Anda di halaman 1dari 21

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II Pada Ny.

M dengan
Diagnosa Medis Close Fraktur Radius Distal Sinistra di
Bangsal Melati 3 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Dosen Pembimbing : Rokhib Aryadi, S. SIT., M.Tr., Kep

Disusun Oleh :

Faisal Aditia Maulana (P07120217019)

S.T. KEPERAWATAN SEMESTER 5

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan dengan Judul :

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II Pada Ny. P dengan Diagnosa Medis


Close Fraktur Radius Distal Sinistra di Bangsal Melati 3
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten

yang dilaksanakan pada tanggal 16 September 2019 sampai 19 September 2019


telah disahkan sebagai Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II
Semester 5 atas nama mahasiswa :

Faisal Aditia Maulana (P07120217019)

Klaten. September 2019

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Rokhib Aryadi, S. SIT., M.Tr., Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
II Pada Ny. P dengan Diagnosa Medis Close Fraktur Radius Distal Sinistra di
Bangsal Melati 3 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten”. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas praktik klinik Kepertawatan Maternitas.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :


1. Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
2. Ns. Maryana, S.Psi.,S.Kep., M.Kep selaku Ka.Prodi D IV Keperawatan
Poltekkes Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
3. Rokhib Aryadi, S. SIT., M.Tr., Kep selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan demi terselesainya laporan ini.
4. Rita Sundaryani, S.Kep. Ns selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan bimbingan demi terselesainya laporan ini
5. Rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dalam proses menyelesaikan
penyusunan laporan ini.
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II Pada Ny. P dengan
Diagnosa Medis Close Fraktur Radius Distal Sinistra di Bangsal Melati 3 RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten”Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap
dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih sempurna.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .
Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya
disebabkan oleh tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2010).
Penyebab fraktur adalah trauma yang dibagi menjadi 3 antara lain:
trauma langsung, trauma tidak langsung dan trauma ringan. (1) Trauma
langsung yaitu benturan pada tulang biasanya penderita terjatuh dengan
posisi miring dimana daerah trohkantor mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan). (2) Trauma tidak langsung yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpleset di
kamar mandi. (3) Trauma ringan yaitu keadaaan yang dapat
menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying
deases atau patologi ( Sjamsuhidayat & de Jong. 2010).
Penanganan pada kasus fraktur radius distal salah satunya adalah
dengan tindakan pembedahan dan konservatif. Tindakan konservatif
antara lain: pemasangan gips, bidai, traksi tulang, dan reposisi.
Sedangkan tindakan operatif yaitu operasi ORIF (Open Reduction
Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction External Fixation)
(Davis & Kneale, 2011). Gangguan yang disebabkan oleh dilakukannya
operasi fraktur yaitu nyeri, spasme, keterbatasan gerak, dan penurunan
kekuatan otot (Kisner & Colby, 2014).
Kebanyakan fraktur pergelangan tangan dapat terjadi baik akibat
jatuh dengan posisi lengan terbuka maupun pukulan langsung saat
kecelakaan kendaraan bermotor maupun perkelahian. Fraktur kedua
tulang lengan bawah merupakan cedera yang tidak stabil, fraktur non
dislokasi jarang terjadi. Stabilitas fraktur bergantung pada jumlah energi
yang diserap selama cedera dan gaya otot besar yang cenderung
menggeser fragmen (Thomas dkk, 2011).
Fraktur lengan bawah meliputi fraktur corpus (shaft), radii, ulna,
atau keduanya (antebrachii). Fraktur lengan bawah diklasifikasikan
lebih lanjut menurut lokasi (fraktur radius 1/3 proximal, 1/3 tengah, atau
1/3 distal). Pola fraktur pada lengan bawah meliputi transversal,
oblique, spiral, kominutif, segmental, dengan atau tanpa dislokasi, dan
angulasi (volar atau dorsal, dan radial atau ulnar) (Thomas dkk, 2011)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada Ny. M
dengan diagnosis keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny.M diharapkan
mahasiswa dapat:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
dengan close fraktur radius distal
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan close fraktur radius distal
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien
dengan close fraktur radius distal
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan close fraktur radius distal
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
close fraktur radius distal
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan close fraktur radius distal
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam
Wijaya dan putri, 2013) Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi- kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
Sedangkan fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius
akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. ( Brunner &
Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan putri, 2013).
B. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) Fraktur umumya disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan berlebih dalam tulang. Fraktur collum
femur dan fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua
dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami
osteoporotik. Fraktur ini dapat terjadi pada penderita osteopenia,
diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan
tulang dan kelemahan tulang, misalnya osteomalasia, diabetes, stroke,
alkoholisme dan penyakit kronis lainnya. Beberapa keadaan ini
meningkatkan kecenderungan pasien terjatuh.
C. Anatomi
Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah memiliki ujung
proksimal dengan :
- Kaput, berarti kulasi dengan capitulum humerus
- Humerus
- Tuberositas, tempat melekatnya tendon dari otot bisep
Korpus, tempat berbagai otot fleksor dan ekstensor melekat, bagian distal,
dengan procesus styloideus meruncing dan permukaan artikular bagian
distal ulnalis.
Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah.
Memperlihatkan : bagain proksimal dengan :
- Olecanon, dengan processus yang runcing terletak di belakang
bagian distal humerus.
- Processus coronoideus, processus yang meruncing di depan
- Incisura trochlearis, processus ini merupakan tempat bagian distal
numerus dan pada sisi luarnya tempat kaput radius.
Korpus dengan taper tempat otot-otot fleksor dan ekstensor dari lengan
bawah dan tangan melekat.
Bagain distal dengan :
- Processus styloideus kecil
- Permukaan artikular tempat bagian distal radius
- Permukaan artikular yang dipisahkan dari tulang-tulang
pergelangan oleh bantalan kartilago.
Membran interosus selapis jaringan fibrosa, yang melekat ke ujung
perbatasan radius dan ulna dan memenuhi celah diantaranya. Hal ini
memberikan perlekatan untuk otot-otot baik di depan dan di belakang.
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2) Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak).
3) Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak).
4) Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan
posfor).
5) Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang).
D. Klasifikasi (Lukman, 2009)
a. Berdasarkan sifat fraktur
1. Fraktur tertutup : apabila fagmen tulang yang patah tidak
tampak dari luar
2. Fraktur terbuka : apabila fragmen tulang yang patah tampak
dari luar
b. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
1. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)
2. Fraktur inkomplit : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
c. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme
trauma
1. Fraktur transversal : arah melintang dan merupakan akibat
trauma angulasi / langsung
2. Fraktur oblik : arah garis patah membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsung
3. Fraktur spiral : arah garis patah spiral dan akibat dari
trauma rotasi
4. Fraktur kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang).
5. Fraktur Avulvi : fraktur yang terjadi karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya
d. Berdasarkan jumlah garisnya
1. Fraktur komunitif : fraktur dimana patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan
3. Fraktur Multiple : fraktur dimana patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama
e. Berdasarkan pergesaran fragmen tulang
1. Fraktur Undiplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
2. Fraktur Displaced : terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
f. Fraktur lain
1. Fraktur depresi : fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke
dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
2. Fraktur patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).
3. Fraktur avulsi : tertariknya fragmen tulang oleh ligamen
atau tendon pada perlekatannya
4. Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 yaitu :
a. Grade I : dengan luka bersih kurang dari 1 cm.
b. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luka
yang ekstensif
c. Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpenito, Lynda Juall, 2009). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma\
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
1. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
2. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
3. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk,
dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

F. Pathway
Sumber : Corwin (2009)
G. Manifestasi Klinis
(Rasjad, 2012)
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulangdiimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan
antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
H. Penatalaksanaan
(Sjamsuhidajat, 2010)
1. Pengobatan non-operatif
a. Metode Perkin, dengan cara pasien tidur terlentang. Satu
jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin,
lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal.
Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai
terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai
bawah dapat dilatih gerakan ekstensi dan fleksi.
b. Metode balance skeletal traction, dengan cara pasien tidur
terlentang. Satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan
Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang
tungkai bawah ditopang oleh Pearson attachment. Tarikan
dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai
tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang
untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8
minggu, dipasang gips hemispica atau cast bracing.
c. Traksi kulit Bryant, dengan cara anak tidur terlentang di
tempat tidur. Kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian
ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-
2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari
tempat tidur.
d. Traksi Rusell, dengan cara anak tidur terlentang. Dipasang
plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah popliteal,
sling dihubungkan dengan tali yang 6 dihubungkan dengan
beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah
4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus
yang terbentuk belum kuat benar.
2. Pengobatan operatif Indikasi operasi antara lain:
a. Penanggulangan non-operatif gagal
b. Fraktur multipel
c. Robeknya arteri femoralis
d. Fraktur patologik
e. Fraktur pada lansia
I. Pemeriksaan Penunjang
(Brunner & Suddarth,2001 dalam wijaya & puti,2013)
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya trauma pada
fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/MRI: memperlihatkan
fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (peningkatan sel darah putih
adalah respon stres normal setelah trauma).
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klien gagal ginjal
Asuhan Keperawatan

(AIPDIKI,2014) Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur


femur diantaranya adalah:

1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat kesehatan masa lalu
5. Riwayat kesehatan keluarg
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
c. Pola Eliminasi
d. Pola Tidur dan Istirahat
e. Pola Aktivitas
f. Pola Hubungan dan Peran
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
h. Pola Sensori dan Kognitif
i. Pola Reproduksi Seksual
j. Pola Penanggulangan Stress
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
8. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
- Kesadaran penderita:
- Tanda-tanda vital
- Neurosensori
- Sirkulasi
- Keadaan Lokal
2. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
3. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan Radiologi

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


2. Resiko infeksi dengan factor risiko prosedur invasif.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(nyeri)
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik
Intervensi

Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut b.d. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan NIC: Manajemen Nyeri
agen cidera fisik keperawatan diharapkan nyeri 1. Kaji secara
berkurang atau hilang. menyeluruh tentang
nyeri termasuk lokasi,
NOC 1: Level Nyeri durasi, frekuensi,
intensitas, dan faktor
Kriteria Hasil penyebab.
Laporkan frekuensi 5 2. Observasi isyarat non
nyeri verbal dari
Kaji frekuensi nyeri 5 ketidaknyamanan
Lamanya nyeri 5 terutama jika tidak
berlangsung dapat berkomunikasi
Ekspresi wajah 5 secara efektif.
terhadap nyeri 3. Berikan analgetik
Kegelisahan 5 dengan tepat
Perubahan TTV 5 4. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
NOC 2: Kontrol Nyeri Kriteri penyebab nyeri,
berapa lama akan
Kriteria Hasil berakhir dan
Mengenal faktor 5 antisipasi
penyebab ketidaknyamanan dari
Gunakan 5 prosedur.
tindakan 5. Ajarkan teknik non
pencegahan farmakologi
(misalnya: relaksasi,
Gunakan 5
guide, imagery,terapi
tindakan non
musik,distraksi)
analgetik
NIC: Manajemen Nyeri
Gunakan 5
1. Kaji secara
analgetik yang
menyeluruh tentang
tepat
nyeri termasuk lokasi,
durasi, frekuensi,
Keterangan Skala:
intensitas, dan faktor
1 = Tidak menunjukkan
penyebab.
2 = Jarang menunjukkan
2. Observasi isyarat non
3 = Kadang menunjukkan
verbal dari
4 = Sering menunjukkan
ketidaknyamanan
5 = Selalu menunjukkan
terutama jika tidak
dapat berkomunikasi
secara efektif.
3. Berikan analgetik
dengan tepat
4. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama akan
berakhir dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.
5. Ajarkan teknik non
farmakologi
(misalnya: relaksasi,
guide, imagery,terapi
musik,distraksi)
Resiko infeksi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan NIC :Teaching diases
dengan factor keperawatandiharapkan proses
risiko prosedur infeksitidak terjadi.
invasif 1. Deskripsikan proses
NOC 1: Deteksi Infeksi penyakit dengan tepat
2. Sediakan informasi
Kriteria Hasil tentang kondisi pasien
Mengukur tanda dan 5 3. Diskusikan perawatan
gejala yang yang akan dilakukan
mengindikasikan 4. Gambaran tanda dan
infeksi gejala penyakit
Berpartisipasi dalam 5 5. Instruksikan pasien
perawatan kesehatan untuk melaporkan
Mampu 5 kepada perawat untuk
mengidentifikasi melaporkan tentang
potensial resiko tanda dan gejala yang
dirasakan.
NOC 2: Pengendalian Infeksi

Kriteria Hasil
Pengetahuan tentang 5
adanya resiko infeksi
Mampu memonitor 5
faktor resiko dari
lingkungan
Membuat strategi untuk 5
mengendalikan resiko
infeksi
Mengatur gaya hidup 5
untuk mengurangi
resiko
Penggunaan pelayanan 5
kesehatan yang sesuai
Keterangan Skala:
1 = Tidak menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Kerusakan Tujuan: Setelah dilakukan NIC: Exercise Therapy:
mobilitas fisik b.d. tindakan keperawatan Ambulation
kerusakan diharapkan pasien dapat 1. Bantu pasien untuk
meurovaskuler meningkatkan mobilisasi pada menggunakan fasilitas
(nyeri) tingkat yang paling tinggi alat bantu jalan dan
cegah kecelakaan atau
NOC: Mobility level jatuh
2. Tempatkan tempat
Kriteria Hasil tidur pada posisi yang
Keseimbangan 5 mudah
penampilan dijangkau/diraih
Memposisikan tubuh 5 pasien.
Gerakan otot 5 3. Konsultasikan dengan
Gerakan sendi 5 fisioterapi tentang
Ambulansi jalan 5 rencana ambulansi
Ambulansi kursi roda 5 sesuai kebutuhan
Keterangan Skala 4. Monitor pasien dalam
1 = Dibantu total menggunakan
2 = Memerlukan bantuan orang lain alatbantujalan yang
dan alat lain
3 = Memerlukan orang lain 5. Instruksikan
4 = Dapat melakukan sendiri pasien/pemberi
dengan bantuan alat pelayanan ambulansi
5 = Mandiri tentang teknik
ambulansi.

Resiko kerusakan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan NIC: Scin Surveilance


integritas kulit b.d. keperawatan diharapkan kerusakan 1. Observation
imobilisasi fisik. integritas kulit tidak terjadi. ekstremitas oedema,
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan ulserasi, kelembaban
membran mukosa 2. Monitor warna kulit
3. Monitor temperatur
Kriteria Hasil kulit
Sensasi normal 5 4. Inspeksi kulit dan
Elastisitas normal 5 membran mukosa
Warna 5 5. Inspeksi kondisi
Tekstur 5 insisi bedah
Jaringan bebas lesi 5 6. Monitor kulit pada
Adanya pertumbuhan 5 daerah kerusakan
rambut dikulit dan kemerahan
Kulit utuh 5 7. Monitor infeksi dan
Keterangan Skala oedema
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisilogi. Jakarta: EGC.

Lukman, & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Ausculapius.

Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Rasjad, C. (2012). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.

Sjamjuhidajat, R., & Jong, W.D. (2014). Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah


(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed
Lukman, & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Sjamjuhidajat, R., & Jong, W.D. (2010). Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan, Pusat Pemeliharaan, Peningkatan dan Penanggulangan


Inteligensia Kesehatan, 2010, Petunjuk Teknis Penanggulangan Masalah
Inteligensia Pada Usia Lanjut, Jakarta.

Kementerian Kesehatan, Pusat Inteligensia Kesehatan, 2011. Deteksi Dan


Tatalaksana Gangguan Kognitif Akibat Degeneratif. Jakarta

Suyatno, Thomas, dkk., 2011, Kelembagaan Perbankan, Jakarta; PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai