DISUSUN OLEH :
REZA ADI PRATAMA
RS. GOTONG ROYONG SURABAYA
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
A. Latar Belakang......................................................................... 1
5 Patofisiologi ........................................................................... 22
6. WOC ..................................................................................... 24
17. Pemulihan............................................................................. 38
A. Pengkajian ............................................................................. 39
1. Pengumpulan Data............................................................... 39
B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 44
D. Implementasi .......................................................................... 52
E. Evaluasi .................................................................................. 52
A.Penkajian ................................................................................ 53
8. Intervensi .......................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
No.telp : 082243371976
Email : rezap7748@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
A. Pendidikan Formal
1. SDN 1 Semare : Tahun 2000-2006
2. SMPN 1 Nganjuk : Tahun 2006-2009
3. SMAN 1 Nganjuk : Tahun 2009 – 2012
4. STIKES KARYA HUSADA KEDIRI (D-3 Keperawatan) : tahun
2012-2014
B. Pendidikan Non Formal
1. Pelatihan PPGD Dr.Sutomo surabaya
2. Pelatihan Rawat Luka Diabetikus Universitas Muhamadiyah
Malang
3. Pelatihan BLS Kampus Stikes Karya Husada Kediri
4. Pelatihan BTCLS/ATCLS Stikes Surya Mitra Kediri
5. Pelatihan Anestesi Dr.Sutomo Surabaya
C. Pengalaman kerja
1. Perawat Pelaksana ICU RSI Kabupaten Nganjuk
2. Perawat IGD RS.Bakti Husada Kab.Nganjuk
3. Perawat Instrumen RS.Gotong Royong Surabaya
LEMBAR PENGESAHAN
Kepala Departemen
BoeangSantoso, SSTdan ketua Kepala Instalasi
Pelaksana Pelatihan Perawat Anestesi/ Anestesiologi Dan Reanimasi
Nip. 19680418 SMF
198903 1 009 FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
Anestesiologi dan Reanimasi Surabaya
FK Unair / RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
Assalammu’alaikum,wr.wb
Syukur alhamdulillahirabil’alamin, selalu penulis panjatkan kehadiran allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah serta barokah-Nya kepada
Penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Akhir ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA TN “S” DENGAN
TINDAKAN VITRECTOMY DI RUANG GBPT LANTAI 5 RSUD DR.
SOETOMO SURABAYA. punyusunan asuhan keperawatan ini merupakan syarat
untuk menyelesaikan Pendidikan & Pelatihan Perawat Anestesi dan Reanimasi di
SMF RSUD Dr.Soetomo Surabaya mulai tanggal 08 Januari 2017 s/d 30 Desember
2017
Surabaya,Desember2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vitrektomy diperkenalkan pertama kali oleh Machemer pada tahun 1970an
sebagai metode untuk mengambil perdarahan di dalam vitreus, pada saat itu
indikasi utamanya adalah adanya perdarahanparah yang tidak bisa hilang
spontan setelah satu tahun dan lepasnya retina pada macula sentral, namun
dengan berkembangnya teknik dan instrument indikasi vitrektomy menjadi
berkembang sangat luas. Keberhaasilan tindaakan vitrektomy telah mengalami
peningkatan dalam 2 dekade terakhir, hasil pada pembedahan pada kasus
perdarahan viteus saja menunjukan bahwa 71-78% pasien mengalami
perbaikan penglihatan dalam 5 bulan setelah dilakukan vitrektomy,dan 76%
pasien memiliki ketajaman penglihatan 5/200 atau bahkan bisa lebih. Untuk
pasien dengan pelepasan retina traksi yang melibatkan fovea 55-75% pasien
mengalami perbaikan visus, dengan 2/200 dalam 5 bulan pada 40-50%
pasien.sebuah percobaan dilakukan pada 370 matayang mengalami perubahan
retina lanjut menujunkan bahwa vitrektomy ditunda sampai pelepasan retina
sentra terjadi, maka hanya 28% mata memiliki ketajaman penglihatan 10/20.
Angka keberhasilan meningkat sampai 75% jika vitrektomy di lakukan sejak
stadium awal.
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor untuk menerima rangsangan cahaya. Retina merupakan bagian
jaringan yang sangat tipis,tebalnya hampir setengah millimeter, melapisi
bagian dalam bola mata.Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai
angka 0,13% dan merupakan penyebab kebutaan ke empat setelah katarak
(0,78%), glaucoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyebab lainnya
(0,10%). Hal ini diketahui berdasarkan Survei Kesehatan Indra Penglihatan
dan Pendengaran tahun 1993 -1996. Vitrektomi adalah operasi pengangkatan
vitreus pada mata sehingga retina dapat dioperasi dan penglihatan dapat
diperbaiki.Vitrektomi dikerjakan antara lain pada: ablasio retina (retinal
detachment), mengkerutnya makula (macular pucker), retinopati diabetik
(diabetic retinopathy), infeksi bola mata (endophthalmitis), trauma mata
(benturan atau luka pada bola mata), kekeruhan vitreus, lubang makula
(macular hole), dislokasi lensa intraokuler atau katarak, branch retinal vein
occlusion (BRVO) atau sumbatan cabang vena sentralis retina, dan perdarahan
di bawah makula retina.
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konstensi mirip gel
pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air (Vaughan, 2010).
Kebeningan vitreus disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan vitreus akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (Ilyas, 2009).
Vitreous opacity adalah perubahan struktur vitreus dari transparan menjadi
struktur yang tidak transparan dan menyebabkan timbulnya gejala seperti
gambaran benang-benang, jaring laba-laba, objek-objek serupa piring-piring
kecil atau sebuah cincin tembus pandang yang tampak di lapangan
pengelihatan seseorang (Khurana, 2007).
Perubahan struktur gel vitreus seiring bertambahnya usia menyebabkan
pencairan vitreus pada bagian sentral. Yang termasuk penyebab pencairan
vitreus antara lain degeneratif seperti usia tua, miopia, retinitis pigmentosa,
post inflamasi terutama uveitis, Trauma mekanis pada vitreus (trauma tumpul
seperti perforasi), efek panas pada vitreus yang disebabkan oleh diathermi,
fotokoagulasi dan cryokoagulasi, serta efek radiasi yang menyebabkan
pencairan gel vitreus (Khurana, 2007).Karena adanya pencairan sentral pada
vitreus mengakibatkan terjadinya kolapsnya jaringan kolagen sentral seta
korteks vitreus lepas dari membran yang berbatasan dengan retina. Gejala-
gejala dari kolapsnya vitreous adalah adanya kilatan sinar (fotopsia) karena
tertariknya retina yang disebabkan lepasnya korteks dari membran pembatas.
Munculnya bintik-bintik hitam menandakan terjadinya opasitas dari bagian
permukaan posterior vitreus, yang nampak melayang-layang di depan retina.
Vitreus yang kolaps dapat dilihat secara klinis dengan adanya zona bersih
“clear zone” di depan retina. Bentuk perlekatan vitreus ke batas diskus optikus
dapat dilihat sebagai gambaran cincin opaque yang melayang di ruang vitreus
(Crick, 2003).Bila terdapat kekeruhan di dalam badan kaca maka akan terjadi
gangguan penglihatan. Gangguan ini dapat berupa suatu bercak hitam yang
mengapung dan bergerak (muscae volilantes) (Ilyas, 2009). Floaters adalah
bayangan-bayangan seperti benang-benang melayang-layang di lapangan
penglihatan (Vaughan, 2009).Keadaan ini dapat disebabkan oleh setiap benda
yang menutupi masuknya sinar (jalan sinar) ke dalam bola mata. Keadaan
yang sekecil sekalipun dapat memberikan keluhan seperti ini. Kadang-kadang
walaupun dengan pemeriksaan sangat telitipun tidak dapat ditemukan kelainan
dalam vitreus. Bila kekeruhan lebih tebal akan memberikan keluhan yang
lebih besar. Kadang-kadang terlihat sebagai pita yang melayang-layang yang
mengganggu lapangan penglihatan. Bila kekeruhan ini menutupi seluruh
masuknya sinar ke daerah makula, maka penglihatan akan sangat menurun
Bintik-bintik dan floaters di mata adalah tidak berbahaya dan hanya
mengganggu penglihatan. Kebanyakan akan hilang dengan sendirinya dan
menjadi kurang mengganggu. Beberapa orang tertarik untuk operasi
pengangkatan floaters, tetapi dokter menyarankan agar operasi dilakukan bila
penglihatan benar-benar terhalang. Pada keadaan ini, cara yang hanya dapat
dilakukan untuk membersihkan vitreus dari bintik-bintik dan jaringan-jaringan
adalah dengan mengangkat substansi gel dari mata melalui prosedur
vitrektomi (www.allaboutvision.com).
Awalnya,vitrectomy digunakan terutama untuk membersihkan kekeruhan
pada vitreous yang diakibatkan oleh adanya darah. Namun, kemajuan
teknologi dengan sistem vitrectomy yang lebih baik dan instrumentasi canggih
memungkinkan prosedur ini digunakan untuk tindakan aplikatif lain yang
lebih banyak. Saat ini, operasi vitrectomy adalah operasi cukup rutin bagi ahli
bedah vitreoretinal dan biasanya dapat dilakukan dengan aman sebagai
prosedur rawat jalan dengan hasil yang sangat baik (Chirag, 2013).
Maka dengan kemajuan penatalakssaan pada tindakan vitrektomy yang
semakin canggih maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan
pada pasien yang dilakukan tindakan vitrektomy di GBPT lantai 5
RSUD.Dr.Sutomo Surabaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi tentang mata?
2. Apa saja bagian dari mata dan fungsinya?
3. Apa pengertian dari vitrectomy?
4. Apa saja jenis vitrectomy?
5. Apa saja indikasi dilakukannya vitrectomy?
6. Bagaimana patofisiologi dari vitrectomy?
7. Apa komplikasi dari vitrectomy?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari vitrectomy?
9. Bagaimana pendidikan kesehatan yang diberikan?
10. Bagaimana proses asuhan keperawatan dari vitrectomy?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi dan pengalaman nyata dalam
mengelola dan menangani kasus pada pasien dengan vitrectomy.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian tentang vitrectomy
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari vitrectomy
3. Untuk mengetahui bagian – bagian mata beserta fungsinya
4. Untuk mengetahui jenis – jenis vitrectomy
5. Untuk mengetahui apa saja indikasi dilakukannya vitrectomy
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari vitrectomy
7. Untuk mengetahui komplikasi dari vitrectomy
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dalam vitrectomy
9. Untuk mengetahui pendidikan kesehatan yang dapat diberikan
10. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan dari vitrectomy
D. Metode Penulisan
metode deskriptif .
a. Studi Kepustakaan
b. Penelitian Lapangan
c. Interview ( Wawancara )
d. Literature
dasar.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran penulisan Tugas Akhir ini, maka penulis
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PEMBAHASAN
Di sini akan di bahas struktur dan fungsi mata. mata kita terdiri
dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya. struktur dari
mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi Sklera,
Konjungtiva, Kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, Humor
aqueus, serta Humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau
kerjanya sendiri. aku bahas satu-satu aja kali yah mengenai struktur dan
fungsi mata, dimana masing-masing dari struktur mata mempunyai
fisiologi mata itu sendiri.
2. BAGIAN – BAGIAN MATA DAN FUNGSINYA
Adapun Ilmu yang membahas dan mengkaji susunan bagian-bagian
pada mata ini disebut dengan anatomi Mata. Bagian-bagian cukup banyak
diantaranya: Badan bening (mata), Beranda depan (mata), Fovea, Kornea,
Koroid, Lensa mata, Otot siliaris, Plica semilunaris dari konjungtiva,
Pupil, Reseptor warna, Retina, Sel batang (penglihatan), Sel fotoreseptor,
Selaput pelangi, dan Sklera.
a. Organ Luar
1) Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima
2) Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola
mata
3) Kelopak mata ( Palebra) berfungsi untuk menutupi dan
melindungi mata
b. Organ dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya
dari sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf
manusia. Bagian-bagian tersebut adalah:
1) Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya
dari sumber cahaya.
2) Sklera
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya
rata- rata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3
milimeter.
3) Pupil dan iris
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam.
Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan
akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil
dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai
diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada
mata.
4) Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada
retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga
cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek
yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis.
Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari
dekat), lensa mata akan menebal.
5) Retina atau Selaput Jala
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya,
khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah
retina, cahaya diteruskan ke saraf optik. Retina juga mempunyai
beberapa fungsi, antara lain :
a) Retina Sebagai Detektor Cahaya
Retina mengubah bayangan cahaya menjadi impuls listrik
saraf yang dikirim ke otak. Penyerapan suatu foton cahaya
oleh sebuah fotoreseptor menimbulkan suatu reaksi fotokimia
di fotoreseptor yang melalui suatu cara akan memicu
timbulnya sinyal listrik ke otak, yang disebut suatu potensial
aksi. Foton harus di atas energy minimum untuk dapat
menimbulkan reaksi.
(1) Ada 2 tipe umum reseptor cahaya di retina, yaitu :
(a) Sel Kerucut
1. Jumlahnya sekitar 6,5 juta di masing-masing
mata
2. Digunakan untuk penglihatan siang hari
(fotopik)
3. Berguna untuk melihat detail halus dan
mengenali beragam warna
4. Tersebar di seluruh retina, terutama di fovea
sentralis
5. Memiliki sensitivitas maksimum di panjang
gelombang sekitar 550 nm pada region
kuning hijau.
(b) Sel Batang
1. Jumlahnya sekitar 120 juta di masing-masing
mata
2. Digunakan untuk penglihatan malam hari
(skotopik)
3. Berguna untuk penglihatan perifer
4. Tidak tersebar merata di retina namun
memiliki kepadatan maksimum di sudut sekitar
20̊
5. Memiliki sensitivitas maksimum di panjang
gelombang sekitar 510 nm pada region biru-
hijau
b) Pembedaan Warna
(1) Penglihatan warna terjadi melalui dua tingkatan proses,
yaitu pada tingkat reseptor sesuai dengan teori triwarna,
sedangkan pada saraf optik dan di luarnya sesuai
dengan teori antagonis.
(2) Teori triwarna menganggap bahwa pada retina terdapat
3 macam pigmen yang mempunyai penyerapan
maksimum terhadap warna biru, hijau, dan merah pada
spectrum. Pigmen-pigmen ini terdapat pada reseptor
secara terpisah yang masing-masing mengirimkan
impuls-impuls yang dapat dibedakan ke otak. Teori
antagonis menganggap bahwa retina mempunyai
aktivitas yang lebih kompleks. Ada 6 macam tanggapan
retina yang terjadi dalam bentuk pasangan antagonistik.
Rangsangan yang menghasilkan setiap tanggapan
tunggal dapat menekan kegiatan anggota pasangan lain.
(3) Ukuran saraf batang dan kerucut yang begitu kecilnya,
jika dikombinasikan dengan indeks bias relatifnya yang
tinggi menunjukkan bahwa mereka dapat bertindak
sebagai pemandu gelombang optik, yang secara selektif
mentransmisikan energi hanya di dalam suatu pita
gelombang karakteristik sempit bagi saraf batang atau
kerucut. Secara teoritis, energi cahaya dalam suatu
pemandu yang berupa serat ditransmisikan dalam
bermacam ragam yang karakteristik, artinya, ada
selektivitas warna dalam retina.
(4) Kepekaan Dan Ketajaman Mata
(a) Ada tiga macam ukuran kepekaan / ketajaman mata,
yaitu :
1. Ambang kuantum
Ambang kuantum merupakan jumlah minimum
foton yang diperlukan untuk merangsang sebuah
tanggapan sensor. Ambang kuantum ini berperan
untuk menentukan ketajaman penglihatan
seseorang di tempat gelap – seseorang dengan
ambang kuantum yang baik, akan memiliki
penglihatan yang lebih baik di tempat gelap,
artinya dengan sedikit foton saja sudah mampu
mengaktifkan sensor optikus (sel batang dan
kerucut).
2. Ambang penerangan
Ambang penerangan merupakan ukuran kepekaan
relatif mata terhadap cahaya dengan aneka
macam panjang gelombang. Penglihatan untuk
adaptasi gelap disebut skotopik dan terang
disebut fotopik.
3. Ketajaman
Ketajaman yang dimaksud merupakan ukuran
ketajaman penglihatan dan diukur dengan
pemisahan sudut minimum terhadap dua buah
objek dan bukan satu. Batas terendah teoritis
untuk resolusi dua buah titik cahaya adalah
sebesar 0,1 mrad, sedangkan pada kenyataannya,
dengan penglihatan paling tajam dan kondisi
yang optimum manusia dapat memisahkan sudut
pemisahan sekitar 0,2 mrad.
6) Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk
menuju ke otak.
7) Palpebra
a) Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya yang
berlebihan
b) Tdd : Palpebra superior dan inferior
c) Permukaan suferficial ditutupi oleh kulit dan permukaan
dalam diliputi oleh membran mukosa conjunctiva
d) Conjunctiva membentuk ruang potensial yaitu saccus
conjunctivalis
e) udut lateral fissura palpebra lebih tajam dari medial
f) Sudut medial dan bola mata dipisahkan oleh rongga sempit
(lacus lacrimalis) dan terdapat tonjolan kecil ( caruncula
lacrimalis)
8) Bola mata
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh
cairan:
a) Segmen anterior
Dimulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus
yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di
dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian
(bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik
posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam keadaan
normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu
melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar
dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris
b) Segmen posterior
Mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,
berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola
mata
9) Lapisan Bola Mata
a) Mata tertanam pada adiposum orbitae, terdapat 3 lapisan :
(1) Tunika fibrosa :
(a) Bagian posterior yang opak
(b) Sclera
(c) Bagian anterior yang transparan
(d) Cornea
(2) Tunika Vasculosa Pigmentosa :
(a) Choroidea
(b) Corpus Cilliary
(c) Iris dan pupil
(3) Tunika Nervosa :
Retina
10) Otot-Otot Penggantung Bola Mata
B. DEFINISI VITRECTOMY
Vitrectomy adalah operasi untuk rnenghilangkan badan kaca atau
vitreus (jelly bening seperti kaca) dari dalam bola rnata. Agar dapat mengerti
bagaimana dan kenapa vitrektomi dilakukan, sangatlah penting untuk
mengetahui bagaimana cara mata bekerja.
Vitrectomy adalah operasi mikro yang dilakukan di ruang operasi.
Pembiusan dapat dilakukan iokal atau umum. Untuk prosedur yang lebih
rumit, pembiusan umum lebih disukai. Dua atau tiga sayatan tipis pada sclera
akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat diselipkan ke mata seperti
larnpu fibreoptik, pemotong vitreus, gunting halus, dan alat laser, Cairan
vitreus akan digantikan bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan
cairan tubuh, udara atau gas. Cairan vitreus tidak akan terbentuk lagi dan
mata dapat berfungsi tanpa vitreus.
Vitrectomy atau nama lainnya dengan Pars Plana Vitrectomy (PPV),
masuk ke dalam mata dengan cutter tipis diameter dan hisap instrumen 0.5-1
mm, gel transparan yang mengisi kesenjangan di wilayah yang luas di
belakang mata, yaitu mengambil dari mana vitreous adalah bongkar parsial
atau lengkap. Pemakaian vitreous, retina dan ahli bedah vitreoretinal
memungkinkan akses ke patologi terjadi di dalamnya.
Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh
perlahan-lahan.dan selanjutnya akan menyebabkan kebutaan. Insiden
kebutaan pada penderita diabetes mellitus adalah 25 kali lebih tinggi dari
populasi normal.
Makin lama seseorang rnenderita diabetes mellitus, semakin tinggi
kemungkinan ia akan menderita retinopati diabetika- Sekitar 80% orang yang
sudah menderita diabetes mellitus selama 15 tahun akan terserang oleh
retinopati diabetika.
Mata kita bekerja seperti sebuah kamera. Pupil rnata akan mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke dalam rnata. Kornea dan lensa memfokuskan
cahaya pada retina. Retina adalah lapisan syaraf yang peka terhadap cahaya
yang melapisi dinding mata bagian dalam. Gambar yang didapatkan oleh
retina akan dikirimkan keotak melalui syaraf optik.
Vitreus adalah cairan bening seperti jelly yang mengisi sekitar dua per
tiga dari volume mata. Vitreus terdiri dari 99% air dan sisanya adalah serat
collagen, dan protein. Vitreus melekat erat pada beberapa tempat di retina,
dan hai ini yang dapat menimbulkan masalah pada keadaan tertentu. Bagian
putih yang menyelubungi mata disebut sklera.
Langkah awal yang dilakukan dalam tindakan vitrektomi adalah
lubang dibor untuk memasuki vitrectomy mata, kornea adalah lapisan
transparan yang kami buat bahwa operasi ini disebut pars plana 3-4 mm di
belakang vitrectomy pars plana. Vitrectomy lapisan terlihat kita sebut sclera
putih membuka tiga lubang. Cair dimasukkan ke dalam mata dengan garis
lubang infus. Cairan ini menggantikan vitreous dihapus selama operasi
vitrectomy. Sumber cahaya dimasukkan melalui lubang lainnya berorientasi
pada mata selama operasi.
Pemotong vitreous dimasukkan ke dalam lubang ketiga menelan
membagi vitreous menjadi potongan-potongan kecil. Selama operasi bedah
untuk melihat bagian dalam mata menggunakan mikroskop operasi dan
berbagai lensa. Sebagian besar waktu dibuat sedasi mata dengan anestesi
lokal saja. Setelah selesai, pasien bisa pulang.
1. JENIS VITRECTOMY
Sesuai dengan ketebalannya, vitrectomy dibedakan menjadi 3 jenis,
antara lain :
a. Skala-20 instrumen yang digunakan selama vitrectomy (0,9
mm)Skala-20 adalah diameter besar-besaran dari lubang bor di
vitrectomy sclera luas dan operasi diperlukan untuk mengambil
pada akhir menjahit
b. Skala-23 (0,64 mm) yakni dibor lubang di sklera
c. Skala-25 (0,5 mm diameter)
Disebut vitrectomy mulus. Pada skala-25 penjahitan
dilakukan sangat kecil, instrumen mikro yang digunakan.Ini adalah
instrumen mikro dimensi terlalu kecil, tidak perlu dijahit ke sklera
di lubang.Selain itu, konjungtiva tidak harus dibuka sepenuhnya
operasi mulus dihentikan.keuntungan dari vitrectomy mulus yaitu
komplikasi bedah sedang dihapus setelah jahitan terlihat, jahitan
tidak terhubung ke permukaan iritasi di mata tumbuh lebih cepat
datang ke tampilan lama dan kenyamanan pasien.
Operasi vitrectomy mulus, periode pasca operasi hanya
menyediakan kenyamanan pasien dan penampilan estetika.Sejak
membuka konjungtiva, dimana kerusakan pada sel-sel
menguntungkan pada pasien dengan penyakit kornea atau
konjungtiva seperti mata kering.Selain itu, pembukaan dan
penutupan konjungtiva dan sclera tidak perlu waktu operasi
dipersingkat.Pasien yang menjalani operasi dengan anestesi lokal
telah menarik stres sehingga lebih sedikit operasi.Keuntungan lain
dari operasi vitrectomy mulus juga terjadi pada anak-anak.Ketika
mata pada anak-anak kecil, penggunaan instrumen mikro standar
untuk membuat kesulitan dalam hal teknis, dan meningkatkan
kejadian komplikasi.Akibatnya, metode operasi pasca-vitrectomy
mulus memperpendek masa pemulihan dan masa operasi,
permukaan mata mengurangi iritasi dan meningkatkan kenyamanan
pasien.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. PemeriksaanRadiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan
ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan
ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa,
retina.
b. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat
“scanning” dari organ tersebut
c. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography
Mengkaji nilai normal tekanan bola mata (norma l12-25 mmHg)
d. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop
Mengkaji struktur internal dari okuler, papil edema, retina hemoragi
e. PemeriksaanLaboratorium
Seperti SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder
f. Pemeriksaan kultur
Untuk mengetahui jenis kumannya
g. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi,
dan tonografi, maupun funduskopi
5. PATOFISIOLOGI
Operasi vitrectomy dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum.
Ketika mata warna sisi depan muncul (dari iris (di depan iris memberikan
warna mata) putaran, kaca transparan yang terlihat seperti aladur kornea
disebut daerah luar membuat tiga entri dengan sclera sayatan mikro di
bagian putih (biasanya Pars Plana disebut berwarna bagian dekat daerah)
operasi dilakukan. Cairan dimaksudkan untuk mengatur tekanan intraokular,
masukan lainnya untuk tujuan tampilan dan vitrektomy sumber cahaya
(cutter dan perangkat suction) digunakan untuk memasukkan instrumen.
Lensa operasi vitrectomy atau kontak sistem pencitraan non contact
untuk melihat ke dalam mata pasien di bawah mikroskop operasi dengan
bantuan tujuan ini dikembangkan perangkat vitrectomy teknologi tinggi,
perangkat laser (untuk menyisipkan air mata retina) dibuat dengan
menggunakan. Tergantung pada keparahan penyakit atau jenis cairan di
dalam mata mata Anda daripada udara, gas, mungkin perlu zat penyangga
seperti silikon. Air atau silikon, perawatan pasca operasi untuk penyakit
pada mata. Dapat dikatakan untuk kembali lagi di silikon. Lainnya, yang
diserap dari udara dan gas sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, trans-
konjungtiva (biasanya operasi dapat diselesaikan tanpa menerapkan jahitan)
sistem vitrectomy telah digunakan dengan tehnik operasi mulus dengan
sangat sedikit masukan dengan menciptakan efek samping yang minimal.
Pendarahan di dalam cairan intraokular (vitreous) akan terjadi, jika terdapat
benda asing pada intraokular atau terjadi infeksi pada retina (lapisan
jaringan saraf mata). Untuk mendapatkan kembali ke struktur anatomi asli.
Perdarahan, sel inflamasi, jika benda asing dan jaringan parut mengganggu
fungsi visual sebagai hambatan yang terdeteksi mencapai retina, itu harus
dikoreksi dengan vitrectomy.
6. WOC
Inflamasi Perubahan
intraokuler/tumor degeneratif dalam
vitreus
Konsentrasi asam
hidlorunat berkurang
Tarikan retina
MK : Resti Infeksi
Robekan retina
8. TAHAPAN OPERASI
a. Menjelang operasi :
1) Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai
tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi
disertai dengan tandatangan
2) Persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan
operasi (Informed consent)
3) Mengatasi kecemasan
4) Membatasi aktivitas
5) Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi
pergerakan bola mata
6) Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk
mencegah akomodasi dan kontriksi
7) Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi
8) Penderita puasa minimal 6-8 jam sebelum operasi (bila dilakukan
anestesi umum)
b. Tahapan operasi :
Langkah awal yang dilakukan dalam tindakan vitrektomi adalah
lubang dibor untuk memasuki vitrectomy mata, kornea adalah lapisan
transparan yang kami buat bahwa operasi ini disebut pars plana 3-4 mm
di belakang vitrectomy pars plana. Vitrectomy lapisan terlihat kita sebut
sclera putih membuka tiga lubang. Cair dimasukkan ke dalam mata
dengan garis lubang infus. Cairan ini menggantikan vitreous dihapus
selama operasi vitrectomy. Sumber cahaya dimasukkan melalui lubang
lainnya berorientasi pada mata selama operasi. Pemotong vitreous
dimasukkan ke dalam lubang ketiga menelan membagi vitreous
menjadi potongan-potongan kecil. Selama operasi bedah untuk melihat
bagian dalam mata menggunakan mikroskop operasi dan berbagai
lensa. Sebagian besar waktu dibuat sedasi mata dengan anestesi lokal
saja, akan tetapi dalam kondisi lain jenis anestesi bisa berbeda,
disesuaikan dengan kondisi pasien tersebut.
c. Perawatan Post Operasi :
1) Istirahatkan pasien (bed rest total) minimal dalam 24 jam pertama
2) Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama
3) Evaluasi penutup mata, setelah operasi mata harus tetap tertutup
sampai kontrol pertama kecuali dinyatakan lain (pasien dapat
mengganti kapas penutup mata setiap hari)
4) Bantu semua kebutuhan ADL
d. Pendidikan Kesehatan :
1) Pendidikan kesehatan diberikan baik kepada klien maupun
keluarganya
2) Pemberian obat-obatan dan konsistensi waktu sangat perlu
diperhatikan
3) Perawatan dan pengobatan sesuai program
4) Hindari pergerakan mendadak yang dapat menyebabkan TIO
meningkat seperti batuk, bersin, mengejan, sexual intercouse
5) Hindari aktifitas membaca dalam minggu pertama setelah operasis
9. ANESTESI UMUM
Anestesi Umum Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum masih dibagi lagi
menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan parenteral.
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum,
yaitu meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada
penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan
tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-
lain.
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anestesi yang ideal terdiri dari
a. hipnotik
b. analgesia
c. relaksasi otot
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi
kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak,
sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui
stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan
itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis
anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap):
1) Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga
hilangnya kesadaran.
2) Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga
mulainya respirasi teratur, mungkin terdapat batuk,
kegelisahan atau muntah.
3) Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga
berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
a) Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
b) Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga
mulainya paralisis interkostal.
c) Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total
paralisis interkostal.
d) Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis
diafragma.
e) Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma
hingga cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu
sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan
sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan
benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam
berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat diberbagai
area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system
limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit
setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi
obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika
sebelumnya
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi,
basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang
dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemeliharaan
selama anestesi. Obat ini dikontra indikasikan pada keadaan sensitive
terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi
pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.
14. INDUKSI
Induksi Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah
campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil,
1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 1-2,5
mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.
15. PEMELIHARAAN
a. Pemeliharaan pada kasus ini menggunakan Isoflurane :
Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat
danpemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi.
Seperti halnya halotan dan enfluran, Isoflurane berefek
bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-muntah, dan bersifat
kompatibel dengan epineprin. Efek penurunan tekanan darah sama
besarnya dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme kerjanya.
Halotan menurunkan tekanan darah, terutama dengan mendepresi
miokardium dan sedikit vasodilatasi. Ethrane menurunkan tekanan
darah dengan mendepresi miokardium dan vasodilatasi perifer.
Isoflurane menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi
perifer dan hampir tidak mendepresi miokardium.
b. Indikasi
Untuk inhalasi umum inhalasi baik sebagai induksi maupun
maintenance anestesi.
c. Kontra Indikasi
1) Sangat sensitive terhadap obat anestesi halogen.
2) Diketahui atau dicurigai mudah mengalami demam yang hebat
(malignant hyperthermia).
3) Pernah mendapat anestesi isoflurane atau obat halogen lainnya dan
terjadi ikterus atau gangguan fungsi hepar atau eosinophilia pada
masa pasca anestesi.
4) Kasus obstetric.
5) Nonselective MAO Inhibitor.
d. Farmakologi
1) Isofluran merupakan suatu eter metil etil berhalogenasi yang tidak
menyala.
2) Mempunyai tekanan uap sekitar 238 mm Hg pada 20 ºC dan
mendidih pada 48,5 ºC(760 mm Hg tekanan atmofer). Dalam hal
ini isoflurane serupa dengan anestetik volatil lainnya dan dapat
diberikan melalui vaporisator standar.
3) Memiliki MAC dalam oksigen sebesar 1,15% atm dan dalam 70 %
oksida nitrosa sebesar 0,5 %.
4) Koefisien partisi darah/gas adalah 1,4. Kelarutan yang menengah
dalam darah ini dikombinasi dengan potensi yang tinggi berarti
suatu induksi anestesia yang cepat.
5) Setelah pemberian 30 menit ratio konsentrasi alveoler terhadap
konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,73.
e. Dosis
Isoflurance 1,15 % dalam oksigen murni, dan menjadi 0,5 % bila
diberikan bersama Nitrous Oxide 70 % dalam oksigen. Isoflurane
harus diberikan menggunakan vaporizer
MAC
KONSENTRASI KONSENTRASI
OXYGEN N2O
UMUR 100 % 70 %
g. Efek samping
Hypotensi, Depresi pernafasan, Arrythmia, Kenaikan leukosit,
Menggigil, Rasa mual dan muntah, Kenaikan denyut nadi yang ringan,
Broncospasme, Gangguan fungsi hepar
16. PENATALAKSANAAN
Isofluran harus disimpan dalam kamar dengan suhu 15 – 30 ºC.
waktu kadaluarsa 5 tahun.
c) Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan
berdasarkan defisitcairan selama operasi ditambah
kebutuhan sehari-hari pasien.
17. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau
recoveryroom yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau
anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan kebangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat
terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA
PASIEN YANG AKAN DILAKUKAN TINDAKAN
VITRECTOMY
A.PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia
keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara
laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah
penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada
penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil,
adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan
tajam penglihatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang
berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi
tinggi, retinopati, trauma pada mata.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien dan miopi tinggi.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pengkajian klien bedah meliputi evaluasi faktor-faktor fisik dan
psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam
pengkajian menyeluruh terhadap klien, dan berbagai masalah klien atau
diagnosis keperawatan dapat diantisipasi atau diidentifikasi dengan
dibandingkan pada data dasar, meliputi :
a. B1 (BREATHING)
1) Apakah ada riwayat sesak nafas atau penyakit saluran
pernafasan yang lain
2) Pemeriksaan fungsi paru dan analisa gas darah (AGD)
3) Apakah pasien mempunyai riwayat merokok
b. B2 (BLOOD)
1) Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler
2) Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit hipotensi atau
hipertensi
3) tanda-tanda vital
4) Riwayat perdarahan
5) Kadar elektrolit darah
6) Pemeriksaan ECG
c. B3 (BRAIN)
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen,yaitu:
a. Pemeriksaan Segmen Anterior :
a) Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya
pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan
bengkak
b) Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan
lensanya adalah jernih
c) Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien akan melebar
sebagai akibat dari pemberian atropin
d) Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam
e) Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post
operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya
b. Pemeriksaan Segmen Posterior :
a) Corpus vitreum ada kelainan atau tidak
b) Ada atau tidak pupil syaraf optiknya
c) Pemeriksaan diagnostik
d) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan
atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih
ada Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen chart
yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang
dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk
jarak tertentu
e) Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna
retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.
c. B4 (BLADDER)
a) Status asam basa dan metabolisme
b) Adakah riwayat nefritis akut, insufisiensi renal akut
c) Fungsi Endokrin :
(1) Riwayat penyakit diabetes
(2) Kadar gula darah
(3) Riwayat penggunaan kortikosteroid atau steroid (resiko
insufisiensi adrenal)
d) Riwayat puasa lama
4) B5 (BOWEL)
a) Mengukur tinggi dan berat badan
b) Mengkaji kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen
c) Asupan makanan pre-operatif
Keadaan khusus :
(1) Obesitas : jaringan lemak rantan terhadap infeksi,
peningkatan masalah teknik dan mekanik (resiko
dehisensi), dan nafas tidak optimal
(2) Penggunaan obat dan alcohol : rentan terhadap cedera,
malnutrisi, dan tremens delirium
5) B6 (BONE)
a) Warna kulit, kelembaban, tekstur, suhu, turgor kulit
b) Terapi Medikasi Sebelumnya :
c) Obat-obatan yang dijual bebas dan frekuensinya
d) Kortikosteroid adrenal : kolaps kardiovaskuler
4. Pertimbangan Gerontologi
1. Penyakit kronis
2. Ketakutan lansia divonis sakit berat — bohong (tidak
melaporkan alasan)
3. Fungsi jantung
4. Fungsi ginjal
5. Aktivitas gastrointestinal
6. Dehidrasi, konstipasi, malbutrisi
7. Keterbatasan sensori penglihatan
8. Penurunan sensitivitas sentuhan
9. Riwayat cedera, kecelakaan dan luka bakar
10. Arthritis
11. Keadaan mulut (gigi palsu)
12. Kajian integumen (kulit) : gatal-gatal, penurunan lemak —
perubahan suhu tubuh
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
C.RENCANA KEPERAWATAN
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan apa yang terjadi selama Pengetahuan tentang apa yang
periode pra operasi dan pasca operasi, diper-lukan membantu
termasuk test laboratorium pra op, mengurangi ansietas dan
persiapan kulit, alasan status puasa, meningkatkan kerjasama klien
obat-obatan pre op, aktifitas area selama pemulihan,
tunggu, tinggal diruang pemulihan dan mempertahankan kadar analgesik
program pasca operasi. Informasikan darah konstan, memberikan
klien bahwa obatnya tersedia bila kontrol nyeri terbaik.
diperlukan untuk mengontrol nyeri,
anjurkan untuk memberitahu nyeri dan
meminta obat nyeri sebelum nyerinya
bertambah hebat.
3. Denganmengungkapkan perasaan
Biarkan klien dan keluarga
membantu pemecahan masalah
mengungkapkan perasaan tentang
dan memungkinkan pemberi
pengalaman pembedahan, perbaiki jika
perawatan untuk mengidentifikasi
ada kekeliruan konsep. Rujuk
kekeliruan yang dapat menjadi
pertanyaan khusus tentang
sumber kekuatan. Keluarga
pembedahan kepada ahli bedah.
adalah sistem pendukung bagi
klien. Agar efektif, sistem
pendukung harus mempunyai
mekanisme yang kuat.
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu kliendan keluarga dalam Klien dan keluarga
menghadapi kekhawatiran terhadap mengetahui segala sesuatu
situasi: resikonya, pilihan yang ada serta yang mungkin dapat
bantuan yang didapat menyebabkan
kekhawatiran serta dapat
mengatasi nya
4.
Bantu anggota keluarga untuk mengubah Harapan yang tidak
harapan-harapan klien yang sakit dalam realistis membuat kelurga
suatu sikap yang realistis berpikir tidak objektif
Rencana Tindakan :
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji skala nyeri Mengetahui seberapa
nyeri yang di alami klien
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Menetukan kemampuan visual
Rencana Tindakan:
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Periksa adanya perlukaan Dengan mengkaji
perlukaan dapat mencegah
terjadinya perlukaan yang
lebih parah
D.IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien
E.EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya
BAB III
TINJUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN TN.S
DENGAN TINDAKAN VITRECTOMY DI RUANG GBPT
LANTAI 5 RSUD.DR.SUTOMO SURABAYA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Berat Badan : 60 kg
Alamat : Ngringin Kalitidu
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama : Pandangan mata kanan kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang di Poli mata RSUD dr. Soetomo Surabaya dengan
keluhan pandangan mata kanan kabur sejak satu setengah bulan yang
lalu. Sebelumnya sekitar dua bulan yang lalu mata kanan pasien
terbentur tiang, semenjak itu pasien merasa pandangan mata kanannya
kabur dan ada bayangan hitam, riwayat pengobatan mata sebelumnya
disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit DM, hipertensi, jantung disangkal, pasien
mempunyai riwayat penyakit asma dan alergi sea food.
3. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : Airway = Jalan nafas bebas, nafas spontan,gerak leher
bebas, protusi mandibula (-), buka mulut 3 jari, jarak
mentohyoid 3 jari, jarak hyothiroid 1 jari, leher pendek (-),
malampathy 2, tidak di temukan adanya gigi goyang, sulit
ventilasi (-)
Breathing = SR, RR 18x/mnt, Rh -/-, Wh -/-, SpO2 : 98 %
dengan O2 21 %
B2 (Blood) : TD 120/70mmHg, Nadi 62 x/menit, Suhu 3660C, CRT < 2
detik, perfusi hangat, kering, merah, EKG irama sinus
B3 (Brain) :GCS E4V5M6, pemeriksaan mata VOD 6/40, VOS 6/6,
FOD : retinal detachment arah jam 5-2, tear (+) arah jam
11, 12 & 7, mokula (+), reflek cahaya (+/+), VAS : 4
B4 (Bladder) : BAK spontan, produksi urine (+)
B5 (Bowel) : Abdomen supel, Bising Usus (+)
B6 (Bone) : edema -/-
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium :
Tanggal 15 Juli 2017
Hb : 16, 1 g/dl
Hct : 47,5
Leukosit : 6.500
Trombosit : 237.000
BUN : 11 mg/dl (Normal: 10-20)
Albumin : 3,5 gr/dl (Normal: 3,4-5)
Kreatinin serum : 1 mg/dl (Normal: 0,5-1,2)
SGOT : 18 U/L (Normal: < 41)
SGPT : 19 U/L (Normal: < 38)
PPT : 10,8 detik (Normal: 9 – 12 detik)
APTT : 23,6 detik (Normal: 23 – 33 detik)
GDP : 102 mg/dl (Normal: 0,50 – 1,20)
Natrium : 139 mmol/I (Normal: 136-144)
Kalium : 4,3 mmol/I (Normal: 3,8-5)
Klorida : 106 mmol/I (Normal: 97-103)
b. EKG tanggal : 15 Juli 2017
Hasil : irama sinus 62x/menit, aksis normal
c. CXR tanggal : 15 Juli 2017
Hasil : Cor besar dan bentuk dalam batas normal
1) Informed consent
2) Puasa makan sejak pukul 00.00 WIB, puasa minum sejak pukul
04.30 WIB
3) Infus RL 80 cc/jam semenjak puasa
4) Siap alat dan obat di OK GBPT lt. 5
b. Di OK GBPT lt 5 ( 17 Juli 2017)
Jam 10.50 WIB : Intubasi oral sleep apneu, fix (+), Cuff (+), ETT
biasa No. 7,5 sudut bibir kiri 21cm
Induksi : 1. Midazolam 3mg
2. Fentany
3. Propofol 60+60mg
4. Rocuronium 40mg
6. Status Anestesi
1) Pre Operatif
Pasien sebelumnya dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
hasilnya adalah :
TD : 120/70 mmHg
N : 62 x/menit
RR : 18 x/menit
BB : 60 kg
Midazolam 2,5 mg – IM
Pethidin 50mg-IM
:Fentanyl 50 mcg - IV
:Propofol 60+60 mg - IV
:Rocurorium 40 mg – IV
f. Posisi : Supine
Urine : spontan
Darah : minimal
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang dapat terjadi antara lain :
a. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
operasi.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan discontinuitas
jaringan dan syaraf akibat trauma
8. INTERVENSI
Dx 1: cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi.
No
Tanggal/ jam Implementasi Evaluasi
Dx
1 17-7-2017 1. Memberikan S:
10.00 WIB kesempatan kepada 1. Klien mengatakan sudah
klien untuk mengerti tentang
mengungkapkan rasa penyakitnya
cemasnya. 2. Klien mengatakan sudah
a. Memperkenalkan mengerti tentang prosedur
diri kepada pasien anestesi yang akan
b. Mendengarkan apa dilakukan.
yang disampaikan
pasien O:
2. Menciptakan suasana 1. Wajah klien tampak
tenang dan nyaman. tenang dan rileks.
a. Menyampaikan 2. Klien kooperatif dalam
kepada petugas lain tindakan
untuk tidak 3. TD 120/79 MmHg, HR
menimbulkan 78x/menit, RR :18x/menit
kegaduhan A : masalah cemas teratasi
3. berkolaborasi dengan P : intervensi dihentikan
tim medis dalam
menjelaskan tentang
penyakit klien
3. berkolaborasi dengan tim
medis dalam menjelaskan
tentang prosedur anestesi
yang akan dilakukan
4. Berkolabarasi dengan
dokter dalam pemberian
premedikasi
-Sulfat Atropin 0,25mg/im
Berdasarkan studi kasus pada pasien atas nama Tn. S dengan vitrectomy
di OK GBPT lt. 5 RSUD dr. Soetomo bulan Juli 2017, menunjukkan bahwa
vitrectomy merupakan tindakan yang sering dilakukan guna meminimalkan resiko
terjadinya kerusakan pada mata yang meliputi bagian – bagian mata beserta
fungsinya. Adapun dari hasil kajian penulis merangkum dan menjabarkannya
sebagai berikut :
Dari data pengkajian pada pasien Tn.S di dapatkan keluhan utama yang
muncul adalah pandangan mata kanan kabur dan mata terasa kering hal ini sesuai
dengan teori yang di jelaskan pada BAB 2 menurut teori Daarling,V.H.
Untuk pemeriksaan yang telah dilakukan didapatkan adanya beberapa
kesamaan hasil sesuai teori yang penulis ambil di bagian BAB 2 yaitu
pemeriksaaan mata VOD 6/40, VOS 6/6, FOD: retinal detecment arah jam 5-2,
tear (+) arah jarum jam 11-12 &7, mokula (+), reflek cahaya (+/+).
Untuk gejala yang muncul adaa ksesamaan yang muncul yaitu pandangan
mata kabur , mata terasa kering, sering sakit kepala sesuai dengan teori yang di
angkat oleh penulis.
Sedangkan untuk penatalaksanan dilakukan tindakan vitrectomy dengan
rencana anestesi general anestesi dengan intubasi, hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Wijana,Nana (2003).
Untuk pembahasan seanjutnya adalah masalah keperawatan yang muncul
dalam tindakan vitrectomy,dalam hal ini penulis menemukan kesamaan masalah
keperawatan yang muncul yaitu pada pre operasi dalam teroi membahas tentang
rasa cemas yang di alamai oleh pasien sebelum akan dilakukan tindakan
pembedahan dan untuk masalah selanjutnya tidak didapatkan masalah kurangnya
pengetahuan pasien terhadap proses penyakit,di karenakan pasien selama di rawat
di rumah sakit sering membaca artikel dari sumber majalah dan situs internet
masalah penatalaksanaan tindakan vitrectomy sehingga pasien sudah tau tentang
proses penyakitnya, tetapi karena pasien baru menjaani tindakan operasi pasien
merasa takut saat sudah di ruangan operasi. Setelah dilakukan kajian serta di
berikan tindakan asuhan keperawatan dengan intervensiyang telah di buat maka
penulis mendapatkan hasil dan mencapai tujuan dalam kurun waktu 1x2 jam ini di
tandai dengan pasien sudah tidak merasa cemas karena akan dilakaukan proses
pembedahan pada mata. Pasien mulai tampak tenang pasien mulai koperatif
dengan tenaga medis dengan hasil TTV sebagai berikut TD: 120/70, N: 62x/m,
RR:18x/m.
Pada masalah keperawatan selanjutnya setelah pasien selesai dilakuakan
tindakan pembedahan vitrektomy masalah yang muncul adalah pasien mengeluh
nyeri di bagian mata yang telah di operasi atau dilakukan pembedahan yaitu mata
sebelah kanan, keluhan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Indriana N
istiqomah (2005) tentang penatalaksanaan pasien post op dengan tindakan
pembedahan vitrektomy, dalam pengkajian penulis mendapatkan keluhan pasien
yaitu pasien mengeluh mata sebelah kanan terasa nyeri ddengan skala nyeri 4.
Dengan kajian dan dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 1 jam
terhadap pasien dengan cara mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan
kolaborasi dengan tim dokter untuk mendapatkan analgetik pasien mengaatakan
neri mulai berkurang dari skala 4 ke skala 2 di tandai dengan TTV sebagai berikut
: TD: 120/79 ,N:78x/m, RR:18x/m.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa dalam tinjuan teori dan
pengaplikasian ke pasien secara garis besar adanya kesamaan mulai dari mencari
data saat di lakukan pengkajian,masalah keperawatan yang muncul, tindakan
/impementasi padan pasien serta evaluasi yang di lakukan ke pasien sama dengan
teori yang di angkat oleh penulis.
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesimpulan pada
pasien yang akan dilakukan tindakan vitrectomy. Kesimpulan yang
didapatkan adalah setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien Tn.S dengan tindakan vitrectomy di ruang GBPT LT 5 RSUD
DR.Sutomo surabaya adalah banyak kesamaan antara teori dan
pengaplikasian/ keluhan ke pasien dengan penyakit dan tindakan yang
sama. Dan yang harus diperhatikan adalah pemilihan anestesi yang akan di
gunakan pada pasien yang dilakukan tindakan vitrektomy harus
dipertimbangkan dengan bijak antara anestiolog dan ahli bedah agar
kemungkinan gagal dalam operasi tidak terjadi,karena pada tindakan
vitrektomy yang tergolong operasi mikro sangat berbahaya bahkan
gerakan kepala sedikit saja bisa berakibat fatal.
II. SARAN
1. Bagi perawat
Diharapkan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
hendaknya menjalin hubungan kerjasama antara klien dan perawat
agar data yang diperoleh lebih akurat untuk memberikan asuhan
keperawatan anestesi khususnya pada pasien yang akan dilakukan
tindakan vitrektomy karena tindakan ini menggunakan alat yang
canggih dan harus berhati-hati dalam melakukan tindakannya.
Sehingga butuh bimbingan oleh setiap perawat senior yang bekerja
di rumah sakit.
2. Bagi pasien atau klien keluarga pasien
Diharapkan keterlibatan dan kerjasama antara pasien dan
perawat sehingga didapatkan proses keperawatan yang
berkesinambungan, cepat, tepat dan efisien kepada pasien.
3. Bagi rumah sakit
Tidak semua rumah sakit memiliki alat untuk pembedahan
vitrectomy, sehingga tetap menjaga mutu dan kualitas setiap tim
yang melakukan tindakan vitrektomy agar pelayanan di rumah
sakit semakin meningkat dan bisa bermanfaat untuk semua orang
yang mengunakan fasilitas di rumah sakiit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, B.G & Smeltzer, S.C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jarkarta: EGC
Jakarta : EGC
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. 1996. Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Media.
Doengoes, Marylin E., 2004, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company
Hamzah, Mochtar. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit
Ilyas, Sidarta. 2000. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta. FKUI
Jakarta: EGC
Price Dan Wilson. 2002. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit
Aesculapius