Anda di halaman 1dari 92

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN

DIMENSI RESPON DAN TINDAKAN DALAM KOMUNIKASI


TERAPEUTIK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
(KELAS III C KEPERAWATAN)

MIFTAHUL AISYAH NIM 2214201146


MICY PRATAMA PUTRI NIM 2214201145
RICA NOPITA PUTRI NIM 2214201159
SALSABILLA AURIGA. A NIM 2214201162
TASILA PUTRI. R NIM 2214201172
YAS LISKARI SABELAU NIM 2214201181

DOSEN PENGAMPU : Ns. DIANA ARIANTI, M.Kep


MATA KULIAH : KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, dengan membuka pintu hati dan pikiran penulis sehingga

penulisan makalahyang berjudul “DIMENSI RESPON DAN TINDAKAN DALAM

KOMUNIKASI TERAPEUTIK” dapat diselesaikan tepat waktu dan disusun

dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Komunikasi Terapeutik

Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi

pembaca maupun penulis. Dalam pembuatan makalah ini penulis telah banyak

dibantu oleh berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dorongan moril dan materil

kepada penulis.

2. Ibu Ns. Diana Arianti, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah

Komunikasi Terapeutik Keperawatan.

3. Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan

satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang

bersifat membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi nantinya.

Padang, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ............................................................ 5

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik.................................................................. 6

2.3 Prinsip Komunikasi Terapeutik.................................................................. 7

2.4 Komponen Komunikasi Terapeutik ........................................................... 12

2.5 Dimensi Respon dalam Komunikasi Terapeutik........................................ 15

2.6 Dimensi Tindakan dalam Komunikasi Terapeutik .................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 18

3.2 Saran .......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 20

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen Komunikasi Terapeutik ........................................................ 13

Gambar 1. Dimensi Respon dalam Keperawatan Terapeutik ................................... 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kegiatan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan komunikasi

merupakan suatu proses untuk menciptakan hubungan saling percaya antara tenaga

kesehatan dengan klien atau pasien, dokter atau perawat dengan tim kesehatan lain,

dan tenaga kesehatan dengan keluarga atau masyarakat. Hal ini diperlukan dalam

menggali data atau informasi guna mengidentifikasi masalah-masalah klien, membuat

rencana tindakan, dan mengimplementasikan serta melakukan evaluasi tindakan-

tindakan pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan. Hubungan saling membantu

(helping relationship) sangat diperlukan untuk memberi suport kepada klien atau

pasien, oleh karena itu keterampilan tenaga kesehatan dalam teknik-teknik

komunikasi efektif dan terapeutik sangat diperlukan (Efendi, 2020).

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah proses

keperawatan. Setiap tahapan di dalam proses keperawatan (pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi) memerlukan

komunikasi yang efektif dan keahlian atau kemampuan seorang perawat dalam

berkomunikasi. Komunikasi antara pasien dengan perawat, tidak hanya sekedar dari

sisi perawat yang menjadi perhatian khusus namun dari sisi pasien perlu menjadi

perhatian. Terutama saat pasien bermasalah dengan komunikasi seperti tidak dapat

berinteraksi dikarenakan perkembangan yang terhambat, masalah fisik, gangguan

yang disebabkan karena terapi atau juga emosi (Efendi, 2020).

Faktor komunikasi menjadi faktor utama sebagai penjaga dalam kegagalan

pelayanan dirumah sakit. Komunikasi pasien tenaga medis yang efektif adalah inti

1
keterampilan klinis. Bagaimana berkomunikasi dengan pasien sangat mempengaruhi

pengalaman perawatan mereka dan bagaimana mereka mengelola kesehatannya pasca

perawatan. Komunikasi yang buruk pada masa perawatan, dapat meningkatkan resiko

seperti hasil kesehatan yang buruk, perawatan pasien yang tidak tepat Komunikasi

merupakan proses yang rumit, apalagi jika berkomunikasi dengan pasien. Pasien

adalah seseorang yang membutuhkan bantuan berkaitan dengan masalah kesehatan

yang sedang dihadapi untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan

(Prawito, 2019).

Pasien adalah individu yang sedang mengalami gangguan atau penurunan

kesehatan, atau dengan kata lain individu yang sedang sakit. Kondisi sakit adalah

kondisi yang tidak nyaman, individu akan dihadapkan pada situasi yang sangat sulit

dalam menghadapi diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan sosialnya. Tenaga

kesehatan harus memahami, bahwa pasien berada dalam keadaan yang tidak stabil,

baik fisik, psikologis, maupun sosial ekonomi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan

harus bisa menjaga komunikasi dengan pasien baik verbal maupun nonverbal, agar

tidak berdampak pada psikologis pasien. Apabila petugas kesehatan mengalami

kegagalan dalam berkomunikasi dengan pasien, maka pelayanan kesehatan yang

diberikan tidak akan maksimal, dan kepuasan klien akan pelayanan yang berkualitas

tidak akan terpenuhi. Tenaga kesehatan baik dokter, perawat, maupun ahli gizi,

merupakan profesi yang selalu hadir di tengah-tengah pasien, oleh karena itu

komunikasi terapeutik yang terjalin antara tenaga kesehatan dengan pasien sangat

mempengaruhi proses perawatan dan kesembuhan (Hardjana, 2018).

Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi tenaga kesehatan pasien, tentu

tidak hanya permasalahan komunikasi dalam hal medis saja. Efektifitas komunikasi

menyangkut beragam disiplin ilmu baik aspek sosiologis, antropologis, psikologi, dan

2
lain sebagainya. Dalam proses komunikasi kesehatan dengan pasien atau klien

memerlukan pendekatan yang berbeda beda, hal ini disebabkan oleh kondisi pasien

ataupun klien yang beragam baik dari aspek medis, ataupun demografi, sosiologis,

maupun psikologis. Untuk ini tenaga kesehatan diharapkan mampu melakukan

komunikasi terapeutik yang efektif dan juga memahami beragam hambatan hambatan

komunikasi efektif (Effendi, 2020).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut,

yaitu :

1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik ?

2. Apakah tujuan dari komunikasi terapeutik ?

3. Apasaja prinsip dari komunikasi terapeutik ?

4. Bagaimana komponen dalam komunikasi terapeutik ?

5. Bagaimana respon dimensi dalam komunikasi terapeutik ?

6. Bagaimana tindakan dimensi dalam komunikasi terapeutik ?

1.3 TUJUAN

Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan

pengetahuan tentang dimensi respon dan tindakan dalam komunikasi terapeutik.

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik.

2. Untuk mengetahui tujuan dilakukannya komunikasi terapeutik.

3. Untuk mengetahui prinsip dari komunikasi terapeutik.

4. Untuk mengetahui bagaimana komponen dalam komunikasi terapeutik.

5. Untuk mengetahui respon dimensi dalam komunikasi terapeutik.

6. Untuk mengetahui tindakan dimensi dalam komunikasi terapeutik.

3
1.4 MANFAAT

Adapun manfaat pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan tentang komunikasi terapeutik.

2. Menambah informasi terkait tujuan dilaksanakannya komunikasi terapeutik.

3. Menambah wawasan tentang prinsip dari komunikasi terapeutik.

4. Menambah wawasan tentang komponen dari komunikasi terapeutik

5. Menambah wawasan tentang respon dimensi dalam komunikasi terapeutik.

6. Menambah informasi terkait tindakan dimensi dalam komunikasi terapeutik.

7. Dapat menjadi literatur bagi penulis selanjutnya yang berkaitan dengan

dimensi respon dan tindakan dalam komunikasi terapeutik.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong pada proses

penyembuhan klien (Depkes RI, 2017). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa

komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai

pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan

pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Menurut Priyanto

(2019), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan perawat untuk

membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan

belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi terapeutik yaitu

proses yang melibatkan usaha-usaha untuk membina hubungan terapeutik antara

perawat-klien dan saling membagi pikiran, perasaan dan perilaku untuk membentuk

keintiman yang terapeutik dan berorientasi pada masa sekarang (Hardjana, 2018).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi

terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan

pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini

adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat

dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi diantara perawat dan klien, perawat

membantu dan klien menerima bantuan (Stuart, 2020). Komunikasi terapeutik adalah

komunikasi yang mempunyai tujuan spesifik yaitu mencapai tujuan untuk

kesembuhan, komunikasi terapeutik dilakukan berdasarkan rencana yang buat secara

spesifik, Komunikasi terapeutik dilakukan oleh orang-orang yang spesifik, yaitu

5
praktisi profesional (perawat, dokter, bidan) dengan klien / pasien yang memerlukan

bantuan, sedangkan komunikasi sosial dilakukan oleh siapa saja (masyarakat umum)

yang mempunyai minat yang sama. Dalam komunikasi terapeutik terjadi sharing

informasi yang berbeda (Unequal share information) (Sarfika Riska et al., 2018).

Komunikasi terapeutik dibangun atas dasar untuk memenuhi kebutuhan

klien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang

mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Dari beberapa pengertian di atas

dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan

seorang perawat dengan teknik- teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan.

Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling

percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien (Sarfika

Riska et al., 2018).

2.2 TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Menurut Ernawati (2019), komunikasi terapeutik bertujuan untuk

mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan

pada pertumbuhan klien. Menurut Nurdwiyanti (2019), tujuan komunikasi terapeutik

dilaksanakan yaitu :

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada

bila klien percaya pada hal-hal yang diperlukan.

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal

peningkatan derajat kesehatan.

4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga

6
kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu

penyelesaian masalah klien.

5. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui

komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien

yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami

perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya,

mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak

berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.

6. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superficial dan

saling bergantung dengan orang lain.

7. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta

mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau

tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.

8. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Klien yang

mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa

percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi

terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan

integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

2.3 PRINSIP DASAR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Menurut Yosep (2019), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami

dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama,

hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip ”Humanity of nurse and

clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat

mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya

7
sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu

hubungan antar manusia yang bermartabat. Kedua, perawat harus menghargai

keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu

perawat perlu memahami perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan latar

belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. Ketiga, semua komunikasi

yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan,

dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus

dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan, hubungan saling percaya

antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Hawari, 2022).

Saling menghargai dan memahami apa yang dimiliki oleh setiap individu.

Sehingga seorang perawat harus dapat menjaga harga diri seseorang yang menjadi

pasiennya. Selain menjaga harga diri pasiennya, juga perlu adanya menjaga harga

dirinya sendiri. Dengan menjaga harga dirinya sendiri, maka dia tidak akan dianggap

rendah oleh pasiennya. Saling menjaga dan menghargai apa yang dimiliki setiap

individu, maka akan timbul rasa saling percaya antara perawat dengan pasien. Namun

sebenarnya, rasa saling percaya ini harus dilakukan sejak awal alias untuk mengawali

proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat berkomunikasi terapeutik dengan baik

dan benar tanpa adanya saling menyinggung satu sama lain. Kita dapat saling percaya

dengan memulai cerita dan masalah yang dimiliki oleh pasien. Kemudian mencari

solusi terbaik bersama-sama. Hal ini adalah kunci dalam komunikasi terapeutik agar

dapat berjalan dengan baik dan lancar (Sarfika Riska et al., 2018). Berikut ini prinsip

dalam komunikasi terapeutik, yaitu sebagai berikut :

8
1. Realisasi Diri

Seorang perawat saat menghadapi pasiennya harus melakukan realisasi diri.

Artinya, seorang perawat haruslah melihat dirinya alias bercermin terlebih

dahulu apa yang ia miliki dan apa yang tidak ia miliki. Dengan begitu, maka

ia dapat memahami apa yang dimiliki dan apa yang tidak dimiliki oleh

pasiennya. Di sinilah komunikasi terapeutik dapat berjalan antara pasien

dengan perawat dengan baik dan benar.

2. Penerimaan

Saling menerima dari apa yang sedang dialami adalah kunci dalam

komunikasi terapeutik. Dalam hal ini sama halnya dengan saling percaya

antara pasien dengan perawat. Dengan adanya saling menerima, maka

komunikasi terapeutik dapat berjalan. Dimana adanya perawat yang

memahami dengan menerima keunikan dan apa yang dimiliki oleh

pasiennya, maka ia dapat berkomunikasi dengan rasa dan logika sesuai

dengan realita yang ada. Penerimaan ini bisa secara fisik maupun mental,

baik materil maupun non materil (Keliat, 2018).

3. Penghormatan

Kehormatan pada seorang individu adalah hal yang sangat penting, sehingga

dengan demikian seorang individu wajar saja kalau seorang individu ingin

mempertahankan kehormatannya dengan berbagai cara. Hal ini bisa saja

dipertahankan dengan cara menjaga kehormatannya dengan menjaga nama

baik mereka menggunakan prestasi dan martabat. Sama halnya dengan

pasien yang juga memiliki kehormatan tersendiri. Jadi, seorang perawat,

jangan sekalipun memandang remeh seorang pasien walaupun mereka

sedang mengalami sakit pada jiwanya (Keliat, 2018).

9
4. Perubahan

Komunikasi terapeutik dilakukan dengan tujuan bahwa adanya perubahan

dalam diri individu setelah melakukan proses komunikasi. Tentunya

perubahan tersebut diharapkan merupakan perubahan yang lebih baik.

Dengan kata lain, setelah seorang pasien melakukan proses komunikasi

terapeutik dengan perawatnya, diharapkan pasien dapat menjadi seorang

pribadi yang lebih baik lagi dengan kelebihan dan kekuarangannya. Pasien

yang tadinya merasa selalu rendah diri, maka ia dapat menjadi percaya diri.

Pasien yang suka dengan narkoba, maka ia bisa menjauhi narkoba secara

perlahan. Dan masih banyak lagi perubahan yang lebih baik lagi yang bisa

dirasakan setelah komunikasi terapeutik (Stuart, 2020).

5. Hubungan Manusia

Hubungan antar individu adalah hal yang penting dalam komunikasi

terapeutik. Dengan adanya hubungan antar individu yang baik, maka proses

komunikasi terapeutik ini bisa berjalan dengan baik dan benar. Bayangkan

saja, jika ada seorang perawat yang tidak memiliki hubungan yang baik

dengan pasiennya, maka apakah bisa perawat tersebut menyembuhkan

pasiennya. Apalagi yang disembuhkan adalah penyakit kejiwaan pada

seseorang. Penyakit kejiwaan pada manusia adalah seseorang yang

mengalami kekosongan atau gangguan pada jiwanya. Maka dari itu, perlu

adanya hal-hal yang baik dalam lingkungan sekitarnya. Hal ini, hubungan

yang baik dengan individu lain adalah salah satu faktornya. Maka dari itu,

seorang perawat haruslah menjaga hubungan yang baik dengan pasiennya

(Stuart, 2020).

10
6. Keterbukaan

Dengan menggunakan komunikasi terapeutik, maka seorang pasien dapat

belajar dan memahami bagaimana menerima dan diterima oleh individu lain.

Komunikasi terapeutik ini jenis komunikasi yang terbuka alias harus adanya

keterbukaan antara pasien dengan perawat. Komunikasi terbuka ini bisa

didasari dengan kejujuran dan penerimaan secara tulus. Tentunya juga

diperlukan adanya kepercayaan antara pasien dengan perawat agar dapat

saling terbuka.

7. Kebutuhan Individu

Kebutuhan individu juga diperlukan dalam komunikasi terapeutik yang

mana memperhatikan apa yang diinginkan dan yang sedang dibutuhkan

seorang pasien. Jika seorang pasien ingin sembuh, maka perawat harus bisa

mencari kesembuhannya. Namun, cara itu bisa dibicarakan dengan pasien,

cara mana yang bisa diterapkan sehingga bisa saling diterima. Jangan sampai

perawat memaksa kehendak pasien yang mana bakal bisa membuat pasien

tidak percaya dengan perawat. Kebutuhan dan keinginan individu harus

dipenuhi, selama kebutuhan itu bernilai positif. Jika negatif, maka tugas

perawat mencari penggantinya dari solusi tersebut.

8. Kemampuan Individu

Setiap manusia tentunya memiliki kemampuan masing-masing yang mana

merupakan suatu kelebihan dari individu tersebut. Disini tugas perawat

harus memahami kemampuan apa yang dimiliki oleh pasiennya. Jangan

sampai hal ini dilupakan oleh seorang perawat dalam hubungan komunikasi

terapeutik. Dengan memahami kemampuan dari pasiennya, maka perawat

akan lebih mudah dalam berkomunikasi secara batin dengan pasiennya.

11
Apalagi kemampuan orang atau setiap individu tentunya berbeda-beda.

9. Tujuan Realistis

Setiap individu tentunya memiliki tujuan hidup masing-masing, yang mana

setiap individu memiliki tujuan hidup yang berbedabeda dan bervariasi. Di

sini, tugas seorang perawat untuk menangani pasiennya dalam gangguan

kejiwaannya adalah memperhatikan tujuan pasien. Namun, perlu

diperhatikan juga apakah tujuan tersebut realistis atau tidak. Jika tujuan

tersebut tidak realistis, maka perawat harus mengalihkan ke tujuan lain yang

lebih realistis.

10. Lingkungan Sekitar

Sebagai seorang perawat, kita juga perlu memperhatikan lingkungan sekitar

pasien. Karena bisa saja gangguan kejiwaan seorang pasien disebabkan oleh

lingkungan sekitarnya seperti keluarga, kerabat, atau teman.

2.4 KOMPONEN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komponen komunikasi terapeutik menjadi bagian yang tentu saja tidak bisa

dipisahkan dari proses komunikasi terapeutik. Sebagaimana kita ketahui, komunikasi

terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Ada

strategi komunikasi terapeutik yang perlu diterapkan sehingga tujuan komunikasi

terapeutik pun bisa tercapai. Namun sebelum itu, kita juga perlu mengetahui terlebih

dahulu apa saja komponen-komponen komunikasi terapeutik yang ada (Yosep, 2019).

Proses komunikasi terapeutik biasa dilakukan oleh perawat yang biasa dikenal sebagai

komunikasi terapeutik dalam keperawatan. Namun demikian, tak jarang pula profesi

lain yang juga menggunakan jenis komunikasi yang sama karena bagaimana pun juga

tujuan utama dari komunikasi terapeutik adalah mendorong tercapainya kesembuhan

12
klien (Purwanto, 2019). Berikut ini adalah beberapa komponen dari komunikasi

terapeutik secara umum :

1. Pengirim Pesan

Pengirim pesan bisa disebut juga sebagai komunikator. Pengirim pesan di

sini adalah sebagai pemberi tindakan terapeutik (dalam hal ini bisa perawat,

dokter). Tentu saja komponen ini adalah komponen yang menjadi bagian

paling utama dari komunikasi terapeutik.

2. Pesan

Komponen selanjutnya yaitu pesan itu sendiri. Jadi, informasi atau pesan

yang akan disampaikan menjadi bagian di dalam komponen komunikasi

terapeutik. Tanpa adanya pesan, tentu saja komunikasi terapeutik tidak bisa

dilaksanakan dengan baik. Pesan menjadi sebuah hal yang akan dipindahkan

dari pengirim pesan kepada penerima pesan.

Gambar 1. Komponen Dalam Komunikasi


Sumber : Blake, Reed. H (2019)

13
3. Penerima pesan

Penerima pesan bisa disebut sebagai komunikan. Komunikan di sini adalah

siapa saja yang diberi tindakan terapeutik. Dalam hal ini adalah klien. Klien

tidak hanya pasien yang ada di rumah sakit. Cakupan klien ini bermacam-

macam, bisa individu yang sehat, individu yang sakit, kelompok, keluarga

hingga masyarakat. Ragam klien pun sangat variatif sekali, bisa tergantung

usia, kondisi dan lain sebagainya.

4. Umpan Balik

Umpan balik adalah komponen yang merupakan sebuah respon dari

penerima pesan kepada pengirim pesan. Dengan adanya respon tersebut,

maka hubungan timbal balik antara perawat dan klien bisa terwujud dengan

baik. Tentu saja ini juga komponen yang perlu diperhatikan, mengingat bila

komunikasi hanya berlangsung dari satu pihak saja, maka hal tersebut belum

bisa dikatakan sebagai proses komunikasi efektif yang bersifat terapeutik.

5. Konteks

Konteks di sini berarti lingkungan dari terjadinya komunikasi terapeutik.

Latar dan juga situasi menjadi salah satu hal yang penting karena ini terkait

dengan jalannya proses komunikasi terapeutik yang akan berlangsung.

6. Media

Media merupakan sebuah sarana untuk memudahkan proses komunikasi

terapeutik berlangsung. Komponen ini termasuk komponen yang sifatnya

opsional, namun juga sangat menunjang. Media dalam komunikasi

terapeutik ada banyak dan beragam. Penggunaannya disesuaikan dengan

tujuan dari proses komunikasi yang akan berlangsung sehingga fungsi media

komunikasi juga bisa dipakai dengan efektif (Blake, Reed. H, 2019).

14
7. Sikap

Sikap sebenarnya bukan komponen utama dari proses komunikasi

terapeutik. Namun demikian, sikap juga menjadi penting. Sikap dari

penerima pesan maupun pengirim pesan akan sangat menentukan tingkat

keberhasilan dari terjadinya proses komunikasi terapeutik. Tentu saja, ini

menjadi poin pembahasan tersendiri yang akan lebih banyak berfokus pada

pengirim pesan (perawat).

8. Strategi

Strategi adalah bagian dari proses komunikasi terapeutik yang menjadi ciri

khas tersendiri. Sebuah proses komunikasi terapeutik bisa terjalin dengan

baik bila strategi yang diterapkan juga sesuai. Ada banyak strategi yang bisa

digunakan untuk komunikasi terapeutik sehingga bisa menciptakan teknik

komunikasi berpesan.

2.5 DIMENSI RESPON DALAM KEPERAWATAN TERAPEUTIK

Dimensi respon merupakan sikap perawat secara psikologis dalam

berkomunikasi kepada klien. Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas,

menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal

berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi

yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.

Respon klien sangat mempengaruhi tingkat pemberian pelayanan kesehatan terhadap

dirinya. Respon antara pasien yang satu dengan pasien lainnya pasti akan berbeda-

beda karena manusia itu adalah makhluk yang unik (Videbeck, 2018). Dimensi respon

diperlukan dalam keperawatan untuk mendapatkan sikap percaya pada pasien

terhadap perawat, sehingga proses keperawatan dapat berjalan dengan sempurna dan

tepat aturan. Dimensi respon terdiri dari, yaitu sebagai berikut :

15
1. Keikhlasan.

Sikap ikhlas perawat dapat dinyatakan melalui keterbukaan, kejujuran,

ketulusan dan berperan aktif dalam hubungan dengan klien.

2. Menghargai.

Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi,

tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina.

3. Empati.

Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat

merasakan pikiran dan perasaan.

4. Konkrit.

Perawat menggunakan istilah yang khusus dan jelas, bukan yang abstrak.

Oleh karena itu,kita sebagai seorang perawat harus sangat memperhatikan

respon pasien yang kita rawat, agar proses penyembuhan penyakitnya dapat

berlangsung secara tepat tanpa adanya hambatan (Videbeck, 2018).

2.6 DIMENSI TINDAKAN DALAM KEPERAWATAN TERAPEUTIK

Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan

yang dilakukan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior

sering segera masuk tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan

dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang

tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan. Dimensi tindakan terdiri

dari, yaitu :

1. Konfrontasi.

Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien

yang tidak sesuai. Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien

terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku.

16
2. Kesegaran.

Kesegaran berfokus pada interaksi dan hubungan perawat klien saat ini.

3. Keterbukaan.

Perawat harus terbuka dalam memberikan informasi tentang dirinya, ideal

diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya.

Gambar 2. Dimensi Tindakan Dalam Keperawatan Terapeutik


Sumber : Blake, Reed. H (2019)

4. Emotional Chatarsis.

Emotional Chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat

mengganggu dirinya.

5. Bermain peran.

Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna

untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat

situasi dari pandangan orang lain.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan tentang dimensi respon dan

dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak

saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Komunikasi terapeutik

bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif

dan diarahkan pada pertumbuhan klien. Komponen komunikasi terapeutik menjadi

bagian yang tentu saja tidak bisa dipisahkan dari proses komunikasi terapeutik.

Sebagaimana kita ketahui, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong

proses penyembuhan klien.

Ada strategi komunikasi terapeutik yang perlu diterapkan sehingga tujuan

komunikasi terapeutik pun bisa tercapai. Namun sebelum itu, kita juga perlu

mengetahui terlebih dahulu apa saja komponen-komponen komunikasi terapeutik

yang ada. Dimensi respon merupakan sikap perawat secara psikologis dalam

berkomunikasi kepada klien. Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas,

menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal

berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi

yang terbuka. Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon.

Tindakan yang dilakukan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat

senior sering segera masuk tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai

dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri

yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.

18
3.2 SARAN

Diharapkan kepada pembaca agar lebih banyak mempelajari tentang dimensi

respon dan tindakan dalam komunikasi terapeutik. Menyadari bahwa penulisan

makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan

detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber dan literatur yang

lebih banyak dan dapat dipertanggung jawabkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Blake, Reed H., and Haroldsen, Edwin 2019. Taksonomi Konsep Komunikasi

.Yogyakarta : Graha ilmu

Effendi, Onong Uchjana. 2020. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek : Edisi 6.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ernawati ,dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta :

Trans Info Media.

Hardjana, A.M. 2018. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Jakarta: EGC.

Hawari. D. 2022. Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien. Jakarta, FKEPUI.

Keliat, B.A. 2018. Essensial Konseling dalam Komunikasi Efektif dan Terapeutik

:Edisi 2. Jakarta : EGC

Nurdwiyanti. 2018. Pedoman penanganan pada gangguan post persalinan

manajemen, proses keperawatan dan hubungan terapeutik perawat-klien.

Yogyakarta : Moco Media

Prawito. 2019. Teori-Teori dalam komunikasi. Semarang : Universitas Diponegoro

Stuart, G. W. 2020. Buku Saku Komunikasi Terapeutik Edisi 5. Alih bahasa. Jakarta :

EGC.

Tri. Prabowo. 2018. Komunikasi Dalam Keperawatan. Yogyakarta. Pustaka Baru

Press

Videbeck, Sheila L. 2018. Buku Ajar Dimensi respon dan tindakan dalam

Keperawatan Terapeutik . Jakarta : EGC

Yosep ,I. 2019. Keperawatan Komunikasi Efektif dan Terapeutik. Jakarta: EGC.

20
TAHAP-TAHAP DALAM KOMUNIKASI

TERAPEUTIK

DISUSUN

OLEH: KELOMPOK 2
(KELAS 3C)

REZA MAY FITRI 2214201158


ASIFA GIRNES 2214201129
SHINTYA SARI 2214201166
RITISCIA HANDINI 2214201160
SOFFI CELSI UTARI 2214201169
SHINTYA NABILA PUTRI 2214201165

DOSEN PENGAMPU :Ns. Diana Arianti, M.Kep

MATA KULIAH :Komunikasi Terapeutik Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3C


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG TAHUN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah

ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih

terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan masukan dan

dukungan. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Komunikasi Terapeutik

Keperawatan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “tahap-tahap

komunikasi terapeutik” bagi pembaca.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa

pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.

2. Dosen pembimbing, Ns. Diana Arianti, M.Kep selaku dosen mata kulih Komunikasi

Terapeutik Keperawatan di kelas 3C yang telah memberikan arahan, bimbingan

serta masukan dalam proses pembuatan makalah ini.

3. Dan teman-teman anggota kelompok 2 yang telah ikut dalam proses pembuatan

makalah dari awal hingga selesai.

Bagi kami sebagai penulis dan penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.

Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bertujuan untuk

membangun kesempurnaan dalam pembuatan makalah ini di masa yang akan datang .

Padang,13-10-23

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 3


2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik 3
2.3 Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik 4

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan 9

3.2 Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan,

kegiatannya difokuskan pada kesembuhan pasien, perawat yang memiliki keterampilan

berkomunikasi tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, juga

mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan

keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Afnuhazi

dalam Soleman, 2021).

Proses komunikasi terapeutik terdiri dari tahap persiapan atau pra interaksi, tahap

perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi (Suryani, 2015). Salah satu tujuan

komunikasi teraupeutik adalah membentuk suatu keintiman, saling ketergantung dengan

kapasitas memberi dan menerima. Seorang perawat dalam melaksanakan komunikasi

teraupeutik harus memiliki kemampuan antara lain pengetahuan yang cukup, keterampilan

yang memadai, serta teknik dan sikap komunikasi yang baik. Kemampuan komunikasi yang

baik dari perawat merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses

keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

Komunikasi yang dilaksanakan perawat dalam menyampaikan informasi sangat

berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Perawat merupakan kunci yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien, hal ini disebabkan karena seringnya interaksi antara perawat

dan pasien. Salah satu hal yang diterapkan perawat dalam menjaga kerjasama baik dengan

pasien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga

kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien adalah dengan

1
berkomunikasi. Dengan berkomunikasi perawat dapat mendengar perasaan pasien dan

menjelaskan prosedur tindakan keperawatan (Mundakir, 2016).

Sasaran komunikasi terapeutik yaitu menolong pasien untuk menjelaskan beban perasaan

dan daya pikir serta bisa membuat keputusan untuk merubah kondisi yang ada bila pasien

yakin dalam hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil

keputusan akurat dan menguatkan pertahanan ego serta serta mempengaruhi orang lain,

lingkungan dan dirinya sendiri.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Komunikasi Terapeutik?

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik?

3. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui definisi Komunikasi Terapeutik.

2. Mengetahui tujuan dari Komunikasi Terapeutik.

3. Mengetahui Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan

antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan

rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah

yang dihadapi pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang

mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat dua

komonen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. Komunikasi

terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan

pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien

yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.

2.2 TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tujuan Komunikasi Terapeutik :

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

sertadapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya

padahal-hal yang diperlukan.

2. Mengurangi keraguan,membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif

danmempertahankan kekuatan egonya

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal

peningkatanderajat kesehatan.

4. Mempererat hubungan dan interaksi antara klien dan terapis (tenaga kesehatan)

secara professional proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.

3
2.3 TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN

1). Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan

klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien.

Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.

Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi

kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien

(Suryani, 2015).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan

klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2015.

) Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan.

Apakah ada perasaan cemas?Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2015).

b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan

agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraks

i dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu

memulai pembicaraan dansensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin

bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan

dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2015).

c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan

mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak

perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai

interaksi (Suryani, 2015).

4
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan

pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana,

dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani,

2015).

2). Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak

dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan

dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2015). Dengan

memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan

akan mendorong klien untukmembuka dirinya (Suryani, 2015). Tujuan tahap ini adalah untuk

memvalidasi keakuratan datadan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini,

serta mengevaluasi hasil tindakanyang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2015).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.

Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik

(Stuart, G.W dalamSuryani, 2015), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak

mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina

tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J

dalam Suryani 2015). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan

saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa

adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2015).

b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting

untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2015).

Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi

peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap

5
kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang

terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti

dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2015).

Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan

keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2015).

c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini

perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan

pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan nya sehingga dapat mengidentifikasi masalah

klien.

d. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi

bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini

dirumuskan setelah klien di identifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya,

tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan

keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan

dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).

3). Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik

(Stuart, G.Wdalam Suryani, 2015). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama

untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan

perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut

untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan

dalam respons verbal maupun nonverbal klien.

6
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap

kerjaini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat

membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi

masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik

menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting

dalam percakapan, dan membantu perawat klien memiliki pikiran dan ide yang sama

(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2015). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu

klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam

Suryani, 2015)

4). Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002).

Tahapini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam

Suryani, 2015).

T e r m i n a s i s e m e n t a r a adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi

sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah

ditentukan.

T e r m i n a s i a k h i r terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara

keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini

juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan

menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau

menyimpulkan.

7
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan pera

saan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana

perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa

interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi

itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi

klien.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga

disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus

relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir

interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka

untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu

dari alternative tersebut.

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar

terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak

yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2015), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-

klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak

dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada

klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka,

empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

1. Dijelaskan tahap pra interaksi dengan mencari informasi pasien dengan membuka

data-data pasien untuk membuat rencana berinteraksi.

2. Tahap perkenalan tahap saat pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien dengan

menyapa pasien dan memperkenalkan diri serta bina hubungan saling percaya.

3. Tahap kerja dengan perawat mampu membantu dan mendukung pasien dalam

menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa pesan

komunikasi yang telah disampaikan pasien melalui komunikasi verbal dan non verbal.

4. Terminasi akhir terbagi menjadi dua sementara dan akhir , terminasi sementara yaitu

pertemuan perawat dan pasien tetapi masih ada kontrak waktu yang akan datang,

terminasi akhir telah menyelesaikan proses keperawatan kemudian evaluasi Tanya

perasaan pasien setelah berinteraksi dengan perawat.

3.2 SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kata kesempurnaan. Penulis akan

memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat

dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

dan berbagai pihak terkait mengenai pembahasan makalah diatas demi penyempurnaan

makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Gosyen

Publishing, Jakarta

Wijaya, Leni. (2021). Buku Ajar Komunikasi Terapeutik Dalam Proses Keperawatan. Banten

:YPSIM

Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik Perawat Teori&Praktik. Jakarta : ECG

Aziz Alimul Hidayat, A.2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba

Medika.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogjakarta : Graha Ilmu.

10
MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN

TENTANG :

TEKNIK-TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KELOMPOK 3 :

SUCI RAMADHANI 2214201170


UMY FADILA RAHMADANI 2214201175
FARADITA ZULIANTI 2214201135
RENO WAHYU BUSTA 2214201155
DIVA NADYA 2214201133
AQIL SAQRA 2214201127

Dosen Pengampu :

Ns.Diana Susanti M.Kep

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 3
2.1 Pengetian Komunikasi Terapeutik ...................................................................................................... 3
2.2 Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik ................................................................................................ 4
2.3 Tahapan Hubungan Terapuitik Perawat Klien .................................................................................... 9
BAB III .......................................................................................................................................................... 13
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................ 13
3.2 Saran ................................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 14
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan makalah “ Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik” dapat kami selesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga,
para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa dan psikososial dari Ns. Diana Susanti M.Kep.Selain itu, agar pembaca dapat memperluas
ilmu yang berkaitan dengan judul makalah,yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Dan
saya menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu,
saya memohon keterbukaan dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke
depannya.

Padang,13 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah komunikasi berasal dari kata communication dalam bahasa inggris,yang berasal dari
bahasa latin communis,yang secara harfiah membawa maksud yang sama.Aktivitas komunikasi
sebenarnya adalah mencari satu kesamaan antara seorang dengan yang lainnya.Seseorang
mencoba menimbulkan apa yang ada didalam diri dan mencari kesamaan dengan diri orang
lain,yang terlibat dalam proses komunikasi,Gagasan,kepercayaan,nilai-nilai sosial dan
lainnya,dilafalkan kepeda orang lain dengan tujuan mencari kesamaan (Ensiklopedia
Malaysian,1996 :202). Menurut Gordon dalam Encycopedia Britannica (2007), komunikasi adalah
the exchange of meanings between individuals throught a common system' of symbols,artinya
adalah pertukaran makna-makna antara individu melalui sebuah sistem umum yang berbentuk
simbol-simbol (Takari,2019).

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi antara satu orang
dengan yang lainnya.Dalam interaksi tersebut akan terjalin komunikasi baik dalam konsep formal
maupun informal.Adanya komunikasi akan dapat menumbuhkan rasa
kebersamaan,kepedulian,dan kerja sama yang baik dalam mencapai tujuan bersama ataupun tujuan
masing-masing individu (Kuen.,2019).

Pandangan negatif tentang pelayanan kesehatan dan keperawatan, tidak hanya dilihat oleh
dokter tetapi juga dari profesi keperawatan dan kesehatan lainnya. Dokter tentang perasaan mereka
tentang karakteristik sosial yang menimbulkan respon negative. Namun dengan komunikasi yang
efektif mereka dapat melakukan pertukaran ide, pikiran, pendapat, pengetahuan dan data sehingga
pesan diterima dan dipahami dengan jelas tujuannya. Sedangkan komunikasi terapeutik perawat
adalah kumpulan teknik yang mengutamakan kesejahteraan fisik, mental, dan emosional pasien.

Komunikasi terapeutik perawat, untuk membantu dokter membangun kepercayaan pasien


sambil membantu dokter dan pasien berkolaborasi secara efisien dan efektif menuju kesehatan
fisik dan emosional pasien. Meningkatkan keterampilan komunikasi dokter dan perawat dalam

1
merawat pasien dengan gangguan kesehatan fisiologi. Peningkatan komunikasi dan kolaborasi,
mengarah pada penyampaian dan akses perawatan yang lebih baik. Komunikasi dan koordinasi
dan manusia sebagai salah satu akar penyebab utama kejadian sentinel (kematian atau cedera
berat/permanen).

Komunikasi terapeutik, menggunakan strategi komunikasi yang mendorong pasien untuk


mengungkapkan perasaan, ide dan menyampaikan penerimaan dan rasa hormat. Namun konsep
tersebut telah di definisikan lebih lanjut oleh para ahli yang berbeda. Sehingga menganalisis secara
terpisah dalam “struktur dan makna” “Terapi dan Komunikasi”. Masing-masing mengandung arti
yang berbeda, ketika merujuk pada terminology medis “Terapi” mengacu pada ilmu dan seni
penyembuhan atau berkaitan dengan pengetahuan atau tindakan yang mensejahterakan.

Tindakan spesifik yang digunakan untuk mengobati gejala spesifik untuk menghilangkan
rasa sakit atau mengganti organ yang tidak berfungsi atau berfungsi buruk dengan konseling atau
psikoterapi untuk menghilangkan tekanan emosional. Terapeutik dari Bahasa yunani
“Therapeutikos” yang artinya “menghadiri atau mengobati”. Apakah tentang obat terapeutik atau
rencana latihan terapeutik. Sesuatu yang terapeutik membantu menyembuhkan atau memulihkan
kesehatan (Okoseray, 2020)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi terapeutik?


2. Apa saja Teknik-teknik dalam komunikasi terapeutik?
3. Bagaimana tahapan-tahapan dalam komunikasi terapeutik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik


2. Untuk mengetahui bagaimana teknik-teknik dalam komunikasi terapeutik
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam komunikasi terapeutik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi sangatlah penting dalam melakukan interaksi antar satu individu dengan individu
yang lainnya dan komunikasi adalah suatu bentuk individu dalam berintraksi sosial begitupun
interpersonal Manusia. Komunikasi juga dapat berusaha untuk mempengaruhi individu atau
kehidupan seperti membentuk opini, pemikiran, penilaian, keyakinan, kepercayaan, sikap atau
perilaku seseorang. Saat terjadinya proses Komunikasi yang dapat berdampak dan berpengaruh
pada perbedaan karakteristik seseorang, pengalaman pribadi, usia, sifat, watak, kepribadian,
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, sosial,, pekerjaan, agama, ras, suku, dan bangsa(Pieter, 2017).

Dalam pelayanan Keperawatan untuk memberikan Asuhan Keperawatan diperlukan


Komunikasi untuk berinteraksi dengan pasien yang bisa memberikan aura positif guna
mempengaruhi perilaku pasien dari perilaku negatif menjadi positif berhubungan erat dengan
kesehatan dan tindakan (asuhan) keperawatan penyakit pasien (klien). Proses memengaruhi
perilaku ini yang sifatnya terapeutik, yaitu pada usaha pertolongan, dan perawatan, penyembuhan,
dan melakukan mengedukasi pasien (klien). Komunikasi dalam proses keperawatan bukan hanya
terjadi dengan pasien saja tapi juga komunikasi bisa terjalin anatar profesi kesehatan yang
lainnyanya diantaranya parawata dengan dokter, perawat dengan petugas laboratorium, perawat
dengan perawat, perawata dengan apoteker, perawat dengan petugas gizi dalam melakukan
kolaborasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit secara profesional, bermoral,
dan bertanggung jawab (Pieter, 2017).

Interaksi Komunikasi yang terjadi dengan pasien saat perawat memberikan Asuhan
Keperawatan Di sebut dengan Komunikasi teraupetik, komunikasi teraupetik ini terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai.

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan
dengan orang lain (Northouse, 1998). Stuart (2014) mengatakan komunikasi terapeutik merupakan

3
hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien dalam hubungan
ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosi klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik
adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

2.2 Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik

Sebagai perawat yang memberikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien di Rumah Sakit di
dalam berkomunikasi harus memperhatikan beberapa Teknik komunikasi terapeutik.

1. Mendengarkan

Dalam berkomunikasi dengan Pasien Mendengar yang di maksud adalah perawat saat
berkomunikasi haru jadi pendengar yang baik yang bisa mendengarkan pasien disaat pasien
menyampaikan keluhan atau berbicara,berusaha untuk menghindari pergerkakkan tubuh yang bisa
menjadi gangguan disaat berbicara, didalam menjawab atau merespon balasan dari pasien dapat di
tunjukkan melaluigerakkan tubuh seperti, contoh: menganggukkan kepala, memberikan sentuhan
yang tepat.Ada beberapa yang perlu di perhatikan saat berkomunikasi dengan teknik
mendengarkan dan harus ada Keterampilan yang harus dimiliki seseorang dengan teknik
mendengarkan dengan penuh perhatian bisa menunjukkan sikap berikut.

a. Mempertahankan kontak mata saat bebicara dengan lawan bicara


b. Memandang lawan bicara ketika intraksi bicara berlangsung.
c. Mencegah gerakan yang bukan perlu
d. Memberikan umpan balik untuk menjawab pertanyaan dari lawan bicara dengan
menggunakan bahasa tubuh dengan cara menggangukkan kepala
e. Usahakan posisi tubuh condong terhadap lawan bicara.
2. Perhatian/memfokuskan

Intraksi komunikasi antara perawat dengan pasien harus bisa menunjukkan suatu perhatian
penuh pada pasien sebagai lawan bicara yang menyatakan bahwa dengan adanya perhatian maka
pasien akan merasa di hargai atau di hormati agar bisa menimbulkan adanya kepercayaan penuh
Pasien pada perawat.
3. Klarifikasi Dalam melakukan komunikasi

Klarifikasi yang dimaksud adalah perawat dalam hal ini menjelaskan maksud dari
pembicaraan atau apa yang diungkapkan oleh pasien sebagai lawan bicara bisa jadi di karenakan
perawta kurang jelas dan belum paham atau kurang mendengar dengan jelas yang yang di
bicarakan oleh pasien sehingga diperlukan klarifikasi Guna menyamakan persepsi antara perawat
dan pasien sebagai lawan bicaranya. Contoh: “Kalau ibu bersedia bisakah ibu menggulang kembali
apa yang membuat ibu bersedih?”.

4. Refleksi

Teknik refleksi disini dimana perawat berusaha untuk memberikan bagaimana pandangan
terhadap ide, apa yang dirasakan atau suatu partanyaan serta apa isi pembicaraannya dengan
pasien. Bisa juga bermamfaat untuk memvalidasi pemahaman perawat terhadap apa yang
diungkapkan oleh pasien untuk menunjukkan adanya rasa empati, minat, dan penghargaan pada
pasien.(Antai-Otong dalam Suryani, 2005) Contoh: “Bapak terlihat sedih. Apakah Bapak merasa
tidak senang apabila Bapak ….”Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)

a. Refleksi visi, merupakan bagaimana cara memvalidasi terhadapa pembicaraan yang


didengar.
b. Klarifikasi ide adalah bagaiamana mengekspresikan kepada pasien tentang pengertian
perawat.
c. Refleksi perasaan, merupakan pemberian umpan balik respon terhadap apa yang dirasakan
oleh pasien terhadapa kelangsungan pembicaraan supaya pasien bisa tahu dan dapat
menerima perasaanya.

