Anda di halaman 1dari 21

BAB I

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini angka kecelakaan lalu lintas meningkat yang

dapat terjadi akibat dari fraktor manusia. Salah satu penyebab yang paling

sering terjadinya kecelakaan adalah kelalaian dari manuia itu sendiri, seperti

pengemudi kehilangan konsentrasi, Lelah dan mengantuk, pengaruh alcohol

dan obat, kecepatan melebihi batas atau ugal-ugalan, kondisi kendaraan

berotor yang kurang baik serta kurang pahamnya pengemudi tentang aturan

lalu lintas (Sugiyono, 2018) Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah

yang hampir terjadi di seluruh negara di dunia ini, yang memerlukan

penanganan serius. Apalagi masalah tertinggi terjadi pada kalangan anak

sekolah terutama pada usia remaja (Sugiyono, 2018).

Menurut (Wulandini, 2018) dalam jurnalnya, Fraktur femur adalah

diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara

langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya

lebih banyak dialami laki-laki dewasa, Apabila seseorang mengalami

fraktur pada bagian ini, pasien akan mengalami perdarahan yang banyak

dan dapat mengakibatkan penderita mengalami syok. Fraktur femur dapat

menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila

tidak mendapatkan penanganan yang baik.


Badan kesehatan dunia World Health of Organization (WHO) tahun

2019 menyatakan bahwa Insiden Fraktur semakin meningkat mencatat

terjadi fraktur kurang lebih 15 juta orang dengan angka prevalensi 3,2%

Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20 juta orang dengan angka

prevalensi 4,2% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang

dengan angka prevalensi 3,8% akibat kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk,

2018). Data yang ada di Indonesia kasus fraktur yang paling sering yaitu

fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus sebanyak 17% fraktur

tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah kecelakaan

lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau

kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria 73,8%

(Desiartama & Aryana, 2018).

Fraktur dapat menyebabkan komplikasi seperti morbiditas yang lama,

dan kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik.

Komplikasi yang timbul akibat fraktur antara lain perdarahan, cedera organ

dalam, infeksi luka, emboli lemak, dan sindroma pernafasan (Rachman,

2018).

Penataaksanaan pada fraktur dengan tindakan operatif atau

pembedahan (Maue DD, 2016) dapat mengakibatkan masalah atau

komplikasi seperti kesemutan , nyeri, kekakuan otot bengkak atau edema

serta pucat pada anggota gerak yang di operasi (Carpintero, 2016).

Manajemen untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 yaitu manajemen

farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen farmakologi


dilakukan antara dokter dan perawat, yang menekankan pada pemberian

obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri, manajemen non farmakologi

teknik yang dilakukan dengan cara pemberian kompres hangat, teknik

relaksasi, imajinasi terbimbing, distraksi, stimulus saraf elektrik transkutan,

stimulus terapi musik dan massage yang dapat membuat nyaman karena

akan merileksasikan otot-otot sehingga efektif untuk meredakan nyeri

(Mediarti, 2015).

Terapi musik merupakan perawatan mandiri yang hemat biaya tanpa

komplikasi yang dapat digunakan oleh klien untuk mengatasi kesulitan tidur

pada orang dengan insomnia. Intervensi musik sebagai metode pengobatan

non-farmakologis jauh lebih menguntungkan dan tidak menimbulkan efek

jangka panjang seperti teknik farmakologis (Ding et al., 2021). Di sisi lain,

salah satu hasil studi terapi musik untuk mengatasi insomnia yaitu pada

penelitian mendengarkan music yang menenangkan sebelu tidur. Terapi

music secara signifikan memberikan efek relaksasi yang mendalam

sehingga meningkatkan kualitas tidur dan dapat digunakan sebagai

intervensi keperawatan berbasis bukti untuk mengatasi insomnia (Chen et

al., 2021).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang penulis dapatkan,

maka penulis tertarik untuk mengangkat studi kasus dengan judul “Asuhan

Keperawatan pada klien yang Mengalami Fraktur Femur Di Ruang Edelwis

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada studi

kasus ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien yang

Mengalami Fraktur Femur Di Ruang Edelwis RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibedakan menjadi tujuan

umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran atau pengalaman nyata dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien yang Mengalami Fraktur Femur Di

Ruang Edelwis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian dan analisa data pada klien dengan

Fraktur Femur.

b. Mampu melakukan perumusan diagnosa pada klien dengan Fraktur

Femur.

c. Mampu menetapkan rencana asuhan keperawatan (intervensi

keperawatan) pada klien dengan Fraktur Femur.

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien yang

mengalami Fraktur Femur.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang

mengalami Fraktur Femur.


f. Mampu menganalisis 1 tindakan keperawatan pada klien yang

mengalami Fraktur Femur berdasarkan Evidence Based.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perbaikan dan

mengembangkan kualitas pendidikan ataupun kualitas asuhan

keperawatan, khusus nya yang berkaitan dengan pemberian asuhan

keperawatan pada klien yang mengalami fraktur femur. Sebagai kajian

pustaka bagi yang akan melaksanakan penelitian dalam bidang yang

sama.

2. Manfaat Praktis

a) Manfaat Bagi Peneliti / Mahasiswa

Hasil dari studi kasus ini diharapkan penulis dapat mengaplikasikan

pengetahuan yang didapat dari pengalaman nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur serta

dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan khususnya

bagaimana merawat klien dengan fraktur femur.

b) Manfaat Bagi Instansi Terkait

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

penyusunan pedoman atau standar operasional prosedur asuhan

keperawatan pada klien yang mengalami fraktur femur.


c) Manfaat Bagi Klien dan Keluarga

Penelitian ini bermanfaat bagi klien dalam membantu mengatasi

masalah yang muncul akibat fraktur femur untuk mempercepat

proses penyumbatan penyakitnya.


BAB II

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Fraktur femur adalah terputus atau hilangnya kontinuitas tulang

femur, kondisi fraktur femur ini secara klinis dapat berupa fraktur femur

terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lainnya (otot, saraf, kulit,

pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh

trauma pada paha secara langsung (Helmi, 2019).

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang paha yang dapat

disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu

seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha

tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit,

jaringan saraf dan pembuluh darah. Fraktur femur dapat menyebabkan

komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila tidak

mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat

fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka,

emboli lemak, sindroma pernafasan, selain itu pada daerah tersebut

terdapat pembuluh darah besar sehingga apabila terjadi cedera pada femur

akan berakibat fatal, oleh karena itu diperlukan tindakan segera (Suriya &

Zurianti, 2019).
2. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

cedera, stress, dan melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur

patologis (Apleys & Solomon, 2018). Penyebab terjadinya fraktur adalah :

a. Trauma langsung adalah Terjadi benturan pada tulang yang

menyebabkan fraktur.

b. Trauma tidak langsung adalah Tidak terjadinya pada tempat benturan

tetapi ditempat lain, oleh karena itu kekuatan trauma diteruskan oleh

sumbu tulang ke tempat lain.

c. Kondisi patologis adalah Terjadi karena penyakit pada tulang

(degenaratif dan kanker tulang).

Menurut Helmi (2019), etiologi fraktur femur antara lain :

a. Fraktur trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,

penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemontiran atau

penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada

tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan

(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur kominutif yang disertai kerusakan jaringan lunak

yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan
tersebut, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mingkin tidak

ada. Kekuatan dapat berupa :

1) Fraktur avusi, fraktur yang disebabkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang Pemontiran (rotasi), yang

dapat menyebabkan fraktur spiral.

2) Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan

fraktur melintang.

3) Penekukan dan penekanan yang mengakibatkan fraktur sebagian

melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga

yang terpisah.

4) Kombinasi dari pemontiran dan penekukan yang menyebabkan

fraktur oblig pendek.

5) Penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik

tulang sampai terpisah.

Menurut (Lukman & Nurna 2018), etiologi fraktur femur, yaitu :

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

punter mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Umumnya

fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,

biasanya fraktur terjadi pada umur 45 tahun kebawah dan sering

berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan

oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,

perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang


berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait

dengan perubahan hormone pada menopause.

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala fraktur menurut (Asikin M, 2018), yaitu :

a. Deformitas

b. Bengkak/edema

c. Ekimosis (memar)

d. Spasme otot

e. Nyeri

f. Kurang/hilang sensasi

g. Pergerakan abnormal

4. Patofisiologi / Pathway

Kerusakan neurovascular menimbulkan manifestasi peningkatan

risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke

dalam jaringan maupun syok neurogenic karena nyeri yang sangat hebat

yang dialami klien (Mutaqqin A, 2018).

Kerusakan fragmen tulang femur diikuti dengan spasme otot paha

yang menimbulkan deformitas khs pada paha, yaitu pemendekan tungkai

bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang

optimal, akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur

(Rosyidi, 2017).
Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi internal dan

fiksasi eksternal memberikan implikasi pada masalah risiko tinggi infeksi

pasca-bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak, risiko tinggi trauma

sekunder akibat pemasangan fiksasi eksternal, dampak psikologis absietas

sekunder akibat rencana bedah dan prognosis penyakit dan pemenuhan

informasi (Helmi, 2019).

5. Klasifikasi

Klasifikasi radiologis fraktur femur (Muttaqin, 2015 dalam (Agus)

2019) terbagi menjadi :

a. Fraktur leher femur

Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan

pada orang tua atau wanita usia 60 tahun keatas disertai tulang yang

osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak-anak jarang ditemukan

fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dari pada anak

perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden terpenting pada anak usia

11-12 tahun.

b. Fraktur subtrokanter

Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya

disebabkan trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan

fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.

c. Fraktur intertrokanter femur


Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.

Fraktur daerah trokler adalah semua fraktur yang terjadi antara

trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstraartikuler dan

sering terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma. Keretakan

tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen

proksimal cenderung bergeser serta varus. Fraktur dapat bersifat

kominutif terutama pada bagian korteks bagian posteomedial.

d. Fraktur diafisis femur

Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia

biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau

jatuh dari ketinggian.

e. Fraktur suprokondilar femur

Daerah suprokondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus

femur dan batas metafisis dan batas diafisis femur. Trauma yang

mengenai femur terjadi karena ada tekanan vasrus dan vagus yang

disertai kekuatan asial dan putaran sehingga dapat mengakibatkan

fraktur pada daerah ini. Pergesaran terjadi karena tarikan otot.

6. Faktor Resiko
7. Komplikasi

Komplikasi dari fraktur femur adalah sebgai berikut (Hadi purwanto,

2018) :

Komplikasi awal :

a. Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema

b. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam

c. Sindrom kompartmen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari

kebutuhan

d. Infeksi dan tromboemboli

e. Koagulopati intravascular diseminata

Komplikasi lanjutan :

a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak

seharusnya

b. Delayed uniom : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali


8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gawat darurat (Brunner & Suddarth 2018) yaitu :

a. Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien

dipindahkan.

b. Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur, untuk

mencegah pergerakan fragemen fraktur.

c. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan

mengikat kedua tungkai bersama-sama.

d. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebat kedada atau lengan

bawah yang cedera dapat digendong dengan mitela

e. Kaji status neurovascular disis distal area cedera sebelum dan setelah

pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer

dan fungsi saraf.

f. Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah

kontaminasi jaringan yang lebih dalam

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah penting untuk periode utama cara paling umum

dalam memberikan asuhan keperawatan, semua informasi yang diperoleh

dikumpulkan secara sengaja untuk menjamin status kesejahteraan klien

yang berkelanjutan. Penilain harus diselesaikan dengan cara yang menarik

sehubungan dengan perspektif organic, mental, social dan dunia lain

(Raharjo, 2018).
Berikut pengkajian yang dilakukan pada klien dengan Fraktur Femur

(Risnanto, 2018) :

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut biasa akut atau kronik tergantung dari lamanya

serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa

nyeri pasien digunakan :

1) P (provokatif atau paliatif)

Merupakan faktor yang mempengaruhi atau meringankan nyeri.

2) Quality of pain

Bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah panas,

berdenyut / menusuk.

3) Region Radiation of pain

Apakah rasa sakit bisa reda dalam sekejap, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana posisi sakitnya.

4) Severity (scale) of pain

Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan

skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.


5) Time

Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau pagi hari.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal

ini yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau

perlahan serta timbul untuk petama kalinya atau berulang. Perlu

ditanyakan pula tentang ada tidaknya gangguan pada system

lainnya. Pada pasien patah tulang disebabkan karena

trauma/kecelakaan, dapat secara degenerative/patologis yang

disebabkan awalnya perdarahan, kerusakan jaringan disekitar

tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat, perubahan

warna kulit dan terasa kesemutan.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya

efek langsung, atau tidak langsung terhadap musculoskeletal, misal

riwayat trauma/kerusakan tulang rawan. Riwayat arthritis,

osteomielitis. Riwayat pengobatan berikut efek sampingnya, misal

kortikosteroid dapat menimbulkan kelemahan otot.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti


diabetes, osteoporosis, yang sering terjadi pada beberapa

keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara

genetik.

d. Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun

masyarakat.

e. Pemeriksaan Fisik

Menurut Doengoes, et. al (2015) pengkajian yang dilakukan pada klien

yang mengalami Fraktur Femur adalah, sebagai berikut :

1) Aktivitas / Istirahat

Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,

dari pembengkakan jaringan, nyeri).

2) Sirkulasi

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons

terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).

Takikardia (respons stress, hypovolemia).

Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian

kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.

Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.


3) Neurosensori

Tanda : Deformitas local ; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi, (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang

fungsi.

Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma

lain).

Gejala : Hilang gerakan/sensai, spasme otot.

4) Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang ; dapat berkurang

pada imobilisasi) ; tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.

Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).

5) Keamanan

Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan

warna.

Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-

tiba).

6) Pengajaran / Pembelajaran

Gejala : Lingkungan cedera.

7) Pertimbangan Rencana Pemulangan

Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri,

dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah.


2. Diagnosa Keperawatan

Analisis keperawatan adalah bagian penting dari memutuskan asuhan

keperawatan yang tepat untuk membantu klien mencapai kesejahteraan

yang ideal. Analisis keperawatan berencana untuk membedakan reaksi

klien individu, keluarga dan jaringan terhadap keadaan terkait

kesejahteraan (Pokja SDKI DPP PPNI Grup, 2017).

Setelah mendapatkan informasi dari evaluasi yang cermat,

penyelidikan informasi dilakukan dan analisis keperawatan tertutup.

Berikut gambaran permasalahan yang muncul pada klien yang mengalami

fraktur femur menurut Indrawan, R. D., & Hikmawati, 2021 dan Kelompok

Pokja PPNI DPP SDKI 2017 (Indrawan, R. D., & Hikmawati, 2021 dan

PPNI DPP SDKI Kelompok Pokja, 2017):

1) Gangguan pola tidur b.d kurangnya kontrol tidur (D.0055)

2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)

3) Risiko infeksi (D.0142)

4) Risiko syok (D.0039)

5) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis (D.0129)

6) Perfusi perifer tidak efektif b.d trauma (D.0009)

7) Ketidakmampuan koping keluarga b.d resistensi keluarga terhadap

perawatan/pengobatan yang kompleks (D.0093)

8) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit (D.0074)

9) Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang

(D.0054)
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah jenis pengobatan yang diberikan oleh

tenaga medis dalam rangka evaluasi dan informasi klinis untuk mencapai

peningkatan, penghindaran dan pemulihan kesejahteraan klien individu,

keluarga dan jaringan (Pokja SIKI DPP PPNI Group, 2018).

Selanjutnya adalah gambaran sasaran dan ukuran hasil syafaat bagi klien

fraktur femur dengan menggunakan Prinsip Mediasi Keperawatan

Indonesia (SIKI) dan Pedoman Hasil Keperawatan Indonesia (SLKI).

(Pokja SIKI DPP PPNI Group, 2018; Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1

4. Tindakan yang Dianalisa (Terapi Musik)

Terapi musik merupakan perawatan mandiri yang hemat biaya tanpa

komplikasi yang dapat digunakan oleh klien untuk mengatasi kesulitan

tidur pada orang dengan insomnia. Intervensi music sebagai metode

pengobatan non-farmakalogis jauh lebih menguntungkan dan tidak

menimbulkan efek jangka panjang seperti teknik farmakologis (Ding et al,

2021). Di sisi lain, salah satu hasil studi terapi musik untuk mengatasi

insomnia yaitu pada penelitian mendengarkan musik yang menenangkan


sebelum tidur. Terapi musik secara signifikan memberikan efek relaksasi

yang mendalam sehingga meningkatkan kualitas tidur dan dapat digunakan

sebagai intervensi keperawatan berbasis bukti untuk mengatasi insomnia

(Chen et al, 2021).

5. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian latihan yang dilakukan oleh

perawat medis untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang

sedang berlangsung menuju status kesehatan yang baik yang

menggambarkan standar hasil normal. Siklus pelaksanaan harus

difokuskan pada kebutuhan klien, faktor-faktor yang mempengaruhi

kebutuhan keperawatan, prosedur pelaksanaan keperawatan dan latihan

korespondensi (Dinarti dan Yuli Mulyanti, 2017)

6. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai