Anda di halaman 1dari 53

i

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh

dunia atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cidera sekitar 6 juta

orang setiap tahunnya menurut WHO(World Health Organisation, 2011).

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,

kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat

faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2015).

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur

adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Zairin

Noor Helmi, 2012). Adapun proporsi kejadian cedera di jalan raya

terbanyak di Bengkulu (56%) dan kejadian patah tulang di Provinsi

Bengkulu adalah 6,8% atau 5.764 jiwa (Riskesdas, 2013).

Depkes RI, (2013) menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang

terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami

fraktur , fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian

ekstremitas atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Hasil

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa kejadian

kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2% mengalami

fraktur.

1
2

Menurut WHO (2013) menyebutkan bahwa 1,24 juta korban meninggal

tiap tahunnya di seluruh dunia akibat kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan

cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya. Kejadian fraktur di Indonesia

menunjukkan bahwa sekitar 8 juta orang mengalami fraktur sebanyak 5,5%

dengan rentang setiap provinsi antara 2,2 sampai 9%. Fraktur ekstremitas

bawah memiliki prevelensi sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Masalah

keperawatan yang sering muncul pada klien dengan fraktur yaitu nyeri akut,

perfusi perifer tidak efektif, gangguan integritas kulit, gangguan mobilitas fisik,

resiko infeksi (PPNI, 2017). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi nyeri

dengan teknik relaksasi nafas dalam, ketidak efektifan perfusi jaringan perifer

dengan instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada laserasi,

kerusakan integritas kulit dengan mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap

dua jam sekali), hambatan mobilisasi fisik dengan damping dan bantu pasien

saat mobilisasi dan bantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, resiko infeksi

dengan inspeksi kondisi luka atau insisi bedah dan ajarkan pasien dan keluarga

tanda dan gejala infeksi, resiko syok (hipovolemik) dengan memonitor suhu

dan pernafasan (Nurarif Amin Huda, 2015).

Berdasarkan data dari RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu jumlah

keseluruhan pasien yang menderita fraktur pada tahun 2018 adalah sebanyak

16 orang, pada tahun 2019 ada 19 orang, sedangkan pada tahun 2020 15 orang.

(profil RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu).


3

Sesuai dengan penjelasan uraian di atas, serta melihat data yang

didapatkan daru RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu, terlihat adanya

peningkatan kejadian fraktur pada tahun 2018 ke 2019 serta beberapa faktor

yang berpengaruh terhadap kasus fraktur maka penulis tertarik melakukan

penelitian asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur di RSUD Harapan

dan Doa kota Bengkulu.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas di dapat masalah penelitian

tingginya angka kejadian fraktur sehingga dapat dirumuskan masalah

“Bagaimana penatalaksanaan asuhan Keperawatan pada pasien dengan

fraktur selama pasien di rawat di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu

tahun 2021”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan Keperawatan pada pasien dengan fraktur di

RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu dengan menggunakan penekatan

proses Keperawatan yang utuh dan komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian selama memberikan assuhan Keperawatan

pada pasien dengan fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu

tahun 2021
4

b. Mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan selama memberika asuhan

Keperawatan pada pasien dengan fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota

Bengkulu tahun 2021

c. Mampu merumuskan rencana tindakan Keperawatan kepada pasien

dengan fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu tahun 2021

d. Mampu melakukan Implementasi Keperawatan pada pasien dengan fraktur

di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu tahun 2021

e. Mampu melakukan evaluasi Keperawatan pada pasien dengan fraktur di

RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu tahun 2021

f. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien fraktur

di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu tahun 2021

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi pihak Akademik

Hasil penelitian ini agar dapat di gunakan sebagai bahan masukan untuk dapat

menangani kejadian fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu.

b. Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan acuan dalam melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai fraktur dengan jumlah sampel yang lebih banyak

dan metodologi penelitian yang lebih banyak lagi.


5

E.Implikasi Studi Kasus Terhadap Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan di jadikan

sebagai bahan masukan bagi stakeholder untuk dapat mengambil keputusan

dan memecahkan masalah khususnya kasus mengenai fraktur

a. Bagi RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu

Hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk bahan masukan bagi

tenaga kesehatan untuk mengambil keputusan mengenai penanganan

fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu

b. Bagi program studi Keperawatan (DIII) Fikes Dehasen Bengkulu.

Hasil penelitian ini dapat di pergunakana sebagai bahan pembelajaran

dan upaya peningkatan pemahaman mahasiswa dalam upaya

penanganan mengenai fraktur di RSUD Harapan dan Doa kota

Bengkulu.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur


1. Konsep Dasar Teori Fraktur
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk dan kontraksi otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar

akan terpengaruh, yang dapat mengakibatkan edema pada jaringan lunak,

dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh dapat mengalami cedera

akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang

(Brunner & Suddart, 2013).

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patah pada

tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman dan Ningsih, 2012).

Fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang

membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, pergelangan tangan, lengan,

siku, lengan atas dan bahu) dan ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut,

kaki bagian bawah, pergelangan kaki) (UT Southwestern Medical Center,

2016).
7

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih

besar daripada yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh

pukulan langsung, puntiran mendadak atau bahkan kontraksi otot

ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan disekitarnya juga akan

terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan otot dan

sendi ,dislokasi sendi,ruptur tendon,kerusakan saraf dan kerusakan

pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang

disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Bruner dalam

Taqqiyah,2013). Menurut Ropyanto, (2011) menyebutkan bahwa

kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia,

atau 300 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta

orang aetiap tahunnya.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk

membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Dengan Fraktur Di RSUD Harapan dan Doa Kota Bengkulu


8

b.Insiden

Menurut WHO (World health Organization, 2012) angka kecelakaan fraktur

di dunia akan semakin meningkat seiring bertambahnya kendaraan. Usia produktif

merupakan usia yang rentang mengalami cedera akibat kecelakaan, begitu juga

lanjut usia dapat terjadi fraktur akibat penurunan masa tulang sehingga rentan

terjadi fraktur. Pada laki-laki lebih besar mengalami kejadian fraktur akibat

berkendara. Sebanyak 1,3 juta orang mengalami kecacatan dan bahkan kematian

setiap tahunnya akibat kecelakaan lalu lintas (Agarwal-Harding et al., 2015).

Fraktur dapat menyebabkan kecacatan dan komplikasi. Terdapat hubungan

antara jenis kecelakaan dan tipe fraktur karena dipengaruhi mekanisme cedera,

tipe benda, kekuatan energi serta kronologis kecelakaan (Ramadhani et al., 2019).

Fraktur dapat menyebabkan kerusakan fragmen tulang, dan mempengaruhi

fungsi sistem muskuloskeletal yang berpengaruh pada toleransi aktivitas sehingga

dapat memengaruhi kualitas hidup penderita. Fraktur ekstremitas bawah sering

terjadi terkait dengan morbiditas yang cukup besar dan perawatan panjang di

rumah sakit. Orang dengan cedera ekstremitas bawah dapat mengalami kesulitan,

jika berdiri lama atau berjalan, berjongkok, mengangkat benda berat atau bekerja

yang melibatkan menahan beban. Pasien dengan kondisi gangguan ortopedi sering

membutuhkan perawatan yang lebih lama daripada pasien lain. Fraktur ekstremitas

bawah diantaranya fraktur femur, tibia, dan fibula sehingga pasien tidak dapat
9

beraktivitas seperti biasanya karena immobilisasi. Dalam beraktivitas pasien

fraktur sering kali mengandalkan orang lain bahkan untuk kebutuhan dasar.

Masalah sistem muskuloskeletal berdampak signifikan pada orang lain, keluarga,

masyarakat dan juga negara karena hal itu mengurangi produktivitas individu

(Thomas & D’silva, 2015).

Angka kecelakaan di Jawa Barat semakin meningkat. Menurut data BPS

(Badan pusat Statistik) berdasarkan sumber Polda Jawa Barat angka kejadian

kecelakaan di Kabupaten Garut menduduki peringkat ke-6 dari 22 kabupaten di Jawa

Barat (BPS, 2012).

Berdasarkan hal tersebut maka belum diketahui karakteristik penderita fraktur

ekstremitas bawah sehingga dengan mengetahui karakteristik dapat diketahui

pencegahan agar tidak terjadi risiko fraktur.


10

c.Etiologi

Menurut Abdul Wahid (2013), penyebab fraktur meliputi :

1. Kekerasan Langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada

titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan Tidak Langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah

tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang

terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan,

kombinasi dari ketiganya dan penarikan.

d.Faktor Resiko

penyebab fraktur terbanyak yaitu akibat kecelakaan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Kairufan, Monoarfa dan Ngantung (2015) bahwa trauma terbanyak

adalah akibat kecelakaan. Sama halnya dengan penelitian lainnya bahwa kasus

terbanyak akibat kecelakaan akibat mekanisme cedera.

Untuk usia sebagian besar pada usia produktif. Hal ini dikarenakan usia

tersebut merupakan usia produktif yang lebih banyak melakukan aktivitas dan

mobilisasi. Patah tulang terjadi di berbagai lingkungan sistemik yang berbeda,


11

termasuk pada orang muda, orang sehat dan lebih tua, orang yang kurang sehat, dan

segala sesuatu di antaranya tanpa mengenal kelompok usia (Norris et al., 2018).

Penelitian lain yang berbeda menyebutkan bahwa kejadian fraktur femur

menunjukkan jenis fraktur tertutup. Fraktur tertutup lebih banyak dibanding fraktur

terbuka (Desiartama & Aryana, 2017). Adapun untuk jenis kelamin tidak

berpengaruh pada angka kejadian fraktur. Fraktur tibia sangat lazim dalam layanan

kegawatdaruratan ortopedi dan cenderung dikaitkan dengan profil pasien tertentu,

biasanya memengaruhi pria usia produktif secara ekonomi. Hal ini umumnya

menyebabkan pasien tidak dapat kembali ke pekerjaan untuk waktu lama,

memerlukan banyak kunjungan medis untuk sementara, dan menghasilkan biaya

sosialyang tinggi. Fraktur terbuka dikaitkan dengan trauma yang lebih parah,

diekspresikan dalam rawat inap yang lebih lama (Santos et al., 2018).

Fraktur terbuka disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas jalan atau jatuh dari

ketinggian. Fraktur terbuka lebih umum pada pria yang lebih muda (Court-Brown et

al., 2018).
12

e.Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1

Menurut (Abdul Wahid, 2013: 2). Tulang dapat diklasifikasikandalam lima kelompok

yaitu:

1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah

tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng

pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di

lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
13

oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang

yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellus atau trabecular).

Pada akhir tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan

tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, esterogen, dan testosteron

merangsang pertumbuhan tulang panjang. Esterogen, bersama dengan

testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang

memiliki ronggayang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi

sumsum tulang.

2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellus

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellus.

4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.

5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang

berdekata dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,

misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Selselnya terdiri

atas tigajenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas

98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan, asam poli sakarida, dan
14

proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun.

Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan

terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti

banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Osteon

merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat

kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan

lamella.

Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutris melalui prosesus yang

berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan

pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti dibagian

oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke

tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagi perlekatan tendon dan ligamen.

Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.

Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang

merupakan sel pembentuk tulang.Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang

menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.

Osteoklas yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat

endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang. (Abdul

Wahid, 2013: 4)
15

f .Patofisiologi

Patofisiologi Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh

trauma langsung, tidak langsung, kontraksi otot dan kondisi patologis. Pergeseran

fragmen tulang akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri akut. Hal ini juga dapat

menyebabkan tekanan pada sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler lalu melepaskan

katekolamin yang dapat mengakibatkan metabolisme asam lemak yang menyebabkan

emboli dan penyumbatan pembuluh darah. Spasme otot dapat meningkatkan tekanan

kapiler lalu menyebabkan protein plasma hilang karena pelepasan histamine yang

akhirnya menyebabkan edema. Pergeseran fragmen tulang mengakibatkan gangguan

fungsi ekstremitas. Laserasi kulit dapat menyebabkan infeksi, putusnya arteri atau

vena saat terjadi fraktur dapat menyebabkan kehilangan volume cairan (perdarahan)

yang berakibat terjadi syok hipovolemik.Proses pemulihan fraktur menurut

(Muttaqin, 2013) meliputi:

1. Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses

utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis

(penghentian perdarahan) terjadi akibat fase kontriksi pembuluh darah besar

didaerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh trombosit yang menyiapkan

matriks fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis

merupakan perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di

tempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam

setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang


16

merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah akan

mempercepat

2. Fase Polifrasi Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam

periosteum sekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif

tumbuh kearah fragmen tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang.

Fase ini terjadi setelah hari ke-2 pasca fraktur.

3. Fase Pembentukan Kallus Pada fase ini pertumbuhan jaringan berlanjut dan

lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah

terhubungkan. Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus.

Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam

tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang sudah tidak

bisa digerakkan lagi.

4. Fase Konsolidasi Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi,

fraktur teraba telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini

terjadi pada minggu ke 3-10 setelah fraktur.

5. Fase Remodeling Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi

secara osteoklastik dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara

perlahan-lahan menghilang. Kallus intermediet berubah menjadi tulang yang

kompak dan kallus bagian dalam akan mengalami peronggaan


17

g . Pathway
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontuinitas tulang Pergeseran MK : Nyeri akut


fragmen tulang

Kerusakan fragmen tulang


Perub jaringan sekitar

sumsum tulang lebih


MK tinggi dari kapiler
Pergesran fragmen tulang Spasme otot

Melepaskan tekolamin
Deformitas Peningkatan tek periper

Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

MK:Hambatan mobilitas Protein plasma hilang


Bergabung dengan
trombosit
Edema
Leserasi kulit
Emboli
Penekanan pembuluh
darah
Menumbat p darah

Putus vena/arteri
MK:Ketidak efektifan
perifer jaringan perifer

Perdarahan
MK:Kerusakan integritas
kulit
Sumber : Nurarif. 2015
Kehilangan
MK:Resikovolume
syok
cairan MK:Resiko infeksi
18

g.Tanda Dan Gejala

Menurut Amin Huda Nurarif & Kusuma Hardi (2015: 9) tanda dan gejala fraktur

yaitu:

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

2. Nyeri pembengkakan

3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di

kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan

kerja, trauma olah raga)

4. Gangguan fungsi anggota gerak

5. Deformitas

6. Kelainan gerak

7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

i. Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antarafragmen tulang

dengan dunia luar

2. fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi

tiga derajat yaitu:


19

a. derajat I

1.)luka kurang dari 1 cm

2.)kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk

3.)fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komulatif ringan

4.)kontamunasi ringan

b . derajat II

1.) leserasi lebih dari 1 cm

2.) kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

3.) fraktur komuniti sedang.

c. derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot

dan neurovaskuler serta kontaminasi sedang .

3 . Fraktur complete Patah pada aseluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami

pergeseran (bergeser dari posisi normal).

4. Fraktur incomplete Patah hanya sebagian dari garis tengah tulang


20

5.. Jenis khusus fraktur

a. Bentuk garis patah

1).Garis patah melintang

2).Garis patah obliq

3).Garis patah sipiral.

4).Fraktur kompresi

5).Fraktur avulsi

b.Jumlah garis patah

1).Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

2).Fraktur segmental garis patah lebih darti satu tetapi saling berhubungan .

3).Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang

berlainan.

4).Bergeser – tidak bergeser Fraktur tidak bergeser garis patah kompli tetapi

kedua fragmen tidak bergeser.Fraktur bergeser, terjadi pergeseran

fragmen fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen, (Smeltzer,

2011).
21

j. Tes Diagnostik

Menurut istianah (2017) pemeriksaan diagnostik antara lain :

a.Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b.Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih

jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c.Anteriogram dilakukan untuk mematikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

d.Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada

perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon

terhadap peradangan

k. Penanganan

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi

semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.

Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi,

misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur

klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya

dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah

reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya

dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan

traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah
22

tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa

reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa

reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara

operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna

yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang

terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat

dkk, 2010).

l. Pencegahan

Pencegahan fraktur yang dapat dilakukan ialah pemberian suplementasi

kalsium dan vitamin D, menghindari faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti

merokok dan konsumsi alkohol, penggunaan pelindung pinggul, serta melakukan

skrining dan mengurangi risiko jatuh.

Pemberian suplemen kalsium dapat dilakukan dengan pemberian makanan

mengandung kalsium misalnya susu atau dalam bentuk kalsium sitrat untuk

memenuhi kebutuhan kalsium sekitar 1200 mg per hari. Untuk mencapai dosis

harian yang direkomendasikan 800-1000 IU vitamin D sering dibutuhkan

tambahan multivitamin selain produk kombinasi kalsium dan vitamin D, yang

umumnya hanya mengandung 200 IU per tablet. Pada pasien yang kekurangan

vitamin D, perlu dilakukan pendekatan yang lebih agresif untuk penggantian


23

vitamin D. Paparan sinar ultraviolet dari sinar matahari pada kulit juga dapat

menambah asupan vitamin D.

m.Rehabilitas

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.Setelah

pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut

kneale dan Davis, (2011) latihan rehabilitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

1. Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan

rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau

kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada

otot yang di perbaiki post bedah.

2. Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan

meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang

sehat, katrol atau tongkat

3. Latihan penguatan addalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat

otot, latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah

pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien

yang mengalami gangguan ekstremitas atas.


24

n.Program pemerintah

Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 didapatkan sekitar

delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Hasil

survei tim kementrian kesehatan RI didapatkan 25% penderita fraktur yang

mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 25% mengalami stres psikologis

karena cemas bahkan depresi, dan 5 % mengalami kesembuhan dengan baik. Dua

puluh lima persen pasien bedah fraktur mengalami kecemasan ini menjadi hal

yang berpengaruh terhadap lama rawat karena meningkatkan komplikasi

mortalitas dan lama penyembuhan (Depkes RI, 2010).

Perilaku kesehatan masyarakat menentukan pemilihan penggunaan fasilitas

pelayanan kesehatan dalam mendapatkan pengobatan. Hal ini dipengaruhi oleh

kepercayaan masyarakat terhadap kesehatan. Model kepercayaan kesehatan (the

health belief model) menjadi dasar dalam perilaku masyarakat (Menkes RI, 2003).

Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau penolakan

suatu pengobatan. Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa

pengobatan alternatifmembutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu

(Notoadmodjo,2010) Hal ini menjadi alasan klasik pasien fraktur yang terlambat

berobat ke Rumah Sakit. Pada tahun 2014 pemerintah menyelenggarakan jaminan

kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang dikenal dengan BPJS (Badan

Penyelenggara Jaminan Kesehatan). Semua masyarakat diharapkan menjadi


25

anggota dari program ini agar mempermudah dalam hal pembiayaan kesehatan.

Saat ini belum semua masyarakat di Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS.

Menurut data yang ada baru sekitar 150.360.667 jiwa yang terdaftar, hal ini

menunjukan bahwa sebagian dari masyarakat masih belum memiliki jaminan

kesehatan sehingga masih banyak yang menganggap biaya pelayanan kesehatan

mahal sehingga lebih memilih ke pengobatan alternatif (Janis, 2014).

Menyadari bahwa pelayanan kesehatan menjadi kebutuhan setiap

warga negara maka pemerintah berupaya dari waktu ke waktu untuk menghasilkan

program-program yang dapat meningkatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

Salah satu program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia adalah

penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurut Undang-undang (UU)

yakni UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Program jaminan kesehatan dijalankan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial,

prinsip ekuitas dan sistemnya berupa sistem gotong royong dimana peserta mampu

dan sehat akan membantu peserta yang miskin dan sakit (Permenkes RI, 2014).
26

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengertian Asuhan Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode

proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap yaitu

pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

b . Tujuan Dan Manfaat Asuhan Keperawatan

Memenuhi kebutuhan komunikasi, Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis,

memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan, memenuhi

kebutuhan penyuluhan

c . Tahanpan Asuhan Keperawatan

1.) Pengkajian : Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa

yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis.

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman

atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan,

pada resiko masalah kesehatan atau proses kehidupan (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).


27

3).Intervensi Keperawatan

Segala treatmentyang dikerjakan oleh perawat berdasarkan pada

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (TimPokja SIKI

DPP PPNI, 2018)

4) . Implementasi Keperawatan

Menurut Mulyadi (2015:12), implementasi mengacu pada tindakan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini

berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola

operasional serta berusaha mencapai perubahanperubahan besar atau kecil

sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga

merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program

dilaksanakan. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan

keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan.

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.


28

6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

5) . Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk

mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan informasi

tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan,

menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya (Widoyoko, 2012:6).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur

1. Pengkajian.

a. Data biografi

adalah identitas pasien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomor register,

tanggal masuk, diagnosa medis

b. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama : Rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga

kesulitan beraktivitas.
29

2. Riwayat kesehatan dahulu :Pada pengkajian ini ditemukan

kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama

tulang tersebut akan menyambung, penyakit penyakit tertentu

seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang sulit

untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka

sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan

juga diabetes bmenghambat proses penyembuhan tulang (Padila,

2012).

3. Riwayat penyakit keluarga : Penyakit keluarga yang berhubungan

dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi

terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi

pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cendrung di

turunkan secara genetik (Padila, 2012).

c. Kebiasaan sehari - hari

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada kasus fraktur akan

timbul ketakutan akan terjadi kecacatan pada dirinya dan harus

menjalani penatalaksaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup

klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat menggangu


30

metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang bisa

mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melaksanakan

olahraga atau tidak.

2. Pola nutrisi dan metabolismeInsufisiensi pancreas/DM

(predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis), malnutrisi

termasuk obesitas, membran mukosa kering karena pembatasan

pemasukan atau periode post puasa, (Doenges dalam Jitowiyono

dan Kristiyanasari, 2010). Pada klien fraktur harus mengonsumsi

nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,

protein, vitamin untuk membantu proses penyembuhan tulang dan

pantau keseimbangan cairan.

3. Pola eliminasi Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya,

warna, bau, dan jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine

dapat disebabkan oleh posisi berkemih yang tidak alamiah,

pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih kaji

frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

4. Pola tidur dan istirahat Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan

gerak sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur

klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,

suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta

penggunaan obat tidur.


31

5. Pola aktivitas Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien

perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji

adalah bentuk aktivitas.

6. Pola hubungan dan peran Klien akan kehilangan peran dalam

keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap

7. Persepsi dan konsep diri dampak yang timbul pada klien adalah

rasa takut akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan dirinya yang

salah.

8. Pola sensori dan kognitif Klien fraktur daya rabanya berkurang

terutama pada bagian fraktur, sedangkan pada indera yang lainnya

tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya tidak

mengalami gangguan (Padila, 2012).

d.Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain :

1. Keadaan umum :

a. Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.


32

b. Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan

dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari

luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan

merokok.

c. Wajah

simetris, wajah pucat dan pasien tampak meringis kesakitan

d. Mata

Biasanya konjungtiva an anemis, sklera an ikterik, pupil isokor, kelopak

mata tidak ada oedema

e. Mulut dan gigi

Biasanya akibat terjadi kecelakaaan ada beberapa gigi yang tidak lengkap

f. Dada

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan

Palpasi : biasanya frenitus sama antara kanan dan kiri

Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)

Auskultasi : biasanya suara normal (vaskuler)

g. Jantung

Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat

Perkusi : biasanya batas jantung normal


33

h. Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asietas

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi : biasanya bising usus pasien meningkat

i. Ekstremitas atas dan bawah

Terpasang infuse pada ekstremitas atas ,akral dingin, biasanya ditemukan

lecet dan rasa nyeri seperti di tusuk tusuk pada ekstremitas atas atau bawah

yang mengalami cedera.

e.Data psikologi

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang di deritanya dan peran

klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari hari (Padila, 2012).

f..Data spiritual

Adalah keyakinan dan hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha

pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allahsebagai pencipta

atau sebagai maha kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubunganmanusia

dengan tuhanyya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat,

haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002)


34

g.Data penunjang

Menurut istianah (2017) pemeriksaan diagnostik antara lain :

1. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

2. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur

lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Anteriogram dilakukan untuk mematikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

4. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun

pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai

respon terhadap peradangan

h. Pengobatan.

Penggunaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi,

kardiotonik glokosid, antidistrimia, bronchodilator, diuretic, dekogestan, analgetik,

anti inflamasi, anti koagulan. Penggunaan alkohol (resiko aakan kerusakan ginjal

yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan juga potensial penarikan

diri post operasi (Dongoes dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).


35

Analisa data

Tabel 3.1

no Data Etiologi Masalah


DS: Trauma patologis, Nyeri akut
1. Klien mengatakan degenerasi, spontan
nyeri
2. Klien mengatakan
nyeri bertambah Diskontinuitas jaringan
saat digerakan
3. Klien mengatakan
nyeri seperti ditusuk Fraktur
tusuk
P : nyeri saat digerakan
Nyeri
Q :nyeri ditusuk tusuk
R : nyeri di kaki
S : skala nyeri 4
T : waktu 3 jam
DO:
Wajah klien tampak
meringis
DS : Adanya trauma Gangguan
Klien mengatakan integritas kulit
sering merasakan
sakit pada kulit Pergeseran fragmen tulang

DO :
1. Pucat pada bagian Terputusnya kontinuitas
yang terkena cidera tulang
Terjadi pembengkakan
Perubahan jaringan sekitar

Laserasi

Gangguan integritas kulit


DS : Trauma Gangguan
1. daeah yang cidera mobilitas fisik
nyeri saat digerakan
36

2. Klien mengataan
aktivitas banyak
dibantu oleKlien Kegagalan menahan
mengatakan daerh tekanan
keluarga
DO :
1. Klien nampak
terbaring di tempat
Kerusakan fragmen tulang
tidur
Klien tampak bosan

Penurunan kemampuan otot

Keterbatasan melakukan
pergerakan

Gangguan mobilitas fisik


DS : Kerusakan jaringan tulang Intoleransi
Klien mengeluh nyeri pada aktivitas
saat menggerakan kaki
Nyeri saat bergerak dan
DO : kelemahan
1. Klien tampak
meringis kesakitan
saat bergerak
2. Klien hanya tertidur Kelemahan
di tempat tidur
Klien tampak lemah
Intoleransi aktivitas

2. Diagnosa keperawatan
37

1. D. 0077 (SDKI) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


2. D.0129 (SDKI) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur
terbuka
3. D.0054 (SDKI) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi,
restriktif imobilisasi
4. D.0056 (SDKI)intoleransi aktivitas berhubungan dengan titah
baring ,kelemahan,imobilitas, ( PPNI, 2016).
3. Rencana keperawatan

Tabel 3.2

Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) SIKI)
Kategori: Psikologis Setelah dilakukan tindakan (I 08238 Manajemen
Subkategori: Nyeri dan keperawatan selama 3x45 nyeri.
Kenyamanan menit diharapkan Observasi:
(D 0077) Nyeri Akut 1. nyeri berkurang 1.Identifikasi lokasi,
2. Kemampuan karakteristik, frekuensi,
menentukan aktivitas kualitasb dan intensitas
meningkat nyeri
2.Identifikasi skala nyeri
3.Identifikasi respon nyeri
non verbal
4.Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5.Identifikasikan
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
Gangguan Integritas 1.Nyeri menurun ( L 14125) Perawatan
Kulit /atau Jaringan 2.perdarahan menurun Integritas Kulit
Kategori: Lingkungan 3.Kemerahan menurun Observasi:
Subkategori: Keamanan 4.suhu kulit membaik Mengidentifikasi
dan proteksi 5.Tekstur kulit membaik penyebab gangguan
( D 0129) integritas kulit(mis,
Perubahan sirkulsai,
Status nutrisi, Penurunan
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem,
Penurunan mobilitas.
38

Terapeutik:
1.Ubah psosisi 2 jam
sekali tirah baring
2.Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang
3.Bersihkan parineal
dengan air hangat
4.Gunakan produk
berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
5.Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering.
Gangguan Mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulansi.
Kategori: Fisiologis keperawatan selama 2x24 Observasi:
Subkategori: Aktivitas jam 1.Identifikasi adanya
/Istirahat 1. pergerakan ekstremitas nyeri atau keluhan fisik
kekuatan otot rentang lainya
gerak meningkat 2.Identifikasi toleransi
2. Nyeri menurun fisik melakukan
3. Kaku sendi menurun ambulansi
Gerakan terbatas menurun 3.Monitor frekuensi
4.Kelemahan fisik jantung dan tekanan darah
menurun 4.Monitor kondisi umum
selama melakukan
ambulansi
Terapeutik:
1,Fasilitasi aktivitas
ambulansi dengan alat
bantu (mis tongkat, kayu)
2.Libatkan keluarga
dalam membantu pasien
selama mobilisasi.
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi
Kategori: Fisiologis keperawatan selama 2x24 Observasi;
Subkategori:Aktivitas jam diharapkan 1.Identifikasi gangguan
/istirahat 1. Saturasi osigenisasi fungsi tubuh yang
meningkat mengakibatkan kelelahan
2. Aktivitas sehari 2.Monitor kelelahan fisik
hari meningkat dan emosional
3. Kekuatan tubuh 3.Monitor pola jam tidur
bagian bawah Terapeutik:
39

meningkat 4.Sediakan lingkungan


4. Kelulan lelah nyaman dan rendah
menurun stimulus
5. Perasaan lemah 5.Lakukan latihan rentang
menurun gerak pasif dan aktif
6. Warna kulit 6.Berikan aktivitas
membaik distraksi yang
menenangkan

1. Implementasi keperawatan

Menurut Rosdhahl, C.B (2015) pelaksanaan implementasi pada

ganguan kebutuhan nyaman nyeri yaitu

a. Bina hubungan suportif dan saling percaya antara perawat dank lien

b. Ajarkan tentang fungsi nyeri dan tanamkan keyakinan bahwa program

penatalaksanaan nyeri yang sukses dapat dibuat.

c. Hilangkan atau rubah penyebab nyeri (kapan pun jikamemungkinkan) dan

ubah faktor yang menurunkan toleransinyeri.

d. Upaya pereda nyeri noninvasif yang tepat digunakan: distraksi, imajinasi,

relaksasi, stimulasi kutaneus (mamase, aplikasi panas atau dingin, vibrasi,

tekanan).

e. Berikan analgesic yang telah diresepkan; jika pasien mengunakan unit

analgesia yang dikontrol pasien(PCA), ajarkan klien tentang pengunaanya.


40

f. Pelajari tentang pengunaan terapi nyeri yang lain oleh klien, secara tepat,

akupuntur, biofeedback, bedah saraf (neurosurgery), stimulasi saraf elektrik dan

lain-lain.

5.Rencana Discharge Planning

Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan

aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang

kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan

kesehatan (Potter & Perry, 2005:1106). setiap pasien yang dirawat di rumah sakit

memerlukan discharge planning atau rencan pemulangan. Pasien dan seluruh

anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana

pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008 dalam Siahaan, 2009:12). Discharge

planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk

mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Rahmi,

2011:10).

Rencana pulang pasien:

a. Meningkatkan masukan cairan

b. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu

c. Dianjurkan untuk beristirahat yang adekuat

d. Kontrol sesuai jadwal

e. Minum obat seperti yang di resepkan dan segera periksa jika ada keluhan
41

f. Menjaga masukan yang seimbang

g. Aktifitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena kesulitan

bernafas (Nurarif, 2013).


42

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Tabel 3.3

Input Proses Output

Pasien dengan Pengkajian : Berhasil :


Gangguan nyeri
Mengidetifikasi Gangguan nyeri
Pasien fraktur:
identitas, keluhan, pola teratasi
-. Pasien makan dll
-. Pasien tidak lagi
meringis
Diagnosa: meringis kesakitan
kesakitan
Menegakkan diagnosa -. Pasien bisa tidur
-. Sulit tidur
sesuai dengan data
-. Pasien tidak
-. Pasien
Intervensi: bersikap protektif
bersikap
dan gelisah
protektif dan
Membuat intervensi
gelisah
sesuai dengan kasus
Implementasi : Tidak teratasi :

\Melakukan sesuai Bila dilakukan


dengan intervensi perawatan selama
2 minggu tidak
Evaluasi ada perubahan
43

Kerangka kerja

Pengkajian: Pengumpulan
data, analisis data, Diagnosa Intervensi
penentuan masalah keperawatan

Tidak berhasil
Evaluasi Implementasi

Berhasil
44

BAB IV

METODE STUDI KASUS

A.Jenis/Desain/Rancangan Sudi Kasus

Dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini penulis menggunakan

metode studi kasus yaitu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur

dengan gangguan nyeri, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan, asuhan

keperawatan, yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi. Studi kasus adalah penulisan yang dilakukan dengan

melakukan pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Notoatmodjo,

2010). Metode deskriptif merupakan suatu penelitian yang berusaha untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan kenyataan-kenyataan dengan mengemukakan

keadaan-keadaan mengenai objek penelitian sebagaimana adanya secara lengkap

(Notoatmodjo, 2010).

B. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau

subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto, 2006).

Dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini subyek dari penelitian

ini adalah asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur dengan gangguan nyeri
45

Kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Klien dengan fraktur tertutup/terbuka pada ekstremitas bawah/atas

2) Klien dengan fraktur ekstremitas atas/bawah

3) Klien laki-laki atau perempuan berusia 15-54 tahun

4) Klien yang kooperatif dan bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Klien tidak kooperatif

2) Klien fraktur ekstremitas yang mengalami komplikasi lain

C. Fokus Studi

Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang akan dijadikan

titik acuan studi kasus. Dalam studi kasus ini yang menjadi fokus studi adalah

asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur dengan keluhan nyeri di RSUD

Harapan dan Doa kota Bengkulu

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari suatu yang didefinisikan tersebut yaitu karakteristik yang dapat diamati
46

(diukur) memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat atas fenomena (Nursalam, 2008:101).

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi,2013:122).

D. Definisi Operasional Fokus Studi


1. Nyeri
Nyeri adalah :
Menurut The International Association for the Sudy of Pain (IASP), Nyeri

merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang disertai

oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non

noksius, epikritik) misalnya:sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan ringan.

Nyeri pada dasarnya adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi

perlindungan untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila

nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah

terjadi perubahan patofisiologis yang justru merugikan tubuh dan membutuhkan

terapi.
47

Menurut Berger pada tahun 1992, nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu

(1) Nyeri akut dan (2) Nyeri kronis. Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu

pengalaman sensori, persepsi, dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung

dari beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan.

Nyeri akut biasanya mempunyai awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan

dengan cedera spesifik. Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan

terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat

tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk

diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan

yang diarahkan pada penyebabnya.

2. Pasien Fraktur Adalah

Seseorang atau individu yang mengalami gangguan pada kontinuitas normal

dari suatu tulang, jika terjadi fraktur, jaringan lunak di sekitarnya juga sering

terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi

tidak mampu menunjukan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau

pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan

pasien(Lack dan Hawks, 2014).


48

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen penelitian menurut Arikunto (2006 : 146). Merupakan alat bantu

bagi peneliti dalam pengumpulan data. Sedangkan menurut Ari Kunto dalam edisi

sebelumnya adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam

arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah.

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian

adalah peneliti sendiri. Oleh karenaitu peneliti harus memahami konsep yang diteliti

untuk melihat seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun kelapangan (Sugiyono, 2011)

F.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diberlakukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2008: 111).

1).Biofisiologis

2.)Metode observasi adalah suatu usaha untuk mengumpulkan data yang dilakukan

secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar. Pengamatan menggunakan


49

metode pengamatan yang terlibat (observasi partisipasif). Pengamat benar –benar

mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kata lain

pengamat ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas yang telah diselidiki

3).Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari

seseorang sasaran penelitian, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut (face to face) (Notoatmodjo, 2010: 139).

Pada penelitian ini, wawancara digunakan untuk menggali informasi

mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur dengan keluhan nyeri

yaitu kunjungan rumah. Peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur dengan

sejumlah pertanyaan kepada responden, misalnya mengenai biodata pasien, biodata

orang tua atau wali, alasan masuk rumah sakit, keluhan utama yang dirasa pasien saat

wawancara berlangsung, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan dahulu,

riwayat kesehatan keluarga, genogram, riwayat sosial, kebutuhan seperti nutrisi,

aktivitas/istirahat, personal hygiene, eliminasi, pengkajian fisik dan mental.

4).Kuisioner

5).Skala penilaian.
50

G. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

a. Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Harapan dan Doa kota Bengkulu

b. Waktu penelitian dilakukan pada

H. Analisa Data Dan Penyajian Data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang

terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmojo, 2010).

Data yang ditentukan saat pengkajian dikelompokan berdasarkan data subsubjektif

dan objektif, sehingga dirumuskan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, serta

implementasi dan evaluasi keperawatan.

Penyajian Data Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk tekstural

yaitu penyajian data berupa tulisan atau narasi dan hanya dipakai untuk data yang

jumlahnya kecil serta memerlukan kesimpulan yang sederhana dapat disertai cuplikan

ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data pendukung. Penyajian

secara tekstural biasanya digunakan untuk penelitian atau data kualitatif, penyajian

tabel digunakan untuk data yang sudah diklasifikasikan (Notoatmodjo, 2010).


51

Pada penelitian ini data disajikan secara tekstural yaitu data hasil penelitian disajikan

dalam bentuk uraian kalimat.

I.Etika Studi Kasus

Penelitian kesehatan pada umumnya dan penelitan kesehatan masyarakat pada

khususnya menggunakan manusis sebagai objek yang diteliti disatu sisi, dan sisi yang

lain manusia sebagai peneliti atau yang melakukan penelitian. Hal ini berarti bahwa

ada hubungan timbal balik antara orang sebagai peneliti dan orang sebagai yang

diteliti. Oleh sebab itu sesuai dengan prinsip etika atau moral seperti telah diuraikan

tadi, maka dalam pelaksanaan penelitian kesehatan khususnya, harus diperhatikan

hubungan antara kedua belah pihak ini secara rtika, atau yang disebut etika penelitian.

Adapun status hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam konteks ini adalah

masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Ha-hak dan kewajiban ini

harus diakui dan dihargai oelh masing-masing pihak tersebut. (Notoatmodjo, 2010).
52

1).Informed consent

Informed Consent (Persetujuan) adalah penyampaian ide dan isi penting

peneliti kepada calon subyek. Consent adalah peretujuan dari calon subjek untuk

berperan serta dalam penelitian. Tujuan informed concent adalah agar responden

mengerti maksud dari tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya.

Beberapa yang harus ada di dalam informed concent adalah partisipan, tujuan

dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, kerahasiaan, dan lain-lain.

2).Anonymity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

kepada responden untuk tidak memberikan atau mencantumkan identitas atau nama

responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

(Nursalam, 2008 dalam Widyantoro, 2013)

3). Confidentiality (Kerahasiaan)

Salah satu dasar etika keperawatan adalah kerahasiaan. Tujuan kerahasiaan ini

adalah untuk memberikan jaminan kerahasiaan hasil dari penelitian, baik dari

informasi maupun data yang telah dikumpulkan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai