Anda di halaman 1dari 40

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

KELOMPOK 14
ANGGRAINI PUTRI KINANTI PO7120122052
NAURAH ANNISA NISRINA PO7120122094
M. RIZKI SEPTAWARDANA PO7120122095

MK : KOMUNIKASI
DOSEN PENGAMPUH :
Dr. IRA KUSUMAWATY, S.Kp., M.Kes., MPH

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Komunikasi dalam pembelajaran di kampus ini tepat pada
waktunya. Makalah ini juga bertujuan agar dapat menambah wawasan Tentang Komunikasi untuk
pembelajaran di kampus bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Dr. IRA KUSUMAWATY, S.Kp., M.Kes., MPH
Selaku Dosen mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan Terimakasih Kepada semua pihak yang telah membagi Sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan pembuatan makalah untuk
kedepannya.

Palembang, 9 September 2022

Kelompok 14

2
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR ..........................................................................................................2


DAFTAR ISI ............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................................................6
1.3 TUJUAN...............................................................................................................................6
1.4 MANFAAT ..........................................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI …............................................................................................12

2.2 KOMUNIKASI TERAUPEUTIK……………………………………………………………………13

2.3 PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAUPEUTIK………………………………………………15

2.4 TUJUAN DARI KOMUNIKASI TERAUPEUTIK ADALAH……………………………………...16

2.5 HAL YANG DIPAHAMI DALAM MEMBANGUN DAN MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN


TERAUPEUTIK ………………………………………………………………………………….17

2.6 HAL YANG MENDASARI PIKIRAN PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI TERAUPEUTIK ..18

2.7 KARAKTERISTIK HUBUNGAN TERAUPEUTIK TERSEBUT ANTARA LAIN………………20

2.8 TUJUAN KOMUNIKASI TERAUPEUTIK MENURUT EKO PRABOWO……………………….21

2.9 MENURUT STUART G.W, KOMUNIKASI TERAUPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN

JIWA TERBAGI MENJADI 4

BAGIAN……………………………………………………………………….22

3
BAB III

3.1 METODOLOGI PENELITIAN ANTAR PERAWAT DAN PASIEN GANGGUAN JIWA

………………………………………………………………………………………………..23

3.2 KOMUNIKASI TERAUPEUTIK DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA…………..24


3.3 PRINSIP KEPERAWATAN JIWA DITINJAU DARI KESEHATAN MENTAL………25

3.4 MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA …………………………………………………………26

3.5 PROSES PENCEGAHAN ATAU PROSES BERBAGAI MACAM TERAPIS YANG HARUS
DILAKUKAN………………………………………………………………………….29

3.6 SISTEM PELAKSANAAN KOMUNIKASJ TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

3.7 KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA………………….30

3.8 PROSES PENCEGAHAN ATAU PROSES BERBAGAI MACAM TERAPIS YANG HARUS DILAKUKAN
…………………………………………………………………………………………………………………………….....35

BAB IV
4.1 SISTEM PELAKSANAAN KOMUNIKASJ TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN
JIWA…………………………………………………………………………..……..36

4.2 KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (TIDAK PERCAYA DIRI ATAU
MENUTUP DIRI DARI DUNIA LUAR)…………………………………………………..36
4.3MODEL KERANGKA HASIL PENELITIAN…………………………………………..37

4. 4TIGA JALUR KEGIATAN ANALISIS………………………………………………………………………..38

BAB V
KESIMPULAN……………………………………………………………………...39
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..40

4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat
dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan
sebagainya tidak saja akan menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa
gangguan gizi, terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem sosial dan spiritual
lainnya. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental atau psikis di kalangan masyarakat
saat ini dan akan datang, akan terus menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan
khususnya komunitas profesi psikologi dan keperawatan Sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa gangguan mental disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat yang
telah merasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan mental psikiatri harus
diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena dianggap sebagai aib bagi keluarga. Kenyataan
tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena yang terjadi memang merupakan gambaran nyata
bagi sebagian besar masyarakat, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia taraf pendidikannya masih rendah Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental
juga disebabkan belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan. Kesenjangan ini
mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi, seringkali klien yang sudah dipulangkan
kepada keluarganya beberapa hari, kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan
lebih berat. Tidak sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali bersamanya Saat
ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju
perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat
mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian
dalam keperawatan.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien Komunikasi terapeutik
5
termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat
dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara perawat
dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan
pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003: 48). Komunikasi
terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan
merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja,
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana aktivitas komunikasi terapeutik perawat dengan pasien rawat inap dalam proses
penyembuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit?
1.3 TUJUAN MASALAH
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan banyak manfaat, antara lain

1.4 MANFAAT

A. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan peneliti selanjutnya

dalam mempelajari proses komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa.

B. Manfaat Praktis
Bagi Perawat dapat digunakan sebagai pedoman terapi efektif terhadap pasien dengan

gangguan jiwa. Bagi keluarga pasien, dapat digunakan sebagai panduan untuk merawat anggota

keluarga yang terkena gangguan jiwa dirumah. 1

BAB II PEMBAHASAN

1
Al.Arda, Darmi. “Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Rumah Sakit.”

Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, vol. 10, no. 2, 2019, pp. 74–78.

6
2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI

Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam (Cangara, 2004: 19). Sebagai contoh kegiatan berkomunikasi juga
dilakukan antara perawat dan pasien. Kom(Arda)iunikasi merupakan proses yang dilakukan
perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan yang lain dalam rangka membantu mengatasi
masalah pasien. Interaksi yang berlangsung antara perawat dan pasien menimbulkan dampak
interaksi yang berlangsung antara perawat dan pasien menimbulkan dampak interaksi yang
dekat, diharapkan dapat menimbulkan rasa saling percaya antara keduanya untuk memperoleh
keadaan yang lebih baik.Komunikasi menimbulkan rasa aman dan nyaman pada pasien gangguan
jiwa sebagai pengguna jasa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang sehingga
diharapkan pasien dapat melakukan perawatan selama proses penyembuhan lebih baik. Tenaga
keperawatan perlu memahami konsep dan proses komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien
sehingga meningkatkan mutu pelayanan atau kepuasan pasien dalam asuhan keperawatan pasien
gangguan jiwa di Rumah Sakit.Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan
yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya akan
menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan hubungan yang baik itu, maka kita
tidak boleh melupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi.yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi professional bagi perawat Komunikasi Pengertian Komunikasi
terapeutik(Al).)2

dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003: 48).

2.2. KOMUNIKASI TERAUPEUTIK

2
Pengertian Komunikasi terapeutik(Al).) (Cangara, 2004: 19). Indrawati, 2003: 48).

7
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi khusus yang dilaksanakan oleh penyelenggara
jasa kesehatan dalam hal ini adalah perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan
berfokus pada kesembuhan pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik
karena komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien. Perawat
menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai tehnik komunikasi secara optimal dengan
tujuan mengubah perilaku pasien ke arah yang positif. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
terapeutik termasuk komunika dekat, diharapkan dapat menimbulkan rasa saling percaya antara
keduanya untuk memperoleh keadaan yang lebih baik.Komunikasi menimbulkan rasa aman dan
nyaman pada pasien gangguan jiwa sebagai pengguna jasa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang sehingga diharapkan pasien dapat melakukan perawatan selama proses
penyembuhan lebih baik. Tenaga keperawatan perlu memahami konsep dan proses komunikasi
dalam berinteraksi dengan pasien sehingga meningkatkan mutu pelayanan atau kepuasan pasien
dalam asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.Komunikasi merupakan
suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia.
Komunikasi yang baik, tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk
menghasilkan hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang ada
dalam komunikasi. Dan Komunikasi Teraupeutik ini adalah Komunikasi interpersonal dengan
titik tolak saling memberikan infect Satu sama lain .(Wahyuningsih, S., Dida, S., Suminar, J.R.)3

Menurut Stuart G.W, komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara

perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien memperoleh pengalaman

belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien (Muhit, Abdul,

dan Siyoto, Sandu. 2018: 223).Menurut As Homby, yang dikutip oleh Nurjannah, bahwa

terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Ini

menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat

melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan sesuai

3
GANGGUAN JIWA.” JAHR, 4 (1), Therapeutic communication, 2013, pp. 1–2.

8
dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai

dengan maksimal ketika terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif, sehingga

menimbulkan hubungan take and give antara perawat dan klien (Abdul Muhit dan Sandu

Siyoto, 2018: 221-222). Karena itu, dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus

memakai komunikasi terapeutik, dimana perawat akan dapat lebih mengenal pasien, dan

pasien pun akan lebih menerima adanya perawat disekitar mereka.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan

dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komunikasi terapeutik juga

merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien

berlangsung secara verbal dan non.4

2.3 PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAUPEUTIK

yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan terapeutik:

A.Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan.

B. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai

karakteryang berbeda. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga

harga diri pemberi maupun penerima pesan. Komunikasi yang menciptakan

hubungan saling percaya harus dicapai terlebuh dahulu sebelum menggali

5
permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah.
4
menimbulkan hubungan take and give antara perawat dan klien (Abdul Muhit dan Sandu Siyoto,
2018: 221-222)., 156
5
West, R., & Turner, L. H. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi. 2008.

9
2.4 TUJUAN DARI KOMUNIKASI TERAUPEUTIK ADALAH

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta

dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada

hal yang diperlukan.

A.Mengurangi keraguan, dan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif.

B. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Menurut Effendy, manfaat dari hubungan komunikasi terapeutik antara perawat

dengan pasien adalah sebagai berikut:

Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri.

Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

mempertahankan egonya. Pasien yang memiliki penyakit kronis ataupun terminal,

akan mengalami perubahan pada dirinya, sehingga membuat dirinya tidak mampu

menerima keberadaan dirinya dan merasa tidak berarti.

a. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling bergantung

dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain.

B. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai

tujuan yang realistis.

10
C. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang

(West, R., & Turner)mengalami harga diri rendah, karena itu perawat dapat membantu

pasien meningkatkan integritas dirinya .6

yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan terapeutik:

a. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan.

b. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang

berbeda.

c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun

penerima pesan. Komunikasi yang menciptakan hubungan saling percaya harus dicapai

terlebuh dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif

pemecahan masalah.(Herfira, A., & Supratman)7

2.5 HAL YANG DIPAHAMI DALAM MEMBANGUN DAN

MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN TERAUPEUTIK

Musliha dalam buku Eko Prabowo (2014: 60), menyebutkan tujuan dari

komunikasi terapeutik adalah:

A.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya

pada hal yang diperlukan.

6
Herfira, A., & Supratman, L. P. (2017). Komunikasi Teraupeutik Di Rumah Sakit Jiwa. 2017.

7
Herfira, A., &. Supratman. Yang Harus Dipahami Dalam Membangun Dan Mempertahankan Hubungan
Terapeutik. Edited by cipta media Kita, 2017

11
B.Mengurangi keraguan, dan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif.

C. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.8

8
Wahyuningsih, S., Dida, S., Suminar, J.R. Hambatan Komunikasi Teraupeutik Kader Jiwa,

Dan Keluarga Pada Pasien Gangguan Jiwa Pasien Gangguan Jiwa Pasca Pasung. 2019.

12
pikiran mempertahankan egonya. Pasien yang memiliki penyakit kronis ataupun

terminal, akan mengalami perubahan pada dirinya, sehingga membuat dirinya tidak

mampu menerima keberadaan dirinya dan merasa tidak berarti.

2.6 HAL YANG MENDASARI PIKIRAN PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI


TERAUPEUTIK
A.Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling bergantung

dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.Rasa identitas personal yang

jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang memiliki gangguan identitas personal

biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah, karena

itu perawat dapat membantu pasien meningkatkan integritas dirinya (Nurhasanah,

2013: 65-66).Menurut Roger yang dikutip oleh Suryani, terdapat beberapa karaketristik

dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.9

2.7 KARAKTERISTIK HUBUNGAN TERAUPEUTIK TERSEBUT ANTARA

LAIN

a. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan kunci dari hubungan

komunikasi terapeutik, dengan kejujuran akan membuat hubungan perawat

9
Nurhasanah. HAL YANG MENDASARI PIKIRAN PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI TERAUPEUTIK. 2013, pp. 65–66.

13
dan pasien saling percaya.Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam

berkomunikasi, sebaiknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah

dipahami pasien.

B. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan. yang menciptakan hubungan saling percaya harus dicapai terlebuh

dahulu

C.Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang

berbeda.

D .Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi

maupun penerima pesan. Komunikasi sebelum menggali permasalahan dan

memberikan alternatif pemecahan masalah (Afnuhazi, 2015: 32).

E. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan bersifat hangat, penuh

perhatian dan penghargaan terhadap pasien.

F. Empati bukan simpati. Dengan bersikap empati, perawat dapat merasakan dan

memikirkan permasalahanyang dilalui pasien.

G. Menerima pasien apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan

merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan terapeutik.

H. Sensitif terhadap perasaan pasien. Karena jika perawat tidak sensitif pada perasaan

pasien, bisa saja perawat melewati batas sehingga dapat menyinggung perasaan

pasien.

14
I. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien atau perawat, prinsip yang

digunakan adalah here and now (Nurhasanah, 2013: 67-68). Dalam pelaksanaan

komunikasi terapeutik, harus direncanakan dengan matang dan terstruktur dengan baik,

agar mendapat hasil yang diinginkan. Menurut Stuart G.W, dalam proses komunikasi

terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-

interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.10

2.8 TUJUAN KOMUNIKASI TERAUPEUTIK MENURUT EKO PRABOWO

A. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya

pada hal yang diperlukan.

B. Mengurangi keraguan, dan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif.

C. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

D. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri.

Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

mempertahankan egonya. Pasien yang memiliki penyakit kronis ataupun terminal, akan

mengalami perubahan pada dirinya, sehingga membuat dirinya tidak mampu menerima

keberadaan dirinya dan merasa tidak berarti.11

10
Husain, A. H. Al. Komunikasi Kesehatan Dokter Dan Pasien Berbasis Kearifan Lokal Sipakatau Di Masa Pandemi .
2020.

11
VanKatwyk, P. L. Therapy Talk and Therapeutic Conversations: The Formation of Pastoral Counselors. J Pastoral
Care Counsel,. 2006.

15
E. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling bergantung

dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain.

F. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai

tujuan yang realistis.

G. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang

memiliki gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan

mengalami harga diri rendah, karena itu perawat dapat membantu pasien meningkatkan

integritas dirinya (Nurhasanah, 2013: 65-66). pikiran mempertahankan egonya. Pasien

yang memiliki penyakit kronis ataupun terminal, akan mengalami perubahan pada

dirinya, sehingga membuat dirinya tidak mampu menerima keberadaan dirinya dan

merasa tidak berarti.12

H. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling bergantung

dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain.

I. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai

tujuan yang realistis.13

12
Wood, J. T. (2016). Communication mosaics: An introduction to the field of communication. Cengage Learning.

13
Leon, G. De. Teurapeutik Di Dalam Masyarakat. 2000.

16
J.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang

memiliki gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan

mengalami harga diri rendah, karena itu perawat dapat membantu pasien meningkatkan

integritas dirinya (Nurhasanah, 2013: 65-66).

17
14
pikiran mempertahankan egonya. Pasien yang memiliki penyakit kronis ataupun terminal,

akan mengalami perubahan pada dirinya, sehingga membuat dirinya tidak mampu

menerima keberadaan dirinya dan merasa tidak berarti.15

K. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling bergantung

dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Rasa identitas personal yang jelas dan

peningkatan integritas diri. Pasien yang memiliki gangguan identitas personal biasanya

tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah, karena itu perawat

dapat membantu pasien meningkatkan integritas dirinya (Nurhasanah, 2013: 65-66).Tidak

membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi, sebaiknya perawat

menggunakan kata-kata yang mudah dipahami pasien.16

14
Patty, M. F., Sari, D. K. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien Di Ruang
Neurologi Rumah Sakit Um Um Daerah. 2015.

15
West, R., & Turner, L. H. (2008). Pengantar Teori Damayanti, R., &. Hernawaty. “Pengaruh Terapi Suportif Keluarga
Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa.” Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 2014

16
Nurhasanah. HAL YANG MENDASARI PIKIRAN PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI TERAUPEUTIK . 2013, pp. 65–66.

18
2.9 MENURUT STUART G.W, KOMUNIKASI TERAUPEUTIK PADA PASIEN

GANGGUAN JIWA TERBAGI MENJADI 4 BAGIAN.

yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja

dan tahap terminasi.

A. Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahap ini, perawat menggali dan melihat dirinya sendiri dengan cara

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari

informasi tentang pasien sebagai lawan bicaranya. Setelah ini dilakukan, perawat

merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien. Tahapan ini dilakukan agar

saat pertama kali perawat bertemu dengan pasien rasa cemas perawat berkurang.

B. Tahap Perkenalan/Orientasi

Menurut Suryani, perawat memperkenalkan dirinya pada pasien berarti perawat telah

bersikap terbuka pada pasien dan diharapkan akan mendorong pasien untuk membuka

dirinya. Selain itu, tugas yang harus dilakukan perawat pada tahap ini adalah membina

rasa saling percaya, menggali pikiran dan perasaan pasien untuk mengidentifikasi

permsalahan pasien, dan menunjukkan penerimaan sehingga terjadinya komunikasi

terbuka antara pasien gangguan jiwa dan perawat.Terbagi lagi menjadi

C. Tahap Kerja

19
Tahap kerja merupakan tahap yang paling panjang komunikasi terapeutik, karena perawat

diharuskan untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan

pikirannya. Selain itu, perawat diharuskan mendengarkan secara aktif dan dengan penuh

perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah yang sedang

dihadapi, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.17

D. Tahap Terminasi

Menurut Stuart G.W, terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan pasien. Tahap

terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara

adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien, yang berarti pasien dan perawat akan

bertemu kembali. Sedangkan terminasi akhir dilakukan perawat setelah menyelesaikan

seluruh proses pasien. Tahapan ini dilakukan agar saat pertama kali perawat bertemu dengan

pasien rasa cemas perawat berkurang.18

Menurut Suryani Komunikasi Teraupeutik Pada pasien Gangguan Jiwa

A. Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahap ini, perawat menggali dan melihat dirinya sendiri dengan cara

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari

informasi tentang pasien sebagai lawan bicaranya. Setelah ini dilakukan, perawat

Damaiyanti, Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


17

Keperawatan.Bandung:Refika Aditama Fitria 25-30

18
Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP).Jakarta:Salemba Medika Hadisukanto G.dkk

20
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien. Tahapan ini dilakukan agar

saat pertama kali perawat bertemu dengan pasien rasa cemas perawat berkurang

Tahap Perkenalan/Orientasi

Menurut Suryani, perawat memperkenalkan dirinya pada pasien berarti perawat telah bersikap

terbuka pada pasien dan diharapkan akan mendorong pasien untuk membuka dirinya. Selain

itu, tugas yang harus dilakukan perawat pada tahap ini adalah membina rasa saling percaya,

menggali pikiran dan perasaan pasien untuk mengidentifikasi permsalahan pasien, dan

menunjukkan penerimaan sehingga terjadinya komunikasi terbuka antara pasien dan perawat.

C. Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan tahap yang paling panjang komunikasi terapeutik, karena perawat

diharuskan untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan

pikirannya. Selain itu, perawat diharuskan mendengarkan secara aktif dan dengan penuh

perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah yang sedang

dihadapi, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

D. Tahap Terminasi

Menurut Stuart G.W, terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan pasien. Tahap

terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara

adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien, yang berarti pasien dan perawat akan
21
bertemu kembali. Sedangkan terminasi akhir dilakukan perawat setelah menyelesaikan seluruh

proses pasien. Tahapan ini dilakukan agar saat pertama kali perawat bertemu dengan pasien

rasa cemas perawat berkurang.19

19
Psikiatri.Jakarta:FKUI Kusumawati F dan Hartono Y, 2010.Buku Ajar Keperawatan
Jiwa.Jakarta:Salemba Medika. 25-28

22
BAB III

3.1 METODOLOGI PENELITIAN ANTAR PERAWAT DAN PASIEN GANGGUAN JIWA

antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi
di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 :
48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik
bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan
masalahnya (Arwani, 2003: 50). Dan diharapkan dapat menimbulkan rasa saling percaya antara
keduanya untuk memperoleh keadaan yang lebih baik.Komunikasi menimbulkan rasa aman dan
nyaman pada pasien gangguan jiwa sebagai pengguna jasa di Rumah Sakit Jiwa sehingga
diharapkan pasien dapat melakukan perawatan selama proses penyembuhan lebih baik. Tenaga
keperawatan perlu memahami konsep dan proses komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien
sehingga meningkatkan mutu pelayanan atau kepuasan pasien dalam asuhan keperawatan pasien
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang tak pernah lepas dari
kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula.
Untuk menghasilkan hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang
ada dalam komunikasi.Komunikasi menimbulkan rasa aman dan nyaman pada pasien gangguan
jiwa sebagai pengguna jasa di Rumah Sakit Jiwa sehingga diharapkan pasien dapat melakukan
perawatan selama proses penyembuhan lebih baik. Tenaga keperawatan perlu memahami konsep
dan proses komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien sehingga meningkatkan mutu pelayanan
atau kepuasan pasien dalam asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian suatu pesan yang tak pernah lepas dari
kehidupan manusia. Komunikasi yang baik, tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula.
Untuk menghasilkan hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang
ada dalam komunikasi.20

20
Marrelli T.M, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan.3nd Ed.Jakarta:EGC Nurhaeni H.dkk,
23
3.2 KOMUNIKASI TERAUPEUTIK DENGAN PASIEN GANGGUAN JIWA

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan

mempertahankan perilaku yang mengkontribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas.

Menurut American Nurses Association (ANA) keperawatan kesehatan mental dan

psikiatrik adalah suatu bidang praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku

manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai

kiatnya, agar dapat meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan21

3.3 PRINSIP KEPERAWATAN JIWA DITINJAU DARI KESEHATAN MENTAL

Prinsip keperawatan jiwa ditinjau dari segi paradigma keperawatan dan mental pasien

(Stuart and Sundeen,, Hamid, 1998: 03). yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan

keperawatan, sebagai berikut:

A. Manusia

Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi

dengan lingkungan secara keseluruhan. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat,

mandiri dan tercapai aktualisasi diri.

B. Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan

lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Hubungan interpersonal yang

dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.22


21
Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.Jakarta:EGC Nurjannah, Intansari, 2004.12-15
22
MocoMedikaa Nurjannah, Intansari, 2005.Aplikasi ProsesKeperawatan.Yogyakarta 34-38
24
C. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu

segi kualitas hidup manusia.

D. Keperawatan

Metodologi dalam keperawatan keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri

secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri,

lingkungan, interaksi dengan lingkungan, kesadaran ini merupakan dasar untuk

perubahan.

Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras

dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri,

orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keharmonisan fungsi jiwa yaitu sanggup

menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia. Karena itu, prinsip

keperawatan jiwa yang ditinjau dari paradigma keperawatan yaitu manusia, lingkungan,

kesehatan dan keperawatan yang saling terintegrasi dan mempengaruhi satu sama lain,

misalnya manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan baik dari dalam

maupun dari luar yang mana nantinya akan mempengaruhi kesehatan dan membutuhkan

pelayanan keperawatan (Afnuhazi, 2015: 57-59).23

23
MocoMedika Farida, pipin.dkk, 2011.Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan
Jiwa.Jakarta:EGC Sriati, Aat.dkk, 2013.Laporan Pendahuluan tentang Masalah

25
3.4 MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA

A. Gangguan Depresi

Depresi merupakan suatu perasaan yang dapat muncul dalam berbagai cara dan

mempunyai sejumlah penyebab. Kondisi ini bisa disertai dengan kecemasan,

gelisah, dan berbicara gugup atau bisa beralih menjadi periode mania (mood

yang meningkat), berbicara terputus - putus, serta aktivitas kompulsif yang

dinamakan pasien “manic depresif”. namun ada juga yang bersikap apatis dan

cenderung menutupu kekhawatirannya. Penderita sering mengeluh tidak

mampu berfikir dengan jelas, sulit berkonsentrasi, atau membuat keputusan

(Jacoby, dalam Prabowo, 2014: 75).

B. Gangguan Perubahan Mood (Bipolar)

Gangguan Bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa memandang apakah ada

perubahan mental antara mania dan depresi secara full brown. Gangguan

bipolar merupakan suatu psikosis afektif, ada gangguan emosi, baik akibat

kebiasaan maupun menyembunyikan kecemasan dan perasaan malu. Pada fase

depresi, pendiam, memendam perasaan, emosional sensitive. Pada fase mania

perilakunya sangat berlawanan, sangat ekstrover (Jacoby, dalam Prabowo,

2014: 78).

Hal yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang yang mengalami

gangguan suasana perasaan, yaitu depresi dan bipolar adalah sebagai berikut:24

Damaiyanti, Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


24

Keperawatan.Bandung:Refika Aditama Fitria

26
3. 5TEKNIK TERAUPEUTIK PASIEN DENGAN PERAWAT

Ditinjau dari segi teori masih banyak teknik-teknik yang belum diterapkan oleh perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini mungkin dikarenakan durasi perawatan
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang yang cukup lama, sehingga kesan
tidak baik maupun yang baik, yang telah disampaikan pasien merupakan hal yang wajar.
Akan tetapi dari pihak perawat harus memperbaiki apa yang sudah ada, dengan
merefresing kembali teori komunikasi terapeutik, persiapan diri dari rumah untuk benar-
benar siap bekerja melayani dirumah sakit.Perawat berperan penting dalam memberikan
perhatian kepada pasien dalam segala hal yang mencakup kesehatan pasien. Obat
fungsinya mengobati penyakit pasien, sedangkan perawat fungsinya memberikan
semangat,

dorongan untuk cepat sembuh, mengajak pasien bercerita dan bersenda gurau untuk
menghibur dan meringankan beban (penyakit) yang diderita oleh pasien.25

3.6 SIKAP PERAWAT DALAM MELAKUKAN KOMUNIKASI TERAUPEUTIK


Perawat dalam komunikasi dapat dilakukan dengan jabat tangan dan menggunakan
sikap terbuka dalam membantu pasien yang mengalami sakit atau memerlukan bantuan.
Komunikasi non verbal juga digunakan, misalnya adanya gerakan tubuh, termasuk
gerak tangan, gerak kaki, gerakan kepala, ekspresi wajah (tersenyum dan ramah) kepada
pasien, sehingga pasien merasa senang dan nyaman selama dirawat oleh perawat
tersebut.
Mengadakan komunikasi dengan pasien, perawat juga melakukan komunikasi dengan
keluarga pasien, terutama ketika pasien menolak terhadap suatu tindakan medis, maka
perawat mengadakan negoisasi dengan keluarga perihal tindakan medis yang dilakukan,
apa tujuannya dan apa akibatnya jika tidak dilakukan. Dengan demikian diharapkan
keluarga juga berperan dalam mengambil keputusan terhadap tindakan medis yang
26
dilakukan.

25
Marrelli T.M, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan.3nd Ed.Jakarta:EGC Nurhaeni
H.dkk,

Sriati, Aat.dkk, 2013.Laporan Pendahuluan tentang Masalah Psikososial.Jakarta:Salemba


26

Medika Yosep, Iyus, 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika Aditama


27
3.7 PENTINGNYA KOMUNIKASI TERAUPEUTIK BAGI KESEMBUHAN PASIEN
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi
ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat
membantu dan pasien menerima bantuan.
Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien mengatasi stress
sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang
tidak dapat diubah, dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini
disebut komunikasi terapeutik.27

3.8 PROSES PENCEGAHAN ATAU PROSES BERBAGAI MACAM


TERAPIS YANG HARUS DILAKUKAN

1). Pada proses awal, terapis harus mengidentifikasi berbagai stressor yang

mungkin menyebabkan depresi. Hal ini dibutuhkan agar bisa mengetahui yang

mana yang harus dilakukan dan tidak dilakukan.

2). Pasien diajarkan untuk menelaah secara cermat cara berfikir mereka saat

depresi, agar bisa menunjukkan kesalahan - kesalahan mereka dalam berpikir.

3). Mengkoreksi kesalahan - kesalahan berpikir dan menggantinya dengan

pemikiran dan penilaian yang kurang menyebabkan depresi dan lebih realistis.

4). Pasien diajak untuk belajar membangun hubungan interpersonal yang penting

dan baru (Prabowo, 2014: 81 - 83).

Dalam kasus di penelitian ini, dimana relawan sebagai perawat tidak memiliki

27
Lalongkoe, Maksimus Ramses & Thomas Alfai Edison. 2014. Komunikasi Terapeutik Pendekatan
Praktis Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

29
kemampuan atau latar belakang kedokteran/kesehatan, sehingga mereka hanya

mengandalkan insting mereka sebagai manusia yang saling membantu, tetapi

tahapan yang dilakukan mereka dalam merawat pasien gangguan jiwa, kurang lebih

sama dengan beberapa tahap komunikasi terapeutik diatas.28

BAB IV

4.1 SISTEM PELAKSANAAN KOMUNIKASJ TERAPEUTIK PADA


PASIEN GANGGUAN JIWA

Apa itu penyakit gangguan jiwa?


Gangguan jiwa adalah kumpulan gejala berupa pola perilaku atau pola psikologis yang
secara klinis bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi penting
manusia. Gangguan dapat merupakan kombinasi perasaan, perilaku, komponen kognitif
atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem
saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Gejala klinis gangguan jiwa yang
menimbulkan penderitaan dapat berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram,
terganggu dan gangguan fungsi organ seperti maag, pusing, berdebar-debar, kelumpuhan
dan lainnya.

Penyebab gangguan mental bervariasi merupakan gabungan dari faktor biologi, faktor
psikoedukasi dan sosiokultur. Gangguan jiwa ini telah dikelompokkan secara obyektif
pada beberapa kelompok gangguan. Diantaranya gangguan akibat penyakit otak atau
diluar otak yang mengganggu fungsi otak, gangguan akibat narkoba, gangguan proses
Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal (Terjemahan: Tim Fakultas
28

Psikologi UI). Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

30
fikir, gangguan perasaan, gangguan perilaku, gangguan pada anak dan remaja dan
gangguan terkait kebudayaan. Terdapat lebih dari 100 gangguan yang telah dapat
dikelompokkan, dari yang ringan sampai berat, dari yang bisa sembuh sempurna sampai
menjadi gangguan kronis dan mengalami kemunduran.29

 Penyakit pada pasien kali ini ialah tidak percaya diri dan menutup diri dari dunia
luar
1. Prainteraksi
Pada kejadian ini, perawat diharapkan bisa memahami atau mencari tahu karakteristik
drai pasien yang akan dihadapinya agar tau bagaimana tindakan atau perlakuan yang
akan dilakukan secara baik dan benar.

Pada kasus kali ini, seorang pasien dengan gangguan kejiwaan, penyakit yang sedang
diidap pasien adalah penyakit tidak percaya diri, takut dengan dunia luar, dan tidak
suka bertemu orang ramai. Pasien datang ke Rumah Sakit dengan tim rahabilitator
dari instansi terdekat.

2. Orientasi
 Salam terapeutik
Permisi kakak, perkenalkan saya suster Ura, kakak bisa panggil saya suster Ura,
saya bertugas dari jam 7 pagi ini sampai jam 8 malam, kalau boleh tahu, naka
kakak siapa ya? Baik namanya Kinan ya kak, kalau begitu saya panggil kak
Kinan boleh ya..
 Evaluasi /Validasi
Baik kak, disini kakak bisa bercerita apa saja yang kakak ingin cerita kepada
saya, anggap saja saya adik atau orang terdekat kakak ya kak, jangan
sungkan dengan saya ya kak

3. Kerja

Merupakan inti dari hubungan perawat dan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan
rencana tindakankeperawatan yang akan dilaksanakan.

Kak sekarang apakah kakak merasa nyaman dengan kehadiran saya? Kalau kakak sudah
29
Fatimah, Dra.Enung, 2006, Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV.Pustaka
Setia

31
merasa nyaman, apakah kakak sudah bisa bercerita dan siap memberikan cerita
kehidupan kakak kepada saya, saya akan mendengarkan segala keluh kesah yang
ingin kakak keluarkan, saya juga bersedia untuk memberikan saran, solusi, dan jalan
keluar jika kakak menginginkannya.

4. Evaluasi / Terminasi
 Evaluasi respon klien pada tindakan keperawatan
Bagaimana kak, apakah kakak masih jika bertemu orang banyak, apa yang kakak
rasakan ketika berada di keramaian?
 Tindak lanjut klien
Untuk sekarang, kakak bisa bersosialisasi dengan orang lain tanpa rasa takut, buat
diri kakak senyaman mungkin ya...
 Kontrak yang akan datang yaitu, topik, waktu, tempat
Untuk pembicaraan selanjutnya, kakak bisa temui saya di tempat yang kakak
inginkan ya kakk.... Semangatt kakakk....

4.3 KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (TIDAK


PERCAYA DIRI ATAU MENUTUP DIRI DARI DUNIA LUAR)
ILUSTRASI (PERCAKAPAN DIALOG)
Pada kejadian ini, ada seorang pasien dengan gangguan kejiwaan, penyakit yang sedang
diidap pasien adalah penyakit tidak percaya diri, takut dengan dunia luar, dan tidak suka
bertemu orang ramai. Pasien datang ke Rumah Sakit dengan tim rahabilitator dari instansi
terdekat.
Pasien : “aku tdak mau di obati,aku mau nya bebasss , aku tidak suka tempat ramai, tolong
pulangkan aku”
Perawat 1 : “Maaf t sebelumnya tenang terlebih dahulu ya pak.
Pasien: Tidak saya maunya pulang.
Perawat 2: Tenang ya pak. Disini kami berdua akan memberikan bapak tuanh cerita untuk
menyampaikan apa yang menjadi keluh kesah bapak selema ini, tumpahkan saja semuanya
kepada kami berdua, mengapa bapak ingin selalu menyendiri, atau bapak tidak suka bertemu
dengan orang baru dan lain halnya
Pasien : “tapi sus, saya ingin sendiri, saya tidak ingin diganggu”
Perawat 1 : “tidak apa²-apa bapak, kami tidak akan memaksa bapak untuk berbicara sekarang,
ini, nama saya suster Anggraini, dan ini teman saya suster Naurah, kami ada disini jika bapak
memerlukan bantu
32
Hari-hari berlalu dengan menjalankan terapi komunikasi setiap hari dengan pasien, hingga
akhirnya pasien mulai membuka diri untuk orang terdekat.
Pwrawat 2 : “ halo bapak, hari ini makan siang kita sayur ya pak”
Pasien : “saya ga suka sayur sus, sayur tuh gaenak sus”
Perawat 1: “kalau begitu kita makan bareng aja ya pak, biar yang bapak rasa kita juga rasa,
oke pak?”

Dengan pendekatan dan komunikasi teratur yang dilakukan akhirnya pasien mulai ingin
cerita tentang dirinya.
Pasien : “ suss, suster... Dimana, temani saya”
Perawat 1 dan 2 pun menghampiri pasien
Perawat 1&2 : “ada apa bapak?”
Pasien : “ sus, saya mau cerita, semalam saya mimpui kalau saya berjalan di taman dan
dikelililngi orang- orang baik yang menyapa saya”
Perawat 2 : “wahh pasti asyik sekali ya pak, terus bagaimana pak kelanjutannya?”
Pasien : “sus di mimpi itu saya mempunyai banyak teman dan berbicara dengan banyak
orang, saya jadi ingin mencobanya sus”
Perawat 1&2 pun membawa pasien berjalan di instansi sel pasien yang lain untuk menemani
pasien bercengkrama dengan teman barunya.Dengan ilustrasi di atas bisa dilihat bahwa
perubahan dilakukan dengan perlahan dan pasti, karena jika dengan paksaan, pasien akan
semakin tertekan dan menghambat pengobatan. Dengan perawat yang berkompeten di
bidangnya, maka akan membantu pasien dalam penyembuhannya.
33
4.4 MODEL KERANGKA HASIL PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang

tepat, yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang

berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan kegiatan, sikap, pandangan, serta proses-

proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Dengan kata

lain, penelitian

deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau

subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya (Hermawan, 2019: 37). Tujuan

penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

sistematis, faktual mengenai fakta-fakta, sifat- sifat serta hubungan antar fenomena

yang diselidiki (Rukajat, 2018: 18). Lingkungan yang berinteraksi dengan mereka,

berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Rukajat,

2018: 01). Tujuan deskriptif kualitatif untuk menggambarkan, meringkas berbagai

kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi

objek penelitian, dan berupaya menarik ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter,

tanda, atau gambaran tentang kondisi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2009:

68). Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengertian

tentang suatu peristiwa atau perilaku manusia dalam suatu Tindakan


34

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan yang mengharuskan peneliti turun ke

lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan,

waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan (Mamik, 2015: 104). Teknik pengumpulan

data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak

terlalu besar. Proses-proses pengamatan dan ingatan juga sangat penting saat

melakukan observasi (Anggito dan Setiawan, 2018: 109)

Peneliti menggunakan participant observation jenis participant as observer, dimana

pengamat hanya berfungsi dalam kelompok sebagai pengamat, dimana hanya

sebagai subordinat dari kelompok sesuai dengan fungsi normalnya dan dia diterima

oleh kelompok selama waktu mengamati kegiatan kelompok (Yusuf, 2014: 389).

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu Teknik yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara

dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi langsung.

Dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka antara

pewawancara dengan sumber informasi, dimana pewawancara bertanya lngsung

tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya (Yusuf, 2017:
372).

35

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerapkan wawancara tidak terstruktur,

karena jalannya pembicaraan lebih diarahkan oleh respon dari responden, daripada

agenda yang dimiliki oleh peneliti, keuntungan wawancara ini bisa lebih spontan

dalam pembicaraan, lebih kecil terhalangi mengalirnya informasi, dan lebih besar

peluang bisa menjajaki berbagai aspek permasalahan yang tidak terbatas (Anggito,

2018: 87).

c. Studi Dokumen

Menurut Hammersley dan Atkinson, perlunya pengumpulan data dengan

menggunakakan metode studi dokumen dikarenakan dokumen dapat memberi

informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh dari observasi atau wawancara,

yang termasuk dokumen adalah buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, dan

data-data yang bersangkutan lainnya (Afiyanti dan Rachmawati, 2014: 133).Peneliti

menggunakan data yang diperoleh dari Yayasan Mentari Hati Tasikmalaya, selain

itu peneliti juga melakukan dokumentasi terhadap kegiatan dalam penelitian yang

bersangkutan dengan komunikasi terapeutik antara relawan dengan pasien

gangguan jiwa, agar data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.

3. Teknik Analisis Data

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan

sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk

perkaranya, dan sebagainya). Data adalah informasi yang biasanya dikumpulkan

untuk tujuan tertentu (misalnya riset/penelitian, penyidikan dan sebagainya) dan


mempunyai hubungan dengan tujuan daripada kegiatan tersebut (Fitri dan Anny

dalam Rifai, 2019: 73-74).Analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawamcara, catatan lapangan, dan

dokumentasi,

36

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam suatu kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Saebani dalam Rifai, 2019: 74)30

4.5TIGA JALUR KEGIATAN ANALISIS

Terdapat tiga jalur kegiatan analisis data kualitatif yang terjadi secara bersamaan,

yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan

Huberman dalam Rifai, 2019: 76-78) :

Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan kecerdasan,

keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal pokok, memfokuskan pada

hal- hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu.

30
Lexy J., Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

37
A. Penyajian Data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun, memberi organsiasi atau institusi. Jadi,
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses komunikasi terapeutik antara
relawan/psikiater dengan pasien gangguan jiwa di rumah sakit kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan. Data yang disajikan berupa rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis.
Jadi penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.Penyajian data yaitu
sekumpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Data yang
disajikan berupa rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis. Jadi penyajian data
adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

A. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan kesimpulan.

Verifikasi (penarikan kesimpulan), yaitu membuat kesimpulan dari data yang

diperoleh sejak awal penelitian. Menurut Sutopo dalam Rifai, agar hasil penelitian

benar-benar bisa sesuai dengan fakta yang sebenarnya maka dilakukan adanya

pelaksana. Jadi, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses komunikasi

terapeutik antara perawat dengan pasien gangguan jiwa di rumah sakit.31

Fatimah, Dra.Enung, 2006, Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik).


31

Bandung: CV.Pustaka Setia


BAB V
KESIMPULAN

Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 18 tahun 2014, Orang Dengan Masalah Kejiwaan

(ODMK) adalah orang yang memiliki risiko mengalami gangguan jiwa, dimana

orang tersebut mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan

perkembangan atau kualitas hidup. Sedangkan Orang Dengan Gangguan Jiwa

(ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan pikiran, perilaku dan perasaan

dalam perubahan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan

dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

38
39

DAFTAR PUSTAKA

Arwani. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.


Cangara, Hafied. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Indrawati. (2003). Komunikasi Untuk Perawat, Jakarta: EGC
Machfoedz, Machmud. (2009). Komunikasi Keperawatan (Komunikasi
Terapeutik). Yogjakarta: Ganbika.
Lexy J. Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.
Rosdakarya.
Pawito. (2007). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS.
Rasmun, S. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psekiatri Terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta: Fajar Inter Pratama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sutopo. (2002). Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Uripni, Christina Lia. (2002). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
i

Anda mungkin juga menyukai