Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II PADA TN.

A DENGAN
SISTEM MUSKULOSKLETAL : FRAKTUR PATELLA DEXTRA
DIRUANGAN TULIP RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA
INDONESIA MEDAN TAHUN 2023

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kasuhan keperawatan
medikal bedah ii pada tn. a dengan sistem muskuloskletal : fraktur patella dextra
diruangan tulip rumah sakit umum imelda pekerja indonesia medan tahun 2023.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terima kasih kepada
Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda Medan.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp., M.pd., MN., selaku Rektor
Universitas Imelda Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi
Ners Universitas Imelda Medan.
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi
Ners Universitas Imelda Medan.
6. Nataria Yanti Silaban S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Dosen Pembimbing
Akademik
7. Yuni Shanti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Klinik Rumah
Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia( IPI) Medan

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat.

Medan, 12 September 2023

(Kelompok III)
DAFTAR ISI
BABI
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang memberikan dukungan dan


stabilitas bagi tubuh dan memungkinkan untuk bergerak secara terkoordinasi.
Apabila sistem ini terganggu atau ada masalah, maka akan mempengaruhi sistem
gerak tubuh manusia. Salah satu gangguan yang seringkali terjadi pada sistem
muskuloskeletal adalah fraktur atau patah tulang. (Hadi Purwanto, 2016)

Keadaan sehat baik fisik,mental maupun sosial manusia tergantung seberapa


tingginya tingkat aktivitas dan mobilitas manusia.Indonesia merupakan negara
berkembang yang tingkat mobilitas dan kebutuhan warganya terus meningkat
dari tahun ke tahun,pastinya merasa kesulitan mengatur waktu karena waktu
yang mereka miliki tidak sebanding dengan aktifitas dan kebutuhan yang harus
mereka lakukan,akibatnya terburu buru dan kurangnya kehati-hatian dalam
beraktivitas. Hal ini umumnya memicu terjadinya kecelakaan dalam bekerja
maupun kecelakaan bermotor yang akan menyebabkan cedera (Ririn Purwanti,
2017).

Menurut World Health of Organisation (WHO) 2016 lebih dari 5 juta orang
meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia karena fraktur, hal ini menyebabkan
fraktur menjadi 9% penyebab kematian didunia dan merupakan ancaman bagi
kesehatan di setiap negara di dunia. Setiap tahun kehidupan sekitar 1,35 juta
orang hilang karena kecelakaan lalu lintas. Antara 20 dan 50 juta lebih banyak
orang menderita cedera non-fatal, dan banyak orang menderita fraktur akibat
cedera. Tingkat kematian lalu lintas jalan raya negara-negara berkembang
memiliki tingkat kematian lalu lintas jalan yang lebih tinggi per 100.000
penduduk (masing-masing 24,1 % dan 18,4 % ) setiap tahunnya.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, di Indonesia fraktur terjadi
diakibatkan oleh cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam/tumpul.Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan ada sebanyak 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%).Kasus
kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul sebanyak
236 orang (1,7%) (Kemenkes RI, 2018). Proporsi jenis cedera berupa fraktur
(patah tulang) di Indonesia 5,5%.Sedangkan proporsi jenis cedera fracture (patah
tulang) menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2018 di provinsi Kalimantan
Timur proporsi jenis cedera fracture adalah 3.5% (Kemenkes RI, 2018).

Terjadinya suatu fraktur ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan
tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Tipe fraktur berdasarkan atas
hubungan tulang dengan jaringan di sekitarnya dibagi menjadi fracture terbuka
dan fracture tertutup.Fracture terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit
sehingga terdapat hubungan fragmen tulang dengan dunia luar,sedangkan fraktur
tertutup merupakan fraktur tanpa hubungan antara fragmen tulang dan dunia
luar.Masalah yang sering muncul pada klien fraktur yang berada di rumah sakit
yaitu edema atau bengkak, nyeri, kurangnya defisit perawatan diri,penurunan
kekuatan otot (Nurarif Huda, 2015).

Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang mengalami


fracture, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan
klien dari kecacatan fisik.Prinsip penanganan fracture meliputi antara lain
reduksi dan imobilisasi.Reduksi fracture berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.Sedangkan
imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal (Nurarif Huda,
2015).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah ini
adalah asuhan keperawatan medikal bedah ii pada tn. a dengan sistem
muskuloskletal : fraktur patella dextra diruangan tulip rumah sakit umum imelda
pekerja indonesia medan tahun 2023
1.3. Tujuan

1. Mengkaji klien dengan fraktur patella dextra di RSU Imelda Pekerja


Indonesia Medan.

2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur patella dextra


di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan fraktur patella dextra


di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur patella dextra


di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan.

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur patella dextra di


RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan.

1.4. Manfaat

Berguna untuk menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan


dengan system muskuloskletal pada klien fraktur patella dextra dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah serta pengalaman nyata
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post op fraktur pedis dextra.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Fraktur

2.1.1. Pengertian
Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas struktur tulang yang
menyebabkan pergeseran fragmen tulang hingga deformitas. Pada luka fraktur
dan luka insisi dapat terjadi edema dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi, dan keterbatasan klien dalam menumpu berat badannya
sehingga sering kali klien mengalami gangguan mobilitas fisik (Celik et al.,
2018).
Ada beberapa macam fraktur berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan di sekitarnya dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. fraktur
terbuka merupakan fraktur yang merusak jaringan kulit sehingga terdapat
hubungan fragmen tulang dengan dunia luar, sedangkan fraktur tertutup
merupakan fraktur tanpa hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. fraktur
yang disebabkan oleh peristiwa trauma (traumatic fracture) dapat terjadi pada
kecelakaan lalu lintas maupun non lalu lintas (Ramadhani et al., 2019).

2.1.2. Klasifikasi
a. Berdasarkan perluasan
1) Fraktur komplit : terjadi apabila seluruh tubuh tulang patah/ kontinuitas
jaringan luas sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga mengenai seluruh
korteks.
2) Fraktur tidak komplet/inkomplit : diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patahan tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang utuh.
b. Berdasarkan bentuk garis patahan
1) Fraktur linier/transversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang.
2) Fraktur oblique :fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang.
3) Fraktur spinal : fraktur yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
4) Fraktur greenstick : fraktur yang tidak sempurna, sering terjadi pada anak-
anak karena korteks tulang dan periosteum belum tumbuh sempurna.
5) Fraktur bentuk T, Y : fraktur yang garis patahnya menyerupai huruf T atau
Y.
6) Fraktur compresive : fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya.
c. Berdasarkan fragmen tulang
1) Fraktur simpel : terdiri dari dua fragmen.
2) Fraktur segmental : terdiri dari lebih dari dua fragmen.
3) Fraktur multiple : remuk.
d. Berdasarkan hubungan fragmen tulang dan jaringan sekitar
1) Fraktur tertutup : fraktur yang fragmen tulangnya tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka : fraktur yang fragmen tulangnya pernah berhubungan
dengan dunia luar.
3) Fraktur komplikata : fraktur yang disertai kerusakan jaringan saraf,
pembuluh darah/organ yang ikut terkena.
4) Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan oleh adanya penyakit lokal pada
tulang sehingga kekerasan dapat menyebabkan fraktur.

2.1.3. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Pada orang
tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon pada menopause (Kriestana, 2020).
Penyebab fraktur menurut (Andini, 2018) dapat dibedakan menjadi:

1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukula langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan traumaminor
mengakibatkan:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
3) Rakitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi
akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Noorisa dkk,
2017).

2.1.4. Patofisiologi

Fraktur disebabkan oleh beberapa hal di antaranya karena adanya


traumatik pada tulang. Tulang yang telah melemah oleh kondisi sebelumnya
terjadi pada fraktur patologis. Patah tulang tertutup atau terbuka akan mengenai
serabut syaraf yang akan menimbulkan rasa nyeri. Selain itu fraktur atau patah
tulang yaitu terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa tulang tidak mampu digerakkan sehingga
mobilitas fisik terganggu dan juga dapat menyebabkan definisi perawatan dirinya
kurang, intervensi medis dengan penatalaksanaan pembedahan menimbulkan luka
insisi yang menjadi pintu masuknya organisme patogen serta akan menimbulkan
masalah resiko tinggi infeksi pasca bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak
(Adhi et al., 2015).

Bagan 2.1 Pathway


fraktur

Adanya tindakan rekontruksi


pada tulanng (pembedahan)

nyeri timbul saat bergerak


pergeseran fragmen terputusnya
tulang kontinuitas
jaringan sekitar
pembatasan
aktivitas
nyeri di
persepsikan perawatan
luka kurang
pembatasan
aktivitas steril
nyeri akut
kuman mudah
gangguan masukk
mobilitas fisik

Resiko
infeksi
kelemahan anggota
gerak
gangguan
integriras
kulit /
Resiko cedera jaringan

Defisit perawatan diri


2.1.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema lokal
7. Ekimosis

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. X-ray : untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui
tempat dan tipe fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan
operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik. Hal yang harus
dibaca pada X-ray:
1) Bayangan jaringan lunak
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
atau cedera hati (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada Fraktur antara lain :

1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak (Smeltzer, 2015).
2. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun
paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam (Smeltzer, 2015).
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk jaringan, bisa
disebabkan karena penurunan kompartemen otot (karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat) atau
peningkatan isi kompartemen otot (karena edema atau perdarahan)
(Smeltzer, 2015).
4. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan
infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
5. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
tulang baru.
6. Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna biasanya diambil
setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat
tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Masalah yang dapat
terjadi meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi yang tidak
memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak), berkaratnya
alat, respon alergi terhadap campuran logam yang dipergunakan
(Smeltzer, 2015).

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi latihan menurut Pramaswary (2016) meliputi :
1. Active exercise

Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan sendi melalui gerakan penuh atau


parsial yang ada sesuai keinginannya sendiri. Tujuan latihan kisaran gerak aktif
adalah menghindari kehilangan ruang gerak yang ada pada sendi. Latihan ini
diindikasikan pada fase awal penyembuhan tulang, saat tidak ada atau
sedikitnya stabilitas pada tempat fraktur. Umpan balik sensorik langsung pada
pasien dapat membantu mencegah gerakan yang dapat menimbulkan nyeri
atau mempengaruhi stabilitas tempat fraktur.
2. Active assisted (gerak aktif dengan bantuan)
Pada latihan ini, pasien dilatih menggunakan kontraksi ototnya sendiri untuk
menggerakkan sendi, sedangkan professional yang melatih, memberikan
bantuan atau tambahan tenaga. Latihan ini paling sering digunakan pada
keadaan kelemahan atau inhibisi gerak akibat nyeri atau rasa takut, atau untuk
meningkatkan kisaran gerak yang ada. Pada latihan ini dibutuhkan stabilitas
pada tempat fraktur, misalnya bila sudah ada penyembuhan tulang atau sudah
dipasang fiksasi fraktur.
3. Resisted exercise
Latihan penguatan meningkatkan kemampuan dari otot. Latihan ini
meningkatkan koordinasi unit motor yang menginvasi suatu otot serta
keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja pada suatu sendi. Latihan
penguatan bertujuan untuk meningkatkan tegangan potensial yang dapat
dihasilkan oleh elemen kontraksi dan statis suatu unit otot-tendon.
4. Hold relax
Hold rilex adalah suatu latihan yang menggunakan otot secara isometrik
kelompok antagonis dan diikuti relaksasi otot tersebut. Dengan kontraksi
isometrik kemudian otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih
mudah dilakukan dan dapat mengulur secara optimal. Tujuan dari latihan hold
rilex ini adalah untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi
(LGS). Indikasi dilakukannya latihan hold rilex ini adalah pasien yang
mengalami penurunan lingkup gerak sendi (LGS), dan merasakan nyeri, serta
kontra indikasinya adalah pasien yang tidak dapat melakukan kontraksi
isometrik.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini semua


data di kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
ini. Pengkajian harus di lakukan secara komprehensif terkait dengan aspek
biologis,psikologis,sosial maupun spiritual klien. Secara umum pengkajian pada
fraktur meliputi menurut (Tarwoto dan Wartonah dalam DEWI, 2020) :
1) Identitas klien berupa: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, status perkawinan,suku bangsa, tanggal masuk, nomor
registrasi dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama, pada umumnya keluhan pada fraktur adalah rasa nyeri.
3) Riwayat penyakit sekarang, berupa kronologi kejadian terjadinya penyakit
sehingga bisa terjadi penyakit seperti sekarang.
4) Riwayat penyakit dahulu, ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
5) Riwayat penyakit keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur.
6) Riwayat psikososial merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang di
derita dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi
dalam kehidupan sehari-hari.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fracture biasanya klien merasa takut akan mengalami kecacatan,maka
klien harus menjalani penatalaksanaan untuk membantu penyembuhan
tulangnya.Selain itu diperlukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup
klien,seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium,penggunaan alkohol, klien melakukan olahraga atau
tidak.
b) Pola nutrisi dan metabolisme Klien
fraktur harus mengkonsumsi nutrisi yang lebih dari kebutuhan sehari-hari
seperti : kalsium,zat besi,protein,vitamin C untuk membantu proses
penyembuhan.
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi,kepekatan,warna,bau untuk mengetahui adanya
kesulitan atau tidak.Hal yang perlu dikaji dalam eliminasi berupa buang
air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
d) Pola tidur dan istirahat
Klien biasanya merasa nyeri dan gerakannya terbatas sehingga dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
e) Pola aktifitas
Pola aktifitas Adanya nyeri dan gerak yang terbatas, aktifitas klien
menjadi berkurang dan butuh bantuan dari orang lain.
f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
menjalani perawatan di rumah sakit.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien fracture akan timbul ketakutan akan kecacatan akibat fractur, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan melakukan aktifitas secara optimal dan
gangguan citra tubuh.
h) Pola sensori dan kognitif
Berkurangnya daya raba terutama pada bagian distal fraktur
i) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta nyeri
j) Pola penanggulangan stress
Pada klien fracture timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, takut
mengalami kecacatan dan fungsi tubuh.
k) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik karena rasa nyeri dan
keterbatasan fisik.
8) Pemeriksaan Fisik
Terdapat dua pemeriksaan umum pada fraktur yaitu gambaran umum dan
keadaan lokal berupa :
a). Gambaran umum Pemeriksa perlu memperhatikan pemeriksaan
secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda
seperti berikut ini :
a. Kesadaran klien yaitu apatis, sopor, koma, gelisah dan komposmentis.
b. Kesakitan, keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat,
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
2. Tanda- tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi
3. Pemeriksaan dari kepala ke ujung jari kaki atau tangan harus
diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler.
b). Keadaan lokal
1. Look yaitu melihat adanya suatu deformitas (angulasi atau membentuk
sudut, rotasi atau pemutaran dan pemendekan), jejas, tulang yang keluar dari
jaringan lunak, sikatrik (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi), warna kulit, benjolan, pembengkakan atau cekungan
dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) serta posisi dan bentuk dari
ekstremitas (deformitas).
2. Feel yaitu adanya respon nyeri atau ketidak nyamanan, suhu disekitar
trauma, fluktuasi pada pembengkakan, nyeri tekan (tenderness), krepitasi,
letak kelainan (sepertiga proksimal, tengah atau distal).

3. Move yaitu gerakan abnormal ketika menggerakkan bagan yang cedera dan
kemampuan Range Of Motion (ROM) mengalami gangguan.
9) Pemeriksaan Persistem
1. Sistem Pernafasan
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dalam sistem ini
perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihan hidung, adanya sekret,
adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada, pergerakan dada simetris
atau tidak, bunyi nafas, adanya suara nafas tambahan atau tidak, frekuensi
dan irama nafas.
2. Sistem Kardiovaskuler
Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak terdapat
peningkatan JVP, terdapat peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi,
bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan atau peningkatan
tekanan darah.
3. Sistem Pencernaan
Dikaji mulai dari mulut hingga anus, dalam sistem ini yang perlu dikaji
yaitu tidak adanya pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat, bentuk abdomen datar, simetris, tidak ada
hernia, turgor kulit baik, hepar tidak teraba dan suara abdomen terdengar
timpani.
4. Sistem Perkemihan
Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang,
inspeksi dan palpasi pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensi
urine, atau ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine
apakah ada nyeri pada saat melakukan miksi (proses pengeluaran urine)
atau tidak.
5. Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji apakah terdaapt pembesaran kelenjar tiroid
dan kelenjar getah bening.
6. Sistem Persyarafan Pada pasien fraktur terdapat adanya nyeri sehingga
perlu dikaji tingkat skala nyeri (0-10) serta perlu dikaji tingkat GCS dan
pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi kelainan atau
komplikasi yang ditimbulkan. Pemeriksaan Neuromuskular pada klien
fraktur meliputi 5 P yaitu : Pain adanya nyeri, Palor tampak pucat,
Parestesia sensasi kulit yang abnormal seperti terbakar atau menusuk-
nusuk yang terjadi tanpa stimulus dari luar, Pulse : denyut nadi yang
cepat / hilang, Pergerakan yang berkurang
7. Sistem Integumen
Perlu dikaji keaadaan kulit dengan inspeksi (turgor, kebersihan,
pigmentasi, tekstur dan lesi) serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut di
sekitar kulit atau ekstremitas untuk mengidentifikasi adanya udema atau
tidak.pada fraktur biasanya Terdapat eritema, suhu disekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, dan adanya nyeri tekan.
8. Sistem Muskuloskeletal
Perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah. serta adanya
keterbatasan gerak, refleks pada ekstremitas atas dan bawah. Pada klien
Fraktur didapatkan keterbatasan gerak pada area ekstremitas yang
mengalami trauma dikarenakan adanya nyeri dan luka terbuka akibat
fraktur
9. Sistem Penglihatan
Perlu dikaji mengenai fungsi penglihatan, kesimetrisan mata antara kiri
dan kanan.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang beransung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Berikut adalah diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada klien fraktur menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma,
(2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam
(PPNI, 2017).
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi).
2) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
4) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan faktor mekanis

2.2.3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan Standar


Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). (PPNI, 2018) :
1. Nyeri Akut
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan selama Klien menyatakan durasi, frekuensi, kualitas dan
nyeri hilang/berkurang, dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri menurun 3. Kontrol lingkungan yang
b. Meringis menurun memperberat rasa nyeri
c. Sikap protektif menurun 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Gelisah menurun 5. Jelaskan penyebab, periode, dan
e. Kesulitan tidur menurun pemicu nyeri
f. Perasaan takut mengalami cedera 6. Anjurkan memonitor nyeri secara
berulang menurun mandiri
7. Ajarkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
8. Kolaborasi pemberian analgetik

2. Risiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
keperawatan selama diharapkan local dan sistemik
klien 2. Batasi jumlah pengunjung
dapat terhindar dari risiko infeksi, 3. Berikan perawatan kulit pada
dengan area edema
kriteria hasil: 4. Cuci tangan sebelum dan
a. Demam menurun sesudah kontak dengan klien dan
b. Nyeri menurun lingkungan klien
c. Kemerahan menurun 5. Pertahankan tehnik aseptic pada
d. Bengkak menurun klien beresiko tinggi
e. Cairan berbau busuk menuru 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
f. Kultur dara meningkat 7. Ajarkan cara mencuci tangan
g. Kadar sel darah putih meningka dengan benar
h. Kebersihan tangan meningkat 8. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
9. Kolaborasi pemberian obat
Sumber: SIKI (2018).

3. Gangguan Mobilitas Fisik


Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau


keperawatan selama diharapkan keluhan fisik lainnya
gangguan mobilitas fisik dapat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
teratasi, dengan kriteria hasil : ambulansi
3. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan
a. Pergerakan ekstremitas
alat bantu (misalnya, tongkat, kruk)
meningkat
4. Fasilitasi klien melakukan mobilisasi
b. Kekuatan otot meningkat
5. Libatkan keluarga untuk membantu
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
klien dalam meningkatkan ambulansi
d. Nyeri menurun
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
e. Kecemasan menuru
ambulansi
f. Kaku sendi menurun
7. Anjurkan melakukan ambulansi dini
g. Gerakan terbatas menurun
8. Ajarkan ambulansi sederhana yang
h. Kelemahan fisik menurun harus dilakukan (misalnya, berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda).
Sumber: SIKI (2018).

4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Indentifikasi penyebab gangguan
keperawatan selama diharapkan integritas kulit
gangguan integritas yerikulit/jarigan 2. Monitor karakteristik luka
dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda-tanda luka
a. kerusakan jarigan menurun
b. kerusakan lapisan kulit menurun
c. nyeri menurun
d. perdarahan menurun
Sumber: SIKI (2018).

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan,tindakan untuk memperbaiki kondisi,pendidikan untuk klien keluarga
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari
(Supratti & Ashriady, 2018).
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual) kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan
(Supratti & Ashriady, 2018).
Komponen yang terdapat pada implementasi adalah :
a. Tindakan observasi
Tindakan observasi yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan klien.
b. Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik adalah tindakan yang secara lansung dapat berefek
memulihkan status kesehatan klien atau dapat mencegah perburukan masalah
kesehatan klien.
c. Tindakan edukasi
Tindakan edukasi merupakan tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan
kemampuam klien merawat dirinya dengan membantu klien memperoleh
perilaku baru yang dapat mengatasi masalah.
d. Tindakan kolaborasi
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang membutuhkan kerjasama baik
dengan perawat lainnya maupun dengan profesi kesehatan lainnya seperti
dokter, analis, ahli gizi, farmasi.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktivitas tindakan perawat untuk


mengetahui efektivitas tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien evaluasi
asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan terhadap
asuhan keperawatan yang di berikan (Andi Parellangi 2017). Dalam evaluasi
menggunakan metode SOAP (Subyektif, 0byektif, Assessment, Planning).
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 RESUME

Tn. A berusia 57 tahun, Agama Kristen Protestan, Suku Batak, Bahasa


sehari-hari bahasa Indonesia, Pekerjaan Karyawan Swasta, Pendidikan
terakhir SMA, Alamat Jl. Kawat III Medan Deli Tanjung Mulia, Penanggung
jawab Ny. R berusia 45 tahun.
Pasien masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
Medan (RSU IPI) pada tanggal 03 September 2023 pukul 21.30 WIB, dengan
keluhan lutut sebelah kanan bengkak, nyeri dan tidak bisa digerakkan akibat KLL
(jatuh sendiri), lutut tidak bisa dibengkokkan, pingsan (-), muntah (-), luka lecet
ditangan kanan, jemari kaki dan tangan digerakkan normal, sesak nafas (-), kaki
bengkak (-). Di IGD dilakukan pemeriksaan vital sign Tekanan darah: 140/70
mmHg, frekuensi Nadi: 98 x/menit, frekuensi pernafasan: 20 x/menit, Suhu:
36,6°C, BB: 63 Kg, TB:160 cm, IMT 24,6, skala nyeri 6. Hasil pemeriksaan
laboratorium Hb: 13,3 g/dL, Leukosit 17,0 10*3/uL, Glukosa Ad Random 105
mg/dL, Natrium 131 mmol/L, Kalium 3,7 mmol/L, Chlorida 98 mmol/L.
Pemeriksaan EKG dengan hasil normal sinus rhythm, hasil pemeriksaan foto
thorax (AP) Cardiomegali Pneumonia, dan hasil foto radiologi Genu (dextra)
Frakture pada Os Patella dengan Hemarthrosis dextra. Terapi yang diberikan: RL
10 tpm. Inj Ketorolac 1 amp/8 jam, Inj Ranitidine 1 amp/12 jam, Candersartan 8
mg. Pasien dipindahkan keruangan Tulip pada tanggal 04 September 2023 pada
pukul 01.20 WIB. Diagnosa Medis: Fraktur tertutup patella dextra. Pasien
dikonsulkan dengan dokter SPOT dan direncanakan akan dilakukan tindakan
pembedahan Orif rekonstruksi patella dextra pada tanggal 05 September 2023
pukul 10.45 WIB.
Pada tanggal 05 September 2023 pukul 10.30 WIB, pasien
diantarkeruangan operasi untuk dilakukan pembedahan, persiapan pasien sebelum
dilakukan tindakan terlebih dahulu dilakukan pememeriksaan kelengkapan status
pasien (Informed Consent, penandaan luka operasi, pemberian propilaksis
antibiotik, kecukupan puasa dan kecukupan cairan dan elektrolit) dan mengisi
lembar ceklis keselamatan pasien dengan membaca sign in sebelum anastesi,
anastesi dilakukan pada pukul 10.45 WIB dan selesai pukul 10.55 WIB dengan
teknik anastesi spinal kemudian pasien dilakukan disinfeksi dan drapping maka
sebelum dilakukan insisi perawat akan membacakan formulir time out untuk
memastikan penyediaan instrument dan kassa yang akan dipakai. Operasi
berlangsung pukul 11.00 WIB-12.30 WIB. Sebelum operasi selesai, maka
dilakukan sign out untuk memastikan kesesuaian antara tindakan operasi dengan
diagnosa medis pasien dan untuk memastikan kebenaran jumlah instrument dan
kassa yang dipakai jumlahnya tetap sama. pasien dipindahkan keruangan RR
(Recovery Room) pukul 13.00 WIB dan pasien diobservasi diruangan RR
(Recovery Room) selama 4 jam dengan hasil TTV: Tekanan darah : 132/89
mmHg, frekuensi nadi : 86 x/menit, frekuensi pernafasan : 20 x/menit, suhu
36,2oC, lalu pasien dipindahkan keruangan Tulip kembali pada pukul 17.15 WIB.
Pengkajian yang dilakukan mahasiswa pada tanggal 06 September 2023
pukul 18.00 WIB diruangan Tulip, pasien mengeluh nyeri di lutut sebelah kanan,
tampak terpasang pen, kesadaran umum Composmentis, pasien tampak lemah dan
kesakitan. Pasien juga mengatakan merasa tidak bisa beraktivitas, karna adanya
nyeri bekas operasi, dan aktivitas dibantu oleh keluarga, pasien mengatakan
cemas dengan keaadaanya, dan tampak gelisah. Skala nyeri 5 ( Mnemonic
PQRST) nyeri sedang ( P: akibat penyebab KLL, Q: nyeri saat cuaca dingin, R:
patella (lutut), S: nyeri sedang T: hilang timbul ). Terapi diet yang diberikan MB.
Berdasarkan hasil pemeriksaan TTV yang di dapat tekanan darah: 130/80 mmHg,
frekuensi nadi: 81x/menit, frekuensi pernapasan: 20x/menit, Suhu 36◦c. hasil
pemeriksaan laboratorium: Hb 11,0 g/dl, Leukosit 13,1 /ul, Natrium 140 mmoL/L,
Kallium 3,7 mmoL/L, Chlorida 100 mmoL/L. Terapi obat yang diberikan di Tulip
IVFD RL 20 tpm, Inj Ranitidine 1 amp/ 12 jam, Inj Ketorolac 1 amp/8jam, Inj
Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Candersartan 2x16 mg, Inj. tramadol + NaCl piggbag,
Channa Cap 3 x 1, Cal-95 tab 3x 1, Vit B comp 1 x 1.
Hasil observasi pada tanggal 07 September 2023 pukul 17.30 WIB
melakukan pengkajian didapatkan hasil kesadaran umum composmentis, Pasien
juga mengatakan masih tidak bisa beraktivitas, karna adanya nyeri bekas operasi,
dan aktivitas dibantu oleh keluarga. Skala nyeri 4 ( Mnemonic PQRST) ( P: akibat
penyebab KLL, Q: nyeri saat cuaca dingin, R: patella (lutut), S: nyeri sedang, T:
hilang timbul ). Terapi diet yang diberikan MB. Berdasarkan hasil pemeriksaan
TTV yang di dapat tekanan darah: 125/80 mmHg, frekuensi nadi: 80x/menit,
frekuensi pernafasan: 20 x/menit, Suhu 36◦c. hasil pemeriksaan laboratorium.
Terapi obat yang diberikan di Tulip IVFD RL 20 tpm, Inj Ranitidine 1 amp/ 12
jam, Inj Ketorolac 1 amp/8jam, Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Candersartan 2x16
mg, Inj. tramadol + NaCl 10 cc/12 jam, Channa Cap 3 x 1, Cal-95 tab 3x1, Vit B
comp 1x1.
Hasil observasi pada tanggal 08 September 2023 pukul 17.30 WIB
melakukan pengkajian didapatkan hasil kesadaran umum composmentis, Pasien
juga mengatakan masih tidak bisa beraktivitas, karna adanya nyeri bekas operasi,
dan aktivitas dibantu oleh keluarga. Skala nyeri 3 ( Mnemonic PQRST) ( P: akibat
penyebab KLL, Q: nyeri saat cuaca dingin, R: patella (lutut), S: nyeri ringan, T:
hilang timbul ). Terapi diet yang diberikan MB. Berdasarkan hasil pemeriksaan
TTV yang di dapat tekanan darah: 120/90 mmHg, frekuensi nadi: 78x/menit,
frekuensi pernafasan: 18 x/menit, Suhu 36◦c. hasil pemeriksaan laboratorium.
Terapi obat yang diberikan di Tulip IVFD RL 20 tpm, Inj Ranitidine 1 amp/ 12
jam, Inj Ketorolac 1 amp/8jam, Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Candersartan 2x16
mg, Inj. tramadol + NaCl 10 cc/12 jam, Channa Cap 3 x 1, Cal-95 tab 3x1, Vit B
comp 1x1.
Pasien pulang pada tanggal 09 September 2023 pukul 10.00 WIB dengan
terapi obat pulang Etoricoxib 90 mg tab/Arcoxia, Cal-95 Tab, Cefixime 200 mg
cap, Channa 500mg caps, Lapibal tab, candesartan 16 mg tab.

Terapi sesuai anjuran dokter


No Pemberian obat Manfaat

1 IVFD RL 10 gtt/menit Menggantikan cairan kadar gula


dalam tubuh

2 Inj Ranitidin 1 amp/12 jam Mengatasi berbagai kondisi yang


berhubungan dengan asam berlebih
didalam lambung

3 Inj Ketorolac 1 amp/8 jam Untuk meredahkan nyeri sedang


hingga berat

4 Inj Ceftriaxone 1gr/ 12 jam Obat untuk antibiotic untuk


mengobati infeksi bakteri

5 Tramadol 100mg (20 gtt/menit) Obat untuk meredakan nyeri sedang


hingga berat seperti nyeri pasca
operasi

6 Channa 2x1 Untuk membantu mempercepat


proses penyembuhan luka

8 NaCl piggyback Cairan yang digunKn untuk


mengembalikan keseimbangan
elektrolit

9 Etoricoxib 90 mg tab/Arcoxia Obat untuk meredakan nyeri


muskuloskeletal

10 Cefixime 200 mg cap Antibiotik untuk mengobati berbagai


infeksi bakteri

11 Cal-95 tab 3x1 Suplemen yang mengandung


multivitamin dan mineral diantaranya
kalsium

12 Vit. B Comp Vitamin untuk membantu


perkembangan sel
13 Lapibal tab Obat untuk membantu mengurangi
gejala nyeri saraf hingga kebas

Pemeriksaan Laboratorium di Instalasi Gawat Darurat


1. pemeriksaan darah lengkap (03 September 2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit/Satuan Angka Normal Metode

Hematologi Canggih

Darah Lengkap

Hemoglobin 13.3 g/dl P: 13-18 W: 12-16

Leukosit 17.0 10*3/uL 4 – 11

Jumlah Trombosit 213.000 /mm3 140.000 – 450.000

Hematokrit 37.6 % P: 42-56 W: 36-47

Eritrosit 4.07 Juta/mm3 P: 4.50 - 4.60 W: 4.10


- 5.10

MCV 92 um3 81 – 99

MCH 32.6 Pgr 27,0 – 31,0

MCHC 35.3 g/dl 32,0 – 36,0

RDW 12.8 % 11,5 – 15.0

PDW 10.8 % 10,0 – 18,0

MPV 8.2 um3 6,5 – 11,0

PCT 0.100 % 0,100 – 0,500

Hitung Jenis Leukosit

Esosinofil 1.4 % 1–3

Basofil 0 % 0–1

Netrofil (abs) 15.3 10*3/uL 1,56 – 6,13

Neutrofil 89.6 % 50 – 70

Limfosit 8.0 % 20 – 40
Monosit 1.0 % 2–8

Limfosit 1.3 10*3/uL 1,8 – 3,74

Masa Perdarahan 4’30” Menit 2’ – 6’

Masa Pembekuan 8’30” Menit 6’ – 12’

Faal Hati

HBs Ag Negatif Negatif

Test Gula Darah

Glukosa Ad Random 105 Mg/dl <200

Faal Ginjal

Ureum/Urea-N 27 Mg/dl 13 – 50

Creatinin 1.4 Mg/dl P: 0.7 – 1.4 W: 0.6 –


1.1

Elektrolit

Elektrolit Lengkap

Natrium 131 mmoL/L 135 – 150

Kalium 3.7 mmoL/L 3.6 - 5.5

Chlorida 98 mmoL/L 96 – 108

Pemeriksaan Hasil Laboratorium Tulip

2. Pemeriksaan darah lengkap ( 05 September 2023)

Jenis Pemeriksaan Hasil Unit/Satuan Angka Normal Metode

Hematologi Canggih

Darah Lengkap

Hemoglobin 11.0 g/dl P: 13-18 W: 12-16

Leukosit 13.1 10*3/uL 4 – 11


Jumlah Trombosit 249.000 /mm3 140.000 – 450.000

Hematokrit 32.1 % P: 42-56 W: 36-47

Eritrosit 3.40 Juta/mm3 P: 4.50 - 4.60 W: 4.10


- 5.10

MCV 94 um3 81 – 99

MCH 32.6 Pgr 27,0 – 31,0

MCHC 34.6 g/dl 32,0 – 36,0

RDW 13.2 % 11,5 – 15.0

PDW 10.2 % 10,0 – 18,0

MPV 8.0 um3 6,5 – 11,0

PCT 0.200 % 0,100 – 0,500

Hitung Jenis Leukosit

Esosinofil 2.5 % 1–3

Basofil 0 % 0–1

Netrofil (abs) 10.2 10*3/uL 1,56 – 6,13

Neutrofil 76.9 % 50 – 70

Limfosit 16.6 % 20 – 40

Monosit 4.0 % 2–8

Limfosit 2.1 10*3/uL 1,8 – 3,74

Elektrolit

Elektrolit Lengkap

Natrium 140 mmoL/L 135 – 150

Kalium 3.7 mmoL/L 3.6 - 5.5

Chlorida 100 mmoL/L 96 – 108


3.2 Asuhan Keperawatan Pre Operatif
3.2.1.Analisa Data

No Data Subjektif Etiologi Masalah

1. DS: Terjadi nya KLL Nyeri Akut


- Pasien mengeluh nyeri pada (Kecelakaan Lalu
lutut sebelah kanan dan
Lintas)
luka lecet di siku tangan
bagian kanan dan luka lecet
di kaki kanan
DO :
Fraktur Patela
- Pasien tampak kesakitan
Tertutup lutut
- Tekanan darah: 140/70
Sebelah Kanan
mmHg,
- frekuensi Nadi: 98x/menit,
- frekuensi pernafasan:
20x/menit, Nyeri Akut
- Suhu: 36,6°C.
- Skala nyeri 5 (nyeri sedang)
- P: akibat penyebab KLL
- Q: nyeri seperti di tusuk-
tusuk
- R: patella (lutut),
- S: nyeri sedang
- T: sering

2 DS : Terjadi nya KLL Ansietas


(Kecelakaan Lalu
- Pasien mengatakan
Lintas)
cemas karena akan
menjalani operasi
DO :
Fraktur Patela
- Pasien tampak cemas dan Tertutup lutut
Sebelah Kanan
gelisah

- Tekanan darah: 140/70


mmHg,
- frekuensi Nadi: 98x/menit,
- frekuensi pernafasan:
20x/menit
Akan dilakukan
tindakan operasi
ORIF

Ansietas

3.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan Fraktur Patela Tertutup lutut Sebelah


Kanan ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada lutut sebelah kanan
dan luka lecet di siku tangan bagian kanan dan luka lecet di kaki kanan,
pasien tampak kesakitan, tekanan darah: 140/70 mmHg, frekuensi Nadi:
98x/menit, frekuensi pernafasan: 20x/menit, Suhu: 36,6°C.Skala nyeri 5
(nyeri sedang) ,P: akibat penyebab KLL ,Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk,
R: patella (lutut), S: nyeri sedang, T: sering.
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi ORIF ditandai dengan
Pasien mengatakan cemas karena akan menjalani operasi ditandai dengan
pasien tampak cemas, dan gelisah, tekanan darah: 140/70 mmHg,
frekuensi Nadi: 98x/menit, frekuensi pernafasan: 20x/menit

3.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi:
Defenisi : asuhan keperawatan  Identifikasi lokasi,
Pengalaman selama 1x24 jam maka karakteristik, durasi,
sensorik atau nyeri akut menurun, frekuensi, kualitas,
emosional yang dengan kriteria hasil: intensitas nyeri.
berkaitan dengan 1. keluhan nyeri  Identifikasi skala
kerusakan menurun nyeri.
jaringan aktual  Identifikasi faktor
atau fungsional, 2. Gelisah menurun yang memperberat dan
dengan onset 3. Gerakan terbatas memperingan nyeri
mendadak atau menurun Teraputik :
lambat dan  Kontrol lingkungan
berintensitas yang memperberat
ringan hingga rasa nyeri (mis: suhu
berat yang ruangan, pencahayaan,
berlangsung kebisingan)
kurang dari 3  Fasilitasi istirahat &
bulan tidur.
Edukasi:

 Jelaskan penyebab,
metode, dan pemicu
nyeri.
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
analgetik

2 Ansietas Setelah dilakukan Observasi:


asuhan keperawatan - Indentifikasi saat
selama 1x24 jam maka tingkat ansietas
ansietasb menurun, berubah (mis.
dengan kriteria hasil: Kondisi, waktu,
1. Kebingungan stresor)
menurun - Indentifikasi
2. Khawatir akibat kemampuan
kondisi yang mengambil
dihadapi keputusan
menurun - Monitor tanda-
3. Gelisah tanda ansietas
menurun (verbal dan
nonverbal)
Terapeutik
- Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi
yang membuat
ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengindentifikika
si situasi yang
memicu
kecemasan
- Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
Edukasi:
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
progosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien,
jika perlu
- Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
- Ajurkan
menggungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan
pengalihan untuk
menguragi
ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
- Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian obat
ansietas, jika perlu
3.2.4. Implementasi dan Evaluasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi I Evaluasi II Evaluasi III

1. Nyeri akut 1. Mengidentifikasi lokasi, S : S: S:


berhubungan karakteristik, durasi, - Klien mengeluh nyeri - Klien mengeluh - Klien mengatakan
dengan frekuensi, kualitas, pada lutut sebelah kanan nyeri pada lutut nyeri pada lutut
dan luka lecet di siku
Fraktur Patela intensitas nyeri. sebelah kanan dan sebelah kanan dan
tangan bagian kanan dan
Tertutup lutut Hasil: ( P: Akibat luka lecet di kaki kanan luka lecet di siku luka lecet di siku
Sebelah penyebab KLL, Q: Nyeri O : tangan bagian kanan tangan bagian kanan
Kanan seperti di tusuk-tusuk, R: - Pasien tampak kesakitan dan luka lecet di dan luka lecet di
- Tekanan darah: 140/70
ditandai Patella (lutut), S: Nyeri kaki kanan kaki kanan mulai
mmHg,
dengan pasien sedang, T: Sering ) - frekuensi Nadi: O: berkurang
mengatakan 2. Mengidentifikasi skala 98x/menit, - Pasien tampak kesakitan O:
- frekuensi pernafasan: - Tekanan darah: 125/80
nyeri pada nyeri - Tekanan darah:
20x/menit, mmHg,
lutut sebelah Hasil: Skala nyeri 5 120/90 mmHg,
- Suhu: 36,6°C. - frekuensi Nadi: - frekuensi Nadi:
kanan dan 3. Mengidentifikasi faktor - Skala nyeri 5 (nyeri 80x/menit, 78x/menit,
luka lecet di yang memperberat nyeri sedang) - frekuensi pernafasan: - frekuensi
- P: akibat penyebab KLL 20x/menit,
siku tangan Hasil: Karena luka post - Q: nyeri seperti di tusuk- pernafasan:
- Suhu: 36°C. 18x/menit,
bagian kanan op tusuk - Skala nyeri 4 (nyeri - Suhu: 36°C.
dan luka lecet 4. Mengontrol lingkungan - R: patella (lutut), sedang) - Skala nyeri 3 (nyeri
di kaki kanan. yang memperberat rasa - S: nyeri sedang - P: akibat penyebab sedang)
nyeri. - T: sering KLL, - P: akibat penyebab
A: - Q: nyeri saat cuaca KLL
Hasil: Suhu ruangan
masalah belum teratasi dingin, - Q: nyeri saat cuaca
terlalu dingin - R: patella (lutut), dingin,
P:
5. Mengajarkan teknik - S: nyeri sedang, - R: patella (lutut),
Intervensi dilanjutkan - T: hilang timbul - S: nyeri ringan,
nonfarmakologis untuk
- Melakukan - T: hilang timbul
mengurangi rasa nyeri. A:
kolaborasi dalam A:
Hasil: Relaksasi napas Masalah belum teratasi
pemberian analgetik Masalah belum teratasi
dalam P:
Keterolac 1 P:
6. Melakukan kolaborasi Intervensi dilanjutkan
amp/8jam Intervensi dilanjutkan
dalam pemberian - Melakukan
- Melakukan
analgetik : kolaborasi
kolaborasi dalam
Hasil: Keterolac 1 dalam
pemberian analgetik
amp/8jam pemberian
Keterolac 1
amp/8jam analgetik
Keterolac 1
amp/8jam
2 Ansietas 1. Indentifikasi saat tingkat S: S: S:
berhubungan ansietas berubah (mis. - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
dengan
Kondisi, waktu, stresor) cemas karena akan cemas sudah mulai cemas sudah mulai
tindakan
operasi ORIF 2. Indentifikasi menjalani operasi berkurang berkurang
ditandai kemampuan mengambil O : O: O:
dengan
keputusan - Pasien sudah
Pasien - Pasien tampak cemas - Pasien sudah tidak
mengatakan 3. Memonitor tanda-tanda melakukan tindakan
dan gelisah tampak gelisah
cemas karena ansietas operasi ORIF
akan - Tekanan darah: 140/70 - Tekanan darah:
Hasil: pasien tampak
mmHg, - tekanan darah: 125/80 120/90 mmHg,
menjalani
cemas dan gelisah - frekuensi Nadi: mmHg, - frekuensi Nadi:
operasi
98x/menit, - frekuensi Nadi: 78x/menit,
ditandai 4. Temani pasien untuk
- frekuensi pernafasan: 80x/menit, - frekuensi
dengan mengurangi kecemasan,
20x/menit frekuensi pernafasan: pernafasan:
pasien
tampak jika memungkinkan A: 20x/menit 18x/menit,
cemas, dan Hasil: keluarga selalu Masalah belum teratasi A: -
gelisah, menemani pasien untuk P: Masalah teratasi sebagian
tekanan A:
mengurangi kecemasan Intervensi dilanjutkan P:
darah: 140/70 Masalah sudah teratasi
mmHg, 5. Pahami situasi yang Intervensi dilanjutkan P:
frekuensi membuat ansietas
Nadi: Intervensi dihentikan
6. Dengarkan dengan
98x/menit,
frekuensi penuh perhatian
pernafasan: 7. Jelaskan prosedur,
20x/menit
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
8. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan progosis
9. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
10. Ajurkan
menggungkapkan
perasaan dan persepsi
3.3 Asuhan Keperawatan Intra Operatif
3.3.1 Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Fraktur patella Resiko tinggi
Pasien mengatakan tiba-tiba sulit dextra
bernafas
DO :
- Frekuensi nafas dan nadi naik Pembiusan
turun
- Pasien menggigil dan
kedinginan Tindakan operasi
- Akral dingin Open Reduction
- Mual dan muntah
Internal Fixation
(ORIF)

Resiko tinggi
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi berhubungan dengan pembiusan ditandai dengan pasien
mengatakan tiba – tiba sulit bernafas, frekuensi nafas dan nadi naik turun,
pasien menggigil dan kedinginan, akral dingin, mual dan muntah.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil Keperawatan
1 Resiko tinggi berhubungan Tujuan setelah 1. Monitor TTV
dengan pembiusan ditandai dilakukan 2. Berikan O2,
dengan pasien mengatakan tiba tindakan bila perlu
tiba sulit bernafas, frekuensi keperawatan 3x24 3. Atur suhu
nafas dan nadi naik turun, jam di harapkan ruangan
pasien menggigil dan tingkat resiko sesuai kondisi
kedinginan, akral dingin, mual tinggi menurun pasien
dan muntah dengan 4. Kolaborasi
Kriteria Hasil : dengan dokter
1. TTV dalam
dalam pemberian
batas anti emetic
normal (mual dan
2. Akral muntah)
dingin
menurun
3. Mual dan
muntah
sudah
tidak ada
Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Resiko tinggi 1. Memonitor TTV 05 September 2023
berhubungan dengan 2. Diberikan O2, S : pasien
pembiusan ditandai bila perlu mengatakan tiba-tiba
dengan pasien 3. Mengatur suhu sulit bernafas
mengatakan tiba-tiba ruangan sesuai O:
sulit bernafas, frekuensi kondisi pasien 1. Frekuensi
nafas dan nadi naik 4. Berkolaborasi napas dan
turun, pasien menggigil dengan dokter nadi naik
dan kedinginan, akral dalam pemberian turun
dingin, mual dan muntah anti emetic (mual 2. Pasien
dan muntah) menggigil dan
kedinginan
3. Akral dingin
4. Mual dan
muntah
A : masalah resiko
tinggi tidak terjadi
P : observasi keadaan
umum dan TTV

3.4 Asuhan Keperawatan Post Operatif


3.4.1.Analisa Data
No Data Subjektif Etiologi Masalah

1. Ds: Fraktur patella dextra Nyeri Akut

- Pasien mengeluh nyeri pada


daerah bekas operasi lutut
kaki sebelah kanan Tindakan operasi Open
Do :
Reduction Internal
- Skala nyeri 5 ( Mnemonic Fixation (ORIF)
PQRST)
P: akibat penyebab KLL,
Q: nyeri seperti di tusuk-
tusuk,
R: patella (lutut),
S: nyeri sedang Nyeri Akut
T: hilang timbul .
- Tekanan darah: 130/80
mmHg,
- frekuensi nadi: 81x/menit,
- frekuensi pernapasan:
20x/menit
- Suhu: 36◦c.

2 DS : Fraktur patella dextra Risiko infeksi

 Pasien mengatakan ada


luka operasi di lutut kaki
Tindakan operasi Open
sebelah kanan
Reduction Internal
DO :
Fixation (ORIF)
 tampak luka pos op pada
lutut sebelah kanan
 skala nyeri 5
 Leukosit, 13,1/ul Resiko Infeksi

3 DS : Post Operasi ORIF Gangguan


- Pasien mengatakan Mobilitas
tidak bisa beraktivitas, Fisik
karna adanya nyeri
bekas operasi, dan Aktivitas terganggu
aktivitas dibantu oleh
keluarga
Kelemahan Fisik
DO :
- Pasien tampak lemah
- Aktifitas pasien dibantu Gangguan
oleh keluarga Mobilitas Fisik

3.3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur patella dextra ditandai dengan


Tekanan darah: 130/80 mmHg, frekuensi nadi: 81x/menit, frekuensi
pernapasan: 20x/menit, Suhu: 36◦c. Skala nyeri 5 ( Mnemonic PQRST) nyeri
sedang. P: akibat penyebab KLL, Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk, R: patella
(lutut), S: nyeri sedang, T: hilang timbul.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Tindakan operasi Open Reduction
Internal Fixation (ORIF) ditandai dengan pasien mengatakan ada luka operasi
di lutut kaki sebelah kanan, skala nyeri 5, Leukosit, 13,1/ul
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan Pasien mengatakan tidak bisa beraktivitas, karna adanya nyeri bekas
operasi, dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan pasien tampak lemah.

3.3.3. Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi:
Defenisi : asuhan keperawatan  Identifikasi lokasi,
Pengalaman selama 1x24 jam karakteristik, durasi,
sensorik atau maka nyeri akut frekuensi, kualitas,
emosional yang menurun, dengan intensitas nyeri.
berkaitan dengan kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri.
kerusakan jaringan 1 keluhan nyeri  Identifikasi faktor yang
aktual atau menurun memperberat dan
fungsional, dengan 2 Gelisah menurun memperingan nyeri
onset mendadak 3 Gerakan terbatas Teraputik :
atau lambat dan menurun  Kontrol lingkungan
berintensitas ringan yang memperberat rasa
hingga berat yang nyeri (mis: suhu
berlangsung kurang ruangan, pencahayaan,
dari 3 bulan kebisingan)
 Fasilitasi istirahat &
tidur.
Edukasi:

 Jelaskan penyebab,
metode, dan pemicu
nyeri.
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
analgetik

2 Risiko infeksi Selama dilakukan Observasi


intervensi selama 1×24
Definisi :berisiko  Monitor tanda dan
jam maka risiko infeksi
mengalami gejala infeksi local dan
menurun dengan
peningkatan sistematik
kriteria hasil :
terserang organisme Terapeutik
patogenik 1. Diharapkan
 Batasi jumlah
tidak terjadi
pengunjung
demam
 Berikan perawatan
2. Luka tidak
kulit pada area edema
tampak bengkak
 Cuci tangan sebelum
kemerahan dan
dan sesudah kontak
tidak
dengan psien dan
mengeluarkan
pus lingkungan pasien
3. Pasien bebas  Pertahankan teknik
dari tanda dan aseptic pada pasien
gejala infeksi berisiko tinggi
4. Menjaga Edukasi
kebersihan
 Jelaskan tanda dan
badan
gejala infeksi
5. Kadar sel darah
 Ajarkan mencuci
putih membaik
tangan dengan benar
6. Diharapkan
 Ajarkan etika batuk
status nutrisi
klien membaik  Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
obat jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan Observasi:
mobilitas fisik intervensi keperawatan 1. Identifikasi adanya
selama 3x24 jam maka nyeri atau keluhan fisik
mobilitas fisik lainnya
meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi
kriteria hasil: fisik melakukan
1 Pergerakan pergerakan
ekstemitas 3. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
2 Kekuatan otot darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
3 Rentang gerak 4. Monitor kondisi umum
(ROM) selama melakukan
meningkat mobilisasi
4 Kelemahan fisik Terapeutik:
menurun - Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar
tempat tidur)- Fasilitasi
melakukan mobilisasi
dini
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.duduk
di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
3.3.4. Implementasi dan Evaluasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi I Evaluasi II Evaluasi III

1. Nyeri akut 1 Mengidentifikasi lokasi, S : S: S:


berhubungan karakteristik, durasi,
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
dengan fraktur frekuensi, kualitas,
nyeri pada daerah sedikit nyeri pada nyeri hilang nimbul
patella dextra intensitas nyeri.
bekas operasi lutut daerah bekas operasi pada daerah bekas
ditandai dengan 2 Mengidentifikasi skala
kaki sebelah kanan lutut kaki sebelah operasi lutut kaki
Tekanan darah: nyeri
O: kanan sebelah kanan
130/80 mmHg, 3 Mengidentifikasi faktor
O: O:
frekuensi nadi: yang memperberat dan - Tekanan darah:
130/80 mmHg, - Tekanan darah: 125/80 - Tekanan darah: 123/90
81x/menit, memperingan nyeri - frekuensi nadi: mmHg, mmHg,
frekuensi 4 mengontrol lingkungan 81x/menit, - frekuensi nadi: - frekuensi nadi:
pernapasan: yang memperberat rasa - frekuensi 79x/menit, 78x/menit,
pernapasan: - frekuensi pernapasan: - frekuensi pernapasan:
20x/menit, Suhu: nyeri (mis: suhu ruangan,
20x/menit 20x/menit 20x/menit
36◦c. Skala nyeri pencahayaan, kebisingan). - Suhu: 36◦c. - Suhu: 36◦c. Suhu: 36◦c.
5 ( Mnemonic 5 Memfasilistasi istirahat dan - Skala nyeri 5 - Skala nyeri 4 Skala nyeri 4
( Mnemonic ( Mnemonic PQRST) ( Mnemonic PQRST)
PQRST) nyeri tidur
PQRST) nyeri nyeri sedang nyeri sedang
sedang. P: akibat 6 Menjelaskan penyebab, sedang - P: akibat penyebab - P: akibat penyebab
penyebab KLL, - P: akibat penyebab KLL,
Q: nyeri seperti di metode dan pemicu nyeri KLL, - Q: nyeri seperti di KLL,
tusuk-tusuk, R: 7 mengajarkan teknik - Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk, - Q: nyeri seperti di
tusuk-tusuk, - R: patella (lutut), tusuk-tusuk,
patella (lutut), S: relaksasi napas dalam
- R: patella (lutut), - S: nyeri sedang - R: patella (lutut),
nyeri sedang, T: 8 Melakukan kolaborasi - S: nyeri sedang - T: hilang timbul - S: nyeri sedang
hilang timbul. dalam pemberian - T: hilang timbul - T: hilang timbul

analgetik : A:
- Keterolac 1 amp/8jam A: Masalah teratasi sebagian A:
masalah belum teratasi Masalah teratasi sebagian

P:
P: Intervensi dilanjutkan P:
Intervensi dilanjutkan - kolaborasi dalam Intervensi dilanjutkan
- kolaborasi dalam pemberian - kolaborasi dalam
pemberian analgetik :Keterolac 1 pemberian
analgetik :Keterolac amp/8jam analgetik :Keterolac 1
1 amp/8jam - amp/8jam

2 Resiko infeksi 1. Memonitor tanda dan S: - S: - S: -


berhubungan gejala infeksi local dan
dengan Tindakan sistematik O: O: O:
operasi Open 2. Membatasi jumlah
- tampak luka pos op - tampak luka pos op - tampak luka pos op
Reduction pengunjung
pada lutut sebelah pada lutut sebelah pada lutut sebelah
Internal Fixation 3. Memberikan perawatan
kanan kanan kanan
(ORIF) ditandai kulit pada area post operasi
- skala nyeri 5 - skala nyeri 4 - skala nyeri 3
dengan pasien 4. Mencuci tangan sebelum
- Leukosit, 13,1/ul A: A:
mengatakan ada dan sesudah kontak dengan
A: Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi
luka operasi di psien dan lingkungan
Masalah belum teratasi P: P:
lutut kaki sebelah pasien
P: Intervensi dilanjutkan Intervensi dihentikan
kanan, skala nyeri 5. Menjelaskan tanda dan
Intervensi dilanjutkan - Memberikan Pasien PBJ pada tanggal 9
5, Leukosit, gejala infeksi
- Memberikan perawatan luka pada september 2023
13,1/ul. 6. Mengajarkan mencuci
perawatan luka pada area post operasi
tangan dengan benar
area post operasi
7. Menganjurkan
- Mengajarkan
meningkatkan asupan
mencuci tangan
nutrisi
dengan benar
- Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

3 Gangguan 1. Mengidentifikasi adanya S: S: S:


mobilitas fisik nyeri atau keluhan fisik Pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak Pasien mengatakan tidak
tidak bisa beraktivitas, bisa beraktivitas, karna bisa beraktivitas, karna
berhubungan lainnya
karna nyeri bekas nyeri bekas operasi nyeri bekas operasi
dengan 2. Mengidentifikasi toleransi operasi, dan aktivitas
kelemahan fisik fisik melakukan pergerakan dibantu oleh keluarga O: O:
- Aktivitas pasien - Aktivitas pasien dibantu
ditandai dengan 5. Memonitor frekuensi jantung
dibantu oleh keluarga oleh keluarga
Pasien dan tekanan darah sebelum O:
mengatakan tidak memulai mobilisasi - Pasien tampak lemah A: A:
- Aktifitas pasien Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi
bisa beraktivitas, 6. Memfasilitasi aktivitas
dibantu oleh
karna adanya mobilisasi dengan alat bantu keluarga P: P:
nyeri bekas (mis. pagar tempat tidur)- Intervensi dilanjutkan Intervensi dihentikan.
operasi, dan 7. Memfasilitasi melakukan A: Pasien PBJ pada tanggal 9
Masalah belum teratasi September 2023
aktivitas dibantu mobilisasi dini
oleh keluarga dan 8. Melibatkan keluarga untuk P:
pasien tampak membantu pasien dalam Intervensi dilanjutkan

lemah. meningkatkan pergerakan


3.4.2 Discarge planning

1. Istirahat yang cukup


2. Makan makanan yang bergizi
3. Minum obat secara rutin
4. Kontrol ulang sesuai jadwal
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan proses asuhan keperawatan pada Tn.A yang dimulai dari
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
disimpulkan masalah keperawatan yang diperoleh dari Tn. A adalah Nyeri akut
berhubungan dengan fraktur patella dextra ditandai dengan Tekanan darah: 130/80
mmHg, frekuensi nadi: 81x/menit, frekuensi pernapasan: 20x/menit, Suhu: 36◦c.
Skala nyeri 5 ( Mnemonic PQRST) nyeri sedang. P: akibat penyebab KLL, Q:
nyeri seperti di tusuk-tusuk, R: patella (lutut), S: nyeri sedang, T: hilang timbul.

4.2. Saran
Dalam pengobatan atau pemulihan diharapkan perawat memberikan
pemahaman pada pasien/keluarga terhadap kesehatan citra tubuh yang
berdasarkan kebutuhan biologis, psikologis, spiritual dan keluarga agar segera
bertindak dalam penyembuhan serta mempertahankan kemandirian.
DAFTAR PUSTAKA

Çelik,et.al 2018 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OP FRAKTUR


1(1), 1–8. http://repository.poltekkeskaltim.ac.id/1492/1/26.Iqramullah.N
%20KTI%20fraktur%20DI%20RSUD%20dr.%20KANUJOSO
%20DJATIWIBOWO.pdf (Diakses tanggal 11 Oktober 2022)

DEWI, C. C. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH. Poltekkes
Tanjungkarang.

Guatam, D. (2019). Penetalaksanaan Nyeri. Buku Kedokteran ECG: Jakarta

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riskesdas. Kemenkes RI


Kriestana, H. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Fraktur.
http://eprints.umpo.ac.id/6136/. (Diakses tanggal 13 Oktober 2022)
Media: Yogyakarta

Prasetyo. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu:


Yogyakarta

Ririn Purwanti, W. P. (2017). Pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif


pada pasien post operastif fraktur humerus. 10(2), 42–52.

Anda mungkin juga menyukai