Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.F DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OPERASI CRIF FRAKTUR


UNION RADIUS ULNA DEXTRA DI RUANG BIMA RSUD KABUPATEN
JOMBANG

Oleh:

Dede Ri’ayatul Muamalah 7421014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan ini dibuat untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah
Prodi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum
Jombang.

Nama : Dede Ri’ayatul Muamalah

Nim : 7421014

Ruangan : BIMA

Telah dikonsultasikan dan disetujui pada:

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Sufendi Hariyanto, S.Kep., Ns Triventiningtias, S.Kep.,Ns


NIPY : 11011114287 NIP: 198001302005012006

Kepala Ruangan Bima

Niken Sri Wahyuni S.Kep.,Ns


NIP: 19800827200512005
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2010).
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Samsuhidajat & Jong, 2010).
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan
tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, 2010).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak
biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih
berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa
biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai
dislokasi fragmen tulang (Manjoer 2010).
Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian
tungkai depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi
karena trauma terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut (Alex, 2011).
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di
mana lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita et
al, 2012).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
 Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
 Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
 Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
 Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
 Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen
 Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
 Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
 Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
- Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
- Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
- Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak dan ancaman
sindroma kompartement.
 Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
- Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
- Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
 Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
 Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
 Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
 Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
 Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
 Tidak adanya dislokasi.
 Adanya dislokasi
o At axim : membentuk sudut.
o At lotus : fragmen tulang berjauhan.
o At longitudinal : berjauhan memanjang.
o At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Tulang terbagi menjadi tiga bagian antara lain : 1/3 proksimal, 1/3 medial, dan 1/3
distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Klasifikasi fraktur antebranchii :
1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai
dengan dislokasi sendi Radioulna proksimal.
4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius
5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi
radioulna distal

1.3 Anatomi

Lengan atas tersusun dari tulang lengan atas, tulang lengan bawah, dan tulang
tangan (Sloane 2012). Fungsi tulang adalah sebagai kerangka tubuh, yang
menyokong dan memberi bentuk tubuh,untuk memberikan suatu sistem pengungkit,
yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut, sebagai
reservoir kalsium, fosfor, natrium dan elemen-elemen lain, untuk menghasilkan sel-
sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.
(Watson, 2012).
a. Tulang Ulna
Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah,
terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan
bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan
disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil
dari atas ke bawah.
b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari
dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum,
dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna,
secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat
ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
(Hartanto, 2013).
1.4 Etiologi
Menurut Nampira (2014) fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi karena
cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan
teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera
langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya
di sepertiga tengah tulang (Hartanto, 2013).
Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan;
terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang tidak
meyakinkan; atau diakibatkan oleh beberapa fraktur ringan karena kelemahan tulang,
osteoporosis, individu yang mengalami tumor tulang bagian antebrachii, infeksi atau
penyakit lainnya, hal ini dinamakan fraktur patologis; atau bisa juga diakibatkan oleh
fraktur stress yaitu terjadi pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena kekuatan
otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu mampu melakukan
aktifitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun mungkin tulang tidak mampu
menunjang peningkatan tekanan (Corwin, 2011).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar ke
tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk melawan
tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut (Muscari, 2010). Disaat
demikian itu, terjadilah trauma yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah fraktur terjadi, peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam
korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Kemudian
timbul pendarahan pada sekitar patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di
dalamnya sehingga terbentuk hematoma pada rongga medulla tulang, edema, dan
nekrosis sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian distal tubuh (Suratun, 2012).
Etiologi patah tulang menurut (Suratun, 2012) adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat
yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya.Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan
lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa,
misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.

b. Trauma tidak langsung


Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi
fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh. Selain itu
fraktur juga disebabkan oleh karena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis,
atau karena tarikan spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan
tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
ostepororsis.
1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2010):
a. Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi. Nyeri ini timbul
karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme.
b. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur.
c. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur, fragmen
tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya sehingga terjadi respon
inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah dan pelepasan
mediator-mediator.
d. Hilangnya fungsi radius-ulna
e. Krepitasi
f. Deformitas
Pada anamnesis selalu ditemukannya deformitas pada daerah sekitar radius- ulna
pada tangan klien (helmi,2013).
1) Look: pada fase awal trauma, klien akan meringis kesakitan. Terlihat
adanya deformitas pada lengan bawah klien. Apabila didapatkan nyeri dan
deformitas pada lengan bawah maka perlu dikaji adanya perubahan nadi,
perfusi yang tidak baik(akral dingin pada lesi), dan CRT >3 detik dimana
hal ini merupakan tanda-tanda peringatan tentang terjadinya kompartemen
sindrom. Sering didapatkan kasus fraktur radius-ulna dengan komplikasi
lebih lanjut.
2) Feel: adanya keluhan nyeri misal skala 6, nyeri tekan dan krepitasi, sensasi
masih terasa di area distal.
3) Move: gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi terbatas.
1.6 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam keadaan
outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan bawah dalam posisi
supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena hiperpronasi
(pemutaran lengan bawah kea rah dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched.
Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi
pada anak-anak usia 10 tahun (5-13 tahun) .Baik radius maupun ulna keduanya dapat
mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila
kedua tulang patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan
pada beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang.Sumsum
kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli
lemak ini sampai padpat terjadia pembuluh darah yang sempit dimana diameter
emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan
aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat
menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan
syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Medianus. Jika kerusakan
terjadi pada otot sebagai berikut:
1) M. Pronator Teres : mengakibatkan ketidakmampuan pronasi lengan bawah.
2) M. fleksus kapi radialis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan abduksi
pergelangan tangan.
3) M. Palmaris longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi pergelangan tangan.
4) M. fleksor digitorum superfisialis: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dua
falang proksimal dan pergelangan tangan.
5) M. fleksor polisis longus: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi semua sendi
jempol.
6) M. pronator kuadratus: mengakibatkan ketidakmampuan pronator lengan bawah.
7) M. abductor polisisi brevis: mengakibatkan ketidakmampuan abduksi jempol.
8) M. oponens polisis: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi falang proksimal
jempol.

Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus ulnaris. Jika kerusakan terjadi
pada otot berikut :

1) M. Fleksor karpi ulnaris: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan adfuksi


pergelangan tangan.
2) M. abductor polisis: mengakibatkan ketidakmampuan adduksi jempol.
3) M. abductor digiti minimi: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi falang
proksimal jempol.
4) M.oponenes digiti minimi: mengakibatkan ketidakmampuan oposisi terhadap
kelingking.
1.7 Pathway

Kondisi patologi,
osteoporosis,
neoplasma Trauma langsung/ tidak
langsung
Absorbsi kalsium 
Risiko
Rentan fraktur FRAKTUR perdarahan ketidakseimbangan
cairan

Konservatif
Tindakan bedah

bidai Gips Traksi


Pre op Intra op Post op

Gangguan Risiko perfusi perifer Defisit perdarahan


mobilitas fisik tidak efektif Efek anastesi Luka insisi
pengetahuan

Risiko
ketidakseimbangan Mual, muntah Inflamasi
Ansietas
cairan bakteri

Cedera sel
Defisit nutrisi
Risiko infeksi
Degranulasi sel
mast Terapi
restriktif

Pelepasan
Intoleransi aktivitas
mediator kimia

nosiseptor

Nyeri akut
1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan untuk
mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan tulang, maka
digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari berupa
superposisi. Permintaan x-ray harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksan ini didapatkan adanya garis patah pada tulang batang
humerus pada foto polos.
Hal yang harus dibaca pada x-ray harus meliputi 6 A yaitu:
1. Anatomi
2. Articular
3. Alignment
4. Angulation
5. Apeks
6. Apposition
Selain foto polos x-ray ada kemungkinan perlu teknik kusus seperti Computed
tomografi-scanning (CT-scan): menggambarkan potongan secara transfersal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

gambar 1.1 Hasil X-Ray fraktur antebranchii


b. Pemeriksaan laboratorium gambar 2.2 Hasil CT-Scan radius ulnaris

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena menunjukan bahwa
kegiatan osteoblast dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5) aspartate
amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang mungkin
mengindikasikan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme.
2) Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan terjadinya infeksi.
3) Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau sobel karena
trauma yang berlebihan.
4) Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan infeksi pada
tulang.
5) MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat oleh fraktur,
termasuk jaringan lunak, dan tulang.
1.9 Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur
radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga
umumnya membutuhkan terapi operatif. Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi
ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulna dapat diatasi secara
efektif dengan primary care provider. Fraktur distal radius umumnya terjadi pada
anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu: rekognisi, reduksi/reposisi,
terensi/ fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang
benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan
terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak
normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.
BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengumpulan data


Identitas klien : penderita umumnya anak-anak atau remaja. Namun tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada orang dewasa.
2.2 Keluhan utama
Kebanyakan kasus yang dijumpai dengan keluhan nyeri hebat.
2.3 Pola fungsi (Gordon)
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b. Pola nutrisi metabolic
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
- Baal atau kesemutan
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera (perdarahan,
perubahan warna)
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
- Nyeri pada luka operasi
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti keadaan
sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran
2.4 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum, bagaimana kondisi pasien apakah baik, cukup, atau lemah
menurut nilai Glasglow Coma Scale.
b. Tingkat Kesadaran, pasien fraktur tingkat kesadarannya compos metis, apatis,
strupor, somnolen, semi coma, atau bahkan coma, nyeri akut/kronik, nyeri
ringan, sedang atau berat
c. Tanda- tanda vital
1) Tekanan Darah, apakah pasien mengalami peningkatan tekanan darah atau
penurunan tekanan darah
2) Suhu Tubuh, pasien fraktur apakah mengalami peningkatan suhu
3) Frekuensi Pernapasan (Reapiratory Rate), mengalami peningkatan tidak
2.5 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ; prosedur operasi, trauma
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor biologis.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
2.5 Intervensi

No.
SDKI SLKI SIKI
dx
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan  Kaji nyeri klien
pencedera fisik : post keperawatan selama 3 x 24 (P,Q,R,S,T)
op jam, diharapkan nyeri pasien  Tingkatkan istirahat
dapat berkurang dengan Kaji lokasi dan
kriteria hasil : intensitas nyeri.
 Intensitas nyeri 0-2.  Pertahankan imobilisasi
 Ekspresi wajah rileks. bagian yang sakit.
 Tinggikan ekstremitas
yang fraktur.
 Anjurkan teknik
relaksasi nafas dalam.
 Kolaborasi dalam
memberikan terapi
analgetik.
2. Gangguan mobilitas Tujuan : setelah dilakukan  Identifikasi adanya
fisik b.d nyeri tindakan keperawatan selama keluhan nyeri atau
3x24 jam diharapkan keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik mengingkat  Identifikasi toleransi
Kriteria hasil : fisik melakukan
1) Nyeri cukup menurun pergerakan
2) Gerakan terbatas cukup  Libatkan keluarga
menurun untuk membantu
3) Pergerakan ekstremitas pasien dalam
meningkat meningkatkan
pergerakan
 Anjurkan mobilisasi
dini

3. Defisit nutrisi kurang Tujuan : setelah dilakukan  Monitor status nutrisi


dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan selama pasien
b.d anoreksia, mual, 2x24jam diharapkan  Monitor intake dan
muntah kebutuhan nutrisi terpenuhi output secara periode
tidak ada mual muntah  Lakukan perawatan
Kriteria hasil : mulut sebelum dan
1) Nafsu makan membaik sesudah pernafasan
2) Tidak mual muntah  Anjurkan makan
3) Berat badan ideal sesuai sedikit tapi sering
tinggi badan
4) Tidak terjadi penurunan
berat badan yang bararti

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan  Observasi TTV


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 terutama suhu
efek prosedur jam, diharapkan nyeri pasien  Jaga daerah luka tetap
invasiv : luka operasi. dapat berkurang dengan bersih dan kering.
kriteria hasil :Tidak ada  Tutup daerah yang
tanda-tanda infeksi ditandai luka dengan kasa
dengan: steril/balutan bersih.
- Suhu normal 36-37oC  Rawat luka dengan
- Tidak ada kemerahan, tidak teknik aseptik.
ada edema, luka bersih.  Kolaborasi dengan
medik untuk
pemberian antibiotik.
PENGKAJIAN
Prodi Ners FIK UNIPDU

Nama Mahasiswa : Dede Ri’ayatul Muamalah


NIM : 7421014
Tanggal Pengkajian : 12 Januari 2022
Ruangan : BIMA

I. BIODATA
Nama : Tn. F
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Alamat : Mojoagung, Jombang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal MRS : 10 Januari 2022
Diagnosa Medis : Post op crif fraktur union radius ulna
Nomor Register : 502059
Tgl. Pengkajian : 12 Januari 2022

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengeluh nyeri pada tangan kanan, muntah jika minum

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pada tanggal 29 November 2021 pasien terjatuh dikamar mandi sekola dan tangan
mengenai ujung anak tangga, saat itu pasien langsung dibawa ke sangkal puntung
untuk diobati namun tidak bisa. Keesokannya pasien dibawa ke puskemas cukir
namun puskesmas tidak menyanggupi dan menyarankan agar dibawa kerumah sakit.
Pada tanggal 10 Januari 2022 pasien datang ke UGD RSUD Jombang karena merasa
nyeri pada tangan kanannya, kemudian pasien dilakukan X-ray dan hasilnya
menunjukkan tulang radius dan ulna kanan pasien patah. Pasien diberi obat pereda
nyeri saat di UGD dan masuk ruang rawat inap BIMA kamar C7. Pada tanggal 11
Januari 2022 pasien dilakukan tindakan operasi.
IV. RIWAYAT PENYAKIT MASA LALU
Pasien mengatakan pernah dilakukan operasi sebelumnya karena kecelakaan. Pasien
tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keluarga tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit lainnya
VI. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Pola tidur/istirahat
- Sebelum masuk rumah sakit pasien tidur ±5 jam sehari pada malam hari.
Pasien sering bergadang.
- Setelah masuk rumah sakit pasien lebih banyak tertidur terutama pada
siang hari
2. Pola eliminasi
Eliminasi Uri :
- Sebelum masuk rumah sakit pasien BAK kurang lebih 4-5 kali sehari
dengan warna kuning jernih.
- Setelah masuk rumah sakit pasien BAK kurang lebih 1500cc perhari
dengan warna kuning jernih.
Eliminasi Alvi :
- Sebelum masuk rumah sakit pasien BAB 1 kali sehari setiap pagi. Feses
lembek dan bau khas.
- Setelah masuk rumah sakit pasien BAB 2 hari sekali. Feses lembek dan
bau khas.
3. Pola makan/minum
- Sebelum masuk rumah sakit pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk
dan sayur. Pasien minum ± 1000cc sehari, pasien mengatakan lebih
menyukai minuman berasa dibanding air mineral.
- Setelah masuk rumah sakit pasien memakan makanan yang dianjurkan
rumah sakit, habis sedikit dan muntah. Pasien hanya meminum air putih ±
1500 cc per hari.
4. Pola kebersihan diri
- Sebelum masuk rumah sakit pasien mandi 2 kali sehari, pasien keramas 1
kali sehari.
- Setelah masuk rumah sakit pasien diseka oleh keluarga.
5. Pola kegiatan/kebiasaan lain
- Sebelum masuk rumah sakit kegiatan pasien sehari-hari aktif
berorganisasi disekolah.
- Setelah masuk rumah sakit pasien bedrest total.
6. Pola hubungan peran (konsep diri)
Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan penyakitnya, pasien
mengatakan perannya sebagai pelajar kelas 2 SMA, pasien mengatakan
bahwa ia sebagai adik dari kakak pertama dan kakak untuk kedua adiknya.
7. Pola seksual
Pasien anak ke dua dari empat bersaudara. Satu kakak laki-laki dan dua adik
perempuan.
8. Pola penanggulangan stress
- Sebelum masuk rumah sakit saat pasien merasa banyak pikiran pasien
akan menyibukkan diri dengan berorganisasi atau berkumpul dengan
teman.
- Setelah masuk rumah sakit pasien hanya berbaring ditempat tidur dan
bermain handphone.
VII. DATA PSIKOSOSIAL
- Sebelum masuk rumah sakit pola komunikasi pasien baik, orang yang
dapat memberi rasa nyaman dan berharga bagi pasien yaitu ibunya, pasien
sangat dekat dengan adik yang paling kecil, hubungan pasien dengan
keluarga dan lingkungan sekitar baik.
- Setelah masuk rumah sakit pasien bedrest total, dan pasien mendapat
dukungan penuh untuk sembuh dari keluarga, saudara dan teman-
temannya.
VIII. DATA SPIRITUAL
- Pasien beragama islam, sebelum masuk rumah sakit pasien melaksanakan
ibadah sholat 5 waktu.
- Setelah masuk rumah sakit pasien bedrest total.
IX. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesadaran : composmentis
GCS : 15 (E : 4 V: 5 M: 6)
KU : cukup
B. Tanda-tanda Vital
TD : 120 / 90 mmHg
N : 88 x/menit
S : 36,6 C
RR : 20 x/menit
SPO2 : 96%
C. Pemeriksaan kepala dan leher
Rambut berminyak, tidak rontok dan tidak ada ketombe, tidak ada benjolan
pada kepala dan leher, tidak ada distensi vena jugularis, kepala simetris, tidak
ada nyeri tekan, terdapat jejas dipipi sebelah kiri (bekas luka operasi).
D. Mata
Tampak simetris kiri kanan, pupil isokor, reflek cahaya positif, mata bersih,
konjungtiva tidak anemis, tidak memakai alat bantu penglihatan, tidak ada
pembengkakan.
E. Thorak/dada
Inspeksi : Simetris, tidak ada edema
Palpasi : Tidak teraba adanya pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara napas tambahan
F. Abdomen
Tampak simetris, tidak teraba pembesaran yang abnormal, bising usus 12x
permenit, distended (-).
G. Kelamin dan daerah sekitarnya
Tidak terpasang dc (dower cateter) / kateter urin
H. Muskuloskeletal
Kekuatan otot 2 5

5 5
- Inspeksi : tangan dan kaki kiri cukup kuat dan tidak ada kesulitan untuk
digerakkan. Tangan kanan mampu melakukan gerakan 2 sendi namun
lemah dan terpasang elastic bandage.
- Palpasi : tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan ekstremitas kiri.
I. Neurologi
- KU : cukup
- Kesadaran : composmentis
- GCS : E4 V5 M6

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- X-ray : tulang radius ulna menyatu
- EKG normal
- Swab PCR : negatif
- Pemeriksaan laboratorium : cek darah lengkap
 Hemoglobin : 14.1 g/dL
 Leukosit : 10.330 μ l
 Eritrosit : 4.94 μ l
 Hematokrit : 41.4 %
 Trombosit : 380 μ l
 GDS : 104 mg/dl

XI. PENATALAKSANAAN/TERAPI
- Injeksi Ketorolac 3 x 30mg
- Injeksi Ranitidine 2x50mg
- Infus PZ 1500 cc
-
ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn. F Dx. Medis : post op crif
No. Register : 502059 Ruangan : BIMA

No Kelompok Data Kemungkinan Masalah


Penyebab
1. DS : pasien mengatakan nyeri Agen pencedera Nyeri akut
pada tangan kanan, muntah fisik : trauma (D.0077)

DO :
 Profokatif :
Luka Fraktur Radius Ulna
 Qualitas :
Nyeri terasa sedang di luka bekas
jahitan, terjadi kadang-kadang,
jika digerakkan atau disentuh.
 Region :
Rasa nyeri ditemukan di tangan
kanan bagian radius ulna.
 Skala seviritas :
Skala nyeri 4
 Timming :
Nyeri ditemukan setelah terjatuh
dari KM, tangan kanan terkena
lingiran dan mengalami fraktur.
12 Januari 2022 pagi. Terjadi
secara mendadak dan akut
 Px tampak meringis jika
tangan kanan dibuat gerak
 Tangan kanan terpasang
elastic bandage
 TD : 120/90 mmhg
 RR : 20x per menit
 SPO2 : 96%
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
BERDASARKAN PRIORITAS

Nama Pasien : Tn. F Dx. Medis : post op crif


No. Register : 502059 Ruangan : BIMA
NO DIAGNOSA TANGGAL TTD
KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
1. Nyeri akut b.d Agen 12 Januari
pencedera fisik (trauma) d.d 2022
mengeluh nyeri dan bersikap
protektif (posisi menghindari
nyeri)
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. F Dx. Medis : post op crif


No. Register : 502059 Ruangan : BIMA
NO Dx Kep SLKI SIKI
1. Nyeri akut b.d Agen Luaran Utama Intervensi utama
pencedera fisik (trauma) d.d Setelah dilakukan intervensi - Manajemen nyeri
mengeluh nyeri dan bersikap keperawatan selama 2x24 jam nyeri Tindakan :
protektif (posisi akut menurun dengan kriteria hasil : 1. Observasi
1. Tingkat nyeri a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menghindari nyeri)
a. Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas, dan
b. Meringis menurun intensitas nyeri
c. sikap protektif menurun b. Identifikasi skala nyeri
d. muntah menurun c. Identifikasi respon nyeri non
verbal
d. identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
2. Terapeutik
a. Berikan terapi non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a. jelaskan penyebab dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
CATATAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. F Dx. Medis : post op crif


No. Register : 502059 Ruangan : BIMA
TGL/JAM NO.DX TINDAKAN RESPON PASIEN TTD
KEPERAWATAN
11-101- 1 - mengidentifikasi lokasi, - Tangan kanan, nyeri bila
karakteristik, durasi,
2022 digerakkan
frekuensi, kualitas, dan
19.00 intensitas nyeri
- mengidentifikasi skala - Skala nyeri 4
nyeri
- mengidentifikasi respon - Wajah meringis
nyeri non verbal
- mengidentifikasi faktor
- Nyeri bila tangan kanan
yang memperberat dan digerakkan
memperingan nyeri
- Berikan terapi non - Terapi musik : Pasien
farmakologis untuk mengatakan masih merasakan
mengurangi nyeri nyeri
- Kontrol lingkungan yang - Mengganjal tangan yang nyeri
memperberat nyeri dengan bantal, pasien merasa
- Fasilitasi istirahat dan lebih nyaman
tidur
- jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri - Terapi musik
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
12-01-2022 1 - mengidentifikasi lokasi, - Tangan kanan, nyeri bila
karakteristik, durasi,
10:00 digerakkan
frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
- mengidentifikasi skala - Skala nyeri 2
nyeri
- mengidentifikasi respon
nyeri non verbal - Wajah meringis
- mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri - Nyeri bila tangan kanan
- Berikan terapi non digerakkan
farmakologis untuk - Terapi musik : Pasien
mengurangi nyeri mengatakan saat mendengarkan
- Kontrol lingkungan yang
musik rasa nyeri teralihkan dan
pasien akan tertidur
memperberat nyeri
- Mengganjal tangan yang nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
dengan bantal, pasien merasa
tidur
lebih nyaman
- jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik
- Terapi musik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn. F Dx. Medis : post op crif
No. Register : 502059 Ruangan : BIMA
TANGGAL JAM NO.DX CATATAN PERKEMBANGAN TTD
11 - 01 - 2022 19.00 1 S : pasien mengatakan tangan kanan
nyeri bila digerakkan
O: KU : cukup
Skala nyeri : 4 (10)
TD : 120/90 mmhg
RR : 20x per menit
SPO2 : 96%
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Intervensi nyeri akut dilanjutkan :
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respon nyeri nonverbal
- Memberikan terapi non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri

30-12-2021 11:00 1 S : pasien mengatakan tangan kanan


nyeri bila digerakkan
O: KU : cukup
Skala nyeri 3 (10)
TD : 118/85 mmhg
RR : 20x per menit
SPO2 : 96%
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : pasien pulang. Intervensi nyeri akut
dilanjutkan dirumah :
- Ajarkan keluarga dan pasien identifikasi
skala nyeri
- Ajarkan keluarga dan pasien identifikasi
respon nyeri nonverbal
- Ajarkan keluarga dan pasien terapi non
farmakologis untuk mengurangi nyeri
- Ajarkan keluarga dan pasien mengontrol
lingkungan yang memperberat dan
memperingan nyeri

Anda mungkin juga menyukai