Anda di halaman 1dari 17

FRAKTUR

Nama kelompok 6

DIAN VANIA A DJALALUDDIN


MICHELLE DHEA NURAGA
FEJENIA SIGAR
REZKY SUMOLANG
DELFRIA MONGKALENG

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyesaikan tugas makalah
ini berisi tentang makalah FRAKTUR.

Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, hal
ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang kami
miliki. Namun demikian banyak pula pihak yang sudah membantu dengan menyediakan
sumber-sumber informasi serta memberikan masukan pemikiran.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan datang, semoga makalah ini dapat bermafaat
bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.

Manado,27 oktober 2020

DAFTAR ISI

2
Contents
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
LANDASAN TEORI............................................................................................................................5
A. Definisi......................................................................................................................................5
B. Etiologi......................................................................................................................................6
C. Klasifikasi..................................................................................................................................6
D. Anatomi Fisiologi......................................................................................................................7
E. Patofisiologi...............................................................................................................................8
F. Manifestasi Klinik.....................................................................................................................8
G. Penatalaksanaan Medis..............................................................................................................9
H. Komplikasi..............................................................................................................................10
I. Pemeriksaan diagnostik...........................................................................................................10
J. Pathway...................................................................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................12
ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................................12
a. Proses Keperawatan.................................................................................................................12
b. Diagnosa..................................................................................................................................13
BAB IV...............................................................................................................................................16
PENUTUP...........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf


halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi
masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu
lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan
terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali
menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah
fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat
tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad,
1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti
yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur
melalui metode ilmiah.

B. Rumusan Masalah

a.       Mengetahui jenis-jenis/klasifikasi faktur


b.      Menjelaskan proses penyembuhan tulang
c.       Menrincikan konsep dasar penanganan faktur

C. Tujuan Penulisan

Agar kelompok dan pembaca yaitu rekan mahasiswa Akademi


Keperawatan mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
masalah utama Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Fraktur.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Gambar 2.1Jenis-jenis fraktur


Sumber : dokterbedahtulang.com

Menurut Masjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat
dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga.
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika  tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Menurut mansjoer, 2000 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat disebabkan oleh
trauma maupun penyakit atau patologis.

5
B. Etiologi

Menurut FKUI (2010), penyebab fraktur adalah trauma yang terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu.
b. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.

C. Klasifikasi

Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur


Sumber : dokterbedahtulang.com

Menurut Helmi (2012), klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi


berdasarkan penyebab, jenis, klinis dan radiologi.
a. Klasifikasi berdasarkan penyebaab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang
besar.
2. Fraktur patologi
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelimnya akibat kelainan patologi didalam
tulang.
3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

6
b. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur
Klasifikasi jenis fraktur dapat dilihat pada Gambar 2. Berbagai jenis fraktur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
5. Fraktur avulasi
6. Greenstick Fracture (Fraktur lentuk atau salah satu tulang patah sedang disisi
lainnya membengkok)
7. Fraktur transversal
8. Fraktur komunitif
9. Fraktur impaksi

D. Anatomi Fisiologi

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baiknya fungsi system musculoskeletal
sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh
otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpan
kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam
empat kategori: tulang panjang (missalfemur tulang kumat) tulang pendek (missal
tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur (vertebra). Tulang
tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius).Tulang tersusun atas
sel, matrik protein, deposit mineral. Sel – selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,
osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi dalam pembetukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka dimana garam - garam
mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang
berperan dalam panghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh
membran fibrus padat dinamakan periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan
limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum

7
tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan
jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih. Sumsum
tulang merah yang terletak disternum, ilium, fertebra dan rusuk pada orang dewasa,
bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang.
Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)

E. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,


pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal
medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang
(osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium
dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk
menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001). Pada permulaan akan terjadi pendarahan
disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang
dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi
medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini
yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase
jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut
dinamakan kalus fibrosa. Ke dalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga
tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi
sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan.
Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat
foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini
menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

F. Manifestasi Klinik

Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :

8
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang.
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

G. Penatalaksanaan Medis

Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung
patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha
tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah
(reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur

9
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah
fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul
telah kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.

H. Komplikasi

Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :


a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik,
kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
b. Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
c. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi),
degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).

I. Pemeriksaan diagnostik

Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostik pada


pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang.
b. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.

10
J. Pathway

Trauma (langsung atau tidak langsung)

Fraktur ( terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang fraktur terbuka ujung


tlang kerusakan pada jaringan tulang menembus
dan pembuluh darah otot dan kulit

ketidakstabilan posisi perdarahan lokal luka


fraktur,apabila organ
fraktur digerakkan

fragmen tulang yang hematoma pada daerah Gangguan


patah menusuk organ fraktur integritas kulit
sekitar

aliran darah ke daerah kuman mudah masuk


Gangguan rasa
distal berkurang atau
nyaman terhambat

sindroma kompartemen (warnah jaringan pucat, Resiko infeksi


keterbatasan aktifitas nadi lemas,sianosis,
kesemutan)

defenisi perawatan diri kerusakan neuromuskuler

gangguan fungsi organ


distal

Gangguan
mobilistas
fisik

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien pada pasien fraktur , yaitu:
1. Aktivitas atau istirahat tidur
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia.Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi.Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4. Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan

12
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
5. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
7. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan.Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien.Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
10. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi.Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

b. Diagnosa

1. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d nyeri saat
bergerak
Intervensi

13
Observasi :
 identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 monitor kondisi umum selama melakukan mobilitas
 monitor secara berkala untuk memastikan otot rileks

Terapeutik :
 fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.pagar tempat tidur)
 fasilitasi melakukan pergerakan jika perluh

Edukasi :
 jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 anjurkan melakukan mobilisasi dini
2. gangguan integritas kulit b/d penurunan mobilitas d/d kerusakan jaringan atau lapisan
kulit
intervensi
observasi:
 monitor karakteristik luka
 monitor tanda-tanda infeksi
 identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
 pasang balutan sesuai jenis luka
 pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
 ganti balutan sesuai jenis luka
 sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 jadwakan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi :
 jelaskan tanda dan gejala infeksi
 anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 ajarkan prosedur perawatan luka
 anjurkan minum cukup cairan
 anjurkan melapor jika ada lesi kulit yang tidak biasa
kolaborasi :
 kolaborasi pemberian antibiotik,jika perluh
3. gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d/d mengeluh tidak nyaman
intervensi
observasi :
 identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas, integritas kulit
 identifikasi rasa nyeri
 identifikasi respon nyeri non verbal
 identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

14
 monitor efek samping penggunaan analgetik
terapeutik :
 berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 fasilitasi istirahat dan tidur
 pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
edukasi :
 jelaskan penyebab, periode,dan pemicu rasa nyeri
 jelaskan strategi meredakan nyeri
 anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 anjurkan teknik farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
kolaborasi :
 kolaborasi pemberian analgetik,jika perluh

4. risiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit d/d adanya nyeri pada luka
intervensi
observasi :
 monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 berikan perawatan kulit pada daerah edema
 cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
 identifikasi gangguan disik yang memungkinkan terjadinya luka tekan
 periksa kesiapan,kemampuan menerima informasi dan persepsi terhadap risiko
luka tekan
Terapeutik :
 persiapkan materi ,media tentang faktor-faktor penyebab,cara identifikasi dan
pencegahan risiko luka tekan di rumah sakit maupun di rumah
 jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehtn sesuai
kesepakatan dengan pasien dan keluarga
edukasi :
 jelaskan tanda dan gejala infeksi
 anjarkan cara mencuci tangan dengan benar
 ajarkan etika batuk ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 anjurkan meningkatkan asupan nurtrisi
 anjurkan meningkatkan asupan cairan
 jelaskan lokasi –lokasi yang sering terjadi luka tekan
 anjurkan untuk tetap bergerak sesuai kemampuan dan kondisi
kolaborasi :
 kolaborasi pemberian imunisasi ,jika perluh

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi
kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur.
Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.
Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya
informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena
kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena
gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
tulang yang berlebihan. Selanjutnya penulis akan menyimpulakn sesuai dengan
tahapan-tahapan yang ada didalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnose, perencanaan, implementasi, evaluasi.

B. Saran

1. Bagi pasien dan keluarga


Pada penderita fraktur tibia sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan
pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan
keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total.
2. Bagi lahan peraktek
Perawatan penderita fraktur tibia memerlukan waktu yang cukup panjang dan
sangat beresiko terjadi komplikasi. Dengan demikian perawatan kepada penderita
haruslah dilakukan dengan cermat dan tepat, untuk mencapai hal tersebut pihak
rumah sakit hendaklah mempunyai perawat yang telah berpengalaman dalam
perawatan pasien fraktur tibia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Geaneli Rita ( 2014,17 juli). Askep Fraktur Kmb. Diperoleh 27 oktober 2020
https://www.academia.edu>askep_frakturkmb
Saada Sriayu (2016,19 november ),Askep Faktur.diperoleh 27 oktober 2020
http://sriayusaadah.blogspot.com/2016/11/askep-fraktur-femur.html

17

Anda mungkin juga menyukai