Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN GOUT

ARTHRITIS

Diajukan untuk memenuhi tugas stase Keperawatan gerontik

Resa Septiyani Pratiwi

E.0105.18.029

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

CIMAHI

2021
A. Definisi
Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering
ditemukan yang ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam
ataupun di sekitar persendian. Monosodium Urat ini berasal dari metabolisme Purin. Hal
penting yang mempengaruhi penumpukan Kristal Urat adalah Hiperurisemia dan
supersaturasi jaringan tubuh terhadap Asam Urat. Apabila kadar Asam Urat di dalam
darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit Gout
Arthritis ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan Kristal Monosodium Urat
secara Mikroskopis maupun Makroskopis berupa Tofi (Zahara, 2013).
Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam
Urat dalam darah. Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal yang
menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam persendian dan organ lainnya (Susanto,
2013).
Jadi, dari definisi di atas maka Gout Arthritis merupakan penyakit inflamasi sendi
yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam Urat dalam darah, yang ditandai dengan
penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam ataupun di sekitar persendian berupa
Tofi.

B. Etiologi
Secara garis besar penyebab terjadinya Gout Arthritis disebabkan oleh faktor
primer dan faktor sekunder, faktor primer 99% nya belum diketahui (Idiopatik). Namun,
diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan peningkatan produksi
Asam Urat atau bisa juga disebabkan oleh kurangnya pengeluaran Asam Urat dari tubuh.
Faktor sekunder, meliputi peningkatan produksi Asam Urat, terganggunya proses
pembuangan Asam Urat dan kombinasi kedua penyebab tersebut. Umumnya yang
terserang Gout Artritis adalah pria, sedangkan perempuan persentasenya kecil dan baru
muncul setelah Menopause. Gout Artritis lebih umum terjadi pada laki-laki, terutama
yang berusia 40-50 tahun (Susanto, 2013).
Menurut Fitiana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi Gout Arthritis
adalah:
1. Usia
Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki mulai dari usia
pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita serangan Gout Arthritis
terjadi pada usia lebih tua dari pada laki-laki, biasanya terjadi pada saat
Menopause. Karena wanita memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat
membantu proses pengeluaran Asam Urat melalui urin sehingga Asam Urat
didalam darah dapat terkontrol
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari pada wanita, sebab
wanita memiliki hormon ektrogen.
3. Konsumsi Purin yang berlebih
Konsumsi Purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar Asam Urat di dalam
darah, serta mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Purin.
4. Konsumsi alcohol
5. Obat-obatan
Serum Asam Urat dapat meningkat pula akibat Salisitas dosis rendah (kurang dari
2-3 g/hari) dan sejumlah obat Diuretik, serta Antihipertensi.

C. Gambaran Klinis
1. Gout Arthritis Akut
Gout Arthritis banyak ditemukan pada laki-laki setelah usia 30 tahun, sedangkan pada
perempuan terjadi setelah Menopaus. Hal ini disebabkan kadar Usam Urat laki-laki
akan meningkat setelah pubertas, sedangkan pada perempuan terdapat hormon
estrogen yang berkurang setelah Menopaus (Asikin, 2016). Gout Arthritis Akut
biasanya bersifat Monoartikular dan ditemukan pada sendi MTP ibu jari kaki,
pergelangan kaki dan jari tangan. Nyeri sendi hebat yang terjadi mendadak
merupakan ciri khas yang ditemukan pada Gout Arthritis Akut. Biasanya, sendi yang
terkena tampak merah, licin, dan bengkak. Klien juga menderita demam dan jumlah
sel darah putih meningkat. Serangan Akut dapat diakibatkan oleh tindakan
pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres emosional serangan Gout Arthritis
Akut biasanya dapat sembuh sendiri. Sebagian besar gejala serangan Akut akan
berulang setelah 10-14 hari walaupun tanpa pengobatan (Asikin, 2016).
Perkembangan serangan Gout Arthritis Akut biasanya merupakan kelanjutan dari
suatu rangkaian kejadian. Pertama, biasanya terdapat Supersaturasi Urat dalam
plasma dan cairan tubuh. Hal ini diikuti dengan pengendapan Kristal Asam Urat.
Serangan Gout Artritis yang berulang juga dapat merupakan kelanjutan trauma lokal
atau ruptur Tofi (endapan natrium urat). Kristalisasi dan endapan Asam Urat
merangsang serangan Gout Arthritis. Kristal Asam Urat ini merangsang respon
fagositosis oleh leukosit dan saat leukosit memakan Kristal Urat tersebut, makarespon
mekanisme peradangan lain akan terangsang. Respon peradangan dipengaruhi oleh
letak dan besar endapan Kristal Asam Urat. Reaksi peradangan yang terjadi
merupakan proses yang berkembang dan memperbesar akibat endapan tambahan
Kristal dari serum. Periode tenang antara serangan Gout Arthritis Akut dikenal
dengan nama Gout Interkritikal (Asikin, 2016).
2. Gout Arthritis Kronis
Serangan Gout Arthritis Akut yang berulang dapat menyebabkan Gout Arthritis
Kronis yang bersifat Poliartikular. Erosi sendi akibat Gout Arthitis Kronis
menyebabkan nyeri kronis, kaku dan Deformitas. Akibat adanya Kristal Urat, maka
terjadi peradangan Kronis. Sendi yang membengkak akibat Gout Arthritis Kronis
seringkali membesar dan membentuk Nodular. Serangan Gout Arthritis Akut dapat
terjadi secara simultan disertai dengan gejala Gout Arthritis Kronis. Pada Gout
Arthritis Kronis sering kali ditemukan Tofi. Tofi merupakan kumpulan Kristal Urat
pada jaringan lunak. Tofi dapat ditemukan di bursa olecranon, tendon achilles,
permukaan ekstensor dari lengan bawah, bursa infrapatella dan helix telinga (Asikin,
2016).

D. Manifestasi Klinis
Terdapat empat stadium perjalanan klinis Gout Arthritis yang tidak diobati (Nurarif,
2015) diantaranya:
1. Stadium pertama adalah Hiperurisemia Asimtomatik. Pada stadium ini Asam Urat
serum meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan Asam Urat serum
2. Stadium kedua Gout Arthritis Akut terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri
yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi Metatarsofalangeal.
3. Stadium ketiga setelah serangan Gout Arthritis Akut adalah tahap Interkritikal. Tidak
terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan
sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan Gout Arthritis berulang dalam
waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
4. Stadium keempat adalah tahap Gout Arthritis Kronis, dengan timbunan Asam Urat
yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan
Kronis akibat Kristal-kristal Asam Urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga
pembesaran dan penonjolan sendi

E. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak adekuat akan
mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat menumpuk dalam tubuh.
Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon Inflamasi (Sudoyo,
dkk, 2009). Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout Arthritis.
Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi Asam Urat dalam darah.
Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan yaitu, terjadinya Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat terjadi di jaringan
bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,
sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal Urat
yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein. Pembungkusan
dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit
PMN dan selanjutnya akan terjadi Fagositosis Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan akhirnya
membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik lisosom yang dapat
menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen
antara permukaan Kristal membram lisosom. Peristiwa ini menyebabkan robekan
membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim
lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas
inflamasi dan kerusakan jaringan (Nurarif, 2015).
Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka
Asam Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan
berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di seluruh tubuh, penumpukan ini
disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan
lisosomnya. Lisosom ini tidak hanya merusak jaringan tetapi juga menyebabkan
inflamasi. Serangan Gout Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit dan cepat
memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini timbul
rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan merah. Tulang sendi
Metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata kaki,
tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejala yang dirasakan disertai
dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang (Sudoyo,
dkk, 2009).
Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan Gout
Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2
tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan Poliartikular yang
tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan
demam. Tahap akhir serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik ditandai
dengan Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada kartigo,
membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan, kaki, lutut,
ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti ginjal (Sudoyo, dkk,
2009).
F. Pathway

G. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) Penanganan Gout Arthritis biasanya dibagi menjadi penanganan
serangan Akut dan penanganan serangan Kronis. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit
ini:
1) Mengatasi serangan Gout Arthtitis Akut.
2) Mengurangi kadar Asam Urat untuk mencegah penimbunan Kristal Urat pada jaringan,
terutama persendian.
3) Terapi mencegah menggunakan terapi Hipourisemik.

a. Terapi Non Farmakologi Terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam


penanganan Gout Arthritis, seperti istirahat yang cukup, menggunakan kompres
hangat, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan.
b. Terapi Farmakologi Penanganan Gout Arthritis dibagi menjadi penanganan serangan
akut dan penanganan serangan kronis.
1) Serangan Akut
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya Indometasin
200 mg/hari atau Diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama
dalam menangani serangan Gout Arthritis Akut, asalkan tidak ada kontra
indikasi terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena eksresi Aspirin
berkompetisi dengan Asam Urat dan dapat memperparah serangan Gout
Arthritis Akut. Keputusan memilih NSAID atau Kolkisin tergantung pada
keadaan klien,
2) Serangan Kronis
Kontrol jangka panjang Hiperurisemia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan Gout Arthritis Akut, Gout Tophaceous Kronis,
keterlibatan ginjal dan pembentukan batu Asam Urat. Kapan mulai diberikan
obat penurun kadar Asam Urat masih kontroversi. Penggunaan Allopurinol,
Urikourik dan Feboxostat (sedang dalam pengembangan) untuk terapi Gout
Arthritis Kronis
H. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji
harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang diharapakan dari klien
(Iqbal dkk, 2011). Fokus pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:
1. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri dan terjadi
peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari nyerinya
umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri yang dirasakan
terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya
dirasakan sejak lama dan sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis
Kronis didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit Gout
Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan sebelumnya dan
umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit klien dalam
lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya kecemasan individu dengan
rentan variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya
sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan
akan program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan aktivitas fisik
akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon terhadap
konsep diri yang maladaptif.
7. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi Purin.
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung
rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik pada daerah sendi
dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah
keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat
diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan seperti
benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan
pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan bandingkan antara kiri dan kanan
serta lihat apakah gerakan tersebut aktif, pasif atau abnormal.
9. Pemeriksaan Diagnosis
a. Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
b. Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase akut).
c. Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.
d. Pemeriksaan Radiologi.
10. Fungsional klien
1) Indeks katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari
klien dalam hal : makan, kontinen (BAB/BAK) , berpindah, ke kamar mandi,
mandi dan berpakaian. Indeks katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan
system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah
kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu
yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini
meliputi :
a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah dan mandi
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi lain
c) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
d) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
e) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi lain
f) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ketoilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
g) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
2) Status mental dan kognitif gerontik
a) Short portable mental status questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi,
memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori
jangka panjang dan kemampuan matematis atau perhitungan.
b) Mini mental status exam (MMSE)
Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
Nilai kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi
adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut.
I. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 DS: Gangguan metabolism purin Nyeri akut
Mengeluh nyeri
DO: Hiperuremia
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Penimbunan kristal monoatrium di
Waspada, posisi sendi
menghindari nyeri)
3. Gelisah Gout
4. Frekuensi nadi
meningkat Sirkulasi pada daerah inflamasi
5. Sulit tidur
Vasodilatasi dari kapiler

Eritema,rasa panas

Nyeri akut
2 Ds : Gangguan metabolism purin Gangguan
1. Mengeluh sulit mobilitas fisik
menggerakan ekstermitas Hiperuremia
2. Nyeri saat bergerak
3. Enggan melakukan Penimbunan kristal monoatrium di
pergerakan sendi
4. Merasa cemas saat
bergerak Gout
Do :
1. Rentang Gerang menurun Respon inflamasi
2. Sendi kaku
3. Gerakan tidak Thopi/tofas mengendap dibagian
terkoordinasi perifer tubuh
4. Gerakan terbatas
Pembentukan tukas pada sendi
Tofus – tofus mengering

Membatasi pergerakan sendi

Gangguan mobilitas fisik


3 Ds : Gangguan metabolism purin Hipertemia
Do :
1. Suhu tubuh diatas nilai Hiperuremia
normal
2. Kulit merah Penimbunan kristal monoatrium di
3. Takikardi sendi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat Gout

Respon inflamasi

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermia
4 Ds : Gangguan metabolism purin Gangguan rasa
1. Mengeluh tidak nyaman nyaman
2. Mengeluh sulit tidur Hiperuremia
3. Tidak mampu rileks
Do : Penimbunan kristal monoatrium di
1. Gelisah sendi
2. Menunjukan gejala
distress Gout
3. Tampak
merintih/menangis Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Pola eliminasi berubah
5. Postur tubuh berubah Akumulasi cairan kejaringan
6. iritabilits interstitial

Edema
Menekan jaringan pada sendi

Kesemutan / faal

Gangguan rasa nyaman


5 Ds : Gangguan metabolism purin Gangguan
Do : integritsa kulit
1. kerusakan Hiperuremia
jaringan/lapisan kulit
2. nyeri Penimbunan kristal monoatrium di
sendi

Gout

Respon inflamasi

Thopi/tofas mengendap dibagian


perifer tubuh

Penipisan pada kulit

Gangguan integritas kulit


6 Ds : Gangguan metabolism purin Gangguan pola
1. Mengeluh sulit tidur tidur
2. Mengeluh tidak puas Hiperuremia
tidur
3. Mengeluh pola tidur Penimbunan kristal monoatrium di
berubah sendi
4. Mengeluh istirahat tidak
cukup Gout
5. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun Sirkulasi pada daerah inflamasi

Vasodilatasi dari kapiler


Eritema,rasa panas

Nyeri

Terjadi pada malam hari

Gangguan pola tidur

J. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian (D.0054).
3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130).
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (D.0074).
5. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kelebihan cairan (peradangan
kronik akibat adanya kristal urat) (D.0129).
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada persendian (D. 0055)
K. Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan diharapkan Manajemen Nyeri 1. Mengidentifikasi dan
dengan agen cedera tingkat nyeri menurun 1. Observasi mengelola pengalaman
biologis dengan kriteria hasil : a. Identifikasi lokasi, karakteristik, sensorik atau emosional yang
a. Keluhan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas berkaitan dengan kerusakan
menurun nyeri jaringan atau fungsional
b. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri dengan onset mendadak atau
c. Gelisah menurun c. Identifikasi respon nyeri non verbal lambat dan berintensitas
d. Kesulitan tidur d. Identifikasi faktor yang memperberat ringan hingga berat dan
menurun dan memperingan nyeri konstan
e. Berfokus pada diri e. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
sendiri menurun hidup
f. Diaforesis menurun f. Monitor keberhasilan terapi
g. Anoreksia menurun komplementer yang sudah diberikan
h. Frekuensi nadi g. Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
i. Pola napas membaik
j. Tekanan darah 2. Terapeutik
membaik a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
k. Pola tidur membaik mengurangi rasa nyeri (misalnya
hipnosis, terapi musik)
b. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (misalnya suhu ruangan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Pemberian Analgetik Pemberian Analgetik
1. Observasi 2. Menyiapkan dan
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. memberikan agen
pencetus, pereda, kualitas, lokasi, farmakologis untuk
intensitas, frekuensi, durasi) mengurangi atau
b. Identifikasi riwayat alergi obat menghilangkan rasa sakit
c. Identifikasi kesesuain jenis analgetik
dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum da
sesudah pemberian analgetik
e. Monitor efektifitas analgetik

2. Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgetik yang disuki
untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
b. Tetapkan target efektifitas analgetik
untuk mengoptimalkan respons pasien
c. Dokumentasi respons terhadap efek
analgetik dan efek yang diinginkan

3. Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgetik, sesuai indikasi

2. Gangguan Setelah diberikakan Observasi 1. Untuk menetahui lokasi


mobilitas fisik tindakan keperawatan s 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik nyeri dan keluhan fisik
berhubungan diharapkan gangguan lainnya lainnya
dengan nyeri mobilitas fisik dapat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan 2. Mengurangi resiko
persendian teratasi dengan kriteria pergerakan decubitus
hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah 3. Untuk melatih
Klien dapat melakukan sebelum memulai mobilisasi kemampuannya
pergerakan sendi dan otot 4. Monitor kondisi umum selama melakukan 4. Agar keluarga dapat
tanpa batasan mobilisasi mempraktikkan sendiri
Terapeutik dan mengajarkan pada
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat anaknya
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan

3. Hipertemia Setelah diberikakan Manajemen Hipertermia


berhubungan tindakan keperawatan Observasi: 1. Untuk menentukan intervensi
dengan proses diharapkan hipertermi 1. Identifikasi penyebab hipertermi (dehidrasi selanjutnya
penyakit dapat teratasi. Dengan terpapar ,lingkungan panas) 2. Suhu 38,9 °C- 41,1 °C
kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh menunjukan proses penyakit
 Suhu tubuh dalam 3. Monitor haluaran urine infeksius
batas normal 4. Monitor kadar elektrolit
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia 1. Untuk membuat anak merasa
nyaman
Terapeutik: 2. Mempercepat proses
1. Sediakan lingkungan yang dingin perpindahan panas tubuh
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Untuk mencegah dehidrasi
3. Berikan cairan oral
4. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
5. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 1. Agar tidak
6. Berikan oksigen, jika perlu terlalumengeluarkan keringat
7. Lakukan pendinginan eksternal yang berlebihan
2. Untuk mengatasi kekurangan
Edukasi: cairan dan menurunkan panas
1. Anjurkan tirah baring tubuh
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
4. Gangguan rasa Setelah diberikan Manajememen nyeri 1. Agar meningkatkan
nyaman tindakan keperawatan Pengaturan posisi keshatan fisiologis
berhubungan diharapkanrasa nyaman Observasi : dan/atau psikologis
dengan gejala meningkat dengan 1. monitor status oksigenasi sebelum dan 2. Mencegah terjadinya rasa
terkait penyakit kroteria hasil: setelah mengubah posisi nyeri
- Keluhan tidak 2. monitor alat traksi agar selalu cepat 3. Mencegah kerusakan saraf
nyaman menurun dan pembuluh darah
- Keluhan sulit tidur Terapeutik : superficial
menurun 1. tempatkan pada matras/tempat tidur 4. Memudahkan sutu
- Merintih menurun terapeutik yang tepat tindakan baik medik
2. sediakan matras yang kokoh/padat maupun keperawatan
- 3. atur posisitidur yang disukai, jika tidak
terkontraindikasi
4. imobilisasi dan topang bagian tubuh yang
cedera dengan tepat
5. tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan
tepat
6. motivasi ROM aktif/pasif
7. motivasi terlibat dalam perubahan posisi,
sesuai kebutuhan
8. jadwalkan secara tertulis untuk
perubahan posisi
Edukasi :
1. Informasikan saat dilakukan perubahan
posisi
2. Ajarkan cara menggunakan postur yang
baik dan mekanika tubuh yang baik
selama melakukan perubahan posisi
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika perlu

5. Gangguan Setelah diberikan Perawatan integritas jaringan 1. Untuk mengetahui luas


integritas jaringan tindakan keperawatan Observasi : kerusakan jaringan\
berhubungan diharapkan keluhan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas 2. Merawat kulit/jaringan
dengan kelebihan jaringan meningkat, kulit/jaringan (mis. Perubahan sirkulasi, untuk mnjaga keutuhan
cairan (peradangan dengan kriteria hasil : perubahan status nutrisi, suhu 3. Untuk mencegah
kronik akibat - Elastisitas meningkat lingkungan, penurunan mobilitas) terjadinya infeksi secara
adanya kristal urat) - Nyeri menurun Terapeutik : farmakologi
- Suhu kulit membaik 1. Ubah posisintiap 2 jam jika tirah baring 4. Mengurangi adanya
- Sensasi membaik 2. Lakukan pemijatan bakteri pada luka dan
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami memberikan rasa nyaman
dan hipoalergik pada kulit sensitif pada klien
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi :
1. Anjurkan minum air yang cukup
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
4. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 menit saat berada diluar
6. Gangguan pola Setelah diberikan Dukungan Tidur 1. Untuk menentukan
tidur berhubungan tindakan keperawatan Observ seberapa besar gangguan
dengan nyeri pada diharapkan kualitas tidut asi masalah pola tidur
persendian membaik dengan kriteria 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 2. Untuk mengetahui
hasil: 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur penyebab aktivitas
- Keluhan sulit tidur 3. Identifikasi makanan dan minuman gangguan tidur klien
menurun yang mengganggu tidur 3. Untuk meningkatkan
- Kemampuan 4. Identifikasi obat tidur relaksasi dan memberikan
beraktifitas Terapeutik kenyamanan sehingga
meningkat 1. Modifikasi lingkungan mampu meningkatkan
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu kualitas tidur
3. Fasilitasu menghilangkan stress sebelum 4. Jadwal rutinitas yang
tidur teratur dapat
4. Tetapkan jadwal tidur rutin meningkatkan kualitas
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan tidur
kenyamanan
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman
yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
non farmakologi lainnya
Edukasi Aktivitas/Istirahat
Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media pengaturan
aktivitas dan istirahat
2. Jadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
2. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain, atau aktivitas
lainya
3. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat
4. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat
5. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurarif, Amin Husada & Kusuma, Hardhi. 2015.jilid 1. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction
2. Tim Pokja SDKI PPNI.2016. jilid 1. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jogjakarta sekatan; DPP PPNI
3. Tim Pokja SDKIN PPNI. 2018. Jilid 1. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jogjakarta selatan; DPP PPNI
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1. Standa Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan; DPP PPNI
5. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/314/1/KARYA%20TULIS%20ILMIAH%20%282%20files%20merged%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai