Disusun oleh:
Windy Rachmawati (P17320319097)
Tingkat II B
Jl. DR. Sumeru No.116, Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat 16111, Indonesia (+62
251 8562593)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan penuh kemudahan. Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur”
yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Dokumentasi Keperawatan di
Poltekkes Kemenkes Bandung Prodi Keperawatan Bogor.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi
menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi
masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan
penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang
tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu
lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau
disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari
2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk
yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%).
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur
utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari fraktur?
2. Apa etiologi dari fraktur?
3. Apa factor resiko dari fraktur?
4. Bagaimana patofisiologi atau mengapa fraktur dapat terjadi?
5. Apa manifestasi klinis dari fraktur?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari fraktur?
7. Bagaimana penatalaksanaan fraktur?
8. Apa klasifikasi dari fraktur?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur?
10. Apa saja diagnosa keperawatan dari fraktur?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur
1
.
b. Tujuan khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang penyakit fraktur
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan
3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien
4. Mahasiswa mampu menganalisa data untuk merumuskan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan fraktur
5. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi dari fraktur
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Price, 2006).
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang: pecahan atau rupture pada
tulang (Dorland, 1998).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Linda Juall).
B. Etiologi
Etiologi fraktur terbuka umumnya adalah trauma dengan mekanisme cedera energi
tinggi, misalnya kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan industri yang
mengakibatkan devitalisasi jaringan. Namun, fraktur terbuka juga dapat disebabkan oleh
trauma dengan energi rendah seperti jatuh atau cedera saat berolahraga serta proses
degeneratif dan fraktur patologis.
b. Kondisi patologi
Kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat menyebabkan
patah tulang. Contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang menyerap
kalsium tulang)
c. Mekanisme cedera
Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah: (Apley,
200)
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
3
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada
leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan
tanpa menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas
punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf
mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen
posterior.
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra.
Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen
posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil
sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat
stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena
pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-x vertebra telah kembali ke
tempatnya.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan
rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya,
kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau
bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini
4
adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan
atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak
stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.
6. Translasi horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat
bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan
sering terjadi kerusakan syaraf.
d. Cedera Torakolumbal
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta
kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang
vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan
tenaga besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi,
rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi (Jong,
2005).
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: (Apley, 2000)
1. Cedera stabil: jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla
spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan
pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla
spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi adalah contoh cedera stabil.
2. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan
normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla
spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligament
posterior.
5
tepi korpus vertebralis ke arah luar yang disebabkan adanya
kecelakaan yang lebih berat disbanding fraktur kompresi. tepi tulang
yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis
untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla
spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi
atau gangguan syaraf parsial.
Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan
terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi.
Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan X-rays dan CT scan untuk
mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut
merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi.
Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.
3. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya
karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami
kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya.
Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf
yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna
vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi
yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan.
Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan
kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan
sendifacet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun
dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. Kolumna
vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus
transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan
seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.
6
C. Faktor Resiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur terbuka di antaranya adalah
usia, perubahan struktur tulang, komorbiditas, dan pekerjaan tertentu.
1. Usia
Semakin tua semakin meningkat risiko jatuh karena terjadi perubahan baik
secara fisik, sensorik, dan kognitif. Di Amerika Serikat, terdapat 20-30% orang
tua yang mengalami cedera sedang sampai berat seperti memar, fraktur panggul
dan trauma kepala.
4. Pekerjaan
Pekerjaan tertentu, misalnya yang melibatkan mesin berat, dapat
meningkatkan risiko terjadinya cedera.
D. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) yaitu:
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah
tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada
suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat
berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan
7
dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang.
8
E. Manifestasi Klinis
Menurut Lewis (2006):
1. Nyeri: Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak / Edema: Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein
plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
3. Memar / Ekimosis: Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah di jaringan sekitarnya. Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada
lokasi fraktur.
4. Spasme otot: Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur
9
5. Penurunan sensasi: Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena
edema.
6. Gangguan fungsi: Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal: Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi: Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
9. Deformitas: Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya
F. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Sca tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
G. Penatalaksanaan
1. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser,
fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak.
Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus
proksimal, serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum
mencapai konsolidasi radiologis.
2. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya(ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksimanual. Alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open Reducion
eksternal Fixation)
3. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau
10
meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan, perkiraan waktu imobilisasi yang
di butuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
H. Klasifikasi
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka
dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas
pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera
ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian
luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan
dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga
ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih
cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
11
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau
direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan
biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua
fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
I. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) yaitu:
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :
1. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien
yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan
nyeri yang meningkat.
2. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot
mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi
perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolic jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan
suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan
oleh apapun yang menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau
faktor-faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang
12
berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang
terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob
dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan.
Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di
tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutan atau rasa
terbakar (parestesia) pada otot.
3. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-menerus
menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa
yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah fraktur tibia
dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan mengalami
deformasi.
4. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien fraktur.
Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur,
tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
13
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah
cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.
Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan yang
tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
6. Penyatuan fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan
tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien terhadap
jenis penyatuan fraktur.
7. Sindroma nyeri regional kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi dan
penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan tungkai yang
sakit.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN FRAKTUR
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Pasien
Nama : Tn. S
Tempat tanggal lahir : Magelang, 4 Mei 1940
14
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Nikah
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Batik Pakis Magelang
Diagnosa Medis : Open fraktur manus 4 distal
No.RM : 170393
Tanggal Masuk RS : 31 Oktober 2020
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
a) Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada luka terbuka dijari manis tangan kanan,
kukunya lepas, jari manis tangan kanan mengalami patah, diakibatkan terlilit
tali pengencang sapi, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan
dengan skala 6, nyeri dirasakan saat menggerakkan jari manis tangan
kanannya.
15
2) Istri pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat.
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
16
TD = 210/100 mmHg Nadi = 90 x/menit
Suhu = 36,4oC RR = 20 x/menit
4) Skala Nyeri
Pasien mengatakan skala nyerinya adalah 6
17
c) Perkusi: Terdengar hasil ketukan “tympani” di semua kuadran abdomen
d) Auskultasi: Peristaltik usus 10 kali permenit, terdengar jelas
9) Panggul
Bentuk panggul normal, warna kulit panggul merata kecoklatan, tidak
terdapat lesi, pertumbuhan rambut tipis merata
10) Anus dan rectum
Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak tedapat
pembengkakan. Warna merah tua.
11) Genitalia
Genetalia pasien normal, tidak ada luka.
12) Ektremitas
a) Atas: Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa.
Kekuatan otot 5. Tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm. Terdapat luka
di jari manis tangan kanannya, kuku terlepas, jari manis tangan kanan
tidak bisa digerakkan, terdapat fraktur terbuka di jari manis tangan
kanan, tidak terdapat perdarahan pada fraktur terbuka di jari manis
tangan kanan.
b) Bawah: Kedua telapak kaki kanan dan kiri tidak terjadi kelemahan,
anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema, kekuatan otot 5. Kuku
pada jari kaki terlihat bersih
18
3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit jantung.
b) Selama sakit
1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
2) Keadaan pernafasan
Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasan teratur.
3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak berdebar-debar setelah melakukan
aktivitas
5. Data Psiko-Sosial-Spiritual
a. Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Pasien mengatakan apabila sakit pasien dan keluarga berobat di puskesmas
terdekat. Pasien belum mengerti tentang penyakit yang dideritanya
19
b. Pola hubungan
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersama istri
c. Koping / toleransi stress
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh pihak
keluarga, terutama pasien dan istri pasien
d. Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya
1) Keadaan mental: Pasien dalam keadaan compos mentis (sadar penuh)
2) Berbicara: Pasien dapat berbicara dengan lancar
3) Bahasa yang dipakai: Bahasa Jawa dan Indonesia
4) Kemampuan bicara: tidak ada gangguan
5) Pengetahuan pasien terhadap penyakit: Pasien mengatakan belum paham
mengenai penyakit yang dideritanya.
6) Persepsi tentang penyakit: pasien menurut pada apa yang disarankan oleh
keluarganya.
e. Konsep diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan merasa terganggu aktivitasnya karena adanya luka
terbuka di jari manis tangan kanannya, namun pasien masih bisa beraktivitas
dengan tangan kirinya.
2) Harga diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan terhadap
hidupnya
3) Peran diri
Pasien mengakui perannya sebagai seorang kepala keluarga, pasien
mengatakan bahwa ingin segera sembuh dan berkumpul dengan keluarga.
4) Ideal diri
Pasien lebih menurut pada keluarganya
5) Identitas diri
Pasien mengenali siapa dirinya
f. Seksual
Pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya
g. Nilai
Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pasien
memahami hal-hal yang baik dan yang benar
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Patologi Klinik
Tn. S dari Ruang Cempaka RS dr. Soejono , Senin, 2 November 2020
No
Jenis Pemeriksaan Hasil (Satuan) Satuan Nilai Rujukan
.
1. Hemoglobin 12,5 Mg/dL 75-140
2. Leukosit 4,1 K/uL 3,6-11,0
3. Eritrosit 3,79 M/uL 3,9-5,5
20
b. Pemeriksaan Radiologi
Tn. S dari Ruang Cempaka RS dr. Soejono, Sabtu, 31 Oktober 2020
Hari/Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan/Interpretasi
31 Oktober 2020 Rontgen Manus Fraktur Manus 4 Distal
c. Terapi Pengobatan
Tn. S dari Ruang Cempaka RS dr. Soejono , Senin, 2 November 2020
Hari/Tanggal Obat Dosis dan Satuan Rute
Senin, 2 Cairan infus RL 20 tpm IV
November Cefoperazone 1gr/12 j IV
2020 s.d Rabu, Dexketoprofen 25 mg/8j IV
4 November Amlodipin 10 mg/ 24jam ORAL
2020 Irbesartan 300 mg/ 24 jam ORAL
7. Laporan Pembedahan
Tanggal : 2 November 2020
Jam : 15.00 WIB
Jenis tindakan : Pemasangan wayer di jari manis tangan kanan
Jenis anastesi : Lokal anastesi
B. Analisa Data
a. Analisa Data Pre-Operasi
No
Data Masalah Penyebab
.
1. DS : Nyeri akut Agen injury fisik
P : luka terbuka pada jari manis
tangan kanan karena terlilit tali
pengencang sapi
Q : tertusuk-tusuk
R : jari manis tangan
kanan
S:6
T : saat menggerakan jari manis
tangan kanannya
DO:
Pasien meringis menahan nyeri saat
menggerakan jari manis tangan
21
kanannya.
DO:
TD 210/100 mmHg
Nadi 90 kali per menit
22
20 tpm di tangan kiri pasien
Terdapat luka terbuka di jari
manis tangan kanan pasien
Kuku jari manis tangan kanan
pasien terlepas
4. DS: Kurang kurang paparan
Pasien mengatakan tidak tahu pengetahuan sumber informasi
tentang penyakit yang tentang penyakit
dideritanya
Pendidikan terakhir SMP
Usia 80 tahun
Pasien mengatakan kurang bias
mencari informasi tentang
penyakitnya
DO:
Pasien tidak mampu menjawab
tentang penyakit yang dideritanya
C. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Pre-Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
D. Perencanaan Keperawatan
23
No Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Peripheral Kaku leher adalah
perkusi jaringan tindakan
cerebral sensation salah satu
keperawatan
berhubungan selama 1 x 24 jam management manifestasi
dengan hipertensi diharapkan pasien
dengan diagnosa Observasi keluhan hipertensi
keperawatan kaku leher pasien Tekanan darah dan
Ketidakefektifan nadi salah satu
perkusi jaringan Ukur tekanan indikator untuk
cerebral darah dan nadi mengetahui
berhubungan hipertensi pasien
dengan hipertensi pasien Diet rendah garam
dapat teratasi sesuai untuk pasien
Ajarkan pasien dengan hipertensi
dengan kriteria
dan keluarga Obat anti
hasil: hipertensi
Tissue Perfussion : tentang berfungsi untuk
Cerebral menstabilkan
Tekanan darah pentingnya diet
tekanan darah
normal (120/80 rendah garam pasien
mmHg).
Tidak ada kaku Kolaborasi
leher dengan dokter
Tidak ada
pusing pemberian obat
Tidak ada tanda anti hipertensi
tanda
peningkatan
tekannan intra
kranial
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan a. Kaji tingkat nyeri a. Memudahkan
berhubungan asuhan secara perawat
dengan Agen keperawatan komprehensif dan menentukan
Cidera fisik selama 1 x 24 jam kaji tanda-tanda intervensi
nyeri berkurang vital selanjutnya.
dengan kriteria : b. Ajarkan teknik b. Teknik non
a. Pasien non farmakologis farmakologis
mengatakan (relaksasi,distraksi membantu
nyeri dll) untuk mengurangi nyeri
berkurang mengetasi nyeri. tanpa obat seperti
b. Skala nyeri 2 c. Kontrol faktor nafas dalam.
c. Wajah pasien lingkungan yang c. Memberikan
tampak relaks mempengaruhi kenyamanan pada
d. (TD:110-120/60- nyeri seperti suhu pasien.
80 mmHg, N: ruangan, d. Dexketoprofen
24
60-100 pencahayaan, sebagai Analgetik
x/mnt, RR: 16 kebisingan. membantu
20x/mnt, S d. Kelola mengurangi nyeri
:3 dexketoprofen 25 secara
6- 36,5°C). mg/8jam untuk farmakologi
mengurangi nyeri.
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan a. Pantau tanda- a. Mengidentifikasi
asuhan tanda-tanda
berhubungan tanda vital.
keperawatan peradangan
dengan Pertahanan selama 1 x 24 jam b. Lakukan terutama bila
infeksi tidak terjadi suhu tubuh
Sekunder perawatan luka
dengan kriteria: meningkat.
Inadekuat a. Tidak ada dengan teknik b. Mengendalikan
tanda-tanda penyebaran
aseptic
infeksi (dolor, mikroorganisme
kalor, rubor, c. Lakukan patogen.
tumor, fungtio c. Untuk
perawatan
laesa) mengurangi
b. Luka bersih, terhadap prosedur risiko infeksi
tidak lembab nosokomial.
invasif seperti
dan tidak kotor d. Penurunan Hb
c. Balutan infus infus, kateter, dan peningkatan
bersih, tidak, jumlah leukosit
drainase luka
lembab, dan dari normal bisa
tidak kotor d. Jika ditemukan terjadi akibat
d. Tanda-tanda terjadinya proses
tanda infeksi
vital dalam infeksi
batas normal. kolaborasi untuk e. Antibiotik
(TD: 110- mencegah
pemeriksaan
120/60-80 perkembangan
mmHg, N: 60- darah, seperti Hb mikroorganisme
100 x/mnt, RR: patogen.
dan leukosit
16-20x/mnt, S :
36- 36,5°C). e. Kelola untuk
pemberian
antibiotik
ceftriaxone 1
gr/24 jam
4. Kurang Setelah dilakukan a. Kaji pengetahuan a. Mempermudah
pengetahuan asuhan pasien tentang dalam
tentang penyakit keperawatan penyakitnya memberikan
berhubungan selama 1 x 24 jam b. Jelaskan tentang penjelasan
dengan kurang kurang proses penyakit tentang
terpapar sumber pengetahuan (tanda dan pengobatan
informasi
25
tentang penyakit gejala)identifikasi pada pasien
tidak terjadi kemungkinan b. Meningkatkan
dengan kriteria: penyebab, pengetahuan
a. Menjelaskan jelaskan kondisi dan
kembali tentang tentang pasien mengurangi
penyakit c. Jelaskan tentang cemas
b. Mengenal proses c. Mempermudah
kebutuhan pengobatan dan intervensi
perawatan dan alternative d. Mencegah
pengobatan pengobatan keparahan
tanpa cemas d. Diskusikan penyakit
perubahan gaya e. Memberikan
hidup yang gambar tentang
mungkin pilihan tentang
digunakan untuk terapi yang
mencegah bisa digunakan
komplikasi
e. Diskusikan
tentang terapi
yang dipilih
f. Eksplorasi
kemungkinan
sumber yang bisa
digunakan /
mendukung
g. Instruksi kapan
harus kembali ke
pelayanan
kesehatan
h. Tanyakan
kembali tentang
pengetahuan
penyakit,
prosedur
perawatan dan
pengobatan
E. Implementasi Keperawatan
Nama pasien :Tn. S
Nomor CM :170393
Ruang :Cempaka
No Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi Ttd
26
.
1. Ketidakefektifan Senin, 2 November Jam 10.50
Mengobservasi keluhan kaku leher
perfusi jaringan 2020 pasien
serebral S: Pasien mengatakan lehernya
terasa kaku
berhubungan O: Pasien tampak memegang
tengkuknya
dengan hipertensi
Jam 11.00
Mengukur tekanan darah dan nadi
S: Pasien mengatakan pusing
O:
TD 170/90 mmHg
Nadi 80 kali/menit
Jam 20.00
Mengukur tekanan darah dan nadi
S: Pasien mengatakan pusing
berkurang
O:
TD 130/90 mmHg
Nadi 84 kali/menit
Jam 20.50
Melakukan kolaborasi dengan
dokter memberikan obat tablet
amlodipine 10 mg/24jam
S: Pasien mengatakan obat sudah
diminum
O: obat tablet amlodipine 10 mg
berhasil diminum pasien
27
R : jari manis tangan kanan
S:6
T : saat menggerakan jari manis
tangan kanannya
O:
•Pasien meringis menahan nyeri
saat menggerakan jari manis
tangan kanannya
Jam 09.10
Mengajarkan pasien teknik napas
dalam.
S : Pasien mengatakan nyeri
berkurang setelah melakukan
teknik napas dalam
O : Pasien tampak lebih rileks
setalah melakukan teknik napas
dalam
Jam 11.00
Mengukur TTV
S : Pasien mengatakan masih nyeri
pada perutnya,
O:
TD 170/90 mmHg
Nadi 80x permenit
Suhu 36,5 C
Respirasi 24 kali permenit
Jam 20.00
Mengukur TTV
28
S : Pasien mengatakan sedikit
pusing
O:
TD 130/90 mmHg
Nadi 84 kali per menit
Suhu 36,5 C
Respirasi 24 kali per menit
Jam 20.50
Melakukan kolaborasi dengan
dokter pemberian injeksi
dexketoprofen 25 mg/12jam per
IV
S : Pasien mengatakan terasa sakit
saat obat disuntikkan
O : dexketoprofen 25mg berhasil
diberikan kepada pasien melalui
IV kateter infus tangan kiri
3. Risiko infeksi Senin, 2 November Jam 09.00
dengan factor 2020 Melakukan kolaborasi dengan
risiko prosedure dokter pemberian
invasif antibiotikcefoperazone 1
gram/12jam/ IV
Jam 20.50
29
dokter pemberian antibiotic
cefoperazone 1 gram/12jam/ IV
F. Evaluasi
No. Evaluasi
1. S : Pasien mengatakan pusing berkurang
O:
TD 130/90 mmHg
Nadi 84 kali/menit
Tablet amlodipine 10 mg berhasil diminum pasien
30
A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Ajarkan pasien dan keluarga tentang pentingnya diet rendah garam
2. S:
Pasien mengatakan sedikit pusing
Pasien mengatakan terasa sakit saat obat disuntikkan
O:
Dexketoprofen 25 mg berhasil diberikan kepada pasien melalui IV kateter infus
tangan kiri
TD 130/90 mmHg
Nadi 84 kali per menit
Suhu 36,5 C
Respirasi 24 kali per menit
P: lanjutkan intervensi
Lakukan pengkajian intervensi
Ukur TTV
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik dexketoprofen 25mg/12jam
3.
S: Pasien mengatakan tidak sakit saat obat disuntikkan
O: cefoperazone 1 gram berhasil disuntikkan melalui kateter infus pasien ditangan kiri
O: Pasien dan keluarga nampak aktif dan kooperatif saat dilakukan pendidikan
kesehatan, pasien bisa mengulang kembali tentang pengertian, tanda dan gejala dan
pengobatan dari penyakit dan gaya hidup yang harus dirubah
31
P: Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur terbuka di
antaranya adalah usia, perubahan struktur tulang, komorbiditas, dan pekerjaan tertentu.
Manifestasi klinis fraktur menurut lewis (2006) yaitu nyeri, bengkak/edema,
32
memar/ekimosis, spasme otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal,
krepitasi, dan deformitas.
Pemeriksaan penunjangnya yaitu x-ray, scan tulang, arteriogram, hitung darah
lengkap, dan kretinin. Penatalaksanakan nya yaitu proteksi (tanpa reduksi atau
immobilisasi), reduksi, dan immobilisasi.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca baik tenaga Kesehatan khususnya perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan secara profesional.
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Academia. Asuhan Keperawatan Fraktur. 2020. Tersedia dari
https://www.academia.edu/17306114/ASKEP_fraktur
Alomedika. Etiologi Fraktur Terbuka. 2017. Tersedia dari
https://www.alomedika.com/penyakit/ortopedi/fraktur-terbuka/etiologi
33
Eprints. Asuhan Keperawatan Fraktur. Tersedia dari
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1360/4/4%20CHAPTER%202.pdf
Academia. Asuhan Keperawatan Fraktur. Tersedia dari
https://www.academia.edu/31022226/asuhan_keperawatan_Fraktur
34