ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. M DENGAN KASUS CLOSE FRACTURE
SUPRACONDILER FEMUR + CF CRURIS + CF DISTAL RADIUS
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL)
RSUD JOMBANG
OLEH :
AINUN DANIAH
NIM. 03.15.007
Mengetahui,
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
“FRAKTUR”
I. PENGERTIAN
- Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang (patah tulang) yang
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Aswin,
dkk. 1986)
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer dan Bare. 2001)
- Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
II. ETIOLOGI
Menurut Barbara C Long (1996)
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan
oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik
dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kalsium,
fosfor, ferum. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat
dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat
terjadi akibat keganasan.
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-Ray : untuk menentukan lokasi fraktur/trauma
2. Bone - scanning, tomogram, CT scan, MRI untuk visualisa fraktur juga
mengidentifikasi jaringan lunak yang rusak.
3. Arteriogram : kemungkinan ada kerusakan vaskuler
4. CBC (complete Blood Can) : kemungkinan meningkat (hemokonsentrasi)
atay menurun (perdarahan multipel trauma).
5. Cr (Creatinin) : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk renal
clearance
6. Profil koagulasi (kondisi pembekuan) yang terkait dengan hilangnya darah,
berbagai transfusi atau trauma.
VIII. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Prinsip-prinsip tindakan terhadap fraktur :
1. Recognisi/pengenalan
Pengenalan mengenai diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di RS Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan
yang berperan, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
pemeriksaan yang spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi (Setting Tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.
Dapat dibedakan menjadi :
a. Reduksi tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi traksi
manual (ex: gibs).
b. Traksi
Digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi
beratnya traksi idisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fikasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau
batangan logam digunakan sampai penyembuhan tulang terjadi.
3. Imobilisasi Fraktur
Sebuah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi (dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran dapat dilakukan dengan metode fiksasi
eksterna dan interna.
a. Metode fixasu eksterna : pembalutan, gibs, bidai, traksi, kontinu
(dengan plester felt pada kulit), pin fiksator eksterna.
b. Metode fikasi interna : inplant logam
4. Restorasi (Pemulihan Fungsi) dan Rehabilitasi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan otot.
Dapat dilakukan dengan :
a. Latihan isometrik dan setting otot : untuk meminimalkan atropi
disease dan meningkatkan peredaran darah.
b. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal
c. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.
Periode ini dimudahkan dengan bantuan fisioterapi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
1. Data biografi
Data ini meliputi antara lain nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, pendidikan, pekerjaan, jenis transportasi yang digunakan,
orang terdekat dengan klien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian yang mengalami patah
tulang.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek
langsung terhadap muskuluskeletal, misalnya riwayat trauma /
kerusakan tulang rawan, artritis, osteomielitis. Riwayat pengobatan
berikut efek sampingnya, misal kortikosteroid dapat menimbulkan
kelemahan otot.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang
menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan serta
timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula
tentang ada tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Masalah-masalah
saat ini, kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan
diri/mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama nyeri, deformitas,
kelainan fungsi atau pengurangan gerakan atau faktor-faktor lain yang
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pengkajian gejala dengan PQRST.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu
identifikasi misalnya adanya predisposisi, seperti artitis, spondilitis
ankilosis, gout/pirai, DM, hipertensi.
4. Riwayat diet
Kurangnya intake kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari, bagaimana
konsumsi vit A, D, Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk
penjaga tulang (muskuloskeletal).
5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-hari. Kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan
fraktur atau trauma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data ini melalui pemeriksaan fisik dan lakukan secara
sistematis. Bandingkan otot-otot dan sendi kanan dan kiri (bilateral). Ukur
gerak sendi/ROM
Diagnosa fisik antara lain meliputi semua sistem yang ada untuk
mengetahui adanya kelainan-kelainan pada organ tubuh yang mungkin
terjadi saat kecelakaan.
a. Keadaan umum/penampilan umum
Dilihat tingkat kesadaran, kondisi dan keadaan umum pasien.
Umumnya pasien dengan fraktur tidak mengalami penurunan kesadaran
ataupun tanda-tanda syok.
Pasien umumnya merasa nyeri pada daerah fraktur dan mengalami
pembatasan gerakan atau aktivitas terutama pada daerah yang terjadi
fraktur.
b. TTV
Pada daerah luka di sekitar fraktur yang mengalami infeksi maka akan
terjadi peningkatan suhu. Nadi dapat meningkat bila nyeri
hebat/kecemasan. TD dapat menurun apabila terjadi syok hipovolmik.
3. B1 (Breating)
Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa klien fraktur
humerus tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks,
didapatkan taktilfremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak
ditemukan suara napas tambahan.
4. B2 ( Blood).
Inspeksi tidak ada iktus jantung, pada palpasi : Nadi mengkat, iktus tidak
teraba, Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
5. B3 ( Brain)
a)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
Leher : Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflex menelan ada.
Wajah: Wajah terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan
fungsi dan bentuk, Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema.
Mata: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi pendarahan).
Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
Mulut dan Faring:Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan
tingkah laku klien. Biasanya tidak mengalami perubahan
6. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine yang meliputiwarna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien pada fraktur humerus
tiidak mengalami kelainan pada sistem ini.
7. B5 (Bowel)
Inspeksi abdoen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :
Turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak terabah. Perkusi :
Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik
usus nomal 20 kali/menit. Inguinal – genitalia – anus : Tidak ada hernia,
tidak ada pembesaran limfe.
a) Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan
penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium dan protein. kurangnya
paparan sinar matahari merupakan faktor predisposisi masalah
musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
b) Pola eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan pola
eliminasi, tetapi perlu juga dikaji frekuensi, kosistensi, warna, dan bau
feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi,
kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga
dikaji adanya kesulitan atau tidak.
8. B6 (Bone)
Adanya fraktur pada humerus akan menganggu secara lokal, baik
fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.
a) Look. Pada sistem integument terdapat eritema, suhu disekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, edema, dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengkakan yang tidak biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi
fraktur terbuka, ada tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan
intergritas kulit. Fraktur oblik, spiral, dan bergeser mengakibatkan
pemendekan batang humerus. kaji adanya tanda-tanda cedera dan
kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf dan pembuluh
darah) lengan, seperti bengkak/edema.Lumpuh pergelangan tangan
merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis. Pengkajian
neurovascular awal sangat penting untuk membedakan antara trauma
akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Klien tidak mampu
menggerakan lengan dan kekuatan otot lengan menurun dalam melakukan
pergerakan. Pada keadaan tertentu, klien fraktur humerus sering
mengalami sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah tulang.
Perawat perlu mengkaji apakah ada pembengkakan pada lengan atas
menganggu sirkulasi darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan
pembuluh darah terjebak dalam sindrom kompartemen sehingga
memerlukan perhatian perawat secara serius agar organ di bawah lengan
atas tidak menjadi nekrosis. Tanda khas sindrom kompartemen pada
fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti
jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan
nyeri pada lengan, dan timbul bula yang banyak menyelimuti bagian
bawah fraktur humerus.
b)Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah
lengan atas.
c)Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan
dengan menggerakkan ekstermitas, kemudian perawat mencatat apakah
ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu
dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan
dimulai dari titik 0 (posisi netral), atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan
ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. Hasil pemeriksaan
yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak lengan dan
bahu.Pada waktu akan palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien.
8)Pola aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. semua
bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak
bantuanorang lain. hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien,
terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya
fraktur.
9)Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan
geraknya terbatas sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. selain itu, dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
B. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi :
1. Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Ansietas berhubungan dengan persiapan operasi
Intra operasi :
1. Resiko Tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan saat tindakan pembedahan
2. Resiko cedera berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post operasi :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi fraktur
C. Intervensi Keperawatan
Preoperasi
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dan terkontrol
Kriteria Hasil :
1. Nyeri berkurang (skala nyeri : 0)
2. Klien tidak menyeringai/ Klien tampak tenang.
3. Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat skala nyeri
R/ : Untuk mengetahui / menentukan tingkat keparahan
2. Jelaskan sebab- sebab timbulnya nyeri
R/ : Menambahn pengetahuan individu terhadap penyakitnya
3. Anjurkan klien untuk melakukan tenik relaksasi dan distraksi
R/ : mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti biotic
R/ : Membantu untuk membatasi nyeri dan antibiotik untuk mencegah dan
mengatasi infeksi.
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan di harapkan pen ge t ahuan
kl i en tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan rasa cemas berkurang
2. Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi
3. Klien mengerti tentang penyakitnya
4. Klien tampak rileks
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 0C, Nadi : 60-
100x/m,R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 110-140 mmHg, Diastole : 70-90 mmHg
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya
R/ : Mengklarifikasi apa yang diketahui oleh klien tentang penyakitnya
2. Tan ya kan t ent an g pengal am an kl i e n sendi ri / orang l ai n
sebel um n ya yan g pernah mengalami penyakit yang sama
R/ : Mengetahui pengalaman klien di masa lalu
3. Doron g klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
R/ : Membantu memberikan kenyamanan pada klien
4. Beri k an i nform asi t ent ang pen ya ki t n ya, pro gnosi s , d an
pengob at an se rt a prosedur secara jelas dan akurat
R/ : Membrikan informasi yang akurat bagi klien
5. Monitor tanda-tanda vital
R/ : Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
6. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
R/ : Memberikan perasaan percaya
7. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan
R/ : Keluarga adalah salah satu sumber motivasi bagi klien
Intra operasi :
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
Kriteria Hasil :
1. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor kulit
kurang,membran mukosa kering, demam.
2. Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, Nadi : 80 –
100 x/m,RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80
mmHg.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan
R/ : Mengetahui adanya kekurangan cairan merupakan tindakan awal saat
pembedahan untuk mencegah syok
2. Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan
R/ : Membantu dalam observasi keseimbangan cairan klien
3. Monitor tanda-tanda vital, evaluasi nadi perifer
R/ : Mengetahui tindakan yang selanjutnya akan dilakukan
4. Observasi pendarahan
R/ : Lokasi pemedahan serta jumlah perdarahan saat pembedahan untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik
5. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
R/ : Membantu menyeimbangkan kekurangan cairan dalam tubuh klien
Post operasi
Diagnosa 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan keseimbangan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Asupan nutrisi kembali seimbang
2. Pasien menunjukkan energi yang adekuat
3. TTV dalam batas normal
4. Mual muntah berkurang
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan minum atau makan setelah pasien buang angin
R/ Mencegah terjadinya muntah
4. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
5. Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan dan proses
ini langsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA
EKG
Irama sinus, tidak ada kontra indikasi untuk di lakukan tindakan
anestesi
1.1.7 INDUKSI
1. Pre medikasi : Midazolam 1 mg Iv
2. Antibiotik : Cefriaxonne 2 gr drips PZ 10 ml
3. Induksi : Propofol 150 mg
4. Analgetik : - Fentanyl 50 mcg
- Ketorolac 30 mg/ml
5. Jenis Anestesi : General Anestesi LMA
6. Posisi Operasi : Humerus (s)
7. Jam Mulai Anestesi : Jam 21 : 45
Ketorolac 30 mg : Jam 22:35
Metocloperamide 10mg : Jam 22:45
Tramadol 100 mg : Jam 23:00
8. Mulai insisi : Jam 22:25
9. Obat inhalasi : Isofluran 1,5 MAC
10. Ventilasi : Masker O2 3 liter / menit
11. Cairan masuk durante operasi : kristaloid RL 200 ml
12. Cairan keluar durante operasi : Urine 250 ml, darah 100 ml
13. Lama Anestesi dari jam 21:45 – jam 23:10
14. Lama operasi dari jam 22:25 – 23:00
15. Kondisi Hemodinamik Durante Operasi
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
7. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2. Resiko ganggunan Setelah dilakukan intervensi 1. Pasang alas penghangat
selama durante operasi selama operasi berlangsung
keseimbangan cairan
didapatkan : 2. Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit 1. Tanda-tanda vital dalam masuk dan keluar pasien
batas normal selama operasi
2. Perfusi : Hangat Kering 3. Monitor tanda-tanda vital
merah setiap lima menit
3. CRT < 2 detik 4. Kolaborasikan pemberian
cairan tambahan sesuai
kondisi pasien