Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPARATOMI

RSUD dr. H. MOCH ANSARI SALEH

DI BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING : M. HUSNI, S.Kep.,Ns., M.Kes

DISUSUN OLEH :

NAMA : Akhmad Munazir

NIM : 11409719044

TINGKAT : II

SEMESTER : III

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2020

LEMBAR PENGESAHAN
Nama : AKHMAD MUNAZIR
NIM : 11409719044
Ruangan : OK

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan Asuhan Keperawatan
LAPARATOMI di ruang OK RSUD dr. H.Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, Desember 2020

AKHMAD MUNAZIR

Nim : 11409719044

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Ns.SYAMSU RIZALI M.Husni,S.Kep.,Ns.,M.Kes

NIP.198011232000031003 NIDN. 1125039101


LAPORAN PENDAHULUAN TINDAKAN LAPARATOMI

A. Definisi Laparatomi

Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan yang telah
didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik pasien.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section
sampai membuka selaput perut (Jitowiyono, 2010).

Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada


dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang
sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering
dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus,
operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik
histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral (Smeltzer,
2014).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah


laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare, 2006). Tindakan bedah
digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu : Herniotorni,
gasterektomi, kolesistoduo denostomi, hepateroktomi, spleenrafi/ splenotomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan
bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah
berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium, yaitu:
histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal,
eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan
teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering
dilakukan pada pembedahan organ lain antara lain ginjal dan kandung kemih
(Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2008).
B. Tujuan Laparatomi
Tujuan Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami
trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri
atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan (Smeltzer, 2014).

C. Jenis laparatomi
Ada 4 (empat) cara, yaitu (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2008):
1) Midline insision; yaitu insisi pada daerah tengah abdomen atau pada daerah
yang sejajar dengan umbilikus.
2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah.
3) Transverse upper abdomen insision, yaitu: sisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ±
insisi melintang di bagian bawah misalnya: pada operasi appendictomy

D. Indikasi Laparatomi

Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan laparatomi antara lain: trauma abdomen
(tumpul atau tajam) / Ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (Internal
Blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar, massa pada abdomen. Selain itu,
pada bagian obstetri dan ginecology tindakan laparatomi seringkali juga dilakukan
seperti pada operasi caesar (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008) Prosedur laparotomi
dapat dilakukan pada berbagai kondisi, seperti:

1. Sakit perut.
2. Pendarahan gastrointestinal.
3. Peradangan pada lapisan tipis dinding perut atau peritoneum (peritonitis).
4. Celah di usus 12 jari (Doudenum), lambung, usus kecil atau organ perut lainnya.
5. Divertikulitis, radang usus buntu atau radang pankreas.
6. Penyakit batu empedu.
7. Trauma atau cedera perut dengan ketidakstabilan hemodinamik atau penetrasi
benda tajam.
8. Kanker atau tumor ganas pada organ di dalam atau sekitar rongga perut.
9. Herzabszeß.
10. Adhesi di rongga perut.
11. Kehamilan ektopik (di luar rahim).
12. Pertumbuhan jaringan endometrium di luar rahim (endometriosis).

E. Kontraindikasi
Kontraindikasi yang perlu diperhatikan adalah ketidakcocokan dengan obat anestesi
tertentu, umumnya pada penderita sepsis, tumor ganas, dan kondisi kritis lainnya. Beri
tahu kondisi Anda pada dokter agar tindakan dan obat-obatan dapat disesuaikan.

F. Prosedur Tindakan Laparatomi

Persiapan awal yang akan dilakukan dokter pada pasien di ruang bedah adalah
melakukan anestesi dan buang air besar untuk menghindari asam lambung berlebih
dengan kateter. Anestesi biasanya diberikan secara intravena, sehingga pasien selalu
tidur selama prosedur. Dokter juga akan membersihkan perut dengan sabun sebelum
operasi.

Berikut adalah urutan prosedur tindakan laparotomi:

1. Pasien berbaring di meja operasi, dengan telentang dan lengan di sebelah kanan
tubuh.
2. Setelah itu, dokter akan memotong secara vertikal ke perut bagian tengah, atas atau
bawah. Ukuran sayatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan tindakan yang harus
dilakukan. Sebagai aturan, sayatan dibuat di tengah perut untuk memudahkan
mencapai mukosa lambung (peritoneum) dan untuk mengurangi risiko perdarahan.
3. Setelah sayatan utama dibuat, dokter akan membuat luka yang lebih dalam melalui
lemak subkutan ke lapisan Alba Linea. Lapisan tersebut kemudian terbelah sampai
Anda melihat lemak preperitoneal.
4. Dokter akan mencubit dan mengeluarkan mukosa peritoneum dengan pinset di dekat
garis sayatan. Fase ini dilakukan secara perlahan agar tidak melukai usus atau
organ lain.
5. Langkah selanjutnya adalah eksplorasi. Di sini dokter akan mencari pendarahan,
sobekan, cedera, tumor atau kelainan lain pada organ internal. Prosedur tindak lanjut
seperti membersihkan dan menyiram rongga perut dengan kateter, menjahit organ
yang tumpah, atau mengangkat tumor dilakukan.
6. Setelah menyelesaikan prosedur, dokter akan memeriksa kondisi organ perut dan
daerah sekitarnya sebelum menjahitnya kembali. Dinding perut dapat dijahit dengan
jahitan bedah dengan daya serap rendah (polypropylene) atau dengan daya serap
yang baik (polydioxanone). Secara umum, jahitan dimulai pada jarak 1 cm dari ujung
garis Alba, diikuti dengan jahitan di antara luka.
7. Jika pasien menderita pembengkakan atau pelebaran usus, dokter akan melakukan
jahitan sementara, komplikasi pasca operasi seperti peningkatan tekanan intra-
abdominal (IAP), masalah pernapasan karena tekanan pada diafragma dan rongga
dada, sakit perut atau air mata dalam jahitan untuk menghindari. Jahitan sementara
ini diperkuat ketika pembengkakan berkurang.
ASKEP PERIOPERATIF

A. PRE OPERATIF

Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya


untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi
fisik,khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

1. PENGKAJIAN

a) Kaji ulang pasien dari ruangan.


b) pemeriksaan fisik ( tanyakan px.apakah sudah puasa).
c) Pemeriksaan psikis ( tanyakan kecemasan dan kesiapan px.)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Ansietas b/d kurang informasi tentang prosedur operasi/anastesi


b) Nyeri b/d agen injuri
c) kurangnya volume cairan tubuh b/d anjuran px.untuk berpuasa
d) resiko perlambatan pemulihan pasca bedah b/d riwayat penyakit hiperglikemi
e) resiko hambatan mobilitas fisik b/d proses pasca operasi
f) resiko kerusakan integritas jaringan b/d proses pembedahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a) ansietas b/d kurang informasi tentang prosedur operasi/anastesi


1) Diskusikan dengan klien tentang prosedur yang akan dijalaninya
2) Beri kesempatan bertanya
3) Ajak keluarga mendampingi klien selama persiapan
4) Kenalkan klien dengan lingkungan kamar operasi
5) Anjurkan klien berdoa
6) Kolaborasi pemberian obat penenang
b) Nyeri b/d agen injuri
1) Kaji dan observasi nyeri klien dan reaksi klien
2) Kontrol lingkungan
3) Ajarkan teknik reduksi nyeri non farmakologis
4) Tingkatkan istirahat
5) Immobilisasi sumber nyeri fisik
6) Kolaborasi pemberian analgetik dan sedasi
7) Monitor tanda vital
c) Kurangnya volume cairan tubuh b/d anjuran pasien untuk berpuasa
1) Catat dan monitor intake dan output pasien
2) Rencanakan target pemberian asupan cairan melalui infuse.
d) Resiko perlambatan pemulihan pasca bedah b/d riwayat penyakit hiperglikemi
1) Identifikasi adanyaa nyeri atau keluhan fisik lainnya.
2) Tingkatkan personal higene tentang perawatan luka oasca bedah pasien.
3) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
e) Resiko hambatan mobilitas fisik b/d proses pasca operasi
1) Kaji kekuatan otot pasien
2) Lakukan room aktif
3) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhannya
f) Resiko kerusakan jaringan b/d proses pembedahan
1) Kaji kulit dan keadaan luka pasien.
2) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
3) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

B. INTRA OPERATIF

      Intra Operatif Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat
berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang
adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi
dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat
catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan
pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post
operatif.

1. PENGKAJIAN
a) Persiapkan pasien
b) Persiapkan alat instrumen
c) Persiapkan lingkungan ( suhu )
d) Persiapkan obat-obatan anestasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipotermia b/d perubahan suhu ruangan di kamar operasi
b) Resiko cedera terjatuh b/d kelemahan fisik
c) Resiko infeksi b/d pembedahan pada luka kotor
d) Resiko kerusakan integritas kulit b/d pasca tindakan pembedahan
e) Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik

3. INTERVENSI
a) Hipotermi b/d perubahan suhu ruangan dikamar operasi
1) Kaji dan monitor tanda-tanda vital pasien
2) Kaji faktor penunjang hipotermi
3) Kurangi suhu dingin dikamar operasi
b) Resiko cedera terjatuh b/d kelemahan fisik
1) Pastikan posisi operasi
2) Pasang pengaman posisi
3) Cek daerah penekanan selama operasi
4) Hitung kasa, jarum, bisturi dan instrumen bedah sebelum dan setelah operasi
5) Periksa tempat pemasangan plat/arde cauter sebelum dan setelah operasi
6) Lepaskan turniquet setiap 1 jam
c) Resiko infeksi b/d pembedahan pada luka kotor
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
2) Monitor suhu tubuh pasien
3) Pertahankan teknik aseptik pada luka pasien.
d) Resiko kerusakan integritas kulit b/d pasca tindakan operasi
1) Kaji turgor kulit pasien setelah dilakukan operasi
2) Monitor karakteristik luka ( drainase,warna,ukuran,dan bau )
3) Jelaskan apabila ada tanda dan gejala infeksi
e) Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik
1) Monitor keamananan dalam penggunaan alat tegangan listrik
2) Perhatikan karakteristik luka operasi untuk penggunaan alat penghenti
pendarahan.

C. PASCA OPERATIF

Pada masa pasca operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-
tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut
merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda
vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas
nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang
hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas
atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain
tersumbat oleh clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan
perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi
optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan
keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti
nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang
sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien
karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada
daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien
mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.

1) PENGKAJIAN
a) Kaji kesadaran
b) Perhatikan airway (jalan napas) px.
c) Kaji pernapasan
d) Kaji respon nyeri px.
e) Monitor aktivitas px.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipotermi b/d efek anastesi lingkungan
b) Resiko aspirasi b/d masuknya benda asing dalam jalan napas
c) Pola napas tidak efektif b/d efek anestesi
d) Nyeri b/d luka pasca operasi
e) Perlambatan pemulihan pasca pembedahan b/d riwayat adanya hiperglikemi
3. INTERVENSI
a) Hipotermi b/d efek anastesi lingkungan
1) Modifikasi suhu lingkungan
2) Beri selimut
3) Pasang pemanas
4) Kolaborasi untuk pemberian antagonis obat anastesi
b) Resiko aspirasi b/d masuknya benda asing dalam jalan napas
1) Monitor pola napas ( rekuensi,kedalaman,usaha napas)

2) Monitor bunyi napas tambahan

3) Monitor sputum px. (jumlah,warna,aroma)

4) Pertahankan pengembangan balon ETT


c) Pola napas tidak efektif b/d efek anestesi
1) Monitoring pernapasan
2) Berikan bantuan ventilasi
3) Manajemen jalan napas
d) Nyeri b/d luka pasca operasi
1) Observasi tandatanda vital
2) Kaji status nyeri dengan PQRST
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik sesuai indikasi
e) Perlambatan pemulihan pasca operasi b/d riwayat adanya hiperglikemi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Tingkatkan personal hygine pada perawatan luka
3) Kaji apabila ada gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurarif & kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
2. Husodo L. Usaha menghentikan kehamilan, dalam: Wiknjosastro H, ed.Ilmu

Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2015: 796-99.


3. MelfiawatiS.Kapitaselekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi,edisi pertama,

Jakarta: EGC, 2018: 511-13


4. Yopalika dkk. (2015). Luka Post Operasi. Makalah Higine. Universitas Diponogoro
Semarang. Widi

Anda mungkin juga menyukai