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Tn. M dengan osteomielitis di

Ruang Perawatan Bedah Flamboyan RSUD TK.I Tarakan.

4
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendapatkan pengalaman nyata dalam menerapkan asuhan

keperawatan pada klien Tn. M dengan osteomielitis.

2. Tujuan Khusus

a. Melaksanakan proses keperawatan pada klien Tn. M dengan

osteomielitis.

b. Membandingkan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada

klien Tn. M dengan osteomielitis.

c. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam

melaksanakan proses keperawatan pada klien Tn. M dengan

osteomielitis.

d. Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. M dengan

osteomielitis.

C. Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian diatas, maka ruang lingkup pembahasan karya tulis

ilmiah ini mencakup pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. M

dengan osteomielitis yang dirawat di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum

Daerah Tingkat I Tarakan selama tiga hari terhitung sejak tanggal 25 Juli 2011

sampai dengan 27 Juli 2011.

D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode

deskriptif dengan tipe studi kasus, yaitu memberikan gambaran keadaan yang

5
sedang berlangsung dan aktual pada kasus tertentu, dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang meliputi langkah-langkah pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Penulis memperoleh data dengan melakukan wawancara langsung

pada klien dan keluarga. Hal ini dapat menumbuhkan hubungan saling

percaya antara keluarga klien dan perawat sehingga dapat memudahkan

dilakukan pengumpulan data, serta pihak lain yang dapat memberikan

keterangan seperti perawat dan dokter yang merawat di ruang tempat

penulis mengambil kasus ini.

2. Observasi

Penulis melakukan pengamatan dan pengawasan serta perawatan

langsung pada klien untuk mengetahui perjalanan dan perkembangan

penyakitnya.

3. Pemeriksaan Fisik

Penulis melakukan pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi yang dilakukan untuk memperoleh data sesuai

dengan kasus yang dikelola.

4. Studi Dokumentasi

Dalam melakukan studi dokumentasi ini penulis memperoleh data

dari dokumentasi yang terdapat pada catatan perawatan klien (medical

6
record) seperti pencatatan medis, terapi dari dokter ataupun langsung dari

laporan perkembangan pada asuhan keperawatan klien.

5. Studi Kepustakaan

Dalam studi kepustakaan ini penulis mendapatkan informasi dari

buku-buku, diktat dan beberapa sumber lain yang terkait dengan kasus

osteomielitis yang menunjang isi karya tulis ini.

E. Sistematika Penulisan Laporan

Pada penulisan karya tulis ini, sistematika penulisan dibagi menjadi 5

bab, yaitu :

Bab satu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,

ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan laporan.

Bab dua landasan teori yang terdiri dari konsep dasar yang meliputi

pengertian, anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal, etiologi, tanda dan

gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, pencegahan dan

penatalaksanaan. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab tiga laporan kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab empat pembahasan yang terdiri dari keterkaitan dan kesenjangan

antara praktik dan teori yang ada.

Bab lima penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Setelah itu daftar

pustaka.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang

dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesiifik (Mansjoer, 2000,

hal. 358).

Osteomielitis adalah infeksi tulang (Smeltzer & Bare, 2001, hal.

2342).

Osteomielitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat timbul akut

atau kronik (Price & Wilson, 2005, hal. 1371).

Gambar 1 : Perbandingan antara tulang sehat dan tulang yang terinfeksi


(Sumber : Husnul Mubarak, Maret 2010)

Melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan osteomielitis

adalah infeksi jaringan tulang dan sumsum tulang yang dapat timbul akut

atau kronik yang disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

a. Tinjauan Anatomi

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat

kategori yaitu tulang panjang (misal femur), tulang pendek (misal

tulang tarsalia), tulang pipih (misal sternum) dan tulang tak teratur

(misal vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh

fungsi dan gaya yang bekerja padanya (Smeltzer & Bare, 2001, hal.

2264).

Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau

spongius) atau kortikal (kompak). Tulang panjang (misalnya femur)

berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang

membulat. Batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal.

Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh

tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan

merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada

orang dewasa, mengalami kalsifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi

oleh katilago artikular pada seendi-sendinya. Tulang panjang disusun

menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (misalnya

metacarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang

kompak. Tulang pipih (misalnya sternum) merupakan tempat penting

untuk hematopoiesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ

vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus diantara dua tulang

kompak. Tulang tak teratur (misalnya vertebra) mempunyai bentuk

9
yang unik sesuai dengan fungsinya. Secara umum struktur tulang tak

teratur sama dengan tulang pipih (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 2265).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.

Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan

matriks tulang. Matriks tersusun 98% kolagen dan 2% substansi dasar

(asam polisakarida dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka

dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel

dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak

dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear

(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, reasorpsi dan

remodeling tulang (Smeltzer & Bare, 2001, hal. 2265-2266).

Tulang diselimuti di bagiab luar oleh membran fibrus padat

dinamakan periosteum. Periosteum member nutrisi ke tulang dan

memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat peletakan tendon

dan ligament. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang

menutupi rongga sumsum tulang panjang dan ronga-ronga dalam

tulans kanselus (Smeltzer & Bare, 2001, hal 2265-2266).

b. Tinjauan Fisiologi

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25%

berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan

baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem

tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ

10
vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan

kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang

melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang

menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Lebih dari 99%

kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang

terletak dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih

dalam proses yang dinamakan hematopoiesis. Kontraksi otot

menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi

panas untuk mempertahankan temperatur tubuh (Smeltzer & Bare,

2001, hal 2264).

3. Etiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80%

infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai meliputi

Proteus, Pseudomonas dan Escerichia coli (Smeltzer & Bare, 2001, hal

2343).

Pada anak-anak infeksi tulang seringkali disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus, Sterptococcus dan Haemophilus influenza (Price

& Wilson, 2006, hal 1371).

4. Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80%

infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada

osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Escerichia coli.

11
Terdapat peningkatan insiden resistensi penisilin, nosokomial, gram

negatif dan anaerobic (Smeltzer & Bare, 2001, hal 2343).

Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi

dalam 3 bulan pertama (akut fulminan-stadium 1) dan sering berhubungan

dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan

lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.

Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran

hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan (Smeltzer &

Bare, 2001, hal 2343).

Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,

peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis

pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia

dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan

dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke

bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di

sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat di kontrol awal, kemudian

akan terbentuk abses tulang (Smeltzer & Bare, 2001, hal 2343).

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun

yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah.

Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati,

namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati

(sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir ke luar. Rongga tidak

dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan

12
lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi

sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun

sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan

abses kambuhan sepanjang hidup klien. Dinamakan osteomielitis tipe

kronik (Smeltzer & Bare, 2001, hal 2343).

5. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2001), manifestasi klinis dibagi

berdasarkan sifat dan penyebab osteomielitis yaitu :

a. Jika infeksi dibawa oleh darah

Biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis

septikemia misalnya menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan

malaise umum. Gejala septikemia pada awalnya dapat menutupi gejala

lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke

korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan

bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

Klien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin

memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang

terkumpul.

b. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya

atau kontaminasi langsung.

Tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak,

hangat, nyeri dan nyeri tekan.

13
c. Klien dengan osteomielitis kronik

Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau

mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan

pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan

parut akibat kurangnya asupan darah.

Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) tanda dan gejala

osteomielitis mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis lalu

terjadi hiperemia dan udem, tekanan dalam tulang meningkat

menyebabkan nyeri lokal. Setelah itu akan muncul gejala septikemia

seperti demam, malaise dan anoreksia. Juga terdapat nyeri spontan lokal

yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta

kesukaran gerak dari ekstremitas yang terkena. Pada osteomielitis pasca

cidera terdapat demam, hiperemia, nyeri, bengkak dan pengeluaran cairan

infeksi.

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk osteomielitis menurut Smeltzer &

Bare (2001) adalah :

a. Osteomielitis akut

1) Pemeriksaan sinar-x awal hanya menunjukkan pembengkakan

jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi

ireguler, nekrosis tulang, pembentukan periosteum dan

pembentukan tulang baru.

14
2) Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive

awal.

3) Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan laju

endap darah.

4) Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis

antibiotik yang sesuai.

b. Osteomielitis kronis

1) Pada pemeriksaan sinar-x terlihat kavitas ireguler, peningkatan

periosteum, sequestra dan pembentukan tulang padat.

2) Pemindaian tulang dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi.

3) Pada pemeriksaan darah, laju sedimentasi dan jumlah sel darah

putih biasanya normal.

7. Penatalaksanaan

Perlu sekali mendiagnosis osteomielitis sedini mungkin, terutama

pada anak-anak sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai dan

perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan untuk mencegah

penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan

sampai seluruh tulang mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan

kelumpuhan. Pada orang dewasa, Osteomielitis juga dapat diawali oleh

bakteri dalam aliran darah, namun biasanya akibat kontaminasi jaringan

saat cedera atau operasi (Price & Wilson, 2006, hal 1371).

15
Menurut Sjamsuhidajat (2004), penatalaksanaan klien dengan

osteomielitis terbagi atas :

a. Osteomielitis hematogen akut

1) Ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan segara berikan

antibiotik.

2) Pengeboran tulang yang terkena dilakukan bila dengan terapi

intensif selam 24 jam tidak didapati perbaikan. Bila ada cairan

yang ke luar, pengeboran dapat dilakukan di beberapa tempat.

3) Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral dapat diteruskan

selama 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral sampai paling

sedikit 4 minggu.

b. Osteomielitis kronik

1) Dilakukan sekuestrektomi dan debridement serta pemberian

antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi.

2) Ekstremitas yang terkena harus dilindungi dengan gips untuk

mencegah patah tulang patologik dan debridement serta

sekuestrektomi ditunda sampai involuktum menjadi kuat.

3) Selama menunggu pembedahan dilakukan penyaliran nanah dan

pembilasan

c. Osteomielitis pasca cidera

1) Eksplorasi untuk mengeluarkan sekuester dan debridement untuk

mengeluarkan jaringan nekrotik dan penyaliran.

2) Imobilisasi daerah patahan dengan fiksator eksternal.

16
8. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak menimbulkan

osteomielitis (Smeltzer & Bare, 2001, hal 2343) antara lain :

a. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran

hematogen.

b. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.

c. Pemilihan klien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan

operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden

osteomielitis pasca operasi.

d. Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang

memadai saat pembedahan dan selamanya 24 jam sampai 48 jam

setelah operasi akan sangat membantu.

e. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden

infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.

B. Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan Keperawatan merupakan faktor penting dalam survival klien dan

dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan

kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah

mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang “menggabungkan elemen

yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling

relevan dari sitem teori, dengan menggunakan metode ilmiah” (Doenges,

2000, hal 6).

17
Proses keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah

yang didasari oleh metode ilmiah yang memerlukan pemeriksaan secara

sistematis serta identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk

memberikan hasil yang diinginkan (Hidayat, 2002, hal 8).

Proses keperawatan merupakan proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu

pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan pada metode ilmiah

pengamatan, pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan temuan

(Doenges, 2000, hal 6).

Dalam proses keperawatan mencakup pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar pengidentifikasian kebutuhan, respons dan

masalah individu (Doenges, 2000, hal 13).

Tujuan pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan semua data

yang didapatkan baik dari wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan

studi dokumentasi, mengelompokkan data dan menganalisa data sehingga

ditemukan data keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Manfaat pengkajian keperawatan adalah membantu mengidentifikasi

status kesehatan, pola pertahanan klien, kekuatan dalam merumuskan

diagnosa keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Pengumpulan data menggunakan berbagai metode seperti observasi

(data yang dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara (bertujuan

mendapatkan respon dari klien dengan cara tatap muka), konsultasi,

18
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan

tambahan. Manusia mempunyai respon terhadap masalah kesehatan yang

berbeda sehingga perawat harus mengkaji respon klien terhadap masalah

secara individu.

Langkah awal penulis melakukan observasi langsung kepada klien

melalui wawancara. Dengan melakukan wawancara, penulis dapat

mengetahui keluhan atau masalah klien serta dapat membantu klien dalam

bertindak untuk menanggapi keluhan atau masalah tersebut (Priharjo,

2006, hal 19).

Langkah selanjutnya penulis melakukan pemeriksaan fisik melalui

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi merupakan proses

observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan untuk

mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik palpasi

dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan. Metode ini

dikerjakan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ. Perkusi

adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi adalah

menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan

vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah

jaringan. Sedangkan auskultasi merupakan metode pengkajian yang

menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran (Priharjo, 2006,

hal 25-29).

Pengkajian klien dengan osteomielitis menurut Smeltzer & Bare

(2001, hal 2344-2345); klien yang datang dengan awitan gejala yang akut

19
(misalnya nyeri lokal, pembengkakan, eritema dan demam) atau

kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan

demam sedang. Klien dikaji adanya faktor resiko (misalnya lansia,

diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau

bedah ortopedi sebelumnya. Klien selalu menghindar dari tekanan di

daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan. Pada osteomielitis

akut, klien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik

infeksi.

Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi,

pembengkakan nyata, hangat dan nyeri tekan. Cairan purulen dapat

terlihat. Klien akan mengalami peningkatan suhu tubuh. Pada osteomielitis

kronik, peningkatan suhu mungkin minimal yang terjadi pada sore dan

malam hari.

20
Penyimpangan KDM Osteomielitis

Trauma klinis

Bakteri Infeksi di tempat tertentu (tensil, lepuh, Kontaminasi langsung


gigi dan saluran napas atas
Peningkatan insiden infeksi
Hematogen
Resistensi penicilin, nosokomial,
Terbatasnya asupan darah
gram negatif dan anaerob
Trombosis

Tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum


Infeksi
Osteomielitis jaringan
lunak
Iskemia dengan nekrosis tulang Perubahan status
kesehatan
Menyebar dari rongga sumsum
ke korteks tulang Kurang terpajan
informasi
Terbentuknya abses Mengenai periostisium dan jaringan
tulang lunak Kurang pengetahuan

Pelepasan mediator kimia


Resiko terhadap penyebaran
infeksi Merangsang hipotalamus

Transduksi

Transmisi

Modulasi

Persepsi
Ketidakmampuan untuk
bergerak
Nyeri
Immobilisasi

Hambatan
mobilitas fisk

Bagan 1. Penyimpangan KDM Osteomielitis

21
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,

dan mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah

aktual dan risiko tinggi (Doenges, 2000, hal 8).

Diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses

keperawatan setelah pengkajian data. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat.

Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa

keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui

identifikasi dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang

membutuhkan Asuhan Keperawatan. Dengan menentukan dan menyelidiki

etiologi masalah, akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau

penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala akan memperkuat

masalah yang ada. Diagnosa keperawatan berorientasi pada teori

kebutuhan dasar Abraham Maslow, memperlihatkan respon individu/klien

terhadap penyakit atau kondisi yang dialaminya.

Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman dalam

pemberian asuhan keperawatan karena menggambarkan status masalah

kesehatan serta penyebab adanya masalah tersebut, membedakan diagnosa

keperawatan dan diagnosa medis serta menyamakan kesatuan bahasa

antara perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif.

22
Menurut NANDA definisi kerja diagnosa keperawatan yang dikutip

Doenges (2000, hal 8), diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis

tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah

kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa

keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk

mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.

Menurut Smeltzer & Bare (2001, hal 2345) diagnosa keperawatan

pada klien dengan osteomielitis adalah sebagai berikut :

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi

dan keterbatasan beban berat badan.

c. Resiko terhadap penyebaran infeksi; pembentukan abses tulang

berhubungan dengan proses inflamasi

d. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan berhubungan

dengan kurang terpajan informasi.

3. Perencanaan

Rencana asuhan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam

proses asuhan keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan

maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan.

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses

keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapkan pemecahan

masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah

23
pasien. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan masalah untuk

mengatasi masalah pasein melalui intervensi dan manajemen yang baik.

Rencana keperawatan merupakan bukti tertulis dari proses

keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan,

hasil perawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapakan

dalam menangani masalah/kebutuhan klien.

4. Menyusun prioritas masalah

Pada situasi klien tertentu, prioritas keperawatan berbeda

berdasarkan kebutuhan khusus klien dan dapat beragam dari menit ke

menit. Diagnosaa keperawatan yang merupakan prioritas hari ini mungkin

menjadi kurang prioritas keesokan harinya tergantung pada fluktuasi

kondisi fisik dan psikososial klien atau respons perubahan klien terhadap

kondisi yang ada (Doenges, 2000, hal 8).

5. Menentukan tujuan dan kriteria hasil

Kriteria hasil adalah hasil intervensi keperawatan dan respon-respon

klien yang dapat dicapai, diinginkan oleh pemberi asuahan atau klien, dan

dapat dicapai dalam periode waktu yang telah ditentukan situasi dan

sumber-sumber tertentu yang ada. Hasil yang diinginkan ini merupakan

langkah yang dapat diukur, mengarah pada tujuan-tujuan saat pulang yang

telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pasien yang diperkirakan yang baik

harus spesifik, realistik, dapat diukur, menunjukkan kerangka waktu

pencapaian yang pasti, dan mempertimbangkan keinginan dan sumber

pasien (Doengoes, 2000, hal 9).

24
6. Menentukan rencana intervensi

Rencana intervensi yang terdapat pada karya tulis ini pada dasarnya

disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada serta disesuaikan

dengan sumber buku.

Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana

tindakan keperawatan klien dengan osteomielitis (Smeltzer & Bare, 2001,

hal 2345) adalah sebagai berikut :

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.

Tujuan : Mengalami peredaan nyeri.

Kriteria hasil : Melaporkan berkurangnya

nyeri.

Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya

infeksi.

Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak.

Intervensi :

1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan pembebat atau

traksi.

Rasional : Mengurangi nyeri dan spasme otot.

2) Atur posisi sendi di atas dan di bawah bagian yang terkena.

Rasional : Memudahkan pergerakan sendi sesuai dengan rentang

toleransi.

3) Lakukan perawatan luka daerah yang sakit dengan hati-hati dan

perlahan.

25
Rasional : Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri. Tindakan

dilakukan untuk menurunkan persepsi terhadap nyeri.

4) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema

dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.

5) Pantau status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.

Rasional : Adanya sumbatan aliran balik vena dapat menimbulkan

rasa nyeri dan nyeri tekan.

6) Dorong menggunakan teknik manajemen stress, contoh relaksasi

progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi. Sentuhan

terapeutik.

Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa

kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping

dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk

periode lebih lama.

7) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

Rasional : Diberikan untuk mengurangi nyeri dan/atau spasme

otot.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi

dan keterbatasan beban berat badan.

Tujuan : Peningkatan mobilitas fisik.

Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.

Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas yang sehat.

26
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat

bantu dengan aman.

Intervensi :

1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan

dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi.

Rasional : Klien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi

diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan

informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan

kesehatan.

2) Lindungi ekstremitas yang terkena dengan alat imobilisasi dan

hindari stres pada tulang.

Rasional : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang

menjadi lemah akibat proses infeksi.

3) Beritahu klien untuk pembatasan gerak yang rasional, tetapi

partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap

dianjurkan.

Rasional : Menghindari terjadinya pergerakan yang dapat

menimbulkan nyeri dan mempertahankan rasa sehat

secara umum.

4) Instruksikan klien untuk/bantu dalam rentang gerak klien/aktif

pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit.

Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk

meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi;

27
mencegah kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena

tidak digunakan.

c. Resiko terhadap penyebaran infeksi; pembentukan abses tulang

berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : Suhu badan normal

Tidak ada pembengkakan

Tidak terdapat pus

Tidak terjadi peningkatan sel darah putih.

Intervensi :

1) Pantau respons klien terhadap penggunaan antibiotik.

Rasional : Ketepatan pemberian antibiotik sangat membantu

dalam proses penyembuhan infeksi. Antibiotik

profilaksis diberikan untuk mencapai kadar jaringan

yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam

sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.

2) Lakukan penghisapan luka, peninggian daerah yang sakit.

Rasional : Mencegah penumpukan cairan, memperbaiki aliran

balik vena dan menghindari tekanan pada daerah yang

di graft. Selain itu juga berfungsi untuk

mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk

memenuhi pembatasan beban berat badan.

28
3) Lakukan observasi tempat pemasangan infus.

Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi seimbang.

Rasional : Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih

untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan

merangsang penyembuhan.

5) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (misal darah lengkap, LED).

Rasional : Anemia dapat terjadi pada osteomielitis, leukositosis

biasanya ada dengan proses infeksi.

6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : Antibiotik dapat digunakan secara profilaktik atau dapat

ditujukan pada mikroorganisme khusus.

d. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan berhubungan

dengan kurang terpajan informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis

dan pengobatan.

Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan

menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi :

1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat

membuat pilihan informasi.

29
2) Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan perawatan terhadap

luka dengan teknik aseptik yang benar.

Rasional : Mempertahankan jaringan yang sakit tetap bersih dan

bebas dari infeksi. Klien dengan osteomielitis dapat

dianjurkan untuk melakukan perawatan luka di rumah

dalam menunjang penyembuhan luka.

3) Tekankan pada klien dan keluarga pentingnya minum obat

(antibiotik) dengan dosis dan waktu yang benar.

Rasional : Ketepatan dalam pemberian antibiotik membantu dalam

mempercepat proses penyembuhan luka.

4) Tekankan pada klien dan keluarga untuk menciptakan lingkungan

rumah yang bersih dan kondusif.

Rasional : Meningkatkan motivasi untuk mentaati regimen yang

telah diberikan. Lingkungan yang bersih dan kondusif

mencegah pemaparan mikroorganisme penyebab

timbulnya infeksi.

5) Ajarkan dan anjurkan untuk melakukan kompres hangat disekitar

ekstremitas yang sakit.

Rasional : Mengurangi rasa nyeri.

6) Tekankan pentingnya untuk mengunjungi petugas kesehatan atau

pelayanan kesehatan terdekat jika terdapat tanda dan gejala seperti

nyeri hebat atau peningkatan suhu yang mendadak, keluarnya pus,

bau atau tanda inflamasi lainnya.

30
Rasional : Mencegah bertambahnya infeksi.

7. Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk

perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus

dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan (Doengoes,

2000, hal 10).

Komponen tahap implementasi :

a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter

Tindakan keperawatan mandiri dilakukan oleh perawat. Misalnya

menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, mengurangi kebisingan

lingkungan dan membatasi jumlah pengunjung serta lamanya waktu

yang dirawat (Carpenito, 2000).

b. Tindakan keperawatan kolaboratif

Tindakan dilakukan oleh perawat bila perawat bekerja dengan

anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan

bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien (Carpenito,

2000).

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap

tindakan keperawatan.

Dokumentasi merupakan pernyataan kejadian atau aktivitas yang

otentik dengan mempertahankan catatan yang tertulis, dimana

dokumen dapat memberikan bukti respon klien terhadap tindakan

keperawatan dan perubahan-perubahan pada klien (Carpenito, 2000).

31
8. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Menurut

Carnevali dan Thomas, langkah evaluasi dari proses keperawatan adalah

mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien

ke arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan

untuk mengukur perubahan dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari dan

dalam ketersediaan atau penggunaan sumber eksternal (Perry & Potter,

2005, hal 216).

Evaluasi Asuhan Keperawatan sebagai tahap akhir dari proses

keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh

tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif,

yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan

keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian

jangka panjang.

Ada dua alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :

a. Masalah teratasi

Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan

tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Masalah belum teratasi

Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak

menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau

bahkan timbuk masalah baru.

32
Evaluasi klinik keperawatan yang diharapkan pada klien dengan

osteomielitis menurut Smletzer & Bare (2001) adalah :

a. Mengalami peredaan nyeri.

b. Peningkatan mobilitas fisik.

c. Tidak terjadi infeksi.

d. Adanya kepatuhan terhadap regimen terapeutik.

33
BAB III

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan

Keperawatan pada klien Tn. M dengan osteomielitis di ruang Perawatan Bedah

Flamboyan RSUD TK. I Tarakan selama 3 hari mulai tanggal 25 Juli 2011 sampai

dengan 27 Juli 2011.

Adapun pelaksanaan dari asuhan keperawatan ini dilakukan tahap demi

tahap yang diawali dengan pengkajian, perumusan masalah, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan tahap dalam proses keperawatan.

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Klien berinisial Tn. M, berumur 25 tahun, status belum menikah,

jenis kelamin laki-laki, agama Islam, suku Jawa, pendidikan SMP, belum

bekerja, alamat Tanjung Selor. Masuk RSUD TK. I Tarakan pada tanggal

23 Juli 2011 pukul 15:00 Wita dan nomor register 157 xxx dengan

diagnosa medis Osteomielitis.

2. Riwayat keperawatan

a. Keluhan utama

1) Saat masuk (tanggal 25 Juli 2011, pukul 15:00 Wita)

Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki sebelah kiri.


2) Saat mengkaji (tanggal 25 Juli 2011, pukul 15:30 Wita)

Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki sebelah kiri yang

terdapat luka. Klien juga mengatakan badannya terasa panas.

b. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengatakan nyeri daerah telapak kaki kiri. Nyeri dirasakan

seperti ditusuk-tusuk benda tajam. Nyeri dirasakan akan bertambah

bila klien banyak bergerak dan berkurang bila klien istirahat. Skala

nyeri ringan (3), nyeri dirasakan selama 10-15 menit. Klien juga

mengatakan badannya lemah. Klien mengatakan hanya bisa berbaring

di tempat tidur. Klien terlihat meringis. Terlihat balutan pada luka di

telapak kaki kiri sepanjang ±10 cm. Balutan tampak kering dan bersih.

Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita. Klien

bingung saat ditanya tentang penyakitnya.

c. Riwayat penyakit dahulu

Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit di pulau Jawa

pada tahun 2008 dan menjalani tindakan operasi untuk penyakit yang

sama seperti yang dialaminya sekarang. Klien mengatakan pernah

mengalami sakit kepala, batuk, dan pilek namun tidak berlangsung

lama dan dapat sembuh sendiri dengan mengkonsumsi obat yang dibeli

di warung/toko obat. Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit

kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, sakit jantung, atau kanker.

Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan, obat-

obatan atau bahan kimia lainnya.

35
d. Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan keluarganya (ayah) mempunyai riwayat

penyakit jantung.

e. Genogram

Faktor usia
Faktor usia Faktor usia Faktor usia

? ? ? ? ? ? ?

25
? ?
thn

Bagan 2. Genogram Keluarga Tn. M

Keterangan :

= Laki-laki

= Perempuan

= Meninggal
= Klien

= Hubungan Keluarga

= Tinggal Serumah

? = Tidak Tahu

36
3. Data psiko sosial ekonomi

Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit yang

dideritanya dan bingung ketika ditanya tentang osteomielitis. Klien terlihat

gelisah. Klien bertanya tentang penyakitnya. Klien berharap kondisinya

berangsur-angsur membaik dan bisa segera pulang ke rumah berkumpul

dengan keluarga.

Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan

kegiatan sosial masyarakat lainnya di daerah tempat tinggalnya. Hubungan

klien dengan anggota keluarga lain dan tetangga baik.

Klien mengatakan ia tinggal di rumah milik sendiri bersama ibu dan

saudara-saudaranya. Penghasilan keluarga cukup untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.

4. Data spiritual

Klien mengatakan yakin dengan agama dan kepercayaan yang

dianutnya. Selama menjalani perawatan klien tidak dapat menjalankan

kewajiban sholat lima waktu tetapi masih sering berdzikir.

5. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi (makanan dan minuman)

1) Di rumah

Klien mengatakan makan 3-4 kali dalam sehari pada pagi,

siang, dan malam hari dengan menu nasi, ikan, sayur dan

terkadang makan buah. Klien mengatakan selera makannya baik

dan porsi makan selalu dihabiskan. Klien mengatakan tidak ada

37
kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan. Klien

mengatakan pemenuhan makanan dilakukan melalui oral secara

mandiri.

Klien minum 7-8 gelas dalam sehari dengan jumlah 1400-

1600 ml/hari. Klien mengatakan selalu minum kopi setiap pagi.

Klien tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

cairannya. Pemenuhan cairan dilakukan melalui oral.

2) Di rumah sakit

Klien makan 3 kali dalam sehari dengan menu yang telah

disiapkan oleh ahli gizi rumah sakit seperti nasi, sayur, dan ikan

dengan porsi makan dihabiskan. Klien mengatakan tidak

mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan.

Klien mengatakan minum air putih banyak (1000-1200

ml/hari). Terpasang cairan parenteral di tangan kiri, Ringer Laktat

18 tetes/menit. Pemenuhan kebutuhan nutrisi (makan dan minum)

dapat dilakukan secara mandiri.

b. Eliminasi (alvi dan urine)

1) Di rumah

Klien mengatakan BAB 1-2 kali dalam sehari dengan

konsistensi setengah padat dan warna kecoklatan. Klien

mengatakan tidak menggunakan obat pencahar. Tempat

pembuangan di WC. Klien mengatakan tidak mengalami kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan BAB.

38
Klien mengatakan BAK dengan frekuensi 5-7 kali dalam

sehari dengan warna kekuningan. Tempat pembuangan di WC.

Klien tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

BAK.

2) Di rumah sakit

Klien mengatakan selama dirawat (saat pengkajian) belum

BAB.

Klien mengatakan selama dirawat (saat pengkajian) belum

BAK.

c. Istirahat dan tidur

1) Di rumah

Klien mengatakan jarang tidur siang. Klien mengatakan tidur

malam dari pukul 22:00-06:30, namun sulit untuk memulai tidur

dan mempertahankan tidur (sering terbangun) karena cemas akan

keadaan penyakitnya serta nyeri yang dirasakan.

2) Di rumah sakit

Saat pengkajian klien mengatakan belum pernah tidur. Klien

terlihat hanya berbaring di tempat tidur. Klien terlihat mengantuk.

d. Aktifitas dan gerak

1) Di rumah

Klien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam

beraktivitas. Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu

dalam pergerakan.

39
2) Di rumah sakit

Klien mengatakan hanya berbaring di tempat tidur dan tidak

bisa beraktivitas seperti biasanya. Pemenuhan kebutuhan (makan,

minum, toileting dan lain-lain) dibantu oleh keluarga. Klien tidak

menggunakan alat bantu pergerakan.

e. Personal hygiene

1) Di rumah

Klien mengatakan jarang mandi. Klien mengatakan terkadang

2-4 hari tidak mandi. Klien mandi menggunakan sabun dengan

cara diguyur di kamar mandi. Keramas dilakukan setiap kali

mandi. Klien mengatakan menggosok gigi 1 kali dalam sehari yaitu

pada pagi hari. Klien mengatakan memotong kuku bila terlihat

agak panjang atau kotor.

2) Di rumah sakit

Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit belum

pernah mandi. Klien mengatakan tidak pernah mencuci rambut.

Rambut terlihat kusut dan kotor. Klien terlihat kusam.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran compos mentis, klien terlihat lemah, GCS: E4V5M6,

tinggi badan 163 cm dan berat badan 50 Kg.

40
b. Tanda-tanda vital

Pada pengukuran tanda-tanda vital diperoleh hasil sebagai

berikut: tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit,

teraba kuat dan regular, frekuensi pernapasan 20 kali/menit, teratur dan

suhu tubuh 37,2˚C (axila).

c. Kepala

1) Rambut

Distribusi merata diseluruh kepala, lurus, kering, warna

hitam, dan tidak mudah rontok.

2) Kulit kepala

Kulit kepala kotor tapi tidak berketombe, tidak ada lesi pada

kulit kepala, dan tidak ada massa atau benjolan. Pada palpasi tidak

terdapat nyeri tekan.

3) Wajah

Ekspresi wajah meringis menahan sakit, simetris dan tidak

ada pembengkakan.

4) Mata

Distribusi alis merata mata kiri dan kanan. Kelopak mata

tidak ada massa atau nyeri tekan, hordeolum dan hematoma.

Kelopak mata cekung. Bola mata simetris kiri dan kanan,

konjungtiva merah muda dan sklera tidak iketrik. Pupil isokor

dengan ukuran ± 3 mm, miosis ketika cahaya didekatkan pada mata

41
kiri dan kanan. Klien dapat membaca surat kabar dalam jarak 30

cm. Lapang pandang luas sama seperti pemeriksa.

5) Mulut dan bibir

Gigi klien lengkap, lidah dan gigi bersih, lidah dapat

digerakkan ke kiri dan ke kanan.

Bibir simetris atas dan bawah, terlihat lembab, tidak ada

stomatitis, tidak ada labio skizis maupun labiopalato skizis. Jaw

reflek (bibir tertutup saat dagu klien diketok).

6) Hidung

Lubang hidung tampak simetris antara kiri dan kanan. Tidak

terlihat pernapasan cuping hidung. Jalan napas paten. Terdapat

sekret pada kedua lubang hidung, silia, mukosa merah muda dan

kering. Pada palpasi tidak ada nyeri tekan. Tidak ada epistaksis,

deviasi septum dan rhinorea.

7) Telinga

Simetris antara kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan. Liang

telinga kiri dan kanan bersih. Refleks cahaya politzer positif. Klien

dapat mendengar dengan baik saat berkomunikasi.

d. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada nyeri tekan.

Nadi karotis teraba dan tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis

(5+0 cm H20).

42
e. Dada

Inspeksi dada ditemukan; bentuk dada normochest, simetris kiri

dan kanan, tidak terlihat adanya retraksi dinding dada dan penggunaan

otot bantu pernapasan. Pada palpasi; tidak ada pembengkakan, nyeri

tekan atau massa. Taktil premitus, getaran dinding dada teraba sama

kiri dan kanan. Perkusi dada didapatkan sonor. Suara napas vesikuler

di seluruh lapang paru pada auskultasi. Tidak terdapat bunyi napas

tambahan.

f. Jantung

Pada inspeksi ictus cordis tampak di permukaan pada ICS 5 mid

klavikula sinistra dengan gerakan dinding dada kuat dan teratur. Pada

palpasi tidak ada pembengkakan, nyeri tekan atau massa. Perkusi

jantung didapatkan bunyi jantung redup, basis jantung berada pada ICS

2 sternal sinsitra – ICS 2 line sternal dekstra, pinggang jantung pada

ICS 4 line sternal kanan dan apek ICS 5 midklavikula sinistra.

Auskulutasi bunyi jantung; S1 terdengar kuat pada ICS 4 dan 5

midklavikula sinistra, S2 terdengar kuat pada ICS 2 sternum dekstra

dan ICS 2 – 3 pada midklavikula sinistra. Tidak terdapat bunyi jantung

tambahan.

g. Abdomen

Inspeksi; kulit warna kecoklatan dan abdomen terlihat datar,

umbilikus tidak menonjol, tidak ada benjolan atau massa. Saat

auskultasi, bising usus 8 kali/menit. Perkusi timpani pada keempat

43
kuadran. Perkusi hati redup pada ICS 5 mid klavikula sinistra. Tidak

ada nyeri tekan atau massa. Turgor kulit baik. Tidak teraba distensi

abdomen. Palpasi hati tidak teraba, ginjal tidak teraba, tidak terjadi

distensi kandung kemih, limpa tidak teraba.

h. Genitalia

Distribusi bulu pubis merata, tidak terdapat pembesaran pada

skrotum dan nyeri tekan. Keadaan genitalia bersih.

i. Tungkai

Tungkai simetris kiri dan kanan, terdapat balutan pada luka di

telapak kaki kiri sepanjang ± 10 cm, balutan terlihat kering dan bersih,

tidak terjadi kekakuan pada sendi, ujung esktremitas tidak pucat, CRT

< 2 detik. Klien dapat menggerakkan kedua tungkai ke atas dengan

kekuatan otot 5 5

5 5

j. Punggung

Bentuk tulang belakang tidak mengalami kelainan. Taktil

premitus dan vokal premitus pada punggung didapatkan getaran dan

suara terasa/terdengar sama besar kiri dan kanan. Perkusi ginjal kiri

dan kanan tidak terdapat nyeri.

k. Lengan

Tidak ada nyeri tekan atau massa, tidak ada edema. Terpasang

infus pada lengan kiri, Ringer Laktat 18 tetes/menit.

44
l. Kulit

Berwarna kecoklatan, terdapat lesi pada tungkai kanan dan kiri

regio cruris, kulit kering, tidak ada petekie, dan tekstur kulit lembut.

Kulit teraba hangat, suhu 37,20C. Kulit kotor dan berbau.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

1) Darah Lengkap tanggal 25 Juli 2011

WBC: 9,1 x 10 rb/µl Normal: 4-10 rb/ µl

RBC: 6,03 x 10 jt/µl Normal: LK: 4,5-6,0 / PR: 4,0-5,5 jt/µl

HGB: 14,2 g/dL Normal: LK: 14-18 / PR: 12-16 g/dL

HCT: 44,3 % Normal: LK: 40-48 / PR: 37-43 %

MCV: -73,5 fL Normal: 82-92 fL

MCH: -23,5 pg Normal: 27-31 pg

MCHC: 32,1 g/dL Normal: 32-37 g/dL

PLT: 305 x 10 rb/µl Normal: 151-400 rb/µl

2) Pemeriksaan Gula Darah tanggal 25 Juli 2011

GDS : 121 mg/dL Normal : <140 mg/dL

3) Pemeriksaan Faal Hati tanggal 25 Juli 2011

Ureum : 27 Normal : 10-50 mg/dL

Kreatinin Serum : 2,7 Normal : LK: 0,6-1,3 / PR: 0,5-1,0 mg/dL

SGOT (AST) : 28 Normal : LK: < 40 / PR: < 33 µ/l

SGPT (ALT) : 17 Normal : LK: < 41 / PR: < 32 µ/l

45
b. Pemeriksaan Hematologi (tanggal 25 Juli 2011)

Masa perdarahan (BT) 2,1 menit

Masa pembekuan (CT) 4,1 menit

8. Penatalaksanaan/Therapy/Diet

a. Terapi Intravena : RL : Metronidazole; 3:2, 18 tetes/menit

b. Obat

1) Ceftaxidine 1 vial/12jam

2) Ketorolac 30 mg/12jam

c. Diet

Nasi TKTP

9. Data Fokus

a. Data Subjektif

1) Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki sebelah kiri yang

terdapat luka.

2) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh benda tajam.

3) Klien mengatakan hal yang memperberat nyeri timbul bila banyak

bergerak/beraktivitas.

4) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk benda

tajam dengan durasi 10-15 menit.

5) Klien mengatakan badannya terasa panas.

6) Klien mengatakan ada luka di telapak kaki kirinya.

7) Klien mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini.

46
8) Klien mengatakan sulit memulai dan mempertahankan tidur karena

cemas dengan keadaannya dan nyeri yang dirasakan.

9) Klien mengatakan belum beristirahat sejak dirawat di rumah sakit.

10) Klien mengatakan jarang mandi saat di rumah.

11) Klien mengatakan mandi 2-4 hari sekali

b. Data Objektif

1) Skala nyeri ringan (3)

2) Klien meringis

3) Terdapat balutan pada luka di telapak kaki kiri sepanjang ± 10 cm

4) Kulit teraba hangat

5) Suhu tubuh 37,20C

6) Klien lemah

7) Balutan tampak kering dan bersih

8) Klien bertanya tentang penyakitnya.

9) Klien gelisah.

10) Kelopak mata cekung

11) Klien terlihat mengantuk

12) Klien terlihat kusam

13) Kulit kotor dan berbau

47
Penyimpangan KDM
Faktor Predisposisi ; Usia, virulensi, riwayat
trauma, nutrisi dan lokasi nyeri

Infeksi MO dari tempat Fraktur terbuka


lain yang beredar
melalui sirkulasi darah
Kerusakan pembuluh darah dan adanya
port de entree
Masuk ke jukstra
epifisis tulang panjang Invasi kuman ke tulang
dan sendi

Osteomielitis

Fagositosis
Proses inflamasi, hipertermia, pembengkakan, gangguan fungsi,
pembentukan pus dan kerusakan integritas jaringan

Peningkatan tekanan
Proses inflamasi Pembentukan pus dan nekrosis
jaringan tulang
secara umum
Iskemia dan
Hipertermi Penyebaran infeksi Komplikasi infeksi
nekrosis tulang
ke organ penting
Pembentukan abses Kurang pengetahuan tentang
penyakit
Pengeluaran pus dari
Nyeri Perubahan status kesehatan
luka
Kurang motivasi Koping individu tidak
Kerusakan Integritas Jaringan
Defisit Perawatan
adekuat Ansietas
Diri; mandi
Merangsang RAS di

hipotolamus Terjaga

Gangguan Istirahat dan Tidur

48
Bagan 2. Penyimpangan KDM Osteomielitis Pada Tn. M

49
10. Analisa

Pengelompokan data

a. Data subjektif :

1) Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki sebelah kiri yang

terdapat luka.

2) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh benda tajam.

3) Klien mengatakan hal yang memperberat nyeri timbul bila banyak

bergerak/beraktivitas.

4) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk benda

tajam dengan durasi 10-15 menit.

Data objektif :

1) Skala nyeri ringan (3)

2) Klien meringis

3) Terdapat balutan pada luka di telapak kaki kiri sepanjang ± 10 cm

Masalah : Nyeri

Penyebab : Inflamasi dan pembengkakan.

b. Data penunjang :

1) Klien mengatakan badannya terasa panas.

2) Kulit teraba hangat

3) Suhu tubuh 37,20C

Masalah : Resiko tinggi hipertermi

Penyebab : Proses inflamasi

50
c. Data subjektif :

1) Klien mengatakan ada luka di telapak kaki kirinya.

Data objektif :

1) Terdapat balutan pada luka di telapak kaki kiri sepanjang ± 10 cm

2) Balutan tampak kering dan bersih.

Masalah : Kerusakan integritas kulit

Penyebab : Terputusnya kontinuitas jaringan kulit

d. Data subjektif :

1) Klien mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini.

Data objektif :

1) Klien bertanya tentang penyakitnya.

2) Klien gelisah.

Masalah : Ansietas

Penyebab : Kurang pengetahuan tentang penyakitnya.

e. Data subjektif :

1) Klien mengatakan sulit memulai dan mempertahankan tidur karena

cemas dengan keadaannya dan nyeri yang dirasakan.

2) Klien mengatakan belum beristirahat sejak dirawat di rumah sakit.

Data objektif :

1) Kelopak mata cekung

2) Klien terlihat mengantuk

Masalah : Gangguan istirahat tidur

Penyebab : Nyeri

51
f. Data subjektif :

1) Klien mengatakan jarang mandi saat di rumah.

2) Klien mengatakan mandi 2-4 hari sekali

Data objektif :

3) Klien terlihat kusam

4) Kulit kotor dan berbau

Masalah : Defisit perawatan diri; mandi

Penyebab : Nyeri

B. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data, penulis kemudian

menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan skala prioritas masalah.

Diagnosa keperawatan tersebut antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya inflamasi dan pembengkakan.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan kulit.

3. Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.

5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.

6. Defisit perawatan diri; mandi berhubungan dengan adanya nyeri.

C. Rencana Keperawatan

Senin, 25 Juli 2011 pukul 15:30 Wita

Diagnosa Keperawatan 1

Nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi dan pembengkakan.

52
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri

berkurang atau terkontrol.

Kriteria hasil :

a. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol dengan skala nyeri

ringan (1-3).

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah sistolik 99-139

mmHg, diastolik 69-89 mmHg; nadi 60-100 kali/menit; pernapasan 16-24

kali/menit; suhu tubuh (axila) 36 ºC-37 ºC.

c. Ekspresi wajah rileks

d. Klien mendapatkan posisi yang nyaman

Intervensi :

1. Kaji ulang lokasi, intensitas, karakter dan durasi nyeri.

2. Atur posisi klien senyaman mungkin.

3. Ajarkan dan anjurkan klien melakukan teknik relaksasi napas dalam.

4. Anjurkan keluarga untuk memberikan klien aktivitas hiburan (misal

mendengarkan musik).

5. Kaji tanda vital.

6. Tatalaksana pemberian obat anti nyeri sesuai indikasi dokter.

Diagnosa Keperawatan II

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan kulit.

53
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien

menunjukkan penyembuhan luka tanpa komplikasi, tidak terdapat

tanda-tanda gangguan integritas kulit.

Kriteria hasil :

a. Luka terlihat kering tidak ada tanda infeksi (tidak terdapat pus pada luka).

b. Tidak ada nyeri tekan pada daerah luka saat dilakukan perawatan.

Intervensi :

1. Kaji ulang karakteristik, keadaan luka.

2. Rawat luka dengan teknik aseptik.

3. Anjurkan klien dan keluarga untuk tidak menyentuh daerah luka.

4. Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan di sekitar tempat

tidur dan lingkungan.

5. Tatalaksana pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan III

Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 12 jam,

peningkatan suhu tubuh tidak terjadi.

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360C-37,50C)

b. Klien tenang.

c. Kulit tidak teraba hangat.

Intervensi :

1. Kaji peningkatan suhu tubuh.

54
2. Anjurkan klien untuk minum air putih dalam jumlah yang cukup (1000-

2000 cc/hari).

3. Berikan dan pertahankan cairan tambahan intravena (parenteral) sesuai

indikasi.

4. Pantau tempat penusukan intravena akan adanya plebitis.

Diagnosa Keperawatan IV

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit yang

diderita.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, ansietas

klien berkurang.

Kriteria hasil :

a. Klien tenang dan rileks

b. Klien mengatakan tidak cemas lagi

c. Klien melaporkan dapat menerima keadaannya sekarang.

Intervensi :

1. Kaji tingkat cemas klien.

2. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit yang dialami saat ini.

3. Berikan penjelasan mengenai penyakit.

4. Anjurkan klien untuk melakukan diit tinggi protein dan karbohidrat.

5. Berikan motivasi yang positif bagi klien.

Diagnosa Keperawatan V

Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

55
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,

kebutuhan tidur terpenuhi.

Kriteria hasil :

a. Klien mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk tidur dan

mempertahankan tidur.

b. Klien terlihat segar.

Intervensi :

1. Kaji penyebab kesulitan tidur klien.

2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

3. Anjurkan klien tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang

mengandung cafein.

4. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik distraksi untuk memulai tidur.

Diagnosa Keperawatan VI

Defisit perawatan diri; mandi berhubungan dengan adanya nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,

perawatan diri; mandi terpenuhi.

Kriteria hasil :

a. Klien terlihat rapi.

b. Klien terlihat bersih dan segar

c. Kulit bersih dan tidak berbau.

Intervensi :

1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri; mandi.

2. Lakukan tindakan perawatan diri; memandikan.

56
3. Anjurkan klien agar selalu menjaga kebersihan diri.

4. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebersihan diri klien.

D. Implementasi

Sabtu, 25 Juli 2011

Diagnosa Keperawatan 1

Jam 15:30 Wita

1. Mengkaji lokasi, intensitas, karakteristik dan durasi nyeri.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki sebelah kiri.

Nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam selama 10-15 menit.

b. Objektif : Skala nyeri ringan (3). Klien meringis menahan sakit.

Jam 15:33 Wita

2. Memberi posisi yang nyaman pada klien.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan setelah kaki ditinggikan nyeri

berkurang.

b. Objektif : Klien rileks. Posisi klien berbaring dengan kaki ditinggikan

100-150 dengan menggunakan bantal.

Jam 15:35 Wita

3. Mengajarkan dan menganjurkan klien melakukan teknik relaksasi napas

dalam.

57
Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan melakukan teknik relaksasi napas

dalam bila nyeri.

b. Objektif : Klien melakukan teknik relaksasi napas dalam dengan

caranya sendiri. Klien rileks.

Jam 15:45 Wita

4. Anjurkan keluarga untuk memberikan klien aktivitas hiburan (misal

mendengarkan musik).

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan sering mendengarkan musik sebelum

tidur.

b. Objektif : Klien menggunakan handphone untuk mendengarkan

musik.

Jam 16:00 Wita

5. Mengkaji tanda-tanda vital.

Evaluasi :

a. Subjektif : -

b. Objektif : Klien meringis menahan sakit, tekanan darah 120/80

mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit dan suhu tubuh

(axila) 37,20C.

Jam 16:10 Wita

6. Penatalaksanaan pemberian Ketorolac 30 mg.

58
Evaluasi :

a. Objektif : Klien mengatakan nyeri berkurang.

b. Subjektif : Telah dimasukkan Ketorolac 1 amp via bolus. Klien

tampak rileks

Diagnosa Keperawatan 2

Jam 15:40 Wita

1. Mengkaji keadaan kulit/luka akan adanya tanda-tanda infeksi.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan lukanya telah dibersihkan di poliklinik

bedah. Klien mengatakan nyeri pada daerah luka.

b. Objektif : Luka tertutup balutan dengan panjang ± 10 cm pada

telapak kaki sebelah kiri.

Jam 15:45 Wita

2. Menganjurkan klien dan keluarganya untuk tidak menyentuh daerah luka.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien dan keluarga mengatakan akan mengikuti anjuran

yang diberikan.

b. Objektif : Klien dan keluarga tidak menyentuh luka yang telah

diverban.

Jam 16:00 Wita

3. Menganjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan di sekitar

tempat tidur dan lingkungan.

59
Evaluasi :

a. Subjektif : Klien dan keluarga mengatakan akan melaksanakan

anjuran.

b. Objektif : Ruangan tempat tidur sekitar klien bersih.

Jam 16:10

4. Penatalaksanaan pemberian Ceftaxadine 1 gr.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah penyuntikan/skin

test. Klien mengatakan tidak pusing dan gatal

b. Objektif : Dilakukan skin test Ceftaxidine 1 gr. Tidak ada alergi

terhadap obat. Telah dimasukkan Ceftaxidine 1 gr via bolus.

Diagnosa Keperawatan 3

Jam 16:00 Wita

1. Melakukan observasi peningkatan suhu tubuh.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan badannya panas.

b. Objektif : Kulit teraba panas. Suhu tubuh (axila) 37,20C.

Jam 16:02 Wita

2. Menganjurkan klien untuk minum air putih dalam jumlah yang cukup.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan bersedia mengikuti anjuran minum air

putih yang cukup.

60
b. Objektif : Klien menghabiskan air putih ± 350 cc. Klien menyiapkan

air mineral di botol 1,5 L.

Jam 16:03 Wita

3. Memasang infus.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan bersedia untuk dipasang infus.

b. Objektif : Terpasang infus pada lengan kiri dengan cairan Ringer

Laktat 18 kali/menit. Infus menetes dengan lancar.

Jam 16:07 Wita

4. Memantau tempat pemasangan infus.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri pada

daerah penusukan infus.

b. Objektif : Tempat pemasangan infus tidak ada pembengkakan,

cairan menetes lancar dan bebas dari plebitis.

Diagnosa Keperawatan 4

Jam 15:48 Wita

1. Mengkaji tingkat kecemasan klien

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan cemas dengan keadaannya.

b. Objektif : Klien bingung dan bertanya tentang penyakitnya. Klien

cemas dan gelisah. Klien bertanya apakah dia akan sembuh.

61
Jam 15:50 Wita

2. Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya.

b. Objektif : Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya. Klien terlihat

bingung. Pendidikan terakhir klien adalah SMP.

Diagnosa Keperawatan 5

Jam 18:00 Wita

1. Mengkaji penyebab kesulitan tidur pada klien.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan sulit tidur karena nyeri pada luka di

telapak kaki kiri dan cemas dengan keadaannya.

b. Objektif : Sesekali klien terlihat meringis kesakitan, kelopak mata

cekung, klien lemah.

Jam 18:05

2. Menciptakan lingkungan yang nyaman.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyaman dengan situasi dan lingkungan

yang tidak bising.

b. Objektif : Klien terlihat lelah. Klien terlihat berbaring di tempat

tidur.

62
Jam 18:25 Wita

3. Menganjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi makanan atau minuman

yang mengandung kafein.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan.

b. Objektif : Klien terlihat mendengar dan memperhatikan dengan

seksama anjuran yang disampaikan.

Jam 18:30 Wita

4. Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik distraksi seperti membaca

atau mendengarkan musik.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan.

b. Objektif : Klien mendengar musik melalui handphone.

Diagnosa Keperawatan 6

Jam 18:00 Wita

1. Mengkaji tingkat kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas

termasuk perawatan diri; mandi karena nyeri pada daerah yang luka.

b. Objektif : Klien terlihat melakukan aktivitas di tempat tidur. Klien

terlihat dibantu ibunya untuk pemenuhan kebutuhan ADL-nya.

63
Selasa, 26 Juli 2011

Diagnosa Keperawatan 1

Jam 07:00 Wita

1. Mengkaji ulang lokasi, intensitas, karakter dan durasi nyeri.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri masih dirasakan pada daerah luka

di telapak kaki sebelah kiri.

b. Objektif : Skala nyeri ringan (3). Terlihat luka di telapak kaki kiri

sepanjang ± 10 cm dengan dibalut oleh verban.

Jam 07:32 Wita

2. Mengatur posisi klien senyaman mungkin.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang dengan posisi

kaki ditinggikan.

b. Objektif : Kaki klien ditinggikan dengan sanggahan bantal 10-150 .

klien terlihat rileks, skala nyeri ringan (3).

Jam 07:35 Wita

3. Menganjurkan klien untuk tetap menggunakan teknik relaksasi napas

dalam.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan telah mengikuti anjuran yang diberikan

sebelumnya dan akan melakukan anjuran yang diberikan.

64
b. Objektif : Klien terlihat melakukan teknik relakasasi napas dalam

dengan caranya sendiri.

Jam 07:40 Wita

4. Menganjurkan klien untuk melakukan teknik distraksi (misal

mendengarkan musik, membaca).

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan melakukan anjuran.

b. Objektif : Klien mendengarkan musik dari telepon genggam

miliknya.

Jam 12:15 Wita

5. Mengkaji tanda-tanda vital

Evaluasi :

a. Subjektif : -

b. Objektif : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit,

pernapasan 18 kali/menit, suhu tubuh (axila) 360C.

Jam 15:00 Wita

6. Penatalaksanaan pemberian Ketorolac 1 amp.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang.

b. Objektif : Telah dimasukkan Keterolac 1 amp via bolus intravena.

Skala nyeri ringan (3). Klien rileks.

65
Diagnosa Keperawatan 2

Jam 08:00 Wita

1. Mengkaji keadaan kulit/luka akan adanya tanda-tanda infeksi.

Evaluasi :

a. Subjektif : -

b. Objektif : Luka tertutup verban. Verban kering dan bersih.

Jam 08:05 Wita

2. Menganjurkan klien untuk tidak menyentuh luka.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran

b. Objektif : Klien tidak memegang luka.

Jam 08:10 Wita

3. Menganjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan di sekitar

tempat tidur dan lingkungan.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan jika sprei dan lantai kotor keluarga

membersihkannya.

b. Objektif : Keluarga terlihat membuang sampah di tempat sampah.

Jam 15:00 Wita

4. Penatalaksanaan pemberian Ceftaxidine 1 mg.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan tidak pusing dan tidak gatal

66
b. Objektif : Telah dimasukkan Ceftaxidine 1 gr via bolus intravena.

Tidak ada alergi obat.

Diagnosa Keperawatan 3

Jam 06:30 Wita

1. Melakukan pengukuran suhu tubuh

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan badannya sudah tidak panas lagi.

b. Objektif : Suhu tubuh (axila) 360C. Kulit teraba tidak panas.

Jam 06:35 Wita

2. Menganjurkan klien untuk tetap minum air putih yang cukup.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran.

b. Objektif : Klien minum air putih 1 gelas (± 200 cc). Terlihat di meja

klien tersedia 2 botol air mineral ukuran 1,5 liter.

Diagnosa Keperawatan 4

Jam 10:00 Wita

1. Memberi penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai penyakit klien.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien dan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang

penjelasan yang diberikan.

b. Objektif : Klien dan keluarga memperhatikan penjelasan yang

diberikan dengan seksama. Klien berpartisipasi dengan proses

pengobatan dan perawatannya. Klien rileks.

67
Jam 10:15 Wita

2. Memberikan motivasi yang positif kepada klien.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan menerima dengan keadaan yang

dialaminya sekarang.

b. Objektif : Klien terlihat tenang dan rileks.

Diagnosa Keperawatan 5

Jam 20:30 Wita

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Evaluasi :

a. Subjektif : Keluarga klien mengatakan selalu membersihkan ruangan

bila kotor.

b. Objektif : Klien terlihat tenang beristirahat di tempat tidur.

Jam 20:35 Wita

2. Menganjurkan klien untuk melakukan teknik distraksi.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan bersedia melakukan anjuran.

b. Objektif : Klien mendengar musik dengan handphone.

Diagnosa Keperawatan 6

Jam 11:00 Wita

1. Melakukan tindakan perawatan diri; memandikan.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan badannya terasa segar setelah mandi.

68
b. Objektif : Klien terlihat bersih dan segar. Klien rapid an tidak

berbau.

Jam 11:30 Wita

2. Menganjurkan klien untuk selalu menjaga kebersihan diri

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan akan melakukan anjuran.

b. Objektif : Klien bersedia untuk dimandikan oleh petugas.

Jam 11:35 Wita

3. Melibatkan keluarga klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri

klien.

Evaluasi :

a. Subjektif : Ibu klien mengatakan akan membantu anaknya dalam

perawatan diri selama sakit.

b. Objektif : Ibu klien membantu petugas untuk memandikan klien.

Rabu, 27 Juli 2011

Diagnosa Keperawatan 1

Jam 07:00 Wita

1. Mengkaji ulang lokasi, intensitas, karakter dan durasi.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sudah berkurang.

b. Objektif : Klien rileks dan tenang. Skala nyeri ringan (2), durasi ± 5

menit.

69
Jam 08:05 Wita

2. Mengatur posisi klien senyaman mungkin.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan setelah kaki ditinggikan dengan

disanggah bantal nyeri sedikit berkurang.

b. Objektif : Klien rileks, posisi klien berbaring di tempat tidur dengan

kaki ditinggikan 10-150 menggunakan bantal.

Jam 08:10 Wita

3. Menganjurkan klien melakukan teknik relaksasi napas dalam.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan saat ini nyeri berkurang seketika.

b. Objektif : Klien rileks dan dapat melakukan teknik napas dalam

dengan baik.

Jam 09:15 Wita

4. Mengajurkan keluarga untuk memberikan aktivitas hiburan (membaca

koran).

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan selain mendengarkan musik, klien juga

membaca Koran.

b. Objektif : Klien terlihat membaca koran.

Jam 14:00 Wita

5. Mengukur tanda-tanda vital.

70
Evaluasi :

a. Subjektif : -

b. Objektif : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82 kali/menit,

pernapasan 20 kali/menit dan suhu 36°C

Jam 15:00 Wita

6. Penatalaksanaan pemberian obat ketorolac 30 mg.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri berkurang

b. Objektif : Telah dimasukkan Ketorolac 1 amp via bolus. Klien

rileks. Skala nyeri ringan (2).

Diagnosa Keperawatan 2

Jam 09:55 Wita

1. Mengkaji keadaan luka, adanya tanda-tanda infeksi

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah luka

b. Objektif : Luka bersih, kemerahan pada sisi dan bagian dalam luka

dan tidak terdapat pus.

Jam 10:00 Wita

2. Merawat luka.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan merasa nyaman setelah luka

dibersihkan.

b. Objektif : Luka bersih, tidak terdapat pus.

71
Jam 09:15 Wita

3. Penatalaksanaan pemberian Ceftaxidine 1 gr.

Evaluasi :

a. Subjektif : Klien mengatakan tidak ada pusing dan gatal.

b. Objektif : Telah dimasukkan Ceftaxidine 1 gr via bolus. Tidak ada

alergi obat.

E. Evaluasi

Rabu, 26 Juli 2011

1. Diagnosa Keperawatan 3

Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

Jam 07:00 Wita

S : Klien mengatakan badannya sudah tidak demam lagi.

O : Suhu tubuh (axila) 360C, klien tenang, kulit klien tidak teraba panas.

A : Resiko hipertermi tidak terjadi. Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi.

P : Intervensi keperawatan dihentikan.

2. Diagnosa Keperawatan 4

Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.

Jam 10:20 Wita

S : Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi. Klien mengatakan sudah

dapat menerima keadaannya sekarang.

O : Klien terlihat tenang dan rileks. Klien tidak gelisah lagi.

A : Masalah cemas teratasi. Klien menunjukkan koping mekanisme yang

baik.

72
P : Intervensi keperawatan dihentikan.

3. Diagnosa Keperawatan 6

Defisit perawatan diri; mandi berhubungan dengan adanya nyeri.

Jam 11:20 Wita

S : Klien mengatakan badannya terasa segar setelah dimandikan.

O : Klien terlihat rapi. Klien terlihat bersih dan segar. Kulit bersih dan

tidak berbau.

A : Defisit perawatan diri; mandi terpenuhi

P : Intervensi keperawatan dihentikan.

4. Diagnosa Keperawatan 5

Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.

Jam 20:45 Wita

S : Klien mengatakan dapat tidur dengan tenang. Klien mengatakan tidak

terbangun malam hari karena nyeri.

O : Klien terlihat segar dan tidak mengantuk lagi.

A : Masalah gangguan istirahat tidur teratasi. Istirahat tidur terpenuhi.

P : Intervensi keperawatan dihentikan.

Kamis, 27 Juli 2011

1. Diagnosa Keperawatan 2

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan kulit.

73
Jam 15:30 Wita

S : Klien mengatakan tidak ada nyeri tekan ketika perawatan luka

dilakukan.

O : Luka tidak terdapat pus, kemerahan pada jaringan yang ada pada sisi

dan bagian dalam luka, tidak terdapat nyeri tekan.

A : Masalah kerusakan integritas kulit teratasi. Klien menunjukkan

penyembuhan luka tanpa komplikasi.

P : Intervensi keperawatan dipertahankan dan dilanjutkan, yaitu :

1. Kaji ulang karakteristik, keadaan luka.

2. Rawat luka dengan teknik aseptik.

3. Anjurkan klien dan keluarga untuk tidak menyentuh daerah luka.

4. Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan di sekitar

tempat tidur dan lingkungan.

5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

2. Diagnosa Keperawatan 1

Nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi dan pembengkakan.

Jam 15:40 Wita

S : Klien mengatakan nyeri berkurang.

O : Klien tenang, tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 82 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit dan suhu

tubuh 36°C). Ekspresi wajah rileks. Klien terlihat berbaring di tempat

tidur dengan posisi kaki ditinggikan 10-15º dengan sanggahan bantal.

74
A : Nyeri teratasi. Klien melaporkan nyeri berkurang dan dapat

diadaptasi.

P : Intervensi keperawatan dipertahankan dan dilanjutkan, yaitu :

1. Kaji ulang lokasi, intensitas, karakteristik dan durasi nyeri.

2. Atur posisi klien senyaman mungkin.

3. Anjurkan dan anjurkan klien melakukan teknik relaksasi napas

dalam.

4. Anjurkan keluarga untuk memberikan klien aktivitas hiburan (misal

mendengarkan musik).

5. Kaji tanda vital

6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

75
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah mempelajari landasan teori dan melaksanakan keperawatan klien

Tn. M dengan osteomielitis di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah

Tingkat I Tarakan mulai tanggal 25 Juli 2011 sampai dengan 27 Juli 2011, maka

dalam bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara teori dengan

pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. M. Adapun kesenjangan tersebut

akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan sebagai

berikut :

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan secara

komprehensif. Pada tahap ini semua data atau informasi didapatkan dari klien

kemudian dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa

keperawatan yang sesuai dengan keadaan klien. Dalam pengumpulan data

penulis memperoleh data secara langsung dari klien melalui observasi,

pemeriksaan fisik dan wawancara. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap

lagi perlu didukung pula dengan adanya informasi yang didapat dari catatan

keperawatan dan catatan dokter.

Pada proses pengkajian pada klien Tn. M dengan Osteomielitis penulis

menemukan data yang terdapat pada teori menurut Smeltzer & Bare (2001)

tetapi tidak ditemukan pada pengkajian, yang mana pada teori mengatakan

bahwa klien akan mengalami peningkatan suhu tubuh pada sore dan malam
hari. Menurut Carpenito (2006), hipertemi adalah keadaan ketika seorang

individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus

menerus lebih tinggi dari 37,8ºC per oral atau 38,8ºC per rektal karena faktor

eksternal. Sedangkan data yang penulis teraba hangat dan suhu tubuh 37,2ºC.

Tetapi untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman pada klien dan mencegah

terjadinya hipertermi berkelanjutan, penulis menegakkan diagnosa

keperawatan resiko tinggi hipertermi.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan/proses

kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat

perawat (Carpenito, 2006, hal. 5).

Pada tahap ini pembuatan diagnosa keperawatan penulis melakukan

analisa data yang diperoleh baik yang dapat dicegah atau ditangani dengan

tindakan keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang ada pada teori tapi

tidak ditegakkan pada klien Tn. M antara lain :

1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan

keterbatasan beban berat badan

Diagnosa kerusakan mobilitas fisik tidak ditegakkan pada kasus karena

pada saat pengkajian tidak ditemukan pada klien Tn. M mengalami

gangguan dalam beraktivitas dan klien tidak menggunakan alat bantu

dalam pergerakan.

76
2. Resiko terhadap penyebaran infeksi; pembentukan abses tulang

berhubungan dengan proses inflamasi.

Diagnosa resiko terhadap penyebaran infeksi; pembentukan abses tulang

tidak ditegakkan karena klien telah menjalani perawatan luka di poliklinik

bedah RSUD Tarakan sebelum masuk di dalam ruang perawatan dan pada

luka tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti adanya pus,

kemerahan dan pembengkakan.

3. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan berhubungan dengan

kurang terpajan informasi.

Diagnosa tersebut tidak ditegakkan karena klien lebih mengeluh

kecemasan akan penyakit yang diderita, ditunjukkan dengan data klien

mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini dan klien terlihat gelisah.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan pada kasus

klien Tn. M dan ada pada teori adalah nyeri akut berhubungan dengan adanya

inflamasi dan pembengkakan. Carpenito (2006) menyatakan bahwa nyeri akut

merupakan keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya rasa

ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama

enam bulan atau kurang.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan pada kasus

Tn. M dan tidak ada pada teori adalah :

1. Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Carpenito (2006) menyatakan bahwa resiko tinggi hipertermi merupakan

keadaan dimana seorang individu beresiko gagal mempertahankan suhu

77
tubuh dalam batasan normal (36ºC-37,5ºC). Hal tersebut sesuai dengan

yang dialami oleh klien, dimana saat pengkajian kulit teraba hangat, suhu

37,2ºC dan klien mengeluh badannya terasa panas.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan

Carpenito (2006) menyatakan bahwa kerusakan integritas kulit adalah

keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami

kerusakan jaringan epidermis dan dermis. Hal ini ditemukan pada klien

dimana terjadi kerusakan jaringan lapisan kulit akibat luka insisi bedah.

Pada saat pengkajian klien mengatakan ada luka di kaki sebelah kiri dan

terdapat balutan pada luka di telapak kaki kiri sepanjang ± 10 cm.

3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya

Carpenito (2006) menyatakan ansietas adalah suatu keadaan dimana

individu/kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan

aktivitas sistem saraf otonom dan respon terhadap ketidakjelasan, ancaman

tidak spesifik. Dari hasil pengkajian didapatkan data subjektif klien

mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini dan data objektif klien

bertanya tentang penyakitnya dan klien gelisah.

4. Gangguan pola tidut berhubungan dengan nyeri

Carpenito (2006) menerangkan gangguan pola tidur adalah keadaan

dimana ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu

perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang

menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang

78
diinginya. Hal ini ditemukan pada klien dimana pada saat dilakukan

pengkajian klien mengalami perubahan dalam jumlah dan kualitas pola

tidur karena klien selalu merasa nyeri pada lukanya.

5. Defisit perawatan diri; mandi berhubungan dengan adanya nyeri

Carpenito (2006) menyatakan bahwa defisit perawatan diri; mandi adalah

keadaan ketika individu mengalami kegagalan kemampuan untuk

melaksanakan atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan untuk diri

sendiri. Hal tersebut ditemukan pada klien saat dilakukan pengkajian,

dimana diperoleh keterangan dari klien yang menyatakan bahwa klien

mengatakan jarang mandi saat dirumah hingga 2-4 hari. Klien juga

menyatakan dirinya belum pernah mandi selama masuk rumah sakit,

penampilan klien juga menunjukkan adanya kurang perawatan diri seperti

rambut kusamdan kotor dan penampilan yang tidak rapi. Disamping itu

klien juga mengalami penurunan motivasi dalam hal perawatan diri akibat

nyeri yang dirasakan.

C. Perencanaan

Menurut Bulechek dan McCloskey (1989), intervensi keperawatan

adalah “keperawatan langsung yang dilakukan perawat atas nama klien”.

Tindakan ini termasuk perawatan yang diprakarsai perawat sebagai hasil dari

diagnosa keperawatan, pengobatan yang diprakarsai dokter sebagai hasil dari

diagnosa medis dan penampilan dari klien yang tidak dapat melakukan fungsi

penting sehari-hari. Dengan memakai definisi ini setiap perawat yang

79
memprakarsai perawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan

(Carpenito, 2000, hal. 34).

Pada tahap perencanaan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami

hambatan yang begitu berat. Klien dan keluarga sangat kooperatif dibuktikan

dengan peran serta dan partisipasi keluarga dalam menunjang keberhasilan

perencanaan keperawatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan

keperawatan yang dihadapi klien.

Dalam penyusunan perencanaan tindakan, penulis menyesuaikan dengn

landasan teori yang ada dikatikan dengan situasi, kondisi, batas toleransi

(sumber daya) serta fasilitas keperawatan yang tersedia baik dari rumah sakit

maupun fasilitas yang dimiliki oleh penulis selaku perawat yang bertugas.

Meskipun demikian, pada akhirnya penulis memerlukan sedikit upaya untuk

memodifikasi perencanaan tindakan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien.

D. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi) merupakan realisasi

dari rencana tindakan yang telah ditetapkan. Pada tahapan proses keperawatan

implementasi ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan

asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Fasilitas

berupa alat-alat untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta sikap

kooperaif klien dan keluarga yang ditandai dengan berpartisipasi aktif selama

penulis melakukan tindakan keperawatan. Hal lain yang mendukung dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kerja sama penulis dengan perawat

ruangan.

80
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan ini penulis juga menemukan

hambatan yaitu keterbatasan kemampuan penulis dalam hal melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien untuk hadir 24 jam penuh. Untuk mengatasi

hal ini penulis meminta bantuan perawat ruangan.

E. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir dari proses

keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluuruhan

tindakan keperawatan yang telah dilakukan, ditulis dalam catatan

perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan keadaan klien baik

berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan dilihat dari masalah yang ada.

Dalam tahap ini penulis melakukan evaluasi dengan cara menilai sejauh

mana tujuan dari rencana keperawatan telah berlangsung, tercapai secara

keseluruhan, sebagian atau tidak tercapai sama sekali. Sesuai dengan tujuan

dan dari rencana keperawatan yang telah penulis tentukan, maka hasil yang

diperoleh yaitu nyeri teratasi, kerusakan integritas kulit teratasi, tidak terjadi

hipertermi, ansietas teratasi, gangguan istirahat tidur teratasi, defisit perawatan

diri; mandi teratasi karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil pada

perencanaan dimana klien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol,

klien tenang dan tanda vital dalam batas normal (diagnosa keperawatan nyeri);

klien mengatakan tidak ada nyeri tekan pada saat perawatan luka dilakukan,

tidak terdapat pus dan kemerahan atau tanda komplikasi lain (diagnosa

keperawatan kerusakan integritas kulit); klien mengatakan sudah tidak cemas

lagi, klien terlihat rileks, klien tidak gelisah (diagnosa keperawatan ansietas);

81
klien mengatakan dapat tidur dengan tenang, klien terlihat segar dan tidak

mengantuk (diagnosa keperawatan gangguan pola tidur); klien mengatakan

badannya terasa segar setelah dimandikan, klien terlihat bersih dan segar, kulit

bersih dan tidak berbau (diagnosa keperawatan defisit perawatan diri; mandi).

Dari keenam diagnosa keperawatan yang penulis cantumkan, semua

diagnosa keperawatan dapat teratasi. Semua di karenakan pada saat evaluasi

akhir tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan pada klien dapat tercapai.

Namun pada diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit dan diagnosa keperawatan nyeri

akut berhubungan dengan adanya inflamasi dan pembengkakan pada

intervensi keperawatannya masih dipertahankan dan dilanjutkan.

82
BAB V

PENUTUP

Dari uraian-uraian pada bab sebelumnya dengan penerapan proses

keperawatan pada klien Tn.M dengan osteomielitis di Ruang Perawatan Bedah

Flamboyan RSUD TK. I Tarakan yang dilaksanakan dari tanggal 25 Juli 2011

sampai dengan 27 Juli 2011, penulis mendapatkan kesimpulan dan saran sebagai

berikut :

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan mengenai berbagai hal yang menyangkut

masalah klien dengan osteomielitis dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Proses keperawatan dilakukan pada klien Tn. M dimulai dari pengkajian,

penyusunan diagnosa keperawatan, perumusan masalah, perencanaan

tindakan keperawatan, pelaksanaan (implementasi) hingga evaluasi dari

hasil tindakan. Proses keperawatan yang dilakukan didasarkan pada

literatur yang memuat tentang osteomielitis dengan menghubungkan

keterkaitannya terhadap kondisi yang dialami oleh klien sendiri.

2. Pada masalah keperawatan ditemukan kesenjangan antara tinjauan kasus

dengan tinjauan kepustakaan. Pada proses pengkajian pada Tn. M dengan

osteomielitis penulis menenemukan data yang pada teori Smeltzer & Bare

(2001) tetapi tidak ditemukan dalam pengkajian yang mana pada teori
mengatakan bahwa klien akan mengalami peningkatan suhu tubuh pada

sore hari dan malam hari.

3. Selama proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn. M,

penulis tidak menemukan hambatan yang berarti. Hal ini dikarenakan

klien dan keluarga yang sangat terbuka dan kooperatif serta adanya

dukungan dari perawat ruangan, dokter, ahli gizi dan tim medis lainnya

selama proses Asuhan Keperawatan.

4. Untuk memecahkan masalah keperawatan yang dialami klien, penulis

menyusun rencana yang telah disusun. Namun, tidak semua dari rencana

keperawatan yang telah disusun dapat dilakukan secara berurutan. Hal ini

dikarenakan perubahan yang terjadi pada diri klien dari waktu ke waktu

yang membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat serta disesuaikan

dengan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang mendukung.

Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain mengkaji tanda

vital, menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam,

melakukan perawatan luka, mengukur suhu tubuh, memberikan penjelasan

penyakit yang diderita, menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman,

membantu dalam perawatan diri mandiri dan penyuluhan kesehatan.

Evaluasi proses dilakukan setelah melaksanakan tindakan keperawatan,

sedangkan evaluasi hasil dilakukan sesuai waktu yang telah ditetapkan di

dalam tujuan. Pendokumentasian dilakukan setelah melakukan evaluasi

tindakan keperawatan pada Tn. M dan mencatat hasil yang telah dicapai

dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebagai aspek legalitas

84
dalam setiap lingkungan pelayanan kesehatan termasuk RSUD TK. I

Tarakan.

B. Saran

1. Untuk dapat melakukan proses keperawatan dengan baik, sebagai perawat

yang profesional harus memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dan

memiliki kemampuan interpersonal dan komunikasi serta menguasai

teknik dan teori pengkajian. Selain itu, perawat juga harus memperhatikan

kesiapan saran dan prasarana penunjang yang diperlukan dalam

melakukan proses keperawatan.

2. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien sering ditemukan

kesenjangan antara teori dan kasus. Diharapkan hendaknya perawat untuk

lebih meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku atau literatur

tentang keperawatan, sehingga dalam proses asuhan keperawatan mulai

dari pengkajian, penyusunan diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi dapat dilakukan dengan baik.

3. Untuk meminimalkan faktor penghambat dalam melaksanakan proses

keperawatan hendaknya sebagai seorang perawat harus menjalin hubungan

komunikasi yang baik, memberi informasi yang konkrit baik secara lisan

maupun secara tulisan serta melibatkan klien dan keluarga dalam setiap

tindakan dan keputusan yang menyangkut masalah klien.

4. Untuk memecahkan masalah yang timbul hendaknya setiap selesai

melakukan tindakan keperawatan, perawat harus mendokumentasikan

tindakan serta respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan dan

85
diharapkan pada klien dan keluarga dapat terus berpartisipasi dalam setiap

tindakan keperawatan yang dilakukan.

86
DAFTAR PUSTAKA

Adiwenanto Albertus & dr. Bambang Sutejo. 2005, Management of Osteomielitis


Cronic Medical Patient at Dr. Kariadi Hospital Semarang. Diambil
tanggal 6 Agustus 2011 dari http://www.drkariadihospital.com.

Carpenito, J. L. (2006). Diagnosa Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan Kota Tarakan. (2008). Profil Kesehatan 2007 Dinas Kesehatan
Kota Tarakan. Tarakan

Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Fixwant. 2008, Catatan Osteomielitis. Diambil tanggal 6 Agustus 2011 dari


http://www.scribd.com.

Hidayat Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Volume 1. Jakarta :


Salemba Medika.

Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Media
Auscelapius.

Nordin. (2009). Catatan Osteomielitis. Diakses tanggal 6 Agustus 2011.


http://www.scribd.com.

Price & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Volume 1. Jakarta : EGC.

Priharjo Robert. (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rekam medik/medical record RSUD TK. I Tarakan.


Sjamsuhidajat & Win de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

LEMBAR KONSUL UJIAN AKHIR PROGRAM

Nama Mahasiswa : JUNAIDY


Nim : 73.2001D.07.022
Judul Karya Tulis : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Osteomielitis
Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan RSUD TK. I
Tarakan.
Tanggal Paraf
Materi Catatan Pembimbing
Konsul Pembimbing
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

LEMBAR KONSUL UJIAN AKHIR PROGRAM

Nama Mahasiswa : JUNAIDY


Nim : 73.2001D.07.022
Judul Karya Tulis : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Osteomielitis
Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan RSUD TK. I
Tarakan.
Tanggal Paraf
Materi Catatan Pembimbing
Konsul Pembimbing
By: JUNAIDY
73.2001D.07.022
Statistik :
Berdasarkan uraian
Penderita Osteomielitis
ini, penulis tertarik
1. Di Amerika Serikat :25%
kasus untuk melakukan
Di Skotlandia : 275 kasus. penelitian dengan
judul Asuhan
2. RSUP Dr. Kariadi Semarang Keperawatan pada
2001s/d2005 : 33 Kasus
klien Tn. M dengan
Osteomielitis di Ruang
3. MR RSUD Tarakan
a. Tahun 2010 : 3 kasus
Perawatan Bedah
b. Januari-Juni 2011 : 3 Flamboyan RSUD TK.I
kasus Tarakan
Tujuan Umum :
Ruang Lingkup :
Mendapatkan pengalaman nyata Pelaksanaan asuhan keperawatan
dalam menerapkan asuhan pada Klien Tn. M
keperawatan pada klien Tn. M
dengan Osteomielitis Terdiri dari 5 bab :
Tujuan Khusus : 1. Bab 1, Pendahuluan (Latar Belakang,
1. Melaksanakan proses tujuan, ruang lingkup, metode dan
keperawatan sistematika penulisan laporan
2. Membandingkan antara teori dan 2. Bab 2, Landasan Teori (Pengertian, Anfis,
praktik asuhan keperawatan etiologi, tanda&gejala, patofisiologi,
3. Mengidentifikasi faktor pemeriksaan penunjang, pencegahan
pendukung dan penghambat dan penatalaksanaan)
dalam melaksanakan proses 3. Bab 3, Laporan Kasus (Pengkajian,
keperawatan diagnosa keperawatan, perencanaan,
4. Melaksanakan pemecahan implementasi, evaluasi)
masalah 4. Bab 4, Pembahasan (Keterkaitan teori
dan praktik)
5. Bab 5, Penutup (Kesimpulan dan Saran)
Konsep Dasar Medis : Konsep Dasar Keperawatan :
1. Pengertian 1. Pengkajian ditemukan : nyeri lokal,
pembengkakan, eritema, keluarnya pus,
2. Anatomi dan Fisiologi demam sedang, selalu menghindar dari
Muskuloskeletal tekanan di daerah tersebut, kelemahan
umum,
3. Etiologi
2. Diagnosa Keperawatan :
4. Patofisiologi ⚫ Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan.
5. Tanda dan Gejala
⚫ Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
6. Pemeriksaan Penunjang nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban
berat badan.
7. Penatalaksanaan ⚫ Resiko terhadap penyebaran infeksi;
pembentukan abses tulang berhubungan
8. Pencegahan dengan proses inflamasi
9. Tahapan ⚫ Kurang pengetahuan mengenai program
pengobatan berhubungan dengan kurang
penyembuhan tulang terpajan informasi.
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
Tanda & Gejala :
1. Jika infeksi dibawa oleh
darah (menggigil,
Pengertian :
demam tinggi, denyut
nadi cepat dan
Osteomielitis adalah malaise).
infeksi jaringan tulang 2. Bila terjadi akibat
dan sumsum tulang yang penyebaran dari infeksi
dapat timbul akut atau di sekitarnya atau
kronik yang disebabkan kontaminasi langsung
oleh bakteri, virus atau (bengkak, hangat, nyeri
proses spesifik. dan nyeri tekan)
3. Osteomielitis kronik
(pengeluaran pus, nyeri
dan bengkak
Identitas Klien : Riwayat Penyakit :
Klien berinisial Tn. M, Klien mengatakan nyeri daerah
berumur 25 tahun, status telapak kaki kiri. Nyeri dirasakan
belum menikah, jenis seperti ditusuk-tusuk benda tajam.
kelamin laki-laki, agama Nyeri dirasakan akan bertambah bila
Islam, suku Jawa, klien banyak bergerak dan berkurang
bila klien istirahat. Skala nyeri ringan
pendidikan SMP, belum
(3), nyeri dirasakan selama 10-15
bekerja, alamat Tanjung
menit. Klien juga mengatakan
Selor. badannya lemah. Klien mengatakan
hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Keluhan Utama : Klien terlihat meringis. Terlihat
balutan pada luka di telapak kaki kiri
Klien mengatakan nyeri sepanjang ±10 cm. Balutan tampak
pada telapak kaki kering dan bersih. Klien mengatakan
tidak tahu tentang penyakit yang
diderita. Klien bingung saat ditanya
tentang penyakitnya.
Data Subjektif :
⚫ Klien mengatakan nyeri pada telapak kaki
Data Objektif :
sebelah kiri yang terdapat luka. ⚫ Skala nyeri ringan (3)
⚫ Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk- ⚫ Klien meringis
tusuk oleh benda tajam.
⚫ Klien mengatakan hal yang memperberat ⚫ Terdapat balutan pada luka di
nyeri timbul bila banyak telapak kaki kiri sepanjang ± 10
bergerak/beraktivitas. cm
⚫ Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk benda tajam dengan ⚫ Kulit teraba hangat
durasi 10-15 menit.
⚫ Suhu tubuh 37,20C
⚫ Klien mengatakan badannya terasa panas.
⚫ Klien mengatakan ada luka di telapak kaki ⚫ Klien lemah
kirinya. ⚫ Balutan tampak kering dan bersih
⚫ Klien mengatakan cemas dengan kondisinya
saat ini. ⚫ Klien bertanya tentang
⚫ Klien mengatakan sulit memulai dan penyakitnya.
mempertahankan tidur karena cemas ⚫ Klien gelisah.
dengan keadaannya dan nyeri yang
dirasakan. ⚫ Kelopak mata cekung
⚫ Klien mengatakan belum beristirahat sejak ⚫ Klien terlihat mengantuk
dirawat di rumah sakit.
⚫ Klien mengatakan jarang mandi saat di ⚫ Klien terlihat kusam
rumah. ⚫ Kulit kotor dan berbau
⚫ Klien mengatakan mandi 2-4 hari sekali
⦿ Nyeri akut berhubungan dengan adanya
inflamasi dan pembengkakan.
⦿ Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan kulit.
⦿ Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan
proses inflamasi
⦿ Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakitnya.
⦿ Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan
nyeri.
⦿ Defisit perawatan diri; mandi berhubungan
dengan adanya nyeri.
Dx I : Dx III :
⚫ Kaji ulang lokasi, intensitas, karakter ⦿ Kaji peningkatan suhu tubuh.
dan durasi nyeri.
⦿ Anjurkan klien untuk minum air putih
⚫ Atur posisi klien senyaman mungkin. dalam jumlah yang cukup (1000-2000
⚫ Ajarkan dan anjurkan klien melakukan cc/hari).
teknik relaksasi napas dalam. ⦿ Berikan dan pertahankan cairan
⚫ Anjurkan keluarga untuk memberikan tambahan intravena (parenteral)
klien aktivitas hiburan (misal sesuai indikasi.
mendengarkan musik).
⦿ Pantau tempat penusukan intravena
⚫ Kaji tanda vital. akan adanya plebitis.
⚫ Kolaborasi pemberian obat anti nyeri
sesuai indikasi dokter. Dx IV :
Dx II : ◾ Kaji tingkat cemas klien.
◾ Kaji ulang karakteristik, keadaan luka. ◾ Kaji tingkat pengetahuan klien

◾ Rawat luka dengan teknik aseptik.


tentang penyakit yang dialami saat
ini.
◾ Anjurkan klien dan keluarga untuk
tidak menyentuh daerah luka. ◾ Berikan penjelasan mengenai
penyakit.
◾ Anjurkan klien dan keluarga untuk
menjaga kebersihan di sekitar tempat ◾ Anjurkan klien untuk melakukan diit

tidur dan lingkungan. tinggi protein dan karbohidrat.


◾ Berikan motivasi yang positif bagi
◾ Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi. klien.
Dx V :
◾ Kaji penyebab kesulitan tidur klien.
◾ Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
◾ Anjurkan klien tidak mengkonsumsi makanan
atau minuman yang mengandung cafein.
◾ Anjurkan klien untuk menggunakan teknik
distraksi untuk memulai tidur.
Dx VI :
⚫ Kaji tingkat kemampuan klien untuk melakukan
perawatan diri; mandi.
⚫ Lakukan tindakan perawatan diri; memandikan.
⚫ Anjurkan klien agar selalu menjaga kebersihan diri.
⚫ Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan
kebersihan diri klien.
Diagnosa Keperawatan :
1. Resiko tinggi hipertermi teratasi, tidak terjadi
hipertermi.
2. Cemas teratasi. Klien menunjukkan koping
mekanisme yang baik.
3. Gangguan istirahat tidur teratasi. Kebutuhan
istirahat tidur klien terpenuhi.
4. Kerusakan integritas kulit teratasi. Klien
menunjukkan penyembukan luka tanpa
komplikasi.
5. Nyeri teratasi. Klien melaporkan nyeri
berkurang dan dapat diadaptasi.
Pada pengkajian Tn. M dengan Osteomielitis, penulis
menemukan data yang terdapat pada teori menurut
Smeltzer & Bare tetapi tidak ditemukan pada pengkajian,
yang mana teori mengatakan bahwa klien akan mengalami
peningkatan suhu tubuh pada sore dan malam hari.
Hipertermi adalah (Carpenito, 2006) keadaan ketika
seorang individu mengalami atau berisiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,8 per oral atau 38,8 per rektal. Sedangkan
data yang penulis dapatkan saat melakukan pengkajian
adalah kulit teraba hangat dan suhu tubuh 37,2. tetapi
untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman dan
mencegah terjadinya hipertermi berkelanjutan, penulis
menegakkan diagnosa resiko hipertermi.
Ada tiga diagnosa Dan lima diagnosa
keperawatan yang keperawatan yang
tidak ditemukan diangkat namun
pada Tn. M namun tidak tercantum
dalam teori yaitu :
tercantum dalam
teori yaitu : 1. Resiko Hipertermi
1. Kerusakan 2. Kerusakan
mobilitas fisik integritas
2. Resiko jaringan
penyebaran 3. Defisit perawatan
diri;mandi
infeksi 4. Ansietas
3. Kurang 5. Gangguan
pengetahuan istirahat dan
tidur.
Rencana penulis.
keperawatan
yang disusun
pada setiap
diagnosa
menyesuaikan
dengan keadaan
dan kondisi
klien, sarana dan
prasarana yang
ada, serta
keterbatasan
dalam
pengetahuan
Pada penulis untuk melaksanakan
tahap ini, keperawatan selama 24 jam.
penulis
berusaha
Namun untuk mengetahui
melaksanaka
keadaan klien, penulis
n asuhan
menggunakan catatan
keperawatan
keperawatan mengenai
sesuai
tindakan-tindakan yang telah
dengan
dilakukan dan
rencana yang
mendelegasikannya kepada
telah
perawat yang bertugas tentang
disusun.
hal-hal yang perlu untuk
Adapun
ditindak lanjuti.
kesulitan
yang penulis
temui pada
saat
pelaksanaan
asuhan
keperawatan
adalah
terbatasnya
kemampuan
Selama melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien Tn. M,
penulis tidak menemukan adanya
hambatan yang berat, karena adanya
dukungan dari klien, keluarga klien,
dokter, perawat ruangan, ahli gizi,
laboratorium dan semua unsur
kesehatan di RSUD Tarakan
khususnya Ruang Flamboyan
Kesimpulan
dan
Saran
1. Proses keperawatan dimulai dari pengkajian, penyusunan
diagnosa, perumusan masalah, perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi.
2. Ditemukan kesenjangan dimana penulis menemukan data
yang ada pada teori namun tidak ditemukan pada pengkajian
yaitu peningkatan suhu tubuh pada sore dan malam hari.
3. Selama proses keperawatan penulis tidak menemukan
hambatan yang berarti. Hal ini karena sikap terbuka dan
kooperatif klien dan keluarga.
4. Tidak semua rencana keperawatan yang disusun dapat
dilaksanakan berurutan. Adapun tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah mengkaji tanda vital, menganjurkan
dan mengajarkan relaksasi napas dalam, merawat luka, dan
memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita.
1. Untuk pelaksanaan proses keperawatan dengan baik, perawat
harus memiliki ilmu pengetahuan yang memadai selain itu juga
memperhatikan kesiapan sarana dan prasarana penunjang
yang diperlukan
2. Pelaksanaan asuhan keperawatan sering ditemukan
kesenjangan teori dan praktik. Sehingga diharapkan perawat
lebih meningkatkan pengetahuan.
3. Untuk meminimalkan faktor-faktor hambatan hendaknya
menjalin komunikasi yang baik, memberi informasi yang
konkrit, dan melibatkan klien dan keluarga dalam setiap
tindakan dan keputusan.
4. Dalam proses keperawatan, perawat diharapkan
menyelesaikan langkah proses Asuhan Keperawatan
berdasarkan teori yang ada dan disesuaikan dengan kondisi
klien guna mencapai hasil yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai