Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. M DENGAN KASUS CLOSE FRACTURE
SUPRACONDILER FEMUR + CF CRURIS + CF DISTAL RADIUS
DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL)
RSUD JOMBANG

OLEH :
AINUN DANIAH
NIM. 03.15.007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Kasus Close Fracture Supracondiler


Femur + Cf Cruris + Cf Distal Radius Di Ruang IBS (Instalasi Bedah Sentral)
RSUD Jombang

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Mengetahui,
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
“FRAKTUR”

I. PENGERTIAN
- Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang (patah tulang) yang
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Aswin,
dkk. 1986)
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer dan Bare. 2001)
- Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).

II. ETIOLOGI
Menurut Barbara C Long (1996)
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan
oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik
dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kalsium,
fosfor, ferum. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat
dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat
terjadi akibat keganasan.

III. MANIFESTASI KLINIS


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi

IV. KLASIFIKASI FRAKTUR


Berdasarkan klasifikasi klinis :
a. Fraktur dahan patah (green stick fradure) : terjadi pada anak-anak, tulang
patah dibawah lapisan periosteum yang elastin dan tebal (lapisan
perlosteum sendiri tidak rusak).
b. Fisura fraktur : patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang
berarti dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
c. Fraktur yang lengkap (complete fracture) : patah tulang yang disertai
dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
d. Communited frakture : tulang patah menjadi fragmen.
e. Fraktur tekan (stress fracture) : kerusakan tulang karena kelemahan yang
terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
f. Impacted fracture : fragmen-fragmen tulang terdorong masuk kearah
dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan-gerakan
diantara fragmen itu.
Berdasarkan hubungan tulang yaitu antara ujung tulang yang mengalami
fraktur dengan jaringan-jaringan disekitarnya terdiri dari :
a. Fraktur tertutup (fracture simplex) : patahan tulang tidak mempunyai
hubungan dengan udara luar
b. Fraktur terbuka (compouad fracture), terbagi menjadi 3, yaitu :
- Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka < 1 cm.
- Luka besar sampai  8 cm, kehancuran otot, kerusakan neuro vaskuler,
kontaminasi besar.
c. Fraktur komplikata : persendian, syaraf, pembuluh darah, atau organ visera
juga ikut terkena, fraktur seperti ini dapat berbentuk fraktur tertutup atau
fraktur terbuka.
d. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang maka
kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat
menyebabkan fraktur.

V. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


g. Stadium pembentukan hematom
- Dalam 24 jam mulai pembentukan darah dan hematom
- Setelah 24 jam suplai darah ke ujung fraktur meningkat.
- Hematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
h. Proliferasi sel
- Sel-sel dan lapisan dalam periosteum berpoliferasi pada sekitar fraktur
- Sel ini menjadi prekusor dan osteoblast, osteogenesis berlangsung
terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
- Beberapa hari diperiosteum meningkat dengan fase granulasi
membentuk collar diujung fraktur.
i. Stadium pembentukan kalus
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kalus)
- Kalus memberikan ngiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada x-ray berarti fraktur telah menyatu.
- Terjadi pada minggu I, 6-10 hari setelah kecelakaan
j. Stadium konsolidasi
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi fraktur teraba telah
menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang yang matur
- Terjadi pada minggu ke 3-50 setelah keselakaan.
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi ex-fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoblast
- Pada anak-anak remodelling dapat sempurna, pada orang dewasa
masih ada penebalan tulang.
k. Stadium Remodeling
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi ex-fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoblast
- Pada anak-anak remodelling dapat sempurna, pada orang dewasa
masih ada penebalan tulang.
-
VI. KOMPLIKASI FRAKTUR
l. Komplikasi Awal
- Syok
- Sindrom emboli lemak
- Sindrom kompartemen
- Thromboemboli
- Infeksi (semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi)
- Koagulopati intravaskuler diseminata (KID)
2. Komplikasi Lambat
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
- Nekrosis avaskuler tulang
- Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Penangan (pencegahan dan penatalaksaan)
- Syok : mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita
pasien, memasang pembebat yang memadai, melindungi pasien dari
cidera lebih lanjut.
- Sindrom emboli lemak : imobilisasi segera fraktur, manipulasi fraktur
minimal, penyangga fraktur yang memadai saat pemindahan dan
mengubah posisi.
- Sindrom kompartemen : mengontrol edema yang dapat dicapai dengan
meninggikan extremitas yang cedera setinggi jantung dan memberi
kompres es setelah cedera sesuai resep.
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan : dengan graft tulang
yang kemudian dipasang imobilisasi rigid.
- Nekrosis araskuler tulang : mengembalikan vitaliras tulang dengan
graft tulang, penggantian prostesis atau artodesis (penyatuan sendi).
- Reaksi terhadap alat diksasi interna : remodeling tulang yang akan
mengembalikan kekuatan struktural tulang.
a. Komplikasi lokal fraktur
- Vaskuler
- Vaskuler kasip
b. Komplikasi sistemiik fraktur
c. Komplikasi pada tulang.
- Mal union
- Delayed union (penyambungan yang kasip)
- Non union

VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-Ray : untuk menentukan lokasi fraktur/trauma
2. Bone - scanning, tomogram, CT scan, MRI untuk visualisa fraktur juga
mengidentifikasi jaringan lunak yang rusak.
3. Arteriogram : kemungkinan ada kerusakan vaskuler
4. CBC (complete Blood Can) : kemungkinan meningkat (hemokonsentrasi)
atay menurun (perdarahan multipel trauma).
5. Cr (Creatinin) : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk renal
clearance
6. Profil koagulasi (kondisi pembekuan) yang terkait dengan hilangnya darah,
berbagai transfusi atau trauma.
VIII. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Prinsip-prinsip tindakan terhadap fraktur :
1. Recognisi/pengenalan
Pengenalan mengenai diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di RS Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan
yang berperan, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
pemeriksaan yang spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi (Setting Tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.
Dapat dibedakan menjadi :
a. Reduksi tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi traksi
manual (ex: gibs).
b. Traksi
Digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi
beratnya traksi idisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fikasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau
batangan logam digunakan sampai penyembuhan tulang terjadi.
3. Imobilisasi Fraktur
Sebuah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi (dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran dapat dilakukan dengan metode fiksasi
eksterna dan interna.
a. Metode fixasu eksterna : pembalutan, gibs, bidai, traksi, kontinu
(dengan plester felt pada kulit), pin fiksator eksterna.
b. Metode fikasi interna : inplant logam
4. Restorasi (Pemulihan Fungsi) dan Rehabilitasi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan otot.
Dapat dilakukan dengan :
a. Latihan isometrik dan setting otot : untuk meminimalkan atropi
disease dan meningkatkan peredaran darah.
b. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal
c. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.
Periode ini dimudahkan dengan bantuan fisioterapi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
1. Data biografi
Data ini meliputi antara lain nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, pendidikan, pekerjaan, jenis transportasi yang digunakan,
orang terdekat dengan klien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian yang mengalami patah
tulang.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek
langsung terhadap muskuluskeletal, misalnya riwayat trauma /
kerusakan tulang rawan, artritis, osteomielitis. Riwayat pengobatan
berikut efek sampingnya, misal kortikosteroid dapat menimbulkan
kelemahan otot.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang
menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan serta
timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula
tentang ada tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Masalah-masalah
saat ini, kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan
diri/mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama nyeri, deformitas,
kelainan fungsi atau pengurangan gerakan atau faktor-faktor lain yang
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pengkajian gejala dengan PQRST.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu
identifikasi misalnya adanya predisposisi, seperti artitis, spondilitis
ankilosis, gout/pirai, DM, hipertensi.
4. Riwayat diet
Kurangnya intake kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari, bagaimana
konsumsi vit A, D, Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk
penjaga tulang (muskuloskeletal).
5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-hari. Kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan
fraktur atau trauma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data ini melalui pemeriksaan fisik dan lakukan secara
sistematis. Bandingkan otot-otot dan sendi kanan dan kiri (bilateral). Ukur
gerak sendi/ROM
Diagnosa fisik antara lain meliputi semua sistem yang ada untuk
mengetahui adanya kelainan-kelainan pada organ tubuh yang mungkin
terjadi saat kecelakaan.
a. Keadaan umum/penampilan umum
Dilihat tingkat kesadaran, kondisi dan keadaan umum pasien.
Umumnya pasien dengan fraktur tidak mengalami penurunan kesadaran
ataupun tanda-tanda syok.
Pasien umumnya merasa nyeri pada daerah fraktur dan mengalami
pembatasan gerakan atau aktivitas terutama pada daerah yang terjadi
fraktur.
b. TTV
Pada daerah luka di sekitar fraktur yang mengalami infeksi maka akan
terjadi peningkatan suhu. Nadi dapat meningkat bila nyeri
hebat/kecemasan. TD dapat menurun apabila terjadi syok hipovolmik.
3. B1 (Breating)
Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa klien fraktur
humerus tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks,
didapatkan taktilfremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak
ditemukan suara napas tambahan.
4. B2 ( Blood).
Inspeksi tidak ada iktus jantung, pada palpasi : Nadi mengkat, iktus tidak
teraba, Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
5. B3 ( Brain)
a)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
Leher : Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflex menelan ada.
Wajah: Wajah terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan
fungsi dan bentuk, Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema.
Mata: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi pendarahan).
Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
Mulut dan Faring:Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan
tingkah laku klien. Biasanya tidak mengalami perubahan
6. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine yang meliputiwarna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien pada fraktur humerus
tiidak mengalami kelainan pada sistem ini.
7. B5 (Bowel)
Inspeksi abdoen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :
Turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak terabah. Perkusi :
Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik
usus nomal 20 kali/menit. Inguinal – genitalia – anus : Tidak ada hernia,
tidak ada pembesaran limfe.
a) Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan
penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium dan protein. kurangnya
paparan sinar matahari merupakan faktor predisposisi masalah
musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
b) Pola eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan pola
eliminasi, tetapi perlu juga dikaji frekuensi, kosistensi, warna, dan bau
feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi,
kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga
dikaji adanya kesulitan atau tidak.
8. B6 (Bone)
Adanya fraktur pada humerus akan menganggu secara lokal, baik
fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.
a) Look. Pada sistem integument terdapat eritema, suhu disekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, edema, dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengkakan yang tidak biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi
fraktur terbuka, ada tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan
intergritas kulit. Fraktur oblik, spiral, dan bergeser mengakibatkan
pemendekan batang humerus. kaji adanya tanda-tanda cedera dan
kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf dan pembuluh
darah) lengan, seperti bengkak/edema.Lumpuh pergelangan tangan
merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis. Pengkajian
neurovascular awal sangat penting untuk membedakan antara trauma
akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Klien tidak mampu
menggerakan lengan dan kekuatan otot lengan menurun dalam melakukan
pergerakan. Pada keadaan tertentu, klien fraktur humerus sering
mengalami sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah tulang.
Perawat perlu mengkaji apakah ada pembengkakan pada lengan atas
menganggu sirkulasi darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan
pembuluh darah terjebak dalam sindrom kompartemen sehingga
memerlukan perhatian perawat secara serius agar organ di bawah lengan
atas tidak menjadi nekrosis. Tanda khas sindrom kompartemen pada
fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti
jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan
nyeri pada lengan, dan timbul bula yang banyak menyelimuti bagian
bawah fraktur humerus.
b)Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah
lengan atas.
c)Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan
dengan menggerakkan ekstermitas, kemudian perawat mencatat apakah
ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu
dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan
dimulai dari titik 0 (posisi netral), atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan
ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. Hasil pemeriksaan
yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak lengan dan
bahu.Pada waktu akan palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien.
8)Pola aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. semua
bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak
bantuanorang lain. hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien,
terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya
fraktur.
9)Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan
geraknya terbatas sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. selain itu, dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
B. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi :
1. Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Ansietas berhubungan dengan persiapan operasi
Intra operasi :
1. Resiko Tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan saat tindakan pembedahan
2. Resiko cedera berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post operasi :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi fraktur
C. Intervensi Keperawatan
Preoperasi
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dan terkontrol
Kriteria Hasil :
1. Nyeri berkurang (skala nyeri : 0)
2. Klien tidak menyeringai/ Klien tampak tenang.
3. Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat skala nyeri
R/ : Untuk mengetahui / menentukan tingkat keparahan
2. Jelaskan sebab- sebab timbulnya nyeri
R/ : Menambahn pengetahuan individu terhadap penyakitnya
3. Anjurkan klien untuk melakukan tenik relaksasi dan distraksi
R/ : mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti biotic
R/ : Membantu untuk membatasi nyeri dan antibiotik untuk mencegah dan
mengatasi infeksi.
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan di harapkan pen ge t ahuan
kl i en tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan rasa cemas berkurang
2. Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi
3. Klien mengerti tentang penyakitnya
4. Klien tampak rileks
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 0C, Nadi : 60-
100x/m,R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 110-140 mmHg, Diastole : 70-90 mmHg
Intervensi :
1. Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya
R/ : Mengklarifikasi apa yang diketahui oleh klien tentang penyakitnya
2. Tan ya kan t ent an g pengal am an kl i e n sendi ri / orang l ai n
sebel um n ya yan g pernah mengalami penyakit yang sama
R/ : Mengetahui pengalaman klien di masa lalu
3. Doron g klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
R/ : Membantu memberikan kenyamanan pada klien
4. Beri k an i nform asi t ent ang pen ya ki t n ya, pro gnosi s , d an
pengob at an se rt a prosedur secara jelas dan akurat
R/ : Membrikan informasi yang akurat bagi klien
5. Monitor tanda-tanda vital
R/ : Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
6. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
R/ : Memberikan perasaan percaya
7. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan
R/ : Keluarga adalah salah satu sumber motivasi bagi klien
Intra operasi :
Diagnosa 1
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
Kriteria Hasil :
1. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor kulit
kurang,membran mukosa kering, demam.
2. Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, Nadi : 80 –
100 x/m,RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80
mmHg.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan
R/ : Mengetahui adanya kekurangan cairan merupakan tindakan awal saat
pembedahan untuk mencegah syok
2. Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan
R/ : Membantu dalam observasi keseimbangan cairan klien
3. Monitor tanda-tanda vital, evaluasi nadi perifer
R/ : Mengetahui tindakan yang selanjutnya akan dilakukan
4. Observasi pendarahan
R/ : Lokasi pemedahan serta jumlah perdarahan saat pembedahan untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik
5. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
R/ : Membantu menyeimbangkan kekurangan cairan dalam tubuh klien

Post operasi
Diagnosa 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan keseimbangan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Asupan nutrisi kembali seimbang
2. Pasien menunjukkan energi yang adekuat
3. TTV dalam batas normal
4. Mual muntah berkurang
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan minum atau makan setelah pasien buang angin
R/ Mencegah terjadinya muntah
4. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
5. Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

D. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan dan proses
ini langsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah


Jakarta: EGC
Muttakin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius:
Jakarta
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.
Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3.
Edisi 8. EGC: Jakarta
Asuhan Keperawatan pada Tn. “HS” dengan Diagnosa OF Humerus 1/3
Distal Sinistra Dengan rencana tindakan debrideman + U-Slab + LAC Of
Humerus (s) 1/3 Distal dilakukan General Anestesi LMA di OK 1 IRD Lt. 5

1.1 Data Laporan Kasus


1.1.1 DATA PASIEN
Nama lengkap : Tn. H. S
Umur : 49 tahun
No RM : 12585076
Ruangan / poli : VK BEDAH IRD
Diagnose pra anestesi : OF Humerus (s) 1/3 distal
Rencana tindakan : Debrideman + U-Slab + LAC Of
Humerus (s) 1/3 Distal
Tanggal : 24 April 2017
Waktu : 21.45
Tempat : OK 01 Lantai 5
Spesialis Bedah : dr. Ferdiansyah, SpOT
PPDS Bedah : dr. Rona
Asisten Bedah : dr. Putu
Spesialis Anestesiologi : dr. Prihatma, SpAn
PPDS Anestesiologi : dr. Melisa
Asisten / Perawat Anestesi : Diki

1.1.2 EVALUASI PRA ANESTESI / PRA SEDASI


1. Pemeriksaan Fisik
a. B1 :
Airway : bebas
Breathing : RR : 14 x/menit, suara napas vesikuler, rhonchi
(-) wheezing (-), pergerakan dada simetris, pch (-) SpO2
98% dengan oksigen bebas
Penilaian anatomi : buka mulut 3 jari, JMH 3 Jr, JHT 3 jr,
Skor Malampati II.
b. B2 : TD : 120/90 mmHg, Nadi 80 x/menit, regular kuat,
suara jantung S1S2 tunggal, tidak ada suara jantung
tambahan, perfusi hangat kering merah, CRT < 2 detik
c. B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS : 4-5-6, pupil isokor
3mm, reaksi cahaya +/+
d. B4 : BAK Spontan, warna kuning pekat, nyeri tekan (-)
e. B5 : Abdomen soepel, BU (+), pasien puasa
f. B6 : Edema (+) pada lokasi fraktur di humerus sinistra,
luka terbuka ada, kulit sekitar edema kemerahan, Nyeri (+)
skala 4

2. Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum pernah di rawat RS
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan Utama :
Nyeri di lengan kiri
b. Riwayat penyakit
Pasien KLL mengendarai sepeda motor jam 02:00, pasien
jatuh dan tidak sadarkan diri. Helm masih terpakai.
Riwayat muntah tidak ada. Terjadi karena pasien
mengantuk, Pasien rujukan dari klinik rawat inap “ISLAM
AISRYL”

4. Riwayat penyakit yang lain


-
5. Riwayat anestesi
Tidak pernah

6. Riwayat komplikasi anestesi


Tidak ada riwayat penyulit anestesi

7. Riwayat obat obatan yang dikonsumsi


-
8. BB = 70 kg
9. TB = 165 cm

1.1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 LABORATORIUM (Tanggal 24 April 2017 Jam 18.00)
Keterangan Hasil Nilai Rujukan Normal
Hb 15,8 L: 13,3-16,6 L: 11,0-14,7
Trombosit 12,0 150.000-450.000 /L
Leukosit 12,25 4000-10.400 /L
Hematocrit 50,3 L:41,3-52,1 P: 35,2-46,7
GDA 129 40-121 mg/dL
SGOT 23  32 U/L
SGPT 29 33 U/L
BUN 3 15-40 mg/dL
Kreatinin 0,45 0,5-1,5 mg/dL
Albumin 3,7 3,40-5,00 g/dL
Natrium 142 136-144 mmol/L
Kalium 4,1 3,05-5,01 mmol/L
Klorida 107 97-103 mmol/L
PTT 10,3
APTT 24,9
HbsAG Non Reaktif Non Reaktif
 RADIOLOGI
OF Humerus (s) 1/3 Lengan + CF Radius Ulna (d) 1/3 Distal

 EKG
Irama sinus, tidak ada kontra indikasi untuk di lakukan tindakan
anestesi

1.1.4 KESIMPULAN EVALUASI PRA-ANESTESI / PRA SEDASI


 PS ASA
Status pisik PS ASA 1
 CARDIAC RISK INDEX : -
 PENYULIT :-
 KOMPLIKASI :-

1.1.5 PERSIAPAN ANESTESI / SEDASI


 GENERAL ANESTESI
Rencana tindakan dengan general anestesi dengan LMA
a. Persiapan Anestesi
 Informed Consent
 Pemeriksaan Fisik
 Puasakan pasien
 Pemeriksaan laboratorium dan peemeriksaan penunjang
lainnya
 Antibiotik Profilaksis
 Persiapan alat untuk GA LMA, antara lain:
- Mesin anesthesi yang siap pakai
- Bag and mask + selang O2 dan sumber O2
- Catheter suction dan mesin suction pastikan
berfungsi baik
- LMA No. 4 Suprime
- Xyllocain spray
- ETT harus siap
- Stilet
- Magyll forceps
- Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran
dan pastikan lampu menyala dengan terang
- Oropharingeal tube
- Stetoskop
- Spuit 20 cc
- Plester untuk fixasi LMA
- Bantal
 Obat Premedikasi
- Midazolam 1 mg/ml
 Obat Induksi
- Midazolam 1 mg/ml
- Propofol 10 mg/ml
 Analgetik
- Fentanyl 50 mcg/ml
- Ketorolac 30 mg/ml
 Obat Emergency
- Sulfat Atropine 0,25 mg/ml
- Lidocain 2%
- Ephedrine 5 mg/ml
 Pastikan IV line terfiksasi dengan baik dan infuse
berjalan dengan lancar
b. Evaluasi jalan nafas :
Bebas : Ya
Protrusi mandibular : Tidak
Buka mulut 3 jari : Ya
Jarak Mentohyoid 3 jari : Ya
Jarak Hyothyroid 2 jari : Ya
Malampathy : II
Leher pendek : Tidak
Gerak leher : Bebas
Obesitas : Tidak
Massa : Tidak
Jalan Nafas Sulit : Tidak
Ventilasi sulit : Tidak

1.1.6 EVALUASI PRA INDUKSI / ANESTESI


 Makan terakhir jam 09.00
 Minum terakhir jam 09.00
 TD 120/80 mmhg
 Nadi 80x/mnt
 RR 14x/mnt
 Sp02 95%
 Masalah saat anestesi tidak ada
 Perubahan rencana anestesi tidak ada

1.1.7 INDUKSI
1. Pre medikasi : Midazolam 1 mg Iv
2. Antibiotik : Cefriaxonne 2 gr drips PZ 10 ml
3. Induksi : Propofol 150 mg
4. Analgetik : - Fentanyl 50 mcg
- Ketorolac 30 mg/ml
5. Jenis Anestesi : General Anestesi LMA
6. Posisi Operasi : Humerus (s)
7. Jam Mulai Anestesi : Jam 21 : 45
 Ketorolac 30 mg : Jam 22:35
 Metocloperamide 10mg : Jam 22:45
 Tramadol 100 mg : Jam 23:00
8. Mulai insisi : Jam 22:25
9. Obat inhalasi : Isofluran 1,5 MAC
10. Ventilasi : Masker O2 3 liter / menit
11. Cairan masuk durante operasi : kristaloid RL 200 ml
12. Cairan keluar durante operasi : Urine 250 ml, darah 100 ml
13. Lama Anestesi dari jam 21:45 – jam 23:10
14. Lama operasi dari jam 22:25 – 23:00
15. Kondisi Hemodinamik Durante Operasi

Jam TD Nadi SpO2 MAP


21.45 120/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
21.50 124/80 80 x/mnt 99% 85
mmhg
21.55 120/80 81 x/mnt 99% 86
mmhg
22.00 100/70 82 x/mnt 99% 87
mmhg
22.05 100/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.10 100/80 70 x/mnt 99% 89
mmhg
22.15 113/90 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.20 120/80 80 x/mnt 99% 90
mmhg
22.25 117/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.30 110/80 80 x/mnt 99% 78
mmhg
22.35 119/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
22.40 110/90 80 x/mnt 99% 77
mmhg
22.45 120/80 80 x/mnt 99% 66
mmhg
22.50 126/70 80 x/mnt 99% 78
mmhg
22.55 120/80 80 x/mnt 99% 86
mmhg
23.00 115/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg
23.05 120/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg
23.10 110/70 80 x/mnt 99% 79
mmhg

1.1.8 PESANAN PASCA ANESTESI / SEDASI


1. Diagnosa pasca anestesi Post Debrideman + V Slab + LAC
2. Infuse RL 80 ml/jam
3. Puasa sampai dengan Sadar baik, Mual (-) Muntah (-)
4. Observasi TD / 15 menit, nadi / 15 menit, kesadaran / 15 menit,
produksi urine / jam, perfusi / jam
5. Terapi post operasi
Ketorolac 30 mg / 8 jam
Ranitidine 50 mg / 12 jam
Metocloporamid 10 mg / 12 jam
6. Catatan
Lapor dokter bila TD Sistole >140 mmhg atau < 90 mmhg
Lapor dokter bila TD Diastole > 90 mmhg atau < 60 mmhg
Lapor dokter bila RR > 25 x / mnt atau < 10 x / mnt
Lapor dokter bila HR > 100 x / mnt atau < 60 x / mnt
Lapor dokter bila Suhu > 39’c atau < 36’c
1.2 Diagnosa Keperawatan
1.2.1 Analisa data
ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS : - Diskontinuitas Nyeri
(Pasien Tersedasi) jaringan dan tulang
akibat fraktur
DO :
- TD : 144/80 mmHg
- N : 120 x/menit
- RR : 30 x/menit
- SpO2 : 98%
terpasang LMA
No. 4 cuff 20 cc
dengan Oksigen 4
lpm dan Isofluran
1,5 MAC
- Pasien
mengerutkan dahi
DS : - Vasodilatasi Resiko gangguan
(Pasien Tersedasi) pembuluh darah keseimbangan cairan
dampak obat anestesi dan elektrolit
DO :
- TD : 124/70 mmHg
- N : 110 x/menit
- RR : 28 x/menit
- SpO2 : 99%
terpasang LMA
No. 4 cuff 20 cc
dengan Oksigen 4
lpm dan Isofluran
1,5 MAC
- Suhu : 36 oC
- Puasa > 12 jam
(makan/minum
terakhir 09.00)
- Cairan Pre Operasi
: RL 500 ml

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya diskontinuitas jaringan
akibat fraktur
2. Resiko ganggunan keseimbangan cairan dan elektrolit
1.2.3 NOC dan NIC
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi  Lakukan pengkajian nyeri
selama durante operasi secara komprehensif
berhubungan dengan
didapatkan : termasuk lokasi,
adanya diskontinuitas 1. Pain Level karakteristik, durasi,
a. Tanda-tanda vital dalam frekuensi, kualitas dan faktor
jaringan akibat fraktur
batas normal presipitasi
b. Skala nyeri berkurang  Observasi reaksi nonverbal
2. Pernapasan selama operasi dari ketidaknyamanan
dapat terkontrol dengan baik  Kontrol lingkungan yang
3. Level sedasi adekuat dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
7. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2. Resiko ganggunan Setelah dilakukan intervensi 1. Pasang alas penghangat
selama durante operasi selama operasi berlangsung
keseimbangan cairan
didapatkan : 2. Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit 1. Tanda-tanda vital dalam masuk dan keluar pasien
batas normal selama operasi
2. Perfusi : Hangat Kering 3. Monitor tanda-tanda vital
merah setiap lima menit
3. CRT < 2 detik 4. Kolaborasikan pemberian
cairan tambahan sesuai
kondisi pasien

1.2.4 Implementasi dan Evaluasi


Jam Implementasi Jam Evaluasi
21.30 1. Menyiapkan pasien di kamar 23.15 S : -
operasi dan memasang peralatan O:
monitor TD :120/70 mmHg
21.35 2. Memastikan akses intravena lancar N : 80 x/mnt regular kuat
dan memberikan loading kristaloid RR : 18 x/mnt
100 cc/jam SpO2 : 97 % dengan oksigen bebas
21.45 3. Melakukan asistensi induksi Ronchi (+) batuk efektif (+) dispneu
21.50 4. Memonitor tanda-tanda vital (-) pergerakan dada simetris
pasien setiap 5 menit Perfusi : Hangat kering merah
22.20 5. Kolaborasi dengan dokter untuk CRT < 2 detik
obat-obatan maintenance anestesi Skala Nyeri : 3
selama operasi berlangsung Balance Cairan durante operasi :
22.25 6. Memonitor kesimbangan cairan Input Output
pasien Infus : RL 700 Urin : 250 ml
23.30 7. Memantau tanda-tanda nyeri ml Darah : 100 ml
selama operasi Excess : 350 ml
8. Memberikan injeksi obat-obatan
post operasi : A:
22.35  Metocloperamide 10 mg IV 1. Masalah nyeri akut teratasi
22.45  Ketorolac 30 mg IV sebagian
23.00  Tramadol 100 mg drip dalam 2. Resiko gangguan keseimbangan
100 ml PZ cairan dan elektrolit tidak terjadi
23.00 Operasi selesai P : Lanjutkan intervensi dan terapi
23.10 9. Melakukan asistensi pelepasan post operasi
LMA setelah pernapasan spontan
adekuat
23.13 10. Memantau kondisi pasien, tanda-
tanda vital dan nyeri
23.15 11. Mengevaluasi Keseimbangan
cairan pasien
12. Mengantarkan pasien pindah ke
ROI

Anda mungkin juga menyukai