Gunanya adalah untuk :

a. Mengerti dan dapat menerima ide dan perasaan yang dirasakan lawan bicara.
b. Memeriksa Kembali
c. Menjelaskan keterangan agar lebih di pahami sehingga lebih jelas.Ruginya adalah :
a) Terlalu Sering Mengulang Hal Yang sama sama.
b) Bisa meningkatkan emosi dan frustasi

5
5. Empati

Merupakan Usaha atau upaya seolah bisa masuk ke diri lawan bicara agar bisa ikut mersakan
sesungguh nya terhadapa apa yang dirasakan oleh pasien sebagai lawan bicara,Tanpa
menghilangkan identitas diri (Taufik,2012).

Melalui perasaan empati seorang perawat bisa mempertahankan hubungan yang erat dengan
pasien agar memudahkan buat perawat untuk dapat menggali maslah yang di rasakan oleh pasien,
selain itu juga bisa membantu proses sembuh pasien dari sakitnya. Contoh : Saya merasakan sakit
sekali di bagian tubuh saya yang di operasi,perawat “ya bu saya bisa merasakan apa yang ibu
rasakan”.

6. Identifikasi tema

Merupakan Bagaimana cara kita membuat suatu kesimpulan terkait ide poko atau utama saat
kita melakukan interaksi bicara dengan singkat yang tujuannya menentukan ketahap pembicaraan
berikutnya sebelum melakukan topik yang akan di bicarakan selanjutnya. Contoh: “Saya dapat
mengerti tentang masalah yang bapak alami. Bapak merasa kesepian setelah anak – anak bapak
sudah dewasa dan pergi merantau untuk mencari kerja sehingga bapak mersa sekarang hidup
sendiri Untuk mengatasi keadaan bapak yang sekarang apa yang bapak akan perbuat?”

7. Diam

Diam adalah suatu usaha bagi kita sebagai seorang perawat untuk menganalisa pikiran pasien
sebagai lawan bicara paerawat agar ada kesempatan bagi perawat maupun pasien sebagai lawan
bicara. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketetapan waktu. Dengan teknik
diam juga bisa memberikan bagi pasien agar punya kesempatan untuk berbicara dengan diri sendiri
guna memproses informasi yang di terima . Bagi perawat, diam punya arti adanya kesempatan
untuk pasien berpikir dan berpendapat/berbicara. Contoh : Pasien: “ saya merasa jenuh terhadap
kondisi sakit yang saya alami Perawat : “Ehmmmm (Diam Sejenak)

8. Humor

Merupakan suatu teknik untuk menciptakan atau untuk membantu membuat suasana yang
tegang menjadi yang terjadi antara perawat dengan pasien saat intraksi komunikasi berlansung,
dan mengurangi tingkat emosional yang tadinya meningkat sehingga menurunkan rasa cemas yang
di alami oleh pasien dengan memberikan bahan candaan atau gurauan.

9. Asertive

Suatu teknik menyampaikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain
namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain tanpa bermaksud
menyerang orang lain.

10. Sentuhan

Teknik ini dimana saat perawat melakukan interaksi komunikasi dengan pasien bisa
memberikan sentuhan kepada pasien sebagai komunikasi verbal yang disampaikan oleh perawat
ke klien ataupun sebaliknya. Misalnya: seorang perawat mengatakan ia dapat mengerti akan rasa
sedih yang dialami oleh nya. Sebagai umpan balik perawat dapat menyentuh dengan menepuk
bagian pundak pasien atau memengangang tangan pasien dengan erat , banyak arti pesan yang
dapat disamapikan dari sentuhan yang bervariasi Yaitu : Ungkapan ketulusan hati,rasa aman dan
nyaman, pemberian dukungan dukungan, Bisa menerima, dan adanya rasa empati. Sentuhan juga
bisa mengurangi ketakutan, kecemasan dan depresi yang dialami oleh pasien mengalami.

11. Menyimpulkan

Merupakan cara untuk mengklarifikasi bahwa seorang perawat ketika berkomunikasi bisa
mengerti apa yang di bicarakan atau di komunikasikan oleh pasien adalah benar dengan
menambahkan suatu penjelasan.

12. Visualisasi

Merupakan teknik menjelaskan terhadapa apa yang akan di sampaikan dengan cara
memberikan gambaran visual/deskripsi. Misalnya saya menggunakan bengkok untuk menampung
kapas dan kasa yang kotor. Perawat dapat menjelaskan bahwa bentuk dari bengkok bentuknya
menyerupai Ginjal, sehingga klien mampu mendapatkan gambaran yang lebih jelas Selain teknik
yang di jelaskan atau di uraikan diatas Bisa juga menggunakan teknik Bahasa tubuh diantaranya :

a. Kinesis
Teknik yang mengacu pada komunikasi yang di lakukan dengan menggunakan dengan
gerakan tubuh seperti ekspresi wajah, gerak tubuh dan postur. Seorang perawat bisa

7
mengartikan tanda-tanda kinetik dengan gerakan tubuh dari pasien. Contohnya : Pasien
tampak mengepalkan tangan, alis berkerut, lengan dilipat, sebagai ungkapan pasien sedang
merasakan sakit atau nyeri.
b. Prosemik
Hal yang berhubungan dengan jarak dan hambatan fisik. Sebagai contoh: Adanya meja
antara perawat dan klien mempertinggi perasaan pemisahan dan mengurangi perasaan
bekerja sama sebagai sebuah tim. Dalam keperawatan anak, kita perlu memperhatikan
jarak vertikal maupun horizontal. Posisi perawat yang terlalu tinggi (mata tidak sejajar
dengan anak) dapat memberikan kesan menakutkan bagi anak kecil. Perawat perlu
mensejajarkan posisi dengan anak. Contoh Perawat berlutut di samping tempat tidur atau
duduk sejajar dengan anak.
c. Paralinguistik
Adalah karakteristik dari suara, seperti nada, volume dan penekanan. Contohnya bisikan
merupakan tanda kerahasiaan Lamria Situmeang 29 dan volume naik menandakan
kemarahan. Perawat dapat mencocokkan kata – kata yang digunakan klien dengan
nada/volume suaranya. Contoh : penggunaan kata “sih” dapat menunjukkan rasa kesal,
marah ataupun penerimaan.
d. Otonom
adalah reaksi tubuh umumnya di luar kendali. Contohnya klien terlihat pucat ketika shock
atau takut; Klien mengeluarkan airmata ketika Bahagia
e. Waktu
Merupakan yang sangat berharga untuk semua penyedia layanan kesehatan.Petugas
kesehatan termasuk perawat dapat tergoda untuk mencoba menghemat waktu dengan
mempersingkat komunikasi dengan klien.Namun, hal ini sering mengakibatkan
miskomunikasi dan ketidakpuasan klien. Oleh karena itu, menyediakan waktu yang cukup
untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien adalah penting untuk mencegah kesalahan
yang dapat berakibat fatal pada regimen terapeutik.
2.3 Tahapan Hubungan Terapuitik Perawat Klien

Komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahap, yaitu :

a) Tahap Persiapan/ Tahap Pra interaksi

Tahapan ini merupakan masa apersepsi di mana terjadi pemikiran untuk menata kata-kata yang
akan diucapkan, atau dengan istilah lain merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain. Sebelumnya seorang perawat perlu mengevaluasi diri tentang
kemampuan dan pengalaman yang dimiliki terkait dengan percakapan yang akan dilakukan.
Evaluasi diri tersebut harus dilakukan dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang
mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain
(Ellis, Gates & Kenworthy, 2003).

Pada tahap ini perawat :

1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan diri sendiri.


2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri perawat sendiri.
3. Mengumpulkan data tentang klien
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
b) Tahap Perkenalan/orientasi

Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan
klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu
(Stuart, 2014).

Pada tahap ini tugas perawat :

1. Membina hubungan saling percaya


2. Merumuskan kontrak bersama klien
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
4. Merumuskan tujuan dengan klien

Pada tahap prkenalan atau orientasi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut,

9
a) Salam terapeutik yang disertai dengan perkenalan.
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non-verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan, baik nama lengkap maupun nama panggilan yang
disukai.
3) Mengulurkan tangan untuk bersalaman.
4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
5) Jelaskan tujuan pertemuan.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. Jujur dan menepati janji.
b) Evaluasi validasi.
1) Menanyakan perasaan-perasaan yang dirasakan.
2) Menanyakan kondisi emosional yang dialami saat ini. Contoh: "Bagaimana
perasaan Ibu hari ini ?"
3) Kontrak.
Kegiatan dalam kontrak meliputi kontrak topik, waktu, dan tempat. Pada pertemuan
yang pertama kegiatan dalam kontrak ini untuk menentukan kesepakatan bersama
topik apa yang akan didiskusikan, tempatnya di mana, dan kapan pelaksanaannya.
Setelah tercapai kesepakatan perawat dan klien akan memulai diskusi. Contoh
percakapan kontrak yang dilakukan pertama kali bertemu adalah sebagai berikut.
1. Topik "Apa yang membuat Ibu/Bapak/Adik sehingga datang ke rumah sakit?"
"Apa yang terjadi di rumah sehingga Bapak/Ibu membawa keluarganya ke
rumah sakit?"
2. Waktu "Bagaimana kalau kita bercakap-cakap sebentar?" "Bagaimana kalau kita
bercakap-cakap tepat pukul 10.00 WIB?"
3. Tempat "Tempatnya yang enak di mana?" "Bagaimana kalau di tempat tidur
Ibu/Bapak/Adik saja?"

Akan tetapi, bila kegiatan komunikasi itu merupakan pertemuan yang kedua dan
seterusnya, maka kegiatan yang dilakukan adalah mengingatkan kembali kontrak
yang telah disepakati pada akhir pertemuan yang pertama atau yang terdahulu.
Contoh percakapan pada pertemuan yang kedua dan seterusnya adalah sebagai
berikut.
4. Topik "Bu....sesuai dengan janji yang kemarin, hari ini kita membicarakan nyeri
yang Ibu rasakan, menurut Ibu bagaimana?"
5. Waktu 39 "Waktu yang disepakati kemarin pukul 10.00 WIB, menurut Ibu
bagaimana?" "Bagaimana kalau waktunya tepat pukul 10.00 WIB saja sesuai
dengan janji yang kemarin?"
6. Tempat "Kemarin tempat yang ditentukan untuk bercakap-cakap di tempat tidur
ibu, menurut ibu bagaimana?"

Apabila kontrak yang telah disepakati ternyata ada halangan karena sesuatu hal,
perawat tetap harus datang ke klien sesuai dengan kesepakatan yangtelah dibuat dan
membuat kontrak baru. Hal ini dilakukan agar klien tetap percaya kepada perawat
baik dipandang dari sudut kapasitas dan kemampuan.

c) Tahap Kerja

Fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,2014).Fase
kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada
fase kerja ini perawat perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari
komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan
sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik
komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama.
Tugas perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan
tepat. Perawat juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian
mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.

d) Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu
terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, 2014). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh 40 perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.Pada tahap ini tugas perawat adalah :

11
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
2) Melakukan evaluasi subyektif.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
4) Membuat kontrak/rencana tindak lanjut untuk pertemuan berikutnya.

Rencana tindak lanjut adalah rencana yang akan dilakukan perawat bersama pasien pada waktu
yang akan datang sesuai dengan hasil kesepakatan diantara perawat dan pasien meliputi kontrak
topic, waktu, tempat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi merupakan elemen mendasar yang diperlukan dalam setiap kegiatan


keperawatan baik saat proses treatmen, rehabilitasi, edukasi, serta promosi kesehatan. Komunikasi
memudahkan komunikator dalam menyampaikan ide kepada komunikan yang dalam hal ini dapat
sebagai individu, kelompok, maupun masyarakat luas untuk berubah dari perilaku yang kurang
baik menjadi perilaku yang diinginkan.

Komunikasi tidak selalu disampaikan secara verbal namun juga dengan tehnik non verbal.
Bahkan menurut Robert dan Bucksey (2007) bahwa komunikasi non verbal mendominasi
komunikasi sejumlah 55%-97% jika dibandingkan komunikasi verbal.Perawat juga harus
memperhatikan factor-faktor yang dapat mempengaruhi penyampaian komunikasi kepada
komunikan.Setiap pasien mempunyai usia berbeda, pendidikan berbeda, latar belakang yang
beragam pula. Oleh karena itu, perawat harus memahami hal tersebut supaya program terapi yang
diinginkan tercapai.

3.2 Saran

Perawat/mahasiswa keperawatan perlu untuk mengetahui mengenai Teknik-teknik


komunikasi terapeutik dan mengkaji serta mempelajari tahapan-tahapan komunikasi yang benar
agar dapat mengetahui dan menangani masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat sehingga
dapat diterapkan dalam pelayanan keperawatan/asuhan keperawatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ellis ., Gates B, Kenworthy N. 2003. Interpersonal Communication in Nursing, 2nd Edition.


Canada: Elsevier

Stuart GW. 2014. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 10th edition. Elsevier Health
Sciences

Kuen, F. A. and. A. 2019. ‘Peranan Komunikasi Antarpribadi Terhadap Hubungan Masyarakat


Ikecamatan Tamalate Kelurahan Mangasa Kota Makassar’, Jurnal Ilmiah Pranata Edu,
1(1), pp. 39–47. doi: 10.36090/jipe.v1i1.186.

Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktek. Jakarta: EGC

Northouse LL., Northouse PG., 1998. Health Communication: Strategies for Health Professionals.
USA: Pearson Education.

Okoseray, A. J., 2020. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Hemiparese Sinistra Et Causa
Stroke Non Hemoragic. Therapeutics Medicine.

Takari,M (2019).”Memahami Ilmu Komunikasi”.Paper,March,1-12.d/Download/.pdf


MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN
HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

DISUSUN OLEH:
Sandra Mulyanda (2214201163)
Azdkia Khaira Nissa (2214201130)
Annisa Agusrianti (2214201126)
Diana Syofia (2214201132)
Lola Nofita Sari (2214202242)
Yentini Sakairiggi (2214201182)

Kelas IIIC Keperawatan

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Diana Arianti,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah dengan judul "Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik".

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu dikarenakan
kemampuan kami yang terbatas. Namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak
akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dan kami tak lupa
mengucapkan terima kasih.

Kami berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan
para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan dan meningkakan prestasi di masa yang akan datang.

Padang, 14 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................................................3


B. Tujuan Komunikasi Terapeutik......................................................................................3
C. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik......................................................................5

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi yang dilakukan
oleh seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama saat
menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar
informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenan
dengan kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu,
komunikasi adalah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan
hubungan antara perawat dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai ke orang yang membutuhkan,
ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi yang dilakukan.
Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat mungkin
terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal-hal tersebut tidak hanya berasal dari klien
saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan oleh
perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses
komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan
pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi terapeutik?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik ?
3. Apa hambatan dalam komunikasi terapeutik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik
2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik
3. Untuk mengetahui hambatan komunikasi terapeutik

1
D. Manfaat Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian komunikasi terapeutik
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan komunikasi terapeutik
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui hambatan komunikasi terapeutik

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada
saat melakukan intervensi keperawatan dimana komunikasi tersebut harus mampu
memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa
komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman
emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik
adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Komunikasi terapeutik dibangun atas dasar untuk memenuhi kebutuhan klien. Pada
dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada
tujuan yaitu penyembuhan pasien. Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-
teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan
salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian
informasi yang akurat kepada pasien (Sarfika Riska etal., 2018).
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat
(helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.

3
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan
dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan
gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan
bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan
klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan
meningkatkan kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu
yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan
merasa rendah diri.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas
diri yang jelas. Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik
sebagai berikut (Hamid,1998):
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model peran.
e. Motivasi altruistik.
f. Rasa tanggung jawab dan etik.

4
C. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik
a. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resistens biasanya menunjukkan
ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan
cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini
sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena
fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah (Stuart dan Sundeen dalam
Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995)
a) Supresi dan represi informasi yang terkait
b) Intensifikasi gejala
c) Devaluasi diri serta pandangan dan keputusan tentang masa depan
d) Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara.
e) Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk
f) Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal
g) Penghayalan intelektual dimana klien menverbalisasi pemahaman dirnya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berperilaku maladaptif, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayalan
h) Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayalan
tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasan bahwa
normalitas adalah hal yang tidak penting
i) Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang
dulu)
j) Periaku amk atau tidak rasional

5
b. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-oran tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen, 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference
bermusuhan dan bergantung.
• Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005)
Bungkus (15 tahun) adalah klien yang dirawat dirumah sakit karena demam berdarah.
Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji,
ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini
dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
• Contoh reaksi transference tergantung (Intan, 2005)
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan
keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.

c. Coutertrasference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang dibuat oleh perawat dan
bukan oleh klien. Hal ini dapat memengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk coutertrasference (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005) :
a) Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu
b) Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
c) Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan
d) Mengantuk selama sesi
e) Perasaan marah atau tidak sabar kaena ketidak inginan klien untuk berubah
f) Dorongan terhadap ketertantungan, pujian atau efeksi klien
g) Berdebat dengan klien atau kecenderungan untuk memaksa klien sebelum ia siap
h) Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi
i) Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial
6
j) Melamun atau memikirkan klien
k) Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada kien
l) Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang diberikan klien
m) Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien

Reaksi coutertrasference biasanya dalam tiga bentuk (Stuart dan Sundeen dalam
Intan, 2005):

• Reaksi sangat mencintai atau “caring”


Perawat Dono melakukan perawatan pada klien ini dengan cara yang berlebih-
lebihan yaitu dengan cara, masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut
padahal masih banyak klien yang perlu ditangani. Perawat Dono juga mencoba
menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah
diidentifikasi
• Reaksi sangat bermusuhan

Perawat Dora mempunyai klien yang sangat menjengkelkan. Derry (25 tahun)
Derry ini selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada
klien ini dan selalu mengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan.

• Reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasi terjadi countertransference (Stuart G.W dalam Suryani,


2006):
1. Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya sendiri atas apa yang
diharapkan kepada kliennya.
2. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama ketika
klien menentang atau mengkritik.
3. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
4. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk
mengontrolnya.
5. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi countertrasference,
pengawasan secara individu maupun kelompok dapat lebih membantu.

7
d. Pelanggaran batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan terapeutik, dalam hubungan ini
perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang ditolong. Baik
perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik
dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dan klien (Stuart dan Sundeen, dalam Intan,
2005):
• Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.
• Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak
wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.
• Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan. Pemanfaatan
terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak
diperbolehkan dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati
batas-batas tertentu misalnya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
• Batas ruang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini
juga perlu adanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang
biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini contoversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.

8
• Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dan klien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.
• Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika berkomunikasi
dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksual dan memberikan pendapat
dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
• Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
• Batas kontak fisik
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/seksual terhadap klien yang tidak pernah
tercangkup dalam hubungan terapeutik antara perawat dengan klien.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien,


perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien
tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-
hati dalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu
berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa terhindar dari pelanggaran terhadap batas-batas
dalam berhubungan dengan klien. Selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap
kali bertemu dengan klien juga dapat menghindari pelanggaran batas. (Suryani, 2006).

Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan 2005):

- Klien mengajak makan perawat siang atau makan malam diluar


- Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya
- Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien
- Perawat menghadiri acara-acara sosial
- Klien memberi perawat hadiah
- Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien

Menurut Dr. Erliana Hasan, Msi dalam bukunya Komunikasi Pemerintahan, ada
beberapa faktor yang memengaruhi tercapainya komunikasi yang efektif:

9
1. Perbedaan latar Belakang
Setiap orang ingin diperlakukan sebagai pribadi, dan memang setiap orang berbeda,
berkaitan dengan perbedaan itu merupakan tanggung jawab komunikator untuk
mengenal perbedaan tersebut dan menyesuaikan isi pesan yang hendak disampaikan
dengan kondisi penerima pesan secara tepat, dan memilih media serta saluran
komunikasi yang sesuai agar respons yang diharapkan dapat dicapai.
2. Faktor bahasa: bahasa yang digunakan seseorang verbal maupun nonverbal (bahasa
tubuh) ikut berpengaruh dalam proses komunikasi antara lain:
- Perbedaan arti kata
- Penggunaan istilah atau bahasa tertentu
- Komunikasi nonverbal

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah
satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi
klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien.
Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak
mempunyai tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja.
Sedangkan komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi
klien. Karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan dan terstruktur
dengan baik.

B. SARAN
Calon perawat hendaknya harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik atau
strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasi terapeutik untuk dapat melakukan
pendekatan yang efektif terhadap klien. Serta perawat harus menciptakan sebuah
perencanaan dan struktur yang baik dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik. Dalam
melakukan komunikasi dengan klien perawat harus menghargai keunikan setiap klien.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sarfika Rika, dkk (2018) Buku ajar keperawatan 2 komunikasi terapeutik dalam keperawatan.
Padang : Andalas UniversityPress.

Dayang Laily, dkk (2016) Komunikasi dalam keperawatan. Depok: PPPPTK Bisnis dan
Pariwisata.

Pertiwi, Melinda Restu, dkk (2021) Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan. Yogyakarta:
Rizmedia Pustaka Indonesia.

Anjaswarni, Tri (2006) Konsep dasar komunikasi komunikasi dalam keperawatan. Kementrian
kesehatan republik Indonesia. E-book. Internet.

Alimul A.A (2003) Riset Keperawatan &tehnik penulisan ilmiah. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

EllisR.B& Gates R.J (2000) Komunikasi interpersonal dalam keperawatan (terjemahan).


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

http://healthyusandart.blogspot.com/2013/01/hambatan-dalam-komunikasi-terapeutik.html

12
MAKALAH

KOMUNIKASI TERAUPETIK KEPERAWATAN

KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA ANAK

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5

SINDY ANDESTA (2214201167)


FELIA ADE SANDOVA (2214201137)
PUTRI BELLILA SONITA (2214201153)
WIDYA SARI (2214201179)
SULTAN THORIQ (2214201171)
ANJANIE SALSABILA PUTRI (2214201124)

KELAS IIC

DOSEN PENGAMPU : IBU Ns. DIANA ARIANTI ,S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFAH PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bejudul
“Komunikasi Teraupetik Pada Anak” ini dengan baik.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan,
dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Ibu Ns.
Diana Arianti S.Kep, M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan,masukan,dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman lebih
lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
makalah dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Padang, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 6


2.1 Pengertian komunikasi terapeutik pada anak…………………………………….6
2.2 Tujuan komunikasi pada anak…………………………………………………...8
2.3 Prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak………………………………....8
2.4 Tahapan dalam komunikasi dengan anak…………………………………….....9
2.5 Teknik – teknik komunikasi terapeutik pada anak…………………………...…10
2.6 Teknik komunikasi dengan orang tua anak……………………………………..13
2.7 Faktor yang mempengaruhi dalam komunikasi dengan anak………………..…15
2.8 Karakteristik helper yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan
terapeutik pada anak………………………………............................................ 17
2.9 Teknik yang kurang tepat dalam komunikasi terapeutik pada anak……......…..19

BAB III PENUTUP................................................................................................ 21


A. Kesimpulan ...................................................................................... …………...21
B. Saran………………………………………………………………………...…..21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 22


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi pada anak merupakan suatu proses penyampaian dan transfer informasi yang
melibatkan anak, baik sebagai pengirim pesan maupun penerima pesan. Dalam proses ini
melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mengirimkan lambang-lambang
sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita mengamati dan
menyusun kembali dalam pikirannya arti dan makna yang terkandung dalam pikiran
komunikator.

Pada anak, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila dibandingkan dengan yang
terjadi pada usia bayi, balita,remaja, maupun orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karakteristik
khusus yang dimiliki anak tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya. Komunikasi pada
anak sangat penting karena pada proses tersebut mereka dapat saling mengekspresikan perasaan
dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang lain. Disamping itu dengan berkomunikasi
anak– anak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya .

Pada anak–anak yang dirawat dirumah sakit karena banyaknya permasalahan yang dialaminya
baik yang berhubungan dengan sakitnya maupun karena ketakutan dan kecemasannya terhadap
situasi maupun prosedur tindakan , sering komunikasi menjadi terganggu. Anak menjadi lebih
pendiam ataupun tidak berkomunikasi. Keadaan ini apabila dibiarkan akan dapat memberikan
efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan disamping proses penyembuhan
penyakitnya.

Perawat yang mempunyai banyak waktu dengan pasien,diharapkan dapat memulai


menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting
karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada
perawat serta membantu anak agar dapat mengekspresikan perasaannya sehingga dapat dicari
solusinya. Sehubungan dengan itu perawat dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi
dalam memberikan askep pada anak, menguasai teknik-teknik komunikasi yangcocok bagi anak
sesuai dengan perkembangannya.
Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang, dan selanjutnya anak akan
memiliki suatu penghargaan pada dirinya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak
merupakan seseorang membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus
anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun non verbal yang
dapat menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengertian komunikasi terapeutik pada anak?
2. Apa tujuan komunikasi pada anak?
3. Apa prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak?
4. Bagaimana tahapan dalam komunikasi dengan anak?
5. Bagaimana tekhnik-tekhnik komunikasi terapeutik pada anak?
6. Bagaimana tekhnik komunikasi dengan orang tua anak?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam komunikasi dengan anak?
8. Bagaimana karakteristik helper yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik pada
anak?
9. Apa saja teknik yang kurang tepat dilakukan dalam komunikasi terapeutik pada anak

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian komunikasi terapeutik pada anak.
2. Mengetahui tujuan komunikasi pada anak.
3. Mengetahui prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak.
4. Mengetahui tahapan dalam komunikasi dengan anak.
5. Mengetahui tekhnik – tekhnik komunikasi terapeutik pada anak.
6. Mengetahui bagaimana tekhnik komunikasi dengan orang tua anak.
7. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi dalam komunikasi dengan anak.
8. Mengetahui karakteristik helper yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik pada
anak.
9. Mengetahui teknik yang kurang tepat dilakukan dalam komunikasi terapeutik pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik pada Anak

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan


kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik pada anak adalah
komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar ,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.

Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :

1. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa
anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada
tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.

Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan
ratuskata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya.
Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat
tinggi,inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa
dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam
berbicara (Behrman, 1996).

Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak
dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap
mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat
komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak
komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak,
adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Secara nonverbal kita selalu memberi dorongan penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman
dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis
atau bercerita dalam menggali perasaandan fikiran anak di saat melakukan komunikasi.

2. Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak
mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang
dilaksanakanoleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini
sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir
tentang kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana
yang spesifik,menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang
tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek
tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari
sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan
membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

3. Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan


berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai
menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa
depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai
menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah
masa peralihan anak menjadi dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat
pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan
merupakanmasa transisi dalam bersikap dewasa
2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak

Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak adalah

a. Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada
hal- halyang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak

Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya


sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai.
c. Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa
rasa takut.
f. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.
g. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi.
h. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.
k. Mampu berperan sebagai role model.
l. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

2.4 Tahapan dalam Komunikasi dengan Anak

Dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat beberapa tahap yang harus
dilakukansebelum mengadakan komunikasi secara langsung, tahapan ini sangat meliputi tahap
awal ( prainteraksi ), tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap
terminasi.

a. Tahap Prainteraksi

Pada tahap pra interaksi ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang
klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar
belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan
dalamsaat komunikasi dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada pada dirinya,
membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi
akan dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang
ada.

b. Tahap Perkenalan atau Orientasi

Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum pada klien,
melakukan validasi (kognitif, psikomotorik, afektif), mencari kebenaran data yang ada
dengan wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama kita
dengan tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannnya, menanyakan
nama panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih
dekat,menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan,menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan.
c. Tahap Kerja

Pada tahap ini kegiatan yang dapat kia lakukan adalah memberi kesempatan pada klien
untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurang dimengerti dalam
komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan
melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.

d. Tahap Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah
menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan re-
inforcement positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak
(waktu,tempat, dan topik) dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

2.5 Teknik – Teknik Komunikasi Terapeutik pada Anak

Seperti yang sudah dijelaskan pasien anak merupakan individu yang unik, dalam melakukan
komunikasi terapeutik dengan pasien anak dibutuhkan teknik khusus agar hubungan yang
dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak.

1. Teknik Verbal
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan
kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan
melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu
dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang
dipakainya serta hallainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
b. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima
,mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan
melalui tulisan maupun gambar.
c. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak
atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu
mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons
terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan
jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
d. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan
perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak.
e. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak
untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan
keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
f. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
g. Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan
sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan
menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
2. Teknik Non Verbal
Teknik komunikasi non verbal dapat digunakan pada anak- anak seperti :
a. Menulis
Menulis adalah suatu alternatif pendekatan komunikasi bagi anak, remaja muda
dan praremaja. Untuk memulai suatu percakapan perawat dapat memeriksa/ menyelidiki
tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan
menulis anak-anak lebih riil dan nyata.
b. Menggambar
Menggambar adalah salah satu bentuk komunikasi yang berharga melalui
pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah bahwa anak-
anak mengungkapakan tentang dirinya. Untuk mengevaluasi sebuah gambar
utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut :
1) Ukuran dari bentuk badan individu, ini mengekspresikan orang penting.
2) Urutan bentuk gambar, mengekspresikan prioritas kepentingan.
3) Posisi anak terhadap anggota keluarga lainnya, mengekspresikan perasaan anak
terhadapstatus dalam keluaraga atau ikatan keluarga.
4) Bagian adanya hapusan, bayangan atau gambar silang, mengekspresikan
ambivalen/ pertentangan, keprihatinan atau kecemasan pada hal- hal tertentu.
c. Gerakan gambar keluarga
Menggambarkan suatu kelompok, berpengaruh pada perasaan anak-anak dan
responemosi, dia akan menggambarkan pikirannya tentang dirinya dan anggota keluarga
yang lainnya. Gambar kelompok yang paling berharga bagi anak adalah gambar keluarga.
d. Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak- anak, dan jenis gambar yang berguna
bagi anak- anak seusia 5 tahun adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau
lingkungan keluarga. Menggambar suatu lingkaran adalah untuk melambangkan orang-
orang yang hampir mirip dalam kehidupan anak, dan gambar bundaran- bundaran didekat
lingkaran menunjukkan keakraban/ kedekatan.
e. Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna dan dapat diterapkan pada anak- anak adalah
menggambar bersama dalam keluarga. Menggambar bersama dalam keluarga merupakan
satu alat yang berguna untuk mengungkapkan dinamika dan hubungan keluarga.
f. Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk berhubungan
dengan anak. Dengan bermain dapat dikumpulkan petunjuk mengenai tumbuh kembang
fisik,intelektual dan sosial. Terapeutik play sering digunakan untuk mengurangi trauma
akibat sakit atau masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan
prosedur medis/ perawatan.Diatas telah dijelaskan beberapa teknik komunikasi terapeutik
pada umumnya,sedangkan cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi
terapeutik dengan pasienanak, antara lain : (Mundakir, 2005)
1. Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara dengan nada suara yang
rendah danlambat. Agar pasien anak jauh lebih mengerti apa yang ditanyakan
oleh perawat.
2. Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang hiperaktif lebih menyukai
aktivitas yang ia sukai, sehingga perawat perlu membuat jadwal yang
bergantian antara aktivitas yang pasien anak sukai dengan aktivitas terapi atau
medis.
3. Jarak interaksi, diharapkan perawat dapat mempertahankan jarak yang aman
saat berinteraksi dengan pasien anak.
4. Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi kontak mata saat
mendapat respondari pasien anak yang kurang baik, dan kembali melakukan
kontak mata saat kira-kira pasien anak sudah dapat mengontrol perilakunya.
5. Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin dari si anak.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga
hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau
tindakan keperawatan.
2.6 Tekhnik Komunikasi dengan Orang Tua Anak

Komunikasi dengan orang tua adalah salah satu hal yang penting dalam perawatan anak,
mengingat pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu melibatkan peran orang tua yang
memiliki peranan penting dalam mempertahankan komunikasi dengan anak.

Untuk mendapatkan informasi tentang anak sering kita mengobservasi secara langsung atau
berkomunikasi dengan orang tua. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam
komunikasi dengan orang tua diantaranya:

1. Anjurkan Orang Tua untuk Berbicara


Kita dalam melakukan komunikasi dengan orang tua, jangan hanya peran kita
sebagai pemberi informasi saja akan tetapi bagaimana kita merspons atau mengajak agar
orang tuayang kita ajak komunikasi mampu untuk memberikan suatu pesan atau
informasi yang dimiliki,kemampuan inilah yang seharusnya kita kembangkan sehingga
komunikasi agar berjalan terusdan efektif serta tujuan yang kita inginkan dalam
komunikasi dapat tercapai.
2. Arahkan ke Fokus
Dalam melakukan komunikasi dengan orang tua anak arahkan pokok
pembicaraan kitake fokus sambil memberi kesempatan pada orang tua untuk
mengekspresikan perasaannya secara bebas sehingga tujuan komunikasi dapat mencapai
sasaran. Mengarahkan ke fokus itusalah satu bagian dalam mencapai komunikasi yang
efektif.
3. Mendengarkan
Mendengarkan adalah kunci untuk mencapai komunikasi yang efektif,
kemampuan mendengarkan dapat ditunjukkan dengan ekspresi yang sungguh-sungguh
saat berkomunikasi dengan tujuan untuk mengerti klien. Selain itu dengan mendengarkan
kita akan mendapatkan seluruh informasi yang didapatkan sehingga tidak ada yang hilang
atau tertinggal informasiyang akan disampaikan.
4. Diam
Diam adalah cara yang dapat digunakan dalam komunikasi dengan diam sebentar
dapat memberikan kesempatan kepada seseorang yang kita ajak komunikasi untuk
memberikan kebebasan dalam mengekspresikan perasaannya dan memberikan
kesempatan berpikir terhadap sesuatu yang hendak disampaikan.
5. Empati
Cara ini dilakukan dengan mencoba merasakan apa yang dirasakn oleh orang tua
anak,dengan demikian orang tua anak akan merasa aman dan diperhatikan. Cara
komunikasi ini juga sangat terkait dengan sikap saat komunikasi.
6. Meyakinkan Kembali
Meyakinkan kembali merupakan cara yang dapat diberikan agar proses dan hasil
komunikasi dapat diterima pada klien hal ini adalah orang tua. Pada dasarnya semua
orang tua ingin menjadi orang tua terbaik, tetapi pada saat anak sakit dapat terjadi
kecemasan tentang peran dan fungsinya, maka yakinkan kembali akan peran dan
fungsinya sebagai orang tua.
7. Merumuskan Kembali
Dalam mencapai tujuan pemecahan masalah kita dan orang tua anak harus
sepakat terhadap masalah yang muncul kadang-kadang pada rang tua, dengan
merumuskan kembali beberapa permasalahan dan cara pemecahan bersama akan
memberikan dampak dalam mengurangi kecemasan atau kekhawatiran.
8. Memberi Petunjuk Kemungkinan Apa yang Terjadi
Melalui komunikasi beberapa petunjuk tentang kemungkinan masalah apa yang
terjadi dapat diinformasikan terlebih dahulu untuk mengantisipasi tentang kemungkinan
hal yang terjadi sehingga orang tua tahu dan siap bila masalah itu muncul.
9. Menghindari Hambatan dalam Komunikasi
Menghindari hambatan dalam komunikasi seperti melakukan komunikasi secara
asertif dengan orang tua merupakan salah satu cara efektif dalam komunikasi, karena
hambatan selama komunikasi akan memberiakn dampak tidak berjalannya suatu proses
komunikasi seperti terlalu banyak memberi saran, cepat mengambil keputusan, megubah
pokok pembicaraan, membatasi pertanyaan atau terlalu banyak memberikan pertanyaan
tertutup dan menyela pembicaraan sebelum pembicaraan selesai.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi dalam Komunikasi dengan Anak

Dalam proses komunikasi kemungkinan ada hambatan selama komunikasi, karena selama
proses komunikasi melibatkan beberapa komponen dalam komunikasi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya:

1. Pendidikan
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi dan makin bagus pengatahuan yang
dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat dilakukannya.
Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu diperhatikan tingkat
pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah diterima jika
bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang
dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan. Faktor pengetahuan dalam proses komunikasi dapat diperlihatkan apabila
seseorang pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akan jelas dan mudah
diterima oleh penerima kan tetapi apabila pengetahuan kurang maka akan menghasilkan
informasi yang kurang.
3. Sikap
Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses kemungkinan berjalan
efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang memiliki sikap kurang
baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian
sebaliknya apabila dalam komunikasi menunjukkan sikap yang baik maka dapat
menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan
dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai dan lain-lain,
kesemuanya dapat mendukung berhasilnya komunikasi terapeutik.
4. Usia Tumbuh Kembang
Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat ditunjukkan
semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam komunikasi semakin
kompleks dan sempurna yang dapat dilihat perkembangan bahasa anak.
5. Status Kesehatan Anak
Status kesehatan sakit dapat berpengaruh dalam komunikasi, hal ini dapat
diperlihatkan ketiaka anak sakit atau mengalami gangguan psikologis maka cenderung
anak kurang komunikatif atau sangat pasif, dengan demikian dalam komunikasi
membutuhkan kesiapan secara fisik dan psikologis untuk.
6. Sistem Sosial
Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di masyarakat, di
mana setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi yang berbeda. Hal tersebut
dapat juga mempengaruhi proses komunikasi seperti orang Batak engan orang Madura
ketika berkomunikasi dengan bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-sama tidak
memahami bahasa daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan
komunikasi.
7. Saluran
Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses komunikasi
seperti intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya semuanya akna dapat memberikan
pengaruh dalam proses komunikasi, sebagai contoh apabila kita berkomunikasi dengan
orang yang memiliki suara atau intonasi jelas maka sangat mudah kita menerima
informasi ataupun pesan yang disampaikan. Demukian sebaliknya apabila kita
berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara yang tidak jelas kita akan kesulitan
menerima pesan atau informasi yang disampaikan.
8. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area, lingkungan dalam hal
komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun lokasi yang ada.
Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan dampak berhasilnya tujuan
komunikasi sedangkan lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang
kurang. Hal ini dapat kita contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada
tempat yang gaduh misalnya atau tempat yang bising, maka proses komunikasi tidak
akan bisa berjalan dengan baik, kemungkinan sulit kita berkomunikasi secara efektif
karena suara yang tidak jelas, sehingga pesan yang akan disampaikan sulit diterima oleh
anak.

2.8 Karakteristik Helper yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik pada


Anak

Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper
(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati
pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri,
merasa dibohongi,membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi non verbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaianakan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi non verbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya
maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan
dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk
mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan
kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi
penciptaan suasana yang dapat membuat klienmerasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P danMorrison P,1991
dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap
empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak
hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan
tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti
mengabsorpsi isi darikomunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi.
Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien),tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi
klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa
adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin
hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005).
Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan
pada klien,apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien
apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap
sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan
hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang
ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

2.9 Teknik yang Kurang Tepat Dilakukan dalam Komunikasi Terapeutik pada Anak

Hal- hal yang kurang berkenan dilakukan dalam komunikasi terapeutik pada anak,seperti :

1. Mengabaikan keterangan anak


Saat melakukan komunikasi pada anak seorang perawat hendaknya selalu
mendengarkan segala keluh kesah yang disampaikan anak, hindari sikap acuh tak acuh.
Dengan demikian diharapkan seorang perawat mampu mengetahui permasalahan yang
sebenarnya dialami oleh anak.
2. Besikap emosional
Dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak bersikaplah tenang dan sabar
dalam mendengarkan segala keterangan yang disampaikan anak. Hindari bersikap
emosional karena seorang anak akan enggan untuk menyampaikan masalahnya.
3. Pembicaraan satu arah
Hindari pembicaraan satu arah saat melakukan komunikasi terapeutik pada anak
karena hal itu akan menyebabkan anak menjadi pendiam, mintalah umpan balik atas apa
yang dibicarakan. Dengan memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbicara, itu
akan membuat anak menjadi lebih terbuka kepada kita.
4. Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Saat berkomunikasi pada anak hindarilah pertanyaan yang bertubi- tubi karena hal
ituakan membuat anak menjadi bosan dan enggan untuk diajak berkomunikasi pada tahap
selanjutnya. Bila anak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, ulangilah dengan
pertanyaan lain sehingga mendapatkan respon.
5. Menyudutkan anak
Hindarilah sikap yang dapat menyudutkan anak karena hal itu akan membuat
anak kurang mendapatkan kepercayaan. Terimalah kondisi anak apa adanya. Apapun
yang terjadi berusalah terus ada di pihak anak dengan selalu mendengarkan segala keluh
kesah anak sehingga ia menganggap kita sebagai temannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan
melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan
kepada penerima pesan. Tujuan komunikasi yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator
dapat dimengerti oleh si komunikan. Dalam melakukan komunikasi pada anakdan remaja,
perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah cara berkomunikasi dengan
anak, tehnik komunikasi, tahapan komunikasi dan faktor yangmempengaruhi komuikasi.

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan
anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang
terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau
tindakan keperawatan. Dalam proses berkomunikasi dengan anak sangat perlu memperhatikan
prinsip-prinsip, strategi / tehnik, dan hambatan - hambatan yang mungkinakan timbul / ada
dalam komunikasi. Tehnik komunikasi dengan anak sangatlah bervariasi,tergantung pada umur
dari anak tersebut. Pembagian rentang 19 umur dapat dibedakan atas bayi (0-1), toddler (1-3),
anak-anak pra sekolah (3-5), anak usia sekolah (5-12).

3.2 SARAN

Dengan penulisan makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca dalam


berkomunikasi dengan anak lebih efektif karena telah mengetahui bagaimana prinsip dan strategi
berkomunikasi dengan anak, serta mengetahui hambatan yang akan ditemui ada saat akan
berkomunikasi dengan anak.

Dalam penyusunan / penulisan suatu karya tulis (makalah) sebaiknya menggunakan


banyak literatur walaupun nantinya tidak menutup kemungkinan dapat memperbesar dalam
kesulitan penyusunan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Komunikasi Teraupetik: Rizmedia Pustaka Indonesia

Dalami, Ermawati., dkk. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan anak 1. Salemba Medika: Surabaya.

https://indriana112.blogspot.co.id/2016/04/makalah-kelompok-komunikasi-padbayi.html

http://ngurahjayaantara.blogspot.co.id/2013/12/komunikasi-dalam-keperawatan-komunikasi.html

http://syawir-uimkeperawatan.blogspot.co.id/2011/01/komunikasi-keperawatan-komunikasi.html

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta: GrahaIlmu.

Wahyuningsih,Komunikasi Teraupetik.2021: Intrans Publishing.

Zen, Pribadi. 2013. Panduan Komunikasi Efektif untuk Bekal Keperawatan


Profesional.Yogyakarta: D-Medika.

Anda mungkin juga menyukai