Anda di halaman 1dari 45

Seminar Asuhan Keperawatan Pada “Tn.

A” dengan Fraktur
Clavicula Sinistra di Instalasi Gawat Darurat RS
Muhammadiyah Palembang Tahun 2021

Disusun Oleh :

Kelompok I

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH PALEMBANG

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

  

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi cedera menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh


negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara berkembang. Kematian
akibat cedera meningkat dari 5,1 juta orang menjadi 8,4 juta orang (9,2% dari
kematian secara keseluruhan) dan diperkirakan menempati peringkat
ketiga disability adjusted life years (DALYs) pada tahun 2020. Tingginya angka
proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, perilaku
pengemudi, dan rendahnya pemakaian alat pelindung diri (APD) ( WHO, 2006
dikutip dalam Helmi, 2012, h. 3).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, dalam dua tahun


terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh terbesar
ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Data WHO tahun
2011 menyebutkan, sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia
produktif, yakni 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25
tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-
anak dan remaja setiap harinya.

Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan


juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita
fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami
stres psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami
kesembuhan dengan baik. Beragam cara yang dilakukan untuk kesembuhan salah
satunya dengan cara melakukan operasi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Hasil penelitian di rumah sakit lima provinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa bagian tubuh yang cedera paling banyak di kepala, kaki, dan tangan.
Melihat jenis lukanya, maka cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan
cedera yang lebih serius dibandingkan dengan cedera akibat hal lain (proporsi
luka terbuka 26,7%, patah tulang 8,5%, dan anggota gerak terputus 1%). Hal
tersebut menggambarkan bahwa cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih
membutuhkan tindakan pengobatan yang lebih intensif atau rawat inap di unit
pelayanan kesehatan, serta waktu pemulihan yang lebih lama dan kemungkinan
menimbulkan kecacatan (Helmi, 2012, h. 4). Adapun data yang didapat saat
dilakukan pencarian data keadaan morbiditas pasien rawat inap RS Muhadiyah
palembang pada tahun 2021 periode bulan Januari sampai
Desember, jumlah kasus fraktur klavikula adalah 26, untuk jumlah pasien laki-
laki sebanyak 19 orang atau 73% dan perempuan 7 orang atau 27% (Rekam
Medik RS muhadiyah pelembang, 2021).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005 dikutip dalam
Ningsih & Lukman, 2009, h. 26). Menurut Brunner & Suddarth tahun 2000
(dikutip dalam Suratun et al, 2008, h. 148) fraktur adalah patah tulang atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
yang disebabakan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan kontraksi otot ekstrem. Fraktur dapat terjadi pada seluruh tulang
tubuh, salah satunya adalah fraktur tulang klavikula. Fraktur klavikula adalah
putusnya hubungan tulang klavikula yang disebabkan oleh trauma langsung dan
tidak langsung pada posisi lengan terputar atau tertarik keluar (outstretched
hand), dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula,
trauma ini dapat menyebabkan fraktur klavikula (Helmi, 2012, h. 146).

Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Selain karena trauma, faktor patologis juga dapat mempengaruhi
terjadinya fraktur. Pada saat tulang mengalami fraktur, terjadi kerusakan
pembuluh darah yang akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah akan
menurun. Cardiak Out Put (COP) menurun maka terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema
lokal dan maka terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut saraf yang akan menimbulkan gangguan rasa nyaman
nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
gangguan neurovascular yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu, fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit (Price, 2006,. 1382).

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilitas, dan pengembalian


fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup dan reduksi
terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang  dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan.

 Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode


fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, biday, traksi kontinu, pin, dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna (Smeltzer,
2002 dikutip dalam Ningsih & Lukman, 2009, . 34).

Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi
setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan
pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk
di tempat patah dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktivitas osteoblas segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara
perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan
memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur pada anak
sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terhambat apabila
hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila
sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan (Corwin, 2009, h. 337).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Menggambarkan pengelolaan kasus atau asuhan keperawatan pada klien


dengan fraktur klavikula di ruang IGD Rs Muhamadiyah Palembang.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengkaji klien dengan fraktur klavikula di ruang IGD RS
Muhamadiyah pelembang.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat dari masalah
yang timbul pada klien dengan fraktur klavikula di ruang IGD RS
Muhamadiyah palembang.

c. Mampu merumuskan rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan


fraktur klavikula di ruang IGD RS Muhamadiyah palembang.

d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan


fraktur klavikula di ruang IGD RS Muhamadiyah palembang.
e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan fraktur klafikula di ruang
IGD RS Muhamadiyah palembang.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawtan pada klien dengan
fraktur klafikula di ruang IGD RS Muhamadiyah palembang.
 

C. Manfaat

Adapun manfaat penulisan seminar ini adalah :

1. Bagi penulis.
a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pasca operasi fraktur klavikula.
b. Untuk menambah keterampilan mahasiswa dalam menerapkan asuhan
keperawatan pasca operasi fraktur klavikula.

2. Bagi Institusi Pendidikan.

Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Diploma


III keperawatan, khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasca
operasi fraktur klavikula.

