Anda di halaman 1dari 30

1.

1 Anatomi Dan fisiologi


Lengan atas tersusun dari tulang lengan atas, tulang lengan
bawah, dan tulang tangan (Sloane 2012). Fungsi tulang adalah
sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh,untuk memberikan suatu sistem pengungkit, yang
digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut,
sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium dan elemen- elemen
lain, untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan
trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu. (Watson, 2012).
1. Tulang - tulang lengan bawah

Adalah ulna sisi lateral (sisi ibu jari) yang di hubungkan dengan
suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.

a. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma
yang terletak sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari
kelingking arah ke siku mempunyai taju yang disebut prosesus
olekrani, gunanya ialah tempat melekatnya otot dan menjaga
agar siku tidak membengkok kebelakang. Terdapat dua
ekstremitas.

1
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris,
persendian dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat
benjolan yang disebut olekranon.Pada tepi distal dari insisura
semilunaris ulna terdapat prosesus koroideus ulna, bagian distal
terdapat tuberositas ulna tempat melekatnya M. brakialis, bagian
lateral terdapat insisura radialis ulna yang berhubungan dengan
karpi ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai
prosessus stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat
melekatnya tendo M. ekstensor karpi ulnaris yaitu sulkus M.
ekstensor karpi ulnaris.
b. Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar
dengan ibu jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran
sendinya berbentuk bundar yang memungkinkan lengan bawah
dapat berputar atau telungkup.Terdapat dua ujung (ekstremitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput radii
yang terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian
dengan humeri.Sirkumferensia artikularis yang merupakan
lingkaran yang menjadi tepi kapitulum radii dipisahkan dengan
insisura radialis ulna.Kapitulum radii dipisahkan oleh kolumna
radii dari korpus radii, bagian medial kolumna radii terdapat
tuberositas radii tempat melekatnya M. biseps brakhii.Korpus
radii berbentuk prisma mempunyai tiga permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata daripada
bagian dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ekstensor karpi
radialis.Di sebelah lateral sulkus
M. ekstensor kommunis dan diatara kedua sulkus ini terdapat
sulkus M. ekstensor polisis longus.Sebelah lateralis ekstremitas
lateralis radii terdapat tonjolan yang disebut prosesus stiloideus

2
radii, bagian medial ditemukan insisura ulnaris radii untuk
persendian dengan kapitulum.

1.2 Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2010). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2010).

Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung


sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini
dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan akan
menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita,
Heryati & Attamimi,2012).

1.3 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera,
penganiayaan; terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki
riwayat fraktur saat yang tidak meyakinkan; atau diakibatkan oleh
beberapa fraktur ringan karena kelemahan tulang, osteoporosis,
individu yang mengalami tumor tulang bagian antebrachii, infeksi
atau penyakit lainnya, hal ini dinamakan fraktur patologis; atau bisa
juga diakibatkan oleh fraktur stress yaitu terjadi pada tulang yang
normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau
berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena kekuatan otot
meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu mampu
melakukan aktifitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun
mungkin tulang tidak mampu menunjang peningkatan tekanan
(Corwin, 2009).

3
Etiologi patah tulang menurut (Suratun, 2012) adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan
kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan
tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda
paksa, misalnya: benturan atau pukulan pada tulang yang
mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan
ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan,
suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah
rapuh.Selain itu fraktur juga disebabkan olehkarena metastase
dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan
otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang
menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara prier terjadi kerena adanya proses
pelemahan tulang alkibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteporosi

4
1.4 Manefestasi klinik

Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2010):
A. Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum
diimobilisasi. Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut
patah, otot akan mengalami spasme.
B. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di
bawah fraktur.
C. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur,
fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya
sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator.
D. Hilangnya fungsi radius-ulna
E. Deformitas
F. Krepitasi
Pada anamnesis selalu ditemukannya deformitas pada daerah
sekitar radius- ulna pada tangan klien(helmi,2013).
a. Look: pada fase awal trauma, klien akan meringis
kesakitan. Terlihat adanya deformitas pada lengan bawah
klien. Apabila didapatkan nyeri dan deformitas pada lengan
bawah maka perlu dikaji adanya perubahan nadi, perfusi
yang tidak baik(akral dingin pada lesi), dan CRT >3 detik
dimana hal ini merupakan tanda-tanda peringatan tentang
terjadinya kompartemen sindrom. Sering didapatkan kasus
fraktur radius-ulna dengan komplikasi lebih lanjut.
b. Feel: adanya keluhan nyeri misal skala 6, nyeri tekan dan
krepitasi, sensasi masih terasa di area distal.

5
c. Move:gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi
terbatas .

1.5 klasifikasi

Klasifikasi fraktur antebrachii :

4. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan


ulna

G
a
m
b
a
r

F
r
a
k
t
u
r

R
a
d 6
i
u
s
-
U
l
n
a

5. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada


tulang ulna

6. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang


disertai dengan dislokasi sendi Radioulna proksimal.

7
7. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

8. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan


dislokasi sendi radioulna distal

1.6 patofisiologi
Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam
keadaan outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan
bawah dalam posisi supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma
langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran lengan bawah kea rah
dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched.
Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah)
biasanya terjadi pada anak-anak usia 10 tahun (5-13 tahun) .Baik
radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada setiap
ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang
patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan
kerusakan pada beberapa bagian.Kerusakan pada periosteum dan
sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang
terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar akibat
8
fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran
darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak
ini sampai padpat terjadia pembuluh darah yang sempit dimana
diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka
akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan
perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri
yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan
kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum
tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah
tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai
dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Medianus. Jika
kerusakan terjadi pada otot sbb:
1. M. Pronator Teres : mengakibatkan ketidakmampuanpronasi lengan
bawah.
2. M. fleksus kapi radialis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
dan abduksi pergelangan tangan.
3. M. Palmaris longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
pergelangan tangan.
4. M. fleksor digitorum superfisialis: mengakibatkan
ketidakmampuan fleksi dua falang proksimal dan pergelangan
tangan.
5. M. fleksor polisis longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
semua sendi jempol.
6. M. pronator kuadratus : mengakibatkan ketidakmampuan pronator
lengan bawah.
7. M. abductor polisisi brevis: mengakibatkan ketidakmampuan
abduksi jempol.
8. M. oponens polisis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi falang
proksimal jempol.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Ulnaris. Jika
kerusakan terjadi pada otot

9
1. M.Fleksor karpi ulnaris: mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan
adfuksi pergelangan tangan.
2. M. abductor polisis : mengakibatkan ketidakmampuan adduksi
jempol.
3. M. abductor digiti minimi : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
falang proksimal jempol.
4. M.oponenes digiti minimi: mengakibatkan ketidakmampuan oposisi
terhadap kelingking.

10
1.7 pathway

11
1.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray)
digunakan untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan
dan kedudukan tulang, maka digunakan kedudukan 2 proyeksi
yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari berupa
superposisi. Permintaan x-ray harus didasari pada adanya
permintaan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksan ini
didapatkan adanya garis patah pada tulang batang humerus pada
foto polos.
Hal yang harus dibaca pada x-ray harus meliputi 6 A yaitu:
1. Anatomi
2. Articular
3. Alignment
4. Angulation
5. Apeks
6. Apposition
Selain foto polos x-ray ada kemungkinan perlu teknik kusus
seperti Computed tomografi-scanning (CT-scan) :
menggambarkan potongan secara transfersal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Hasil X-Ray Fraktur Antebranchii

12
2. Pemeriksaan laboraturium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena
menunjukan bahwa kegiatan osteoblast dalam membentuk
tulang.
c. Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase
(LDH-5) aspartate amino transferase (AST), aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tualang.
3. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas
yang mungkin mengindikasikan terjadinya infeksi oleh
mikroorganisme.
b. Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan oleh
dugaan terjadinya infeksi.
c. Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak
atau sobel karena trauma yang berlebihan.
d. Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan
infeksi pada tulang.
e. MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan
akibat oleh fraktur, termasuk jaringan lunak, dan tulang.

1.9 Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering
terjadi.Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan
posisi dan tidak stabil sehingga umumnya membutuhkan terapi
operatif.Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstra
artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulnadapat
diatasi secara efektif dengan primary care provider.Fraktur distal
radius umumnya terjadi pada anak- anak dan remaja, serta mudah

13
sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
2. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan
berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam
penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat
dipersiapkan lebih sempurna.
3. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan
fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan
atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
4. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan
mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut
selama penyembuhan.
5. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang
menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.

1. Mitra : Membangun hubungan dengan klien, serupa dengan


teman.memenuhi kebutuhan klien untuk memperoleh
informasi tentang kondisi, pembedahan, dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga pasien dapat berbagi rasa takut
dan memberi kepercayaan pada perawat
2. Pembimbing : Perawat berperan sebagai instruktur selama fase
awal remobilisasi dan rehabilitasi klien

14
3. Peningkat rasa nyaman dengan cara pemeliharaan asupan
cairan dan diet yang sesuai, pemeliharaan standar hygiene
personal dan berpakaian.
4. Manajer Resiko : perawat mencegah terjadinya komplikasi
tersering pada fraktur radius ulna yaitu emboli lemak ataupun
sindrom kompartemen
5. Teknisi : Perawat melakukan strategi yang digunakan untuk
menstabilkan fraktur radius ulna yang meliputi pemasangan
dan asuhan gips dan alat bantu, pemasangan dan
penatalaksanaan traksi.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam
beberapa tahap sebagai berikut:
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan
jaringan lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi
jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan
hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai
putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan
darah di sekitar fraktur.Pada ujung tulang yang patah terjadi
ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang
mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol
adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah
fraktur.Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi
oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal
maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan
endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen.
Prosesdari periosteum dan kanalis medularis dari masing-
masing fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses

15
terus berlangsung kedalam dan keluar daritulang tersebut
sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain.
Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau
kartilago, yang mungkinbanyak sekali, walaupun adanya
kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.Pada
fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-
sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri
dari kolagen dan polisakarida,yang segera bersatu dengan
garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau
young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada
akhir stadium terdapat dua macam callus yaitu didalam disebut
internal callus dan diluar disebut external callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih
lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang
lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela).
Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah
lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi
primary callus.Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga
sudah tampak jaringan yang radioopaque.Fase ini terjadi
sesudah 4 (empat) minggu, namun pada umur-umur lebih
mudah lebih cepat.Secara berangsur-angsur primary bone
callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang
sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan
kalsium yang banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik,
serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang.Apabila

16
union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada
umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar
maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal
medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik
mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya,
maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap
kembali dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk
tulang yang sesuai dengan aslinya.
Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau
Callotaxis adalah suatu istilah yang sama dalam program
pemanjangan tulang. Ilizarov dikembangkan pertama kali oleh
seorang dari Siberia Rusia yang bernama Gabriel Abramovich
Ilizarov. Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang
berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran tulang
dan untuk membantu dalam proses pemanjangan tulang.

Gambar Callotaxis

Idikasi pemasangan ilizarov


1. Menyamakan panjang lengan atau tungkai yang tidak sama.
2. Menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang yang hilang
akibat patah tulang terbuka yang hilang.
3. Membuang tulang yang infeksi dan diisi dengan cara
menumbuhkan tulang yang sehat.
4. Menambah tinggi badan.
Kontra indikasi pemasangan ilizarov :
1. Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut
yang lebih baik bila dipasang single planar fiksator.

17
2. Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF.
3. Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and screw nail
wire).

1.10 Komplikasi
Komplikasi fraktur radius ulna diklasifikasikan sebagai
komplikasi cepat (saat cedera), awal (dalam beberapa jam atau
hari), dan lambat (dalam beberapa minggu atau bulan).
6. Komplikasi Cepat Fraktur Radius Ulna, meliputi:
a) Perdarahan, kehilangan darah dari tulang yang
mengalami fraktur, termasuk juga kehilangan darah
dari kerusakan pada jaringan sekitar tulang yang
mengalami fraktur.
b) Kerusakan arteri saraf brachialis yang terletak di dekat radius
ulna.

7. Komplikasi Awal Radius Ulna, meliputi:


a) Emboli lemak yang terjadi terutama pada bagian yang
mengalami fraktur radius ulna
b) Masalah imobilisasi lokal (misalnya ulkus dekubitus,
trombosis vena profunda, infeksi dada).
c) Sindrom kompartemen.

8. Komplikasi Lambat, meliputi:

a) Deformitas.
b) Osteoarthritis sekunder (sendi).
c) Nekrosis asepsis dan atau avaskular dapat terjadi
terutama setela fraktur pada tulang seperti radius ulna
Terjadi akibat gangguan suplai darah ke tulang tersebut
setelah fraktur (Brooker, 2011).

18
2. Konsep Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian.
 Pre Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
b. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
- Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan
perubahan warna kulit di sekitar luka, edema.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kesemutan, baal
- Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang
beraktivitas
- Tidak kuat menahan beban berat
- Keterbatasan mobilisasi
- Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi
pada daerah distal injury, lambatnya kapiler refill
tim
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri pada daerah fraktur
- Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
- Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi

19
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Konstipasi karena imobilisasi
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat
beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak ditolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti
biasanya
 Post Operasi
- Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
a. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
b. Pola eliminasi
c. Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
- Baal atau kesemutan
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada
sisi cedera
- Perdarahan, perubahan warna
d. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
- Sering terbangun karena kesakitan
e. Pola persepsi kognitif
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
- Nyeri pada luka operasi
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna

20
f. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya Karena tidak dapat
beraktivitas seperti keadaan sebelumnya
g. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti

2) Diagnosa Keperawatan
 Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(fraktur)
b. Cemas berhubungan dengan proses operasi
 Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan post pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan post pembedahan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.

21
22
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. 1.Nyeri akut b.d a NOC 1.Lakukan 1. untuk
berhubungan pengkajian nyeri mengetahui nyeri
 Pain Level,
dengan agen cidera  Pain Control secara secara universal.
fisik (fraktur)  Comfort Level komprehensif
Kriteria hasil: 2. agar klien tidak
 Mampu termasuk lokasi,
ketergantungan
mengontrol karakteristik,
dengan obat.
nyeri ( tahu durasi, Frekuensi,
penyebab kualitas dan faktor 3. untuk

nyeri, presipitasi. memberikan

mampu terapi selanjutnya.


2. ajarkan tentang
menggunaka
teknik non
n tehnik
farmakologi
nonfarmakol
ogi untuk 3. kolaborasikan

mengurangi dengan dokter jika

nyeri, ada keluhan dan

mencari tindakan nyeri

bantuan) tidak berhasil


 Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunaka
n manajemen
nyeri.
 Mampu
mengenali
nyeri ( skala,
Intensitas,

23
Frekuensi
dan tanda
Nyeri).
 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang.
2. NOC NIC Agar cemas klien
Cemas b.d
berhubungan terdeteksi
dengan proses  Anxiety self- 1. Gunakan
operasi control pendekatan
yang
 Anxiety level
menenangk
 Coping an.

Kriteria Hasil: 2. Identifikasi

 Klien tingkat

mampu kecemasan

mengidentifi 3. Jelaskan
kasi dan semua
mengungkap prosedur
kan gejala dan apa
cemas yang

 Vital sign dirasakan

dalam batas selam

normal prosedur

4. Intruksikan
klien tehnik
relaksasi
3. Nyeri akut b.d npost NOC 1.Lakukan 1. untuk
pembedahan. pengkajian nyeri mengetahui nyeri
 Pain Level,
 Pain Control secara secara universal.

24
 Comfort Level komprehensif 2. agar klien tidak
Kriteria hasil:
termasuk lokasi, ketergantungan
 Mampu
karakteristik, dengan obat.
mengontrol
durasi, Frekuensi,
nyeri ( tahu 3. untuk
kualitas dan faktor
penyebab memberikan
presipitasi.
nyeri, terapi selanjutnya.
mampu 2. ajarkan tentang
menggunaka teknik non
n tehnik farmakologi
nonfarmakol
3. kolaborasikan
ogi untuk
dengan dokter jika
mengurangi
ada keluhan dan
nyeri,
tindakan nyeri
mencari
tidak berhasil
bantuan)
 Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunaka
n manajemen
nyeri.
 Mampu
mengenali
nyeri ( skala,
Intensitas,
Frekuensi
dan tanda
Nyeri).
Menyatakan rasa
nyaman setelah

25
nyeri berkurang.
3. Kerusakan integritas NOC NIC 1. Mengetah
kulit b.d trauma ui tanda-tanda
 Tissue 1. Monitor
jaringan post infeksi
integrity: kulit akan 2. Agar tidak
pembedahan skin and adanya infeksi
mucous. kemerahan 3. Menguran
 Membranes 2. Jaga gi resiko infeksi
 Hemodyalis
kebersihan
akses
kulit agar
Kriteria Hasil:
 Perfusi tetap bersih
jaringan dan kering.
3. Monitor
normal
 Integritas tanda tanda
kulit yang gejala
baik bisa infeksi pada
dipertahanka area insisi
n (sensasi, dan fraktur
elastisitas, terbuka.
temperature,
hidrasi,
pigmentasi)
tidak ada
luka/lesi
pada kulit.
4. NOC NIC 1,2,3,4.
Resiko tinggi
infeksi berhubungan Mengurangi
dengan luka operasi.  Immune 1.Cuci tangan
resiko infeksi
Status. setiap sebelum dan
 Knowladge :
sesudah Tindakan
Infection
keperawatan.
control.
 Risk Control. 2. monitor tanda
Kriteria Hasil:
dan gejala infeksi

26
 Klien bebas sistemik dan lokal.
dari tanda
3.Berikan terapi
dan gejala
antibiotik bila perlu
infeksi.
 Mendeskripsi infection (proteksi
kan proses terhadap infeksi).

penularan 4. inspeksi kulit


penyakit dan membran
factor yang mukosa terhadap
mempenngar kemerahan, panas,
uhi drainase,.
penularan
serta
penatalaksan
aannya.
 Jumlah
leukosit
dalam batas
normal.

Implementasi
Melakukan tindakan yang sudah di intervensikan

Evaluasi
Evaluasi tindakan implementasi

27
Daftar Pustaka

Brokker, 2011 Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive


Outcomes.2004

Brunner and Suddarth , 2010. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta.

Carwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, A. dkk . 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta:


Media Aesculopius

28
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis :
Definition and Classification 2011-2012. NANDA International.
Philadelphia.

Smeltze. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.

Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo

Watson. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta :

29
30

Anda mungkin juga menyukai