E DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL : FRAKTUR FEMUR DEXTRA
DIRUANG EDELWEISS RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA
(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah II)
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan kegiatan asuhan keperawatan yang berjudul "Asuhan Keperawatan Pada
Ny. E dengan Diagnosa FRAKTUR FEMUR DEXTRA Di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih
Kabupaten Purwakarta” dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga laporan kegiatan ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………...………………..1
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………...….2
C. TUJUAN PENULISAN ……………………………………………………...…………...2
D. MANFAAT PENULISAAN ……………………………………………………...………2
A. DEFINISI ………………………………………………………...……………………….4
B. ETIOLOGI …………………………………………………………...…………………...4
C. PATOFISIOLOGI
………………………………………………………………………...5
D. MANIFESTASI KLINIK……………………………………………………..…………..6
E. PENATALAKSANAAN…………………………………………………………...……..7
F. KOMPLIKASI …….………………………………………………………………….......7
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ………………………………………………………8
H. ANALISA DATA………………………………………………………………..............18
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………………..……….18
J. RENCANA KEPERAWATAN …………………………………………………………19
A. BIODATA………………………………………………………………...……………..26
B. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN…………………………………………..…………27
C. FISIKOLOGIS DAN SPIRITUAL………………………………………………....…...28
D. ACTIFITY DAILY LIVING ( ADL )………………………………………….…….....31
E. PEMERIKSAAN FISIK……………………………………………………..…….........32
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK……………………………………………………...33
ii
G. PENATALAKSANAAN……………………………………………………………………...34
H. ANALISA DATA……………………………………………………………………….35
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN…………………………………………………..........37
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN…………………………………………….........38
K. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN …………………………………………………39
L. CATATAN PERKEMBANGAN ………………………………………………………39
BAB IV PENUTUPAN
A. KESIMPULAN…………………………...……………………………………………..39
B. SARAN………………………………………...………………………………………..39
DAFTAR PUSTAKA………...……………………………...…………………………………..43
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan maupun
kelainan patologis (Pelawi &Purba, 2019). Patahan tersebut mungkin saja tidak lebih dari
suatu retakan, biasanya patahan tersebut lengkap dan fragmen tulangnya bergeser. Jika
patahan tulang tersebut tidak menembus kulit, hal ini disebut fraktur tertutup, sedangkan jika
patahan tersebut mnembus kulit, maka disebut fraktur terbuka (Pelawi & Purba, 2019).
Menurut (Riskesdas, 2018) dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada
ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara
fraktur lainnya yaitu sekitar 67, 9%. Dari 92.976 orang dengan kasus fraktur ekstermitas
bawah akibat kecelakaan, 19.754 orang mengalami fraktur pada Femur, 14.027 orang
mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur
pada tulang-tulang kecil di kaki dan 337 orang mengalami fraktur fibula.
Fraktur pada ekstremitas bawah akibat dari kecelakaan lalu lintas memiliki prevalensi
paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2% dari 45.987 orang dengan kasus
fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan lalu lintas (Purnomo & Asyita, 2017). Di
Jawa Barat untuk kasus fraktur femur yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti oleh
fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur
femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil,
motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas
adalah pria (63,8%). Insiden fraktur femur pada wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0
per 10.000 orang pertahun) dan nomor tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun). Puncak
distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15-34 tahun) dan orang tua
(diatas 70 tahun) (Depkes, 2018).
Penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah salah satunya yaitu dengan Open Reduction
Internal Fixation (ORIF). ORIF adalah tindakan medis dengan pembedahan untuk
mengembalikan posisi tulang yang patah. Tujuan dari tindakan ORIF adalah untuk
mengembalikan fungsi pergerakan tulang dan stabilisasi sehingga pasien diharapkan untuk
memobilisasi lebih awal setelah operasi (Sudrajat et al. 2019). Penelitian Sagaran (2017)
menunjukkan persentase sebanyak (77,5%) penanganan fraktur dilakukan dengan
pembedahan ORIF, sejalan dengan penelitian Ropyanto (2013), sebanyak 57,1%
penatalaksanaan fraktur dilakukan dengan pembedahan ORIF. Masalah keperawatan yang
umum muncul pada pasien post operasi ORIF fraktur ekstremitas bawah yaitu nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik, dan risiko infeksi (PPNI,2016).
B. Rumusan Masalah
Masalah keperawatan yang dapat dirumuskan dan menjadi fokus penelitian pasien Post
Opreasi ORIF dengan nyeri akut adalah “Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Post Operasi Open Reduction Internal Fixation Fraktur Ekstremitas Bawah
Dengan Nyeri Akut Di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih Purwakarta Tahun 2021?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengkajian asuhan kepeawatan pada pasien post operasi ORIF
fraktur ekstremitas bawah dengan nyeri akut di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih
2021
b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada pasien post operasi ORIF fraktur
ekstremitas bawah dengan nyeri akut di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih 2021
c. Mengidentifikasi perencanaan asuhan keperawatan pada pasien post operasi ORIF
fraktur ekstremitas bawah dengan nyeri akut di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih
2021
d. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada pasien post operasi ORIF fraktur
ekstremitas bawah dengan nyeri akut di Ruang Edelweiss RSUD Bayu Asih 2021
2
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pembaca
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. E dengan diagnosa medis Fraktur
Femur Dextra di ruang edelweiss
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis Fraktur
Femur Dextra di ruang edelweiss
c. Membuat perencanaan keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis Fraktur
Femur Dextra di ruang edelweiss
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis Fraktur Femur
Dextra di ruang edelweiss
e. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis
Fraktur Femur Dextra di ruang edelweiss
2. Bagi Penulis
Sebagai bahan masukan untuk perawat dalam asuhan keperawatan gangguan sistem
muskuloskeletal: Fraktur Femur Dextra
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari tulang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses biologis
yang merusak (Kenneth et al., 2015). Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma
atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan
lunak disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Astanti, 2017)
2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera, stress, dan
melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis (Apleys & Solomon,
2018). Menurut Purwanto (2016) Etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :
a. Trauma langsung Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
b. Trauma tidak langsung Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh
karena itu kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
c. Kondisi patologis Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker
tulang)
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center (2016) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk, pemendekan ekstermitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
4
a. Nyeri terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa) membukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstermitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal.
Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritas tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat pada atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sama 5 cm (1 sampai 2 inchi).
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitusakibat gesekan antara fragmen 1 dengan yang lainnya (uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah terjadi cidera.
4. Klasifikasi
5
2) Derajat II
Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang
sederhana dengan pemecahan minimal
3) Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan kehancuran
komponen tulang yang parah.
a) Derajat III A Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang
memadai, fraktur segmental, pengupasan periosteal minimal.
b) Derajat III B Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan
periosteal dan paparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak;
biasanya berhubungan dengan kontaminasi masif.
c) Derajat III C Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan
(Kenneth et al., 2015).
b. Fraktur Tertutup
Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak ada
kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kerusakan jaringan lunak dan mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung
antara lain:
1) Derajat 0
Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan lunak
yang tidak begitu berarti.
2) Derajat 1
Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai sedang
dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di permukaan situs
fraktur.
3) Derajat 2
Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin
dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme energi sedang
hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena sindrom kompartemen.
6
4) Derajat 3
Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan gangguan arteri
atau terbentuk sindrom kompartemen(Kenneth et al., 2015). Menurut Purwanto
(2016) berdasarkan garis frakturnya dibagi menjadi :
a) Fraktur Komplet Yaitu fraktur dimana terjadi patahan diseluruh penampang
tulang biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b) Fraktur Inkomplet Yaitu fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c) Fraktur Transversal Yaitu fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah
tulang.
d) Fraktur Oblig Yaitu fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis tengah
tulang.
e) Fraktur Spiral Yaitu garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang
sehingga menciptakan pola spiral.
f) Fraktur Kompresi Terjadi adanya tekanan tulang pada satu sisi bisa
disebabkan tekanan, gaya aksial langsung diterapkan diatas sisi fraktur.
g) Fraktur Kominutif Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai
menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih bagian.
h) Fraktur Impaksi Yaitu fraktur dengan salah satu irisan ke ujung atau ke
fragmen retak.
5. Patofisiologi/Pathway
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran
darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baruamatir
yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
7
menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddart,
2015).
Pathway
Fraktur
8
Perdarahan Mobilisasi fisik
Protein plasma darah
Kehilangan
volume cairan Edema
Ketidak efektifan
Perfusi jaringan
6. Komplikasi
a. Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi setelah bedah ORIF, nyeri yang
sangat hebat akan dirasakan pada beberapa hari pertama.
b. Gangguan mobilitas pada pasien pasca bedah ORIF juga akan terjadi akibat proses
pembedahan.
c. Kelelahan sering kali terjadi yaitu kelelahan sebagai suatu sensasi. Gejala nyeri otot,
nyeri sendi, nyeri kepala, dam kelemahan dapat terjadi akibat kelelahan sistem
muskuloskeletal.
d. Perubahan ukuran, bentuk dan fungsi tubuh yang dapat mengubah sistem tubuh,
keterbatasan gerak, kegiatan dan penampilan juga sering kali dirasakan.
7. Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada fraktur menurut (Muttaqin, 2015) :
a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami fraktur.
b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan bersihkan
perdarahan dengan cara di perban.
9
c. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini hanya boleh
dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan
tulang ke posisi semula.
d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua
posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tulang tetap stabil.
e. Berikan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
f. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi. Prinsip
penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang atau imobilisasi (Sjamsuhidayat & Jong, 2015).
10
yang sering kali dapat berakibat total dan berakibat multi organ. Untuk life
saving prinsip dasar yaitu : airway, breathing, and circulation.
i) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barrier jaringan lunak maka patah tulang tersebut
terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam
sejak patah tulang terbuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi
(golden period) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi.
Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golde periode terlampaui agar sasaran terakhir penanganan patah tulang
terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang
secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir ini adalah
mencegah sepsis, penyembuhan tulang, dan pulihnya fungsi.
j) Pemberian Antibiotik Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian antibiotik yang
tepat sukar untuk ditentukan hanya saja sebagai pemikiran sadar. Sebaliknya
antibiotika dengan spectrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
k) Debridemen dan Irigasi Debridemen untuk membuang semua jaringan mati
pada daerah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang
mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka
dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun
tanpa tekanan.
l) Stabilisasi Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabulisasi tulang tergantung derajat patah tulang
terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan
pemasangan fiksasi dalam secara primer, untuk derajat 3 dianjurkan fiksasi luar.
Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari
rehabilitasi pengguna.
2) Fraktur tertutup Penatalaksanaan fraktur tertutup yaitu dengan pembedahan, perlu
diperhatikan karena memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif
perioperatif yaitu Reduksi tertutup dengan memberikan traksi secara lanjut dan
counter traksi yaitu memanipulasi serta imobilisasi eksternal dengan menggunakan
11
gips. Reduksi tertutup yaitu dengan memberikan fiksasi eksternal atau fiksasi
perkuatan dengan K-wire.
3) Seluruh Fraktur
a) Rekoknisis/Pengenalan Riwayat kajian harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya.
b) Reduksi/ Manipulasi/Reposisi
c) Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang supaya kembali secara optimal
seperti semula. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada posisi kesejajarannya rotasfanatomis.
d) OREF(Open Reduction an`d External Fixation) Penanganan intra operative
pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka di ikuti
fiksasi eksternal OREF sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
Penanganan pasca operasi yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk
mengurangi resiko infeksi, pemberian radiologic serial, darah lengkap serta
rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga
tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai yaitu union (penyambungan
tulang kembali secara sempurna), sembuh secara otomatis (penampakan fisik
organ anggota gerak baik proporsional) dan sembuh secara fungsional (tidak
ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
e) ORIF(Open Reduction Internal Fixation) ORIF adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami
fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi agar fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa
Intra Modullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan
tipe fraktur transfer.
f) R etensi/Imobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur di reduksi,
fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan kesejajarannya yang
12
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau internal. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan gips,
bidai, traksi kontinu, dan teknik gips atau fiksator eksternal. Implant logam
dapat digunakan untuk fiksasi internal untuk imobilisasi fraktur.
g) Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (Misal
Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah
ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
fraktur adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan rontgen Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram :Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada mulltipel.
e. Kreatinin Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil kagulasi Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,
atau cidera hati (Doenges dalam Jitowiyono, 2016).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
13
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
14
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang .
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik .
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat
15
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
h) Pola Sensori dan Kognitif
16
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien..
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
17
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b) Pemeriksaan fisik persistem
Sistem Muskuloskeletal
Tingkat aktivitas : yang disarankan, nyata dan rentang gerak
Ekstremitas : ukuran bentuk kesimetrisan, temperature, warna,
pigmentasi, skar, hematom, ulserasi, hilang rasa, paresis,
pembengkakan, prostesis dan fraktur
Persendian : kesimetrisan, mobilitas fisik aktif dan pasif ,
defoemitas, k3kakuan, fiksasi, massa, pembengkakan, krepitasi,
dan nyeti
Otot : kesimetrisan, ukuran, bentuk, tonus, kelemahan, keram,
spasme rigiditas dan tremor
Punggung : skar, edema sakral abdomaritas tulang belakang,
(skoliosiss, kiposis)
Sistem integumen
Warna kulit : pink, pucat, kemerahan, jaundice, dan sianotik
Pola pigmentasi : keadaan pembuluh darah, temperature, turgor,
tekstur, lesi, perdarahan, jaringan skalar, edema, kekeringan,
esimosis, massa, petechiae, fruritus, dan edema
2. Analisa Data
1. Mengeluh nyeri
Pergeseran fragmen tulang
DO:
18
3. Gelisah Pengeluaran histamin
12. Diaphoresis
DO:
fraktur tertutup
1. Pengisian kapiler >3
perubahan fragmen tulang
detik.
19
6. Edema. edema
7. Penyembuhan luka
penekanan pembuluh darah
lambat.
9. Bruit femoral.
20
3. DS: fraktur Gangguan mobilitas fisik
1. Mengeluh sulit
pergeseran fragma tulang
menggerakan ektremitas
3. Enggan melakukan
pemasangan platina/fiksasi
pergerakan
eksternal
4. Merasa cemas saat bergerak
perawatan post op
DO:
3. Sendi kaku
5. Gerakan terbatas
6. Fisik lemah
1. Hipoksemia
pegeseran pragmen tulang
2. Hipoksia
diskontinuitas tulang
3. Hipotensi
4. Kekurangan volume
fraktur terbuka
cairan
21
5. Sepsis laterasi kulit
6. Sindrom respons
putus vena
inflamasi sismetik
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik. d.d Mengeluh nyeri
Tampak meringis Bersikap protektif Gelisah Frekuensi nadi meningkat Sulit tidur
TD meningkat Pola nafas berubah Nafsu makan berubah Proses berfikir terganggu
Menarik diri Berfokus pada diri sendiri
2) Gg mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang, perubahan
metabolisme, ketidak bugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan masa otot,
penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi,
kontraktur, malnutrisi, gg muskoloskeletal, gg neuromuscular,indeks masa tubuh
persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, nyeri, kurang terpapar
infotentang aktivitas fisik, kecemasan, gg kognitif, keengganan melakukan
pergerakan, gg sensori persepsi
3) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia, penurunan konsentrasi hemoglobin,
peningkatan tekanan darah, kekurangan volume cairan, penurunan aliran arteri dan
vena, kurang terpapar informasi tentang factor pemberat (mis, merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas) kurang terpapar
informasi tentang proses penyakit (mis, diabetes miletus, hiperlipidermia, kurang
aktifitas fisik d.d Parastesia.Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).Pengisian
kapiler >3 detik.Nadi perifer menurun atau tidak teraba.Akral teraba dingin.Warga
kulit pucat.Turgor kulit menurun.Edema.Penyembuhan luka lambat.Indeks ankle-
brachial < 0,90Bruit femoral.
22
4) Resiko Syok hipovolemik d.d Hipoksemia Hipoksia Hipotensi Kekurangan
volume cairan Sepsis Sindrom respons inflamasi sismetik (systemic inflamatory
response syndrome [SIRS])
4. Intervensi
23
Depresi menurun Fasilitasi istirahat tidur menangani nyeri
Anoreksia tersebut
Edukasi
menurun
Terapeutik
Muntah menurun Jelaskan penyebab, periode,
Mual menurun dan pemicu nyeri Berikan tekhnik
Terapeutik Kolaborasi
24
Edukasi berkurang
Anjurkan memperbanyak
Jelaskan tujuan dan prosedur
asupan cairan oral agar
pemantauan
cairan bertambah
Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak agar tidak shok
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis agar
cairan bertambah
Kolaborasi IV hipotonis
agar cairan bertambah
Kolaborasi cairan koloid
agar cairan bertambah
Kolaborasi pemberian
produk darah agar darah
bertambah
Intervensi pendukung
Pemenatauan nyeri
Observasi
Mengetahui faktir
pencetus dan pereda
nyeri
Mengetahui kualitas
nyeri
Mengetahui lokasi
dan penyebaran
nyeri
Mengetahui durasi
25
dan frekuensi nyeri
Terapeutik
Untuk pembuktian
hasil pemantauan
Edukasi
26
eks masa tubuh terorganisir mobilisasi gerakan agar pasien
persentil ke-75 menurun Anjurkan melakukan mandiri
sesuai usia, efek Gerakan terbatas mobilisasi dini Libatkan keluarga agar
agem menurun Ajarkan mobilisasi sederhana pasien dapat terbantu
farmakologis, Kelemahan fisik
Edukasi
nyeri, kurang menurun
terpapar Jelaskan tujuan dan
infotentang prosedur mobilisasi agar
aktivitas fisik, pasien mengetahui kenapa
kecemasan, gg semua tindakan dilakukan
kognitif, Anjurkan melakukan
keengganan mobilisasi dini agar
melakukan mandiri
pergerakan, gg
Ajarkan mobilisasi
sensori persepsi
sederhana agar mudah
dilakukan
27
factor pemberat MMHg kemerahan, nyeri, atau
(mis, merokok, N 60-100x/mnt bengkak pada ekstremitas Mengetahui adanya
gaya hidup Terapeutik panas, kemerahan,
monoton, trauma, Hindari pemasangan infus nyeri, atau bengkak
obesitas, asupan atau pengambilan darah di pada ekstremitas
garam, imobilitas) area keterbatasan perfusi
Terapeutik
kurang terpapar Hindari pengukuran
informasi tentang tekanan darah pada Menghindari
proses penyakit ekstremitas pada terjadinya
(mis, diabetes keterbatasan perfusi pendarahan
miletus, Hindari penekanan dan Untuk menghindari
hiperlipidermia, pemasangan torniquet pecah pembuluh
kurang aktifitas pada area yang cidera darah
fisik d.d Lakukan pencegahan Mengurangi cedera
Parastesia.Nyeri infeksi dan menghindari
ekstremitas Lakukan perawatan kaki infeksi
(klaudikasi dan kuku Untuk mencegah
intermiten).Pengisi Lakukan hidrasi terjadinya ibreksi
an kapiler >3 Edukasi Memenuhi
detik.Nadi perifer kebutuhan personal
Anjurkan berhenti
menurun atau tidak hygiene pasien
merokok
teraba.Akral teraba Menghindari
Anjurkan berolahraga rutin
dingin.Warga kulit dehidrasi pada
Anjurkan mengecek air
pucat.Turgor kulit pasien
mandi untuk menghindari
menurun.Edema.P
kulit terbakar
enyembuhan luka Edukasi
Anjurkan menggunakan
lambat.Indeks Menghindari
obat penurun tekanan
ankle-brachial < gangguan sistem
darah, antikoagulan, dan
0,90Bruit femoral. pernafasan
penurun kolesterol, jika
perlu Untuk menjaga suhu
28
pengontrol tekakan darah dari pasien
secara teratur Menurunkan
Anjurkan menghindari menggunakan obat
penggunaan obat penyekat penurun tekanan
beta darah, antikoagulan,
Ajurkan melahkukan dan penurun
perawatan kulit yang kolesterol, jika perlu
tepat(mis. Melembabkan Menurunkan
kulit kering pada kaki) tekanan darah
Anjurkan program Menghindari
rehabilitasi vaskuler penurunan tekanan
Anjurkan program diet darah
untuk memperbaiki Merawat kulit
sirkulasi( mis. Rendah pasien supaya
lemak jenuh, minyak ikan, lembab
omega3) Membuat kondisi
Informasikan tanda dan jantung menjadi
gejala darurat yang harus lebih baik
dilaporkan( mis. Rasa sakit Untuk memperbaiki
yang tidak hilang saat sirkulasi
istirahat, luka tidak Agar dapat terpantau
sembuh, hilangnya tanda dan gejala
rararasainya yang di rasa
Intervensi pendukung
Observasi
Identifikasi penyebab
perubahan sensasi Intervensi pendukung
Identifikasi penggunaan
29
alat pengikat, prostesis, Manajemen sensasi
sepatu, dan pakaian perifer
Periksa perbedaan
Observasi
sensasi tajam atau
tumpul Mengetahui
Periksa perbedaan penyebab perubahan
sensasi panas atau sensasi
dingin Mengetahui
Periksa kemampuan penggunaan alat
mengidentifikasi lokasi pengikat, prostesis,
dan tekstur benda sepatu, dan pakaian
Monitor terjadinya Untuk mengetahui
parestesia, jika perlu antara sensasi tajam
Monitor perubahan kulit dan sensasi tumpul
Anjurkan penggunaan
Mengatur suhu
sarung tangan termal saat
pasien tetap stabil
memasak
Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit
30
rendah
Kolaborasi
Edukasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu Mengatahui suhu
Kolaborasi pemberian tubuh pasien
kortikosteroid, jika perlu Menhindari tangan
terkena minyak
panas
Memberikan
kenyamanan bagi
pasien
Kolaborasi
Untuk memperingan
rasa nyeri
Membantu dalam
penyembuhan
31
[SIRS]) meningkat meningkat, haus dan Mengetahui
Sesak menurun lemah) kebutuhan cairan
Hb membaik Monitor intake dan output Memberi
Ht membaik cairan kenyamanan untuk
Bb membaik Terapeutik pasien
Intervensi pendukung
Pemantauan cairan
32
Observasi
kapiler Mengetahui
33
menurun dalam waktu Terapeutik
singkat)
Agar waktu
Identifikasi tanda-tanda
pemantauan sesuai
hypervolemia mis.
dengan kondisi
Dyspnea, edema perifer,
pasien
edema anasarka, JVP
Mengetahui hasil
meningkat, CVP
pemantauan
meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat Edukasi
badan menurun dalam
Mengetahui tujuan
waktu singkat)
dan prosedur
Identifikasi factor resiko
pemantauan
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
34
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).
6. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.merupakan tahap
akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas pasien
Nama Pasien : Ny.E
JenisKelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan :SD
Pekerjaan :IRT
Golongan darah :B
36
No CM : 00.39.50.08
Nama : Tn. U
Umur : 31tahun
Agama :islam
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : SMP
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama :
nyeri pada kaki kanan
Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri seperti tertusuk benda tajam , nyeri
dirasakan apabila pasien bergerak dan nyeri berkurang apabila pasien istirahat dan
37
diberikan obat dengan skala 6 dari (1-10) nyeri sedang ,nyeri dirasakan hanya pada
bagian kaki kanan setap digerakan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
(Genogram / Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor
resiko, 3 generasi )
38
Ket
Pasien
Keluarga Ny.E mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit yang sama ataupun
penyakit pencetus lainnya.
1) Psikologis
39
- Hubungan Sosial : pasien mudah bersosialisasi dengan lingkungan
dirumah sakit seperti keluarga perawatda yang lainya
- Faktor Kultur Sosial : pasien tidak terpengaruh dengan latar belakang
kebudayaan tentang kesehatan
- Pola Hidup : pasien tidak dapat memenuhi pola hidup sehat selama
dirumah sakit seperti personal hygiene (mandi karena keterbatasan gerak)
- Keluarga : pasien mengatakan orang yang paling dekat dengannya
adalah suami dan anaknya
3). Data spiritual
Sebelum sakit pasien dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya sesuai agama
yang dianutnya seperti solat 5 waktu, berdzikir, dan berdoa tetapi setelah masuk rumah
sakit ada perubahan dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya dikarena pasien tidak
dapat bergerak karna nyeri pada area kaki
d.Lingkungan
a) Rumah
Di RumahSakit
40
1. PolaNutrisi
b. Minum
7-8 gelas 4 gelas
Frekwensi
Air putih, the Air putih
Jenis
Oral Oral
Cara
- -
Keluhan
2. Pola Eliminasi
a. BAB
1x sehari 1x sehari
Frekwensi
Lembek Lembek
Konsistensi
Kuning Kuning
Warna
Khas feses Khas feses
Bau
- -
Keluhan
b. BAK
Frekwensi 4-5 x sehari 5-6 x sehari
41
Warna Kuning pekat Kuning pekat
Keluhan - -
3. PolaTidur
b. Malam
8 jam 7-8 jam
Lama tidur
Nyenyak Nyenyak
Kwalitastidur
- -
Keluhan
- -
c. Kebiasaan menggunakan obat tidur
4. Personal hygene
5 Pola aktivitas
42
-waktu bekerja Pagi s/d sore Istirahat
Sulit melakukan
aktivitas mandi
-keluhan dalam beraktivitas -
-
-olahraga -
Sulit menggunakan
-keterbatasan dalam hal menggunakan mandiri
pakaian secara
pakaian dan berhias
mandiri
f. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a) Sistem Muskuloskeletal
43
Keterbatasan dalam melakukan gerak, terdapat fraktur dibagian ekstremitas bawah bagian
kanan, terdapat luka post operasi 12 cm terbalut perban, tonus otot bagian kanan menurun, tonus
otot bagian kiri baik, tidak ada kelainan bentuk tulang dan otot, tidak ada tanda-tanda
peradangan, kekuatan otot:
4 5
2 5
b)Sistem integumen
warna kulit merata, temperature normal 36°C, turgor kulit < 2 detik, tidak terdapat edema, kulit
lembab, tidak tampak tanda-tanda infeksi.
HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 11.1 g/dL 12,3-15,3
2 Hematokrit 31.4 % 36-46
3 Leukosit 17.1 10^3/µL 4.4-11.3
4 Eritrosit 3,85 10^6/µL 3.8-4.8
5 Trombosit 288 10^3/µL 154-386
6 MCV 82 fL 80-95
7 MCH 28,8 pg 27-31
8 MCHC 35,4 g/dl 32-36
9 Hitung jenis 1
44
-Basofil 0% 0-1
-Eosinofil 1% 2-4
-Batang 1% 3-5
-Segmen 87% 59-70
-Limfosit 6% 25-40
-Monosit 5% 2-8
KIMIA
10 Gula darah sewaktu 96 mg/dl <140
11 Ureum 19 mg/dl 10-50
12 Kreatinin 0,51 mg/dl 0.5-1.1
13 Natrium 145 mm0l/L 135-145
14 Kalium 3,6 mm0l/L 3.5-5.5
15 Klorida 103 mm0l/L 96-106
4. Penatalaksanaan
a) penatalaksanaan Medis
No Nama Therapi Dosis Waktu
1 IVFD RL 20 tpm
45
2 Keterolac 2x1 amp 12:00
3 Pantoprazole 1x 40 mg 12:00
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Analisa Data
DO:
OREF
-pasien tampak meringis
Trauma jaringan
-skala nyeri 6 (1-10)
-TD: 100/80mmHg
RR: 20x/menit
Suhu: 360C
SPO2: 98%
2 DS: Pasien mengeluh sulit Kekuatan otot dan Gangguan mobilitas fisik
menggerakan kaki kanan kemampuan gerak kurang
46
DO:
Gg mobilitas fisik
-Kekuatan otot menurun
-gerakan terbatas
3 DS: pasien mengatakan tidak Kekuatan otot dan Defisit perawatan diri
mampu melakukan aktivias kemampuan gerak kurang
seperti mandi
-tidak mampu
mandi/menggunakan pakaian
secara mandiri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(post operasi) dibuktikan dengan
pasien tampak meringis, skala nyeri 6 (1-10)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan
dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun, gerakan terbatas
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal dibuktikan dengan
tidak mampu mandi/menggunakan pakaian secara mandiri, minat melakukan perawatan
diri kurang.
HARI /
TANGGAL
NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
47
1 Kamis Nyeri akut b.d Setelah Manajemen
agen pencedera dilakukan nyeri
09 september Observasi
fisik d.d pasien tindakan
2021 Observasi
tampak meringis, keperawatan 1. mengetahui
skala nyeri 6, TD: selama 1x 24 1. identifikasi karakteristik,
100/80 mmHg, N: jam maka, lokasi, durasi,
80 x/menit, RR: 20 tingkat nyeri karakteristik, frekuensi,
x/menit, S: 36 menurun durasi, kualtas, dan
x/menit, SPO2: dengan frekuensi, intensitas nyeri
98% kriteria hasil: kualitas
2. mengetahui
1. meringis 2. identifikasi skala nyeri
menurun skala nyeri’
3. mengetahui
2. tekanan 3. identifikasi faktor yang
darah dalam factor yang memperberat
normal memperberat dan
dan memperingan
3. skala nyeri
memperingan nyeri
3
nyeri
Terapeutik
Terapeutik
1. megurangi
1. berikan nyeri
teknik non
Edukasi
farmakologi
1. mengurangi
Edukasi
dengan teknik
2. ajarkan teknik napas dalam
non farmakologi
Kolaborasi
(Tarik napas
dalam) 1.membantu
mengurangi
48
Kolaborasi nyeri
1. kolaborasi
pemberian
Observasi
analgetik
1. mengetahui
Edukasi
kesiapan pasien
manajemen
nyeri Terapeutik
Observasi 1. sebagai
panduan
1. identifikasi
kesiapan dan 2.kontrak waktu
kemampuan dengan pasien
menerima
3. mengetahui
informasi
apa yang tidak
Terapeutik dimengerti oleh
pasien
1. sediakan
materi dan Edukasi
media
1. mengetahui
pendidikan
apa yang
kesehatan
menjadi
2. jadwalkan penyebab
pendidikan periode dan
kesehatan sesuai strategi
kesepakatan meredakan nyeri
3. berikan 2. mengetahui
kesepakatan teknik non
untuk bertanya farmakologi
untuk
49
Edukasi mengurangi
nyeri
1.jelaskan
penyebab
periode dan
strategi
meredakan nyeri
2.ajarkan teknik
non farmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
1. ajarkan
mobilisasi dini
2. ajarkan
mobilisasi
sederhana
Edukasi teknik
ambulasi
Observasi
Observasi
1. mengetahui
1.identifikasi kesiapan dan
kesiapan dan kemampuan
kemampuan menerima
menerima informasi
informasi
2. mengetahui
2.monitor perkembangan
kemajuan pasien pasien
dalam ambulasi
Terapeutik
Terapeutik
1. supaya pasien
1. sediakan memahami
materi dan alat
2. kontrak waktu
bantu jalan
dengan pasien
(tongkat)
3. mengetahui
2. jadwalkan
apa yang tidak
51
pendidikan dimengerti
kesehatan sesuai
Edukasi
kesepakatan
1. supaya pasien
3. beri
tahu tujuan dan
kesempatan
ambulasi
pada keluarga
untuk bertanya 2. mengetahui
cara ambulasi
Edukasi
3. mengetahui
1. jelaskan
ambulasi dini
prosedur dan
tujuan ambulasi
dengan atau
tanpa alat bantu
2. ajarkan
mengidentifikas
i kemampuan
ambulasi missal
kekuatan otot,
rentan gerak
3. ajarkan duduk
ditempat tidur,
disisi tempat
tidur atau
dikursi
53
Terapeutik Terapeutik
1. fasilitasi 1. memudahkan
mandi sesuai dalam
kebutuhan melakukan
mandi
Edukasi
Edukasi
1. jelaskan
manfaat mandi 1. agar pasien
dan dampak tau manfaat dan
tidak mandi dampak dari
terhadap mandi
kesehatan
2. agar keluarga
2. ajarkan dapat
kepada keluarga mengetahui dan
cara menbatu dalam
memandikan melakukan
pasien jika perlu mandi pada
pasien
D. Implementasi
54
kep si
Rh: nyeri
08.15 timbul
apabila
55
pasien
sedikit
bergerak
dan
berkurang
apabila
istirahat atau
minum obat
4.
mengajarka
n teknik
relaksasi
dan distraksi
(penkes)
Rh : dapat
melakukan
relaksasi
dan distraksi
secara
mandiri
08.20
5.
berkolabora
si untuk
pemberian
analgetik
dan
antibiotik
Rh:
diberikan
56
ketorolac
2x1 melalui
iv setiap jam
12:00 dan
ceftriaxone
12 :00
2x1 melalui
iv jam 12:00
3.
57
mengajarka
n mobilisasi
dini
Rh : pasien
dapat
melakukan
09.15
mobilisasi
dini
4.
mengajarka
n kepada
keluarga
cara
memandika
n pasien
Rh :
keluarga
10.00
pasien
memahami
apa yang di
sampaikan
perawat
Catatan Perkembangan
O: meringis menurun
59
Skala nyeri 3
N: 90 x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36
Spo2 :99%
P: intervensi dihentikan
I:-
P : intervensi dihentikan
I:-
60
R: pasien pulang dengan kondisi mulai melakukan
pergerakan dan diberi edukasi mobilitas dini
3 11 september S:
2021
Pasien mengatakan sudah mampu melakukan aktivitas
dengan alat bantu
P: intervensi dihentikan
I :-
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur
Femur Dextra menggunakan pendekatan proses keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengumpulan data di dapatkan subyek asuhan pertama pasien Ny. E
dengan usia 21 tahun, pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh nyeri seperti
tertusuk benda tajam, nyeri dirasakan apabila pasien bergerak dan nyeri berkurang
apabila pasien istirahat dan diberikan obat dengan skala 6 dari (1-10) nyeri sedang ,nyeri
dirasakan hanya pada bagian kaki kanan setap digerakan.
61
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ditemukan pada Ny. E yaitu :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post operasi) dibuktikan
dengan pasien tampak meringis, skala nyeri 6 (1-10)
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun, gerakan
terbatas
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan tidak mampu mandi/menggunakan pakaian secara mandiri,
minat melakukan perawatan diri kurang.
3. Intervensi keperawatan
Pada intervensi atau rencana tindakan keperawatan adalah rencana tindakan yang
dibuat berdasarkan dari diagnosa yang muncul yaitu :
a) Manajemen nyeri : identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
identifikasi skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri, berikan teknik non farmakologi, kolaborasi pemberian analgetik.
b) Dukungam mobilisasi : identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya, monitor
kondisi umum selama melakukan mobilisasi, fasilitasi melakukan pergerakan,
ajarkan mobilisasi dini, ajarkan mobilisasi sederhana.
c) Dukungan perawatan diri : identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri, monitor
tingkat kemandirian, siapkan keperluan pribadi, ajarkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan pada pasien gangguan rasa aman nyaman dan nyeri
dilakukan dengan sesuai rencana tindakan yang dibuat penulis yaitu :
a) Mengidentifikasi karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri,
mengidentifikasi skala nyeri, mengidentifikasi faktor yang memperingan dan
memperberat nyeri, mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi, berkolaborasi
dalam pemberian analgetik.
b) Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan lain, memonitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi, mengajarkan mobilisasi dini.
62
c) Memonitor kebersihan tubuh, memonitor integritas kulit, menjelaskan manfaat
mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan, mengajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada pasien menggunakan metode SOAP, dari pasien Ny.E
didapatkan pasien tampak tenang dan pasien merasa lebih rileks tetapi terkadang nyeri
masih dirasakan hilang timbul. Terapi yang diberikan yaitu terapi farmakologi dan non
farmakologi. Pada tahan evaluasi, skala nyeri pada hari pertama pasien Ny. E yaitu 6 (1-
10) yaitu nyeri sedang. Rasa aman nyaman dan nyeri teratasi sebagian dalam waktu 1 x
24 jam.
B. Saran
Bagi bidang keilmuan dan bagi praktisi keperawatan serta rumah sakit diharapkan
dapat meningkatkan kepuasan dengan memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif, pendidikan kesehatan yang lebih di tekankan khususnya pada gangguan
system kardivasikuler untuk meningkatkan proses penyembuhan, dan dapat dimanfaatkan
oleh mahasiswa bahwa:
1. Pengkajian
Melakukan pengkajian sebaiknya dilakukan dengan cara mengkaji semua
faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku,
emosional, dan sosiokultural krena nyeri merupakan pengalaman yang subyektif
dan dirasakan berbeda pada masing-masing individu sehingga semua faktor
tersebut harus terkaji dan teratasi.
2. Diagnosa
Menegakkan diagnosa keperawatan sebaiknya dilakukan berdasarkan
pengumpukan dan analisis data yang cermat karena diagnosa yang akurat dibuat
hanya setelah pengkajian lengkap semua variabel untuk memprioritaskan
diagnosa keperawatan sesuai dengan konsep kebutuhan dasar manusia.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan dibuat sesuai dengan teori-teori yang ada dan apa yang
dibutuhkan pasien. Membuat tujuan atau kriteria hasil harus terdapat tolak ukur
63
sehingga perawat dapat mengukur dan memantau perkembangan pasien dan
sejauh mana tindakan yang dilakukan sudah berhasil atau belum berhasil.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus dilakukan secara berkelanjutan
dengan melakukan asuhan keperawatan dengan dan untuk pasien. Menuliskan
informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia layanan
kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan pemahaman
serta dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pasien sampai kriteria hasil atau
tujuan tercapai.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara teliti dengan menganalisis respon pasien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau kegagalan,
dan perencanaan untuk mengidentifikasi apakah tindakan keperawatan yang
diberikan telah sesuai, perlu dilanjutkan atau perlu dimodifikasi untuk mencapai
kriteria hasil dan tujuan yang telah dibuat oleh perawat.
Dengan adanya uraian diatas, maka penulis memberikan beberapa saran dari
hasil pengumpulan data ini diuraikan sebagai berikut :
1) Bagi ruang Edelweiss RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA Diharapkan
adanya Laporan Tugas Akhir ini dapat dijadikan referensi untuk
meningkatkan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur, khususnya
pemberian latihan relaksasi nafas dalam dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami nyeri akut sehingga tidak terlalu banyak mengkonsumsi obat-
obatan yang mengandung efek samping untuk tubuh pasien sehingga dapat
meminimalisir pemberian obat-obatan. Secara umum, tindakan non
farmakologis seperti relaksasi nafas dalam pada pasien dengan gangguan
rasa aman nyaman dan nyeri masih belum maksimal dilakukan oleh perawat
karena masih sering dilakukan tindakan farmakologis daripada non
farmakologis, dimana seharusnya perawat juga memberikan asuhan non
farmakologis.
2) Bagi institusi program studi Diploma III Keperawatan Diharapkan dari hasil
pengumpulan data ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan
64
pengetahuan bagi peserta didik yang lebih luas tentang penatalaksanaan
pada pasien dengan gangguan kardiovasikuler bahwa selain tindakan
farmakologi, asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan tindakan non
farmakologis, dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan terutama dalam
ruang lingkup keperawatan medikal bedah.
3) Bagi Penulis Selanjutnya Diharapkan agar penulis selanjutnya mampu lebih
mendalami lagi tentang asuhan keperawatan dengan gangguan
muskuloskeletal (Fraktur Femur Dextra) dan Teknik relaksasi nafas dalam
seperti berikut : Bernyanyi dengan irama sambil menghitung ketukannya;
Mendengarkan musik; dan Perawat mengajak berimajinasi. Namun masih
berdasarkan teori dan standar yang ada, dengan waktu asuhan keperawatan
yang lebih lama, serta menggunakan metode panulisan yang lebih baik lagi,
dengan melaksanakan asuhan keperawatan dan pembahasan yang lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III (Revisi).
Jakarta
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1 Cetakan II. Jakarta
65
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI) Edisi 1 Cetakan II. Jakarta
66