3. Bagi Lahan Praktek.

Dengan adanya penulisan seminar ini, dapat menambah bahan referensi untuk


meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya asuhan
keperawatan pasca operasi fraktur klavikula.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Fraktur Clavikula
Clavikula (Tulang selangka) adalah tulang menonjol dikedua sisi bagian depan
bahu dan atas dada. Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavikula adalah
tulang yanng membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh,
serta memberikan perlindungan kepada penting yang mendasari pembuluh darah dan
saraf.
Tulang calvikula merupakan tumpuan beban dari tangan, sehingga jika terdapat
beban berlebihan akan menyebabkan beban tulang clavikula berlebih, hal ini bisa
menyebabkan terputusnya kontinunitas tulang tersebut. (Dokterbujang, 2012)
Fraktur clavikula merupakan 5% dari semua fraktur sehingga tidak jarang terjadi.
Fraktur clavikula juga merupakan cedera umum dibidang olahraga seperti seni bela
diri, menanggung kuda dan balap motor melalui mekanisme langsung maupun tidak
langsung. Tidak menutup kemungkinan fraktur clavikula yang terjadi disertai dengan
trauma yang lain, karena letaknya yang berdektan dengan leher, setiap kejadiam
fraktue clavikula harus dilakukan pemeriksaan cervical. Fraktur clavikula biasa
bersifat terbuka atau tertutup, tergantung dari mekanisme terdainya.
Jadi close fraktur clavicula adalah gangguan atau terputusnya hubungan tulang
clavicula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi
lengan terputus atau tertarik keluar (Outsrecged hand) yang tidak ada hubungan pada
tulang dengan dunia luar.

2. Anatomi Fisiologi
Dalam anatomi manusia, clavikula atau tulang leher diklasifikasikan sebagai
tulang panjang yang membentuk bagian dari sabuk bahu ( Pectoral korset) atau
artinya kunci kecil. Clavikula merupakan tulang yang berbentuk huruf S, bagian
media melengkung lebih besar dan menuju anterior, lengkungan bagian lateral lebih
kecil dan menghadap ke posterior. Ujung medial clavikula disebut ekstremitas
stemalis, membentuk persendian dengan stemum, dan uj7ng lateral disebut
ekstremitas scronalis, membentuk persendian dengan akromion. Shoulder kompleks
merupakan sendi yang paling kompleks terdiri dari tiga sendi synovial dan dua sendi
non synovial, tiga sendi synovial adalah stternoclavikular joint, actromioclavikula
joint, dan glenohu-meral joint. 2 sendi non-sinovial adalah suprahumeral joint dan
scapulothoracic joint ( Sulhaerdi,2012)
Walaupun dikelompokkan dalam tulang panjang, calvikula adalah tulang satu-
satunya yang tidak memiliki rongga sumsum tulang seperti pada tulang panjang
lainnya. Clavicula tesusun dari tulang spons. Perlekatan otot-otot dan lingamentum
yang berlekatan pada clavicula.
1) Permukaan supperior
a. Otot deltoideus pada bagian tuberculum deltoideus
b. Otot trapezius
2) Permukaan inferior
a. Otot subclavius pada sulcus musculi subclavii
b. Ligamentum conoideum (bagan medial dari ligamentum
coracoclavikulare) pada tuberculum conoideum
c. Ligamentum trapzoideum (bagian lateral dari lingamentum
coracoclavikula ) pada linea trapeoidea
3) Batas anterior
a. Otot pectoralis mayor
b. Otot deltoideus
c. Otot strenocleidomastoid
d. Otot stermohyoideus
e. Otot trapezius
3. Etiologi
Penyebab utama atau primer dari fraktur adalah trauma, bisa karena kecelakaan
kendaraan bermotor, olahraga, malnutrisi. Trauma ini bisa langsung atau tidak
langsung (kontraksi, otot, fleksi berlebihan). Fraktur klavikula dapat terjadi sebagai
akibat dari jatih pada tangan yang tertarik berlebihan, jatuh pada bahu atau injury
secara langsung. Sebagian besar fraktur klavikula sembuh sendiri, bidai atau perban
digunakan untuk immobilasasi yang kmplit, walaupun tidak umum, mungkin
menggunakan ORIF.
Fraktur klavkula, menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang
sering terjadi akibat jauh dengan posisi lengan terputar atau tertarik keluar
(outstreched hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergrlangan tanga sampai
clavikula, maupun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebernarnya mekanisme
secara umum patah tulang clavikula adalah hantaman langsung kebahu atau adanya
tekanan yang keras kebahu akibat jatuh atau tertkena pukulan benda keras. Data ini
ditemukan oleh (Nowak et a,l Nordqvist dan peterson)
Patah tulang clavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar (outsreced
hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnnya karena trauma bahu.
Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari trauma dari
kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang clavikula termasuk kasusu yang paling
sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10-16% dari semua kejadian patah tulang,
sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6-5%
4. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang secra umum adalah :
1) Fraktur lengkap adalah patah atau didkontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dua garis patahnya menyebrang
dari satu sisi kesisi yang lain
2) Fraktur tidak lengkap adakah patah atau diskonituitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyebrang, sehngga tidak mengenai k0rteks /9masih ada
korteks yang utuh)

Menurut Black dan Matassarin yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia
luar, meliputi:

1) Fraktur tertutup yaitu faktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak menojol melalui kulit
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur potensial terjadi infeksi.

Lokasi patah tulang pada clavikula diklasifikasikan menurut Dr. Flallman dan
dimodifikasi oleh Neer yang membagi patah tulang clavikula menjadi tiga
kelompok:

1) Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang clavikula (insidensi


kejadian 75-85%.
Pada daerah ini tulang lemah dan tipis, Umumnya terjadi pada pasien yang
masih muda.
2) Kelompok 2: patah tulang clavikula pada sepertiga distal (15- 25%). Terbagi
menjadi 3 tipe berdasarkan likasi ligament coracolavicular (conoid dan
trapezoid).
a. Tipe 1: patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya
perpindahan tulang maupun ganggan ligament coracolevicular.
b. Tope 2: fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament
coracoclavicular masih meekat pada fragmen.
c. Tipe 3: patah tulang yang pada bagian distal clagikula yang melibatkan
AC joint.
d. Tipe 4: ligament tetap untuk melekat pada perioteum, sedangkan fragmen
proksimal berpindah keatas.
e. Tipe 5: patah tulang clavikula pada sepertiga proksimal (5%0 pada
kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.

5. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur clavicula menurut Helmi (2012) dalah tulang pertama yang
mengalami proses pergeseran selama perkembangan embrio pada minggu kelima dan
keenam. Tulang clavikula, tulang humerus bagian proksimal dan tulang scapula
bersama-sama membentuk bahu.
Tulang clavicula ini membantu mengangkat bahu ke atas, keluar dan kebelakanf
thorax. Pada bagian proxmial tulang clavicula bergabung dengan sternum disebut
sambungan sternoclavicular.
Pada bagian distal clavikula (AC). Patah tulang pada umumnya mudah untuk
dikenali dikarenakab tulang clavikula adalah tulang yang terletak dibawah kulit
(subcutanceus) dan tempatnya relatif didepan. Karena posisinya yang terletak
dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan seali untuk patah. Patah tulang clavikula
terjadi akibat tekanan yang kuat atau hantaman yang jeras kebahu. Energi tinggi yang
menekan bah ataupun pukulan langsung pada tulang, akan menyebabkan fraktur.
Patah tulang selangkas (fraktur clavikula) umumya disebabkan oleh cidera atau
trauma. Hal ini biasanya terjadi ketika jatuh sementara posisi tangan ketika terbentur
terentang atau mendarat dibahu. Sebuah pukulan langsung kebahu juga dapat
menyebabkan patah tulang selangka atau fraktur clavikula. Hal ini mungkin terjadi
selama perkelahian, kecelakaan mobil, atau dalam olahraga, seperti sepak bola dan
gulat.
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolie, patplpgik.
Kemampuan otot mendukung tilang turun, baik yang terbuka maupun tertutup.
Kerusakaan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP ( Cardiac Outpout) menurun makan terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferensi terjadi edema lokal
maan penumpukan didalam tubuh.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaim itu dapat mengenai tulang
sehingga aka terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengnai jaringan lunak
yangn kemungkinan dapat terjadi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya
padam pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen tang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995:1183, dalam keperawatan, 2013)

6. Manifestasi klinis ( tanda dan gejala)


Kemungkinan akan mengalami sakit, nyeri, pembengkakan, memar, atau
benjolan pada daerah bahu atau dada atas. Tulang dapat menyodok melalui kulit,
tidak terlihat normal. Bahu dan lengan bisa terasa lemah, mati rasa, dan kesemutan.
Pergerakan bahu atau dada atas. Pasien mungkin perlu untuk membantu pergerakan
lengan tangan yang lain untuk mengurangi rasa sakit atau ketika ingin menggerakkan
(Medianers, 2011)
Gangguan klinis pada patah tulang clavikula biasanya penderitaan datag dengan
keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan
setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien aka terasa nyeri tekan pada
daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi ada setiap gerakan. Dapat juga
terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen pada tulang. Pembengkakan
lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma
dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktr. Untuk memperjelas dan menegakkan
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

7. Komplikasi
Komplikasi fraktir clavikula meliputi trayna saraf oada pleksus branhialis, cedera
vena atau arteri subclavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpanan
penyatuan). Mal union merupakan maslah kosmetik bila pasien memakai baju denga
leher rendah. Komplikasi lambat dan meliputi, mal union adalah proses penyembuhan
tulang berjalan normal terjadi dalam aktu semestinya, kegagalan penyambungan
tulang setelah 4 sampai 6 bulan.
Komplikasi pada fraktur pada fraktur clavikula menurur De Jong (2010) dapat
berupa:
1) Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
b. Sindrom kompartemen
c. Fat Embolisn Syndrom
d. Infeksi
e. Syok
2) Komplikasi akut
a. Cidera pembuluh darah
b. Pneumothorx
c. Hemothorax
3) Komplikasi lambat
a. Mal union
Proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b. Non union
Kegagalan penyembuhan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

8. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrin sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Apada masa penyembuhan Ca dan Pa meningkat
didalam darah.
2) CT-scan
Sebuah mesin CT scan khusus menggunakann komputer untuk
mengambil gambar dari clavikula pasien. Pasien mungkin akan diberi pewarna
sebelum gambar diambil. Pewarna biasanya diberikan dalam pembuluh darah
pasien (Intra Vena). Pewarna ini dapat membantu oetugas melihat foti yang lebih
baik. Orag yang alergi terhadap yodium atau kerang (lobster, kepiting, atau
udang) mungjin alergi terhadap beberapa pewarna.
3) Magneticresonance imaging scan/MRI
MRI menggunakan gelombang magnetik untuk mengambil gambar tulang
selangka atau clavikula, tulang dada, dan daerah bahu. Selama MRI, gambar
diambil dari tulang dari tulang, otot, sendi, atau pembuluhan darah,. Pasien perlu
berbarinf diam selama MRI.
4) X-ray
X-ray digunakan untuk memeriksa patah tulang atau masalah lain. X-ray
dari kedua klavikula pasien terluka dan terluka dapat diambil.

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada fraktur calvikula ada dua pulihan yaityu dengan tindakan
bedah tau operative treatment dan tindakan non bedah atau konsevatif.
Pada orang dewasa dan anak-anak biasanya pengobatannya konsevensif tanpa
reposisi, yaitu dengan pemasangan mitela. Resposisi tidak diperlukan, apalagi pada
anak karena salah sambung clavicula jarang menyebabkan gangguan pada bahu, baik
fungsi maupun kekuatannya. Kalus yang menonjol kadang secara kosmetik
mengganggu mesjipun lama-kelamaan akan hilang denganproses pemugaran, yang
penting pada penggunaan mitela ialah tangan lebih tinggi dari pada tingkat siku,
analgetik , dan lahitan gerak jari dan tangan pada hari pertama dan latihan gerak bahu
setelah beberapa hari.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut:
1) Fraktur terbuka
2) Terdapat cedera neurovaskuler
3) Fraktur comminuted
4) Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih
5) Rasa sakit karena gagal penyambung (nonunion)
6) Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semstinya (malnuion)

Melakukan denga cara terapi:


1) Obat-obatan
Obat-obatan dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Pasien juga
mungkin oerlu obat dan antibiontik atau suntikan jika terdapat luka robek
dikulit.
2) Sling atau selempang
Ada beberapa jenis sling yang dapat digunakan untuk mencegah clavikula
pataj dari kerusakan lebih lanjut. Sling di ikatkan dilengan dan
digantungkan ke leher
3) Terapi
Paket es dapat ditempatkan pada clavikula yang parah untuk mengurangi
pembengkakan, nyeri dan kemerahan. Latihan yang meningkatkan
jangkauan gerak dapat dilakukan setelah rasa sakit berkurang. Hal ini
membantu untuk membawa kembalu kekuatan bahu dan lengan.
B .KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila, 2012).
2) Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga akan
kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka sangat beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang (Padila, 2012).
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic (Padila, 2012).
6) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari (Padila, 2012).
7) Pola-pola
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat menggangu metabolisme kalsium,
pengonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melaksanakan olahraga atau tidak (Padila, 2012).
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis),
malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa kering karena pembatasan
pemasukan atau periode post puasa (Doenges dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari, 2010). Pada klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk
membantu proses penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan (Padila,
2012).
c) Pola eliminasi
Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah apakah
terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh posisi berkemih yang
tidak alamiah, pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
d) Pola tidur dan istirahat
Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Padila, 2012). Tidak dapat
beristirahat, peningkatan ketegangan, peka terhadap rangsang, stimulasi simpatis.
e) Pola aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas (Padila, 2012).
f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus
menjalani rawat inap (Padila, 2012).
g) Persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan dirinya
yang salah (Padila, 2012).
h) Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian fraktur, sedangkan
pada indera yang lainnya tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan (Padila, 2012).
i) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain itu, klien juga perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Padila, 2012).
j) Pola penanggulangan stress
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple seperti masalah
finansial, hubungan, gaya hidup (Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari,
2010).
k) Timbul kecemasan akan kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien biasanya tidak efektif (Padila, 2012).
l) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak dapat melakukan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi (Padila, 2012).
b. Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain : 1) Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara
nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah
pada pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah turun, konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis
biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai
nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis
g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan tingkat
kesadaran
h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan frekuensi
frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan
jantung sebelumnya
i) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama Perkusi : Suara ketok
sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan Auskultasi : Kaji bising
usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air besar.
n) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes atau
tidak.
c. Tindakan Kolaborasi Perawat
Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgetik, anti
inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan alkohol (resiko akan kerusakan ginjal yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan juga potensial penarikan diri
post operasi (Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).
d. Pemeriksan Diagnostik menurut Istianah (2017) antara lain:
1) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
2) Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon
terhadap peradangan.
2. Diagnosis Keperawatan menurut Boedihartono dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari (2010) antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan dengan terdapat
luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrosis.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal , pembatasan aktivitas, dan dan
penurunan kekuatan ketahanan.
e. Resiko infeksi berhubungan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukan, luka atau kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan informasi.
3. Perencanaan menurut Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010)
antara lain
a. Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas Tujuan :
nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
1) Nyeri berkurang atau hilang
2) Klien tampak tenang
Intervensi
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional : Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif.
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuaensi nyeri
Rasional : Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan
skala nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang
nyeri.
4) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : tanda-tanda vital untuk mengetahui perkembangan klien.
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik
Rasional : Tindakan dependent perawat, analgetik berfungsi untuk membelok
stimulasi nyeri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur Tujuan : klien
mempunyai cukup energi untuk beraktivitas Kriteria hasil :
1) Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
2) Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu.
3) Koordinasi otot, tulang, dan anggota gerak lainnya.
Intervensi
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup
Rasional : Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap
Rasional : Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhannya Rasional :
Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien
Rasional : Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai
akibat dari latihan.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan dengan terdapat
luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrosis.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan yang luka
Rasional : Mengidentifikasi tingkat keparahan luka sehingga
mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril.
Rasional : Teknik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement
Rasional : Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
pada area kulit normal lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan
Rasional : Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah
atau tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme patogen pada
daerah yang beresiko terjadi infeksi.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri , ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskeletal , pembatasan aktivitas, dan dan penurunan kekuatan
ketahanan.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas yang optimal Kriteria hasil :
1) Penampilan yang seimbang
2) Melakukan pergerakan dan perpindahan
3) Klien meningkat dalam aktivitas
4) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
5) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
6) Mempertahankan mobilitas optimal dengan karakteristik:
a) 0 = mandiri penuh
b) 1 = memerlukan alat bantu
c) 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, pengajaran
d) 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
e) 4 = ketergantunagn tidak berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
Rasional : Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas aspakan ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan atau pantau dalam hal penggunaan alat bantu
Rasional : Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif, juga mobilisasi dini
Rasional : memepertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
Rasional : Mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien.
e. Resiko infeksi berhubungan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukan, luka atau kerusakan kulit, insisi
pembedahan
Tujuan : Infeksi tidak terjadi atau terkontrol
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2) Luka bersih, tidak lembab, dan tidak kotor
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional :mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase
luka
Rasional : Mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
hemoglobin dan leukosit
Rasional : penurunan hemoglobin dan peningkatan jumlah leukosit dari normal
bisa terjadi akibat proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosisi, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan informasi
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur, dan efek pengobatan
Kriteria hasil :
1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan
2) Memulai perubaghan gaya hidup yang diperluakan dan ikut serta
dalam regimen perawatan
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang tentang penyakitnay dan kondisinya
sekarang
Rasional : Mengetahui penyakit dan konsinya sekarang. , klein dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatiakan diet makanannya
Rasional : Diet dan pola makan yang teapat membantu proses
penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat , diharapkan dapat
mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan
status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat
melakukan kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan
data subyektif dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain.
Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru
dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang diharapkan. (Potter
dan Perry, 2010).
Menurut Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010) evaluasi dari
tindakan mobilisasi dini baik ROM aktif maupun ROM pasif antara lain
meningkatnya mobilitas klien sehingga klien mampu melakukan pergerakan dan
perpindahan , klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara mandiri,
mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, dapat memperagakan pengguanaan
alat bantu untuk mobilisasi, dan mempertahankan mobilitas secara optimal.
BAB III

TINJAUAN LAPANGAN

A. SEJARAH SINGKAT RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH


Sejak tahun 1965 cita-cita Muhammadiyah yang ingin mendirikan amal
usaha dibidang kesehatan khususnya dalam bentuk Rumah Sakit yang
kompherensif telah menjadi obsesi tokoh-tokoh Muhammadiyah di Sumatera
Selatan. Wacana pendirian rumah sakit tersebut selanjutnya diaktualisasikan
oleh beberapa tokoh- tokoh Muhammadiyah diantaranya adalah HM. Sidik
Adiem, Djamin St. Marajo, KH. Masjhur Azhari, HM. Rasjid Talib, H.
Zamhari Abidin, SH, H. Anang Kirom, HM. Soeripto, A. Sjarkowi Bakri,
HM. Fauzi Shomad dan tokoh-tokoh lainnya yang mendapat sambutan positif
dan dukungan penuh dari bapak H. Abu Jazid Bustomi dan Bapak HM. Ali
Amin, SH selaku Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan pada
saat itu. Akan tetapi karena situasi sosial politik dn kondisi internal
Muhammadiyah khusunya dalam bidang finansial, akhirnya RSMP baru dapat
diresmikan pendiriannya pada tanggal 10 Dzulhijjah 1417/ 18 April 1997 M
oleh Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu yakni Bapak H. Ramli Hasar
Basri bersama ketua pimpinan pusat Muhammadiyah Prof Dr. HM. Amien
Rais, MA.
Keberadaan RSMP saat ini telah menunjukkan perekembangan yang
cukup menggembirakan dan dapat mensejajarkan diri dengan rumah sakit
lainnya di Kota Palembang. Kepercayaan dan dukungan masyarakat yang
tinggi dapat dilihat dari kunjungan pasien setiap hari hingga RSMP dipercaya
sebagai provider PT.ASKES sejak tahun 2005 dalam melayani pasien ASKES
PNS, Komersial, Jamkesmas,dan Jamsoskes Sumsel Semesta, bahkan saat ini
juga telah dijalin kerja sama dengan banyak instansi lain baik pemerintah
maupun swasta di Sumatera Selatan terutama dalam bidang pelayanan
kesahatan.
Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pemerinta diatas, bagi
RSMP disamping sebgai rahmat Allah SWT dan wujud pencapaian
perjuangan serta kerja keras seluruh pimpinan dan pegawai RSMP, disisi lain
juga merupakan amanah yang harus dipertahankan bahkan kedepan wajib
ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu dalam rangka
akselerasi peningkatan kualitas pelayan tersebut, RSMP telah merencanakan
pembagunan infra dan supra struktur dengan tetap bertumpu pada kondisi
finansial dan prioritas pengembangan RSMP.

B. STUKTUR JAJARAN DIREKSI PERIODE 2018-2022

Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang

Dr. H. Pangestu Widodo, MARS


Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis

Dr. Ari Rizaldi, SpOG

Wakil Direktur Bid. ADM, Umum dan Keuangan

Mizan, SE. AK, Msi. CA


Wakil Direktur Bid. SDM, AIK dan Kerjasama

H. Mustofa, S.Ag., M.Pd.I

C. FUNGSI DAN TUJUAN


Meningkatkan derajat kesehatan yang optimal melalui pendekatan
preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), kuratif
(pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) bagi segenap warga
Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya sehingga terwujud keluarga
Sakinah Mawaddah wa Rahma sebagai bagian dari masyarakat islam yang
sebenar-benarnya.

D. VISI DANMISI
1. VISI
Terwujudnya Rumah Sakit yang Professional dalam Pelayanan dan
Berkarakter Islami.
2. MISI
 Memberikan pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan
secara professional, modern dan Islami.
 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
 Mewujudkan citra sebagai wahana ibadah dan pengemban dakwah
amar ma’ruf nahi mungkar dalam bidang kesehatan.
 Menjadi pusat persemaian kader Muhammadiyah dalam bidang
pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan.
E. MOTTO
Melayani sebagai ibadah dan dakwah.

BAB IV
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Hari                             : Selasa
Tanggal                       : 07 Desember 2021
Tempat                        : IGD RS Muhammadiyah Palembang
Jam                              : 10.30 WIB
Metode                        : Pengkajian Interview
Sumber                        : Pasien, observasi RM
Oleh                            : Kelompok 1

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun 6 Meranjat 2 Kec.Indralaya Selatan
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Kawin
Diagnosa : Fraktur Clavicula Sinistra
No. RM : 65-93-95
Tanggal Masuk : 07 Desember 2021
B. Penanggung Jawab
Nama : Ny.M
Umur : 46 tahun
Alamat : Dusun 6 Meranjat 2 Kec.Indralaya Selatan
Hub. dengan pasien : Ibu Kandung
C. Riwayat keshatan
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh Nyeri Bahu Kiri Pasca kecelakaan motor
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal  07 Desember 2021 pukul 10.00 WIB dengan
rencana pemasangan ORIF dengan fraktur Clavicula. Terdapat luka lecet di bahu
kiri, dan terdapat jejas di dada. pasien post kecelakaan jatuh dari motor, sedikit
terasa nyeri P: Nyeri bertambah ketika bergerak , R: nyeri berkurang saat
diimobilisasi, Q: Nyeri seperti tertusuk, S: 5 , T: hilang timbul mulai sampai
diimobilisasi. Pasien dipersiapkan untuk operasi, Pasien mengenakan baju operasi,
pasien merasa cemas pada saat akan dioperasi.
3. Riwayat Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami kecelakaan dan mengalami luka lecet,
belum pernah menjalani operasi sebelumnya, klien tidak punya riwayat alergi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang mempunyai penyakit seperti DM, Hipertensi
ataupun seperti TBC.
D. Pola Fungsional menurut Virginia Handersoon
1. Pola Nafas :
Sebelum sakit : Pasien mampu bernafas dengan normal dan adekuat.
Saat sakit : RR 20x/menit, tidak ada retraksi dinding dada, tidak
ada cuping hidung, bernafas normal.
2. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit : Pasien biasa makan sehari 3x / hari dengan nasi lauk
dan sayur, minum 6 – 8 x /hari (1200 cc).
Saat Sakit : Pasien dipuasakan 7 jam untuk memenuhi persyaratan
operasi.
3. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : Pasien BAB normal ( konsistensi lembek, tanpa
kelainan), BAK 4-5 kali ( tanpa kelainan).
Saat Sakit : Pasien terpasang DC ( urine 200cc).
4. Pola Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Sebelum Sakit : Pasien tidak memiliki kecacatan sehingga mampu
bergerak dengan seimbang.
Saat Sakit : Selama sakit  ada gangguan pergerakan, khususnya tangan
kiri.
5. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur dari jam 21. 00 samapi 05. 30 WIB atau
tidur siang 1- 2 jam.
Saat sakit : Pasien tidur ± 7- 8 jam dan kadang tidak nyaman karena
nyeri
6. Pola Berpakaian
Sebelum sakit      : Pasien dapat mengenakan pakaian tanpa bantuan orang lain
Saat Sakit             : Pasien tidak mampu berpakaian sendiri.
7. Temperatur Tubuh
Sebelum sakit : Pasien mampu mempertahankan suhu tubuhnya, memakai
jaket bila dingin dan memakai kaos kaki.
Saat Sakit : Suhu badan pasien 36 0C, hanya memakai baju kaos saja.
8. Personal Higiene
Sebelum Sakit : Pasien biasa mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari.
Saat Sakit : Pasien hanya di seka sebelum operasi.
9. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum Sakit : Pasien merasa nyaman saat badannya sehat.
Saat Sakit : Pasien merasa Nyeri dan gelisah akan operasi.
10. Pola Komunikasi
Sebelum Sakit       : Pasien dapat berbicara dengan jelas dan baik.
Saat Sakit             : Pasien masih dapat diajak bicara, menjawab jika ditanya,
dan suara jelas.
11. Kebutuhan Spiritual
Sebelum Sakit : Pasien menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Saat Sakit : Pasien jarang menjalankan sholat lima waktu.
12. Kebutuhan Bekerja
Sebelum Sakit  : Pasien sebagai mahasiswa.
Saat Sakit : Pasien hanya tertidur menunggu operasi.
13. Pola Rekreasi
Sebelum Sakit      : Pasien sering  berekreasi dengan menonton TV.
Saat dikaji             : Pasien berada di rumah sakit sehingga tidak berekreasi.
14. Kebutuhan Belajar
Sebelum Sakit             : Pasien belajar dari televise, radio.
Saat Sakit                   : Pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat.
E. Keadaan Umum
Suhu : 362 0C
Nadi: 80 x/menit
TD : 120/90 mmHg
RR : 28 x/menit

F. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : Compos Metis
Pemeriksaan fisik head to toe
 Kepala : Mesocephal, simetris, rambut bersih
 Mata : Simetris, konjungtiva anemis,
 Hidung : Tidak terdapat polip, tidak ada penumpukan sekret
 Telinga : Tidak ada serumen
 Mulut : Gigi bersih, mukosa bibir lembab
 Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
 Thoraks          
I : Terdapat luka lecet, tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan
otot bantu nafas, pulsasi jantung kuat.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa tambahan.
P : Paru sonor, jantung pekak, tidak ada efusii
A : Paru bersih, jantung regular tanpa suara tambahan

 Abdomen
I : Tidak ada Jejas, .
A :-
P : Suara timpani, tanpa redup
P : Tidak ada nyeri tekan.
 Genetalia         : Terpasang DC No 16
 Ekstermitas    
- atas               : terpasang IVFD RL 20tpm, akral hangat, Luka lecet di jari
tengah tangan kiri
- bawah           : tak ada jejas, akral hangat.
G. Data Penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi ( Rontgen Thorak ) Terdapat fraktur klavikula
Sinistra.

II. Pre operasi


a. Analisa Data
No Tgl/jam Data focus Etiologi Masalah

1 Selasa DS : Diskontinuitas Nyeri Akut


07/12/21 Pasien  mengatakan bahu kiri nya tulang
10.30 sakit dan nyeri
WIB P: Nyeri bertambah ketika bergerak,
nyeri berkurang saat diimobilisasi,
Q: Nyeri seperti ditusuk,
R: Regio bahu Sinistra
S: 5
T: Hilang timbul
DO:
Px rogten fraktur klavikula
TD         : 120/90 mmHg
S            : 360C
N           : 80 x/mnt
R           : 25 x/mnt
2 Selasa DS : klien mengeluh kesulitan dalam Penurunan Gangguan
07/12/21 melakukan aktivitas kekuatan otot mobilitas fisik
10.30 DO : klien tampak lemah
WIB TD         : 120/90 mmHg
S            : 360C
N           : 80 x/mnt
R           : 25 x/mnt

2.diagnosa keperawatan
1.nyeri akut b.d Diskontinuitas tulang

2.gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

3.intervensi keperawatan

1.nyeri akut b.d Diskontinuitas tulang

Intervensi:

Tujuan: dalam waktu 1×24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil:

1.keluhan nyeri menurun


2.kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
3.kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
4.kemampuan menggunakan teknik nonfarmakologis membaik
5.penggunaan analgesic menurun

2.gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot


Intervensi:
Tujuan:dalam waktu 7×24 jam mobilitas fisik diharapkan dapat
membaik dengan kriteria hasil
1.pergerakan eksremitas membaik
2.kekuatan otot membaik
3.rentang gerak membaik
4.kelemahan fisik membaik
5.gerakan terbatas membaik
6.nyeri dan cemas berkurang

4.implementasi keperawatan
1. nyeri akut b.d Diskontinuitas tulang
Implementasi:
1.jelaskan penyebab,periode, dan strategi meredakan nyeri
2.ajarkan teknik nonfarmakologis
3.anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4.anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Rasionalisasi:
1.untuk mengetahui penyebab,dan strategi meredakan nyeri
2.untuk mengurangi rasa nyeri
3.untuk mengontrol nyeri secara mandiri
4.untuk mengurangi nyeri dengan terapi atau pengobatan
2. gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
Implementasi:
1.jelaskan prosedur,tujuan,indikasi,dan kontraindikasi mobilisasi
serta dampak mobilisasi
2.ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan prasarana yang
mendukung mobilisasi dirumah
3.demosntrasikan cara mobilisasi dirumah
4.demonstrasikan cara melatih rentang gerak secara perlahan
5.anjurkan pasien/keluarga mendemonstrasikan mobilisasi secara
mandiri

Rasionalisasi:
1.agar pasien mengetahui prosedur dan dampak dari mobilisasi
2.agar pasien/keluarga mengetahui apasajakah yang dapat
membantu mobilisasi dirumah
3.mengajarkan pasien cara mobilisasi
4.mengajarkan pasien melatih rentang gerak semampunya secara
perlahan
5.melatih pasien/keluarga untuk melakukan mobilisasi secara
mandiri
5.evaluasi

Pada Tn.a yang mengalami fraktur clavicula(fraktur tertutup) sesusai dengan hasil
rognten yang didapatkan,dan telah terpasang verban elastis untuk mengurangi gerakan
atau gesekan baik benda maupun yang lain.

Diagnose yang didapatkan adalah nyeri akut b.d Diskontinuitas tulang dan
gangguan mobilitas fisik b.d Penurunan kekuatan otot

Dari intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah nyeri akut dan
gangguan mobilitas fisik dapat membaik dalam waktu yang diinginkan

Dan telah diberikan tindakan atau implementasi sesuai dengan pedoman


SDKI,SLKI,dan SIKI dan sesuai dengan kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam
pemberian tindakan.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Clavikula (Tulang selangka) adalah tulang menonjol dikedua sisi bagian depan
bahu dan atas dada. Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavikula adalah
tulang yanng membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh,
serta memberikan perlindungan kepada penting yang mendasari pembuluh darah dan
saraf.
Tulang calvikula merupakan tumpuan beban dari tangan, sehingga jika terdapat
beban berlebihan akan menyebabkan beban tulang clavikula berlebih, hal ini bisa
menyebabkan terputusnya kontinunitas tulang tersebut. (Dokterbujang, 2012)
Fraktur clavikula merupakan 5% dari semua fraktur sehingga tidak jarang terjadi.
Fraktur clavikula juga merupakan cedera umum dibidang olahraga seperti seni bela
diri, menanggung kuda dan balap motor melalui mekanisme langsung maupun tidak
langsung. Tidak menutup kemungkinan fraktur clavikula yang terjadi disertai dengan
trauma yang lain, karena letaknya yang berdektan dengan leher, setiap kejadiam
fraktue clavikula harus dilakukan pemeriksaan cervical. Fraktur clavikula biasa
bersifat terbuka atau tertutup, tergantung dari mekanisme terdainya.

B. Saran

1. Dalam mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi sebaiknya semua persiapan pre
operasi benar benar dipersiapkan secara maksimal, guna mencegah terjadinya komplikasi
pembedahan.

2. Pasien atau keluarga pasien yang sudah di operasi sebaiknya di beri pendidikankesehatan
terkait perawatan post operasi.

3. Kerjasama team bedah perlu ditingkatkan guna tercapinya model praktek keperawatan
professional di ruangan.

DAFTAR PUSTAKA

WHO, 2006 dikutip dalam Helmi, 2012, h. 3.World Health Organization


(WHO) tahun 2011,
Depkes RI, 2009Departemen Kesehatan RI tahun 2009
Rekam Medik RS muhadiyah pelembang, 2021
Sjamsuhidajat, 2005 dikutip dalam Ningsih & Lukman, 2009, h. 26). Menurut
Brunner & Suddarth tahun 2000 (dikutip dalam Suratun et al, 2008, h. 148
Helmi, 2012, h. 146
Price, 2006,. 13
Smeltzer, 2002 dikutip dalam Ningsih & Lukman, 2009, . 34
Corwin, 2009, h. 337
Dokterbujang, 2012
fraktur pada fraktur clavikula menurur De Jong (2010)
Potter dan Perry, 2010
Padila, 2012
Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010
Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010)
HM. Sidik Adiem, Djamin St. Marajo, KH. Masjhur Azhari, HM. Rasjid Talib,
H. Zamhari Abidin, SH, H. Anang Kirom, HM. Soeripto, A. Sjarkowi Bakri,
HM. Fauzi Shomad
Bapak H. Abu Jazid Bustomi dan Bapak HM. Ali Amin, SH selaku Gubernur
Kepala DaeGubernur Sumatera Selatan pada saat itu yakni Bapak H. Ramli
Hasar Basri bersama ketua pimpinan pusat Muhammadiyah Prof Dr. HM.
Amien Rais, MA.rah Provinsi Sumatera Selatan
Difayana,aditya.2013Laporanpendahuluan
frakturhttp//adityadifayana.blogspot.com

/2013/01Laporan pendahuluanpendahuluan-fraktur-html. Diakes 20 Januari 2014

Putra yo ngke 2013.Askep fraktur clavicula. http://yongkeyongke-


putra.bligspot.com/2013/09/askepaskep-fractur-clavicula.html. Diakes 20 januari 2014

Anonim 2011.Penatalaksanaan-patah-tulangtulang-selangka.http://medianers.blogspot.com
2011/09 penatalaksanaan-patah-tulang-selangka.html Diakes 20 Januari 2014

Anda mungkin juga menyukai