Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN/NY X DENGAN

POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION DI RUANG X RS Y

PROPOSAL KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

Oleh :
INDRA DWI VERAWATI
NIM.200102026

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cedera fraktur menjadi masalah kesehatan utama secara global, fraktur

menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya (Firmansyah

2019). Fraktur atau patah tulang merupakan istilah hilangnya kontinuitas

tulang yang normal dari suatu jaringan tulang (Black & Hawks 2014).

Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tulang, baik ekstremitas atas maupun

bawah. Penyebab fraktur bemacam-macam, namun seringnya disebabkan

karena kecelakaan baik kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, trauma/ruda

paksa (tenaga fisik) dan sebagainya yang ditentukan jenis dan luasnya fraktur

(Lukman & Ningsih 2013).

Dari data badan kesehatan dunia atau World Health Organization

mengungkapkan bahwa secara global telah terjadi cedera kecelakaan yang

memakan korban jiwa sekitan 1,35 jutan oarang di seluruh dunia. Dengan

angka kematian hampir 3700 korban jiwa per haridan melukai lebih dari 50

juta orang (World Health Organization 2020). Pada jurnal lain menyebutkan

bahwa di Amerika Serikat dari cedera traumatis yang dialami, sebanyak 46%

mengalami cedera ortopedi sedangkan diatara 13% sampai 25% memerlukan

perawatan intensif karena akibat dari cedera tersebut. Akibat dari masalah

kesehatan tersebut menyebabkan hilangnya produktifitas, biaya medis yang


tinggi serta kerusakan properti setiap tahunnya (Witmer, Marshall & Browner

2021).

Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar atau RISKESDAS

oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehtan Republik

Indonesia pada tahun 2018 pravelensi jenis cedera berupa fraktur sebesar

5,5% (Kemenkes RI, 2019).

Fraktur menjadi penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit

jantung koroner dan tuberkolosis. Indonesia adalah negara terbesar di Asia

Tenggara yang penduduknya mengalami fraktur, sekitar 1,8 juta penduduk

dari jumlah penduduk yang berkisar 238 juta. Fraktur yang diakibatkan oleh

kecelakaan lalu lintas memiliki pravelensi paling tinggi diantara kasus fraktur

lainnya. Yaitu sebesar 46,2% dari 45.987 orang dengan kasus fraktur

(Kemenkes RI, 2018).

Semenara di tingkat provinsi pravelensi kasus fraktur atau patah tulang

mencapai 64,5% di Provinsi Jawa Tengah tercatat sebanya 4115 korban

meninggal, korban dengan luka berat 97 jiwa dan korban dengan luka ringan

sebanyak 21967 jiwa. (Kemenkes RI, 2018)

Terjadinya suatu fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma,

kekuatan fisik, tenaga serta sudut dan keadaan tulang. Fraktur dibagi menjadi

2 tipe yaitu fraktur terbukan dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka adalah

fraktur yang merusak kulit sehingga tulang terhubung dengan dunia luar.

Sedangkat fraktur tertutup adalah patah tulang di dalam kulit, jadi tulang

tidak berhubungan degan dunia luar (Nuranif Huda, 2015).


Penatalaksanaan pada fraktur bisa dilakukan dengan menggunakan

prosedur pembedahan orthopedi untuk mengembalikan tulang ke bentuk

semula (Sjamsuhidajat, 2014). Salah satunya dengan cara ORIF atau Open

Reduction Internal Fixation. ORIF merupakan tindakan yang dilakukan

dengan cara pembedahan untuk mengembalikan posisi tulang yang patah

(Sudrajat, et, al, 2019). ORIF bertujuan untuk mengembalikan fungsi

pergerakan tulang dan stabilitas sehingga klien bisa melakukan mobilitas

fisik tanpa adanya hambatan (Smeltzer, Susan & Bare, 2013).

Setelah prosedur pembedahan ORIF klien akan merasakan nyeri

dikarenakan adanya trauma skeletal dan pembedahan yang dilakukan pada

otot, tulang atau sendi. Selama kurang lebih 3 hari klien akan merasakan

nyeri yang hebat. Nyeri tersebut timbul karena adanya edema, hematoma,

serta spasme otot. Klien juga akan merasa takut uuntuk bergerak atau

melakukan mobilitas fisik.

Nyeri akut adalah masalah keperawatan yang sangat sering dialami oleh

penderita fraktur. Selain itu juga ada beberapa masalah seperti gangguan

integeritas kulit, gangguan mobilitas fisik, defisit perawatan diri: mandi,

resiko infeksi dan resiko syok (SDKI, 2016). Tindakan keperawatan yang

bisa dilakukan sebagai perawat jika menemukan kasus patah tulang adalah

dengan menejemen nyeri, gangguan integeritas kulit dapat dilakukan monitor

kulit akan adanya kemerahan atau adanya faktor resiko infeksi, untuk

gangguan mobilitas fisik dapat dilakukan Tindakan mengajarkan pasien dan

keluarganya tentang Teknik ambulasi, sedangkan defisit perawatan diri dapat


dilakukan tindakan membantu pasien untuk melakukan perawatan diri atau

dapat juga memberikan edukasi kepada keluarga apabila pasien dirawat

dirumah. Utnuk resiko infeksi dapat dilakukan tindakan kolaborasi seperti

pemberian obat.

Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri adalah dengan

manajemen nyeri. Terdapat 2 macam cara yang bisa digunakan untuk

meredakan nyeri, yaitu dengan cara farmakologis dan non-farmakologis.

Prosedur ini digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan klien secara

individu. Penatalaksanaan farmakologis merupakan tindakan yang dilakukan

dengan tindakan kolaborasi dengan dokter. Tidakan farmakologis ini

menggunakan obat-obat penurun rasa nyeri. Sedangkan tindakan non-

farmakologis adalah tindakan pengganti obat-obatan, misalnya kompres

hangat, masase, teknik relaksasi nafas dalam, imajinasi terbimbing atau

hipnotis dan distraksi.

Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki kontak paling lama

dalam menangani klien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan klien

menjadi sangat penting. Seorang perawat diharuskan untuk bisa mengetahui

kondisi dan kebutuhan klien. Termasuk salah satunya adalah perawatan klien

saat post operatif. Pada waktu penyembuhan post opersatif dibutuhkan peran

perawat dalam proses penyembuhan dengan perawatan yang tepat dalam

melakukan tahapan-tahapan asuhan keperawatan (Arif Kurniawan, Yunie

Armiyati, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk

membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Nyeri Akut

pada Tn/Ny X dengan Post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) di

Rumah Sakit Y”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah karya

tulis ini adalah tentang bagaimana Asuhan Keperawatan nyeri akut pada

Tn/Ny X dengan post open reduction internal fixation di rumah sakit Y pada

tahun 2022.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mendapakan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada

pasien X dengan Post Open Reduction Internal Fixation di Rumah Sakit

Y.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan hasil pengkajian nyeri akut pada Tn/Ny X akibat post

open reduction internal fixation di Rumah Sakit Y.

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan nyeri akut pada Tn/Ny X

dengan post open reduction internal fixation di Rumah Sakit Y.

c. Mendeskripsikan rencana keperawatan nyeri akut pada Tn/Ny X dengan

post open reduction internal fixation di Rumah Sakit Y.

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan nyeri akut pada Tn/Ny X

dengan post open reduction internal fixation di Rumah Sakit Y.


e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan nyeri akut pada Tn/Ny X

dengan post open reduction internal fixation di Rumah Sakit Y.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Hasil karya tulis ilmiyah ini diharapkan bisa menjadikan pengalaman

belajar di lahan praktik serta dapat meningkatkan pengetahuan peneliti

tentang asuhan keperawatan nyeri akut pada pasien dengan post open

reduction internal fixation di Rumah Sakit X

2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan hasil karya tulis ilmuah ini dapat memberikan saran atau

masukan atau bahan dalam merncanakan asuhan keperawatan nyeri akut

pada klien dengan post open reduction internal fixation di Rumah Sakit X

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memperoleh gambaran

tentang teori asuhan keperawatan nyeri akut pada klien dengan post open

reduction internal fixation secara langsung.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS FRAKTUR

1. Definisi

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang yang

menyebabkan peregeseran fragmen tulang hungga deformitas. Pada kuja

fraktur dan luka insisi bisa terjadi edema dan nyeri yang mengakibatkan

keterbatasan gerak sendi, keterbatasan klien dalam menumpu berat

badannya sehingga sering dijumpai klien mengalami gangguan mobilitas

fisik (Celik et al, 2018).

Berdasarkan jenisnya, fraktur dibedakan menjadi 2 jenis. Yaitu

fraktur terbuka dan fraktur tertututp. Fraktur terbuka adalah fraktur yang

merusak jaringan kulit sehingga terdapat hubungan fragmen tulang

dengan dunia luar. Sedangkan fraktur tertutup adalah fraktur tanpa

hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar, frktur tersebut biasanya

disebabkan karena kecelakaan lalu lintas maupun non lalu lintas

(Ramadhani et al, 2019).

2. Patofisiologi

Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena terjadi

traumatic pada tulang. Tulang yang melemah dari kondisi sebelumnya

terjadi pada fraktur patologis. Patah tulang terbuka atau tertutup akan

menimbulkan nyeri karena tulang akan mengenai serabut syaraf di sekitar

lokasi fraktur.
Selain itu fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya karena tulang tidak

mampu digerakkan sehingga mobilitas fisik terganggu dan juga dapa

menyebabkan kurangnya deficit perawatan diri. Intervensi medis denang

penatalaksanaan pembedahan dapat menimbulkan luka iyang dapat

memicu masuknya organisme pathogen. Ini bisa mneyebabkan masalah

resiko infeksi pasca bedah dan nyeri akibat trauma jaringan lunak (Adhi

et al, 2015).

Intervensi pembedahan pada fraktur tertutup adalah ORIF (Open

Reduction Internak Fixation) yaitu Tindakan bedah yang dilakukan untuk

mempertemukan dan memfiksasi tulang yang patah. Untuk

mengoptimalkan penyembuhan dan hasil yang baik, dipasangkan plate

dan skrew. Setelah tulang menyambung plate dan skrew tersebut akan

dilepas. Operasi pelepasan itu disebut ROI Remove of Inplate) apabila

tidak dilakukan pelepasan plate tersebut maka dapat mengganggu

pertumbuhan tulang serta resiko penolakan dari tubuh seperti infeksi

(Adhi et al, 2015).

3. Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat benturan, putulan langsung, gaya

meremuk, kontraksi otot yang ekstrim, dan Gerakan putir mendadak.

Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitar yang bisa menimbulkan

edema jaringan lunak, perdarahan ke oto dan sendi, dislokasi rendi,

rupture tendon, serta kerusakan syaraf dan pembuluh darah. Organ tubuh
juga dapat mengalami cedera akibat Gerakan fragmen tulang (Smelt &

Suddart, 2013).

Menurut Nuratif Huda tahun 2015, klasifikasi fraktur terbagi

menjadi 2, yaitu:

a. Klasifikasi etiologis

1) Fracture traumatic terjadi pada tulang karena akibat

benturan bend tumpul serta tekanan.

2) Fracture patologis terjadi pada tulang karena adanya

karena adanya kelainan penyait yang menyebabkan

kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan)

dam dapat terjadi secara spontan atau akibattrauma ringan.

3) Fracture stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan

berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat

badan, fracture stress jarang sekali ditemukan pada anggota

gerak atas.

b. Klasifikasi klinis

1) Fracture tertutup (simple fracture), bila tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

2) Fracture terbuka (compound fracture) apabila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, dan

terdapat perlukaan kulit.

Fracture terbuka digradasi menjadi :

Grade I : Luka bersih sepanjang kurang dari 1 cm


Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif

Grade iii : Luka sangat terkontaminasi dan mengalami

kerusakan lunak ekstensif

3) Fracture dengan komplikasi, missal malunion elayed

union, non union, infeksi tulang.

c. Klasifikasi radiologis

1) Lokalisasi yaitu : diafisal, metafisial, intra-artikular,

fracture dengan dislokasi.

2) Menurut ekstensi yaitu T. Total, F. tidak total, F. buckle

atau torus

3) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

tida bergeser, bergeser (angulasi, rotasi, distraksi, over

riding, impaksi)

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri

Nyeri akan terasa terus menerus dan bertambah skalanya sampai

fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan Gerakan antar fragmen tulang

b. Deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tidak dapat digunakan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (bergerak luar biasa)


bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen ini

menyebabkan deformita (terlihat atau teraba) ektremitas yang bisa

diketahui dengan membandingkan ektremitas normal. Ekstremitas

tidak akan berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integeritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pemendekann

Pada fraktur yang panjang, akan terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain 2,5

sampai 5cm atau 1 sampai 2 inchi.

d. Krepitus

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satyu

dengan yang lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak yang lebih berat.

e. Pembengkakan

Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

5. Penatalaksanaan

a. Fraktur Tertutup

1. Rekognisi (Pengenalan)
Untuk menentukan diagnose dan tindakan keperawatan yang tepat

harus jelas disebabkan Riwayat kecelakaa dan derajat

keparahannya.

2. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

posisi anatomisnya. Reduksi tertutup, bertujuan mengembalikan

fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung tulang saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang

digunakan biasanya bidai, traksi dan alat lainnya. Reduksi terbuka

dengan pendekatan bedah. Sedangkan alat fiksasi internal yaitu

bentuk pin, kawat, skrup, plat dan paku.

3. Retensi (Imobilitas)

Mobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan

internauntuk mempertahankan fungsi status neurovaskuler selalu

diantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, dan gerakan.

Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mobilisasi sekitar 3

bulan.

4. Rehabilitas

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Reduksi

dan mobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

pengembalian secara bertahap pada aktifitas semula diusahakan

sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler dipntau oleh ahli bedah

ortopedi, seperti pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,


perabaan dan gerakan, diberi tahu segera apabila terdapat tanda

gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan

ketidaknyamanan di kontrol oleh beberapa pendekatan yaitu,

menyakinkan perubahan posisi, strategi pereda nyeri, termasuk

analgesik. Partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari diusahakan

untuk memperbaiki kemandirisn fungsi dan harga diri.

Pengembalian dilakukan bertahap pada aktifitas semula dan harus

diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tahap-tahap proses penyembuhan:

a) Tahap 1: Peradangan (inflamaton)

Patah tulang baik terbuka atau tertutupakan menimbulkan

perdarahan sekecil apapunitu. Dan akan membuat jaringan

disekitar meradang yng ditandai dengan bengkak, memerah

dan teraba hangat. Tahap ini akan terasa pada hari ketika

patah tulang terjadi dan berlangsung sekita 24 jam hingga 1

minggu.

b) Tahap 2: Pembentukan katus halus (soft callus)

Pembengkakakn dan rasa sakit akan hilang antara 2 sampai 3

minggu setelah cedera. Pada tahap penyembuhan ini akan

terbentuk kalus yang halus di kedua ujung tulang yang patah

sebagai cikal bakal yang akan mnejembatani penyambungan

kedua tulang. Namun kalus ini beum bisa terlihat emlalui

rontgen. Tahap ini berlangsung selama 4 sampai 8 minggu.


c) Tahap 3: Pembentukan kalus keras (hard callus)

Dalam waktu 4 sampai 8 minggu, tulang baru mulai tumbuh

menjembatani fraktur (soft callus berubah menjadi hard

callus) serta dapat dilihat melalui x-ray

d) Tahap 4: Remodeling tulang

8 sampai 12 minggu setelah cedera, sisi fraktur akan

mengalami remodeling tulang yaitu memprbaiki atau merubah

diri. Memperbaiki setiap cacat yang mungkin akan tetap

sebagai akibat dari cedera. Ini adalah akhir dari tahap

penyembuhn tulang.

b. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8

jam(golden periode). Hal yang perlu dilakukan adalah:

1. Pembersihan luka

2. Eksisi jaringan mati/debridement

3. Ihecting situation

4. Iantibiotic
6. Pathway

7.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Tahap awal dari proses keperawatan adalah pengkajian. Di sini,

semua data dari klien akan dikumpulkan secara sistemats yang bertujuan

untk menentukan status klien pada saat itu. Pengkajian harus dilakukan

secara komprehesif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan

spiritual klien. Menurut (Tarwoto dan Wartoah dalam DEWI, 2020)

pengkajian pada frakture secara umum meliputi :

a. Identitas

Meliputu nama, umur, jenis kelalmin, Pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, status perkawinan, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,

nomor regristrasi atau nomor rekam medis dan diagnosa keperawatan.

b. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada klien dengan fracture dalah nyeri

c. Riwayat penyakit sekarang

Berupa kronologi kejadian sehingga terjadi penyakit seperti sekarang

d. Riwayat penyakit dahulu

Bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan penyebab fracture

dan petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

e. Riwayat penyakit keluarga

Merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fracture

f. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita serta

peran klien dalam keluarga dan masyarakat

g. Pola-pola fungsi keluarga

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Klien yang mengalami fracture biasanya merasa takut akan

mengalami kecacatan. Oleh karena itu klien harus menjalani

penatalaksanaan untuk membantu menyembuhkan tulangnya.

Dengan demikian diperlukan pengkajian yang meliputi pola hidup

klien seperti kebiasaan hidup, penggunaan obat steroid yang dapat

memngganggu metabolisme halsium, konsumsi alkohol, danpla

olahraga.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien dengan masalah fracture harus mengkonsumsi makanan

yang lebih dar kebutuhan biasanya, seperti lebih banyak

mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kalsium,zat

besi, vitamin C untuk membantu proses penyembuhan.

3) Pola eliminasi

Untuk mengetahui adanya kesulitan atau tidak pada saat klien

buang air kecil atau buang air besar. Maka perlu dikaji frekuensi

buang air, warna serta bau.

4) Pola tidur dan istirahat


Pada umumnya klien dengan fracture akan merasakan nyeri dan

gerakannya yang terbatas. Hal tersebut dapat mengganggu pola

tidur klien.

5) Pola aktifitas

Pola aktifitas klien pasti akan terganggu karena klien merasakan

nyeri dan gerakannya yang menjadi terbatas.

6) Pola hubungan dan peran

Karena menjalani perawatan di rumah sakit, klien cenderung akan

kehilangan peran dalam keluarga atau masyarakat

7) Pola persepsi dan konsep diri

Klien fracture cenderung akan mengalami ketakutan dan

kecemasan akan kecacatan akibat fracture. Klien cemas akan

ketidakmampuan melakukan aktifitas secara optimal dan

gangguan citra tubuh.

8) Pola sensori dan kognitif

Berurangnya daya raba terutama pada bagian fracture

9) Pola repoduksi seksual

Karena menjalani perawatan dan keterbatasan gerak serta nyeri,

klien tidak bisa melakukan aktifitas seksual

10) Pola penanggulangan stress

11) Pola tata nilai dan keyakina

Klien tidak bisa menjalankan ibadah dengan maksimal karena

keterbatasn gerak serta nyeri


12) Pemeriksaan fisik

Ada 2 pemeriksaan umu pada fracture yaitu gambaran umum dan

keadaan lokal berupa:

a) Gambaran umum

Perlu diperhatikan pemeriksaan secara umum meliputi:

(1) Keadaan umum klien yang perlu dicatat, baik buruknya

adalah tanda-tanda seperti berikut ini:

(a) Keadaan klien, seperti apatis, sopor, koma, gelisah,

atau komposmentis

(b) Keadaan penyakit pada klien yaitu akut, kronik,

ringan, sedang, berat. Pada klien dengan fracture

biasanya akut

(2) Tanda-tanda vital tidak normal kerena mengalami

gangguan fungsi ataupun bentuk

(3) Pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung jari kaki harus

diperhitungkan dalam keadaan proksimal serta

bagiandistal terutama status muskuluskuler

b) Keadaan lokal

(1) Look yaitu melihat adanya deformitas atau angulasi

(membentuk sudut, rotasi, atau pemutaran dan

pemendekan), tulang yang keluar dari jaringan lunak,

sikratik atau jaringan parut baik yang alami atau buatan


(bekas operasi), pembengkakakn, warna kulit, benjolan,

cekukangn, serta posisi dan bentuk lain dari ekstermitas.

(2) Feel adanya respon nyeri atau ketidaknyamanan, flukturasi

pada pembengkakan, nyeri tekan, krepitalis, suhu disekitar

trauma, letak fracture (sepertiga proksimal, tengan atau

distal)

(3) Move adalah gerakan abnormal ketika bagian yang cedera

di gerakkan serta melihan kemampuan Range Of Motion

(ROM) mengalami gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap nasalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik aktual atau potensial. Tujuan diagnosis keperawstan

adalah untuk mengidentifikasi reson klien indifidu, keluarga dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Berikut ini

merupakan diagnosa keperawatan yang berkemungkinan muncul pada

klien dengan fracture menurut Nuranuf, Amin Huda dan Kusuma (2016)

dengan menggunakan Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

dalam (PPNI, 2017).

a. Post Operatif Fractyre

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis,

prosedur operasi)
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan

muskuluskuletal

3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

4) Gangguan integeritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor

mekanis

5) Resiko cedera berhubungan dengan ketidaknyamanan transportasi

6) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

Di bawah ini merupakan uraian dari diagnosa yng mungkin timbul

pada klien post operatif fracture menurut (Nuratif Huda, 2015), dengan

menggunakan buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI,

2017).

a. Nyeri Akut (D.0077)

(1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional,dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

(2) Penyebab

Agen pencedera fisik (misalnya. prosedur operasi).

(3) Batasan Karakteristik

a) Data Mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri

akut antara lain :


(1) Klien mengeluh nyeri

(2) Tampak meringis

(3) Bersikap protektif (misalnya. waspada, posisi menghindari

nyeri)

(4) Gelisah

(5) Frekuensi nadi meningkat

(6) Sulit tidur

b) Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri

akut antara lain :

(1) Tekanan darah meningkat

(2) Pola napas berubah

(3) Nafsu makan berubah

(4) Proses berpikir terganggu

(5) Menarik diri

(6) Berfokus pada diri sendiri

(4) Kondisi Klinis Terkait

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom coroner akut

e) Glaucoma

b. Defisit Perawatan Diri


1) Definisi

Tidak mampu melakukan atau menyelesaiakan aktivitas

perawatan diri

2) Penyebab

Gangguan muskuluskuletal

3) Batasan Karakteristik

a) Data Mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa

defisit

perawatan diri antara lain :

(1) Menolak melakukan perawatan diri

(2) Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/ kebutuhan

KDM

(3) Minat melakukan perawatan diri kurang

b) Data Minor

Data minor yang dapat menujang munculnya diagnosa defisit

perawatan diri

4) Kondisi Klinis Terkait

a) Stroke

b) Cedera medulla spinalis

c) Depresi

d) Arthritis rheumatoid

e) Retardasi mental
f) Delirium

g) Demensia

h) Gangguan amnestic

i) Skizofrenia dan gangguan pisikotik lain

j) Fungsi penilaian terganggu

c. Gangguan Mobilitas Fisik

1) Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstrimitas

secara mandiri

2) Penyebab

Nyeri

3) Batasan Karakteristik

a. Data Mayor

Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa

Gangguan Mobilitas Fisik antara lain :

(1) Klien mengeluh sulit menggerakkan ekstrimitas

(2) Kekuatan otot menurun

(3) Range of motion (ROM) menurun

b. Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri

akut antara lain :

(1) Nyeri saat bergerak

(2) Enggan melakukan pergerakan


(3) Merasa cemas saat bergerak

(4) Sendi kaku

(5) Gerakan tidak terkoordinasi

(6) Gerakan terbatas

(7) Fisik lemah

4) Kondisi Klinis Terkait

a) Stroke

b) Cedera medulla soinalis

c) Trauma

d) Fracture

e) Osteoarthritis

f) Ostemalasia

g) Keganasan

d. Gangguan Integeritas Kulit/Jaringan

1) Definisi

Kerusakan kulit ( dermis dan epidermis ) atau jarigan ( membran

mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi dan

ligament

2) Penyebab

Faktor mekanis

3) Batasan Karakteristik

a) Data Mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa

Gangguan Integritas Kulit/Jaringan antara lain :

(1) Kerusakan jaringan dan lapisan kulit

b) Data Minor

Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa

Gangguan Intergeritas Kulit/Jaringan antara lain:

(1)

(1) Nyeri

(2) Perdarahan

(3) Kemerahan

(4) hematoms

4) Kondisi Klinis Terkait

a) Imbolisasi

b) Gagal jantung kongestif

c) Gagal ginjal

d) Diabetes mellitus

e) Imunodefisiensi

e. Resiko Cedera

1) Definisi

Beresiko mengalami bahaya/kerusakan fisik yang menyebabkan

seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.

2) Faktor Resiko

Ketidaknyamanan transportasi
3) Batasan Karakteristik

a) Kejang

b) Sinkop

c) Vertigo

d) Gangguan penglihatan

e) Gangguan pendengaran

f) Penyakit Parkinson

g) Hipotensi

h) Kelainan nervus vestibularis

i) Retardasi mental

f. Resiko Infeksi

1) Definisi

Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

2) Faktor Risiko

Efek prosedur invasif.

3) Kondisi Klinis Terkait

a) AIDS

b) Luka bakar

c) Penyakit paru obstruktif kronis

d) Diabetes mellitus

e) Tindakan invasif

f) Kondisi penggunaan terapi steroid

g) Penyalahgunaan obat
h) Kanker

i) Gagal ginjal

j) Imunosupresi

k) Lymphedema

l) Leukositopenia

m) Gangguan fungsi hati

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan tindakan yang dirancang untuk

membantu klien dalam menjalani perawatan untuk beralih dari tingkat

kesehatan saat sakit ke tingkat yang diinginkan dan hasil yang diharapkan.

Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat

lakukan terhadap klien. Termasuk intervensi yang dilakukan atau

diprakarsai perawat, dokter, atau petugas kesehatan lainnya. Intervensi

dapat dilakukan oleh perawat berdasarkan pada Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI), (PPNI, 2018).


No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (I.O8238)
keperawatan selama Klien menyatakan Observasi
1. Nyeri hilang/berkurang, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Meringis menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
4. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
5. Gelisah menurun memperingan nyeri
6. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
7. Perasaan takut mengalami cedera nyeri
berulang menurun ( 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan atau pelaksanaan dari rencana

keperawatan yang telah di rancang pada tahan perencanaan pada

intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada klien. Dengan

dukungan pengobatan. Tindakan, tindakan untuk memperbaiki kondisi

klien serta pendidikan untuk klien dan keluarga tentang mencegah

masalah keperawatan yang mungkin timbul (Susprati & Ashriady, 2018).

Agar pelaksanaan implementasi keperawatan berjalan lancar,

perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual) kemampuan

dalam hubungan interpersonal dan ketrampilan dalam melakukan

tindakan. Pelaksanaan inplementasi harus sesuai kebutuhan klien

(Susprati & Ashriady, 2018).

Komponen yang terdapat pada implementasi keperawatan antara

lain:

1. Observasi

Merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengumpulkan dan

menganalisa data status kesehatan klien

2. Terapeutik

Merupakan tindakan yang secara langsung berefek pada pemulihan

status kesehatan klien atau dapat mencegak pemburukan masalah

kesehatan.

3. Edukasi
Merupakan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

klien merawat dirinya. Tindakan ini juga bisa diberikan kepada

keluarga klien agar dapat membantu klien dalam mengatasi masalah.

4. Kolaborasi

Merupakan tindakan yang membutuhkan kerja sama antara perawat

lainnya atau antar tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, ahli gizi,

analis kesehatan dan lain-lain.

5. Evaluasi Keperawatan

Dalam proses evaluasi, diharapkan perawat dapat mengetahui

sejauh mana hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien

dengan melihat kerangka SOAP. Evaluasi asuhan keperawatan

merupakan fase terakhir dari proses keperawatan terhadap asuhan

keperawatan yang telah diberikan. (Andi Parellangi 2017).

Ada 2 jenis evaluasi menurut (Fitrianti, 2018).

a. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif berfokus pada kegiatan proses keperawatan dan hasil

intervensi keperawatan. Formulasi penilaian formatif mencakup empat

komponen yang dikenal sebagai SOAP, yaitu subjektif, objektif,

analisis data, dan perencanaan.

1) S (subjektif) yaitu Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali

pada klien yang afasia.

2) O (objektif) yaitu Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan

oleh perawat.
3) A (analisis) yaitu Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.

4) P (perencanaan) yaitu Perencanaan kembali tentang pengembangan

tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan

datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Somatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah seluruh

kegiatan proses keperawatan selesai dilakukan. Tujuan dari evaluasi

sumatif ini adalah untuk menilai dan memantau mutu asuhan

keperawatan yang diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait

dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi apabila klien menunjukkan

perubahan sesuai standar yang telah ditentukan

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian, yakni

klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukan

perubahan pada sebagian kriteria yang sudah ditetapkan

3) Tujuan tidak tercapai atau masalah belum teratasi, apabila klien

hanya menunjukan sedikit prubahan atau tidak ada kemajuan sama

sekali
C. KONSEP KEBUTUHAN DASAR RASA AMAN DAN NYAMAN

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial.

Nyeri terbagi menjadi 3 intensitas, yaitu ringan, sedang, dan berat.

Kualitas nyeri sendiri ada tiga yaitu tumpul, seperti terbakar, seperti

ditusuk,-tusuk. Durasi nyeri terdapat 3 macam, transien, intermiten,

persisten. Sedangkan penyebaran nyeri ada superfisial atau dalam,

terlokalisir atau difus. Meskipun nyeri adalah sensasi, nyeri memiliki

komponen kognitif dan emosional yang dapat digambarkan dalam bentuk

penderitaan (Mochamad Bahrudin, 2017).

Nyeri adalah pengalaman subjektif dengan segala persepsi sensorik

dan telah dirasakan oleh manusia sejak lahir, seperti halnya manusia

merasakan rasa manis pahit, dan asin. Namun, rasa sakit berbeda dari

rangsangan sensorik. Hal ini karena rangsangan nyeri dapat dihasilkan

dari atau menyebabkan kerusakan jaringan (Mochamad Bahrudin, 2017).

2. Gangguan Nyeri pada Pasien Pasca Operasi

Nyeri pasca operasi adalah hal fisiologis. Hal ini sering menjadi

ketakutan yang dikeluhkan klien setelah menjalani prosedur pembedahan.

Sensasi nyeri akan mulai terasa sebelum klien mendapatkan kesadaran

sepenuhnya dan sensasinya akan terus emningkat seiring habisnya efek

anesesi dalam tubuh. Nyeri akut yang dialami klien termasuk nyeri akut

yang diakibatkan luka bekas operasi atau insisi (Potter dan Perry, 2012).
Tingkat keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada responfisiologi

dan psikoogi klien, toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri antara lain letak

transisi, sifat prosedur, kedalaman trauma operasi, jenis anestesi, dan

bagaimana anestesi diberikan (Smeltzer & Bere, 2013).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Persepdi individu terhadap nyeri di pengaruhi oleh beberapa

faktorantara lain (Mubarak at al, 2015)

a) Etnik dan nilai budaya

Beberapa budaya percaya bahwa menunjukkan rasa sakit itu wajar.

Budaya lain cenderung mempraktikkan perilaku introvert (Introvert).

Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Pada

ini mempengaruhi konsumsi fisiologis opioid endogen yang

mengakibatkan sensasi nyeri. Latar belakang etnis dan budaya

merupakan faktor yang mempengaruhi respon nyeri dan ekspresi

nyeri. Misalnya, orang-orang dalam budaya tertentu cenderung

mengekspresikan rasa sakit mereka secara agresif, sementara orang-

orang di budaya lain menekan emosi mereka dan tidak ingin

menimbulkan masalah bagi orang lain.

b) Tahap perkembangan

Tahap perkembangan dan usia perkembangan seseorang merupakan

pengaruh penting nyeri. Dalam hal ini anak-anak cenderung kurang

mampu mengungkapkan nyeri yang sedang mereka rasakan dibanding

orang dewasa. Kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri pada


mereka. Pravelensi nyeri pada lansia cenderung lebih tinggi larena

penyakit akut atau kronis dan degenarative yang di derita.

c) Lingkungan dan individu pebdukung

Lingkungan yang tidak dikenal, tingkat kebisingan yang tinggi,

pencahayaan, dan tingkat aktivitas yang tinggi di lingkungan ini dapat

memperburuk rasa sakit.Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang

yang dicintai dapat meningkatkan persepsi seseorang tentang rasa

sakit, telah menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi.

Misalnya, orang yang kesepian yang tidak memiliki keluarga atau

teman untuk mendukung mereka lebih mungkin merasakan sakit

daripada mereka yang memiliki keluarga dan teman dekat untuk

mendukung mereka.

d) Pengalaman nyeri sebelumnyaansietas dan stressjenis kelamin

Pengalaman masa lalu juga mempengaruhi persepsi dan kepekaan

seseorang terhadap nyeri. Orang yang pernah mengalami rasa sakit

atau menyaksikan penderitaan orang yang dicintai lebih mungkin

dibandingkan orang lain yang tidak pernah mengalaminya untuk

merasa terancam oleh peristiwa menyakitkan yang mereka alami.

lebih tinggi. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan strategi

manajemen nyeri sebelumnya juga mempengaruhi harapan dalam

mengatasi nyeri saat ini.

e) Ansietas dan stress


Ansietas atau kecemasan sering menyertai peristiwa nyeri yang

terjadi. Ketidakmampuan mengontrol nyeri di sekelilingnya dapat

memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang bisa atau

mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan sehingga mangalami

penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan presepsi

nyeri mereka.

f) Jenis kelamin

Dalam beberapa budaya yang mempengaruhi gender, misalnyavanak

laki-laki dianggap berani dan tidak boleh menangis, sedangkanvanak

perempuan mungkin menangis dalam situasi yang sama.

Namun,vsecara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

signifikan dalam respons mereka terhadap rasa sakit.

g) Makna nyeri

Individu mempersepsikan nyeri secara berbeda ketika menciptakan

kesan ancaman, kehilangan, hukuman, dan tantangan. Arti nyeri

mempengaruhi pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang

beradaptasi dengan nyeri .

h) Perhatian

Sejauh mana pasien memperhatikan nyeri dapat mempengaruhi

persepsi nyeri. Peningkatan perhatian dikaitkan dengan peningkatan

rasa sakit pada sedangkan gangguan dikaitkan dengan penurunan

respons nyeri pada

i) Keletihan
Rasa lelah akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif serta

dapat menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan

persepsi nyeri.

j) Gaya koping

Individu dengan lokasi kendali internal mempersiapkan diri sebagai

individu yang mampu mengendalikan lingkungan mereka dan hasil

akhir dari peristiwa nyeri. B. Perawat yang bertanggung jawab atas

hasil akhir suatu kejadian.

k) Dukungan sosial dan keluarga

Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka

terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri mereka memerlukan

dukungan, dukungan dan perlindungan.Kehadiran meminimalkan

kesepian dan kecemasan.

4. Edukasi Nyeri pada Pasien Pasca Operasi ORIF

Edukasi adalah cara yang dilakukan oleh seorang perawat untuk

menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi ORIF menggunakan metode

penanggulangan nyeri yaitu manajemen nyeri farmakologi dan non-

farmakologi

a. Manajemen Nyeri Farmakologi

1) Analgesik Narkotika atau opioid

Opioid berguna sebagai pereda nyeri yang akan memberikan efek

kesenangan karena obat ini menimbulkan ikatan dengan reseptor

oplate danmengaktifkan penekanan nyeri endogen yang terdapat


pada susunan syaraf pusat. Obat-obatan yang termasuk pada

golongan ini adalah morfin, mepiridin (petidin), metadon,

fentanyl,dezorin, buprenofin, butarfanol, nalorfin, nalbufin, dan

pentazonin. Jenis 0bat-obatan tersebut dapat digunankan pada

pasien dengan tingkat nyeri sedang hingga berat dan tingkat paruh

waktu kurang lebih 4 jam (Ghassani, 2016)

2) Analgesik Non Narkotika

Manajemen ini disebut juga Nonsteroid Anti-Inflamamatory

Drugs (NSAIDs) obat ini tidak menimbulkan efek anti nyeri tetapi

dapat memberikan efek anti inflamasi. Terapi ini digunakan

untuk klien dengan nyeri ringan hingga sedang. Jenis obat-obatan

ini termasuk aspirin, asaminofen, ketorolak, dan paracetamol

(Ghassani, 2016).

b. Manajemen Nyeri Non-Farmakologi

Teknik non-farmakologi banyak digunakan untuk mengatasi nyeri

pada klien frktur. Tindakan non-farmakologis merupakan terapi yang

dilakukan dengan cara yang lebih sederhana, praktis, murah dan tanpa

efen merugikan. Terapi yang dapat dianjurkan perawat adalah cara

relaksasi nafas dalam, pijat, kompres panas dan dingin, stimulasi

kutaneus, akupuntur, akupresur, relaksasi musik, guide imagery dan

distraksi (Black, 2014).

1) Relaksasi Nafas Dalam


Relaksasi nafas dalam dapat memberikan perubahan yang

dirasakan oleh tubuh secara fisiologis dan bersifat emosional serta

sensorik. Relaksasi nafas dalam adalah salah satu terapi terapi

yang memberikan efek relaksasi yang bisa menurunkan skala

nyeridengan merangsang susuna syaraf pusat yaitu otak dan

sumsum tulang belakang (S.B. Aji, 2015)

2) Kompres Dingin

Kompresi dingin adalah salah satu tindakan keperawatan yang

sering digunakan untuk menurunkan nyeri. Sensasi dingin yang

dirasakan dapat memberi efek fisiologis yang dapat menurunkan

respon inflamasi, menurunkan aliran darah, menurunkan edema,

serta dpat menurunkan rasa nyeri lokal. Setelah dilakukan

kompres selama 10-15 menit akan terjadi proses vasokonstriksi

dari efek reflek oto polos yang bisa timbul akibat simulasi sistem

saraf otonom serta menstimulasi pengeluaran hormone endorphine

(Novita, 2010).

3) Distrksi Pendengaran

Distraksi pendengaran adalah salah satu dari tindakan untuk

mengobati nyeri patah tulang, dan percaya bahwa mendengarkan

musik dapat membantu orang yang kesakitan menjadi rileks.

Musik
atau sejenisnya memberikan efek distraksi dan sisasosiasi opiat

endogen di beberapa fosi didalam otak, termasuk hipotalamus dan

sistem limbik (Joyce & Jane, 2014).


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. RANCANGAN STUDI KASUS

Penelitian ini mengguanakan metode kualitatif. Merupakan kenis

penelitian yang temuan-temuannya tidak menggunakan prosedur kuantifikasi,

perhitungan statistik, atau bentuk lainnya yang menggunakan ukuran angka.

Penelitian kualitatif prinsipnya untuk memahami objek yang diteliti secara

mendalam. Tujuan penelitian menggunakan metode ini untuk mencakup

informasi tentang peristiwa utama yang sedang dieksploriasi dalam

penelitian, subjek penelitian, serta lokasi penelitian (Rukajat, 2018).

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau deskriptif dalam

bentuk studi kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada

klien nyeri akut dengan post operatif fracture di RSUD X. Pendekatan ini

menggunakan asuhan keperawatan yang meliputi, pengkajian,

diagnosisi keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

B. SUBJEK STUDI KASUS

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini dalah individu dengan

kasus yang akan diteliti secara menalam. Subjek yang akan diteliti adalah

klien dengan masalah keperawatan nyeri akut akibat prosedur post operatif

fracture di rumah sakit x.

1. kriteria Inklusi
adalah karakteristik atau persyaratan umum yang diharapkan bisa

memnuhi subjek penelitiannya (Sani, 2018).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Klien dengan post operatif fracture.

b. Klien dewasa berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

c. Klien yang dirawat di ruang perawatan RSUD X

d. Klien sadar penuh dengan tingkat kesadaran composmentis.

e. Klien bersedia menjadi responden selama penelitian study kasus

berlangsung.

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan suatu karakteristik dan populasi yang bisa

menyebabkan subjek memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat

disertakan menjadi subjek penelitian (Sani, 2018)

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

a. Klien yang dirawat di ruang ICU (Intensive Care Unit).

b. Klien yang sedang rawat jalan.

C. FOKUS STUDI

Fokus studi yang akan menjadi kajian utama dari masalah yang akan

diangkat adalah Asuhan Keperawatan Nyeri Akut di RSUD X

D. DEFINISI OPERASIONAL

Fracture merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat

total maupun sebagian,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga


fisik.Salah satunya fracture berdasarkan diagnosa medis dan tercatat didalam

rekam medik klien.

Asuhan keperawatan klien dengan fracture merupakan suatu proses

tindakan keperawatan dilakukan oleh seorang perawat yang diberikan secara

langsung kepada klien dengan post operatif fracture,baik pada fracture

tertutup maupun fracture terbuka dalam tatanan pelayanankesehatan meliputi

pengkajian,menegakkan diagnosa keperawatan, menyusun

intervensi,melaksanakan intervensi dan mengevaluasi asuhan keperawatan

pada fracture.

E. TEMPAT DAN WAKTU STUDI KASUS

1. Tempat

Studi kasus ini dilakukan di ruang Y rumah sakit X

2. Waktu

Asuhan keperawatan nyeri akut ini dilakukan selama 3 hari mulai dari

pengkajian sampai evaluasi.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode penelitian merupakan cara lmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Teknik pengumpuln data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah untuk mendapatkan data.

1. Wawancara
Wawancara yaitu hasil anamnesa berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan lain-lain. Sumber

data yang didapat bisa dari klien, keluarga atau rekam medik.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan tehnik inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi pada tubuh klien.

3. Study dokumentasi

Study dokumentasi merupakan data yang didapatkan dari pemeriksaan

diagnostik

G. PENYAJIAN DATA

Penyajian data dalam studi kasus ini disajikan secara yekstular atau

narasi serta disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek studi kasus

sebagai pendukungnya.

H. ETIKA STUDI KASUS

Etika menggambarkan aspek-aspek etik yang dipergunakan menjadi

pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan bagi pasien sampai

proses dokumentasi yang dilakukan. Etikan penelitian adalah suatu bentuk

sopan santun dan budi pekerti dalam pelaksanaan penelitian. Etika penelitian

merupakan hal penting karena menggunakan subjek manusia. Pada penelitian

keperawatan hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia

(Nursalam,2016).

Anda mungkin juga menyukai