Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi

mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks,

biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan putri, 2013).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan disekitar tulang

akan menemukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Haryono

& Utami, 2021). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. (Suratun, dkk. 2008).

Fraktur merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas seseorang,

sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat

menimbulkan respon berupa nyeri (Mediarti, et al., 2015) Menurut Folley dick (2000)

dalam Sitepu (2014) mengumpulkan data sebanyak 85% pasien fraktur mengeluhkan

nyeri. Nyeri yang terjadi pada pasien fraktur merupakan nyeri musculoskeletal yang

termasuk ke dalam nyeri akut. Nyeri pada pasien fraktur apabila tidak segera diatasi

dapat mengganggu proses fisiologis, nyeri mengganggu hemodinamis, nyeri bisa

menimbulkan stressor, menyebabkan cemas yang pada akhirya dapat mengganggu

istirahat dan proses penyembuhan penyakit (Aji, 2015)

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta

orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang yang

mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden yang memiliki angka kejadian yang

cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas atas dan bawah yakni sekitar 46,2%

dari insiden kecelakaan yang terjadi (Devi Mediarti, 2015). Menurut hasil data Riset
Kesehatan Dasar (2013), di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera

seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam atau tumpul. Riset Kesehatan

Dasar (2013) menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami

fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829

kasus, dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma

benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%)

(Nurcahiriah, 2014). Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun

dengan jumlah penduduk 238 juta, merupakan terbesar di Asia Tenggara

(Wrongdignosis, 2011 dalam Ropyanto, 2013). Fraktur yang terjadi di Jawa Timur

pada tahun 2016 sebanyak 1.422 jiwa, pada tahun 2017 sebanyak 2.065 jiwa, pada

tahun 2018 sebanyak 3.390 jiwa yang mengalami kejadian fraktur (Riskedas, 2018).

Dari data pengkajian di RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri pada tanggal 10 Januari

2022 sampai 15 Januari 2022 di Ruang Seruni didapatkan hasil pasien yang

mengalami fraktur cruris total sebanyak 2 pasien.

Penyebab utama fraktur adalah peristiwa trauma tunggal seperti benturan,

pemukulan, terjatuh, posisi tidak teratur atau miring, dislokasi, penarikan, kelemahan

abnormal pada tulang (fraktur patologik) (Noorisa, 2016). Dampak yang timbul pada

fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera,

merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri. Ada beberapa dampak lain yang

akan terjadi fraktur tidak mendapatkan penanganan secara tepat antara lain syok

terjadi karena kehilangan banyak darah, kerusakan arteri, pecahnya arteri karena

trauma bisa ditandai oleh tidak adanya nadi CRT (Capilari Refil Time) perubahan

posisi yang sakit, infeksi, sistem pertahanan rusak bila ada trauma pada jaringan

(Huda, 2015). Kronologis terjadinya fraktur cruris dapat terjadi masalah keperawatan,

masalah keperawatan yang timbul adalah nyeri akut dimana individu mengalami rasa
nyeri yang akan berdampak pada aktivitas sehari-hari, dan gangguan mobilitas fisik

(Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peran dalam

melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami fraktur cruris dengan

masalah keperawatan nyeri akut adalah dengan memberikan asuhan keperawatan

medikal bedah diantaranya dengan tindakan perawat secara mandiri seperti

memonitor tanda-tanda vital, mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri dan mengidentifikasi skala nyeri, memberikan teknik

nonfarmakologis, menjelaskan strategi meredakan nyeri (Tim SIKI DPP PPNI, 2016).

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk membuat laporan “Asuhan Keperawatan pada

Pasien Dewasa Penderita Open Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah

Keperawatan : Nyeri Akut di Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri”

B. Rumusan Masalah

Identifikasi masalah adalah inti fenomena permasalahan yang akan diteliti

(Tamsuri, 2017). Identifikasi masalah dapat berupa pertanyaan berupa pertanyaan

masalah, pertanyaan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan

Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open Fraktur Cruris Post Operasi Orif

dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang Seruni RSUD (RSKK)

Kabupaten Kediri?”

C. Tujuan Pendahuluan

1. Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open Fraktur

Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri.


2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open

Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di

Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri.

b. Melakukan analisis keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open Fraktur

Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri untuk melakukan intervensi

keperawatan pada Pasien Dewasa dengan Masalah Keperawatan Nyeri akut di

Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri.

c. Melakukan Implementasi Keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open

Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di

Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri.

d. Melakukan evaluasi keperawatan pada Pasien Dewasa Penderita Open Fraktur

Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang

Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Menambah wawasan pengembangan teori keperawatan dalam bidang

keperawatan medikal bedah khususnya pada penderita fraktur cruris dengan

masalah keperawatan nyeri akut.

b. Menambah keilmuan khususnya bidang kesehatan pada medical bedah khususnya

dengan masalah berhubungan dengan nyeri akut pada pasien Fraktur Cruris.

c. Memberikan informasi dalam upaya memperkaya pengetahuan tentang fraktur

cruris secara luas sebagai tolak ukur pelaksanaan asuhan keperawatan yang
berisikan tentang konsep teori Fraktur Cruris dan asuhan keperawatan teori pada

Fraktur Cruris.

2. Manfaat praktis

a. Bagi tempat

Tambahan informasi atau masukan bagi tenaga kesehatan lain dalam usaha

meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada kasus Fraktur Cruris

dengan masalah keperawatan nyeri akut.

b. Bagi Intuisi Pendidikan

Dengan penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan menjadi bahan kajian

dalam penyelesaian pendidikan terutama pada pasien Fraktur Cruris dengan

masalah keperawatan nyeri akut.

c. Bagi pasien dan keluarga

Penerapan ilmu yang diperoleh dari selama masa perkuliahan serta

mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan

secara langsung pada kasus Fraktur Cruris dengan masalah keperawatan nyeri

akut
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

1. Definisi Fraktur

Fraktur merupakan proses terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

pada umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Syamsuhidajat & Jong, 2005 dalam

Gusty, 2014). Sedangkan menurut (Insani, 2014) fraktur merupakan patah atau

gangguan kontinuitas tulang. Fraktur Cruris merupakan terputusnya hubungan

tulang tibia dan fibula yang disertai dengan kerusakan pada jaringan lunak (otot,

kulit, jaringan, syaraf, dan pembuluh darah) (Helmi, 2016).

2. Klasifikasi fraktur

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Helmi, 2012) klasifikasi fraktur

dibedakan menjadi 3 bagian, diantaranya sebagai berikut :

a. Fraktur tertutup (Close Frakture)

Fraktur tertutup merupakan fraktur yang disebabkan oleh kulit yang tidak bisa

ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak dapat tercemar

oleh lingkungan oleh karena itu tidak memiliki hubungan dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (Open Frakture)

Fraktur terbuka merupakan fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar dikarenakan bisa ditembus sehingga menyebabkaan luka pada kulit dan

jaringan lunak yang dapat berbentuk dari dalam maupun dari luar.

c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Frakture)

Fraktur dengan komplikasi merupakan fraktur yang disertai komplikasi seperti

mal-union, delayed union, non-union, serta infeksi tulang.


3. Etiologi fraktur

Berdasarkan (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong, 2010), penyebab fraktur

merupakan trauma, dimana trauma dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut ;

a. Trauma Langsung merupakan terjadinya benturan pada tulang yang biasanya

penderita terjatuh dengan posisi miring sehingga daerah trokhater mayor

langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).

b. Trauma Tidak Langsung merupakan terjadinya titik tumpuan benturan dengan

fraktur berjauhan, seperti jatuh terpeleset dikamar mandi.

c. Trauma Ringan merupakan keadaan yang disebabkan oleh tulang itu sendiri

sudah rapuh.

4. Patofisiologi fraktur

Kondisi anatomis tulang tibia terletak dibawah subkutan yang memberikan

dampak terjadinya terjadinya resiko fraktur terbuka lebih sering dibandingkan

tulang panjang lainnya apabila mendapatkan suatu trauma. Mekanisme cedera

fraktur cruris terjadi akibat adanya deputar yang menyebabkan fraktur spiral pada

kedua tulang kaki pada tingkat tulang yang berbeda. Tibia atau tulang kering

merupakan kerangka utama dari tungkai bawah yang terletak dimedial dari tulang

betis. Pada kondisi klinis tulang tersebut dinamakan tulang cruris (Helmi, 2012).

Kondisi klinis fraktur cruris sering terjadi fraktur terbuka dimana fase

awalnya menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada klien seperti nyeri

hebat akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi syaraf, resiko tinggi cedera

pada jaringan akibat kerusakan vascular dengan pembengkakan local yang sering

terjadi pada fraktur proksimal tibia. Pada fase lanjut fraktur cruris terbuka

menyebabkan mal-union, non-union, dan delayed union (Helmi, 2016).


Pada fase awal terjadinya fraktur cruris dapat menimbulkan berbagai

masalah keperawatan pada pasien seperti nyeri akibat dari fraktur, masalah

ortopedi, ,gangguan citra tubuh dan kinerja peran akibar dampak dari masalah

musculoskeletal, pembengkakan, kerusakan mobilitas fisik akibat dari nyeri,

pembengkakan atau penggunaan alat imobilisasi, kurangnya pengetahuan serta

ansietas ketakutan (Lukman & Ningsih, 2012).

5. Manifestasi klinis fraktur

Pasien yang mengalami fraktur cruris memiliki tanda dan gejala, menurut

(Hurst, 2015) terdapat 6 tanda dan gejala sebagai berikut :

a. Nyeri yang meningkat saat bergerak dan spasme otot terjadi segera setelah

fraktur.

b. Kehilangan fungsi : sokongan terhadap otot mengalami kehilangan ketika

tulang patah rasa nyeri juga dapat berkontribusi pada kehilangan fungsi.

c. Deformitas terjadinya pergeseran lokasi akibat spasme otot dan oedema

sehingga bagiannya dapat membengkok.

d. Pemendekan ekstremitas spasme otot menarik tulang dari posisi sejajar dan

fragmen tulang dapat menjadi dari sisi ke sisi bukan sejajar ujung ke ujung.

e. Krepitus sensasi patahan yang berkaitan dengan pergerakan fragmen tulang

ketika saling bergesekan sehingga dapat menimbulkan trauma lebih besar pada

jaringan, syaraf, maupun pembuluh darah.

f. Oedema dan diskolorasi merupakan kondisi yang terjadi akibat trauma

jaringan pada cedera.


2.2 Konsep nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan keadaan emosional dan pengalaman sensori yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan actual atau kerusakan yang tiba-tiba

atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat dengan berakhirnya dapat

diprediksi dengan durasi kurang dari 3 bulan (Herdman & Shigemi, 2018).

Nyeri tidak dapat diukur dengan pasti sehingga penting dalam membuat

adanya keseragaman pada setiap spesialis kedokteran untuk mengidentifikasi

nyeri (Ferdinand et al., 2014). Sifat-sifat nyeri dapat dikaji menggunakan metode

PQRST :

1) Provoking incident : menentukan faktor yang mencetuskan keluhan nyeri.

2) Quality of pain : menggambarkan sifat keluhan nyeri yang dirasakan pasien.

3) Region : nyeri terjadi di bagian betis atau tungkai bawah.

4) Severity (scale) of pain : menggambarkan seberapa jauh rasa nyeri dirasakan

pasien.

5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari.

2. Karakteristik Nyeri

Nyeri dapat dibedakan berdasarkan tipe dan karakteristik. Menurut

(Lukman & Ningsih, 2012) Nyeri dibedakan menjadi 4 bagian yaitu sebagai

berikut :

1) Berdasarkan Durasi

Tabel 2.1 Nyeri berdasarkan durasi


No. Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman nyeri yang
Peristiwa baru, tiba-tiba,
1. menetap/kontinu selama lebih
durasi singkat
dari enam bulan
No. Nyeri Akut Nyeri Kronis
Berkaitan dengan penyakit Intensitas nyeri yang sukar
2. akut, seperti operasi, prosedur untuk
pengobatan atau trauma. diturunkan
Sifatnya kurang jelas dan kecil
Sifat nyeri jelas dan besar
3. kemungkinan untuk
kemungkinan untuk hilang.
sembuh/hilang.

Timbul akibat stimulus


langsung terhadap rangsang
4. Rasa nyeri biasanya meningkat
noksius, misalnya mekanik
dan inflamasi.

Dikategorikan sebagai:
a. Nyeri kronis maligna, jika
nyeri
Umumnya bersifat sementara,
b. Nyeri kronis non-maligna,
5. yaitu sampai dengan
jika nyeri akibat kerusakan
penyembuhan.
jaringan non-progresif lalu
yang telah mengalami
penyembuhan.

Area nyeri dapat


Area nyeri tidak mudah
6. diidentifikasi. Rasa nyeri cepat
diidentifikasi.
berkurang

2) Berdasarkan Intensitas

Berdasarkan intensitas nyeri dibedakan menjadi 3 yaitu nyeri berat, nyeri

sedang, nyeri ringan. Intensitas nyeri yang dirasakan dapat diukur

menggunakan alat bantu skala nyeri. Pengkajian yang lebih sederhana dan

mudah dilakukan menggunakan skala 0-10 yaitu analog visual skala dengan

cara menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien.

Tidak ada Nyeri Nyeri tidak


Nyeri sedang Nyeri berat
Nyeri ringan terkontrol
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 2.1 Rentang skala nyeri menurut kozier (Lukman & Ningsih, 2012).
Gambar 2.2 Rentang skala nyeri menurut Wong Bakers (Kidd,2011).

Cara membaca skala nyeri berdasarkan Wong Bakers adalah setiap wajah

mewakili perasaan seseorang, dikatakan gembira jika seseorang tersebut

merasa tidak ada nyeri (sakit) dan sebaliknya dikatakan sedih jika seseorang

tersebut merasa adanya banyak nyeri. Wajah 0 sangat gembira karena tidak

ada rasa sakit, wajah 2 hanya sedikit sakit, wajah 4 sedikit lebih sakit, wajah

6 lebih sakit lagi, wajah 8 sangat sakit, wajah 10 sakit yang tidak

terbayangkan (Kidd, 2011).

3) Berdasarkan Transmisi

a) Nyeri menjalar

Terjadi nyeri pada bidang yang luas dan pada struktur yang terbentuk dari

embrionik dematon yang sama.

b) Nyeri Rujukan (Refferal Pain)

Terjadi nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.

4) Berdasarkan penyebab

Menurut penyebabnya, nyeri dibagi menjadi 6 kriteria sebagai berikut:

a) Termik, disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrem.

b) Kimia, disebabkan oleh bahan/zat kimia.

c) Mekanik, disebabkan oleh trauma fisik/mekanik.


d) Elektrik, disebabkan oleh aliran listrik.

e) Psikogenik, nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat

psikologis.

f) Neurologik, disebabkan oleh kerusakan jaringan syaraf.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pemecahan masalah dan menjadi dasar

dalam pengambilan keputusan, meliputi nama, jenis kelamin, usia, agama, bahasa,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor registrasi,

tanggal, dan jam masuk rumah sakit.

a. Anamnesa

1) Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, agama, bahasa

yang digunakan, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, golongan darah,

nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medis.

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin penderita fraktur paling banyak

diderita oleh laki-laki sedangkan usia yang mendominasi adalah usia 21-45

tahun (Purnamasari, et al., 2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Widyastuti, 2015) karakteristik pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami

kejadian fraktur adalah petani (34%). Data pendidikan digunakan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan pasien yang dapat ditentukan pada

pendidikan kesehatan.
2) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien dengan sistem

gangguan muskuloskeletal merupakan nyeri. Rasa nyeri setiap individu

berbeda berdasarkan ambang nyeri dan toleransi nyeri.

3) Riwayat penyakit sekarang

Penyebab fraktur terbanyak karena kecelakaan lalu lintas, biasanya

perawat akan memperoleh data subjektif dari pasien mengenai

permasalahan pertama dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan

yang dapat dikaji menggunakan PQRST (Sagaran et al., 2017).

4) Riwayat penyakit dahulu

Perawat perlu menanyakan penyakit yang dialami sebelumnya yang

mempunyai hubungan dengan masalah yang dialami pasien sekarang

(Helmi, 2016).

5) Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga pasien ada atau tidak menderita osteoporosis,

tuberculosis, atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular

(Wicaksono, 2016). Fraktur biasanya berhubungan dengan olahraga,

pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (Mediarti

et al, 2015).

6) Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian yang dilakukan kepada pasien untuk memperoleh presepsi

yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

b. Pola – pola kesehatan

1) Pola Sensori dan Kognitif


Pada pasien fraktur akan mengalami penurunan daya raba terutama

pada bagian distal fraktur, sedangkan indera yang lain dn kognitif tidak

mengalami gangguan (Muttaqin, 2008).

2) Pola Persepsi dan Tata Laksana

Pasien yang mengalami fraktur biasanya akan merasa ketakukan

akan mengalami kecacatan pada dirinya, sehingga pasien harus menjalani

penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang

(Muttaqin, 2008).

3) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Rasa takut, cemas, dan ketidakmampuan pasien saat melakukan

aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah

(gangguan citra diri) (Muttaqin, 2008).

4) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pasien fraktur tidak mengalami penurunan nafsu makan, meskipun

menu makan yang berubah (Wicaksono, 2016).

5) Pola Eliminasi

Pasien fraktur tidak mengalamigangguan pola eliminasi, akan tetapi

perlu dikaji tentang frekuensi, warna, dan bau feses beserta jumlahnya

(Muttaqin, 2008).

6) Pola Tidur dan Istirahat

Pasien fraktur biasanya akan mengalami nyeri, sehingga gerak terbatas.

Hal tersebut dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien

(Muttaqin, 2008).

7) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Keterbatasan gerak pasien akibat nyeri juga dapat menghambar

proses beribadahnya pasien terutama pada frekuensi dan konsentrasi dalam

beribadah (Muttaqin, 2008).

8) Pola Aktivitas

Nyeri dan gerak terbatas juga menghambar semua bentuk aktivitas

pasien sehingga mengalami pengurangan dan pasien butuh banyak bantuan

dari orang lain (Muttaqin, 2008).

9) Pola Hubungan Interpersonal dan Peran

Pasien akan mengalami kehilangan peran pada keluarga dan

masyarakat dikarenakan pasien menjalani rawat inap (Muttaqin, 2008).

10) Pola Reproduksi dan Seksual

Dampak yang dialami pasien salah satunya juga tidak bisa

melakukan hubungan seksual dikarenakan menjalani rawat inap, rasa nyeri

dan keterbatasan gerak (Muttaqin, 2008).

11) Pola Penanggulangan Stress

Pasien fraktur cruris akan mengalami rasa cemas tentang keadaan

dirinya seperti timbulnya kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya

(Rosyidi, 2013).

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien fraktur cruris meliputi keadaan umum, B1

(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6

(Bone) (Muttaqin, 2008).

d. Pengkajian Post Operasi

Pengkajian dilakukan oleh perawat setelah dilakukan pembedahan

ortopedi dan perawat melanjutkan rencana perawatan pra operasi. Perawat


harus memperhatikan pengkajian dan pemantauan klien mengenai potensial

masalah yang berkaitan dengan pembedahan. Tujuan perencanaan pada

pascaoperasi meliputi pemantauan risiko kegawatan, penurunan sensasi nyeri,

dan pemantauan luka dan drain (Muttaqin, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut

a) Definisi nyeri

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dialami

oleh pasien akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang bisa

digambarkan sebagai kerusakan (Herdman & Shigemi, 2018).

b) Batasan Karakteristik

Batasan karakteristik menurut (Herdman & Shigemi, 2018) sebagai berikut :

1) Perubahan selera makan, tetapi untuk pasien fraktur tidak akan mengalami

penurunan nafsu makan.

2) Perubahan pada parameter fisiologis.

3) Diaphoresis.

4) Perilaku distraksi.

5) Bukti nyeri yang menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien

yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya.

6) Perilaku ekspresif

7) Ekspresi wajah nyeri

8) Sikap tubuh melindungi

9) Putus asa

10) Focus menyempit

11) Sikap melindungi area nyeri

12) Perilaku protektif


13) Laporan tentang perilaku nyeri

14) Dilatasi pupil

15) Focus pada diri sendiri

16) Keluhan tentang intensitas standar skala nyeri

17) Keluhan tentang karakteristik nyeri menggunakan standar instrument nyeri

c) Faktor yang Berhubungan

1) Agens cedera biologis

2) Agens cedera kimiawi

3) Agens cedera fisik

3. Intervensi Keperawatan

Menurut NANDA-I 2015-2017, intervensi keperawatan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Intervensi keperawatan menurut NANDA-I 2015-2017

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Setelah dilakukan 1) Ketidaknyamanan (Indikator:4) Manajemen Nyeri :
tindakan keperawatan 2) Gangguan hubungan interpersonal Independen
diharapkan tingkat (Indikator: 5) 1) Pertahankan imobilisasi bagian yang
nyeri berkurang 3) Gangguan penampilan peran terkena dengan cara tirah baring, gips,
(Wilkinson, 2016) (Indikator: 4) bidai, dan traksi.
4) Gangguan konsentrasi (Indikator:4) 2) Tinggikan dan sokong ekstremitas
Gangguan dalam perasaan mengontrol yang cedera.
(Indikator:4) 3) Hindari penggunaan sprei
5) Gangguan alam perasaan plastik/bantal di bawah ekstremitas yang
(Indikator:5) terpasang gips
6) Kurang kesabaran (Indikator:4) 4) Tinggikan penutup tempat tidur dan
7) Interupsi pada saat tidur pertahankan sprai tidak menyentuh jari
(Indikator:5) kaki.
8) Gangguan dalam rutinitas 5) Evaluasi dan dokumentasikan laporan
(Indikator:4) nyeri atau ketidaknyamanan, dengan
9) Gangguan pergerakan fisik mencatat lokasi dan karakteristik,
(Indikator:4) termasuk intensitas (skala 0-10, atau
10) Gangguan pada aktivitas hidup skala yang mirip), faktor yang
sehari-hari (Indikator:4) mengurangi dan memperburuk. Catat
11) Gangguan penampilan kerja isyarat nonverbal, seperti perubahan
(Indikator:4) tanda-tanda vital dan emosi atau
12) Gangguan penampilan di sekolah perilaku. Dengarkan laporan anggota
(Indikator:4) keluarga/orang terdekat terkait nyeri
13) Kehilangan nafsu makan klien.
(Indikator: 5) 6) Dorong klien untuk mendiskusikan
14) Gangguan eliminasi urin maslaah terkait cedera.
(Indikator:5) 7) Jelaskan prosedur sebelum
15) Gangguan eliminasi usus memulainya.
(Indikator:5) 8) Beri medikasi sebelum melakukan
aktivitas perawatan. Biarkan klien
mengetahui bahwa penting meminta
medikasi sebelum nyeri menjadi hebat.
9) Lakukan dan awasi latihan RPS
(Rentang Pergerakan Sendi) aktif atau
pasif.
10) Beri tindakan kenyamanan alternatif,
mis., masase, mengusap punggung, atau
perubahan posisi.
11) Beri dukungan emosional dan
anjurkan penggunaan teknik manajemen
stress-relaksasi progresif, latihan napas
dalam, dan visualisasi atau imajinasi
terbimbing;berikan sentuhan terapeutik.
12) Identifikasi aktivitas pengalih yang
sesuai dengan usia, kemampuan fisik,
16) Absen dari kerja (Indikator:5) dan preferensi personal klien.
17) Absen dari sekolah (Indikator:5) 13) Monitor adanya laporan nyeri yang
18) Kesulitan dalam mempertahankan luar biasa atau tiba-tiba atau nyeri
pekerjaan (Indikator: 4) terlokalisasi yang buruk, progresif, dan
19) Gangguan menikmati hidup dalam, yang tidak mereda dengan
(Indikator:5) analgesik.
20) Keputusasaan (Indikator:5) 14) Beri kompres dingin atau kompres
21)Gangguan aktifitas fisik kompres es 24-72 jam pertama dan
(Indikator:4) sesuai kebutuhan sesuai dengan
kebijakan atau protokol fasilitas.
Kolaboratif
1) Beri medikasi, sesuai indikasi:
analgesik opioid dan nonopioid, seperti
morfin, meperidin, atau hodrokodon;
obat antiinflamasi nonsteroid injeksi dan
oral, seperti ketorolak atau ibuprofen;
dan/atau relaksan otot, seperti
siklobenzaprin atau karisoprodol
2) Pertahankan analgesia intravena
(IV) kontinu atau analgesia dikontrol
pasien (patient controlled analgesia,
PCA) dengan menggunakan rute
pemberian perifer, epidural, atau
intratrakeal. Pertahankan infuse dan
peralatan yang aman dan efektif.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yaitu tahap yang dilakukan perawat

ketikamengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi

keperawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang

sudah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki seorang perawat dalam

pengimplementasian asuhan keperawatan yaitu komunikasi yang efektif,

menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu dengan pasien, melakukan

teknik psikomotor, melakukan observasi sistemis, memberikan pendidikan


kesehatan, advokasi, serta evaluasi (Asmadi, 2018). Pada pasien fraktur cruris

yang merasakan rasa nyeri post operasi serta komplikasi dilakukan teknik

relaksasi napas dalam sangat efektif untuk menurunkan rasa nyeri akibat operasi.

Teknik relaksasi napas dalam dapat mengendalikan nyeri yang meminimalkan

aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom (Saputro, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yaitu proses dalam mengkaji respon pasien terhadap

standart yang telah ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada

tahap ini yaitu terhadap jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien yang

mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak, serta tanda

tangan pasien. Kegiatan pada evaluasi keperawatan meliputi penggunaan standar

keperawatan yang tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data,

membandingkan data dengan kriteria, serta menyimpulkan hasil yang kemudian

ditulis dalam daftar masalah (Mulyanti, 2017;Nursalam,2008).


2.4 Hubungan Antar Konsep

Cedera Traumatik Gangguan Faktor yang


Mobilitas Fisik mempengaruhi :
(Fraktur Cruris)
a. Peengkajian a. Etnik dan Nilai
Agen Pencedera Fisik
b. Diagnose Budaya
Keperawatan b. Tahap
c. Intervensi Perkembangan
d. Implementasi c. Lingkungan dan
e. Evaluasi Indivisu
Pendukung
d. Ansietas dan stress

Keterangan:
= Konsep utama yang ditelaah = Tidak ditelaah dengan baik
= Berhubungan = Berpengaruh

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Open
Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan: Gangguan
Mobilitas Fisik di Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri tahun 2022.
BAB III

METODE

3.1 Metode

Metode merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data

valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan dalam suatu

pengetahuan tertentu sehingga dapat dipahami, dipecahkan, dan mengatisipasi

masalah (Sugiyono, 2014). Metode yang digunakan pada penyusunan karya tulis ini

yaitu menggunakan metode pemecahan masalah (Problem Solving) dengan

pendekatan proses keperawatan (Tamsuri & Cahyono, 2018). Studi kasus pada karya

tulis ini adalah suatu bentuk penyelenggaraan praktik keperawatan terhadap suatu

pasien secara komprehensif dan mendalam yang didokumentasikan secara sistematis

(Nursalam, 2014).

3.2 Teknik Penulisan

Teknik penulisan yaitu penggambaran gaya penyajian informasi dalam

tulisan ilmiah (Tamsuri & Cahyono, 2018). Teknik penulisan pada penyusunan karya

tulis ilmiah ini adalah deskriptif. Desain penelitian deskriptif adalah penelitian yang

hanya menggambarkan atau mendeskripsikan variable tertentu dalam suatu penelitian

tanpa mencari hubungan antar variabel. Dalam laporan asuhan keperawatan pada

karya tulis ilmiah ini yaitu menggambarkan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dewasa Penderita Open Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah

Keperawatan: Nyeri Akut di Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri”

3.3 Waktu dan Tempat

1. Waktu

Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan pada …………….

2. Tempat
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan di Ruang Seruni RSUD (RSKK)

Kabupaten Kediri.

3.4 Alur Kerja

Alur kerja merupakan penggambaran nagaimana tahapan pokok yang

dilalui untuk menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah (Tamsuri & Cahyono, 2018).

Alur kerja pada penyusunan karya tulis ilmia dilakukan sesuai dengan tahapan pada

ujian praktek dengan langfkah sebagai berikut:

Melakukan Pengkajian : Data dasar, riwayat penyakit sekarang, riwayat


penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pertumbuhan dan
perkembangan, nutrisi, pengkajian psikososialspiritual, pengkajian pola
kesehatan, pemeriksaan fisik.

Melakukan Analisa data : Data Subyektif, data Obyektif.

Menentukan diagnosa keperawatan: Nyeri akut

Melakukan perencanaan atau intervensi keperawatan

Melakukan implementasi.

Melakukan evaluasi

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Open
Fraktur Cruris Post Operasi Orif dengan Masalah Keperawatan: Nyeri Akut di
Ruang Seruni RSUD (RSKK) Kabupaten Kediri tahun 2022.
3.5 Etika

Etika merupakan aspek etik yang digunakan untuk pertimbangan dalam

memberikan asuhan keperawatan bagi pasien sampai proses dokumentasi yang

dilakukan (Tamsuri, 2018). Dalam melalukan asuhan keperawatan, menekankan

masalah etika yang harus diperhatikan (Sumijatun, 2011) meliputi :

1. Respek

Perawat harus menghormati pasien dan keluarganya, menjaga dan menghargai hak

– hak pasien, seperti hak untuk mencegah bahaya dan mendapatkan penjelasan

yang benar.

2. Otonomi

Hak seseorang untuk mengatur dan membuat keputusan sendiri tanpa adanya

tekanan dari pihak lain.

3. Kemurahan hati

Kewajiban seseorang untuk melakukan hal yang baik tidak membahayakan orang

lain.

4. Tidak merugikan

Kewajiban perawat untuk tidak menimbulkan kerugian atau cidera pada pasien.

5. Kejujuran

Prinsip yang berkaitan dengan kewajiban perawat dalam mengatakan suatu

kebenaran dan tidak adanya kebohongan atau menipu orang lain.

6. Kerahasiaan

Kewajiban perawat untuk merahasiakan semua informasi tentang pasien.

7. Kesetiaan

Kewajiban perawat untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggun jawab yang

telah dibuat. Perawat wajib memegang janji yang dibuat pada pasien sehingga hal
tersebut dapat sebagai modal untuk memupuk rasa percaya pasien dengan

perawat.

8. Keadilan

Kewajiban seorang perawat untuk dapat berlaku adil kepada semua orang, tidak

memihak siapapun atau berat sebelah.


DAFTAR PUSTAKA

Anas Tamsuri, Aris DC, Zauhani KH, M. Rahmat B. 2018. Pedoman Penyusunan Karya
Tulis Ilmiah, Akademi Pamenang Pare-Kediri. Pamenang Press.

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Ferdinand, T., Basuki, D.R. & Isngadi, I., 2014. Perbandingan Intensitas Nyeri Akut
Setelah Pembedahan Pada Pasien Dengan Regional Analgesia Epidural
Teknik Kontinyu Dibandingkan Dengan Teknik Intermitten. Jurnal
Anestesiologi, VI, pp.114-24.

Gusty, R.P., 2014. Pemberian Latuhan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi
Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi Interna Di
RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jurnal Keperawatan, 10, pp.176-96.

Hurst, M., 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Helmi, Z.N., 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta:
Salemba Medika.

Helmi, Z.N., 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Ed.2. Jakarta : Salemba
Medika

Herdman, H.T., 2018. NANDA I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Kidd, P.S., 2011. Pedoman Perawatan Emergency. Jakarta: EGC.

Lukman & Ningsih, N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mulyanti, Dinarti Yuli. 2017. Dokumentasi Keperawatan. Kemenkes RI.

Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC.

Mediarti, D., Rosnani & Seprianti, S.M., 2015. Pengaruh Pemberian Kompres
Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD
RSMH Palembang Tahun 2012. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 2.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Purnamasari, E., Ismonah & Supriyadi, 2014. Efeketifitas Kompres Dingin terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur di RSUD Ungaran. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan , p. 4.
Risnanto & Uswatun Insani. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan medikal bedah: sistem
muskuloskeletal (Ed.1) Yogyakarta: Deepublish

Rosyidi, K., 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.

Sagaran, V.C., Manjas, M. & Rasyid, R., 2017. Distribusi Fraktur Femur Yang
Dirawat d Rumah Sakit Dr.M.Djamil, Padang (2010-2012). Jurnal
Kesehatan Andalas , 6.

Saputro, W., 2016. Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Post operasi Open Fraktur
Cruris di RSOP Dr. R. Soeharso. Jurnal Kesehatan , 4.

Sjamsuhidajat, R., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Jakarta:
EGC.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumijatun. 2011. Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Wicaksono, C., 2016. Pemberian Terapi Seft Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Asuhan Keperawatan Tn.E Dengan Pasca Operasi Fraktur Femur Di
Ruang Kantil II RSUD Karanganyar. Jurnal Kesehatan, 1.

Widyastuti, Y., 2015. Gambaran Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur
Femur Di RS Ortopedi PROF. Dr.R Soeharso Surakarta. Jurnal Profesi,
12.

Anda mungkin juga menyukai