Anda di halaman 1dari 67

1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG RAWAT INAP BEDAH TRAUMA CENTER RSUP DR.

M. DJAMIL PADANG TAHUN 2013

Laporan Hasil Ujian Akhir Program

OLEH : CINLIA TRIAMI NIM. 10111519

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 2013

2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG RAWAT INAP BEDAH TRAUMA CENTER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2013

Laporan Hasil Ujian Akhir Program

CINLIA TRIAMI NIM. 10111519

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 2013

PERSETUJUAN PROPOSAL

Proposal ini telah disetujui Tanggal 10 April 2013 Program Studi DIII Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

(Aida Minropa, SKM) NIDN

(Ns. Elli Firdamila S.Kep)

Ketua Prodi DIII keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

(Mitayani, SST, M.Biomed)) NIDN 1024057301

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Ujian Akhir Praktek dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala DI Trauma Center RSUP DR. M. Djamil Padang . Ujian Akhir Praktek ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang. Dalam Pembuatan Ujian Akhir Praktek ini penulis banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Aida Minropa, SKM, S.Kep selaku Pembimbing Akademik, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan Ujian Akhir Praktek ini 2. Ibu Ns. Elli Firdamila selaku Pembimbing klinik di ruangan Bedah

Trauma Center RSUP. DR. M.Djamil Padang 3. Seluruh Staf Keperawatan yang berdinas di ruangan Bedah Trauma Center RSUP. DR. M.Djamil Padang 4. Rekan-rekan seperjuangan atas saran dan kerjasama yang sangat berarti bagi penulis dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sanga tmengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan kasus

ini. Akhirnya penulis berharap kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri

Padang, 10 Juni 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian dengan berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan kesembilan sebagai kontributor utama kematian global. (Depkes RI, 2009). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi (Depkes RI, 2009). Berdasarkan data dari hasil survey Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI, 2009). 1 Di negara Indonesia kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia jumlah kecelakaan di jalan mencapai 186.906 kejadian, dengan kematian mencapai 29.952 orang, 67.098 orang mengalami luka berat dan 89.856 orang mengalami luka ringan dengan data itu dan trauma yang paling sering terjadi

dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (Koordinator Lalu Lintas Negara RI, 2012 ) Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Umumnya fraktur di sebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki laki, biasanya fraktur biasanya terjadi pada umur di bawah umur 40 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau luka yang di sebabkan oleh kecelakaan bermotor. Sedangkan pada orang tua perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan pada menopause (reevees,2001). Dari kecelakaan lalu lintas di Provinsi Sumatera Barat 3 tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Dapat kita lihat pada tahun 2010 yang mengalami kecelakaan totalnya 4078 orang yang terdiri dari 1204 luka berat, 2159 luka ringan, dan 715 meninggal dunia. Dan untuk tahun 2011 mengalami peningkatan yang mana angka kejadian berjumlah 4457, yang terdiri dari 1350 orang luka berat, 2305 luka ringan, 802 meninggal dunia. Dan untuk tahun 2012 terdapat 4.705 orang, yang meninggal dunia terdapat 749 orang, yang mengalami luka berat 1.679 orang, dan yang mengalami luka ringan 2.277 orang (Koordinator Lalu Lintas Negara RI). Jenis-jenis fraktur yaitu Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal,

Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang, Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit, Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing) Umumnya individu yang mengalami kasus fraktur mengalami beragam ketakutan rasa ketidakberdayaan, ketakutan akan masa depan yang akan dilalui dan ketakutan akan kematian yang muncul ketika pasien akan dilakukan dengan reduksi operasi. Dan juga post tindakan banyak pasien yang kurang mengerti dengan proses perawatan yang kita lakukan padahal ini penting sehingga kita bisa melakukan kerja sama dengan pasien dalam melakukan perawatan dan rehabilitasi fraktur. Berdasarkan kasus fraktur akibat kecelakaan atau trauma yang memerlukan tindakan baik medis maupun keperawatan yang sempat menimbulkan dampak masalah secara fisik adalah terhambatnya pergerakan, merasakan cemas akibat rasa sakit, rasa nyeri yang di rasakan, terjadinya ketidak seimbangan pada tubuh, serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, serta dampak masalah secara psikologi adalah rasa khawatir terhadap kecacatan yang mungkin terjadi kelak dikemudian hari sehingga memungkinkan tidak mampu beraktifitas seperti biasa, serta dampak masalah secara sosial adalah klien tidak dapat secara leluasa mengikuti kegiatan gotong-royong, musyawarah, yang sering di lakukan dilingkungan

masyarakat klien, dan dampak masalah secara spiritual klien tidak bisa sholat dengan cara berdiri, klien juga perlu bantuan disaat mengambil whudu'. Pada klien fraktur serta peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan, maka penulisan tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tibia (Musliha, 2010) Bedasarkan permasalahan diatas maka perawat sebagai tenaga kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan fraktur femur yaitu sebagai promotif, preventif maupun rehabilitative dan salah satu fungsi perawat sebagai konselor mampu membantu permasalahn klien. Perawat dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada klien kearah pemecahan masalah. Perawat diharapkan akan dapat meningkatkan rasa percaya diri pada klien, sehingga klien mampu menerima keadaan tubuhnya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Dengan melihat jumlah penderita fraktur femur semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dan melihat situasi dan kondisi serta waktu dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan fraktur femur secara langsung, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Fraktur Femur Di Bangsal Bedah Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. B. Rumusan Masalah Pemasalahan yang di angkat dalam studi kasus ini adalah masih kurang maksimalnya asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami

10

fraktur serta asuhan keperawatan untuk mencegah terjadinya komplikasi di RSUP. DR. M. Djamil Padang. C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Studi kasus ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur di Trauma Center RSUP DR. M. Djamil Padang. 2. Tujuan Khusus Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur Tibia, Penulis mampu : a. Melakukan pengkajian dan menganalisa data pada klien dengan fraktur femur. b. Menerapkan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data. c. Membuat perencanaan pada klien dengan fraktur femur. d. Memberikan implementasi berdasarkan rencana yang sudah disusun. e. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan fraktur femur. f. Mendokumentasikan tindakan yang dilakukan pada klien dengan fraktur femur. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah : 1. Bagi Institusi RSUP DR. M. Djamil Padang

11

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam suatu perencanaan atau pengambilan suatu kebijakan dalam memberikan dengan klien fraktur femur. 2. Bagi Klien Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dalam perawatan klien dengan fraktur femur. 3. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk masa yang akan datang. 4. Bagi penulis Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat di gunakan sebagai wawasan atau pengetahuan dalam merawat klien dengan fraktur femur selanjutnya. asuhan keperawatan

12

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar 1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006). Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005). 7 Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

13

ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010). Pasien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas dan nyeri sekali dan tidak dapat menggerakan pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat transversal, oblik, spiral maupun kominutif. Sering pasien mengalami syok, karena kehilangan darah 2 sampai 3 unit kedalam jaringan, sering terjadi pada faktur ini (Smeltzer & Bare, 2002). Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau kekerasan, bisa dalam keadaan normal atau patologis. 2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1Anatomi Paha (femur) Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan

14

hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price, 2006). Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (mis: femur), tulang pendek (mis: tulang tarsalia), tulang pipih (mis: sternum), dan tulang tak teratur (mis: tulang vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya (Smeltzer & Bare, 2002). Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang adalah diafisis (batang) merupakan bagian tengah yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik. Sum-sum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan tulang panjang. Kebanyakan tulang

15

panjang mempunyai arteri nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Gambar 2.2 susunan dari tiga jenis sel Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel, yaitu : a. Sel osteoblas Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan masuk kedalam aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik dalam pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang.

16

b. Sel osteosit Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. c. Sel osteoklas Osteoklas merupakan sel-sel besar berinti banyak yang

memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Price, 2005:1358). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang adalah : a. Herediter Masing-masing individu memiliki genetik untuk tinggi badan, dengan gen diturunkan dari kedua orang tuanya. Ada banyak gen yang terlibat, namun interaksinya belum diketahui secara pasti. Beberapa diantara gen-gen ini kemungkinan gen untuk enzim yang terlibat dalam pembentukan kartilago dan tulang karena demikianlah cara tulang bertumbuh. b. Nutrisi Nutrien merupakan bahan mentah untuk pembuatan tulang. Kalsium, fosfor, dan protein menjadi bagian matriks tulang. Vitamin D yang diperlukan untuk absorbsi kalsium dan fosfor yang efisien oleh

17

usus halus. Viatamin A dan C bukan merupakan bagian tulang, namun dibutuhkan untuk pembentukan matriks tulang (osifikasi). c. Hormon Kelenjar endokrin memproduksi hormon yang menstimulasi efek spesifik pada sel tertentu. Beberapa hormon mempunyai peran penting hormon tersebut meliputi hormon pertumbuhan, tiroksin, hormon paratiroid, dan insulin yang membantu mengatur pembelahan sel, sintetis protein, metabolisme kalsium, dan produksi energi. d. Latihan atau tekanan bagi tulang Latihan berarti menahan beban, yang memang merupakan tugas khusus. Tanpa tekanan ini, tulang akan kehilangan kalsium lebih cepat dari pada penggantinya. Latihan tidak perlu berlebihan dapat berupa berjalan sebagaimana dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Tulang yang tidak mendapat latihan ini, misalnya pada pasien tirah baring, akan menipis dan mudah rapuh.(Scanlon, 2007). Menurut Syaifuddin (2006), fungsi tulang secara umum meliputi : a. Formasi kerangka: tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan ukuran tubuh, tulang-tulang menyokong tubuh yang lain. b. Formasi sendi: tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam-macam pergerakan.

18

c. Perlengkatan otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk melekatnya otot, tendo dan ligamentum untuk melaksanakan pekerjaanya. d. Sebagai pengungkit: untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan. e. Menyokong berat badan: memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan menjadi lentur. f. Proteksi: tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru-paru, alat-alat dalam perut dan panggul. g. Hemopoiesis : sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel darah. h. Fungsi imunologi: limfosit B dan magrofag dibentuk dalam

sistem retikuloendotel sumsum tulang. i. Penyimpanan kalsium: tulang mengadung 97 % kalsium yang terdapat dalam tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garamgaram terutama kalsium fosfat. Tulang paha (femur) Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter minor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut

19

kondilus medialis dan kondilus lateralis. Diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus (syaifuddin, 2006). Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya. 3. Etiologi Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer, 2002). Umumnya fraktur disebabkan trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan fraktur cenderung terjadi pada laki laki, biasanya fraktur pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, sedangakan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang tekait dengan perubahan hormon pada menaupose (reeves, 2001). Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

20

a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : 1) Cedera langsung berarti pukulan/ kekerasan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya. 2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. 3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b. Fraktur patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut : 1) Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. 3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat

21

disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. c. Secara spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran (Jitowiyono dkk, 2010 ). 4. Klasifikasi a. Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli: 1. Menurut Depkes RI, 2010 berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi: a) Fraktur komplit Patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi kesisi lain serta mengenai seluruh korteks. b) Fraktur inkomplit Patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh). c) Patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

22

2. Long (2009) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: a) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak anak dengan tulang lembek b) Transverse yaitu patah melintang c) Longitudinal yaitu patah memanjang d) Oblique yaitu garis patah miring e) Spiral yaitu patah melingkar 3. Black dan Matassarin mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: a) Tidak ada dislokasi b) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi: 1) Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut 2) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh 3) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang 4) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjuhan dan memendek 4. Menurut Black dan Matassarin yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi: a) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit b) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka

23

fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu: 1) Grade 1 2) Grade II otot 3) Grade III : Luka sebesar 6 8 cm dengan kerusakan : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot : Seperti grade I dengan memar kulit dan

pembuluh darah, syaraf otot dan kulit. b. Klasifikasi klinis Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Fraktur tertutup ( close fracture ) Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak tertembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka ( open fracture ) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar memalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within )atau dari luar (from without) 3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, serta infeksi tulang (Zairin Noor Helmi,2012)

24

Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian lokalisasi/ letak fraktur. Dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar: 2.3 : Klasifikasi jenis fraktur yang umum digunakan dalam konsep fraktur Sumber: Zairin Noor Helmi ,2012 Ket: 1. Fraktur greenstick 2. Fraktur spiral 3.Fraktur komunitif 4. Fraktur tertutup 5. Patofisiologi .Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap 5. Fraktur terbuka

25

dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001). Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

26

6. WOC

27

7. Manifestasi klinis Manifestasi klinis adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pembengkakan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (smeltzee, 2002) Gejala umum fraktur menurut revees (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk. a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang biasa diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 5 cm (1 2 inchi) ( lukman & nurna ningsih, 2009)

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinis fraktur adalah sebagai berikut:

28

1. Nyeri Nyeri di rasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di karenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. 2. Bengkak/ edema Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitanya. 3. Memar/ ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. 4. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur. 5. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema. 6. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. 7. Mobilitas normal Pergerakan yang terjadi pada bagian- bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. 8. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian- bagian tulang digerakan.

29

9. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagian hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. 10. Syok hipovolemik Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. 11. Gambaran X-ray menentukan fraktur Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur. 7. Pemeriksaan diagnostic a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma. d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

8. Komplikasi Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu : a. Komplikasi segera (immediate) Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.

30

A. Early Complication Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen B. Late Complication Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion) 9. Penatalaksanaan Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi : a. Reduksi b. fraktur a. Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat

31

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang. b. Imobilisasi Fraktur Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. c. Fisioterapi dan mobilisasi Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali normal. d. Analgetik Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di kenal dengan shock analgetik. B. Asuhan Keperawatan Teoritis Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam survival klien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan (Doenges, 1999). 1. Pengkajian

32

Pengkajian adalah Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis (Suyono, Slamet, 2001) 1) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya klien dengan fraktur femur tidak memiliki riwayat penyakit kanker tulang, DM dan penyakit yang sama sebelumnya. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya kliean mengalami keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena fraktur dan disertai kesulitan tidur akibat fraktur. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu factor predisposisi terjadi fraktur spt DM, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic. 2) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum klien a) Tingkat kesadaran : Biasnya compos metis, apatis, spoor, koma, tergantung keadaan klien b) Berat badan c) Tinggi badan b. Kepala : :

33

Biasnya pada kepala tidak tedapat adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka). a) Rambut : Biasanya rambut klien hitam/ beruban dan tidak berktombe. b) Mata : Biasanya mata simetris kiri kanan, kunjungtiva tidak anemis, palpebra tidak oedema. c) Hidung : Biasanya tidak adanya perlukaan, keadaan septum, lubang hidung (adanya sekret, darah atau obstruksi). c. Leher Biasanya tidak adanya pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar getah bening. d. Dada /Thorak a) Inspeksi b) Palpasi c) Perkusi d) Auskultasi : simetris kiri dan kanan : Fremitus kiri dan kanan : sonor : Biasanya suara pernapsan yang dihasilkan saat inspirasi dan ekspirasi bronco vesikuler e. Jantung a) Inspeksi b) Palpasi c) Perkusi d) Auskultasi f. Perut/abdomen a) Inspeksi : Biasanya Perut tidak membesar : Biasanya ictus tidak terlihat : Biasanya ictus teraba 1 jari mid RIC V : Biasanya Batas jantung normal : Tacikardi

34

b) Auskultasi c) Perkusi d) Palpasi g. Genitourinaria

: Bising usus (+) : Tympani : Biasanya Hepar, lien tidak teraba

Biasanya keadaan genetalia bersih. h. Ekstremitas Biasanya bentuk yang asimetris pada tungkai bawah, terlihat adanya deformitas dengan memar dan pembengkakkan yang jelas pada tungkai bawah, adanya keluhan nyeri tekan, gerakkan lutut dan pergelangan kaki dapat dilakukan. Kemudian lihat luasnya rentang nyeri dan dalam perlawanan fraktur terbuka atau tertutup. Kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan dan kelemahan. i. Sistem Integumen Biasanya kulit turgor kulit menurun. 3) Data Pola Kebiasaan Sehari-hari a) Nutrisi : 1) Makanan Biasanya terjadi penurunan nafsu makan karena ada luka 2) Minuman Biasanya tidak ada kelainan b) Eliminasi 1) Miksi Biasanya BAK pada klien normal

35

2) Defekasi BAB pada klien biasanya normal. c) Istirahat dan Tidur Biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya nyeri pada fraktur. d) Aktifitas sehari-hari dan Perawatan diri Biasanya klien mengalami gangguan aktifitas karena kelemahan fisik karea adanya fraktur. 4) Data Sosial Ekonomi Biasanya dalam keluarga terjadi perubahan yang terjadi sejak klien sakit, penanggung jawab biaya perawatan klien selama sakit dan masalah keuangan yang dialami. 5) Data Psikososial Siapa yang mengasuh klien, bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana pekerjaan klien. 6) Data Spiritual Klien tetap berusaha dan berdoa supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang masalah pasien dan perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Zaidin, 2001). Diagnosa keperawatan

36

yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi : a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas. b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis. c. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi. f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur) g. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus. h. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak. 3. Rencana Tindakan Keperawatan

37

Diagnosa 1 Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas Tujuan : Kriteria hasil : a) b) Pasien tampak tenang Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang Nyeri dapat berkurang atau hilang

Intervensi Rasional a) Lakukan pendekatan pada klien a. hubungan yang baik membuat dan keluarga b) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri klien dan keluarga kooperatif.

menunjukkan skala nyeri. c) Pertahahankan imobilisasi bagian b. yang sakit dengan tirah baring menghilangkan mengurangi nyeri dan posisi

kesalahan

tulang jaringan yang cedera. d) Jelaskan prosedur sebelum c. Memungkinkan pasien untuk

memulai setiap tindakan.

siap secara mental untuk setiap aktifitas, dalam juga berpartisipasi tingkat

mengontrol

ketidaknyamanan e) Dorong mendiskusikan pasien untuk d. masalah Membantu untuk menghilangkan ansietas.

38

sehubungan dengan cedera. f) Lakukan dan awasi dalam latihan e. gerak aktif atau pasif. Mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan dalam resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera g) Berikan tindakan nyaman seperti f. pijatan posisi h) Dorong pasien dalam g. punggung, perubahan Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kempuan

menggunakan teknik manajemen stress, dalam, seperti relaksasi napas

imajinasi

visualisasidan

koping dalam mananjemen nyeri.

sentuhan terapeutik i) Kolaborasi pemberian analgesik h. sesuai indikasi. Merupakan tindakan dependent perawatan, berfungsi dimana untuk analgesic memblok

stimulus nyeri.

Diagnosa 2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis. Tujuan Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

39

Kriteria hasil : a) b) Menyatakan ketidaknyaman hilang Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan penyembuhansesuai indikasi. Intervensi Rasional a) Kaji kulit untuk luka terbuka, a. Memberikan benda asing, dan kemerahan, perubahan informasi tentang

sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat.

perdarahan warna.

b) Kaji kulit dan identifikasi pada b. Mengetahui tahap perkembangan luka.

sejauh

mana

perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

c) Pantau peningkatan suhu tubuh

c. Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan

d)

Berikan

perawatan

luka d. Teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan

dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering dan gunakan plester kertas. e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut

menncegah terjadinya infeksi. e. Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit yang normal

misalnya debridement

lainnya.

40

Diagnosa 3 Gangguann mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan Tujuan : Kriteria hasil a) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi b) Meningkatkan fungsi yang sakit c) Melakukan pergerakan dan perpindahan a) Intervensi Kaji kebutuhan pelayanan kesehatan Rasional akan a. Mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi dan Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

kebutuhan akan peralatan b) Ubah posisi secara periodic b. Mencegah insiden komplikasi kulit dan dorong untuk latihan nafas dalam c) Ajarkan dan pantau pasien c. Menilai batasan kemampuan klien dalam penggunaan alat bantu dalam melakukan aktivitas optima kekuatan dan atau pernafasan.

d) Ajarkan dan dukung pasien d. Mempertahankan dalam latihan ROM aktif dan pasif. e) Kolaborasi dengan ahli terapi e. Sebagai suatu ketahanann otot.

sumber

untuk

mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien.

41

4. Implementasi Pelaksanaan adalah pelaksanaan tindakan yang harus di laksanakan berdasarkan diagnosis perawat. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian perawat, perawat secara mandiri atau bekerja sama dengan dengan tim kesehatan luar. Dalam hal ini perawat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan keperawatan dengan tindakan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan (Zaidin, 2001) Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. Menghilangkan nyeri Mempertahankan integritas kulit Mempertahankan mobilitas fisik Menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatan Menghilangkan trauma karena potensial atau gangguan actual Mempertahankan fungsi neurovaskuler perifer Menghilangkan kerusakan gas karena potensial atau actual

5. Evaluasi Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah

42

direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat, 2001) Terdapat dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif (proses) yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intevensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif (hasil) yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu (Hidayat, 2001) Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi (Zaidin, 2001) : a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan atau kemajuan sesuai criteria yang telah ditetapkan. b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebabnya dan cara mengatasinya. c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Evaluasi keperawatan untuk pasien fraktur merujuk pada evaluasi secara umum menurut Doenges et al (1999) meliputi : a. Pasien menghadapi situasi yang ada secara realities b. Cedera dicegah c. Komplikasi di cegah atau diminimalkan d. Rasa sakit dihilangkan atau dikontrol e. Luka sembuh atau fungsi organ berkembang kea rah normal f. Proses penyakit atau prosedur pembedahan, prognosis dan regimen 6. Dokumentasi

43

Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Tanggal pengkajian Ruangan 1. Identitas pasien a. Nama b. No. M.R c. Umur d. Pekerjaan e. Agama f. Jenis kelamin g. Alamat h. Tanggal masuk i. Alasan masuk : Ny. S : 824275 : 16 Tahun : Tidak Bekerja : Islam : Perempuan : Aia Pacah koto tangah : 09 April2013 : Kecelakaan, dengan fraktur femur :10 April 2013 :Trauma center

44

j. Penanggung jawab: Ny. S (Ibu kandung) k. Pendidikan terakhi: SLTA 2. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan dahulu Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat kecelakaan sebelunya dan riwayat penyakit seperti DM, Hipertensi, Ginjal.

Riwayat Kesehatan sekarang Awalnya klien mengendarai motor dengan 3 orang diatas motor tersebut tiba tiba di tabrak oleh mobil yang melaju kencang dari sisi kiri dan menghantam paha kiri klien, sebelum dibawa ke RS keadaan pasien masih sadar, kemudian di rujuk ke RSUP. M. Djamil Padang, dengan keadaan kaki kiri patah.

Saat pengkajian tanggal 10 April2013 klien mengeluhkan nyeri seperti menusuk- nusuk pada ekstremitas bawah lutut sebelah kiri, klien mengeluhkan ngilu pada esktremitas bawah sebelah kiri terpasang skeletal traksi, kien mengatakan nyeriterkadang tidak tertahankan karena menahan sakit, klien mengatakan skala nyeri 10, klien mengatakan nyeri terkadang dating tiba- tiba, klien juga mengeluhkan ketidaknyamanannya karena terpasang traksi,klien mengatakan luka pada lutut ada 3 jahitan dengan panjan 5 cm, klien juga mengeluhkan seluruh badannya yang terasa sakitsakit, klien mengatakan belum bisa duduk dan banyak bergerak, klien juga

45

mengatakan KDMnya di bantuoleh keluarga dan perawat, klien mengatakan aktifitasnya terbatas karena terpasang traksi. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien mengatakan anggota keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan yaitu hipertensi, Diabetes.

3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum pasien Tingkat kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan Berat Badan Tinggi Badan : 80 x/i :36,5 c :23 x/i :40 gr : 148 gr : Compos mentis : 100/90 mmHg

b. Kepala Tidak ada jahitan didahi pasien dan tidak terdapat oedema/hematoma 1. Rambut Rambut berwarna hitam dan kemerahan, tebal, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak rontok 2. Wajah

46

Tidak adanya oedema/hematoma,terdapat luka kecil pada ujung alis sebelah kanan. 3. Mata Mata pasien simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, skelera ikterik, papebra tidak odema. 4. Hidung Simetris kiri dan kanan, bersih dan tidak ada pelukaan dan secret

5. Bibir Mukosa bibir kering 6. Gigi Gigi pasien lengkap, tidak ada caries c. Leher Tidak adanya pembesaran kelenjat tyroid Tidak adanya kelenjar getah bening Tidak adanya bekas operasi/perlukaan

d. dada/thorak 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi e. Jantung 1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat : Siemtris kiri dan kanan : Fremitus takal teraba kiri dan kanan : Sonor : Vesikuler

47

2. 3.

Palpasi Perkusi

: Ictus teraba 1 jari RIC 5 : Reguler : Irama jantung normal

4. Auskultasi f. abdomen 1. Inspeksi 2. Auskultasi 3. Palpasi 4. Perkusi g. Genitourinaria

: Perut tidak membuncit : Bising usus normal 12x/i : Tidak ada nyeri tekan : Tympani

Tidak ada terpasang kateter, genitalia bersih,menggunakan pampers. h. Ekstremitas Atas Kanan Kiri : Terpasang infus RL 20 tetes/i : Tidak ada masalah

Bawah Kanan Kiri : tidak ada masalah : terpasang skeletal traksi dengan beban 7 kg dan lika pada lutut 3 jahitan dengan panjang 5 cm. 4. Pola kebiasaan sehari-hari a. Nutrisi 1. Makanan Sehat : Klien biasanya makan 3x sehari, saat makan tidak ada keluhan

48

Sakit

: Saat ini klien makan 3x sehari, makan hanya 5 sendok saja.

2. Minuman Sehat : Klien mengatakan biasanya minum 5-8 gelas dalam sehari Sakit : Saat ini klien mengatakan hanya minum 3-5 gelas sehari

b. Eliminasi 1. Miksi Sehat : Klien mengatakan frekuensi BAK 6-7 x sehari, warna kuning jernih Sakit : Klien mengatakan frekuensi BAK 5x sehari, klien menggunakan pampers. 2. Defekasi Sehat : Klien mengatakan frekuensi BAB 1x2 sehari, tidak ada keluhan Sakit c. Istirahat dan tidur Sehat : Klien mengatakan saat sehat tidur cukup, tidak ada keluhan Sakit : Klien mengatakan saat dirawat klien hanya tidur 4 jam karna nyeri pada luka. : Klien mengatakan saat dirawat BAB 1 dalam 2 hari.

49

5. Data social ekonomi Klien tidak sekolah dan tidak bekerja, biaya rumah sakit klien menggunakan askes. 6. Data psikososial Klien akrab dengan tetangga dirumah dan saat dirawat pasien akrab dengan pasien lain dan keluarganya

7. Data spiritual klien tidak terlihat sholat saat sakit, saat keadaan sehat klien juga jarang melaksanakan sholat. 8. Pemeriksaan diagnostic Hematologi tanggal o9 april 2013 APPT (masa thomboplasma parsial) 29.3 detik PT (prothombin) INR Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Pemeriksaan radiologi Tanggal 09 april 2013 Pemeriksaan yang diminta RO. Pelvis AP Kerja # pelvi 12.8 detik 1.1 INR 13.9 g/dl 43 % 12.1 mm tinggi 334 mm

50

Tanggal 11 april 2013 Pemeriksaan yang diminta RO. Pelvis AP,RO. Femur(s) AP, lateral, RO. Gemu (s) AP, lateral. Kerja # proksimal femur (s) tertutup + dislokasi hip joint. 9. Program terapi IVFD RL, 20 tetes/menit Injeksi ceftriaxon 1x2 gr Ranitidine 2x1 gr Ketarolac 2x 1gr drip infus RL 1 kolf

ANALISA DATA No 1. Data DS: Klien mengeluhkan nyeri seperti menusuk- nusuk pada ekstremitas bawah lutut sebelah kiri Klien mengeluhkan ngilu pada esktremitas bawah sebelah kiri terpasang skeletal traksi Klien mengatakan nyeri terkadang tidak tertahankan karena menahan sakit Ggn. Rasa nyaman nyeri Pergeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak. Masalah Etiologi

51

klien mengatakan skala nyeri 10

2.

DS: klien mengeluhkan nyeri seperti menusuk- nusuk pada ekstremitas bawah lutut sebelah kiri klien mengeluhkan ngilu pada esktremitas bawah sebelah kiri terpasang skeletal traksi klien mengatakan terkadang nyeri datang tiba- tiba. DO: klien tampak meringis luka jahitan msih mengeluarkan darah terlihat jumlah jahitan 3 dengan panjang 5 cm TD:100/90 mmhg, suhu 36,5 c, nadi 80x/I, pernafasan 23x/i

Resiko tinggi infeksi

Traksi tulang

3.

52

DS: Klien mengeluhkan ketidaknyamanannya terpasang skeletal traksi Klien mengatakan jumlah jahitan 3 dengan panjang 5 cm DO: Klien tampak ketidaknyamanannya terpasang skeletal traksi Terlihat klien jumlah jahitan 3 dengan panjang 5 cm 4. DS: klien juga mengeluhkan seluruh badannya yang terasa sakit- sakit klien mengatakan belum bisa duduk dan banyak bergerak klien juga mengatakan KDMnya di bantuoleh

Kerusakan integritas kulit

Terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang.

Mobilitas fisik

Terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang.

53

keluarga dan perawat klien mengatakan aktifitasnya terbatas karena terpasang traksi. DO: klien terlihat belum bisa duduk dan banyak bergerak KDM klien di bantuoleh keluarga dan perawat Terlihat aktifitas klien terbatas karena terpasang traksi. B. Diagnosa keperawatan No Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan pegeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak 2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan traksi tulang 3. Kerusakan integritas kulit 10-04-2013 11-04-2013 10-04-2013 11-04-2013 Tanggal ditegakkan 10-04-2013 Tanda tangan Tanggal teratasi 11-04-2013 Tanda tangan

54

berhubungan dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang 4. Mobilitas fisik berhubungan dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang C. Rencana keperawatan
N o 1 Diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) Tujuan dan kriteria hasil Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan Intervensi Mandiri Rasional

10-04-2013

11-04-2013

1. Observasi TTV
klien

1. Peningkatan nadi
menunjukkan adanya nyeri

berhubungan nyeri dapat dengan pegeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak berkurang/terkontrol Kriteria hasil :

2. Kaji ulang lokasi


nyeri,intensitas dan tipe nyeri serta skala nyeri (1- 10)

2. Mempengaruhi
keefektifan intervensi

1. Nyeri
berkurang/hilang

2. Skala nyeri 1 3. Klien menunjukkan


sikap santai

3. Atur posisi kaki


yang sakit (abduksi)

3. Meningkatkan
sirkulasi yang umum menurunkan area tekanan local dan kellahan otot

4. Ajarkan klien
tehnik relaksasi

4. dengan tehnik
relaksasi dapat

55

mengurangi nyeri

5. Alihkan perhatian
klien

5. dengan
mengalihkan perhatian dapat mengurangi nyeri

Kolaborasi 6. Lanjutkan pemberian analgetik sesuai indikasi

6. pemberian
analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

Mandiri

1. Inspeksi kulit
Resiko 2 tinggi terhadap infeksi Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak untuk adanya iritasi atau robekan kontuinitas

1. pen atau kawat


tidak harus di masukan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi (dapat menimbulkan infeksi tulang)

berhubungan terjadi dengan traksi tulang Kriteria hasil :

1. balutan bersih 2. bebas drainase


perulen

2. mengindikasikan 2. Kaji sisi pen/kulit


perhatikan keluhan peningkatan timbulnya infeksi local/nekrosis jaringan

3. leukosit diatas
normal (500010.000 ml)

56

nyeri/rasa tebakaratau adanya edema, iritmia drainase/bau tidak enak.

3. meminimalkan 3. Intruksikan klien


untuk tidak menyentuh sisi insersi kesempatan untuk kontaminasi

4. tanda perkiraan
infeksi gas ganggreng

4. Observasi luka
untuk pembentukan bulakrepitasi, bau drainase tidak enak

5. Lakukan
perawatan luka

5. mengurasi resiko
infeksi

6. Selidiki nyeri tibatiba/keterbatasan gerakan dengan edema likal/eritema ekstremitas cidera Kolaborasi

6. mengindikasikan
terjadinya oesteomilitis

7. Awasi pemeriksaan 7. anemia dapat

57

laboratorium lengkap

terjadi osteomelitis

8. Lanjutka
pemberian antibiotic sesuai indikasi Mandiri

8. mengurangi resiko
infeksi

1. Kaji kulit untuk


luka terbuka, benda asing, kemerahan, Kerusakan integritas 3 kulit Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan perdarahan perubahan warna

1. memberikan
informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang sering disebabkan oleh alat

2. Kaji kulit dan


indentifikasi pada tahap perkembangan luka

berhubungan tahap penyembuhan dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang luka mencapai waktu yang sesuai Kriteria hasil :

2. mengetahui sejauh
mana perkembangan luka mempermudah dan melakukan tindakan yang

1. menyatakan
ketidaknyamanan hilang

2. menunjukkan
perilaku untuk mencegah krusakan kulit dan

3. Pantau
peningkatan suhu tubuh

tepat

3. suhu tubuh yang


meningkat dapat di identifikasikan sebagai adanya

58

memudahkan penyembuhan sesuai indikasi

4. Berikan perawatan
luka dengan kasa yang kering dan menggunakan plester kertas

proses adanya

4. tehnik aseptic
membantu dalam penyembuhan luka,mencegah terjadinya infeksi

1. Kaji kebutuhan
akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan

1. Mengidentifikasi
masalah dan memudahkan intervensi

2. Ubah posisi secara


Mobilitas fisik berhubungan 4 dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan klien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal Kriteria hasil : periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam

2. mencegah insiden
komplikasi kulit atau pernafasan

3. Ajarkan dan pantau


klien dalam penggunaan alat bantu

3. Untuk menilai
batasan kemampuan klien dalam melakukan

1. mempertahanka
n mobilitas optimal yang dapat ditoleransi

4. Ajarkan dan
dukung klien dalam latihan ROM aktif dan pasif

aktifitas optimal

4. Mempertahankan
kekuatan dan ketahananotot

2. meningkatkan
fungsi yang sakit

5. Lanjutkan

59

3. melakukan
pegerakan dan perpindahan

kolaborasi dengan ahli terapi

5. sebagai suatu
sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas klien

60

Catatan keperawatan
N Diagnosa keperawatan o 1 Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan pegeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak jam Rabu / 10-042013 07.00 Wib Hari/tgl Implementasi tangan jam Rabu / 10-04-2013 11.00 wib Tanda Hari/ tgl evaluasi tangan S : klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang -klien mengatakan skala nyerinya 9 O : skala nyeri klien 9 A : masalah belum teratasi P : intervensi 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dilanjutkan Tanda

1. Mengobserva si TTV
klien

2. Mengkaji ulang lokasi


nyeri,intensitas dan tipe nyeri serta skala nyeri (110)

3. Mengatur posisi kaki


yang sakit (abduksi)

4. Mengajarkan klien tehnik

61

relaksasi

5. Mengalihkan perhatian
klien

6. Menlanjutkan pemberian
analgetik sesuai indikasi

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan traksi tulang

Rabu / 10-042013 07.00 Wib

1.

Menginspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontuinitas

Rabu /1004-2013 11.00 wib

S : klien mengatakan gilu dan rasa menusuk nusuk pada ekstremitas bawah sebelah kiri lutut masih sakit -klien mengatakan skala nyerinya 9

2.

Mengkaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan

11.0
peningkatan nyeri/rasa

wib

O : skala nyeri klien 9 A : masalah belum teratasi

62

tebakaratau adanya edema, iritmia drainase/bau tidak enak.

P : intervensi 1, 2, 3, 4, 5,6, 7 dan 8 dilanjutkan

3.

Mengintruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi insersi

4.

Mengobservasi luka untuk pembentukan bulakrepitasi, bau drainase tidak enak

5.

Melakukan perawatan luka

63

6.

Menyelidiki nyeri tibatiba/keterbatasan gerakan dengan edema likal/eritema ekstremitas cidera

7.

Mengawasi pemeriksaan laboratorium lengkap

8.

Melanjutka pemberian antibiotic sesuai indikasi

1.
3 Kerusakan integritas Rabu /

Mengkaji kulit untuk Rabu /10S : klien mengatakan ketidaknyamanan

64

kulit berhubungan dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang

10-042013 07.00 Wib

luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan perubahan warna

04-2013 11.00 wib

terpasang skeletal traksi - klien mengatakan panjang luka 5 cm dengan 3 jahitan O : luka klien sedikit mengeluarkan darah saat redresing A : masalah belum teratasi P : intervensi 1, 2, 3 dan 4 dilanjutkan

2.

Mengkaji kulit dan indentifikasi pada tahap perkembangan luka

3.

Memantau peningkatan suhu tubuh

4.

Memberikan perawatan luka dengan kasa yang kering dan menggunakan plester

65

kertas

1. Mengkaji kebutuhan akan


4 Mobilitas fisik berhubungan dengan terdapatnya luka/ulserasi dan traksi tulang Rabu / 10-042013 07.00 Wib pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan Rabu /1004-2013 11.00 wib S : klien mengatakan aktifitasnya terbatas karena luka dan terpasang skeletal traksi - klien mengatakan belum bisa duduk dan banyak bergerak O :KDM klien dibantu keluarga dan perawat A : masalah belum teratasi P : intervensi 1, 2, 3, 4 dan 5 dilanjutka

2. Mengubah posisi secara


periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam

3. Mengajarkan dan pantau


klien dalam penggunaan alat bantu

4. Mengajarkan dan dukung

66

klien dalam latihan ROM aktif dan pasif

5. Melanjutkan kolaborasi
dengan ahli terapi

67

DAFTAR PUSTAKA Ali, Z. H. (2001). Dasar-dasar keperawatan professional. Jakarta : Widya Medika. Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC. Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan (http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 april 2013. Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius. Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika. Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah) (http://dokterkecil.wordpress.com/2009/08/07/fraktur-terbuka-femur-suprakondiler-daninterkondiler-intraartikuler) di akses tanggal 16 april 2013

Anda mungkin juga menyukai