FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Bedah
Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. W dengan Close fraktur femur
diruangan Teratai RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh”. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan Laporan Bedah Kasus ini dapat diselesaikan karena adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Bersama ini perkenankan saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :
Penulis
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2
D. Manfaat................................................................................................2
A. Pengkajian..........................................................................................28
B. Pemeriksaan Penunjang......................................................................41
C. Terapi..................................................................................................40
D. Data Fokus..........................................................................................40
E. Diagnosa Keperawatan.......................................................................42
F. Analisa Data.......................................................................................42
G. Intervensi Keperawatan......................................................................44
ii
H. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi...........................................47
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................65
B. Saran...................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia
kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2018, dengan angka prevalensi sebesar
2,7%, sementara pada tahun 2019 terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami
fraktur dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta
orang dengan angka prevalensi sebesar 3,5%.
Berdasarkan hasil RISKESDAS oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
KEMENKES RI tahun 2013 kasus cedera yang mengalami patah tulang (fraktur)
dengan angka pervalensi sebesar 5,8%, sedangkan berdasarkan hasil RISKESDAS
tahun 2018 kejadian cedera disebabkan kecelakaan lalulintas di Indonesia dengan
angka pervalensi sebesar 2,2% dan data yang didapat dari bagian rekam medik
RSUD AWS didapati jumlah pasien fraktur berjumlah 657 orang dari 32.004
pasien RSUD AWS selama tahun 2016 atau sekitar 2,05% dari seluruh pasien
pada tahun 2016, sedangkan di tahun 2017 jumlah pasien fraktur berjumlah 770
orang dari 33.241 pasien RSUD AWS atau sekitar 2,31% dari seluruh pasien pada
tahun 2017. Dengan tingginya kecelakaan lalulintas pemerintah pusat telah
membuat program yang didalamnya melibatkan beberapa kementrian dan lembaga
terkait, yang disebut dengan program Rencana Umum Nasional Keselamatan
( RUNK ) bagi pengguna angkutan jalan dimana ada 5 pilar dalam program
tersebut diantaranya 2 Bapenas, Kementrian PUPR untuk memeperbaiki jalan,
Kemenhub untuk memperbaiki kualitas kendaraannya, Kepolisian untuk
meningkatkan kualitas pengemudinya, kemudian Poskes dari kementrian
kesehatan.
1
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien fraktur adalah nyeri akut,
perfusi perifer tidak efektif, gangguan integritas kulit, gangguan mobilitas fisik,
defisit perawatan diri: mandi, resiko infeksi, dan resiko syok (SDKI 2016).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sebagai perawat adalah sesuai
diagnosa yaitu nyeri akut dapat dilakukan dengan manejemen nyeri, perfusi perifer
tidak efektif dapat dilakukan memonitoring tanda tanda vital, gangguan integritas
kulit dapat dilakukan monitor kulit akan adanya kemerahan, gangguan mobilitas
fisik dapat dilakukan tindakan mengajarkan pasien dan keluarga tentang teknik
ambulasi, defisit perawatan diri dapat dilakukan tindakan membantu pasien
melakukan perawatan diri, resiko infeksi dapat dilakukan tindakan dengan
kolaborasi pemberian obat, resiko syok dapat dilakukan tindakan monitoring status
sirkulasi BP, warna kulit suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer.
Selama penulis dinas profesi nurse di ruang tertai, penulis sering menemukan
pasien fraktur yang mana keluhannya sering di temukan karena kecelakaan. Dari
latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul laporan Bedah kasus
Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan Close Fraktur Femur diruangan Teratai
RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang muncul yaitu
bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Close Fraktur Femur.?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap pasien Close
Fraktur Femur.
2
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi penulis dalam
melaksanakan Bedah kasus, khususnya dalam melakukan Asuhan Keperawatan
pada pasien Close Fraktur Femur.
2. Bagi Instansi
Diharapkan Bedah Kasus ini dapat menjadi referensi bacaan untuk
melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Close Ffraktur Femur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep
penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat
menembus kulit pada saat terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia
kembali hampir pada posisi semula.
4
3. Etiologi
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk mematahkan
batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyakan fraktur ini
terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien
mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun syok
neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah ke dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak
yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
di sekitar fraktur. Sel sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi
mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin
di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk
5
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment (Brunner & Suddart, 2017).
6
WOC Trauma
Trauma Trauma tidak
langsung langsung patologis
Fraktur
Pergeseran
fregmen tulang
Hambatan
Pendarahan Protein plasme
mobilitas fisik
darah Nyeri akut
Kekurangan
volume cairan Eudema
Ketidakefektifan
Penekanan perfusi jaringan
Resiko
pembuluh darah
hipovolemik
Sumber : Pathway Fraktur (Wijaya, 2015)
7
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala umum
fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur :
8
seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
6. Penatalaksanaan
9
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.
10
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.
7. Komplikasi
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:
1. Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur
bersifat tertutup.
2. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
3. Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
4. Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai
aksono temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5. Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
6. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2008).
11
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lain-lain :
a. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas,
tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
12
c. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan
diagnostik medis (muttaqin, 2008).
2. Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
1) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
13
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka yang lain (muttaqin, 2008).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan
formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur
ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan
kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(muttaqin, 2008).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (muttaqqin, 2008).
14
6. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,2019).
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
15
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2020).
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya raktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 2019).
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 2019).
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2019).
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 2019).
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2019).
16
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
7. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan
kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
b) Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi, pernapasan
dan tekanan darah.
c) Pemeriksaan Local
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur biasanya seperti pemeriksaan fisik
pada umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan fraktur dilakukan hal – hal
sebagai berikut:
1) Keadaan Lokal
Harus di perhitungkan keadakan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada system
muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
17
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi)
18
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 2016).
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
x- ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
19
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain :
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
20
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.
3. Intervensi Keperawatan
Kontrol Nyeri
21
Penyembuhan luka
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
22
2. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
Observasi
Terapeutik
Edukasi
23
Anjurkan melakukan ambulasi diri
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
Observasi
Terapeutik
24
Berikan posisi midiffed trendelembung
Edukasi
Kolaborasi
4. Implementasi Keperaatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana keperawaan atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokummentasikan yang merupakan tindakan khusus yang
digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan berasarkan adalah fase kelima dan terakhir dalam
suatu proses keperawatan. proses evaluasi dalam asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam SOAP ( Subjektif, Objektif, Assesment, Planing)
(Achjar, 2016)
25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.W DENGAN CLOSE FRAKTUR
FEMUR
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : An. W No. RM :09.08.39
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Labuah Baru
Tanggal masuk : 5 November 2022
Tanggal Pengkajian : 7 November 2022
Yang mengirim : IGD
Cara masuk RS : Ambulance
Diagnosa Medis : Close Fraktur Femur
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 70 Tahun
Hub dengan pasien : Orang tua
Pekerjaa : Petani
Alamat : Pasaman
26
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama pada saat sekarang
Klien mengatakan klien merasakan nyeri dipaha sebelah kiri
pada saat digerakkan.
2) Alasan masuk rumah sakit
Sebelum operasi :
Pada tanggal 5 november 2022 klien masuk IGD dengan
keluhan klien mengatakan pada saat pertandingan silat
klien mengalami cidera pada paha sebelah kiri dan klien
merasakan nyeri dipaha sebelah kiri dengan skala nyeri 4-
5. Kemudian klien di antar menggunakan ambulance oleh
tim medis pertandingan pada pukul 22:00 wib ke RSUD
Dr. Adnaan WD Payakumbuh.Klien mengatakan sulit
untuk bergerak, meringis, gelisah, dan tampak kesakitan
saat bergerak, Fisik klien tampak lemah
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri
akibat cidera saat pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
dan sampai ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam dirasakan.
27
Kekuatan otot
555 555
555 111
28
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan, keluarga klien tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan
lain-lainya.
3. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Ketidaktahuan klien tentang informasi dan penyakit yang dideritanya dan
kurangnya pengetahuan tentang penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya faktur.
Penggunaan :
a. Tembakau : Klien mengatakan tidak pernah merokok
b. Alkohol :Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alcohol
c. Obat lain : Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan lain
d. Alergi :Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat dan
makanan
4. Pola nutrisi/metabolisme
a. Pola makan
Di rumah :
Frekuensi : 3 ×/ hari
Makan Pagi : 1 x dengan porsi sedang
Makan Siang : 1 x dengan porsi sedang
Makan Malam : 1 x dengan porsi sedang
Pantangan/alergi : Klien mengatakan tidak ada pantangan
makanan
Makanan yang disukai: klien mengatakan yang disukai makanan yang
di goreng
Dirumah sakit:
Diet/suplemen khusus : Tidak Ada
29
Nafsu makan : Klien mengatakan nafsu makan
menurun
NGT : klien tampak tidak terpasang NGT
Kesulitan menelan : Klien mengatakan tidak ada gangguan
menelan
Gigi : Gigi klien terlihat lengkap atas dan
bawah
Riwayat masalah kulit : klien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit kulit.
b. Pola minum
Dirumah :
Frekuensi : ±7-8 gelas per hari
Jenis : Air pitih
Jumlah : ± 1.500 ml per hari
Pantangan : Klien mengatakan tidak ada pantangan
Minuman yang disukai : Teh
Dirumah sakit :
Frekuensi : ± 4-5 gelas per hari
Jenis : Air Putih
Jumlah : ±700 ml per hari
5. Pola Eliminasi
a. BAB
Dirumah :
Frekuensi : 1× sehari
Konsistensi : Normal
Warna : Kuning
Dirumah sakit :
Frekuensi : Klien mengatakan belum ada BAB
Konsistensi :-
30
Warna :-
Tanggal defekasi terakhir : 5 November 2022
Masalah di rumah sakit : Klien mengatakan tidak ada masalah
saat BAB
b. BAK
Di rumah :
Frekuensi : ± 4-5 × per hari
Jumlah : ± 1000 ml per hari
Warna : Kuning
Di rumah sakit :
Frekuensi : ± 3-4
Jumlah : ± 500 ml/hari
Warna : Kuning
Masalah di rumah sakit : klien mengatakan tidak ada masalah
saat BAK
Kateter : Klien tampak terlihat terpasang kateter
6. Pola Aktivitas/Latihan
a. Kemampuan Perawatan Diri
31
Keterangan :
0: mandiri 1: Dengan alat bantu 2: Bantuan orang lain 3: bantuan
peralatan dan orang lain 4 : tergantung/tak mampu.
b. Kebersihan diri
Dirumah :
Mandi : 2 × /hari
Gosok gigi : 2 × / hari
Keramas : 2 ×/hari
Potong kuku : 1×/minggu
Dirumah sakit
Mandi : Klien mengatakan belum ada mandi, klien tampak
kotor dan tidak rapi
Gosok gigi : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
gosok gigi, saat bicara nafas klien terasa bau
Keramas : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
keramas, rambut klien tampak terasa lepek saat di pegang dan
berketombe
Potong kuku : Klien mengatakan selama di rumah sakit belum ada
potong kuku, kuku klien tampak panjang.
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
c. Alat bantu
Menggunakan tongkat
d. Rekreasi dan aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan aktivitas sehari-hari belajar, latihan silat dan
bermain dengan teman-teman.
e. Olahraga
Klien mengatakan kegiatan olahraganya latihan silat sekali seminggu.
32
f. Kekuatan otot
555 555
555 111
7. Pola Istirahat
Dirumah :
Waktu tidur
Siang : 3 jam
Malam : 7 jam
Jumlah jam tidur : 10 jam
Dirumah sakit:
Waktu tidur :
Siang : Klien mengatakan tidak ada tidur siang
Malam : 5 jam
Jumlah jam tidur : 5 jam
Masalah di rumah sakit : Klien mengatakan sering terbangun dini hari
8. Pola kognitif-persepsi
Status mental : Baik
Bicara : Normal
Bahasa sehari-hari : Daerah
Kemampuan membaca : Bisa
Kemampuan berkomunikasi : Bisa
Kemampuan memahami : Bisa
Tingkat ansietas : Ringan, karena klien cemas dengan keadaan kakinnya
Pendengaran : Dalam Batas Normal
Penglihatan : Dalam Batas Normal
Vertigo :Klien mengatakan tidak pernah merasakan pusing yang
berputar
Ketidaknyamanan/nyeri : Nyeri Akut
33
Sebelum operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri akibat cidera saat
pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang dan sampai
ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan hampir setiap malam
dirasakan.
Setelah operasi :
Deskripsi nyeri :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas operasi di paha kaki kanan
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
S: Klien mengatakan nyeri ringan dengan skala nyeri 5-6
T: Klien mengatakan nyeri terasa terus menerus
Penatalaksanaan nyeri : mengajari klien teknik relaksasi dengan teknik
nafas dalam
9. Pola kebutuhan peran
Pekerjaan : Pelajar
Status Pekerjaan : Tidak bekerja
Sistem pendukung: : Orang tua
Masalah keluarga berkenan dengan perawatan di rumah sakit
Orang tua klien mengatakan mendukung untuk kesehatan anaknya.
Kegiatan sosial :Klien mengatakan kegiatan sosialnya yaitu mengikuti
organisasi disekolahnya
34
10. Pola Seksualitas/Reproduksi
35
13. Pola keyakinan
Agama : Islam
Pantangan keagamaan : Klien mengatakan tidak ada pantangan dalam
beragama
14. Pemeriksaan Fisik
Sebelum operasi :
a. Tanda-tanda Vital : Pada tanggal 7 November 2022
Suhu : 36, 2 ͦ c lokasi : Dahi
Nadi : 87 ×/menit irama : Reguler
Tekanan Darah : 135/87 mmHg Lokasi : Lengan atas
Pernapasan : 20 ×/menit irama : Reguler
Tinggi Badan : 145 cm
Berat Badan : 45 kg
Sesudah operasi :
Tanda-tanda Vital : Pada tanggal 8 November 2022
Suhu : 36 ͦ c lokasi : Dahi
Nadi : 80 ×/menit irama : Reguler
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Lokasi : Lengan atas
Pernapasan : 20 ×/menit irama : Reguler
Tinggi Badan : 145 cm
Berat Badan : 45 kg
b. Kepala
36
: pembengkakan
Mulut Bibir telihat pucat, gigi tampak utuh penuh dan
: tampak kuning, tidak ada pembengkakan amandel,
bau mulu (+)
Telinga Klien tampak mampu mendengar dengan jelas,
pada jarak normal, tidak terdapat kelainan pada
telinga, telinga terlihat bersih.
c. Leher
Trakea : Posisi Trakea Lurus
JVP : 6 cm H20
Tiroid : Tidak terdapat benjolan pada leher klien
d. Paru & Jantung
37
Timpani Pekak
f. Ekstermitas
1) Ekstermitas atas
Tangan kanan kekuatan otot penuh dapat bergerak bebas, tangan kiri
terpasang infuse RL 20 tetes per menit
2) Ekstermitas bawah
Kaki kanan kekuatan otot penuh dapat bergerak bebas, kaki kiri
terpasang tensocrep tidak dapat bergerak bebas karena sakit, kekuatan
otot lemah
g. Integument
Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, elastis, tidak ada eudema.
h. Neurologi
GCS : E4 M6 V5 = 15 composmentis
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : normal
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 november 2022
HB : 114,3 g/dl
Hematologi : 42%
Trombosit : 267.000/mm2
C. Terapi
Infuse RL 20 tetes/menit
Asam traneksamat 3×1 ampul
Ketorolak 30 mg 2×1 ampul
Ceftriaxon 2×1 ampul
38
Ranitidine 3×1 ampul
D. Data Fokus
1. Data subjektif
a. Klien mengatakan nyeri pada paha sebelah kiri
b. Klien mengatakan sulit untuk bergerak
c. Klien mengatakan semenjak masuk rumah sakit klien belum mandi, sikat
gigi, keramas dan potong kuku.
2. Data Objektif
a. Klien tampak meringis dan kesakitan
b. Klien tampak gelisah
Karakteristik nyeri
Sebelum operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri akibat cidera saat
pertandingan silat
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang dan sampai
ujung kaki
S: Klien mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri 4-5
T: Klien mengatakan nyeri terasa pada dini hari dan hampir setiap malam
dirasakan.
Setelah operasi :
P: Klien mengatakan nyeri pada bagian bekas operasi di paha kaki kanan
Q: Klien mengatakan nyeri terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri menyebar sampai ke pinggang
S: Klien mengatakan nyeri ringan dengan skala nyeri 5-6
T: Klien mengatakan nyeri terasa terus menerus
c. Fisik klien tampak lemah
39
d. Kekuatan otot
555 555
555 111
e. Terlihat semua aktifitas klien di bantu keluarga
f. Klien tampak kotor
g. Klien tampak terpasang kateter
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan muskoloskeletal d.d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas
3. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskoloskeletal d.d tidak mampu
mandi/pakaian, toilet secara mandiri
F. Analisa Data
40
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri
pada bagian paha sebelah
kiri
Q: Klien mengatakan nyeri
terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri
menyebar sampai ke
pinggang
S: Klien mengatakan nyeri
sedang dengan skala nyeri
4-5
T: Klien mengatakan nyeri
terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam
dirasakan.
Setelah operasi :
Deskripsi nyeri :
P: Klien mengatakan masih
nyeri pada bagian paha
sebelah kiri
Q: Klien mengatakan nyeri
terasa di tusuk-tusuk.
R: Klien mengatakan nyeri
menyebar sampai ke
pinggang
S: Klien mengatakan nyeri
ringan dengan skala nyeri 1-
41
3
T: Klien mengatakan nyeri
terasa pada dini hari dan
hampir setiap malam
dirasakan.
555 555
555 111
42
G. Intervensi Keperawatan
43
8. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemulihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
9. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
12. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat.
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian analgetik
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Ambulasi Mobilitas
fisik b.d gangguan intervensi keperawatan Observasi :
muskoloskeletal d.d selama 1×24 jam maka 1. Identifikasi adanya
mengeluh sulit mobilitas fisik nyeri dan keluhan
menggerakkan meningkat dengan fisik lainnya
ekstermitas kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi
1. Pergerakan fisik melakukan
ekstermitas ambulasi
44
meningkat 3. Monitor tekanan
2. Kekuatan otot jantung, tekanan
meningkat darah sebelum
3. Rentang gerak ROM memulai ambulas
meningkat Teraupetik:
4. Nyeri menurun 4. Fasilitasi aktivitas
5. Kecemasan menurun ambulasi dengan alat
6. Kaku sendi menurun bantu
7. Gerakan tidak 5. Fasilitasi melakukan
terkoordinasi ambulasi fisik
menurun 6. Libatkan keluarga
8. Gerakan terbatas untuk membantu
menurun. pasien
9. Kelemahan fisik Edukasi:
menurun. 7. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
8. Anjurkan ambulasi
dini
9. Anjurkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan.
3 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan perawatan
b.d kelemahan dan tindakan keperawatan diri
gangguan selama 1×24 jam Observasi:
muskoloskeletal diharapkan tingkat 1. Identifikasi
perawatan diri kebiasaan aktivitas
meningkat dengan perawatan diri sesuai
kriteria hasil : usia
45
1. Kemampuan mandi 2. Monitor tingkat
meningkat kemandirian
2. Minat melakukan 3. Identifikasi
perawatan diri kebutuhan alat bantu
meningkat kebersihan
3. Mempertahankan Teraupetik :
kebersihan diri 4. Siapkan keperluan
meningkat pribadi
4. Mempertahankan 5. Dampingi dalam
kebersihan mulut melakukan
meningkat perawatan diri
sampai mandiri
6. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
7. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsistensi sesuai
kemampuan.
46
Catatan Perkembangan
47
Edukasi : S : 36,2 ͦ C
1. menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri. A: masalah belum teratasi nyeri akut
2. menjelaskan strategi P : Intervensi 1-13 dilanjutkan
meredakan nyeri
3. menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
2. Gangguan mobilitas 08.00 Ambulasi Mobilitas S:
fisik b.d gangguan Observasi : a. klien mengatakan sulit
muskoloskeletal d.d 1. mengidentifikasi adanya nyeri bergerak
mengeluh sulit dan keluhan fisik lainnya O:
menggerakkan 2. mengidentifikasi toleransi fisik a. klien tampak susah
ekstermitas melakukan ambulasi menggerakkan area yang sakit
3. memonitor tekanan jantung, b. TD: 135/87 mmHg
tekanan darah sebelum P : 20×/menit
memulai ambulasi N : 87×/menit
Teraupetik: S : 36,2 ͦ C
1. memfasilitasi aktivitas c. Kekuatan otot
ambulasi dengan alat bantu
2. memfasilitasi melakukan 555 555
ambulasi fisik. 555 111
3. melibatkan keluarga untuk
membantu pasien A: masalah belum teratasi gangguan
48
2. menganjurkan ambulasi dini
menganjurkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan.
3. Deficit perawatan 08.00 Dukungan perawatan diri S:
diri b.d kelemahan Observasi: 1. klien mengatakan sulit untuk
dan gangguan 1. mengidentifikasi kebiasaan melakukan perawatan diri
muskoloskeletal aktivitas perawatan diri sesuai karena keterbatasan
usia pergerakan
2. memonitor tingkat O:
kemandirian 1. klien dalam memenuhi
3. mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan personal hygine di
alat bantu kebersihan bantu keluarga
Teraupetik : 2. klien terpasang kateter
1. menyiapkan keperluan A: masalah belum teratasi defisit
pribadi perawatan diri
2. mendamping dalam P: intervensi 1- 7 dilanjutkan
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
1. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsistensi sesuai
kemampuan.
49
Catatan Perkembangan
50
dan sumber nyeri dalam S: 36 ͦ c
pemulihan strategi
meredakan nyeri A: masalah belum teratasi nyeri akut
Edukasi : P : Intervensi 1-13 dilanjutkan, 9-10
1. menjelaskan penyebab, dihentikan
periode dan pemicu nyeri.
2. menjelaskan strategi
meredakan nyeri
3. menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat.
51
3. melibatkan keluarga untuk 555 555
membantu pasien 555 111
Edukasi: A: masalah belum teratasi gangguan
1. menjelaskan tujuan dan mobilitas fisik
prosedur ambulasi P: intervensi 1-9 dialnjutkan, 7
2. menganjurkan ambulasi dihentikan
dini menganjurkan
ambulasi sederhana yang
harus dilakukan.
3 Deficit perawatan 09.00 Dukungan perawatan diri S:
diri b.d kelemahan Observasi: 1. klien mengatakan sulit untuk
dan gangguan 1. mengidentifikasi kebiasaan melakukan perawatan diri
muskoloskeletal aktivitas perawatan diri karena keterbatasan
sesuai usia pergerakan
2. memonitor tingkat O:
kemandirian 1. klien dalam memenuhi
3. mengidentifikasi kebutuhan personal hygine di
kebutuhan alat bantu bantu keluarga
kebersihan 2. klien terpasang kateter
Teraupetik : A: masalah belum teratasi defisit
1. menyiapkan keperluan perawatan diri
pribadi P: intervensi 2-7 dialanjutkan, 1
2. mendamping dalam dihentikan
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
52
menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsistensi
sesuai kemampuan.
53
Catatan Perkembangan
54
dan pemicu nyeri. S: 36 ͦ c
2. menjelaskan strategi meredakan
nyeri A: masalah teratasi
3. menganjurkan memonitor nyeri P : intervensi di hentikan, klien
secara mandiri. menganjurkan dipulangkan
menggunakan analgetik secara
tepat.
55
2. menganjurkan ambulasi dini
menganjurkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan.
3 Deficit 12.00 Dukungan perawatan diri S:
perawatan diri Observasi: klien mengatakan mengganti
b.d kelemahan 1. mengidentifikasi kebiasaan pakaian di bantu keluarga
dan gangguan aktivitas perawatan diri sesuai O:
muskoloskeletal usia klien tampak sudah mengganti
2. memonitor tingkat kemandirian pakaian nya
3. mengidentifikasi kebutuhan alat klien tampak sudah rapi dan
bantu kebersihan bersih
Teraupetik : A: masalah teratasi
1. menyiapkan keperluan pribadi P: intervensi dihentikan, klien
2. mendamping dalam melakukan dipulangkan.
perawatan diri sampai mandiri
3. menjadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi :
1. menganjurkan melakukan
perawatan diri secara konsistensi
sesuai kemampuan.
56
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
B. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahan awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada luka bekas
operasi pada paha sebelah kiri terasa ditusuk-tusuk, dengan nyeri meningkat
saat beraktivitas dan digerakkan, keluhan ini sesuai dengan teori (Muttaqin,
2008) bahwa trauma yang menyebabkan kondisi fraktur tertutup biasnya
disertai dengan perasaan nyeri, posisi tulang yang yang tidak alami,
deformitas, grepitus, daan gangguan sensasi. Adanya trauma dapat
menyebabkan kerusakan jaringan sehingga mediator kimia prostaglandin
banyak diproduksi dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut analisa peneliti
keluhan nyeri dapat terjadi karena fraktur tertutup menimbulkan cedera sel
dan jaringan yang merangsang pelepasan mediator kianmia yang
mengakibatkan timbulnya persepsi gangguan rasa nyaman nyeri. Hal ini
menunjukkan kesesuaian antara teori dan keluhan yang ditemukan pada
kasus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada hari Senin 7 November 2022 pukul 10.00 WIB
di ruang rawat inap teratai RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh, klien tampak
lemah, nyeri pada luka bekas operasi di bagian paha sebelah kiri terasa ditusuk-
tusuk, saat di tanya skala nyeri dari 1 sampai 10 klien menjawab skala nyerinya ada
57
di skala 5-6, nyeri hilang timbul dengan durasi waktu 5-10 menit, pasien juga
mengatakan sulit untuk bergerak. Hasil pengkajian ini sesuai dengan (Muttaqin,
2008) bahwa manifestasi dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Nyeri yang disebabkan oleh luka insisi tidak terlalu hebat biasanya skala nyeri yang
muncul berskala ringan sampai sedang. Tetapi pada Pasien nyeri yang timbul
disebabkan oleh luka insisi pada bagian fraktur femur post operasi pemasangan orif
(pen). Nyeri yang timbul bukan karena terputusnya kontinuitas tulang, namun
karena tulang yang patah pada bagian femur telah direposisi dan dilakukan
pemasangan orif (pen).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dialakukan , pasien masih mengeluh nyeri pada
fraktur dan luka insisi post operasi, skala nyeri 7, pasien meringis saat
pembersihan luka. Hal ini sesuai dengan teori menurut Andra dan Yessie
(2013) dimana kondisi fraktur secara klinis bisa berupa fraktur femur tertutup
yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan
pembuluh darah). Menurut peneliti pemeriksaan yang telah peneliti lakukan
ditemukan adanya luka setelah operasi pada pasien dan nyeri pada paha
sebelah kiri memiliki rasa nyeri dengan ambang batas nyeri pada setiap
individu yang berbeda-beda.
58
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) 2020 berdasarkan
teori masalah keprawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur femur ada 12
masalah keperawatan. Namun berdasarkan hasil pengamatan perawat ruangan
menegakkan 2 diagnosa keperawatan pada An. W yaitu nyeri akut, gangguan
mobilitas fisik.
59
Diagnosa ketiga pada pasien ditemukan diagnosa keperawatan yaitu ditemukan
diagnosa keperawatan yaitu defisit perawatan diri dengan data subjektif yaitu
pasien mengatakan selama dirawat dirumah sakit belum pernah mandi, sikat gigi,
keramas dan potong kuku, klien mengatakan tidak mampu kekamar mandi untuk
mandi. Data objektif klien tampak kotor dan tidak rapi, kepala klien tampak ada
ketombe, mulut klien berbau.
C. Intervensi Keperawatan
60
Diagnosis kedua yaitu Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan muskuloskletal ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, dengan kriteria hasil berdasarkan SLKI yaitu: ambulasi mobilitas
observasi yang dilakukan yaitu identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik
lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi, monitor tekanan jantung,
tekanan darah sebelum memulai ambulasi. Terapeutik yaitu fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu, fasilitasi melakukan ambulasi fisik, libatkan kaluarga
untuk membantu pasien, edukasi yaitu jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi,
ajarkan ambulasi dini, anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan.
D. Implementasi Keperawatan
61
membantu dalam mengevaluasi derajat nyeri dan perubahan dari nyeri itu sendiri,
tetapi di sini peneliti tidak melakukan tindakan tersebut karena peneliti telah
melakukan tindakan keperawatan mengkaji ulang nyeri secara komperhensif, hal
ini memiliki rasional untuk mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, derajat, dan faktor presipitasi. Menurut analisa peneliti hal ini lebih baik
dilakukan karena telah mengkaji nyeri secara lengkap.
62
E. Evaluasi Keperawatan
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan close
fraktur femur di ruang rawat inap eratair RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh pada tahun
2022, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan pasien tampak lemah, pasien mengatakan merasa
nyeri pada luka bekas operasi di bagian paha kiri, pasien mengatakan nyeri
bertambah saat digerakkan, nyeri terasa ditusuk-tusuk dengan skala 5-6, nyeri
yang dirasakan hilang timbul. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, pada
ekstremitas bawah, tampak luka bekas operasi masih basah.
2. Diagnosis keperawatan yang diperoleh pada kasus close fraktur femur ini yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskletal, defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal.
3. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada kasus close fraktur femur
sesuai dengan SLKI SIKI yaitu manajemen nyeri, ambulasi mobilitas fisik,
dukungan perawatan diri
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan merupakan tindakan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun dengan harapan hasil sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan. Secara umum rencana tindakan pada
masing-masing masalah keperawatan dapat dilakukan dan masalah teratasi
pada hari rawatan ketiga.
64
5. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan pada masalah klien yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskletal, defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan musskoloskeletal, secara keseluruhan sudah
tercapai pada hari ketiga tindakan keperawatan.
B. Saran
Melalui direktur rumah sakit diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua
staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal dan meningkatkan mutu
pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi bedah kasus selanjutnya
Diharapkan bedah kasus selanjutnya dapat melakukan pengkajian secara
komprehensif dan mengambil diagnosis keperawatan yang tepat menurut pengkajian
yang didapatkan, melaksanakan tindakan keperawatan dengan lebih dahulu memahami
masalah dengan baik dan mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada Pasien
Ekstermitas Atas.
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta.
Desiartama, A., & Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Akibat
Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).
Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. 2015. Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP Prof. Dr. Apleys, G. A &
Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition, New
York: Taylor & Francis Group, CRC Press. RD Kandou Manado. Jurnal
Keperawatan, 3(2)
http://wongbakerfaces.org/wp_content/uploads/2016/05/FACES_English_Blue_w
_instructions.pdf(diakses pada 1 maret 2019).
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of
Fractures 5th Edition. New York. Wolters Kluwer Kusumayanti. P. D. 2015.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan pada pasien
pasca operasi laparatomi
Lestari, Y. E. (2017). Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstermitas Bawah Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris Terhadap Lama Hari
Rawat Di Ruang Bedah Rsud Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan,
3(1), 34-40
Mediarti, Devi, Rosnani Rosnani. And Sosya Mona Seprianti. 2015. “Pengaruh
Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstermitas
Tertutup di IGD RSMH.
Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The Characteristic Of
Patients With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And
Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016. Journal of Orthopedi
& Traumatology Surabaya. 6(1): ISSN 2460-8742
Permana, O., Nurchayati S., & Herlina. 2015. Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi. JOM, 2(2).