Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan
dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi
ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan
ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih
50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175).
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral
terutama calsium kurang lebih 67% dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini.Memang di
negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.Kecelakaan lalu-lintas merupakan
pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data
kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka
berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi
40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di
Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun
2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003
sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang.Tahun
2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan
korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang).Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa.Fraktur dibagi atas fraktur
terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan
udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan
dunia luar.Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup,
bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan,
terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau
belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang.Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra.Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai
atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi.Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur).

LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004:
840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357). Fraktur adalah terputusnya hubungan atau
kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens,
1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
(Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian
diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
B. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long,
1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela
dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000:
147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
(Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan.Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.Sel-sel
darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut.Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan
sel-sel baru.Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth,
2002: 2287)

D. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif.Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai.Sedangkan terapi operatif terdiri
dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348).
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada
bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan
densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak
enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996:
378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan
dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304).

E. Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union,
non-union, dan infeksi tulang.

F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam
darah.

H. Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil.
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan
alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada
derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan
protesa pada tulang yang patah.

J. WOC
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien pasien Fractur adalah nyeri, nyeri
bisa akut maupun kronik tergantung lamanya serangan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri pada daerah Fractur.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami riwayat penyakit yang sama sebelumnya,
apakah pasien pernah mengalami operasi dan pembiusan sebelumnya.
5. Pemeriksaan Fisik
B1 ( Breathing )
Pada pemeriksaan system pernafasan kebanyakan paien mengalami Fractur
pada bagian ekremitas, dan tidak mengalami kelainan pernaasan.
B2 ( Blood )
Pada Fractur dengan luka yang terbuka diwaspadai terjadinya perdarahan yang
bisa mempengaruhi sirkulasi.Dan pada Fr. Tertutup waspadai pada daerah
femur, thorax, lumbal dan cervical.
B3 ( Brain )
Tingkat kesadaran biasanya compos mentis GCS 456, lain halnya dengan Fr.
Cervical

B4 ( Bladder )
Pada pasien Fractur biasanya tidak mengalami kelainan pada system ini.
B5 ( Bowel )
Pemenuhan nutrisi bisa terganggu pada pasien yang menjalani kemoterapi dan
radiasi.
Pola defekasi tidak ada kelainan.
B6 ( Bone )
Fractur sering terjadi pada daerah ektremitas, dan akan mengganggu secara
local, baik funsi motoric, sensorik maupun peredaran darah.
Asuhan Keperawatan pada Tn. “HS” dengan Diagnosa OF Humerus 1/3 Distal
Sinistra Dengan rencana tindakan debrideman + U-Slab + LAC Of Humerus (s) 1/3
Distal dilakukan General Anestesi LMA di OK 1 IRD Lt. 5

1.1 Data Laporan Kasus


1.1.1 DATA PASIEN
Nama lengkap : Tn. H. S
Umur : 49 tahun
No RM : 12585076
Ruangan / poli : VK BEDAH IRD
Diagnose pra anestesi : OF Humerus (s) 1/3 distal
Rencana tindakan : Debrideman + U-Slab + LAC Of Humerus (s) 1/3
Distal
Tanggal : 24 April 2017
Waktu : 21.45
Tempat : OK 01 Lantai 5
Spesialis Bedah : dr. Ferdiansyah, SpOT
PPDS Bedah : dr. Rona
Asisten Bedah : dr. Putu
Spesialis Anestesiologi : dr. Prihatma, SpAn
PPDS Anestesiologi : dr. Melisa
Asisten / Perawat Anestesi : Diki

1.1.2 EVALUASI PRA ANESTESI / PRA SEDASI


1. Pemeriksaan Fisik
a. B1 :
Airway : bebas
Breathing : RR : 14 x/menit, suara napas vesikuler, rhonchi (-) wheezing
(-), pergerakan dada simetris, pch (-) SpO2 98% dengan oksigen bebas
Penilaian anatomi : buka mulut 3 jari, JMH 3 Jr, JHT 3 jr, Skor
Malampati II.
b. B2 : TD : 120/90 mmHg, Nadi 80 x/menit, regular kuat, suara jantung
S1S2 tunggal, tidak ada suara jantung tambahan, perfusi hangat kering
merah, CRT < 2 detik
c. B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS : 4-5-6, pupil isokor 3mm, reaksi
cahaya +/+
d. B4 : BAK Spontan, warna kuning pekat, nyeri tekan (-)
e. B5 : Abdomen soepel, BU (+), pasien puasa
f. B6 : Edema (+) pada lokasi fraktur di humerus sinistra, luka terbuka
ada, kulit sekitar edema kemerahan, Nyeri (+) skala 4

2. Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum pernah di rawat RS
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan Utama :
Nyeri di lengan kiri
b. Riwayat penyakit
Pasien KLL mengendarai sepeda motor jam 02:00, pasien jatuh dan
tidak sadarkan diri. Helm masih terpakai. Riwayat muntah tidak ada.
Terjadi karena pasien mengantuk, Pasien rujukan dari klinik rawat inap
“ISLAM AISRYL”

4. Riwayat penyakit yang lain


-
5. Riwayat anestesi
Tidak pernah

6. Riwayat komplikasi anestesi


Tidak ada riwayat penyulit anestesi

7. Riwayat obat obatan yang dikonsumsi


-
8. BB = 70 kg
9. TB = 165 cm

1.1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 LABORATORIUM (Tanggal 24 April 2017 Jam 18.00)
Keterangan Hasil Nilai Rujukan Normal
Hb 15,8 L: 13,3-16,6 L: 11,0-14,7
Trombosit 12,0 150.000-450.000 /L
Leukosit 12,25 4000-10.400 /L
Hematocrit 50,3 L:41,3-52,1 P: 35,2-46,7
GDA 129 40-121 mg/dL
SGOT 23  32 U/L
SGPT 29 33 U/L
BUN 3 15-40 mg/dL
Kreatinin 0,45 0,5-1,5 mg/dL
Albumin 3,7 3,40-5,00 g/dL
Natrium 142 136-144 mmol/L
Kalium 4,1 3,05-5,01 mmol/L
Klorida 107 97-103 mmol/L
PTT 10,3
APTT 24,9
HbsAG Non Reaktif Non Reaktif

 RADIOLOGI
OF Humerus (s) 1/3 Lengan + CF Radius Ulna (d) 1/3 Distal

 EKG
Irama sinus, tidak ada kontra indikasi untuk di lakukan tindakan anestesi

1.1.4 KESIMPULAN EVALUASI PRA-ANESTESI / PRA SEDASI


 PS ASA
Status pisik PS ASA 1
 CARDIAC RISK INDEX : -
 PENYULIT :-
 KOMPLIKASI :-

1.1.5 PERSIAPAN ANESTESI / SEDASI


 GENERAL ANESTESI
Rencana tindakan dengan general anestesi dengan LMA
a. Persiapan Anestesi
 Informed Consent
 Pemeriksaan Fisik
 Puasakan pasien
 Pemeriksaan laboratorium dan peemeriksaan penunjang lainnya
 Antibiotik Profilaksis
 Persiapan alat untuk GA LMA, antara lain:
- Mesin anesthesi yang siap pakai
- Bag and mask + selang O2 dan sumber O2
- Catheter suction dan mesin suction pastikan berfungsi baik
- LMA No. 4 Suprime
- Xyllocain spray
- ETT harus siap
- Stilet
- Magyll forceps
- Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran dan pastikan
lampu menyala dengan terang
- Oropharingeal tube
- Stetoskop
- Spuit 20 cc
- Plester untuk fixasi LMA
- Bantal
 Obat Premedikasi
- Midazolam 1 mg/ml
 Obat Induksi
- Midazolam 1 mg/ml
- Propofol 10 mg/ml
 Analgetik
- Fentanyl 50 mcg/ml
- Ketorolac 30 mg/ml
 Obat Emergency
- Sulfat Atropine 0,25 mg/ml
- Lidocain 2%
- Ephedrine 5 mg/ml
 Pastikan IV line terfiksasi dengan baik dan infuse berjalan dengan
lancar
b. Evaluasi jalan nafas :
Bebas : Ya
Protrusi mandibular : Tidak
Buka mulut 3 jari : Ya
Jarak Mentohyoid 3 jari : Ya
Jarak Hyothyroid 2 jari : Ya
Malampathy : II
Leher pendek : Tidak
Gerak leher : Bebas
Obesitas : Tidak
Massa : Tidak
Jalan Nafas Sulit : Tidak
Ventilasi sulit : Tidak

1.1.6 EVALUASI PRA INDUKSI / ANESTESI


 Makan terakhir jam 09.00
 Minum terakhir jam 09.00
 TD 120/80 mmhg
 Nadi 80x/mnt
 RR 14x/mnt
 Sp02 95%
 Masalah saat anestesi tidak ada
 Perubahan rencana anestesi tidak ada

1.1.7 INDUKSI
1. Pre medikasi : Midazolam 1 mg Iv
2. Antibiotik : Cefriaxonne 2 gr drips PZ 10 ml
3. Induksi : Propofol 150 mg
4. Analgetik : - Fentanyl 50 mcg
- Ketorolac 30 mg/ml
5. Jenis Anestesi : General Anestesi LMA
6. Posisi Operasi : Humerus (s)
7. Jam Mulai Anestesi : Jam 21 : 45
 Ketorolac 30 mg : Jam 22:35
 Metocloperamide 10mg : Jam 22:45
 Tramadol 100 mg : Jam 23:00
8. Mulai insisi : Jam 22:25
9. Obat inhalasi : Isofluran 1,5 MAC
10. Ventilasi : Masker O2 3 liter / menit
11. Cairan masuk durante operasi : kristaloid RL 200 ml
12. Cairan keluar durante operasi : Urine 250 ml, darah 100 ml
13. Lama Anestesi dari jam 21:45 – jam 23:10
14. Lama operasi dari jam 22:25 – 23:00
15. Kondisi Hemodinamik Durante Operasi

Jam TD Nadi SpO2 MAP


21.45 120/80 mmhg 80 x/mnt 99% 86
21.50 124/80 80 x/mnt 99% 85
mmhg
21.55 120/80 81 x/mnt 99% 86
mmhg
22.00 100/70 82 x/mnt 99% 87
mmhg
22.05 100/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.10 100/80 70 x/mnt 99% 89
mmhg
22.15 113/90 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.20 120/80 80 x/mnt 99% 90
mmhg
22.25 117/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.30 110/80 80 x/mnt 99% 78
mmhg
22.35 119/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.40 110/90 80 x/mnt 99% 77
mmhg
22.45 120/80 80 x/mnt 99% 66
mmhg
22.50 126/70 80 x/mnt 99% 78
mmhg
22.55 120/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
23.00 115/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg
23.05 120/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg
23.10 110/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg

1.1.8 PESANAN PASCA ANESTESI / SEDASI


1. Diagnosa pasca anestesi Post Debrideman + V Slab + LAC
2. Infuse RL 80 ml/jam
3. Puasa sampai dengan Sadar baik, Mual (-) Muntah (-)
4. Observasi TD / 15 menit, nadi / 15 menit, kesadaran / 15 menit, produksi
urine / jam, perfusi / jam
5. Terapi post operasi
Ketorolac 30 mg / 8 jam
Ranitidine 50 mg / 12 jam
Metocloporamid 10 mg / 12 jam
6. Catatan
Lapor dokter bila TD Sistole >140 mmhg atau < 90 mmhg
Lapor dokter bila TD Diastole > 90 mmhg atau < 60 mmhg
Lapor dokter bila RR > 25 x / mnt atau < 10 x / mnt
Lapor dokter bila HR > 100 x / mnt atau < 60 x / mnt
Lapor dokter bila Suhu > 39’c atau < 36’c
1.2 Diagnosa Keperawatan
1.2.1 Analisa data
ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS : - Diskontinuitas jaringan Nyeri
(Pasien Tersedasi) dan tulang akibat fraktur

DO :
- TD : 144/80 mmHg
- N : 120 x/menit
- RR : 30 x/menit
- SpO2 : 98% terpasang
LMA No. 4 cuff 20 cc
dengan Oksigen 4
lpm dan Isofluran 1,5
MAC
- Pasien mengerutkan
dahi
DS : - Vasodilatasi pembuluh Resiko gangguan
(Pasien Tersedasi) darah dampak obat keseimbangan cairan dan
anestesi elektrolit
DO :
- TD : 124/70 mmHg
- N : 110 x/menit
- RR : 28 x/menit
- SpO2 : 99% terpasang
LMA No. 4 cuff 20 cc
dengan Oksigen 4
lpm dan Isofluran 1,5
MAC
- Suhu : 36 oC
- Puasa > 12 jam
(makan/minum
terakhir 09.00)
- Cairan Pre Operasi :
RL 500 ml

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya diskontinuitas jaringan akibat fraktur
2. Resiko ganggunan keseimbangan cairan dan elektrolit
1.2.3 NOC dan NIC
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi  Lakukan pengkajian nyeri
selama durante operasi secara komprehensif
berhubungan dengan
didapatkan : termasuk lokasi, karakteristik,
adanya diskontinuitas 1. Pain Level durasi, frekuensi, kualitas dan
a. Tanda-tanda vital dalam faktor presipitasi
jaringan akibat fraktur
batas normal  Observasi reaksi nonverbal
b. Skala nyeri berkurang dari ketidaknyamanan
2. Pernapasan selama operasi  Kontrol lingkungan yang
dapat terkontrol dengan baik dapat mempengaruhi nyeri
3. Level sedasi adekuat seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
7. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2. Resiko ganggunan Setelah dilakukan intervensi 1. Pasang alas penghangat
selama durante operasi selama operasi berlangsung
keseimbangan cairan
didapatkan : 2. Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit 1. Tanda-tanda vital dalam batas masuk dan keluar pasien
normal selama operasi
2. Perfusi : Hangat Kering 3. Monitor tanda-tanda vital
merah setiap lima menit
3. CRT < 2 detik 4. Kolaborasikan pemberian
cairan tambahan sesuai
kondisi pasien

1.2.4 Implementasi dan Evaluasi


Jam Implementasi Jam Evaluasi
21.30 1. Menyiapkan pasien di kamar 23.15 S : -
operasi dan memasang peralatan O:
monitor TD :120/70 mmHg
21.35 2. Memastikan akses intravena lancar N : 80 x/mnt regular kuat
dan memberikan loading kristaloid RR : 18 x/mnt
100 cc/jam SpO2 : 97 % dengan oksigen bebas
21.45 3. Melakukan asistensi induksi Ronchi (+) batuk efektif (+) dispneu
21.50 4. Memonitor tanda-tanda vital pasien (-) pergerakan dada simetris
setiap 5 menit Perfusi : Hangat kering merah
22.20 5. Kolaborasi dengan dokter untuk CRT < 2 detik
obat-obatan maintenance anestesi Skala Nyeri : 3
selama operasi berlangsung Balance Cairan durante operasi :
22.25 6. Memonitor kesimbangan cairan Input Output
pasien Infus : RL 700 Urin : 250 ml
23.30 7. Memantau tanda-tanda nyeri ml Darah : 100 ml
selama operasi Excess : 350 ml
8. Memberikan injeksi obat-obatan
post operasi : A:
22.35  Metocloperamide 10 mg IV 1. Masalah nyeri akut teratasi
22.45  Ketorolac 30 mg IV sebagian
23.00  Tramadol 100 mg drip dalam 2. Resiko gangguan keseimbangan
100 ml PZ cairan dan elektrolit tidak terjadi
23.00 Operasi selesai P : Lanjutkan intervensi dan terapi
23.10 9. Melakukan asistensi pelepasan post operasi
LMA setelah pernapasan spontan
adekuat
23.13 10. Memantau kondisi pasien, tanda-
tanda vital dan nyeri
23.15 11. Mengevaluasi Keseimbangan
cairan pasien
12. Mengantarkan pasien pindah ke
ROI

Anda mungkin juga menyukai