Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN BEDAH KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN CLOSE FRAKTUR


FEMUR DIRUANGAN TERATAI RSUD Dr. ADNAAN WD PAYAKUMBUH

IMON PUTRA 22210004

RAHMA DANI 22210001

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NURSE

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA BARAT

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Bedah
Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. W dengan Close fraktur femur
diruangan Teratai RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh”. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan Laporan Bedah Kasus ini dapat diselesaikan karena adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Bersama ini perkenankan saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Ns. Yasherly Bachri, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing akademik.


2. Ns. Erni Djaya Hs, S.Kep selaku pembimbing Klinik.

Payakumbuh, 10 November 2022

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2
D. Manfaat................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit........................................................................4


B. Klasifikasi............................................................................................6
C. Etiologi................................................................................................7
D. Patofisiologi Dan WOC.......................................................................9
E. Manivestasi Klinis...............................................................................10
F. Penatalaksanaan...................................................................................11
G. Komplikasi...........................................................................................13
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.W DENGAN CLOSE


FRAKTUR FEMUR

A. Pengkajian..........................................................................................28
B. Pemeriksaan Penunjang......................................................................41
C. Terapi..................................................................................................40
D. Data Fokus..........................................................................................40
E. Diagnosa Keperawatan.......................................................................42
F. Analisa Data.......................................................................................42
G. Intervensi Keperawatan......................................................................44

ii
H. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi...........................................47

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan Pengkajian Keperawatan...............................................56


B. Pembahasan Diagnosa Keperawatan..................................................60
C. Pembahasan Intervensi Keperawatan.................................................61
D. Pembahasan Implementasi Keperawatan...........................................62
E. Pembahasan Evaluasi Keperawatan...................................................64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................65
B. Saran...................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia
kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2018, dengan angka prevalensi sebesar
2,7%, sementara pada tahun 2019 terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami
fraktur dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta
orang dengan angka prevalensi sebesar 3,5%.
Berdasarkan hasil RISKESDAS oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
KEMENKES RI tahun 2013 kasus cedera yang mengalami patah tulang (fraktur)
dengan angka pervalensi sebesar 5,8%, sedangkan berdasarkan hasil RISKESDAS
tahun 2018 kejadian cedera disebabkan kecelakaan lalulintas di Indonesia dengan
angka pervalensi sebesar 2,2% dan data yang didapat dari bagian rekam medik
RSUD AWS didapati jumlah pasien fraktur berjumlah 657 orang dari 32.004
pasien RSUD AWS selama tahun 2016 atau sekitar 2,05% dari seluruh pasien
pada tahun 2016, sedangkan di tahun 2017 jumlah pasien fraktur berjumlah 770
orang dari 33.241 pasien RSUD AWS atau sekitar 2,31% dari seluruh pasien pada
tahun 2017. Dengan tingginya kecelakaan lalulintas pemerintah pusat telah
membuat program yang didalamnya melibatkan beberapa kementrian dan lembaga
terkait, yang disebut dengan program Rencana Umum Nasional Keselamatan
( RUNK ) bagi pengguna angkutan jalan dimana ada 5 pilar dalam program
tersebut diantaranya 2 Bapenas, Kementrian PUPR untuk memeperbaiki jalan,
Kemenhub untuk memperbaiki kualitas kendaraannya, Kepolisian untuk
meningkatkan kualitas pengemudinya, kemudian Poskes dari kementrian
kesehatan.

1
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien fraktur adalah nyeri akut,
perfusi perifer tidak efektif, gangguan integritas kulit, gangguan mobilitas fisik,
defisit perawatan diri: mandi, resiko infeksi, dan resiko syok (SDKI 2016).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sebagai perawat adalah sesuai
diagnosa yaitu nyeri akut dapat dilakukan dengan manejemen nyeri, perfusi perifer
tidak efektif dapat dilakukan memonitoring tanda tanda vital, gangguan integritas
kulit dapat dilakukan monitor kulit akan adanya kemerahan, gangguan mobilitas
fisik dapat dilakukan tindakan mengajarkan pasien dan keluarga tentang teknik
ambulasi, defisit perawatan diri dapat dilakukan tindakan membantu pasien
melakukan perawatan diri, resiko infeksi dapat dilakukan tindakan dengan
kolaborasi pemberian obat, resiko syok dapat dilakukan tindakan monitoring status
sirkulasi BP, warna kulit suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer.
Selama penulis dinas profesi nurse di ruang tertai, penulis sering menemukan
pasien fraktur yang mana keluhannya sering di temukan karena kecelakaan. Dari
latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul laporan Bedah kasus
Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan Close Fraktur Femur diruangan Teratai
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang muncul yaitu
bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Close Fraktur Femur.?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap pasien Close
Fraktur Femur.

2
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi penulis dalam
melaksanakan Bedah kasus, khususnya dalam melakukan Asuhan Keperawatan
pada pasien Close Fraktur Femur.
2. Bagi Instansi
Diharapkan Bedah Kasus ini dapat menjadi referensi bacaan untuk
melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Close Ffraktur Femur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan
lengkap dan fragmen ulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan
ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh
tertembus kadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi (Wijaya, 2013). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang disebabkan oleh ruda paksa (Wahid, 2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).

2. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep
penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat
menembus kulit pada saat terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia
kembali hampir pada posisi semula.

4
3. Etiologi
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk mematahkan
batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyakan fraktur ini
terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien
mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun syok
neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

4. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah ke dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak
yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
di sekitar fraktur. Sel sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi
mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin
di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk

5
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment (Brunner & Suddart, 2017).

6
WOC Trauma
Trauma Trauma tidak
langsung langsung patologis

Fraktur

Pergeseran
fregmen tulang

Timbul respon Tindakkan ORIF


Diskontinuitas
stimulus nyeri
tulang
Pemasangan
Pengeluaran
platina/ fiksasi
Fraktur Fraktur histamin
eksternal
terbuka tertutup
Reaksi Perawatan post
Laserasi Perubahan nosiseptor operasi
kulit fragmen tulang

Respon reflek Gangguan


Putus
Spasme otot, protektif pada
vena/arteri fungsi tulang
ruptur vena/arteri tulang

Hambatan
Pendarahan Protein plasme
mobilitas fisik
darah Nyeri akut

Kekurangan
volume cairan Eudema

Ketidakefektifan
Penekanan perfusi jaringan
Resiko
pembuluh darah
hipovolemik
Sumber : Pathway Fraktur (Wijaya, 2015)

7
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala umum
fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur :

a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang


berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi

8
seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang

b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur

c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.

d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)

e. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan


persendian lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera.

6. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan pengembalian fungsi


serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan


fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi

9
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.

Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai berikut:

a. Penatalaksanaan fraktur tertutup

1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri


yang tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung,
menggunakan analgesik sesuai resep)

2) Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak


terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat
dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan atau
walker)

3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.

4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai


kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan

5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir,


informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya
supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
b. Penatalaksanan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan
lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan
jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis,
tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan

10
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.

7. Komplikasi

a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:
1. Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur
bersifat tertutup.
2. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
3. Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
4. Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai
aksono temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5. Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
6. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2008).

11
8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arif Muttaqin (2015), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada


fraktur yaitu:

a. Anamnesa/ pemeriksaan umum

b. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan


menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi
dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.

c. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat


memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.

d. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.

e. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan


untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan


tulang.

2) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.

3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),


aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

Pemeriksaan lain-lain :

a. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas,
tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.

b. Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.

12
c. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.

d. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

e. Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada


tulang

B. Asuhan keperawatan Secara Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (wahid,
2013).

a. Pengumpulan data

1) Identitas Pasien
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan
diagnostik medis (muttaqin, 2008).
2. Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
1) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

13
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka yang lain (muttaqin, 2008).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan
formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur
ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan
kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(muttaqin, 2008).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (muttaqqin, 2008).

14
6. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,2019).
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

15
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2020).
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya raktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 2019).
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 2019).
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2019).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 2019).
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2019).

16
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
7. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan
kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
b) Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi, pernapasan
dan tekanan darah.
c) Pemeriksaan Local
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur biasanya seperti pemeriksaan fisik
pada umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan fraktur dilakukan hal – hal
sebagai berikut:
1) Keadaan Lokal
Harus di perhitungkan keadakan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada system
muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).

17
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

Feel (palpasi)

 Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki


mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,baik
pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: Perubahan
suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal 3– 5 “
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi
atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila
ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya
 Move (pergerakan terutama lingkup gerak

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan


menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat

18
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 2016).

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
x- ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.

Hal yang harus dibaca pada x-ray:

 Bayangan jaringan lunak.


 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:

 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang


lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

19
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain :
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

20
2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.

b. Hambatanmobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,


imobilisasi.

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema.

d. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan

3. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d agen pencidera fisik

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1 x 24 jam diharapkan nyeri


menurun KH : Tingkat Nyeri

 Keluhan nyeri menurun


 Gelisah menurun (5)
 Meringis menurun (5)
 Kesulitan tidur menurun (5)
 Pola tidur membaik (5)

Kontrol Nyeri

 Kemampuan mengunakan teknik non-farmakologis meningkat (5)


 Dukungan orang terdekat meningkat (5)
 Pengunaan analgetik menurun (5)
 Peradangan luka menurun (5)
 Peningkatan suhu kulit menurun (5).
 Infeksi menurun (5)

21
Penyembuhan luka

 Pembentukan jaringan parut menurun.

Observasi

 Identifikasi local, karakteristik,durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.


 Identifikasi nyeri.
 Identifikasi respon nyeri non verbal.
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor efek samping penggunaan analgetik.

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.tarik


napas dalam, kompres hanagat/dingin).
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri .
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategy
meredakan nyeri.

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.


 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
 Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik .jika perlu

22
2. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri

Setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 1x 24 jam maka integritas


kulit meningkat KH : mobilitas fisik meningkat

 Pergerakan ekstremitas meningkat (5)


 Kekuatan otot meningkat (5)
 Rentang gerak (ROM) (5)
 Nyeri menurun (5)
 Kecemasan menurun (5)
 Kaku sendi menurun (5)
 Gerakkan tidak terkoordinasi menurun (5)
 Gerakan terbatas menurun (5)
 Kelemahan fisik menurun (5)

Observasi

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum melakukan
ambulasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu


 Fasilitasi melakukan ambulasi fisik
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

23
 Anjurkan melakukan ambulasi diri
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

3. Resiko hipovolemia b.d kehilangan cairan secara aktif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam maka


mobilitas disik meninggkat. KH : status cairan membaik

 Kekuatan nadi meningkat (5)


 Tugor kulit meningkat (5)
 Output urine meningkat (5)
 Pengisian vena meningkat (5)
 Ortopnea menurun (5)
 Dispnea menurun (5)
 Edema anasarka menurun (5)
 Edema perifer menurun (5)
 Frekuensi nadi membaik (5)
 Tekanan darah membaik (5)
 Tenakan nadi membaik (5)
 Membran mukosa membaik (5)
 Kadar HB membaik (5)

Observasi

 Periksa tanda dan gejala hipovolemia


 Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

 Hiting kebutuhan cairan

24
 Berikan posisi midiffed trendelembung

 Berikan asupan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis

 Kolaborasi pemberian IV hipotonis

 Kolaborasi pemberian cairan koloid

 Kolaborasi pemberian produk darah

4. Implementasi Keperaatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana keperawaan atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokummentasikan yang merupakan tindakan khusus yang
digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan berasarkan adalah fase kelima dan terakhir dalam
suatu proses keperawatan. proses evaluasi dalam asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam SOAP ( Subjektif, Objektif, Assesment, Planing)
(Achjar, 2016)

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.W DENGAN CLOSE FRAKTUR
FEMUR

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : An. W No. RM :09.08.39
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Labuah Baru
Tanggal masuk : 5 November 2022
Tanggal Pengkajian : 7 November 2022
Yang mengirim : IGD
Cara masuk RS : Ambulance
Diagnosa Medis : Close Fraktur Femur
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 70 Tahun
Hub dengan pasien : Orang tua
Pekerjaa : Petani
Alamat : Pasaman

26
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama pada saat sekarang
Klien mengatakan klien merasakan nyeri dipaha sebelah kiri
pada saat digerakkan.
2) Alasan masuk rumah sakit
Sebelum operasi :
 Pada tanggal 5 november 2022 klien masuk IGD dengan
keluhan klien mengatakan pada saat pertandingan silat
klien mengalami cidera pada paha sebelah kiri dan klien
merasakan nyeri dipaha sebelah kiri dengan skala nyeri 4-
5. Kemudian klien di antar menggunakan ambulance oleh
tim medis pertandingan pada pukul 22:00 wib ke RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh.Klien mengatakan sulit
untuk bergerak, meringis, gelisah, dan tampak kesakitan
saat bergerak, Fisik klien tampak lemah
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri
akibat cidera saat pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
dan sampai ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam dirasakan.

27
Kekuatan otot
555 555
555 111

Pengkajian Setelah operasi : pada tanggal 7 november jam


13.00 wib

 Klien mengatakan setelah dilakukan operasi pemasangan


Pen pada jam 13.00 klien merasakan nyeri dengan skala
nyeri 5-6 pada bekas operasi yaitu di kaki kiri
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas operasi di
paha kaki kanan
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
S: Klien mengatakan nyeri ringan dengan skala nyeri 5-6
T: Klien mengatakan nyeri terasa terus menerus
 Klien mengatakan kaki klien belum bisa digerakkan dan
setelah operasi klien merasakan mual (+), muntah(-),
Klien tidak boleh duduk sampai 12 jam setelah operasi.
Klien mengatakan semenjak masuk rumah sakit klien
belum mandi, sikat gigi, keramas dan potong kuku. Klien
tampak meringis dan kesakitan, tampak lemah
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Saat sampai di IGD dilakukan Pemasangan bidai di area paha
sebelah kiri klien yang dilakukan oleh perawat di IGD.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya

28
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan, keluarga klien tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan
lain-lainya.
3. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Ketidaktahuan klien tentang informasi dan penyakit yang dideritanya dan
kurangnya pengetahuan tentang penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya faktur.
Penggunaan :
a. Tembakau : Klien mengatakan tidak pernah merokok
b. Alkohol :Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alcohol
c. Obat lain : Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan lain
d. Alergi :Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat dan
makanan
4. Pola nutrisi/metabolisme
a. Pola makan
Di rumah :
Frekuensi : 3 ×/ hari
Makan Pagi : 1 x dengan porsi sedang
Makan Siang : 1 x dengan porsi sedang
Makan Malam : 1 x dengan porsi sedang
Pantangan/alergi : Klien mengatakan tidak ada pantangan
makanan
Makanan yang disukai: klien mengatakan yang disukai makanan yang
di goreng
Dirumah sakit:
Diet/suplemen khusus : Tidak Ada

29
Nafsu makan : Klien mengatakan nafsu makan
menurun
NGT : klien tampak tidak terpasang NGT
Kesulitan menelan : Klien mengatakan tidak ada gangguan
menelan
Gigi : Gigi klien terlihat lengkap atas dan
bawah
Riwayat masalah kulit : klien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit kulit.
b. Pola minum
Dirumah :
Frekuensi : ±7-8 gelas per hari
Jenis : Air pitih
Jumlah : ± 1.500 ml per hari
Pantangan : Klien mengatakan tidak ada pantangan
Minuman yang disukai : Teh
Dirumah sakit :
Frekuensi : ± 4-5 gelas per hari
Jenis : Air Putih
Jumlah : ±700 ml per hari
5. Pola Eliminasi
a. BAB
Dirumah :
Frekuensi : 1× sehari
Konsistensi : Normal
Warna : Kuning
Dirumah sakit :
Frekuensi : Klien mengatakan belum ada BAB
Konsistensi :-

30
Warna :-
Tanggal defekasi terakhir : 5 November 2022
Masalah di rumah sakit : Klien mengatakan tidak ada masalah
saat BAB
b. BAK
Di rumah :
Frekuensi : ± 4-5 × per hari
Jumlah : ± 1000 ml per hari
Warna : Kuning
Di rumah sakit :
Frekuensi : ± 3-4
Jumlah : ± 500 ml/hari
Warna : Kuning
Masalah di rumah sakit : klien mengatakan tidak ada masalah
saat BAK
Kateter : Klien tampak terlihat terpasang kateter
6. Pola Aktivitas/Latihan
a. Kemampuan Perawatan Diri

Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit


0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Makan / minum √ √
Mandi √ √
Berpakaian /berdandan √ √
Toileting √ √
Mobilisasi TT √ √
Berpindah √ √
Berjalan √ √
Menaiki tangga √ √
Berbelanja √ √
Memasak √ √
Pemeliharaan rumah √ √

31
Keterangan :
0: mandiri 1: Dengan alat bantu 2: Bantuan orang lain 3: bantuan
peralatan dan orang lain 4 : tergantung/tak mampu.
b. Kebersihan diri
Dirumah :
Mandi : 2 × /hari
Gosok gigi : 2 × / hari
Keramas : 2 ×/hari
Potong kuku : 1×/minggu
Dirumah sakit
Mandi : Klien mengatakan belum ada mandi, klien tampak
kotor dan tidak rapi
Gosok gigi : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
gosok gigi, saat bicara nafas klien terasa bau
Keramas : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
keramas, rambut klien tampak terasa lepek saat di pegang dan
berketombe
Potong kuku : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
potong kuku, kuku klien tampak panjang.
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
c. Alat bantu
Menggunakan tongkat
d. Rekreasi dan aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan aktivitas sehari-hari belajar, latihan silat dan
bermain dengan teman-teman.
e. Olahraga
Klien mengatakan kegiatan olahraganya latihan silat sekali seminggu.

32
f. Kekuatan otot
555 555
555 111
7. Pola Istirahat
Dirumah :
Waktu tidur
Siang : 3 jam
Malam : 7 jam
Jumlah jam tidur : 10 jam
Dirumah sakit:
Waktu tidur :
Siang : Klien mengatakan tidak ada tidur siang
Malam : 5 jam
Jumlah jam tidur : 5 jam
Masalah di rumah sakit : Klien mengatakan sering terbangun dini hari
8. Pola kognitif-persepsi
Status mental : Baik
Bicara : Normal
Bahasa sehari-hari : Daerah
Kemampuan membaca : Bisa
Kemampuan berkomunikasi : Bisa
Kemampuan memahami : Bisa
Tingkat ansietas : Ringan, karena klien cemas dengan keadaan kakinnya
Pendengaran : Dalam Batas Normal
Penglihatan : Dalam Batas Normal
Vertigo :Klien mengatakan tidak pernah merasakan pusing yang
berputar
Ketidaknyamanan/nyeri : Nyeri Akut

33
Sebelum operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri akibat cidera saat
pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang dan sampai
ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan hampir setiap malam
dirasakan.
Setelah operasi :
Deskripsi nyeri :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas operasi di paha kaki kanan
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
S: Klien mengatakan nyeri ringan dengan skala nyeri 5-6
T: Klien mengatakan nyeri terasa terus menerus
Penatalaksanaan nyeri : mengajari klien teknik relaksasi dengan teknik
nafas dalam
9. Pola kebutuhan peran
Pekerjaan : Pelajar
Status Pekerjaan : Tidak bekerja
Sistem pendukung: : Orang tua
Masalah keluarga berkenan dengan perawatan di rumah sakit
Orang tua klien mengatakan mendukung untuk kesehatan anaknya.
Kegiatan sosial :Klien mengatakan kegiatan sosialnya yaitu mengikuti
organisasi disekolahnya

34
10. Pola Seksualitas/Reproduksi

Pemeriksaan Testis mandiri bulanan : Klien mengatakan tidak ada melakukan


pemeriksaan
Masalah seksual berhubungan dengan penyakit : Klien mengatakan tidak ada masalah

11. Pola persepsi Diri/Konsep Diri


a. Body Image/gambaran diri
Klien mengatakan dan tampak tidak ada masalah pada gambaran
dirinya.
b. Role/peran
Klien mengatakan dan tampak tidak ada masalah pada peranya
c. Identity/identitas diri
Klien mengatakan dan tampak tidak ada masalah pada identitas diri
d. Self estem/harga diri
Klien mengatakan dan tampak tidak ada masalah pada harga diri
e. Self ideal/ideal diri
Klien mengatakan dan tampak tidak ada masalah pada ideal diri
12. Pola koping-toleransi stress
a. Masalah selama di rumah sakit
Klien mengatakan tidak ada masalah selama dirumah sakit
b. Kehilangan/Perubahan besar pada masa lalu
Klien mengatakan tidak pernah ada kehilangan ataupun perubahan di
masa lalu.
c. Hal yang dilakukan saat ada masalah
Klien mengatakan saat ada masalah ia melaksanakan ibadah sholat dan
berdoa.
d. Penggunaan obat untuk menghilangkan stress
Klien mengatakan tidak pernah mengonsumsi obat ketika stress

35
13. Pola keyakinan
Agama : Islam
Pantangan keagamaan : Klien mengatakan tidak ada pantangan dalam
beragama
14. Pemeriksaan Fisik
Sebelum operasi :
a. Tanda-tanda Vital : Pada tanggal 7 November 2022
Suhu : 36, 2 ͦ c lokasi : Dahi
Nadi : 87 ×/menit irama : Reguler
Tekanan Darah : 135/87 mmHg Lokasi : Lengan atas
Pernapasan : 20 ×/menit irama : Reguler
Tinggi Badan : 145 cm
Berat Badan : 45 kg
Sesudah operasi :
Tanda-tanda Vital : Pada tanggal 8 November 2022
Suhu : 36 ͦ c lokasi : Dahi
Nadi : 80 ×/menit irama : Reguler
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Lokasi : Lengan atas
Pernapasan : 20 ×/menit irama : Reguler
Tinggi Badan : 145 cm
Berat Badan : 45 kg

b. Kepala

Rambut Rambut klien tampak lurus, hitam, tebal, ada


: sedikit ketombe
Mata klien mengatakan mampu melihat jelas pada jarak
: normal, sclera terlihat tidak ikterik
Hidung Lubang hidung klien terlihat bersih, tidak ada

36
: pembengkakan
Mulut Bibir telihat pucat, gigi tampak utuh penuh dan
: tampak kuning, tidak ada pembengkakan amandel,
bau mulu (+)
Telinga Klien tampak mampu mendengar dengan jelas,
pada jarak normal, tidak terdapat kelainan pada
telinga, telinga terlihat bersih.
c. Leher
Trakea : Posisi Trakea Lurus
JVP : 6 cm H20
Tiroid : Tidak terdapat benjolan pada leher klien
d. Paru & Jantung

I : Bentuk dada Simetris, nafas normal, dan tidak ada


retraksi dinding dada
P : Tidak ada nyeri dada
P : Terdengar bunyi sonor
A : Bunyi Paru tidak ada ronchi maupun wheezing
Bunyi Jantung regular yaitu dengan bunyi Lub-dub
e. Abdomen

I : Pada bagian perut tidak terdapat bintik-bintik merah,


tidak ada bekas goresan/luka
P : Saat di raba tidak terdapat pembengkakan
P : Saat dilakukan ketukan perut berbunyi
Atas kiri berbunyi pekak, atas kanan berbunyi
timpani, bawah kiri berbunyi timpani, bawah kanan
berbunyi pekak
Pekak Timpani

37
Timpani Pekak

A : Terdengar bising usus normal yaitu 18×/menit

f. Ekstermitas
1) Ekstermitas atas
Tangan kanan kekuatan otot penuh dapat bergerak bebas, tangan kiri
terpasang infuse RL 20 tetes per menit
2) Ekstermitas bawah
Kaki kanan kekuatan otot penuh dapat bergerak bebas, kaki kiri
terpasang tensocrep tidak dapat bergerak bebas karena sakit, kekuatan
otot lemah
g. Integument
Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, elastis, tidak ada eudema.
h. Neurologi
GCS : E4 M6 V5 = 15 composmentis
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : normal
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 november 2022
HB : 114,3 g/dl
Hematologi : 42%
Trombosit : 267.000/mm2
C. Terapi
Infuse RL 20 tetes/menit
Asam traneksamat 3×1 ampul
Ketorolak 30 mg 2×1 ampul
Ceftriaxon 2×1 ampul

38
Ranitidine 3×1 ampul

D. Data Fokus
1. Data subjektif
a. Klien mengatakan nyeri pada paha sebelah kiri
b. Klien mengatakan sulit untuk bergerak
c. Klien mengatakan semenjak masuk rumah sakit klien belum mandi, sikat
gigi, keramas dan potong kuku.
2. Data Objektif
a. Klien tampak meringis dan kesakitan
b. Klien tampak gelisah
Karakteristik nyeri
Sebelum operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri akibat cidera saat
pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang dan sampai
ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan hampir setiap malam
dirasakan.
Setelah operasi :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas operasi di paha kaki kanan
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
S: Klien mengatakan nyeri ringan dengan skala nyeri 5-6
T: Klien mengatakan nyeri terasa terus menerus
c. Fisik klien tampak lemah

39
d. Kekuatan otot
555 555
555 111
e. Terlihat semua aktifitas klien di bantu keluarga
f. Klien tampak kotor
g. Klien tampak terpasang kateter

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskoloskeletal d.d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas
3. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskoloskeletal d.d tidak mampu
mandi/pakaian, toilet secara mandiri

F. Analisa Data

No Data Etiologi Nyeri Akut


1. Data subjektif Agen pencidera Fisik : Nyeri Akut
1. Klien mengatakan fraktur, dan prosedur
nyeri pada paha operasi
sebelah kiri.
Data Objektif :
1. Klien tampak meringis
dan kesakitan
2. Klien tampak gelisah
3. Karakteristik nyeri
Sebelum operasi :

40
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri
pada bagian paha sebelah
kiri
Q: Klien mengatakan nyeri
terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri
menyebar sampai ke
pinggang
S: Klien mengatakan nyeri
sedang dengan skala nyeri
4-5
T: Klien mengatakan nyeri
terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam
dirasakan.

Setelah operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan masih
nyeri pada bagian paha
sebelah kiri
Q: Klien mengatakan nyeri
terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri
menyebar sampai ke
pinggang
S: Klien mengatakan nyeri
ringan dengan skala nyeri 1-

41
3
T: Klien mengatakan nyeri
terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam
dirasakan.

2 Data subjektif : Gangguan musculoskeletal Gangguan mobilitas fisik


1. Klien mengatakan sulit
untuk bergerak
Data Objektif:
1. Fisik klien tampak
lemah.
2. Terlihat semua aktifitas
klien di bantu keluarga
3. Kekuatan otot

555 555
555 111

4. Data objektif: Kelemahan dan gangguan Deficit perawatan diri


1. Klien mengatakan musculoskeletal
semenjak masuk rumah
sakit klien belum mandi,
sikat gigi, keramas dan
potong kuku
Data objektif :
1. Klien tampak terpasang
kateter

42
G. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
pencidera fisik d.d asuhan intervensi Observasi :
mengeluh nyeri keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
1×24 jam. Maka tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuesi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri.
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon
3. Sikap protektif nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun yang memperberat
5. Kesulitan tidur dan memperpanjang
menurun nyeri.
6. Frekuensi nadi Teraupetik :
membaik 5. Berikan teknik
7. Pola nafas membaik nonfarmakologis
8. Tekanan darah untuk mengurangi
membaik nyeri
9. Nafsu makan 6. Kontrol lingkungan
membaik yang memperberat
10. Pola tidur membaik rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat
dan tidur

43
8. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemulihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
9. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
12. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat.
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian analgetik
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Ambulasi Mobilitas
fisik b.d gangguan intervensi keperawatan Observasi :
muskoloskeletal d.d selama 1×24 jam maka 1. Identifikasi adanya
mengeluh sulit mobilitas fisik nyeri dan keluhan
menggerakkan meningkat dengan fisik lainnya
ekstermitas kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi
1. Pergerakan fisik melakukan
ekstermitas ambulasi

44
meningkat 3. Monitor tekanan
2. Kekuatan otot jantung, tekanan
meningkat darah sebelum
3. Rentang gerak ROM memulai ambulas
meningkat Teraupetik:
4. Nyeri menurun 4. Fasilitasi aktivitas
5. Kecemasan menurun ambulasi dengan alat
6. Kaku sendi menurun bantu
7. Gerakan tidak 5. Fasilitasi melakukan
terkoordinasi ambulasi fisik
menurun 6. Libatkan keluarga
8. Gerakan terbatas untuk membantu
menurun. pasien
9. Kelemahan fisik Edukasi:
menurun. 7. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
8. Anjurkan ambulasi
dini
9. Anjurkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan.
3 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan perawatan
b.d kelemahan dan tindakan keperawatan diri
gangguan selama 1×24 jam Observasi:
muskoloskeletal diharapkan tingkat 1. Identifikasi
perawatan diri kebiasaan aktivitas
meningkat dengan perawatan diri sesuai
kriteria hasil : usia

45
1. Kemampuan mandi 2. Monitor tingkat
meningkat kemandirian
2. Minat melakukan 3. Identifikasi
perawatan diri kebutuhan alat bantu
meningkat kebersihan
3. Mempertahankan Teraupetik :
kebersihan diri 4. Siapkan keperluan
meningkat pribadi
4. Mempertahankan 5. Dampingi dalam
kebersihan mulut melakukan
meningkat perawatan diri
sampai mandiri
6. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
7. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsistensi sesuai
kemampuan.

46
Catatan Perkembangan

Hari/Tanggal : Senin / 7 November 2022 Ruangan : Teratai

Nama : An. W No. RM : 09.08.39

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


1. Nyeri akut b.d agen 08.00 Manajemen nyeri S:
pencidera fisik d.d Observasi : a. Klien mengatakan sulit
mengeluh nyeri 1.mengidentifikasi lokasi, bergerak
karakteristik, durasi, frekuesi, O:
kualitas, intensitas nyeri. a. Klien tampak susah
2 .mengidentifikasi skala nyeri menggerakkan area yang
3. Identifikasi respon nyeri non sakit.
verbal Sebelum operasi
4. mengidentifikasi faktor yang Deskripsi nyeri :
memperberat dan P: Klien mengatakan nyeri pada
memperpanjang nyeri. bagian paha sebelah kiri
Teraupetik : Q: Klien mengatakan nyeri terasa di
1. memberikan teknik tusuk-tusuk.
nonfarmakologis untuk R: Klien mengatakan nyeri menyebar
mengurangi nyeri sampai ke pinggang
2. mengontrol lingkungan yang S: Klien mengatakan nyeri sedang
memperberat rasa nyeri dengan skala nyeri 4-5
3. mengfasilitasi istirahat dan T: Klien mengatakan nyeri terasa
tidur pada dini hari dan hampir setiap
4. mempertimbangkan jenis dan malam dirasakan.
sumber nyeri dalam pemulihan TD: 130/87 mmHg
strategi meredakan nyeri P : 20×/menit
N : 87×/menit

47
Edukasi : S : 36,2 ͦ C
1. menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri. A: masalah belum teratasi nyeri akut
2. menjelaskan strategi P : Intervensi 1-13 dilanjutkan
meredakan nyeri
3. menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
2. Gangguan mobilitas 08.00 Ambulasi Mobilitas S:
fisik b.d gangguan Observasi : a. klien mengatakan sulit
muskoloskeletal d.d 1. mengidentifikasi adanya nyeri bergerak
mengeluh sulit dan keluhan fisik lainnya O:
menggerakkan 2. mengidentifikasi toleransi fisik a. klien tampak susah
ekstermitas melakukan ambulasi menggerakkan area yang sakit
3. memonitor tekanan jantung, b. TD: 135/87 mmHg
tekanan darah sebelum P : 20×/menit
memulai ambulasi N : 87×/menit
Teraupetik: S : 36,2 ͦ C
1. memfasilitasi aktivitas c. Kekuatan otot
ambulasi dengan alat bantu
2. memfasilitasi melakukan 555 555
ambulasi fisik. 555 111
3. melibatkan keluarga untuk
membantu pasien A: masalah belum teratasi gangguan

Edukasi: mobilitas fisik

1. menjelaskan tujuan dan P: intervensi 1-9 dilanjut


prosedur ambulasi

48
2. menganjurkan ambulasi dini
menganjurkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan.
3. Deficit perawatan 08.00 Dukungan perawatan diri S:
diri b.d kelemahan Observasi: 1. klien mengatakan sulit untuk
dan gangguan 1. mengidentifikasi kebiasaan melakukan perawatan diri
muskoloskeletal aktivitas perawatan diri sesuai karena keterbatasan
usia pergerakan
2. memonitor tingkat O:
kemandirian 1. klien dalam memenuhi
3. mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan personal hygine di
alat bantu kebersihan bantu keluarga
Teraupetik : 2. klien terpasang kateter
1. menyiapkan keperluan A: masalah belum teratasi defisit
pribadi perawatan diri
2. mendamping dalam P: intervensi 1- 7 dilanjutkan
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
1. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsistensi sesuai
kemampuan.

49
Catatan Perkembangan

Hari/Tanggal : Selasa / 8 November 2022 Ruangan : Teratai

Nama : An. W No. RM : 09.08.39

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


1. Nyeri akut b.d agen 09.00 Manajemen nyeri S:
pencidera fisik d.d Observasi : 1. Klien mengatakan kaki terasa
mengeluh nyeri 1. mengidentifikasi lokasi, nyeri saat di gerakkan
karakteristik, durasi, O:
frekuesi, kualitas, 1. Klien tampak susah
intensitas nyeri. menggerakkan area yang sakit
2. mengidentifikasi skala Setelah operasi
nyeri Deskripsi nyeri :
3. Identifikasi respon nyeri P: Klien mengatakan masih nyeri
non verbal pada bagian paha sebelah kiri
4. mengidentifikasi faktor Q: Klien mengatakan nyeri terasa di
yang memperberat dan tusuk-tusuk.
memperpanjang nyeri. R: Klien mengatakan nyeri menyebar
Teraupetik : sampai ke pinggang
1. memberikan teknik S: Klien mengatakan nyeri ringan
nonfarmakologis untuk dengan skala nyeri 1-3
mengurangi nyeri T: Klien mengatakan nyeri terasa
2. mengontrol lingkungan terua menerus dan hampir setiap
yang memperberat rasa malam dirasakan.
nyeri
3. mengfasilitasi istirahat dan TTV sesudah operasi :
tidur TD : 120/80 mmHg
4. mempertimbangkan jenis N : 80 ×/menit

50
dan sumber nyeri dalam S: 36 ͦ c
pemulihan strategi
meredakan nyeri A: masalah belum teratasi nyeri akut
Edukasi : P : Intervensi 1-13 dilanjutkan, 9-10
1. menjelaskan penyebab, dihentikan
periode dan pemicu nyeri.
2. menjelaskan strategi
meredakan nyeri
3. menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat.

Gangguan mobilitas 09.00 Ambulasi Mobilitas S:


2 fisik b.d gangguan Observasi : klien mengatakan sulit bergerak
muskoloskeletal d.d 1. mengidentifikasi adanya klien mengatakan nyeri terasa saat
mengeluh sulit nyeri dan keluhan fisik digerakkan
menggerakkan lainnya O:
ekstermitas 2. mengidentifikasi toleransi klien tampak susah menggerakkan
fisik melakukan ambulasi area yang sakit
3. memonitor tekanan klien tampak dibantu keluarga saat
jantung, tekanan darah beraktifitas
sebelum memulai ambulasi TD: 120/80 mmHg
Teraupetik: P : 20×/menit
1. memfasilitasi aktivitas N : 80×/menit
ambulasi dengan alat bantu S : 36 ͦ C
2. memfasilitasi melakukan
ambulasi fisik. Kekuatan otot

51
3. melibatkan keluarga untuk 555 555
membantu pasien 555 111
Edukasi: A: masalah belum teratasi gangguan
1. menjelaskan tujuan dan mobilitas fisik
prosedur ambulasi P: intervensi 1-9 dialnjutkan, 7
2. menganjurkan ambulasi dihentikan
dini menganjurkan
ambulasi sederhana yang
harus dilakukan.
3 Deficit perawatan 09.00 Dukungan perawatan diri S:
diri b.d kelemahan Observasi: 1. klien mengatakan sulit untuk
dan gangguan 1. mengidentifikasi kebiasaan melakukan perawatan diri
muskoloskeletal aktivitas perawatan diri karena keterbatasan
sesuai usia pergerakan
2. memonitor tingkat O:
kemandirian 1. klien dalam memenuhi
3. mengidentifikasi kebutuhan personal hygine di
kebutuhan alat bantu bantu keluarga
kebersihan 2. klien terpasang kateter
Teraupetik : A: masalah belum teratasi defisit
1. menyiapkan keperluan perawatan diri
pribadi P: intervensi 2-7 dialanjutkan, 1
2. mendamping dalam dihentikan
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :

52
menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsistensi
sesuai kemampuan.

53
Catatan Perkembangan

Hari/Tanggal : Rabu / 9 November 2022 Ruangan : Teratai

Nama : An. W No. RM : 09.08.39

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut b.d 12.00 Manajemen nyeri S:
agen pencidera Observasi : Klien mengatakan nyeri sudah mulai
fisik d.d 5. mengidentifikasi lokasi, berkurang
mengeluh nyeri karakteristik, durasi, frekuesi, O:
kualitas, intensitas nyeri. Klien tampak sudah bisa
6. mengidentifikasi skala nyeri menggerakkan area yang sakit
7. Identifikasi respon nyeri non Setelah operasi
verbal Deskripsi nyeri :
8. mengidentifikasi faktor yang P: Klien mengatakan nyeri pada
memperberat dan bagian paha sebelah kiri sudah mulai
memperpanjang nyeri. berkurang
Teraupetik : Q: Klien mengatakan nyeri terasa di
1. memberikan teknik tusuk-tusuk.
nonfarmakologis untuk R: Klien mengatakan nyeri menyebar
mengurangi nyeri sampai ke pinggang
2. mengontrol lingkungan yang S: Klien mengatakan nyeri ringan
memperberat rasa nyeri dengan skala nyeri 1-3
3. mengfasilitasi istirahat dan tidur T: Klien mengatakan nyeri terasa saat
4. mempertimbangkan jenis dan bergerak saja
sumber nyeri dalam pemulihan
strategi meredakan nyeri TTV sesudah operasi :
Edukasi : TD : 120/80 mmHg
1. menjelaskan penyebab, periode N : 80 ×/menit

54
dan pemicu nyeri. S: 36 ͦ c
2. menjelaskan strategi meredakan
nyeri A: masalah teratasi
3. menganjurkan memonitor nyeri P : intervensi di hentikan, klien
secara mandiri. menganjurkan dipulangkan
menggunakan analgetik secara
tepat.

Gangguan 12.00 Ambulasi Mobilitas S:


2 mobilitas fisik Observasi : 1. klien mengatakan sulit mulai
b.d gangguan 1. mengidentifikasi adanya nyeri bisa bergerak bebas
muskoloskeletal dan keluhan fisik lainnya O:
d.d mengeluh 2. mengidentifikasi toleransi fisik klien tamak sudah bisa naik kursi
sulit melakukan ambulasi roda
menggerakkan 3. memonitor tekanan jantung, klien sudah mulai bisa menggunakan
ekstermitas tekanan darah sebelum memulai tongkat
ambulasi TD: 120/80 mmHg
Teraupetik: P : 20×/menit
1. memfasilitasi aktivitas ambulasi N : 80×/menit
dengan alat bantu S : 36 ͦ C
2. memfasilitasi melakukan Kekuatan otot
ambulasi fisik. 555 555
3. melibatkan keluarga untuk 555 111
membantu pasien A: masalah teratasi
Edukasi: P: intervensi di hentikan, klien di
1. menjelaskan tujuan dan prosedur pulangkan
ambulasi

55
2. menganjurkan ambulasi dini
menganjurkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan.
3 Deficit 12.00 Dukungan perawatan diri S:
perawatan diri Observasi: klien mengatakan mengganti
b.d kelemahan 1. mengidentifikasi kebiasaan pakaian di bantu keluarga
dan gangguan aktivitas perawatan diri sesuai O:
muskoloskeletal usia klien tampak sudah mengganti
2. memonitor tingkat kemandirian pakaian nya
3. mengidentifikasi kebutuhan alat klien tampak sudah rapi dan
bantu kebersihan bersih
Teraupetik : A: masalah teratasi
1. menyiapkan keperluan pribadi P: intervensi dihentikan, klien
2. mendamping dalam melakukan dipulangkan.
perawatan diri sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
1. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsistensi
sesuai kemampuan.

56
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

B. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahan awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
a. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada luka bekas
operasi pada paha sebelah kiri terasa ditusuk-tusuk, dengan nyeri meningkat
saat beraktivitas dan digerakkan, keluhan ini sesuai dengan teori (Muttaqin,
2008) bahwa trauma yang menyebabkan kondisi fraktur tertutup biasnya
disertai dengan perasaan nyeri, posisi tulang yang yang tidak alami,
deformitas, grepitus, daan gangguan sensasi. Adanya trauma dapat
menyebabkan kerusakan jaringan sehingga mediator kimia prostaglandin
banyak diproduksi dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut analisa peneliti
keluhan nyeri dapat terjadi karena fraktur tertutup menimbulkan cedera sel
dan jaringan yang merangsang pelepasan mediator kianmia yang
mengakibatkan timbulnya persepsi gangguan rasa nyaman nyeri. Hal ini
menunjukkan kesesuaian antara teori dan keluhan yang ditemukan pada
kasus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada hari Senin 7 November 2022 pukul 10.00 WIB
di ruang rawat inap teratai RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh, klien tampak
lemah, nyeri pada luka bekas operasi di bagian paha sebelah kiri terasa ditusuk-
tusuk, saat di tanya skala nyeri dari 1 sampai 10 klien menjawab skala nyerinya ada

57
di skala 5-6, nyeri hilang timbul dengan durasi waktu 5-10 menit, pasien juga
mengatakan sulit untuk bergerak. Hasil pengkajian ini sesuai dengan (Muttaqin,
2008) bahwa manifestasi dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Nyeri yang disebabkan oleh luka insisi tidak terlalu hebat biasanya skala nyeri yang
muncul berskala ringan sampai sedang. Tetapi pada Pasien nyeri yang timbul
disebabkan oleh luka insisi pada bagian fraktur femur post operasi pemasangan orif
(pen). Nyeri yang timbul bukan karena terputusnya kontinuitas tulang, namun
karena tulang yang patah pada bagian femur telah direposisi dan dilakukan
pemasangan orif (pen).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dialakukan , pasien masih mengeluh nyeri pada
fraktur dan luka insisi post operasi, skala nyeri 7, pasien meringis saat
pembersihan luka. Hal ini sesuai dengan teori menurut Andra dan Yessie
(2013) dimana kondisi fraktur secara klinis bisa berupa fraktur femur tertutup
yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan
pembuluh darah). Menurut peneliti pemeriksaan yang telah peneliti lakukan
ditemukan adanya luka setelah operasi pada pasien dan nyeri pada paha
sebelah kiri memiliki rasa nyeri dengan ambang batas nyeri pada setiap
individu yang berbeda-beda.

58
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) 2020 berdasarkan
teori masalah keprawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur femur ada 12
masalah keperawatan. Namun berdasarkan hasil pengamatan perawat ruangan
menegakkan 2 diagnosa keperawatan pada An. W yaitu nyeri akut, gangguan
mobilitas fisik.

Sedangkan menurut hasil pengkajian dan pemeriksaan oleh peneliti, diagnosa


keperawatan yang peneliti angkat yaitu nyeri akut, gangguan mobilitas fisik,
defisit perawatan diri, ansietas, gangguan pola tidur, resiko infeksi dan kerusakan
intergritas jaringan. Sesuai dengan diagnosa keperawatan prioritas yang diangkat
oleh peneliti pada paien yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
ditandai dengan mengeluh nyeri ditemukan data subjektif yaitu pasien
mengatakan nyeri dimana provocate : nyeri dibagian paha sebelah kiri pada saat
digerakkan, quality : nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, region : nyeri
menyebar sampai ke ujung kaki dan menjalar sampai ke pinggang, severetly :
skala nyeri rentang 5-6, time : hilang timbul dengan durasi 5-10 menit. Data
objektif pasien tampak meringis, gelisah dan kesakitan. Hal ini sesuai dengan
Diagnosa SDKI (2020), yang menyatakan bahwa gejala dan tanda mayor yaitu
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,frekuensi nadi
menigkat, sulit tidur dan lain-lain.

Pada diagnosa Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan


fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. karakteristik menurut teori
yaitu gangguan muskuloskeletal SDKI (2020). Sedangkan hasil pengakajian pada
pasien terdapat gejala dan tanda mayor pasien mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, rantak gerak (ROM) menurun, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakkan. Data objektif yang di dapatkan pasien
di mobilisasikan (program terapi restruktif), pasien tampak meringis, pasien
tampak terbaring ditempat, semua aktivitas pasien dibantu keluarga.

59
Diagnosa ketiga pada pasien ditemukan diagnosa keperawatan yaitu ditemukan
diagnosa keperawatan yaitu defisit perawatan diri dengan data subjektif yaitu
pasien mengatakan selama dirawat dirumah sakit belum pernah mandi, sikat gigi,
keramas dan potong kuku, klien mengatakan tidak mampu kekamar mandi untuk
mandi. Data objektif klien tampak kotor dan tidak rapi, kepala klien tampak ada
ketombe, mulut klien berbau.

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang


ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari standar luaran
keperawatan indonesia (SLKI) dan standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI). Menurut analisa peneliti akibat dari pengkajian yang kurang maksimal dan
diagnosa keperawatan yang tidak ditegakkan maka beberapa tindakan
keperawatan tidak dapat terencana dengan baik sehingga proses asuhan
keperawatan menjadi kurang efektif dan maksimal. Perawat seharusnya dapat
merencanakan tindakan keperawatan sebaik mungkin dengan menilai masalah
keperawatan yang ada pada pasien.

Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus pasien didasarkan pada


diagnosa keperawatan yang pertama yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisk ditandai dengan mengeluh nyeri, dengan kriteria hasil berdasarkan
SLKI yaitu: manajement nyeri, aktivitas yang dilakukan adalah melakukan
manajemen nyeri secara observasi identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri, mmengidentifikasi skala nyeri, identifikasi
respon nyeri nonverbal, identifikasi faktor yang memperberat dan memperpanjang
nyeri. Menggunakan teknik terapeutikberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri, kontrol lingkungan yang memperberat nyeri, fasilitasi istirahat
dan tidur, untuk edukasinya menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri,
jelaskan strategi meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri dan
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

60
Diagnosis kedua yaitu Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan muskuloskletal ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, dengan kriteria hasil berdasarkan SLKI yaitu: ambulasi mobilitas
observasi yang dilakukan yaitu identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik
lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi, monitor tekanan jantung,
tekanan darah sebelum memulai ambulasi. Terapeutik yaitu fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu, fasilitasi melakukan ambulasi fisik, libatkan kaluarga
untuk membantu pasien, edukasi yaitu jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi,
ajarkan ambulasi dini, anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan.

Pada Diagnosa keperawatan ke tiga untuk pasien dengan diagnosa keperawatan


ke tiga yang diangkat yaitu : defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskoloskeletal ditandai dengan tidak mampu mandi, pakaian, toilet secara
mandiri. dengan kriteria hasil berdasarkan SLKI yaitu : observasi identifikasi usia
budaya, identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan, monitor kebersihan tubuh,
monitor intergritas kulit, terapeutik sediakan peralatan mandi, sediakan
lingkungan yang aman dan nyaman, fasilitasi menggosok gigi sesuai kebutuhan,
edukasi jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan,
anjurkan kepada keluarga cara memandikan klien.

D. Implementasi Keperawatan

Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yidak semua tindakan keperawatan


dilaksanakan oleh peneliti karena peneliti tidak merawat klien 24 jam, peneliti
melakukan studi dokumentasi terhadap tindakan yang telah dilakukan perawat
ruangan umumnya sudah sesuai dengan intervensi yang ada pada SLKI

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan nyeri akut


berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan nyeri. Tindakan
keperawatan yang tidak peneliti laksanakan yaitu mengobservasi reaksi nonverbal
dari ketidak nyamanan yang diakibatkan oleh nyeri. Rasional dari mengobservasi
ketidak nyamanan yang disebabkan oleh nyeri adalah untuk mengetahui dan

61
membantu dalam mengevaluasi derajat nyeri dan perubahan dari nyeri itu sendiri,
tetapi di sini peneliti tidak melakukan tindakan tersebut karena peneliti telah
melakukan tindakan keperawatan mengkaji ulang nyeri secara komperhensif, hal
ini memiliki rasional untuk mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, derajat, dan faktor presipitasi. Menurut analisa peneliti hal ini lebih baik
dilakukan karena telah mengkaji nyeri secara lengkap.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa gangguan mobilitas fisik


berhungan dengan gangguan muskuloskeletal, tindakan keperawatan yang peneliti
lakukan ada 4. Tindakan keperawatan yang tidak peneliti lakukan yaitu
memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah latihan, melakukan konsultasi
terapi fisik, dan membantu klien menggunakan tongkat. Hal ini tidak peneliti
lakukan di karenakan pasien masih dalam masa imobilisasi dalam sementara
waktu, dan pasien mampu untuk menggerakkan kaki nya tetapi masih terasa kaku
dikarenakan nyeri yang dirasakan sehingga peneliti menyimpulkan klien tidak
perlu dikonsultasikan dengan terapis dan menjadwalkan program latihan untuk
mobilisasi klien. Pada tindakan membantu klien untuk menggunakan tongkat
tidak dilakukan karena partisipan masih dalam masa imobilisasi dan dokter belum
memperbolehkan pasien menggunakan tongkat. mengkaji kemapuan pasien dalam
mobilisasi, melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan secara mandiri sesuai
kemampuan, menganjurkan kepada keluarga untuk mendampingi pasien saat
mobilisasi, dan bantu dalam pemenuhan kebutuhannya, mengajarkan kepada
pasien bagaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan.

Implemetasi yang dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri berhubungan


dengan kelemahan dan gangguan muskoloskeletal ditandai dengan tidak mampu
mandi, berpakaian, toilet secara mandiri. Yaitu menyediakan lingkungan yang
terapeutik, menyiapkan keperluan pribadi, dan mendampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri, menganjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan klien.

62
E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan secara teori merujuk pada SIKI (Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia). Evaluasi yang dilakukan pada An.W dari tanggal 7-9
November 2022. Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik, didapatkan hasil evaluasi teratasi pada hari ke 1 dengan SIKI,
manajemen nyeri dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, pasien mengatakan nyeri
telah berkurang, dan pasien mengatakan nyaman setelah nyeri berkurang. Pasien
diberikan analgetik berupa keterolak , namun skala nyeri masih terasa ditusuk-tusuk pada
hari ke 2, tanda-tanda vital An.W normal setiap harinya, pada hari ke 3 masalah teratasi
dan intervensi dihentikan.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan pada An.W dari tanggal
7-9 November 2020 untuk diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal, berdasarkan SIKI yaitu ambulasi mobilitas dengan
data evaluasi pada hari pertama ADL pasien masih dibantu oleh keluarga dan perawat,
pasien tampak kesulitan dalam melakukan ADL, pada hari kedua pasien sudah mulai
menggerakkan kakinya secara perlahan, pada hari ke ketiga masalah gangguan mobilitas
fisik teratasi, pasien boleh pulang.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan pada An.W dari
tanggal 7-9 November 2020 untuk diagnosa defisit perawatan diri berhubungan
dengan gangguan muskolosketal berdasarkan SIKI yaitu pada hari pertama klien
masih tampak enggan dalam melakukan perawatan diri karena nyeri, Pada hari
kedua klien sudah melakukan personal hygien dan merasa segar selesai mandi.
Pada hari ketiga masalah defisit perawatan diri teratasi pasien boleh pulang.

63
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan close
fraktur femur di ruang rawat inap eratair RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh pada tahun
2022, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan pasien tampak lemah, pasien mengatakan merasa
nyeri pada luka bekas operasi di bagian paha kiri, pasien mengatakan nyeri
bertambah saat digerakkan, nyeri terasa ditusuk-tusuk dengan skala 5-6, nyeri
yang dirasakan hilang timbul. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, pada
ekstremitas bawah, tampak luka bekas operasi masih basah.
2. Diagnosis keperawatan yang diperoleh pada kasus close fraktur femur ini yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskletal, defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal.
3. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada kasus close fraktur femur
sesuai dengan SLKI SIKI yaitu manajemen nyeri, ambulasi mobilitas fisik,
dukungan perawatan diri
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan merupakan tindakan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun dengan harapan hasil sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan. Secara umum rencana tindakan pada
masing-masing masalah keperawatan dapat dilakukan dan masalah teratasi
pada hari rawatan ketiga.

64
5. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan pada masalah klien yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskletal, defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan musskoloskeletal, secara keseluruhan sudah
tercapai pada hari ketiga tindakan keperawatan.

B. Saran

1. Bagi direktur RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh

Melalui direktur rumah sakit diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua
staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal dan meningkatkan mutu
pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi bedah kasus selanjutnya
Diharapkan bedah kasus selanjutnya dapat melakukan pengkajian secara
komprehensif dan mengambil diagnosis keperawatan yang tepat menurut pengkajian
yang didapatkan, melaksanakan tindakan keperawatan dengan lebih dahulu memahami
masalah dengan baik dan mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Amin dan Hardi. 2015. Aplikasi Nanda Nic-Noc Jilid 3. Yogyakarta:MediAction

Apleys, G. A & Solomon Louis, 2018.System of Orthopaedic and Trauma. 10th


edition, New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.

Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada Pasien
Ekstermitas Atas.

Apriansyah, Akbar., Romandoni, Siti dan Andriannovita. D. 2015. Hubungan Antara


tingkat Kecemasan Pre Operasi Dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio
Caesarea Di RS Muhammadiyah Palembang. Jurnal keperawatan Sriwijaya,
Volume 2 No.1 Januari 2015 ISSN No. 23555459

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta.

Desiartama, A., & Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Akibat
Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).

Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. 2015. Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP Prof. Dr. Apleys, G. A &
Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition, New
York: Taylor & Francis Group, CRC Press. RD Kandou Manado. Jurnal
Keperawatan, 3(2)

http://wongbakerfaces.org/wp_content/uploads/2016/05/FACES_English_Blue_w
_instructions.pdf(diakses pada 1 maret 2019).
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of
Fractures 5th Edition. New York. Wolters Kluwer Kusumayanti. P. D. 2015.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan pada pasien
pasca operasi laparatomi

Lestari, Y. E. (2017). Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstermitas Bawah Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris Terhadap Lama Hari
Rawat Di Ruang Bedah Rsud Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan,
3(1), 34-40

Mediarti, Devi, Rosnani Rosnani. And Sosya Mona Seprianti. 2015. “Pengaruh
Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstermitas
Tertutup di IGD RSMH.

Muttaqin.A. 2015.Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba


Medika Palembang Tahun 2012.” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan2.3 : 253-
260.

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal.


Jakarta : EGC.

NANDA.(2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-


2020 (11th ed). Jakarta: EGC.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The Characteristic Of
Patients With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And
Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016. Journal of Orthopedi
& Traumatology Surabaya. 6(1): ISSN 2460-8742

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Purwanto, H. 2016.


Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.watan
Praktis. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Nyeri.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/0a3e5b2c1e3b90b4
85f882c78755367.pdf(diakses pada 1 Maret 2019)

Permana, O., Nurchayati S., & Herlina. 2015. Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi. JOM, 2(2).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementrian RI tahun 2018.

http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi rakorpop 2018/ Hasil


%20Riskesdas%202018.pdf- Diakses Agustus 2018.

Wahid,Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai