Anda di halaman 1dari 147

1

MODUL

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

KOORDINATOR MK
RIDA’ MILLATI, S.KEP, NS

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN
2

TAHUN AKADEMIK 2015-2016


DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. KONSEP DASAR KOMUNIKASI………………………..


BAB II. KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK…………………
BAB III. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA SETIAP TAHAP
PROSES KEPERAWATAN………………………………
BAB IV. KOMUNIKASI PADA KLIEN BERDASARKAN
TINGKAT USIA ………………………………………..
BAB V. KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN
KEBUTUHAN KHUSUS ………………………………..
BAB VI. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN FISIK DAN GANGGUAN JIWA……… ..
BAB VII. TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF KOLABORASI/
KONSULTASI DENGAN TENAGA KESEHATAN
LAIN …………………………………………………
BAB VIII. PENDIDIKAN KESEHATAN & PROMOSI
KESEHATAN ………………………………………….
BAB IX. PEMBERDAYAAN KLIEN DAN UPAYA-UPAYA
KESEHATAN …………………………………………..
BAB X. PENYULUHAN KESEHATAN PADA KLIEN,
KELUARGA, KELOMPOK, MASYARAKAT ………
BAB XI. SOP KOMUNIKASI KEPERAWATAN…………………
A. Latihan sikap dan teknik komunikasi terapeutik ……….
1. Sikap kehadiran fisik dan psikologis …………………
2. Teknik Komunikasi terapeutik ……………….
B. Latihan Penerapan / implementasi SP kom sesuai
tahapan komunikasi terapeutik …………………………..
a. Komunikasi Terapeutik Fase Pra orientasi …………
b. Komunikasi Terapeutik Fase Orientasi ………………
c. Komunikasi Terapeutik Fase Kerja ………………….
d. Komunikasi Terapeutik Fase Terminasi …………
C. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi pada
setiap tahap proses keperawatan: ……………………….
a. Komunikasi Terapeutik Proses Pengkajian ………….
b. Komunikasi Terapeutik Proses Diagnosa ………….
c. Komunikasi Terapeutik Proses Perencanaan ……….
d. Komunikasi Terapeutik Proses Implementasi ……….
e. Komunikasi Terapeutik Proses Evaluasi …………….
D. Latihan menggunakan teknik-komunikasi pada berbagai
3

tingkatan usia ……………………………………………..


a. Teknik komunikasi Klien bayi dan anak ………….
b. Teknik komunikasi Klien remaja Klien dewasa …..
c. Teknik komunikasi Klien lansia …………………….
E. Komunikasi Terapeutik pada klien gangguan fisik ……
F. Komunikasi Terapeutik pada klien ganggguan jiwa …..
G. Penyuluhan kesehatan pada individu ……………………
H. Penyuluhan kesehatan keluarga …………………………
I. Penyuluhan kesehatan kelompok khusus ………………
J. Komunikasi efektif kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain …………………………………………..
a. Komunikasi efektif melalui telepon …………………
b. Komunikasi efektif saat serah terima klien ……….
c. Komunikasi efektif bedside report …………………..

BAB I
KONSEP DASAR KOMUNIKASI

A. Pengertian Komunikasi
Perry & Potter (1999) menyampaikan Komunikasi adalah elemen
dasar dari interakci manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dau meningkatkan kontak dengan orang lain.
Karena komunikasi di llakukan oleh seseorang setiap hari, orang seringkali
4

salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun


sebenarnya komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan tingkah
laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang
lain dan dengan lingkungan sekitaraya. Hal itu merupakan peris-tiwayang
terús beriangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Selanjutnya Perry & Potter menyampaikan bahwa komunikasi adalah
proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal dari
informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya padá isi tetapi juga padá
perasaan dan emosi di mana individu menyampaikan hubungan. Kebisuan
iuga merapakar. sebuali makna komunikasi. Misalnya seorang perawat yang
menyimak késedihan seorang suami yang ditinggal máti istrinya. Komunikasi
menyampaikan informasi, dan merupakan suatu aksi saling berbagi.
Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk
menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
Keperawatan didasarkan padá penetapan hubungan merawat dan
membantu. Hubungan ini adalah dasar dari interaksi yang membuat klien
dan tim perawatan kesehatan berupaya menemukan pemahaman atas
kebutuhan klien. Dalam metodě kolaborasi, klien, perawat dan anggota lain
dari tim kesehatan mengidontifikasí persetujuan bersama untuk mencapai
keberhasilan. Komunikasi me-macu perubahan. Perawat mendengar, bicara
dan bertin-dak untuk menegosiasikan perubahan untuk meningkatkan
kesehatan klien kembali ke tingkat sehat.
Ada beberapa pengertian menganai komunikasi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli.
1. Edward Depari: “Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,
harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambing-lambang
tertentu, mengandung arti, dilakuka oleh penyampai pesan ditujukan
kepada penerima pesan.”
2. James A.F Stoner: “ Komunikasi adalah proses dimana seseorang
berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.”
3. John R. Schemerhom: “Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses
antara pribadi dalam mengirim dan menerima symbol-simbol yang
berarti bagi kepentingan mereka”
4. Dr. Phil Astrid Susanto: “Komunikasi adalah proses pengoperan
lambing-lambang yang mengandung arti”
5. Human relation of Work, Keith Davis: “Komunikasi adala proses
lewatnya informasi dan pengertian seseorang kepada orang lain”.
6. Oxford Dictionary 1956: “Komunikasi adalah pengiriman atau tukar
menukar informasi,, idea tau sebagainya”.
7. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA: “Komunikasi mencakup ekspresi
wajah, sika dan gerak-gerik suara, kata-kata, tertulis percetakan, kereta
api, telegram, telepon dan alain lain.
5

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian


komunikasi adalah penyampaian informasi dari sesesorang ke orang lain
dengan menyertakan kode atau lambang atau symbol melalui proses.

B. Tujuan komunikasi
Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan antara lain:
1. Agar isi pesan dapat dimengerti.
2. Memahami orang lain.
3. Gagasan dapat diterima orang lain.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.
Mudjito dalam Dalami dkk (2009) menyebutkan fungsi komunikasi adalah
antara lain:
1. Komunikasi merupakan alat suatu organisasi sehingga seluruh kegiatan
organisasi itu dapat mencapai tujuan tertentu
2. Komunikasi merupkan alat utuk mengubah perilaku organisasi.
3. Komunikasi addalah alat agar informasi dapa disampaiakn kepada
seluruh anggota organisasi.
Berdasarkan fungsi komunikasi itu, maka komunikasi memegng peranan
penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan.

C. Model Komunikasi
Menurut Anas Tamsuri (2006:3) model komunikasi yang
menggambarkan proses antara lain:
1. Model Komunikasi Satu Arah
Model ini adalah model yang hanya melibatkan tiga unsure dasar
dalam komunikasi, yakni pengirim (komunikator) pesan, dan penerima
pesan (komunikan). Contohnya adalah pengumuman, pidato, dll.

Komunikator Pesan Komunikan

2. Model Komunikasi Dua Arah


Model komunikasi ini dikembangkan oleh David Berlo (1960).

Komunikator Pesan Komunikan


Umpan Balik

Unsur-unsur yang terlibat pada model in meliputi: sumber/ pengirim,


pesan, saluran, penerima dan umpan balik (feedback). Komunikasi juga
melibatkan unsur internal individu, seperti: Pengetahuan; Perasaan;
Persepsi , serta; Pengalaman sebelumnya.Kondisi ini memungkinkan
komunikator mengatur proses penyampaian pesan (encoding) sehingga
pesan dapat dipahami penerima. Aspek Pengetahuan; Perasaan;
Persepsi, serta; Pengalaman ini memungkinkan komunikan memahami
6

pesan yang diterima (decoding). Selanjutnya,umpan balik dari komunikan


dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya perubahan, sebagian atau
seluruh isi pesan hilang atau pesan diterima secara berlebihan akibat
factor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri.
Factor- factor dari luar proses komunikasi yang mempengaruhi kualitas
hubungan komunikasi yang sedang dibentuk disebut bias komunikasi.

3. Model Komunikasi Heliks

Model komunikasi ini menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan


manusia dapat dilakukan secara terus menerus dan bersifat dinamis,
sehingga komunikasi yang terbentuk antara satu manusia dan manusia
yang lain dapat berkembang, baik dalam tema maupun konteks yang
terjadi

4. Model Komunikasi Ellis & Mc Clintok (1990)

pesan tambahan nonintensional

pesan simultan (tidak lansung)

A Pesan langsung B

Pesan tidak pesan tidak


Diterima B diterima A
Pesan yang tersedia
Di luar sistem

Berdasarkan model komunikasi Ellis & McClintok, komunikasi tidak hanya


melibatkan unsure penyampaian pesan (direct message) tetapi juga ada
pesan tambahan yang menyertai suatu proses komunikasi. Pada proses
pertukaran pesan dalam komunikasi, tidak selamanya pesan diterima secara
utuh oleh penerima. Sebagian penerima hanya menangkap sebagian pesan
dan bahkan beberapa pesan mungkin hanya ditangkap ketika telah diluar
interaksi.
7

D. Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan komunikasi non
verbal (Potter dan Perry dalam Christina, dkk., 2003):
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal mempunyai karateristik jelas dan
ringkas.Perbendaharaan kata mudah dimengerti, mempunyai arti
denotative dan konotatif, intonasi mampu mempengaruhi isi pesan,
kecepatan bicara yang memiliki tempo dan jeda yang tepat, serta
disertai unsur humor.
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek, dan
langsung.Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil
kemungkinan terjadi kerancuan.Kejelasan dapat dicapai dengan
bicara secara lambat dan mengucapkannya dengan
jelas.Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah
dipahami.Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana,
kapan, siapa, dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata
yang mengekspresikan ide secara sederhana.

b. Perbendaharaan kata
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang
digunakan dalam keperawatan, kebidanan, kedokteran, dan jika
digunakan oleh perawat, bidan, dan dokter klien menjadi bingung
dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting.Ucapan pesan dengan istilah yang dimengerti oleh klien.

c. Arti denotative dan konotatif


Dalam berkomunikasi dengan klien dan keluarganya, perawat
harus mampu memilih kata-kata yang tidak banyak
disalahtafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan
terapi, terapi dan kondisi klien. Arti denotif memberikan
pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan
arti konotatif merupakan pikiran, perasaan, atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata “serius” dipahami oleh klien sebagai suatu
kondisi kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata “krisis”
untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian.

d. Intonasi
Suara komunikator mampu mempengaruhi pesan.Nada suara
pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan
8

yang dikirimkan karena emosi seseorangdapat secara langsung


mempengaruhi nada suaranya.Perawat harus menyadari emosinya
ketika sedang berinteraksi dengan klien karena maksud untuk
menyampaikan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat
terhalang intonasi nada suara perawat.

e. Kecepatan berbicara
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan bicara
dan tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan
cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selain perlu digunakan untuk
menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar
untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat digunakan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya. Menyimak isyarat non verbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan ketidakmengertian.
Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia
berbicara terlalu lambatt atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

f. Humor
Humor meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan
dukungan emosional terhadap klien. Dugan (1988) menyampaikan
bahwa tertaa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh stress sehingga meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa
humor merangsang produksi katekoalamin dan hormone yang
menimbulkan rassa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan, dan jangan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

2. Komunikasi non verbal


Komunikasi non verbal mempunyai dampak yang lebih besar daripada
komunikasi verbal. Stuart dan Sudeen dalam Suryani (2006) mengatakan
baha sekitar 7% pemahaman dapat ditimbulkan karena kata-kata, sekitar
30% karena bahasa paralinguistic dan 55% karena bahasa tubuh.
Komunikasi non verbal dapat disampaikan melalui beberapa cara, yaitu
penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, dan
sentuhan.
9

a. Penampilan fisik
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan keperawatan yang diterima.Penampilan merupakan salah
satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal.Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai empat
menit pertama.84% dari kesan terhadap seseorang didasarkan pada
penampilannya. Bentuk fisik, cara berpakaian, dan berhias
menunjukkan kepribadian, status social, pekerjaan, agama, budaya,
dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya
dapat menimbulkan citra diri dan professional yang positif.

b. Sikap tubuh dan cara berjalan


Sikap tubuh dan cara berjalan mencerminkan konsep diri, alam
perasaan (mood), dan kesehatan. Perawat dapat menyimpulkan
informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan
langkah klien.Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa
sakit, obat atau fraktur.

c. Ekspresi wajah
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif.Hasil penelitian
menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah, yaitu terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan
sedih.Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpersonal.Kontak mata juga sangat penting
dalam komunikasi interpersonal.Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat
dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang
baik.Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang
berbicara dengan klien.Oleh karena itu, ketika berbicara, perawat
sebaiknya duduk sehingga tidak tampak dominan jika kontak mata
dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

d. Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui
sentuhan. Sentuhan merupakan bagian penting dalam hubungan
perawat-klien, namun harus memperhatikan norma social. Ketika
memberikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti
ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, ataumembantu
berpakaian.Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung pada perawat untuk melakukan kontak interpersonal
sehingga sulit untuk menghindari sentuhan.
10

Gambar 4.2. Sentuhan pada klien menunjukan penerimaan Perhatian dan


empati

Bradley dan Edinburg (1982), Wilson dan Kneisl (1992) menyatakan


bahwa perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat
dimengerti dan diterima oleh klien sehingga harus dilakukan dengan
kepekaan dan hati-hati.

Hubungan antara Komunikasi verbal dan non-verbal


Hubungan Contoh
Pengulangan –syarat verbal dan non Ketika seorang ibu mendiskripsikan
verbal dengan mengatakan hal yang betapa tinggi anak laki-lakinya, ia juga
sama tapi dengan cara yang berbeda mengangkat tangannya setinggi
perkiraan tinggi anaknya

Kontradiksi –isyarat verbal dan non Perawat memberitahu klien bahwa


verbal menyampaikan pesan yang pengambilan specimen darah “tidak akan
berbeda sakit sama sekali” tetapi senyum sinisnya
dapat mengirimkan pesan yang berbeda

Komplementasi –pesan non verbal Klien berkata bahwa ia takut untuk


ditambahkan ke pesan verbal dimasukkan ke rumah sakit dan ekspresi
wajahnya yang khawatir dan tangannya
yang gemetar memberikan sedikit
indikasi ketakutannya.

Penekanan –isyarat non verbal Melambaikan tangan untuk


menekankan pesan verbal. mengucapkan halo menekankan kata-
kata yang diucapkan.

Relasi dan regulasi –isyarat non Seorang klien yang secara terus menerus
verbal mengindikasikan kapan harus sesekali membuka dan menutup
11

memulai atau berhenti berbicara. mulutnya ketika dokternya berbicara


menunjukkan bahwa ia mencari
kesempatan untuk berbicara.

Subsitusi –isyarat non verbal Seseorang yang mengangguk dengan


digunakan untuk menggantikan kata- keras untuk menunjukkan persetujuan
kata. tentang suatu keputusan.

(Potter dan Perry, 1993)

E. Elemen Komunikasi
Menurut Potter dan Perry (1993) komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu:
1. Komunikator, adalah penyampai informasi atau sumber informasi.
Komunikator atau pengirim, yang juga disebut encoder, adalah orang yang
memprakarsai pesan atas komunikasi interpersonal. Pengirim
menempatkan referen padá suatu bentuk yang dapat ditransmisikan dan
melaksanakan tanggung jawab untuk ketepatan isi dan nadá emosional
pesan tersebut. Peran pengirim dapat diputar dan seterusnya antara peserta
padá waktu informasa ditransmisikan.
Referen atau stimulus memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Referen dapat berupa objek, pengalaman, emosi , ide atau
tindakan. Individu yang secara sadar memperhitungkan referen dalam
interaksi "interpersonal dapat dengan hati-hati mengembangkan dan
mengatur pesan.

2. Komunikan; adalah penerima informasi atau memberi respons terhadap


stimulus yang disampaikan.
Penerima, yang juga disebut decoder, adalah orang yang menerima pesan
yang dikirimkan. Supaya komunikasi dapat berjalan efektif, penerima
harus merasa atau me-waspadai pesan tersebut. Pesan dari pengirim
kemudian berlindak sebagai sálali sátu penerima referen dan
mengharuskan penerima secara tepat inembaca sandi danmerespons pesan
pengirim. Perawat belajar untuk ikut serta dalam komunikasi intrapersonal
untuk menganaiisis dan menginterpretasikan komentár klien. Idealnya,
keinginan pengirim dirasakari oleh penerima. Tidak ada jaminan bahwa
hal ini kan terjadi karena kata-kata dan makna memiliki makna ganda.
Namun, semakin banyak kesamaan antara pengirim dan penerima.
semakin besar kemungkinan bahwa makna yang disampaikan akán ter-
sampaikan.

3. Pesan; adalah gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang
disampaikan.
12

Pesan adalah informasi yang dikirimkan atau dieks-presikan oleh


pengirim. Pesan yang paling efektif harus jelas dan terorganisasi sesuai
diekspresikan dengan cara yang dikenal baik oleh orang yang
menerimanya. informasi dengan jumlah yangcukup harus diberikan dan
penerima harus siap untui. mendengar pesan tersebut. Misalnya, seorang
profesional (terminologi teknis yang digunakan oleh pemberi perawatan
kesehatan) harus disiapkan untuk interaksi antara profesionál, dan bukán
antara perawat dan klien. Selain itu, pengajaran akán menjadi tidak tepat
jika perawat mencoba untuk mengajar klien segala sesuatu dalam sátu
kesempatan atau mengajarkan klien untuk menangani kolostomi ketika ia
tidak ingin melihat stoma.
Pesan mungkin terdiri dari simbol bahasa verbal dan non-verbal (mis.
kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Sayangnya,
tidak semua simbol memiliki makna yang universal. Oleh karena itu
kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi padá pesan tersebut jika
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk
menjelaskan.

4. Media komunikasi; adalah saluran yang dipakai untuk menyampaikan


pesan.
Pesan dikirimkan melalui saluran komuniasi. Saluran bermaksud untuk
membawa pesan, seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil.
Ekspresi wajah pengirim secara visual menyampaikan pesan. Kata-kata
yang diucapkan tersampaikan melalui saluran pendengaran. Meletakkan
tangan padá individu padá waktu berkomunikasi menggunakan saluran
sentuhan. Secara umům, semakin banyak saluran yang digunakan oleh
seorang perawat untuk mengirimkan pesan, semakin baik pemahaman
klien. Misalnya, ketika berusaha untuk mengatasi rasa sakit, perawat
sebaiknya menunjukkan perhatian verbal, pengekspresian rasa kasihan dan
reposisi klien secara hati-hati untuk meringankan rasa sakit.

5. Efek
6. Umpan Balik
Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya
terhadap sipenerima pesan. Hal ini penting bagi manajer atau pengirim
pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman
yang benar dan tepat
Jenis Umpan balik:
Umpan balik berperan peting dalam komunikasi, sebab ia
menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang
dilancarkan oleh komunikator.
13

Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari


penerima pesan. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu
dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi
manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah
diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat
disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima
pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya
merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan
tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan
atau tidak
Balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan
pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan.
Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi
dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan
informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu
untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan,
juga balikan dapat memperjelas persepsi.
Sifat umpan balik ada dua, yakni umpan balik positif dan umpan
balik negative. Umpan balik positif adalah tanggapan reaksi komunikan
yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi dapat berjalan
lancar.Umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak
menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk
melanjutkan komunikasinya.
Umpan balik ini juga dibagi menjadi dua jenis berdasarkan asal atau
datangnya, yakni:-umpan balik eksternal = umpan balik yang timbul dari
luar diri komunikator. -umpan balik internal = umpan balik yang timbul
dari dalam diri komunikator.
Seperti halnya dengan penyampaian pesan berupa verbal atau
nonverbal, umpan balik pun dapat disampaikan oleh komunikan dapat
berupa verbal dan nonverbal (contoh: tepukan tangan hadirin, anggukan
kepala, gelengan kepala).

Komunikasi adalah suatu proses. Proses ini memungkinkan


seseorang untuk mengirimkan pesan baik secara sengaja maupun secara
tidak sengaja. Seringkali seseorang mengirimkan atau menyampaikan suatu
pesan mengenai kepribadian atau gerakan tubuh tanpa menya-darinya.
Komunikasi adalah respons antara dua orang atau lebih ketika mereka
mengirim dan menerima stimuli dan pesan.
Komuniksi terjadi padá suatu tingkat sosial, di mana orang-orang
yang terlibat di dalamnya terlibat dalam kontak intrapersonai dan
14

interpersonal. Proses ini sangat dinamis di mana makna pesan


dinegosiasikan oleh orangtersebul Ketika komunikasi berlangsung, orang
tersebut mungkin sadar dan mungkin juga tidak sadar akán setiap elemen
komunikasi. Padá percakapan sehari-hari, peserta tidak akán peduli untuk
menganalisis makna setiap kata atau isyarat. Misalnya, seseorang mungkin
menjadi lebih hidup, menggunakan tangannya untuk mengekspresikan
idenya tanpa berpikir secara sadar. "Saya akán melambaikan tangan untuk
menekankan hal ini." Namun, seorang psrawat harus belajar untuk
menyadari setiap elemen dari proses komunikasi. Dengan demikian. perawat
dapat secara efektif berinteraksi dengan klien dan tetap waspada aerhadap
efek komunikasi di antara mereka. Karena interaksi antara pengirim dan
penerima juga termasuk dalam komunikasi, model tersebut mampu
menyederhanakan proses yang kompleks. Namun, setiap elemen sangat
penting. Informasi dan makna dapat dicapai atau hilang jika salah sátu
elemen bergeser.

F. Proses Komunikasi
Komunikasi adalah proses yang terus menerus. Penerima membalas
mengirimkan pesan kepada pengirim. Respons ini membantu untuk
uiengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Tujuan dari
komunikasi bukán hanya untuk meyakinkan bahwa pesan tersebul tslah
diterirr.a dengan akurat. Respons verbal dan non verbal dari penerima
mengirimkan respons kepadu pengirim menunjukkan pemahaman penerima
tentang pesan tersebut. Demi keefektifan, keduanya harus peka dan terbuka
atas pesan sátu sama lain, menjelaskan pesan tersebut dan memodifikasi
tingkah laku menurut pesan tersebut. Dalam hubungan sosial, kedua belah
pihak yang terlibat mengambil tanggung jawab yang sama untuk mencari
keterbukaan dan kejelasan, mengingat perawat memiliki tanggung jawab
yang besar dalam hubungan antara perawat dan klien
15

Gambar 1-1. Komunikasi sebagai proses aktif antara pengirim dan penerima.
Proses komunikasi

sender encoding pesan decoding reciever

Feedback media efect


Menurut Onong Uchyana E.(2005:11) Proses komunikasi terbagi
menjadi dua tahap:
- Secara primer
- Secara sekunder

1. Proses Komunikasi secara Primer


Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
dan atau perasaan sesorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang(symbol) sebagai media.
 Bahasa (verbal / non verbal)
 Gerakan Tubuh / Kial (gesture) : contohnya
-menggapaikan tangan
-memainkan jari
-mengedipkan mata, atau
-menggerakkan anggota badan yang lain
 Isyarat : contohnya
-menggunakan alat seperti tongtong
-bedug
-sirine
 Warna misal merah,putih,hijau.
 Gambar
Dilihat dari fungsinya, gambar banyak dipergunakan dalam
komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam
“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak bisa melebihi
bahasa.
Encoding atau menyandi artinya memformulasikan pikiran dan atau
perasaan ke dalam lambang (bahasa dll) yang diperkirakan akan
dimengerti oleh komunikan.
Decoding atau mengawa sandikan artinya menafsirkan lambang yang
mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator dalam konteks
16

pengertian komunikan. Di dalam komunikasi oleh dua orang (dialog),


proses ini terjadi pergantian fungsi secara bergiliran sebagi encoder dan
decoder.

2. Proses komunkasi secara Sekunder (Komunikasi bermedia)


Proses ini adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai bahasa sebagai media pertama. Contoh media kedua,
yaitu: Surat, Telepon, Surat Kabar, majalah, radio, televisi,video, film dan
lain lain.
Pentingnya peranan media, yakni media sekunder dalam proses
komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam menyampaikan pesan
kepada komunikan. Surat kabar, radio, atau televisi misalnya, merupakan
media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat
banyak dalam waktu yang hampir bersamaan. Berbeda dengan komunikasi
bertatap muka, umpan balik dapat diketahui oleh komunikator berlangsung
seketika. Sedangkan Dalam komunikasi umpan balik berlangsung pada
saat itu.

Proses komunikasi sekunder itu menggunakan media dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Media Massa (massmedia) atau Massif
Contohnya: Surat kabar, Radio,televivi, dan film.
Ciri-cirinya : tertuju kepada sejumlah orang yang relatif banyak
b. Media nonmassa (nonmass media) atau nir massa
Contonhnya: Surat, telepon, telegram, poster, spanduk, papan
pengumuman,bulletin, majalah organisasi, dll.
Ciri-cirinya: tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif
sedikit.

Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa, dinamakan


umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau
rekasi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu, Artinya
komunikator akan mengetahui tanggapan komunikan jika komunikasinya
sendiri selesai secara tuntas.

G. Faktor-2 yang mempengaruhi komunikasi


Persepsi. nilai, latar belakang budaya, pengetahuan, peran dan lokasi
interaksi mempengaruhi isi pesan dan cara bagaimana pesan itu disampaikan.
Komunikasi interpersonal dibuat dengan lebih kompleks karena setiap orang
dipengaruhi secara bexibeda oleh variabel interpersonal. Variabel
17

interpersonal membuat setiap komunikasi interpersonal menjadi UNIKSetiap


orang membuat asosiasí berbeda dan mengiranerpretasikaii pesan secara
berbeda. Pemahartian faktor ini membantu seorang perawat untuk mengetahui
alasaai klien memiliki kesuilitan berkomunikasi dan strategi yang dibutuhkan
untuk membantu.
Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter dan Perry, 1993):
1. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang , perawat harus
mengerti pengaruh dari perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun
proses piker dari orang tersebut. Cara berkomunikasi dengan anak usia
remaja dan anak usia balita sangat berbeda. Kepada remaja, anda mungkin
perlu belajar bahasa “gaul”, sehingga mereka yang diajak bicara akan
merasa kita mengerti dan komunikasi diharapkan berlangsung lancer.
2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa.Persepsi ini dibentuk oleh harapan atau pengalaman.Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata
“virus” akan mempunyai persepsi yang berbeda bagi seorang ahli
computer dan seorang dokter.
3. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi
perawat untuk menyadari nilai seseorang.Perawat perlu berusaha untuk
mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehinggadapat membuat keputusan
dan interaksi yang tepat dengan klien.Dalam hubungan profesionalnya
diharapkan perawat tidak terpengaruholeh nilai pribadinya.
Perbedaan nilai tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut, misalnya klien
memandang abortus bukan merupakan perbuatan dosa sementara perawat
memandang bahwa abortus merupakan tindakan dosa.Hal ini dapat
menyebabkan konflik antara perawat dan klien.
4. Latar belakang social budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Seorang
remaja putri ingin membeli makanan khas di suatu daerah. Remaja putri
tersebut berasal dari daerah lain. Pada saat membeli makanan tersebut, si
remaja tiba-tiba menjadi pucat ketakutan karena si penjual menanyakan
padanya berapa banyak cabe merahh yang dibutuhkan untuk campuran
makan yang akan diberikan. Apa yang terjadi? Si remaja tersebut merasa
dimarahi oleh si penjual karena cara bertanya si penjual seperti
membentak, padahal si penjual merasa tidak memarahi remaja tersebut.
Hal ini dikarenakan budaya dan logat bicara si penjual yang memang keras
dan tegas sehingga terkesan marah-marah bagi orang dengan latar budaya
yang berbeda.
5. Emosi
18

Emosi merupakan persaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti


marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan
keluarganya sehingga perawat perlu memberikan asuhan keperawatan
dengan tepat.Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi yang ada
pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh
oleh emosi di bawah sadarnya.
6. Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda.
Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai
perbedaan gaya berkomunikasi. Dari usia 3 tahun anita bermain dengan
teman baiknya atau dalam grup kecildan menggunakan bahasa untuk
mencari kejelasan, meminimalkan perbedaann, serta membangun dan
mendukung keintiman. Laki-laki, di lain pihak, menggunakan bahasa
untuk mendapatkan keandirian dari aktivitas dalam grup yang lebih besar,
di mana jika mereka ingin berteman mereka melakukannya dengan
bermain.
7. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon
terhadap pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi.
Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat
dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat kepada klien.
8. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan di antara orang yang
berkomunikasi. Cara komunikasi seseorang perawat dengan koleganya
dengan cara berkomunikasi seorang perawat kepada klien akan berbeda
tergantung perannya. Demikian juga antara guru dan murid
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan empengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana
yang bising tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan,
ketegangan, dan ketidak nyamanan. Misalnya, berpacaran di pasar
tentunya tidak nyaman.Untuk itulah perawat perlu menyiapkan lingkungan
yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan klien.
10. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi.Jarak tertentu menyediakan rasa
aman dan kontrol. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa
terancam ketika seseorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang
sangat dekat dengan dirinya.Hal itu juga yang dialami oleh klien pada saat
pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu
19

memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan


klien.

Empat zona jarak berkomunikasi (Stuart dan Sudeen, 1995):


1. Jarak intim: sampai dengan 45,5 cm (18 inchi).
2. Jarak personal: 45,5 – 120 cm (18 inchi-4 feet).
3. Jarak konsultatif-sosial: 270-360 cm (9-12 feet).
4. Jarak publik: 360 cm (12 feet) dan lebih.

Jarak atau ruang yang intim meliputi area di mana orang dapat
saling bersentuhan atau membuat kontak fisik. Klien sangat sensitif
mengenai bagaimana perawat menggunakan jarak
Ketika jarak menjadi lebih besar, klien dan perawat merasa
semakin tentram. Fleksibilitas yang lebih besar dihasilkan ketika tidak di
perlukan kontak intim. Duduk dengan klien untuk melakukan wawancara,
mendiskusikan perasaan atau pemikiran pribadi, atau mengajar adalah
contoh dari jarak personál. Jika jarak Fisik ditingkatkan, akán lebih mudah
bagi klien dan perawat untuk berkomunikasi karena perawat menjadi tidak
terlalu berperan.
Jarak sosial diperlukan ketika berhadapan dengan suatu kelompok.
Membentuk lingkaran dengan dokter adalah salah sátu interaksi kelompok.
Komunikasi padá jarak sosial tidak terlalu mengancam jika dibandingkan
komunikasi padá jarak personál atau intim karena saling berbagi pikiran
secara intim jarang terjadi.
Jarak publik adalah jarak yang diperlahankan untuk pereakapan
formal, misalnya perawat kesehatan komunitas yang melakukan presentasi
pada seminar tentang hipertensi pada orang dewasa atau profesor yang
memberi kuliah di kelas.

H. Tingkatan Komunikasi
Tingkat hubungan komunikasi dibagi tiga (Potter dan Perry, 1993)
1. Komunikasi intrapersonal
Komunikasi intrapersonal ini terjadi dalam individu itu sendiri.
Komunikasi ini akan membantu agar seseorang atau individu tetap
sadar akan kejadian di sekitarnya. Bila anda melamun maka anda
sedang melakukan komunikasi intrapersonal. Komunikasi
intrapersonal merupakan model bicara seorang diri atau dialog intemal
yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari komunikasi
intrapersonal adalah kesadaran diri yang mempengamhi konsep diri
dan perasaan dihargai. Konsep diri yang positif dan kesadaran diri
yang datang melalui dialog internal dapat membantu perawat
mengekspresikan diri secara tepat kepada orang lain. Misalnya, ketika
seorang perawat berjalan ke arah kamar klien dan berpikir, "Dia
20

kelihatan tidak nyaman. Saya sebaiknya membalikkan dia."


Komunikasi ini bersifat intrapersonal. Situasi lainnya yang melibatkan
komunikasi intrapersonal adalah ketika seorang perawat yang
mendapati klien dengan ekspresi wajah menyeringai dan berpikir,
"Apakah klien ini kesakitan? Apa yang harus aku lakukan untuk klien
ini? Kapán dosis terakhir dari obat anti-nyeri diberikan?"

2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua orang
atau kelompok kecil. Komunikasi ini merupakan inti dari praktik
keperawatan karena dapat terjadi antara perawat dank lien serta
keluarga, perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain.
Komunikasi interpersonal sering kali bersifat saling
berhadapan dan merupakan tipe yang paling sering digunakan dalam
situasi keperawatan. Komunikasi individual bersifat terus menerus
memperhatikan lawannya. Komunikasi inierpersonal yang sehat
menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagi ide,
pengambilan keputusan dan perkembangan pribadi. Dalam keperawat-
an, terdapat banyak situasi yang menantang kemampuan komunikasi
interpersonal. Setiap pertemuan dengan klien, scperti mengumpulkan
spesimen darah atau mengámbil riwayat kesehatan, membutuhkan
periukaran informasi. Pertemuan dengan anggota staf, dokter, pekerja
sosial dan ahli terapi menguji kemampuan komunikasi perawat de-
ngan orang yang mungkin memiliki perbedaan pendapat dan
pengalaman. Menjadi anggota komité perawat memacu kemampuan
perawat untuk mengekspresikan ide-idenya dengan jelas dan
meyakinkan. Komunikasi interpersonal adalah inti dari praktik
keperawatan Seorang perawat dapat membantu klien dengan
berkomunikasi dalam tingkat interpersonal yang bermakna.

3. Komunikasi massa atau publik


Komunikasi massa adalah interaksi yang terjadi dalam
kelompok yang besar. Memberikan kuliah padá sebuah mangan yang
dipenuhi pelajar dan berbicara padá kelompok pelanggan padá
promosi kegiatan adalah contoh dari komunikasi publik. Menjadi
seorang komunikátor kompeten yang menghadapi penonton
membutuhkan kemampuan untuk membayangkau dirinya berbicara
padá sebuah kelompok. Kemampuan panggung khusus seperti
penggunaan postur, gerakan tubuh dan nadá bicara membantu
pembicara untuk mengekpresikan ide-idenya.
21

BAB II
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah proses di mana perawat yang
menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan
padá klien namun direncana-kan dan dipimpin oleh seorang profesionál
(Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991). Komunikasi terapeutik
mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat. Proses ini
meliputi kemampuan khusus, karena perawat haius memperhatikan padá
berbagai interaksi dan tingkah laku non-verbal. Komunikasi terapeutik
disampai-kan secara rahasia karena klien tahu bahwa semua informasi yang
disampaikan padá perawat menjadi bagian dari catatan rr.edis dan tidak
disebarkan sebagai gosip. maka klien merasa nyaman untuk memaparkan
hal-hal yang berhubungan dengan data kesehatan, apa yang menjadi
perhatian, ketakutan atau masalah keluarga. Dalam situasi ideál, perawat
harus mewaspadai keinginan untuk berbagi informasi yang didapat dari klien
selama pemaparan. Perawat dengan sengaja memberi informasi
untukKepentingan klien dan memaksimrlkan rencana perawatan Hanya lim
perawatan kesehatan yang secara langsung terlibat padá rencana klien untuk
perawatan yang memiliki tanggung jawab padá informasi tersebut Kera-
hasiaan harus selalau Jijaga setiap saat dalam berhadapan dengan status
pemaparan.
Komunikasi terapeutik padá akhirnya menentukan perawat untuk
menetapkan hubungan kerja dengan klien dar keluarganya. Perawat harus
waspada tentang perbe-daan budaya karena kadang klien merasa enggan
untuk berbagi informasi secara terbuka dengan para profesionál. Proses
komunikasi terapeutik seringkali meliputi kemampuan dan komitmen yang
tulus padá pihak perawat untuk membantu klien mencapai keberhasllan
keperawatan.
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (Dalam
Purwanto, 1994) adalah:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah
22

lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan


masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan untuk tindakan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan
gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
12. Altruism untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.

B. Kegunaan/Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik (Christina, dkk, 3003) adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan psien
melalui hubungan perawat – klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah
dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

C. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat
akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga
akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah
diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam peleyanan keperawatan
dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan Komunikasi Terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
23

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan


dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

D. Sikap Perawat dalam berkomunikasi :


1. Sikap Komunikasi Terapeutik
Egan (dalam Keliat, 1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi
terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan:
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata;
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien;
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbua;
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks;
Tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberikan respons kepada klien, meskipun dalam
situasi yang kurang menyenangkan.

2. Sikap (kehadiran) secara psikologis (Dimensi respon & Dimensi tindakan)


a. Dimensi Respons
Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 (empat) :
1) Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang
gambaran diri kita yang sebenarnya. Kesejatian dipengaruhi
oleh :
a) Kepercayaan diri;
Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan
mampu menunjukkan kesejatiannya pada saat keadaan yang
tidak nyaman dimana kesejatian yang ditampilkan akan
mengakibatkan risiko tertentu.
b) Persepsi terhadap orang lain;
24

Apabila seseorang melihat orang lain mempunyai kekuatan


yang lebih besar dan menguasai kita akan mempengaruhi
bahaimana kita akan menampilkan seperti apa diri kita yang
sebenarnya.
c) Lingkungan;
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana
seseorang berada dimuka publik (auditorium, panggung dan
lain-lain akan mengakinatkan orang merasa sulit untuk
menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Waktu
yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorang tidak
menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.
Contoh :
Ada seorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di
sebuah bangsal.Dia menanyakan nomor telepon anda,
sering memandang dengan mesra, dan berusaha membuat
kontak badan yang sering. Dia bahkan akan mengundang
anda untuk makan malam.
Sebagai perawat,
Pikiran anda : saya harus memberikan pelayanan yang
profesional
Perasaan anda : Cakep juga nih orang, sebenarnya saya
juga suka, tapi ... (terdapat inkongruen
antara pikiran dan perasaan).
Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa
meninggalkan keprofesionalan sebagai
perawat?
Contoh respons :
“ Yah ... mungkin saya akan pergi dengan anda ... kita lihat
saja nanti” (respons ini kurang tepat karena tidak ada
kejelasan didalamnya akan maksud dari perawat)
“ Semua lelaki sama saja ... anda menangani perawat
seperti bermain sesuatu. Diamlah tuan ... saya punya
pekerjaan”. (respon ini menunjukkan keagresifan perawat)
“ saya senang menerima undangan anda setelah anda
pulang dari rumah sakit. Meskipun begitu, saat anda disini
saya ingin membuat hubungan dimana saya merasa
memberi anda dan klien lain asuhan keperawatan yang
terbaik. Saya ingin menangani semua klien dengan sama
karena saya pikir tidaklah adil untuk menunjukkan
kefavoritan pada anda. Dapatkan anda mengerti posisi
saya?” (respon kesejatian tanpa meninggalkan
profesionalisme perawat)
2) Empati
25

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada orang


lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang
lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa
emosi kita terlarut dalam emosi orang lain.
Beberapa aspek dari empati antara lain :
a) Aspek mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan
menggunakan paradigma orang lain tersebut. Aspek mental
juga berarti memahami orang tersebut serta memahami
orang tersebut secara emosional dan intelektual.
b) Verbal
Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman
terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi klien. Aspek
verbal dalam menunjukkan empati memerlukan hal-hal :
(1) Keakuratan;
Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan
atau masalah klien.
(2) Kejelasan;
Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan
sesuai dengan apa yang dirassakan orang yang kita beri empati.
(3) Kealamiahan;
Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
(4) Mengecek;
Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah respons
empati yang kita lakukan tersebut efektif
c) Aspek non verbal
Aspek non verbal yang diperlukan yang diperlukan adalah
kemampuan menunjukkan empati dengan kehangatan dan
kesejatian.
1) Kehangatan;
Kehangatan yang ditunjukkan seara non verbal antara lain :
(a) Kondisi muka;
- Dahi: rileks tidak akan kerutan
- Mata: kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.
- Mulut: rileks tidak cemberut dan tidak menggigit bibir,
tersenyum jika perlu, rahang rileks.
- Ekspresi: tampak rileks, tidak ada ketakutan,
kekhawatiran, menunjukkan perhatian dan ketertarikan.
(b) Kondisi postur/sikap;
- Tubuh: berhadapan, paralel dengan lawan bicara.
- Kepala: duduk atau berdiri tinggi yang sama,
menganggukan jika kepala jika perlu.
26

- Bahu : mudah digerakkan dan tidak tegang.


- Lengan; mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau
tembok.
- Tangan: tidak memegang atau menggenggam di antara
keduanya, tidak mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan
objek.
- Dada: napas biasa, tidak tampak menelan.
- Kaki: tampak nyaman, tidak menendang.
- Telapak kaki: tidak mengetuk
Hal-hal yang dapat merusak kehangatan:
- Melihat sekeliling pada saat sedang berkomunikasi dengan
orang lain.
- Mengetuk dengan jari.
- Mundur tiba-tiba.
- Tidak tersenyum.
- Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain ;
- Terburu-buru.
- Emosi berlebihan
- Shock/terkejut.
- Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi
mengalihkan perhatian pada masalah kita sendiri.
2) Kesejatian
Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan
respons verbal serta ketertarikan dan perhatian dengan lawan
bicara.
3) Respek/Hormat
respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/
perhatian, rasa suka, dan menghargai klien. Perawat menghargai klien
seorang yang bernilai dan menerima klien tanpa syarat (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain
untuk dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang
dimiliki oleh perawat.
Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan (Smith, 1992):
a. Melihat ke arah klien.
b. Memberikan perhatian yang tidak terbagi
c. Memelihara kontak mata
d. Senyum pada saat yang tidak tepat.
e. Bergerak ke arah klien.
f. Menentukan sapaan yang disukai.
g. Jabat tangan atau sentuhan yang lembut.
4) Konkret
27

Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada


saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan
tingkah lakunya.Fungsi dari dimensi ini adalah dapat mempertahankan
respons perawat terhadap perasaan klien, penjelasan dengan akurat tentang
masalah dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
Contoh :
Klien : “ aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak
menggangguku. Mereka membuat aku marah karena mereka tahu aku
sangat berperasaan halus.”
Perawat : “siapa yang ingin membuat kamu marah?”
Klien : “Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga
besarmerupakan berkah, itu adalah kutukan.”
Perawat : “Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang
membuatmu marah di rumah?”

3. Dimensi Tindakan
a. Konfrontasi
Pengertian konfrontasi: Proses interpersonal yang digunakan
oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan
darigambaran diri orang lain (Smith (1992) dikutip Intan (2005)).
Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah: Agar orang lain
sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya dalam hal perasaan,
tingkah laku, dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Dua bagian konfrontasi (Smith (1992) dikutip Intan
(2005)):
1) Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak
produktif/merusak.
2) Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku
yang produktif dengan jelas dan konstruktif.
Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila:
1) Tingkah lakunya tidak produktif;
2) Tingkah lakunya merusak;
3) Ketika mereka melanggar hak kita hak orang lain.
Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan
konfrontasi menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah:
1) Tingkat hubungan saling percaya;
2) Waktu;
3) Tingkat stress klien;
4) Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien;
5) Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan;
6) Tingkat kemarahan klien dan tingkat tolenransi klien untuk
mendengarkan persepsi orang lain.
28

Kategori konfrontasi menurut Stuart dan Sundeen (1995)


antara lain:
1) Ketidaksesuaian antara ekspresi klien terhadap dirinya (konsep
diri) dan apa yang dia inginkan (ideal diri);
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi verbal dan perilaku;
3) Ketidaksesuaian antara ekspresi pengalaman klien tentang
dirinya dan pengalaman perawat tentang klien.

Level konfrontasi dalam hubungan terapeutik:


1) Fase perkenalan: rendah
2) Fase kerja: tinggi
3) Fase terminasi: rendah
Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut:
1) Clarify: membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti.
2) Articulate: dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan
kata-kata yang jelas.
3) Request (permintaan)
4) Encourange: memberikan support, harapan, kepercayaan.
Contoh:
Rumah kost anda sangat berantakan.Teman sekamar anda
meletakkan baju sembarangan, buku-buku sering berserakan di
lantai, meskipun teman anda biasanya membersihkan kamar setiap
2 minggu sekali, dia kembali pada kebiasaan di atas.Anda sangat
merasa tidak nyaman dan bahkan ragu-ragu untuk mengundang
teman anda datang ketempat kost anda.
Bagaimana anda seharusnya melakukan konfrontasi terhadap teman
anda
“Kamu telah meletakkan baju di atas tempat tidur, dan semua
buku-bukumu berserakan diseluruh lantai.” (Clarify)
“Saya merasa tidak nyaman dikarenakan kamu membuat kamar
kita jadi berantakan tidak karuan.” (Articulate)
“dengan jalan itu akan terdapat ruangan yang luas untuk kita
dikamat ini dan saya akan merasa bebas untuk mengundang teman
tanpa merasa khawatir karena kamar kita yang berantakan.”
(Encourage)

b. Kesegeraan
Kesegeraan mempunyai monotasi sebagai sensitifitas perawat
pada perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan
daripada mengacuhkannya (stuart dan Sudeen, 1995)
Berespons dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang
terjadi antara perawat dan klien saat itu dan ditempat itu. Karena
dimensi ini mungkin melibatkan perasaan dari klien terhadap
29

perawat, kesegeraan ini dapat menjadi suatu hal yang sulit untuk
dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).
Contoh :
Klien : Staff disini tidak peduli pada kliennya, mereka
menangani kita seperti anak-anak dan bukan orang
dewasa
Perawat : “saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak
memperdulikan atau mungkin kami yang tidak
mengerti pendapatmu”

c. Membuka Diri
Membuka diri adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran,
perasaan, dan pengalaman pribadi kita (smith, 1992). Membuka diri
dapat dilakukan dengan :
a. Mendengar; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan
mengerti dan bukan untuk menjawab
b. Empati;
c. Membuka diri;
d. Mengecek.
Contoh :
Seorang klien berkata, “minggu lalu saya merasa sangat takut,
ketika suami saya baru pulang dari rumah sakit.Dia mulai batuk
dan wajah nya memerah.Kemudian dia mengalami nyeri dada.
Saya piker dia akan meninggal. Untunglah saya melihat
nitrogliserin di dalam lemari.Saya segera memberikan kepadanya
dan kemudian ber angsur-angsur tenang.Nyerinya
hilang.Untunglah.”

Contoh membuka diri :


Wanita ini ingin mendengar pesan dari anda sehubungan dengan
pengalamannya (mendengar). “saya dapat menduga betapa
takutnya anda karena serangan jantung tersebut bahkan mungkin
lebih menakutkan lagi karena anda dirumah tanpa alat-alat
emergency. Betapa senangnya anda ketika nitrogliserin itu bekerja
(empati). … ayah saya mengalami nyeri yang sangat hebat juga.
Saya juga mengalami kecemasan yang sangat menakutkan. Ketika
saya mengharapkan nitrogliserin akan bekerja, saat itu saya merasa
putus asa dan tak punya harapan (membuka diri). Apakah kamu
merasakan hal yang sama minggu lalu?
30

4. Emosional Katarsis
Kegiatan ini terjadi pada saat klien di dorong untuk membicarakan hal-
hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik
(Stuart and Sundeen, 1995).
Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan
klien akan menjadi panik dimana klien bertahan dan tidak mempunyai
alternative mekanisme koping yang cukup. Disini perlu pengkajian dan
kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya.Jika klien sulit
mengungkapkan perasaannya, perawat perlu membantu
mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : “hal itu
membuatmu merasa bagaimana?”
Contoh Dialog :
Perawat : “Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi
didepan banyak orang?”
Klien : “Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanmu, dan
dia orang dengan tipe pemarah.”
Perawat : “Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya
takjub dengan apa yang kamu rasakan saat itu.”
Klien : “Uh… Sebel. Saya kira… (Diam).”
Perawat : “Hal itu membuatku marah jika terjadi padaku.”
Klien : “Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal
ini, kamu tahu.Kamu harus merahasiakan semua ini karena ada orang
banyak.Tapi dia dapat membiarkan ini terjadi.Oh, … tentu dia dapat
membicarakan aku semaunya, dan aku ingin dia tahu apa yang
kurasakan.”

5. Bermain Peran
Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan
situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam
hubungan manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat
situasi dari sudut pandang lain dan juga memperkenankan klien untuk
mencoba situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart dan
Sudeen, 1995).
Bermain peran digunakan untuk melati kemampuan dan umpan balik
konstruktif dengan lingkungan yang mendukung dan tidak mengancam
(Schultz dan Videbeck, 1998).

Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sudeen, 1995):
- Mendefinisikan masalah;
- Menciptakan kesiapan untuk bermain peran;
- Menciptakan situasi;
- Membuat karakter
31

- Penjelasan dan pemanasan


- Pelaksanaan memerankan suatu peran;
- Berhenti;
- Analisis dan diskusi;
- Evaluasi.

E. Teknik-teknik Komunikasi terapeutik


Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan Kneist
(1992) serta Stuart dan Sundeen (1998) antara lain:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara
mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang
dapat menceritakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran, dan
persepsi klien adalah klien sendiri.
Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah:
Pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari
tindakan yang tidak perlu, anggukkan kepala jika klienmembicarakan
hal-hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh
kearah lawan bicara.
Mendengarkan ada dua macam:
a. Mendengar pasif:
Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien
misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga
keikutsertaan secara verbal misalnya “uh huuuh”,
“mmmhhummm”, “yeah”, “ Saya dengar kamu”.
b. Mendengar aktif;
Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita
tahu perasaan orang lain dan mengerti mengapa dia merasakan hal
tersebut.
2. Menunjukkan Penerimaan.
Menerita tidak berarti menyetujui. Menerima bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan. Perawat harus waaspada terhadap ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan
kening atau menggelengyang menyatakan tidak percaya.
Berikut ini adalah sikap perawat yang menyatakan penerimaan:
Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan
balik verbal yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat
non verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan,
ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu,
32

pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan


gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.
Contoh:
Perawat: “Tadi anda katakan anda memiliki 3 orang saudara, siapa
yang anda rasakan paling dekat dengan anda?”
4. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question).
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “Ya” dan “Mungkin”,
tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat
mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri,
atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Contoh:
Perawat : “Coba Ibu ceritakan apa yang biasanya dilakukan bila Ibu
sakit perut?” atau “Coba Ibu ceritakan tentang riwayatpenyakit Ibu”
5. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kata-kata klien, perawat memberikan umpan
balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap komunikasi
dilanjutkan.
Contoh:
Klien : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
Perawat : “Saudara mengalami kesulitan untuk tidur …”
6. Mengklarifikasi.
Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam
kata-kata, ide atau pikiran (implisit maupun eksplisit) yang tidak jelas
dikatakan oleh klien.Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan
pengertian.
Contoh:
Perawat : “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan.”
Atau “Apa yang anda maksudkan dengan …?”
7. Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.Hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk
tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang
penting.
Contoh:
Perawat : “Hal ini tampaknya lebih penting, mari kita bicarakan
lebih dalam lagi.” Atau “Apa yang sudah kita sepakati untuk
dibicarakan?”
8. Menyatakan hasil observasi.
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui
apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak.Dalam hal ini
perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal
33

klien.Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas


tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi
pesan. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak
menjadi malu atau marah.contoh:
Perawat : “Anda tampak tegang”
“Anda tampak tidak tenang apabila anda …”
9. Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Perawat tidak dibenarkan memberikan nasihat
kepada klien ketika memberikan informasi, karena tujuan dari tindakan
ini adalah memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Penahanan
informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan
mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.
10. Diam (Memelihara Ketenangan).
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawar dan klien untuk
mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode ini memerlukan
keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan menimbulkan
perasaan yang tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan
memproses informasi.Diam sangat berguna terutama pada saat klien
harus mengambil keputusan. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu
yang lamakarena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam
dapat juga diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam di sini juga
menujukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya
kesempatan berfikir, meskipun begitu, diam yang tidak tepat dapat
menyebabkan orang lain merasa cemas.
Diam digunakan pada saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak
tahu bagaimana melakukan/meyampaikan hal tersebut (Boyd dan
Nihart, 1998). Misalnya:
Klien : “Saya marah !!!”
Perawat : “(diam)”
Klien : “Istri saya tidak perhatian lagi terhadapku.”
11. Meringkas.
Meringkas adalah pengulangan ide utama telah dikomunikasikan
secara singkat.Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat
topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.
Contoh:
Perawat : “Selama tiga puluh menit ini kita telah membicarakan …”
12. Memberikan penghargaan.
Penghargaan jangan sampai jadi beban untuk klien.Dalam arti jangan
sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk
mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.Selain itu
34

teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang ini
bagus dan yang sebaliknya buruk.
Contoh:
Perawat : “Ibu tampak cocok sekali mengenakan baju yang warna
merah ini dan ibu memakainya dengan rapi sekali.”
13. Menawarkan diri.
Perawat menyediakan diri tanpa respons beryarat atau respon yang
diharapkan (Schult dan Videbeck, 1998).
Contoh:
Perawat : “Saya akan duduk menemanimu selama 15 menit.”
14. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulaipembicaraan.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam
memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan
tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini, perawat dapat
menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia
diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
Perawat : “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan” Atau
“Apakah yang sedang anda pikirkan.”
15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan
hamper seluruh pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa
perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang
akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha menafsirkan
daripada mengarahkan diskusi pembicaraan.
Contoh:
Perawat : “… terus …” atau “… kemudian …” atau “Coba ceritakan
kepada saya tentang hal tersebut.”
16. Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawatan dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu
kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat kejadian
berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya dan juga
dapat menemukan pola kesukaran interpersonal.
Contoh:
Perawat : “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian
tersebut?” atau “Kapan kejadian tersebut terjadi?”
Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi
klien dan memahami masalah yang penting dan teknik ini menjadi
tidak terapeutk apabila perawat memberikan nasihat, meyakinkan atau
tidak mengakui klien.
17. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan
persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus
35

melihat segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa


bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara itu
perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungki muncul.
Contoh:
Perawat : “Coba ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara
saat akan dioperasi.”
18. Refleksi.
Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian
dari dirinya sendiri.Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga dank lien empunyai hak untuk
mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan memikirkan
dirinya sendiri.
Contoh:
Klien : “Apakah menurut anda saya harus mengatakan kepada
dokter?”
Perawat : “Apakah menurut anda sendiri anda harus
mengatakannya?”
19. Assertive
Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai
orang lain. Kemampuan asertif antara lain (Smith, 1992): berbicara
jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti
hatinya (berani mengatakan tidak tanpa merasa bersalah), melindungi
diri dari kritik.
Contoh1 :
Pengawas : “Saya telah melihat penampilanmu sebagai perawat baru
di sini.”
Perawat : “Apa yang telah anda lihat?”
Pengawas : “Saya lihat kamu sering melakukan hal yang salah?”
Perawat : “Dapatkah anda menjelaskan bagaimana cara yang dapat
saya lakukan agar saya tidak melakukan kesalahan lagi?”
Contoh 2
Klien : “Perawat, sup ini tidak enak dan dingin. Saya tidak mau
makan.”
Perawat : “Sangat mengecewakan ya? Anda dapat menggati yang
lebih hangat atau mengganti dengan makanan yang lain. Mana yang
lebih anda suka?” (membandingkan)
20. Humor
Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam
komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurani ketegangan dan
rasa sakit akibat stress, dan meningkatkan keberhasilan asuhan
keperawatan. Sementara Sullivan – Deane (1988) menyatakan bahwa
36

humor merangsang produksi katekolamin sehingga seseorang merasa


sehat, dan hal ini dapat meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi
kecemasan serta memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan
metabolisme.
Contoh:
Perawat : “Saya kena TBC juga ni, (Tekanan Batin cinta).”

F. Tahapan hubungan terapeutik perawat – klien


Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari
hubungan yaitu: Relationship adalah proses interpersonal antara dua atau
lebih orang. Pada keseluruhan kehidupan kita menemui orang dalam setting
yang bervariasi dan membagi bermacam pengalaman.
1. Bentuk hubungan
Secara umum, bentuk dari hubungan dibagi dalam:
a. Hubungan social;
Hubungan social bertujuan untuk bersahabat, social, kesenangan,
atau menyelesaikan tugas.Kebutuhan bersama dipenuhi selama
hubungan social seperti berbagi ide, perasaan, dan
pengalaman.Keterampilan komunikasi meliputi memberikan
nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti
minjam uang dan membantu pekerjaan.Sering hanya
superfisial.Selama interaksi social, peran mungkin berganti.Dalam
hubungan social, terdapat sedikit penekanan dalam hal evaluasi
dari interaksi yang dilakukan.
b. Hubungan Intim;
Terjadi di antara dua individu yang mempunyai komitmen
emosional antara satu terhadap yang lain. Dalam hubungan ini
seringkali mereka peduli tentang kebutuhan untuk pertumbuhan
dan kepuasan.dalam hubungan ini pula, kebutuhan bersama
dipenuhi dan keinginan keintiman serta fantas dibagi. Orang
mungkin ingin membina hubungan intim untuk beberapa alasan:
menjadi ayah,kepuasan seksual atau emosi, kesamaan ekonomi,
memiliki secara sosial, dan penurunan kesepian. Meskipun
fenomena transference dan countertransference terjadi, mereka
biasanya tidak mengakui atau menguraikan dalam hubungan ini.
c. Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan di atas di mana
perawat memaksimalkan keterampilan komunikasi, pemahaman
tingkah laku manusian dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan
pertumbuhan klien. Focus hubungan adalah pada ide klien,
pengalaman dan perasaan klien.
37

Perawat dank lien mengidentifikasi area yang memerlukan


eksplorasi dan evaluasi secara periodic terhadap tingkah perubahan
klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap konsisten
berfokus pada masalah klien.
Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan
fenomena yang terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat
yang penting sekali dalam pembentukan dan pemeliharaan
hubungan, kebutuhan dari klien diidentifikasi dan pendekatan
alternative penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping
baru mungkin dikembangan.
King cit. Varcarolis (1990) menggambarkan hubungan terapeutik
sebagai pengalaman belajar baik bagi klien dan perawat. Dia
mengidentifikasi empat tindakan yang harus diambil di antara
perawat dan klien:
1) Tindakan diawali oleh perawat;
2) Respon reaksi dari klien;
3) Interaksi di mana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien
dan tujuan;
4) Transaksi di mana hubungan timbal balik pada akhirnya
dibangun untuk mencapai tujuan hubungan.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003), tujuan terapeutik


yang diarahkan kepada pertumbuhan klien meliputi:
a. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri
sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
c. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling
tergantung dan mencintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan personal yang realistis.

Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat


mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang
harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina,
dkk., 2003).
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan klien.Anda perlu mengevaluasi diri tentang
kemampuan yang anda miliki.Jika merasakan ketidakpastian maka
anda perlu membaca kembali, diskusi dengan tema sekelompok
atau diskusi dengan tutor.Jika saudara telah siap, maka anda perlu
membuat rencana interaksi dengan klien.
1) Evaluasi diri
38

Coba pertanyaan berikut:


Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?
Apa yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?
Bagaimana respon selanjutnya jika klien diam, menolak, marah
atau inkoheren?
Adakah pengalaman interaksi dengan klien yang
negative/buruk/tidak menyenangkan?
Jika ada lakukan dengan koreksi dengan cara membaca cara-
cara berhubungan dengan klien. Konsultasi dengan
pembimbing klinik, diskusi dengan teman sekelompok.
Bagaimana tingkat kecemasan saya?Jika cemas ringn, lakukan
interaksi.Jika cemas sedang, usahakan sampai anda dapat
mengatasi kecemasan.
2) Penetapan tahapan hubunganinteraksi
Berikutya perlu ditetapkan tahapan hubungan anda berikutnya:
Apakah pertemuan/kontak pertama?
Apakah pertemuan lanjutan?
Apa tujuan pertemuan?
Pengkajian/observasi/pemantauan/tindakan keperawatan
terminasi?
Apa tindakan yang saya lakukan?
Bagaimana cara melakukannya?
3) Rencana interaksi
Siapkan secara tertulis rencana percakapan yang akan anda
lakukan pada saat berhubungan dengan berkomunikasi bersama
klien.
Teknik komunikasi apa yang akan anda terapkan, kaitkan
dengan tujuan anda melakukan hubungan dengan klien. Hal ini
berhubungan dengan tahapan hubungan yang akan dilakukan.
Teknik observasi apa yang perlu saudara lakukan selama
berhubungan dengan klien.
Lagkah-langkah tindakan prosedur yang akan dilakukan (SOP).
Setelah anda membuat rencana interaksi berarti anda sudah siap
bertemu dan berkomunikasi dengan klien.
b. Fase perkenalan/Orientasi
1) Fase Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat
pertama kali bertemu dengan klien. Hal-hal yang perlu
dilakkukan adalah:
a) Memberi salam;
Assalamualaikum/ Selamat pagi/ siang/ sore/ malam atau
sesuai dengan latar belakang social budaya yang disertai
dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
39

b) Memperkenalkan diri perawat;


“Nama saya Isara, saya senang dipanggil Isara.”
c) Menanyakan nama klien;
“Nama Bapak/ Ibu/ Saudara siapa, apa panggilan
kesayangannya?”
d) Menyepakati pertemuan (kontrak);
Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan
kebersediaan klien untuk bercakap-cakap (tempat bercakap-
cakap dan lama percakapan).
Contoh komunikasi:
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap.”
“Ayo kita bercakap-cakap!”
“Di mana kita duduk?” (sebutkan)
“Ayo kita duduk di sana.” (sebutkan)
Jika di klinik/ rumah sakit langsung katakana “silahkan
duduk!”.Jika di kamar klien, saudara langsung duduk di
samping klien.
e) Menghadapi kontrak;
Pada pertemuan awal saudara perlu melengkapi penjelasan
identitas saudara sehingga saat interaksi klien percaya pada
saudara.
Contoh komunikasi:
“Saya perawat yang bekerja di …, saya yang akan merawat
Yanti selama 3 hari.” (contoh bila panggilan sayangnya
Yanti) dan j
“Dimulai saat ini s.d. …, saya datang jam 07.00 dan pulang
jam 14.00.”
Klien menyepakati tujuan interaksi:
“Saya akan membantu Yanti untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi.”
“Kita bersama-sama menyelesaikan masalah yang Yanti
hadapi.”
f) Memulai percakapan awal;
Pada awalnya focus percakapan awal adalah pengkajian
keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit. Kemudian
dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Jika mungkin melengkapi format pengkajian proses
keperawatan.
Contoh komunikasi untuk mengkaji keluhan utama.
Untuk melengkapi identitas saudara:
“Apa yang terjadi di rumah sampai Yanti dibawa kemari?”
“Apa yang Yanti rasakan sampai datang kemari?”
“Apa yang Yanti susahkan saat ini?”
40

“Apa masalah yang Yanti rasakan?”


Jika klien menjawab, lanjutkan eksplorasi sesuai dengan
format pengkajian terutama hal-hal terkait dengan keluhan
utama.
Jika klien tidak menjawab:
“Saya tidak dapat membantu jika Yanti tidak mau
menceritakan hal yang Yanti hadapi.Tampaknya Yanti
belum mau cerita, kita duduk saja bersama.” (10 menit)
g) Menyepakati masalah klien;
Setelah pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara
sepakati masalah atau kebutuhan klien.
Contoh komunikasi:
“Dari percakapan kita tadi tampaknya Yanti …” (sesuai
dengan kesimpulan masalah/kebutuhan yang dimiliki klien).
Gunakan bahasa yang dimengerti klien, misalnya:
“Tampaknya Yanti tidak nafsu makan karena merasa nyeri
pada ulu hati” (untuk masalah gastritis); “Tampaknya Yanti
kelihatan sesak nafas” (untuk masalah asma).
h) Mengakhiri perkenalan
Lihat terminasi sementara (pada no. 5a)
2) Fase Orientasi
Fase orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua
dan seterusnya.Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi
kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaaan
klien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu.Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan
bersama klien.
a) Memberi salam;
Sama dengan fase perkenalan.
b) Memvalidasi keadaan klien;
“Bagaimana perasaan Yanti hari ini?”
“Coba Yanti ceritakan perasaan hari ini!”
“Adakah hal yang terjadi selama kita tidak bertemu?Coba
ceritakan!”
c) Mengingat kontrak;
Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak
pada pertemuan sebelumnya.
“Yanti masih ingat jam berapa kita bertemu hari ini/ pagi
ini/ siang ini/ sore ini?”
“Sesuai dengan janji kita yang lalu sekarang saya akan
memberikan suntikan lagi.”
“Sesuai dengan penjelasan saya tadi, sekarang ibu akan
saya bantu latihan batuk efektif.”
41

Jika klien dapat menyebutkan waktu, tempat, topik


pembicaraan, anda wajib memberikan pujian
(reinforcement).Fase orientasi selalu diikuti fase kerja dan
terminasi sementara. Oleh karena itu komunikasnya dapat
berupa kalimat berikut:
“Baiklah sekarang kita akan bicarakan tentang cara
mengatasi tidak nafsu makan/cara mengelola nyeri yang ibu
rasakan (dan lain-lain sesuai dengan masalah klien).”
c. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat klien yang terekait
erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan keperawatan adalah:
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya,
perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini sering disebut
tujuan kognitif.
Contoh:
“Apa yang menyebabkan Yanti cemas?”
“Apa tanda/gejala yang Yanti rasakan saat cemas?”
“Kapan saja Yanti merasakan cemas?”
“Apa yang Yanti rasakan saat merasakan cemas?”
2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan klien secara mandiri menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif dan
psikomotor.
Contoh:
“Apa yang Yanti lakukan saat cemas?”
“Apa yang Yanti lakukan saat jantung berdebar-debar?”
“Apakah dengan itu masalah Yanti selesai?”
“Apa dengan itu debar jantung hilang?”
“Apa kira-kira cara lain yang lebih baik?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan beberapa cara baru?”
jelaskan!
“Yanti ingin mencoba cara yang mana? Baik saya akan beri
contoh” (lakukan demonstrasi). “Coba Yanti tiru cara tadi.”
“Bagus, Yanti dapat melakukan dengan baik.Bagaimana kalau
Yanti coba sendiri.”
3) Melaksanakan terapiteknikal keperawaatan.
Contoh:
“Bagaimana rasa nyeri ibu”
“Saya bantu untuk mencoba cara mengurangi rasa nyeri.”
42

“Pertama: Ibu dapat mengalihkan pikiran pada pengalaman


yang menyenangkan, atau membaca, atau mendengarkan
music, atau bercakap-cakap.”
“Kedua: Latihan nafas dalam-dalam.” (beri contoh)
“Ketiga: mengusap daerah tertentu.” (beri contoh)
“Mari kita coba.” (bantu klien melakukannya, beri pujian jika
dapat melakukan)
“Bagaimana perasaan ibu?”
“Nah, ibu dapat mencobanya pada saat nyeri, namun jika tidak
berhasil panggil perawat.”
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan.
Contoh:
“Sesuai dengan janji kita tadi pagi, saya akan memberi
penjelasan tentang cara merawat tali pusat bayi baru lahir.”
Jelaskan tentang merawat tali pusat bayi baru lahir (Jelaskan
dengan alat bantu (lembar balik/leafletbooklet)).
“Ada pertanyaan bu? Ada yang kurang jelas”
“Ibu dan keluarga boleh mencoba melakukannya di rumah,
terima kasih.”
5) Melakukan kolaborasi.
Contoh:
“Bu, sekarang sudah pukul 12.00, saatnya ibu mendapat
suntikan.”
“Ibu, miring ke sebelah kiri.”
“Sedikit sakit bu (katakana pada saat akan menyuntik), tarik
napas dalam Bu, ya, sudah.”
“Bagaimana bu”
6) Melakukan observasi dan monitoring.
“Bu, sesuai dengan keadaan suhu Ibu yang tinggi maka setiap 2
jam saya akan mengukur suhu, nadi dan pernapasan ibu.”
“Sekarang saya akan ukur suhu ibu di ketiak.” Kemudian
perawat meletakkan thermometer di ketiak klien, dan katakana
pada klien: “Dijepit ya Bu!”
“Saya ambil ya Bu, sekarang Ibu istirahat lagi, nanti 2 jam lagi
saya datang.”
d. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dank
lien.Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi
akhir.
1) Terminasi sementara;
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat
dank lien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi
43

dengan klien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya:


1(satu) atau 2(dua) jam pada hari berikutnya.
Isi percakapan:
(a) Evaluasi hasil;
“Coba Yanti sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.”
“Apa saja yang telah Yanti dapat dari percakapan tadi?”
(b) Tindak lanjut;
“Bagaimana kalau Yanti coba lakukan nanti di ruangan?”
“Yang mana yang ingin Yanti coba?”
(c) Kontrak yang akan datang;
Waktu:
“Kapan kita bertemu lagi?”
“Bagaimana kalau nanti jam … kita bertemu lagi?”
“Kita akan bertemu lagi besok pagi.”
Topik:
“Apa saja yang akan kita bicarakan nanti/besok.”
“Bagaimana kalau kita bicara … ” (sebutkan)
2) Terminasi akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit
atau saudara selesai praktek di rumah sakit.
Isi percakapan :
(a) Evaluasi hasil
“Coba sebutkan kemampuan yang di dapat setelah dirawat
di sini”
“Saya melihat Yanti sudah dapat melakukan …”
(Sebutkan sesuai hasil observasi pada tiap diagnose
keperawatan)
(b) Tindak lanjut
“Apa rencana kegiatan Yanti di rumah”
“Apa gejala dan tanda yang perlu diperhatikan di rumah”
(c) Kontrak yang akan datang
Hal yang sama dengan 1,2,3, dilakukan pada keluarga
Contoh operational panduan kegiatan interaksi perawat klien (Intan, 2005):
Panduan Interaksi perawat-klien
1 Tahap Prainteraksi
- Mengumpulkan data tentang klien.
- Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
- Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat).
2 Tahap Orientasi
- Memberikan salam dan tersenyum pada klien.
- Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) (biasanya pada
pertemuan lanjutan).
- Memperkenalkan nama perawat.*
44

- Menanyakan nama panggilan kesukaan klien.*


- Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien.*
- Menjelaskan peran perawat dan klien.*
- Menjelaskan kegiatanyang akan dilakukan
- Menjelaskan tujuan.
- Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan.
- Menjelaskan kerahasiaan.
3 Tahap Kerja
- Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya.
- Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan dengan
kelancaran pelaksanaan kegiatan.
- Memulai kegiatan dengan cara yang baik.
- Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4 Tahap Terminasi
- Menyimpulkan hasil kegiatan: evaluasi proses dan hasil.
- Memberikan reinforcement positif.
- Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
- Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat,
topik).
- Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.
Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan:
- Berhadapan.
- Mempertahankan kontak mata.
- Tersenyum pada saat yang tepat.
- Membungkuk kea rah klien pada saat yang diperlukan.
- Mempertahankan sikap terbuka (tidak bersedekap, memasukkan
tangan ke kantung atau melipat kaki).
*) mungkin tidak perlu dilakukan pada pertemuan selanjutnya, kecuali pada
kondisi tertentu, misalnya pada klien dengan gangguan jiwa yang perlu dijelaskan
lagi beberapa hal di atas.
Ringkasa tugas utama perawat dalam tiap tahap dari proses hubungan terapeutik
(Stuart dan Sundeen, 1995)
Fase Tugas
Prainteraksi - Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
- Mengalisa kekuatan professional diri dan keterbatasan.
- Mengumpulkan data tentang klien jika mungkin.
- Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.
Pendahuluan - Menentukan mengapa klien mencari pertolongan.
atau orientasi - Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan komunikasi
terbuka.
- Membuat kontrak timbal balik.
- Mengeksplorasi perasaan klien, perasaan dan tindakan.
- Mengidentifikasi masalah klien.
45

- Mendefinisikan tujuan dengan klien.


Kerja - Mengeksplorasi stressor yang sesuai/relevan.
- Mendorong perkembangan insight klien dan penggunaan
mekanisme koping konstruktif.
- Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh
klienresistence.
Terminasi - Menyediakan realitas perpisahan.
- Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian
tujuan.
- Saling mengeksplorasi perasaan adanya penolakan,
kehilangan, sedih dan marah juga tingkah laku yang
berkaitan.

G. Hambatan komunikasi Terapeutik


Beberapa teknik atau gaya komunikasi mengakibatkan interaksi
intetpersonal yang tidak bersifat terapeutik. Kendala ini dapat merusak
hubungan dengan klien yang dibangun perawat. Banyak teknik yang secara
umům dapat meningkatkan komunikasi efektif akán berbahaya jika tidak
digunakan secara tepat.
1. Pemberian Pendapat
Dengan memberikan pendapat akan membutuhkan pengambilan
keputusan yang dilakukan jauh dari klien. Hal itu menghalangi
spontanitas, memperlambat pemecahan masalah, dan menyebabkan
keraguan. Contoh di bawah ini memmjukkan bagaimana pemberian
pendapat dapat berbahaya.
Perawat: Tuan Jones. Anda tampak sedang melamun
Klien: Tidak. Saya sedang berpikir apakah anak saya akán menengok
perawat:Kalau Anda bertanyapadá saya, ia seharus nya sudah ada di sini
sekarang. Itu besar artinya buat Anda.
Seringkali klien hanya membutuhkan kesempatan untuk menunjuklcan
perasaaainya. Pemberian pendapat akán menghalangi klien
mengembangkan solusi untuk meinecahkan masalah.
Ada kalanya klien membutuhkan saran. Misalnya ketika klien memilih
diet khostis, bantuan perawat mungkin dibutuhkan untuk meneiilmkan
makanan yang tepat. Usul diberíkan kepada klien sebagai pilihan karena
keputusan akhir ada di tangan klien.

2. Memberikan Penentraman Semu


Kelíka klien sakit serius, perawat tergoda untuk menawarkan
harapan kepada klien dengan pernyataan sepertí "Anda akán baik-baik
saja " atau “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Ketika klien memberi
tahu lebih lanjut, penentraman semu dari perawat dapat mematahkan
komunikasi terbuka. Contoh di bawah menunjukkan masalah ini.
46

Klien: Saya menjadi sangat bergantung padá istri saya. Saya rasa saya
tidak akán membaik.
Perawat: Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akán rnemhaik."
Penentraman yang tulus dan dapat dipercaya sangat penting dan
dapat membanntu menetapkan harga diri dan harapan klien. Bradley dan
Gáinberg (1990) telah mengidentifikasi enam kondisi dasar di mana
penentraman secara verbal dapat diberikan dapat diyakinkan bahwa:
1) Masih ada harapan
2) Perawat selalu mendengarkan
3) Pengobatan tersedia
4) Perubahan tertentu yang tidak diinginkan dapat terjadi (mis.
kehilangan rambut karena kemoterapi)
5) Klien akán diperlakukan sebagai individu
6) Masalah klien telah dipahami

Dialog di bawah ini menanjukkan bagaimana perawat menunjukkan


keinginan untuk memahami perhatian klien tanpa memberí harapan
kosong bahwa penyakit dari gejalanya hanya bersifat ringan.

Studi nyonya stevens berumur 58 tahun dengan kasus kanker terminal ,


perawat rumahnya tuan Fry duduk di sbelahnya.
Nyonya Stevens: saya kadang berfikir bahwa semua nya ini tidak terjadi
pada saya semuanya tidak adil , oh maaf kamu pasti tidak ingin mendegar
masalah saya.
Tuan Fry: oh tidak nyonya stevens saya mau mendegar bagaimana perasaan
anda

3. Bersikap Defensif
Defensif adalah respons untuk mengritik, untuk menunjukkan bahwa klien
tidjc memiliki hak untuk mcmberikan opini. Ketika perawat menjadi
defensif, apa yang menjadi kekhawatiran klien seringkaii terabaikan.
Contoh berikut ini menunjukkan masalah tersebut.

Studi tuan locke telah menjadi pengunjung tetap kasus klinik kesehatan
selama beberapa tahun. Terakhir kali ia mengunjungi klinik, ia
mengalami gejala yang mengakibatkan ia harus di rawat, sekarang ia
kembali ke klinik untuk melakukan pemeriksaan satu minggu setelah
keluar dari rumah sakit
Tuan locke: saya harap, saya tidak bertemu dengan dokter warren hari
ini.
Perawat saya tidak paham tuan locke , apakah ada yang salah? Dokter
warren telah menjadi dokter anda sejak dulu.
Tuan locke saya tidak peduli . ia adalah salah satu dari mereka yang
47

memaukkan saya ke rumah sakit dan semuanya itu membuang waktu.


Perawat itu tidak masuk akal . dokter warren adalah dokter yang hebat
Tuan locke. Begitu menurut anda ? ia belum pernah menyuruh anda di
rawat tapa alasan , bukan?
Perawat anda sakuit tuan locke . saya tahu dokter warren mebuat
keputusan yang tepat

Perawat mempertaruhkan hubungannya dengan tuan Locke. Ia mungkin


tidak akán mempercayai perawat lagi untuk merahasiakan perasaannya.
Perawat tidak memper-hatikan perasaan klien dan mungkin tidak akán
mengambil tindakan apa pun untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah
pereakapan tersebut, perawat mungkin akán mengalami kesulitan untuk
melanjutkan hubungan yang memicu klien untuk mendiskusikan masalah
lain. Ketika klien menunjukkan kritik, perawat harus mendengar apa yang
mereka katakan. Mendengarkan tidak berarti menyetujui. Untuk
mempelajari alasan dibalik kritik klien, perawat harus menghindari sikap
defensif. Ada dua sisi dalam setiap cerita, dan perawat harus mencoba
untuk mempelajari mengapa klien menjadi marah atau kecewa. Dialog
berikut ini menunjukkan teknik tersebut.
Tuan Locke: Saya harap saya tidak perlu bertemu dengan dokter Warren
hari ini.
Perawat: Anda tampak gusar. Apakah Anda ingin mendiskusikannya?
Tuan Locke: Saya hanya berpikir bahwa ia tidak perlu memasukkan saya
ke rumah sakit.
Perawat: Anda berpendapat bahwa opname tidak diperlukan?
Tuan Locke: Ya, mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka melakukan
beberapa tes dan ronsen.
Perawat: Tuan Locke, apakah dokter Anda mengatakan hasil tes tersebut?
Tuan Locke: Tidak, itulah alasan kenapa saya marah.
Kesabaran perawat mengarah padá apa yang sesungguhnya menjadi
perhatian klien yaitu bahwa ia tidak mengetahui hasil tes diagnosanya.
Dengan menghindari sikap defensif perawat menghilangkan kemarahan
tuan Locke sehingga ia dapat menunjukkan apa yang menjadi persoalan.

4. Menunjukkan Persetujuan Atau Ketidaksetujuan


Menunjukkan persetujuan yang berlebihan dapat berbahaya untuk
hubungan klien-perawat, sama seperti menunjukkan ketidaksetujuan.
Memberikan pujian yang berlebihan menunjukkan bahwa tingkah laku
yang dipuji adalah satu-satunya yang dapat diterima. Seringkali klien
berbagi keputusan dengan perawat, tidak dalam usaha untuk mencari
persetujuan tetapi untuk mencari cara untuk mendiskusikan perasaan.
Contoh di bawah ini menunjukkan hal tersebut:
48

Klien: Saya memutuskan bahwa kalau saya meninggalkan rumah sakit


saya akán tinggal dengan anak saya. Ia tidak menginginkan saya pulang
dan tinggal sendirian.
Perawat: Oh, saya sangat senang mendengarnya. Saya pikir Anda telah
membuat keputusan yang tepat. Tinggal dengan anak Anda adalah yang
terbaik.
Komentár perawat tersebut umumnya akán mengakhiri diskusi lebih lanjut
mengenai topik tersebut. Klien akán menganggap bahwa perawat setuju.
Mungkin klien lebih baik tinggal dengan anaknya. Namun di lain pihak,
klien mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk tetap mandiri, dan
sekarang keinginan tersebut telah dipatahkan. Persetujuan perawat yang
berlebihan tidak akán membuat klien berpikir atau bertindak dengan bebas
dan menghalangi potensi untuk melakukan pengambilan keputusan.
Respons yang lebih baik bagi perawat misalnya, "Anda tampak kuatir
mengenai kehilangan kebebasan Anda."
Di lain pihak, kelidaksetujuan secara tidak langsung menunjukkan bahwa
klien harus memenuhi harapan atau standar perawat. Dalam contoh berikut
ini, respons perawat dapat menghalangi sikap positif klien dan
kesembuhan.
Klien: Oh, saya merasa sehat, hari ini say? saiiggup berjalan ke kursi sátu
kali.
Perawat: Hanya sekali? Anda harus bangun lebih sering dari itu
Akán lebih baik jika perawat mengatakan. "Anda membuat kemajuan yang
baik. Dokter Anda ingin Anda mencoba untuk bangun paling tidak tiga
káli sehari. Apakah Anda akán mencoba melakukan sit up sebelum tidur?"
Pernyatan yang menunjukkan ketidaksetujuan akán membuat klien merasa
ditolak. Klien akán roeng-hindari interaksi lebih lanjut dengan perawat
yang akán memperlambat potensial kesembuhan.

5. Stereotip
Setiap orang memiliki ciri khas. Namun respons stereotip menghalangi
keunikan dan secara berlebihan menyederhanakan situasi. Stereotip adalah
kepercayaan umům mengenai orang. Penggunaan stereotip menghalangi
komunikasi dan dapat menghalangi hubungan antara klien-perawat.
Pernyataan yang bersifat stereotip seperti "Lansia selalu mernbingungkan"
atau "Klien dengan masalah punggung tidak dapat menoleransi rasa sakit,"
secara serius membuat komunikasi interpeisonal menjadi tidak seimbang.
Komunikasi non-terapeutik lainnya adalah penggunaan respons stereotip
yang tidak bermakna. Penggunaan-nya akán meminimalkan pentingnya
pesan seseorang. Contoh berikut ini menunjukkan hal tersebut.
49

Klien: Saya nyaris tidak dapat tidur sama sekali semalam. Jahitan saya
kelihatannya tertarik.
Perawat: Paling tidak jahitan itu mulai menyembuh.

6. Bertanya Mengapa
Ketika orang tidak setuju atau tidak dapat memahami orang lain,
mereka cenderung untuk bertanya mengapa orang lain percaya atau
bertindak seperti itu. Klien seringkaii menginterpretasikan pertanyaan
"mengapa" sebagai tuduhan. Mereka mungkin juga berpikir bahwa
perawat tahu alasannya dan hanya ingin menguji mereka. Tanpa
mengindahkan persepsi klien terhadap motivasi perawat, pertanyaan
"mengapa" dapat menyebabkan kebencian, rasa tidak aman, dan tidak
percaya. Jika perawat menginginkan informasi tambahan, terdapat cara-
cara lain yang lebih efektif untuk menetapkan pertanyaan. Misalnya,
daripada bertanya, "Kenapa Anda tidak melakukan latihan?" perawat dapat
mengatakan, "Anda tidak melakukan latihan Anda. Apakah ada masalah?"
Daripada menanyakan, "Mengapa Anda cemas?” Perawat dapat
mengatakan, “Anda tampak kesai, Ada yang ingin disampaikan?”

7. Mengubah Subjek Pembicaraan Secara Tidak Tepat


Perawat mungkin dengan tidak hati-hati menghentikan klien ketika
membicarakan subjek yang penting dengan mengganti subjek.
Mengintenipsi pembicaraan dengan kasar sangat tidak sopan dan
menunjukkan kurangnya rasa empati, seperti yang ditunjukkan pada
contoh berikut:

Perawat:Selamat pagi, Tuan Jones, bagaimana perasaan Anda?


Tuan Jones: (ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan) Tidak
terlalu baik. Jahitan saya agak nyeri.
Perawat: Ya, duduklah. Kita harus mendiskusikan latihan Anda.

Komentar perawat menunjukkan ketidakinginan untuk


mendiskusikan ketidaknyamanan tuan Jones. Perubahan pengkajian
terapeutik ketidaknyamanannya telah hilang. Dalam contoh ini, mengubah
subjek tidak terapeutik karena perawat tidak mengtndahk2n masalah serius
yang potensial.
Mengubah subjek menghalangi kemajuan dalam komunikasi
terapeutik. Pemikiran dan spontanitas klien menjadi terganggu, ide-idenya
menjadi kusut dan sebagai akibatnya informasi yang tersedia menjadi tidak
adekuat. Sangat penting untuk menghindari perubahan subjek selama
pengkajian. Jika klien memiliki kesempatan untuk menyelesaikan pesan,
informasi yang diungkapkan akan lebih menyeluruh dan berguna.
50

BAB III
KOMUNIKASI DALAM PROSES KEPERAWATAN

Komunikasi sangat penting untuk proses keperawatan. Perawat


menggunakan kemampuan komunikasi pada setiap langkah dari proses (lihat
kotak di sebelah). Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi perawatan klien bergantung pada komunikasi efektif antaia perawat,
klien, keluarga, dan tim perawatan kesehatan. Melalui komunikasi perawat dan
klien sampai pada persetujuan bagaimana mencapai hasil perawatan yang sukses.
Fungsi-fungsi ini adalah bagian dari proses keperawatan yang berjalan terus.

Komunikasi juga penting kedka perawatan klien dengan masalah komunikasi. Jika
klien tidak dapat berinteraksi dengan orang lain karena penyakit, keteilambatan
perkembangan, keterbatasan fisik, gangguan karena terapi aiau alasan emosi,
perawat harus mendorong komunikasi. Perawat menggunakan proses keperawatan
untuk menjamin bahwa klien berkomunikasi dengan cara yang baik dan efektif.

A. Pengkajian
Pengkajian dapat dimulai dengan mengulang faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi. Tingkat perkembangan, persepsi, emosi, orientasi
51

budaya, dan pengetahuan klien, adalah pokok yang harus dipahami perawat
sebelum merencanakan metode untuk meningkatkan komunikasi. Mungkin
akan sulit untuk mengkaji seluruh faktor ini jika klien memiliki kendala fisik
dalam berkomunikasi. Keluarga atau teman akan menjadi sangat penting
untuk pengkajian perawat.

1. Kendala Fisik Dan Psikologis Pada Komunikasi


Klien mungkin akan mengalami perubahan fisik dan psikologis
yang membuat komunikasi tidak seimbang. Untuk dapat berbicara dengan
spontan dan jelas, seseorang harus memiliki sistem pemapasan yang utuh,
rongga oral dan nasal normal, serta pusat bicara yang berfungsi dalam
korteks serebral. Resepsi normal bahasa membutuhkan sistem auditorius
utuh. Dalam kasus seorang anak, perawat mengkaji kemampuan anak
untuk berkomunikasi, meliput’ observasi suara, gaya, dan kosakata yang
digunakan. Ketika seorang dewasa mengalami masalah pendengaran di
kemudian hari, kemampuan untuk menerima dan memahami pesan
menjadi tidak seimbang. Pengulangan
riwayat medis dan pengkajian fisik akan memberikan petunjuk
pada kemampuan fisik klien untuk berkomunikasi (Tabel 3.2). Kendala
fisik menyebabkan ketidakmampuan untuk berbicara, ketidakseimbangan
dalam artikulasi atau ketidakmampuan untuk menemukan nama atau kata.
Ketidakseimbangan neurologis seperti paralisis serebral atau autisme dapat
menghambat perkembangan kemampuan bicara secara normal atau
kemampuan bahasa yang reseptif. Ketidakmampuan seperti ini
membutuhkan.

Tabel. 3.1 Komunikasi Melalui Proses Perawatan

PENGKAJIAN
 Wawancara dan pengambilan riwayat
 Pemeriksaan fisik (penggunaan saluran visual,auditori dan taklil)
 Observasi tingkah laku non-verbal
 Pengulangan catatan. Medis literatur, dan tes diagnostik

DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Analis.s lorlulis dari ponemuan pongkajian
 Diskusi kebutuhan perawatan kesehatan dan prioritas dengan klien
dan keluarga

PERENCANAAN
 Rencana asuhan tertulis
 Sesi perencanaan lim kesehatan
 Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda
implementasi
52

 Membuat rujukan

IMPLEMENTASI
 Diskusi dengan profesional kesehatan lainnya
 Pengajaran kesehatan
 Penetapan dukungan terapeutik,
 Kontak dengan sumber kesehatan lainnya
 Catatan perkembangan klien dalam rencana keperawatan dan
rencana perawat

EVALUASI
 Kemahiran 'untuk memberikan respons verbal dan non-verbal
 Hasil tertulis tentang akibat yang diharapkan
 Memperbarui rencara keperawatan tertulis 1
 Penjelasan revisi kepada klien

Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA yang Berhubungan


dengan Perubahan Komunikasi
Hambatan Komunikasi Verbal yang berhubungan dengan :
 Kendala fisik atau jalan napas artifisial
 Defisit neurologis
 Perbedaan bahasa budaya
 Defisit perkembangan
Koping Individu Ketidakefektifan yang berhubungan dengan:
 Krisis situasi
 Krisis maturasional
Hambatan Interaksi Sosial yang berhubungan dengan :
 Kendala komunikasi penggunaan formula komunikasi alternatif
seperti papan tulis, komputer, dan bahasa isyarat.

Tabel 14-2 Pengkajian Kendala Komunikasi fisik


Pengkajian Kendala Komunikasi fisik
Mekanisme wicara dan Perubahan yang mempengaruhi wicara
bahasa
Sistem respirasi Dispnea ekstrem (napas pendek)

Jalan napas buatan: Selang endotrakea atau


trakeostomi
Laringektomi (pengangkatan laring dengan
pembedahan)
Rongga oral dan nasal Palatum sumbing
53

Gigi palsu longgar


Penyakit neurologis yang
mempengaruhi artikulasi (mis.
parklnson)
Pusat wicara Afasia yang berhubungan dengan cedera serebro-
vaskular (stroke) atau tumor otak
Sistem auditorius Konduksi atau ketulian saraf

Perawat juga harus mempertimbangkan apakah klien menjalani


medikasi yang menyebabkan kerusakan wicara. Beberapa medikasi seperti
antidepresan, neuroplastik atau sedatif dapat menyebabkan klien
menggunakan kalimat yang tidak lengkap. Perawat harus mengenali efek
samping medikasi tersebut.
Beberapa penyakit psikologis seperti psikosis atau depresi dapat
mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi. Klien dapat
menunjukkan ide-ide sarnar. verbalisasi konstan dari kata at„u frase yang
sama atau asosiasi samar dari ide-ide. Perawat harus mengisolasi penyebab
psikologis masalah wicara dengan penyebab neurologis yang mungkin.

B. Diagnosa Keperawatan
Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan efektif mempengaruhi
kemampuan klien untuk mengekspresikan kebutuhan atau bereaksi pada
lingkungan. Setelah mengumpulkan data kajian perawat mengelompokkan
batasan karakteristik yang berhubungan untuk pola "lasalah. Keberhasilan
perawat dalam mengidentifikasi masalah komunikasi klien akan menjamin
perumusan diagnosa keperawatan yang akurat (lihat kotak diagnosa
keperawatan pada hlm. 326). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
diagnosa harus difokuskan pada penyebab kegagalan komunikasi sehingga
intervensi yang tepat dapat dipilih (lihat kotak proses diagnostik. Misalnya,
klien dewasa yang mengalami stroke dan afasia akan membuat perawat
meiakukar, diagnosa seperti hambatan komunikasi verbal yang berhubungan
dengan perubahan ekspresi, pemahaman, atau kombinasi keduanya. Faktor-
faktor pendukung yang akurat harus didefinisikan. Intervensi yang berbeda
akan digunakan jika inti ]>c, masalahannya adalah ekspresi dan bukan
pemahaman.
Perawat dapat juga mendiagnosa tnasalah pada klien yang memiliki
kesulitan untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Dalam situasi
tersebut, kesulitan klien untuk menunjukkan ekspresi atau perubahan dalam
pola komunikasi akar memacu perawat untuk mempuat diagnosa.

C. Perencanaan
Komunikasi efektif membutuhkan latihan dan konsentrasi. Perawat
melakukan usaha sadar dalam mencari cara untuk membantu klien dan
54

keluarganya mengomunikasikan pemikiran dan perasaan dengan iebih efektif.


Merencanakan tempat yang sesuai dan mengatur perawatan dengan waktu
yang akurat sangat penting. Selain itu pemberian intervensi dan teknik
komunikasi yang sesuai dengan latar belakang budaya dan umur klien juga
harus dipertimbangkan. Bantuan komunikasi, seperti papan tulis untuk klien
yang mengalami trakeostomi atau lampu panggilan khusus untuk klien yang
lumpuh akan berguna. Perawat juga perlu mengenali keluarga dan tim
perawatan kesehatan lainnya untuk mengomunikasikan masalah atau untuk
membantu perawat dalam mengatur strategi komunikasi yang tepat. Rujukan
tertentu mungkin meliputi pakar terapi wicara bagi klien yang mengalami
afasia (kondisi neurologis di mana fungsi fcanas? berkurang atau hilang),
seorang penerjemah bagi klien yang berbicara dalam bahasa asing, atau
perawat penghubung psikiatris untuk klien yang pemarah atau sangat cemas.
Khususnya sangat penting untuk membuat klien mengambil
kepulusan mengenai rencana perawatan. Seseorang harus merasa nyaman dan
berkeinginan untuk berkomunikasi jika terjadi interaksi yang efektif.
Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan klien dalam
berkomunikasi bergantung tidak hanya pada partisipasi klien dalam
menetapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan
komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan hubungan yang membantu.
Penggunaan kemampuan komunikasi terapeutik akan membantu perawat
merasakan, bereaksi, dan menghargai kekhasan klien. Komunikasi
interpersonal yang berhasil memenuhi tujuan perawatan klien di bawah ini:
1. Mentransmisikan pesan yang jelas, ringkas dan dapat dipahami
2. Klien meningkatkan rasa percaya pada perawat sebagai pemberi perawatan
3. Perawat dan klien memberi dan menerima respons

Setelah keberhasilan ditentukan bersama, hasil yang diharapkan dipolakan,


dan intervensi spesifik direncanakan.

D. Implementasi
Perawat harus mencoba untuk mengembangkan hubungan terapeutik
yang membantu. Klien kemudian akan merasa naman dalam melakukan
interaksi meskipun terjadi perubahan.
55

BAB IV
KOMUNIKASI PADA KLIEN BERDASARKAN TINGKAT USIA

A. Komunikasi Terapeutik pada bayi dan anak


Anak merupakan individu yang unik, bukan miniature orang
dewasa.mereka juga bukan salinan dari orang tua mereka, tetapi merupakan
pribadi dengan haknya sendiri dengan kapasitas untuk menjadi orang dewasa
yang unik. Melalui komunikasi anak-anak membentuk hubungan, tidak hanya
dengan manusia lain tetapi juga dengan dunia social disekitarnya.
Berkomunikasi pada anak membutuhkan pendekatan yang khusus dan
berbeda.Sehingga kemampuan dalam bekomunikasi ada anak dipengaruhi
oleh keluarga dan tingkat perkembangan anak, yaitu perkembangan neurologi
dan intelektual.

1. Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Tingkat Perkembangan Anak


Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak,
perawat harus memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat
perkembangan (Yupi Supartini, 2004).
a. Infancy/Usia Bayi (0-1 tahun)
Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan
kata-kata.Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak
menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus,
basah, dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bis
menekspresikannya dengan cara menangis. Walaupun demikian,
sebenarnya bayi dapat berespons terhadap tingkah laku orang dewasa
yang berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya
memberikan sentuhan, mendekap, menggendong, dan berbicara
dengan lemah lembut.
Ada beberapa respons non verbal yang biasa ditunjukkan bayi,
misalnya menggerakkan badan, tangan, dan kaki. Hal ini terutama
terjadi pada bayi usia kurang dari 6 bulan sebagai cara menarik
perhatian orang. Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang
tidak dikenalnya.

b. Toddler (1-3 tahun) dan Early Childhood/usia prasekolah ( 3-5 tahun)


Karakteristik anak pada masa ini (terutama anak usia di bawah tiga
tahun atau toddler) adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga
mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak
56

perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya,
pada saat anak akan diukur suhu, anak akan merasa takut melihat anak
yang akan ditempelkan di tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan
bagaimana anak akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk
memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak
berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih.Hal ini
disebabkan karena perbendaharaan kata anak kira-kira 900-1200
kata.Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang
sederhana, singkat dan gunakan istilah yang
dikenalnya.Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional
seperti boneka, puppet atau boneka binatang sebelum bertanya
langsung kepada anak.Berbicara dengan orang tua bila anak malu-
malu.Beri kesempatan kepada anak yang lebih besar untuk berbicara
tanpa keberadaan orang tua.
Posisi tubuh yang baik saat berbicara padanya adalah jongkok, duduk
di kursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan mata kita akan sejajar
dengannya.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan dengan
memberikanpujian atas apa yang telah dicapainya atau tunjukkannya
terhadap perawat dan orang tuanya. Perawat juga harus konsisten
dalam berkomunikasi secara vebal maupun non verbal.Jadi, jangan
tertawa atau tersenyum saat dilakukan tindakan yang menimbulkan
rasa nyeri pada anak, misal diambil darah, dipasang infus, dan lain-
lainnya.Berbicara dengan kalimat yang singkat, jelas, dan spesifik
menggunakan kata-kata sederhana konkret.

c. School age years/usia sekolah (6 tahun)


Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan
mengancam keutuhan tubuhnya, oleh karena itu, apabila perawat akan
melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa dilakukan, untuk
apa, dan bagaimana caranya dilakukan? Anak membutuhkan
penjelasan atas pertanyaannya.Gunakan bahasa yang dapat dimengerti
anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan
kognitinya.
Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang
deasa.perbendaharaan katanya sudah lebih banyak, sekitar 3000 kata
dikuasai dan anak sudah mampu berfikir secara konkret. Apabila akan
melakukan tindakan, perawat dapat menjelaskannya dengan
mendemonstrasikan pada mainan anak. Misalnya, bagaimana perawat
akan menyuntik diperagakan terlebih dahulu pada bonekanya.
d. Adolescence/usia remaja
57

Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa
kanak-kanak menuju masa dewasa.Dengan demikian, pola pikir dan
tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang
dewasa juga.Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas, atau stress, jelas
bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan/atau orang
dewasa yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia
menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai keberadaan
identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk
diperhatikan dalam berkomunikasi.Luangkan aktu bersamadan
tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya. Jangan
memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya, menghargai pandangan remaja serta menerima perbedaan.
Hindari pertanyaan yang menyelidiki atau interogasi.Kita harus
menghormati privasinya dan beri dukungan atas hal yang telah
dicapainya secara positif dengan selalu memberikan reinforcement
positif.

2. Teknik komunikasi dengan bayi dan anak


Teknik Komunikasi Kreatif pada Anak Menurut Whaley dan
Wong’s (1995), teknik komunikasi kreatif pada anak yaitu;
a. Teknik verbal
1) Pesan “Saya”;
Nyatakan perasaan tentang prilaku dalam istilah “Saya”.Hindari
penggunaan “Anda” (kamu).Pesan “Anda” adalah perlawanan yang
menghakimi dan menghasut.
Contoh :
Pesan “Anda”: “Anda sangat tidak kooperatif dalam menjalankan
pengobatan anda”.
Pesan “Saya”: “Saya sangat memperhatikan jalannya pengobatan
karena saya ingin melihat anda menjadi lebih baik”.
2) Teknik orang-ketiga;
Teknik ini biasanya digunakan pada pasien infan dan toddler yaitu
dengan menggunakan orang terdekatpasien.Teknik ini kurang
mengancam dibandingkan dengan menanyakan pada anak secara
langsung bagaimana perasaannya, karena hal ini memberi
kesempatan pada mereka untuk setuju atau tidak setuju tanpa
merasa dibantah.
Contoh:
“Terkadang bila seseorang menderita sakit parah, ia merasa marah
dan sedih karena tidak dapat melakukan yang orang lain lakukan”.
58

Tunggu dengan diam untuk mendapatkan respon atau mendorong


pengulangan dengan pernyataan seperti: “Apakah anda pernah
merasa demikian?”
Beri anak tiga pilihan:
a) Untuk setuju dan, dengan berharap, mengekspresikan apa yang
mereka rasakan.
b) Untuk tidak setuju.
c) Untuk tetap diam, dimana mungkin mereka mengalami
perasaan yang tidak dapat diekspresikan pada saat itu.

3) Facilitative responding (respon fasilitatif)


Libatkan teknik mendengar dengan perhatian dan cerminan
kembali pada pasien perasaan da nisi pertanyaan yang mereka
ungkapkan respon yang dilakukan oleh perawat tidak menghakimi
dan empati.
Contoh:
Bila anak berkata,”Saya benci dating ke rumah sakit dan disuntik”
respon fasilitatifnya adalah:”Kamu merasa tidak senang ya dengan
seemua yang dilakukan padamu”.

4) Storrytelling (bercerita)
Gunakan abahasa anak untuk masuk kedalam area berpikir mereka
sementara menembus batasan kesadaran atau rasa takut anak.
Teknik paling sederhana adalah meminta anak untuk menyebutkan
cerita tentangkejadian yang berhubungan, seperti “berada di rumah
sakit”’
Pendekatan lainnya:
Tunjukkan pada anak sebuah gambar tentang kejadian tertentu,
seperti seorang anak di rumah sakit dengan orang lain disuatu
ruangan, dan minta mereka untuk menggambarkan situasinya;
“atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan minta anak
menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.

5) Saling bercerita;
Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubahpersepsi
anakatau rasa takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita
yang berbeda (pendekatan yang lebih terapeutik disbanding
bercerita). Mulailah dengan meminta anak menceritakan sebuah
cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain yang diceritakan
perawat yang hampir sama dengan cerita anak tetapi dengan
perbedaan yang membantu anak dalam area masalah.
Contoh:
59

Cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak pernah
melihat orang tua mereka lagi. Cerita si perawat juga tentang anak
(dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya serupa)
di rumah sakit yang orangtuanya berkunjung setiap hari (pada sore
hari setelah bekerja), sampai anak tersebut merasa lebih baik dan
akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.

6) Biblioterapi;
Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan
pada anak untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan
mereka sendiri tetapi cukup berbeda, untuk memungkinkan mereka
memberi jarak diri darinya dan tetap berada dalam kendali.
Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah ebagai
berikut:
a) Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami
kesiapan memahami pesan dari buku.
b) Kenali isi buku itu.
c) Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.
d) Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya
untuk melakukan hal-hal berikut:
- Menceritakan kembali cerita buku itu.
- Membaca bagian khusus dengan peraat atau orang tua.
- Melukiskan gambaran yang berhubungan dengan cerita dan
mendiskusikan gambar tersebut.
- Membicarakan tentang karakter.
- Meringkas moral atau arti dari cerita.

7) Dreams (mimpi)
Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak
disadari dan ditekan.Minta anak untuk menceritakan tentang mimpi
atau mimpi buruk. Gali bersamanya tentang kemungkinn arti
mimpi.

8) “What if questions (pertanyaan “bagaimanaa jika”)


Dorong anak untuk menggali situasi potensial dan untuk
mempertimbangkan pilihan pemecahan masalah yang berbeda.
Contoh:
“Bagaimana jika kamu sakit dan harus pergi ke rumah sakit?”
respons anak menunjukkan apa yang sudah mereka ketahui dan apa
yang ingin mereka ketahui, pertanyaan ini juga memberi
kesempatan untuk membantu anak mempelajari keterampilan
koping,terutama pada situasi yang berpotensi bahaya.
60

9) Three wishes (tiga harapan);


Libatkan pertanyaan “Bila kamu memilikitiga hal di dunia ini, hal
apa sajakah itu?”Bila anak menjawab, “Semua harapan saya
menjadi kenyataan”, Tanya kepadanya harapan khusus tersebut.

10) Permainan peringkat;


Gunakan beberapa tipe skala peringkat (angka, wajah sedih, sampai
senang) untuk rentang kejadian atau perasaan.
Contoh:
Pengganti pertanyaan bagaimanaperasaan seorang remaja, tanyakan
bagaimana hari-hari mereka (pada skala 1 sampai 10, dengan 10
adalah hari yang paling baik).

11) Permainan asosiasi kata;


Libatkan pernyataan kata-kata kunci dan minta anak untuk
mengatakan pada kata pertama yang mereka pikirkan pada saat
mereka mendengarkan kata-kata kunci tersebut.Mulailah dengan
kata-kata netral dan kemudian perkenalkan kata-kata yang lebih
menimbulkan kecemasan, seperti penyakit, jarum suntuk, rumah
sakit, dan operasi.Pilih kata-kata kunci yang berhubungan dengan
suatu kejadian yang relevan dengan kehidupan anak.

12) Melengkapi kalimat;


Libatkan pernyataan sebagian dan meminta anak untuk
melengkapinya. Beberapa contoh pernyataan tersebut sebagai
berikut:
“Yang paling saya suka tentng sekolah adalah…….”
“Usia paling baik adalah …………”
“Sesuatu yang paling saya sukai tentang orangtua saya adalah
………..”
“Sesuatu yang paling lucu yang pernah saya lakukan adalah
………….”
“Salah satu yang akan saya ubah tentang keluarga saya adalah
………..”
“Bil saya dapat menjadi sesuatu yang saya inginkan, saya ingin
menjadi ……..”
“Yang paling saya sukai tentang diri sendiri adalah ……….”

13) Pros and cons (pro dan kontra/baik buruknya);


Libatkan pemilihan topik, “berada di rumah sakit”, dan minta anak
menyebutkan “lima hal yang baik dan lima hal yang buruk” tentang
hal tersebut. Merupakan teknik yang dapat diterima bila diterapkan
61

pada persahabatan, seperti suatu yang disukai anggota keluarga dan


yang tidak disukai satu sama lain.

b. Teknik non verbal


1) Writing (menulis)
Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang
lebih besar dan orang dewasa. Saran khusus mencakup teknis
menulis:
- Menyimpan jurnal atau buku harian.
- Menulis perasaan atau pikiran yang sulit untuk diekspresikan.
- Menulis “surat” yang tidak pernah dikirimkan (suatu variasi
membuat “sahabat pena” untuk disurati.
- Menyimpan sejumlah kemajuan anak dari titik pandang isik dan
emosional.
2) Menggambar
Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling dapat diterima
baik non verbal (dari melihat gambar) maupun verbal (dari cerita
anak tentang gambar).Gambar anak menceritakan semua tentang
mereka, karena gambar ini adalah proyeksi diri mereka dari dalam.
Menggambar spontan mencakup memberi anak bahan seni yang
bervariasi dan memberikan kesempatan untuk menggambar.
Menggambar dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesiik,
seperti “menggambar orang” atau pendekatan “tiga tema”
(menyatakan tiga hal tentang anak untuk memilih salah satu dan
melukis gambar).
Pedoman mengevaluasi gambar:
1) Gunakan gambar spontan dan evaluasi lebih dari satu gambar
bila mungkin.
2) Interpretasi dalam pandangan informasi lain yang tersedia
tentang anak dan keluarga.
3) Interpretasi gambar sebagai keseluruhan, bukan memokuskan
pada detil khusus dari gambar.
4) Pertimbangkan elemen individual dari gambar yang mungkin
bermakna:
- Jenis kelamin yang digambarkan pertama biasanya
berhubungan dengan persepsi anak tentang peran seksnya
sendiri.
- Ukuran figure individu mengekspresikan kepentingan,
kekuatan, atau kekuasaan.
- Peran dimana figure digambarkan mengekspresikan
prioritas dalam hal kepentingan.
- Posisi anak dalam hubungannya dengan anggota keluarga
mengekspresikan perasaan tentang status atau kelompok.
62

- Mengesampingkan seorang anggota dapat menunjukkan


perasaan tidak dimiliki atau keinginan untuk
menyingkirkan.
- Bagian-bagian yang menonjol biasanya mengekspresikan
perhatian pada area-area dengan kepentingan khusus (misal:
tangan yang besar bisa sebagai tanda agresi).
- Tidak ada atau adanya lengan dan tangan yang belum
sempurna menunjukkan rasa takut, kepasifan, atau
imaturitas intelektual, gambar kaki yang kecil sekali, tidak
stabil dapat merupakan ekspresi rasa tidak aman, dan
tangan yang tersembunyi dapat berarti perasaan bersalah.
- Penempatan gambar pada halaman dantipe coretan;
penggunaan kertas yang bebas dan tegas, coretan yang
berkelanjutan mengekspresikan rasa tidak aman, sedangkan
gambar yang terbatas pada area kecil dan gambar seperti
garis patah-patah atau garis bergelombang dapat menjadi
rasa tidak aman.
- Penghapusan, bayangan, atau garis silang mengekspresikan
keraguan, perhatian, atau kecemasan terhadap area tertentu.

3) Magis:
Gunakan trik magis ederhana untuk membantu membuat hubungan
dengan anak, dorong kepatuhan dengan intervensi kesehatan, dan
berikan distraksi efektif selama prosedur yang
menyakitkan.Meskipun “Tukang sulap” berbicara, tidak adanya
respon verbal dari anak adalah yang diinginkan.
4) Play (bermain)
Merupakan bahasa umum dan “pekerjaan”anak.Ceritakan banyak
hal tentang anak-anak, karena mereka menunjukkan jati diri
mereka sendiri melalui aktivitas.
Bermain spontan mencakup memberi anak berbagai materi
permainan dan memberi kesempatan untuk bermain.
Bermain dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik,
seperti memberi peralatan medis atau boneka untuk memokuskan
alas an, seperti menggali rasa takut anak terhadap injeksi atau
menggali hubungan keluarga.

B. Komunikasi Terapeutik Pada Remaja


1. Perkembangan komunikasi remaja
2. Tujuan komunikasi pada remaja
3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada remaja
4. Model komunikasi pada remaja
63

a. Luangkan waktu untuk menciptakan hubungan dengan


mendengarkan dan tetap tidak menghakiminya.
b. Yakinkan remaja akan kerahasiaan, dalam batas tertentu.
c. Izinkan remaja untuk berpartisipasi dalam keputusan menganai
asuhannya, menggunkan istilah konkret dan abstrak, mendukung
mereka untuk bertanggung jawab akan tubuhnya.
d. Gunakan istilah anatomi yang benar mengenai kondisidan
pemeriksaan.
e. Hindari gaya otoriter, izinkan remaja berbicara.
f. Hargai privasi remaja, izinkan privasi fisik dan kesopanan.
g. Pandanglah setiap remaja sebagai individu yang unik tanpa
memperhitungkan pakaian atau penampilannya.
h. Dukunglah tetapi jangan pernah memaksa remaja untuk
mengungkapkan masalah kesehatannya kepada keluarga. Evaluasilah
perlunya mengungkapkan jika remaja berada dalam bahaya
mendesak.

C. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Menurut WHO batasan umur seorang yang tergolong lanjut usia (lansia)
adalah sebagai berikut:
Middle age : 45-59 tahun
Elderly (lansia) : 60-70 tahun
Old (lansia tua) : 75-90 tahun
Very old (lansia sangat tua) : >90 tahun

1. Perubahan Fisik dan Mental pada Lansia


a. Sistem kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi adalah penurun curah jantung, penurun
kemampuan merespons stress, frekuensi jantung dan volume sekuncup
tidak meningkat dengan kebutuhan maksimal, kecepatan pemulihan
jantung lebih lambat, peningkatan darah. Biasanya lansia akan
mengeluh keletihan dengan peningkatan aktivitas, temuan objektif
untuk tekanan darah normal di 140/90 mmHg
b. Sistem pernafasan
Perubahan yang terjadi adalah peningkatan volume residual paru,
penurunan kapasitas vital, penurunan pertukaran gas dan kapasitas
difusi dan penurunan efisiensi batuk. Biasanya lansia akan mengalami
keletihan dan sesak nafas setelah beraktivitas, gangguan penyembuhan
jaringan akibat penurunan oksigenisasi serta kesulitan membatukkan
sekresi.
c. Sistem integument
Perubahan yang terjadi adalah penurunan perlindungan terhadap
trauma dan pajanan matahari, penurunan perlindungan terhadap suhu
64

yang ekstrim, berkurangnya sekresi minyak alami dan keringat.Terlihat


pada lansia kulit nampak tipis dan keriput, keluhan yang sering muncul
tidak tahan panas dan mudah cedera.
d. Sistem reproduksi
Pada wanita perubahan yang terjadi adalah penyempitan dan
penurunan elastisitas vagina serta penurunan sekresi vagina sehingga
menyebabkan nyeri saat berhubungan kelamin bahkan bisa terjadi
perdarahan vagina setelah berhubungan seksual, gatal, dan iritasi
vagina serta orgasme melabat.Pada pria perubahan yang terjadi adalah
penurunan ukuran penis dan testis.Ereksi dan pencapaian organisme
melambat. Sedangkan pada pria dan wanita perubahan yang sama
terjadi yaitu respons seksual yang melambat.
e. Sistem muskuloskletal
Perubahan yang terjadi adalah kehilangan kepadatan tulang,
kehilangan ukuran dan kekuatan otot serta degenerasi tulang rawan
sendi.Terjadi penurunan pada tinggi badan, rentan terhadap fraktur,
kifosis, keluhan nyeri punggung bahkan sampai kehilangan kekuatan,
fleksibilitas, dan ketahanan.Keluhan yang paling sering muncul adalah
nyeri sendi.
f. Sistem genitourinarius
Pada pria dan wanita perubahan yang terjadi adalah kapasitas kandung
kemih menurun dan keterlambatan rasa ingin berkemih.Biasanya
terjadi retensi urin, kesulitan berkemih, urgensi, frekuensi, dan
inkotinensia urin.
g. Sistem gastrointestinal
Terjadinya penurunan salivasi, kesulitan menelan makanan,
perlambatan pengosongan esophagus dan lambung serta penurunan
motilitas gastrointestinal.Keluhan yang biasanya muncul adalah mulut
kering, sesak, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan.Tidak sedikit
pula mengeluh konstipasi, flatulens, dan ketidaknyamanan abdomen.
h. Sistem saraf
Perubahan yang terjadi adalah penurunan kecepatan konduksi syaraf,
cepat bingung saat sakit isik dan kehilangan orientasi lingkungan
(bingung saat dimasukkan ke rumah sakit), penurunan sirkulasi
serebral (pingsan, kehilangan keseimbangan).Respons dan reaksi
melambat.
i. Sistem indra khusus
1). Penglihatan
Perubahan yang terjadi adalah berkurangnya kemampuan
memusatkan pada benda dekat, ketidakmampuan menerima cahaya
yang menyilaukan, kesulitan menyesuaikan terhadap perubahan
intensitas cahaya dan terjadi penurunan kemampuan membedakan
warna.
65

2). Pendengaran
Terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara dengan
frekuensi yang tinggi biasanya lansia meminta individu untuk
mengulang kata-kata sebagai perkuat untuk dapat mendengar.
3). Kecap dan penghidu
Terjadi penurunan kemampuan terhadap pengecapan dan ciuman
biasanya menggunakan gula dan garam yang berlebihan.

5) Kehilangan
Kehilangan merupakan situasi yang actual dan potensial dimana
seseorang atau objek yang dihargai tidak dapat dicapai atau diganti
sehingga dirasakan tidak berharga seperti semula.Banyaknya
masalah-masalah kesehatan yang meningkat, kematian pasangan
atau orang-orang yang dicintai bisa membuat lansia mengalami
depresi.

Kompleknya perubahan yang terjadi pada lansia baik fisik maupun mental
memerlukan kemampuan yang baik bagi perawat dalam berkomunikasi
dengan lansia. Dengan komunikasi terapeutik perawat dapat memberikan
dorongan pada lansia ikut serta dalam pembuatan keputusan, kemandirian
optimal, aktivitas social, dan keterlibatan dalam aktivitas yang produktif, serta
memuaskan. Dengan begitu maka kualitas hidup lansia akan meningkat.

2. Prinsip Komunikasi untuk Lansia


Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner
dan Siddarth, 1996) adalah:
a. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
b. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
c. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa
baterai).
d. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
e. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan
telinga yang dapat mendengar dengan baik. Berdiri didepan klien.
f. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
g. Beri kesempatan bagi klien untuk mengenang.
h. Mendorong keikut sertaan dalam aktivitas social seperti perkumpulan
orang tua, kegiatan rohani.
i. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan social sesuai
kebutuhan.
j. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
k. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas
atau keahlian.
66

Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi


dengan lansia antara lain:
a. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sopan
hormat dan nama panggilan lengkap.
b. Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasi non
verbal.
c. Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
d. Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan digunakan bahasa yang
sering digunakan klien secara singkat dan terstruktur.
e. Gunakan pertanyaan terbuka-tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
f. Klarifikasi pesan secara periodic, validasikan apakah klien sudah mengerti
dengan maksud perawat.
g. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk
memberi inforomasi yang jelas.
h. Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
i. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan
kemampuan kognitif yang lain.
j. Tuliskan perintah atau hal-hal penting untuk diingat.

A. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun


Mental
1. Lansia dengan gangguan pendengaran:
a. Berdiri dekat menghadap klien.
b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan arahkan langsung
pada klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata-kata
yang berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
j. Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2. Lansia denga tidak dapat mendengar (deaf):
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi
ditambah engan beberapa teknik, yaitu:
a. Menulis pesan jika klien bisa membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk berkomunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
67

d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh:


body language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan pengelihatan
a. Perkenalan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat saudara mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klientahu tempat saudara.
e. Katakana pada klien apa yang dapat membantunya seperti lampu,
membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan
apa yang sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan-jalan yang biasa dilalui klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan afasia
Afasia merupakan gangguan ungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak.Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap-cakap, mendengar,
berhitung, menyipulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab utama afasia adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddarth, 2001)
Teknik komunikasi yang digunakan adalah:
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, termasuk ketika kita belum memahami perkataannya.
d. Tanyakan teknikdan alat yang terbaik untuk berkomunikasi, gunakan
sikap tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu
untuk menjawab keinginannya.
e. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
f. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
g. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
h. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan
rasa aman.
5. Lansia dengan penyakit alzheimer
Penyakit alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degenerative
primer atau demensia senil jenis alzheimer (SDAT) merupakan penyakit
neurologis degenerative, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan
ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku
dan afek (Brunner dan Siddarth, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita alzheimer di antaranya
terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat
68

kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang


sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya.Perubahan
kepribadian biasanya negative.Pasien dapat menjadi depresi, curiga,
paranoid, kasar, dan bahkan kejam.Kemampuan berbicara memburuk
sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal.Perawatan diri
memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.
a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia
b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Minimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberkan stimulasi yang banyak.
g. Pertahankan kontak mata dan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dan tersenyum bila memahami perkataannya.
6. Lansia yang menunjukkan kemarahan
a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang menunjukkan kecemasan
a. Dengarkan apa yang dibicarakan dari klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi
c. Identifikasi bersama klien sumber-sumber yang menyebabkan
ketegangan/kecemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukkan penolakan
a. Kemukakan kenyataan perlahan-lahan
b. Jangan menyokong penolakan klien
c. Bantu klien mengungkapkan keresahan/perasaan sedihnya.
d. Libatkan keluarga.
9. Lansia yang mengalami depresi
a. Lakukan kontak sessering mungkin.
b. Beri perhatian terus menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan sta dan anggota keluarga dalam memberikan perhatian

B. Hambatan Komunikasi dengan Lansia


69

Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apabila hal ini dibiarkanterus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain:
1. Internal distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan komunikasi misalnya
lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat melakukan
komunikasi dengan perawat.
2. Sensory overload
3. Gangguan neurologi.
4. Deficit pengetahuan.
5. Hambatan verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
70

BAB V
KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

a. Tuna Rungu (Klien dengan gangguan pendengaran)

Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran


hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan
tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan
system saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur
penghantar rangsang suara.

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling


sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir
lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan
gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berikut adalah tehnik – tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien


dengan gangguan pendengaran.
a. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau
memposisikan diri di depan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimic wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu (misalnya makanan atau permen karet).
e. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan
diperlukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar ( symbol ).

b. Tuna Wicara (Klien dengan gangguan wicara)


Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan
pita suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan klien
dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat
dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan
wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar. Pada saat
71

berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal – hal berikut


perlu diperhatikan.
a. Perawat benar – benar dapat memperhatikan mimic dan gerak bibir
klien.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata – kata yang diucapkan klien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topic.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detil komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan symbol.
g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi
lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi

c. Tuna netra (Klien dengan gangguan penglihatan)


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik kerana kerusakan organ, misal:
cornea, lensa mata, kekeruhan humor votreus, maupun kerusakan cornea,
serta kerusakan saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan di tingkat
persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan peunurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan
saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara
lain dialami klien dengan kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami
klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus
dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.

Akibat keruskan visual kemampuan menangkap rangsang ketika


bergantung pada pendengaran dan sentuhan Akibat kerusakan visual
kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung
pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di
lakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena
fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat di transper melalui ondera yang lain. Sebagai contoh ketika
melakukan orientasi ruangan, klien harus mendapat keterangan yang
memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan
menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi
tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut adalah tehnik – tehnik yang perlu diperhatikan selama


berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.
72

a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia


mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan /
kehadiran perawat ketika anda berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
c. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi
klien tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara
visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi
klien.
d. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
f. Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke
lingkungan yang asing baginya.

d. Autis
Autisme diambil dari kata Yunani “Autos” yg berarti diri sendiri, dan
”Isme” yg berarti suatu aliran. Berarti suatu faham yg tertarik hanya pada
dunianya sendiri.Penyakit ini adalah gangguan perilaku pada anak dimana
anak asyik tenggelam dalam dunianya sendiri.

Autisme adalah gangguan perkemb yg kompleks yg disebabkan adanya


kerusakan pada otak, shg mengakibatkan gangguan pada perkemb
komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris, serta belajar.

Gangguan Komunikasi
1) terlambat berbicara / sama sekali belum dapat berbicara,
2) sangat sulit utk memulai atau mempertahankan percakapan dgn orang
lain,
3) komunikasi dgn gerakan/bahasa tubuh,
4) mengulang – ulang kata,
5) meracau dgn bahasanya sendiri,
6) tidak memahami pembicaraan orang lain.

Banyak metode komunikasi untuk penanganan pasien autis. Salah satu


metode yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metode
Lovaas, yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi Applied Behavior
Aplication (ABA). Di dalam terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah
pelatihan komunikasi malalui gambar-gabar, tujuannya selain untuk
melatih daya ingat, juga untuk menganal benda-benda sekitas. Ini
dikarenakan anak autis secara uum memiliki kemampuan yang menojol di
boding visua. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar bila
73

diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku


maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak
autis akan memberntuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan
relative permanen dalam benaknya. Bila materi tersebut hanya diucapkan
saja mereka akan mudah melupakannya karena daya ingat mereka amat
terbatas. Karena itu dalam melakukan terapi digunakan sebagyak mungkin
kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka
mengingat hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami
gangguan di bidang verbal
74

BAB VI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK GANGGUAN FISIK &
GANGGUAN JIWA

A. Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik


1. Pengertian Penyakit Kronis
Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan
yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecatatan yang membutuhkan
penatalaksanaan jangka panjang. Sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup
belajar untuk hidup dengan gejala kecacatan, sementara ada pula yang
menghadapi gejala bentuk perubahan identitas yang diakibatkan oleh penyakit.
Sebagian lagi, ada yang menghadapi untuk menjalani perubahan gaya hidup
dan regimen yang dirancang untuk tetap menjaga agar tanda dan gejala
terkontrol dan mencegah komplikasi (Robinson, dkk. Dalam Brunner dan
Suddarth,1996).

2. Penyebab Penyakit Kronis


Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat social
ekonomi, dan budaya. Kemajuan dalam teknologi perawatan kesehatan dan
farmakologi telah memperpanjang rentang kehidupan tanpa harus
menyembuhkan penyebab penyakit kronis yang mendasari. Peningkatan
dalam metode skrining dan diagnosis memungkinkan mendeteksi dini
penyakit, sementara kondisi tersebut masih dapat diobati, dengan demikian
juga meningkatkan umur panjang. Meskipun merupakan penyakit infeksi,
AIDS sifatnya menjadi kronis karena perkembangan dan penggunaan
medikasi baru untuk mengobati infeksi opotunistik.
Meskipun teknologi dapat menyelamatkan hidup, teknologi juga dapat
mengakibatkan masalah-masalah kronis yang hampir sama melemahkannya
seperti yang telah dirancang untuk menyembuhkan. Sebagai contoh teknologi
sangat meningkatkan angka bertahan hidup dari bayi-bayi yang sangat
premature namun pada saat yang sama teknologi tersebut juga membuat
mereka tentan terhadap komplikasi, seperti ketergantungan pada ventilator dan
kebutaan. Medikasi tertentu dapat menghilangkan gejala-gejala penyakit
mental, tetapi sering menyebabkan efek samping seperti diskenisia Tardif.
Medikasi yang digunakan untuk mencegah rejeksin transplant organ dapat
membuat penggunanya beresiko tinggi dari normal untuk mengalami kanker.
Kebiasaan masyarakat modern juga turut menunjang meningkatnya insiden
penyakit kronis. Diet tinggi lemak dan kolestrol, gaya hidup pasif,
penyalahgunaan obat, merokok, dan tingkat stress yang tinggi, semuanya
berhubungan dengan terjadinya kondisi-kondisi kronis pada orang-orang yang
secara genetic rentan. Meskipun akhir-akhir ini penekanan pada hidup sehat
telah lebih ditekankan tetapi masih dibutuhkan waktu sebelum terjadi
75

penurunan kasus penyakit kronis (Robinson, dkk dalam Brunner dan Sudarth,
1996)

3. Reaksi Pasien dan Keluarga Terhadap Penyakit Kronis


Reaksi terhadap penyakit kronis mungkin terjad pada awitan dini, tetapi dapat
juga saat gejala kambuh atau keadaan memburuk. Gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyakit kronisyang sering tidak terduga dan dianggap
sebagai peristiwa kritis oleh pasien dan keluarga mereka karena menghadapi
ketidakpastian dalam hidup mereka. Respons dan reaksi sebagian bergantung
pada pemahaman individu terhadappenyakit kronis, dan persepsi mereka
terhadap kemungkinan dampak terhadap kehidupan, keluarga, dan gaya hidup
mereka.
Hal-hal yang dirasakan pasien antara lain:
1. Decrease of physical funcition:basic needs
2. Anxietas
3. Loss of fuction
4. Depression
5. Hopelessness
6. Guilt
7. Sleep disturbance

4. Fase Kehilangan pada Penyakit Kronis dan Teknik Komunikasi


Tiap fase yang dialami oleh pasien kritis, mempunyai karakteristik yang
berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respons yang berbeda pula.
Dalam berkomunikasi, perawat harus memperhatikan pasien tersebut berada di
fase yang mana, ehingga mudah bagi perawat berkomunikasi menyesuaikan
fase kehilangan yang dialami oleh pasien
1. Fase denial (pengingkaran)
Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi,”itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis,
akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, ucat,
mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah,
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam
aktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
Teknik komunikasi yang digunakan:
a. Memberi kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif
dalam menghadapi kehilangan atau kematian.
b. Selalu berada di dekat klien.
c. Pertahankan kontak mata.
76

2. Fase anger (marah)


Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang
tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan
perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter
serta perawat yang tidak becus. Respons fisik yang terjadi pada fase ini
antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Teknik komunikasi yang digunakan:
a. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaannya.
b. Hearing … hearing … and hearing.
c. Menggunakan teknik respek.

3. Fase bargaining (tawar menawar)


Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan meohon
kemurahan Tuhan. Respons ini sering dinyatakan dengan kata-kata “Kalau
saja kejadian ini bisa di tunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila
protes berduka ini dialami oleh keluarga, maka penyataan sebagai berikut
sering dijumpai, “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”.
Teknik komunikasi yang digunakan:
a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar.
b. Menanyakan kepada pasien apa yang diinginkan.

4. Fase depression (depresi)


Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri,tidak mau bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
Teknik komunikasi yang digunakan:
a. Jangan mencoba menyenangkan klien.
b. Biarkan klien dan keluarga menangis untuk mengekspresikan
kesedihannya.

5. Fase acceptance (penerimaan)


Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,
gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan secara
bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini
biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti “saya betul-betul meyayangi
77

baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”, atau “apa
yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu
tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan,
jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang digunakan perawat adalah meluangkan aktu
untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan keluarga
terhadap kematian klien.

5. Menyampaikan Berita Buruk


Satu dari tugas-tugas yang paling berat bagi seorang perawat adalah
menyampaikan berita buruk. Sebagai contoh; karena buruknya kondisi asien
dan walaupun perawat dan dokter sudah berusaha melakukan semua usaha
yang maksimal, namun pada akhirnya pasien meninggal. Tugas anda adalah
memberitahukan istri, ibu, atau ayah pasien. Bagaimanaanda mengatakannya
kepada keluarga pasien tentang hal tersebut/
Beberapa akan menolak untuk menyampaikan berita buruk seperti ini, terlebih
sangat sedikit training agar perawat mampu meningkatkan kemampuan
mereka dalam menyampaikan berita buruk. Lebih dari itu, baik siswa ataupun
perawat klinik juga jarang menghadapi atau mempunyai pengalaman dalam
menyampaikan berita buruk, sehinggga keterampilan dalam menyampaikan
berita buruk ini perlu untuk lebih diasah. Di bawah ini akan dibahas langkah-
langkah bagaimana menyampaikan berita buruk.
1. Persiapan
a. Pahami anda sediri sebagai perawat dan siapkan diri anda dengan
berbagai macam informasi dan catatan perawat serta catatan medis
tentang resipien. Yang paling baik dalam menyampaikan berita buruk
adalah dengan bertemu dengan orang yang kita tuju ketika
menyampaikan berita buruk.
Menyampaikan denga tidak jelas dan menakutkan hendaknya dihindari
seperti: “ Ibu Sri, datanglah segera, saya mempunyai sesuatu yang
harus saya katakana pada anda!”
Jika mengerjakan pemeriksaan laboratorium dan mempunyai
kemungkinan yang besar akan munculnya berita buruk dari hasil test,
maka harus dijadwalkan pertemuan secepat mungkin setelah hasil
pemeriksaan tersebut ada hasilnya. Akan lebih baik tanpa memandang
apakan hal tersebut berita baik atau burk, diharapkan ada pertemuan
baik dengan pasien atau juga dengan keluarga ketika hasil pemeriksaan
didapatkan dan dokter akan menyampaikan kepada mereka hasil
pemeriksaan tersebut.
78

b. Mencari tempat yang tenang, meminimalkan distraksi, dan


memberikan waktu yang cukup dalam menyampaikan berita. Akan
lebih baik jika perawat menyediakan tempat duduk bagi perawat,
dokter dan orang yang diajak bicara. Duduk dan tampakkan bahwa
anda memberikan perhatian dan tidak dalam keadaan tergesa-gesa.
Cegah bicara sambil berlari atau ditempat tidak semestinya, misal
koridor rumah sakit yang banyak orang. Beritahukan rekan kerja agar
anda tidak diganggu atau diinterupsi selagi anda menyampaikan berita
kepada pasien. Atur suara anda agar jangan tampak normal, tidak
bergetar, atau grogi.

2. Membuat hubungan
Buatlah percakapan awal, walaupun anda mungkin mengira bahwa orang
yang akan anda ajak bicara sudah mempunyai firasat apa yang akan anda
sampaikan. Beberapa tugas yang penting dalam bagian ini adalah:
a. Percakapan awal. Perkenalkan diri anda danorang-orang yang
bersama-sama dengan anda. Jika disana terdapat orang yang belum
anda ketahui oleh perawat, cari tahu siapa dia.
b. Kaji status resipien (orang yang anda tuju dengan kabar buruk).
Tanyakan kabar atau kenyamanan dan kebutuhannya. Anda perlu
mengkaji tentang pemahaman resipien terhadap situasi. Hal ini akan
membantu perawat dalam membuat transisi dalam menyampaikan
kabar buruk dan akan membantu perawat dalam mengkaji persepsi
pasien terhadap keadaan. Perawat bisa mengutarakan pertanyaan
seperti: “ Apa yang anda pahami tentang apa yang telah terjadi?” atau
dengan menanyakan “Mengpa suatu test itu dilakukan?”

3. Berbagi berita
Ada kiasan bahwa kabar buruk adalah seperti bom, yang radiasinya dapat
mengenai semua yang ada dilingkungannya.
a. Bicara pelan. Gunakan kalimat yang jelas dan jangan menggunakan
kaliat yang ambigu, atau mempunyai arti ganda.
b. Berikan peringatan awal. Anda bisa menyatakan, “Saya takut saya
mempunyai kabar yang kurang bagus bagi anda …”
Berhenti sebentar dan perhatikan pasien.
c. Sampaikan berita yang akan disampaikan. Jika itu adalah suatu
diagnose, minta dokter untuk menyampaikannya langsung. Kalimat
hendaknya singkat dan hanya beberapa kalimat pendek saja.

4. Akibat dari Berita


a. Tunggu reaksi dan tenang. Siapkan diri anda dengan hal-hal yang tidak
anda perkirakan. Resipien mungkin menerima dengan berbagai jalan
yang anda perkirakan. Resipien mungkin menerima dengan berbagai
79

jalanyang tidak diperkirakan. Reaksi yang mungkin: menangis,


pingsan, menjerit, terdiam, tertawa, atau segera menanyakan
pertanyaan yang beruntun. Terkadang mereka menampakkan diri
seolah tidak mendengar apa yang disampaikan perawat. Apa pun
respons resepien, biarkan itu terjadi. Tunjukkan bahwa diri anda hadir
dan sambung dengan situasi yang ada. Jangan coba untuk
mengkompensasi untuk ketidaknyamanan perawat sendiri dengan
berbicara untuk mengisi situasi ketidaknyamanan anda.
b. Lihat dan dengarkan tanda-tanda respons perawat yang diinginkan oleh
resepien. Tanda tersebut biasa berupa pertanyaan atau tanda agar
perawat nenunjukkan respon empati. Respon hendaknya yang
sederhana dan akui adanya shock dari resipien, perawat bisa
menyampaikan: “Saya paham, hal ini sangat sulit bagi anda. Apa yang
ada dalam pikiran anda saat ini?”
c. Ikuti dan perhatikan resipien selanjutnya. Beberapa resipien dapat
menerima informasi baru daripada yang lainnya, validasi reaksi
resipien. Kabar buruk terkadang berarti bahwa dunia baru saja terbalik.
Kehilangan mendadak dari sebuah control adalah bagian dari awal
shock. Anda dapat membantu esipien agar dapat menguasai control
dengan enanyakan:” Apakah anda membutuhkan informasi baru atau
kita bisa bicara kemudian?,” Siapakah yang menemani atau dating
bersama anda?”. Kebutuhan untuk membangkitkan kemampuan
resipien dalam menguasai control sangat diperlukan dan resipien
terkadang membutuhkan bantuan walaupun hal tersebut kebutuhan
dasar yang mendasar. Anda dapat menanyakan bagaimanakah ada
dapat membantu resipien:”Apakah ada seseorang yang dapat kita
panggil untuk anda?”

5. Transisi untuk Follow Up


a. Jadwalkan pertemuan untuk mem-follow up. Buatlah rencana yang
konkret untuk follow up ecepat mungkin. Pertemuan tindak lanjut ini
adalah waktu yang bagus untuk menambahkan beberapa informasi
yang lebih detail dan menanyakan beberapa pertanyaan.
b. Jelaskan posisi anda dalam proses. Jika seandainya adalah perawat
yang akan meraat pasien, sedangkan jika anda harus merefer pasien ke
bagian lain, maka jelaskan siapakah yang akan mendampingi pasien
selanjutnya.
c. Seperti halnya memulai, maka anda pun harus mengakhiri. Akhiri
perjumpaan anda dengan hubungan yang empati dan tunjukkan bahwa
anda perhatian.
80

6. Berikan perhatian dan hormati perasaan dan kebutuhan diri perawat


Sering kali perawat pun merasa berat hati dan merasa stress ketika
menyampaikan kabar buruk. Oleh karena itu berbagi pengalaman dan
perasaan kepada teman sejawat sangat diperlukan dan bisa sebagai support
system bagi perawat sendiri. Berikan waktu bagi diri anda sendiri untuk
menenangkan diri dengan bermeditasi atau berdoa.

B. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Jiwa


1. Pengertian Gangguan Jiwa
Menurut Yosep (2007), dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa
gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,
baik yang berhubungan dengan fisisk, maupun dengan mental. Keabnormalan
tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu: Gangguan jiwa (Neurosa) dan
Sakit Jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala,
yang terpenting di antaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),
hysteria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan , takut pikiran-pikiran
dan sebagainya.
Seseorang yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan
kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup
dalam alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa
tidak memahami kesukaran-kesukarannya, kepribadiannya (dari segi
tanggapan perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu), tidak
ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan (Zakiah dalam Yosep,
2007).

2. Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur yang terus menerus saling mempengaruhi (Yosep, 2007) yaitu:
1. Faktor-faktor somatic (somatogenik) atau Organobiologis:
a. Neroanatomi
b. Nerofisiologi
c. Nerokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
e. Faktor-faktor pre dan perinatal.
2. Fakrtor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a. Interaksi ibu-anak: normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan
tak percaya dan kebimbangan).
b. Peranan ayah.
c. Persaingan antara saudara kandung.
d. Intelegensi.
e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
81

f. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa


salah.
g. Konsep diri, pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak
menentu.
h. Keterampilan, bakat, dan kreativitas.
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya.
j. Tingkat perkembangan emosi.
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural.
a. Kestabilan keluarga.
b. Pola mengasuh anak.
c. Tingkat ekonomi.
d. Perumahan: perkotaan lawan pedesaan.

C. Gejala-gejala Umum Gangguan Jiwa


Gejala-gejala umum yang muncul pada seseorang yang mengalami gangguan
mental (Sundari, 2005) adalah:
1. Keadaan Fisik
Gejala fisik dapat dirasakan oleh yang bersangkutan, kadang-kadang dapat
diketahui juga oleh orang lain. Beberapa contoh sebagai berikut:
a. Suhu badan yang berubah;
Orang normal rata-rata mempunyai suhu badan sekitar 37°C, bila
demam suhu badan berubah. Pada orang yang sedang mengalami
gangguan mental meskipun secara fisik tidak terkena penyakit/sehat
kadangkala mengalami perubahan suhu. Seorang anak yang ditinggal
tugas luar kota oleh ayahnya suhu tubuhnya naik, ketika ayah pulang,
kembali normal.
b. Denyut nadi menjadi cepat;
Nadi berdenyut berirama, terjadi sepanjang hayat. Kalau menghadapi
kejadian yang tidak menyenangkan, seseorang dapat mengalami denyut
nadi semakin cepat, dengan memeriksa nadi dipergelangan tangan.
c. Berkeringat banyak;
Orang yang sedang berolahraga atau orang yang sedang mengangkut
barang berat berkeringat adalah wajar. Orang yang dipermalukan
didepan umum, perasaannya terpukul. Karena menahan amarah, malu,
keringat bercucuran sehingga sibuk menyeka keringatnya yang keluar.
d. Nafsu makan kurang;
Menurut ahli gizi porsi makan manusia agar sehat dan tidak mudah
terserang penyakit harus memenuhi standar umum yang ideal. Orang
yang sedang terganggu kesehatan mentalnya kadang-kadang gairah
makan terganggu, bahkan ada yang hilang terhadap semua makan atau
beberapa jenis makanan tertentu. Kalau berlarut-larut berat badan
menurun yang berdampak pada kesehatan fisik.
e. Gangguan system organ dalam tubuh;
82

Pada orang normal system organ dalam tubuh berjalan sesuai dengan
fungsi masing-masing, sehingga terjadi keseimbangan. Keseimbangan
system organ berdampak pada adanya ketenangan. Sebaliknya bila
terjadi gangguan mental, misalnya kesedihan yang bertubi-tubi, tiba-tiba
napasnya sesak dan batuk tidak berdahak, hal ini terjadi berlarut-larut
pada system organ paru-paru meskipun tidak ada tanda-tanda penyakit
secara medis. Tekanan darah tinggi, sakit jantung dan lain-lainnya.
2. Keadaan mental
Orang yang normal mempunyai kemampuan berpikir teratur, dapat menarik
kesimpulan secara sehat. Bagi orang yang sedang mengalami gangguan
mental, misalnya mengalami kekecewaan yang mendalam. Kemampuan
berpikir menjadi kacau karena diselingi rangsangan-rangsangan lain. Bila
berpikir secara baik akan memakan waktu yang lama. Nampak adanya
tanda-tanda:
a. Ilusi, yang bersangkutan mengalami salah tangkap dalam mengindera.
b. Halusinasi, yang bersangkutan mengalami khayalan tanpa ada rangsang.
c. Obsesi, diliputi pikiran atau perasaan yang terus menerus, biasanya
mengenai hal yang tidak menyenangkan.
d. Kompulsi, mengalami keragu-raguan mengenai sesuatu yang dikerjakan
hingga terjadi perbuatan yang serupa berulang kali. Misalnya:
Keinginan untuk menyalakan api disebut piromania.
Keinginan untuk minum-minuman keras termasuk dispomania.
Keinginan untuk mengambil sesuatu (tidak untuk memiliki seperti
pencuri) yang disebut kleftomania.
e. Fobia, mengalami ketakutan yang sangat terhadap suatu kejadian, tanpa
mengetahui lagi penyebabnya.
f. Delusi, mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengaan kenyataan,
pengalaman, sebab pikirannya kurang sehat.
Misalnya menganggap bahwa keadaan sekirarnya selalu jelek, disebut
delusi persekusi. Menganggap bahwa dirinya orang penting, orang
benar, disebut delusi keagungan. Menganggap dirinya selalu bersalah
atau berdosa dan hina, termasuk delusi melankoli.

3. Keadaan Emosi
Emosi merupakan bagian dari perasaan yang bergejolak, sehingga dapat
disaksikan. Penampakan itu berupa perubahan tingkah laku, sikap sedih
atau sebaliknyagembira.
a. Sering merasa sedih
Nampak gejala emosinya merendah, merasa tidak berguna, mengalami
kehilangan minat dan gairah.
b. Sering merasa tegang
83

Yang bersangkutan selalu diliputi rasa tegang, artinya tidak dapat


santai/rileks, maka harus beristirahat. Bila ketegangan memuncak,
nampaknya tangannya bergetar, gelisah, dan akhirnya lesu.
c. Sering merasa girang
Yang bersangutan sulit mengendalikan emosinya. Bila bicara, tertawa
sulit dihentikan, bahkan menyanyi dan menari-nari tidak mengingat
tempat dan waktu.

D. Tujuan Komunikasi pada Pasien Jiwa


1. Perawat dapat memahami oranglain.
2. Menggali perilaku klien.
3. Memahami perlunya memberi pujian.
4. Memperoleh informasi klien.

E. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa Berdasarkan Masalah Pasien


1. Klien dengan Masalah Perilaku Kekerasan
a. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentukperilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi
tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung
perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.

b. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku berikut ini:
1) Muka merah dan tegang;
2) Pandangan tajam;
3) Mengantupkan rahang dengan kuat;
4) Mengepalkan tangan;
5) Jalan mondar mandir;
6) Bicara kasar;
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak;
8) Mengancam secara verbal atau fisik;
9) Melempar atau memukul benda/orang lain;
10) Merusak barang atau benda;
11) Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan.
c. Tindakan keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan
1) Membina hubungan saling percaya dengan klien;
(a) Beri salam/panggil nama klien;
(b) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan;
84

(c) Jelaskan hubungan interaksi;


(d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat;
(e) Lakukan kontak singkat tapi sering.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
(a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya;
(b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab kesal/jengkel.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan;
(a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat
marah/jengkel;
(b) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien;
(c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialaminya;
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan:
(a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan;
(b) Bicarakan dengan klien apakah cara yang klien lakukan agar
masalahnya selesai?
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan:
(a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien;
(b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon
terhadap kemarahan.
(a) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara yang
baru yang sehat?”
(b) Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat;
(c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat;
- Secara fisik: tarik napas dalam jika sedang kesal/memukul
bantal/kasur atau olahragaatau pekerjaan yang memerlukan
tenaga.
- Secara verbal: katakana bahwa nada sedang
kesal/tersinggung/ jengkel (“saya kesal anda berkata seperti
itu”;”saya marah karena mama tidak memenuhi kringinan
saya”).
- Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah
yang sehat; latihan asentif. Latih manajemen perilaku
kekerasan.
- Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa/ibadah
lain; meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu
pada Tuhan jika sedang merasa jengkel.
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan:
(a) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien;
85

(b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat car dipilih;


(c) Bantu keluarga untuk menstimulasi cara tersebut (role
play);
(d) Beri reinforcement positif atau keberhasilan klien
menstimulasi cara tersebut;
(e) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat jengkel/marah.
8) Klien mendapat dukugan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan:
(a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap
apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama
ini;
(b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien;
(c) Jelaskan cara-cara merawat klien:
- Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
konstruktif;
- Sikap tenang, bicara tenang dan jelas;
- Membantu klien mengenal penyebab ia marah;
(d) Bantu keluarga mendemonstrasikan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
9) Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis, dan efek):
(a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien,
keluarga;
(b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seizing dokter;
(c) Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera
pada obat, dosis obat, waktu, dan cara minum obat);
(d) Ajarkan klien minum dan minu tepat waktu;
(e) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan;
(f) Beri pujian, jika klien minum obat dengan benar:
- Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
konstruktif;
- Sikap tenang, bicara tenang dan jelas;
- Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
d. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien dengan Perilaku Kekerasan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalm merawat pasien;
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut;
86

3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu


segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan:
- Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang diajarkan oleh perawat;
- Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat;
- Diskusikan bersama keluara tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
e. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan
pertama;
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda, dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik ke-1.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Kedua;
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2:
a. Evaluasi latihan napas dalam;
b. Latih car fisik ke-2; pukul kasur dan bantal;
c. Susun jadwal kegiatan cara kedua.
3) Strategi pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Ketiga:
Latihan mengontrok perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik;
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal; menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik;
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secar verbal.
4) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan
keempat:
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal;
b. Latihan sholat/berdoa;
c. Buat jadwal latihan sholat/berdoa.

5) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Perilaku Kekerasan


kelima:
Latihan mengontrol perilakiu kekerasan dengan obat:
87

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah


marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwak minum obat secara teratur.
f. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Perilaku
Kekerasan pertama:
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan perilaku
Kekerasan Pertama:
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat
klien perilaku kekerasan dirumah:
(a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien;
(b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat
dari perilaku tersebut);
(c) Diskusikan bersam keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Perilaku
Kekerasan kedua;
Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol kemarahan:
(a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah;
(b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
(d) Diskusikun bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

3) Strategi Pelaksanan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Perilaku


Kekerasan ketiga;
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

2. Klien dengan Masalah Harga Diri Rendah


a. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri;
b. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
1) Mengkritik diri sendiri;
88

2) Perasaan tidak mampu;


3) Pandangan hidup yang pesimis;
4) Penurunan produktivitas;
5) Penolakan terhadap kemampuan diri.
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan
harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan
bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah.
c. Tindakan Keperawatan Pasien dengan Harga Diri Rendah
1) Membina hubungan saling percaya perawat-klien;
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal;
(b) Perkenalkan diri dengan sopan;
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukaim klien;
(d) Jelaskan tujuan pertemuan;
(e) Jujur dan menepati janji;
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya;
(g) Beri perhatian kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi aspek yang dimiliki klien dapat menilai
kemampuan yang digunakan;
(a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien;
(b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif;
(c) Utamakan memberi pujian yang realistic;
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan;
(a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit;
(b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan.
4) Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki;
(a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakuakn setiap
hari sesuai kemampuan:
- Kegiatan mandiri;
- Kegiatan dengan bantuan sebagian;
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
(b) Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi
(c) Bericontoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya;
(a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan;
(b) Beri pujian atas keberhasilan klien;
(c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada;
89

(a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien dengan harga diri rendah;
(b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat;
(c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien dengan Harga Diri Rendah
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat;
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada
pasien;
3) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya;
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah;
5) Demonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah;
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat
demonstrasikan sebelumnya;
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah.
e. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Harga Diri Rendah
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi pasien dengan Harga Diri Rendah
pertama;
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Harga Diri Rendah
kedua;
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan
lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang
dimiliki akan menambah harga diri pasien.
f. Strategi Pelakanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Harga Diri
Rendah
1) Strategi Pelakanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Harga Diri
Rendah pertama.
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga
diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga
diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikkan cara merawat.
2) Strategi Pelakanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Harga Diri
Rendah kedua.
90

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan


masalah harga diri rendah langsung kepada pasien.
3) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan Harga
Diri Rendah ketiga.
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

3. Klien dengan Masalah Halusinasi


a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, pengecapan perabaan atau penghiduan.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
b. Data penting yang perlu didapatkan saat pengkajian:
1) Jenis halusinasi;
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku
pasien, sedangkan data subjektif dapat dikaji dengan melakukan cara
wawancara dengan pasien. Melalui data ini
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara
dengar/suara sendiri; atau kegaduhan;
Marah-marah tanpa Mendengar suara yang
sebab; mengajak bercakap
Menyedengkan telinga cakap;
ke arah tertentu; Mendengar suara
Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan kearah tertentu; bentuk geometris,
Ketakutan pada sesuatu bentuk
yang tidak jelas. kartun, melihat hantu
atau
monster.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti
2Pengecapan Mutah darah, urin atau feses.
)
Halusinasi Menggaruk-garuk Mengatakan ada
Perabaan permukaan kulit serangga dipermukaan
l kulit;
s Merasa seperti tersengat
i listrik.
91

halusinasi;
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
3) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi;
Perawat perlu juga mengkaji waktu, frekuensi, dan situsi munculnya
halusinasi yang dialami pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah
pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi
terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekalikali? Situasi
terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
4) Respons halusinasi;
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul. perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien.
Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi timbul.
c. Tindakan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi:
1) Membina hubungan saling percaya perawat-klien:
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal;
(b) Perkenalkan diridengan sopan;
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien;
(d) Jelaskan tujuan pertemuan;
(e) Jujur dan menepati janji;
(f) Tunjukkan sikap empatidan menerima klien adanya;
(g) Beri perhatian kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengenali halusinasi:
(a) Adakan kontak yang sering dan singkat secara bertahap;
(b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya;
bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ke
kanan/ke depan seolah-olah ada teman bicara;
(c) Bantu klien mengenal halusinasinya;
(d) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang didengar;
(e) Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan;
92

(f) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,


namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan anda
bersahabat tanpa menuduh/menghakimi);
(g) Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien;
(h) Katakan bahwa perawat akan membantu klien;
(i) Diskusikan dengan klien:
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi;
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, dan malam atau jika sendiri, jengkel/sedih);
- Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah/takut, senang, sedih) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya.
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya:
(a) ldentifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukakn jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dan lain-
lain);
(b) Diskusikan manfaat cara yang dilakuakn klien, jika bermanfaat
beri pujian;
(c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbul nya
halusinasi:
- Katakan "Saya tidak mau dengar kamu" (pada saat
halusinasi terjadi).
- Menemui orang lain(perawat/teman/anggota keluarga)
untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
terdengar.
- Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak
sampai muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat menyapa klien jika
tampak bicara sendiri.
(d) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.
(a) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi hasil dan beri pujian jika berhasil.
(b) Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok orientasi
realita, stimulasi persepsi.
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
(a) Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jka mengalami
halusinasi,
(b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat kunjungan
berkunjung/kunjun gan rumah):
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
93

- Cara merawat anggota yang halusinasi di rumah, beri


kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan: halusinasi tidak terkontrol, risiko menciderai
orang lain,
5) Klien memanfaatkan obat dengan baik.
(a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang
dosis,frekuensi, dan manfaat obat.
(b) Anjurkan klien minta sendiriobat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
(c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
(d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi,
(e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip yang benar.
d. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien dengan Halusinasi:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Beri kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien denan halusinasi langsung didepan pasien.
4) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
e. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Halusinasi
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi pasien dengan Halusinasi
pertama.
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Halusinasi
kedua.
Melatih pasien mengontrol halusinasidengan cara kedua:
Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Strategi Pelakanaan Komunikasi Pasien dengan Halusinasi
ketiga.
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
Melaksanakan aktivitas terjadwal.
4) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Halusinasi
keempat
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
f.. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Halusinasi
94

1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan


Halusinasi pertama.
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan
cara-cara merawat pasien halusinasi.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Halusinasi kedua.
Melatih keluarga praktik merawat pasien langsung dihadapan
pasien. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung
dihadapan pasien.
3) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga dengan Halusinasi
ketiga.
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

4. Klien dengan Masalah lsolasi Sosial


a. Pengertian lsolasi Sosial.
lsolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. pasien mungkin merasa ditolak tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.

b. Tanda dan Gejala lsolasisosial.


1) Ditemukan dengan wawancara.
(a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain.
(b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
(c) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan
orang lain.
(d) Pasien merasa lambat dan bosan menghabiskan waktu.
(e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat
keputusan.
(f) Pasien merasa tidak berguna.
(g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada waktu
wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
(a) Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di
sekitarnya (keluarga atau tetangga)?
(b) Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa
teman dekat itu?
(c) Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang
terdekat dengannya?
95

(d) Apa yang pasien inginkan dariorang-orang di sekitarnya?


(e) Apakah perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
(f) Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien
dengan orang sekitarnya?
(g) Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama
berlalu?
(h) Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan
kehidupan?
2) Ditemukan dengan observasi
(a) Tidak memiliki teman dekat.
(b) Menarik diri.
(c) Tidak komunikatif.
(d) Tindakan berulang dan tidak bermakna'
(e) Asyik dengan pikirannya sendiri.
(f) Tak ada kontak mata.
(g) Tampak sedih, afek tumpul.

c. Tindakan Keperawatan Pasien dengan lsolasi Sosial


1) Bina hubungan saling percaya perawat-klien:
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(b) Perkenalkan diri dengan sopan.
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
(d) Jelaskan tujuan pertemuan.
(e) Jujur dan menepatijanji.
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
(a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya.
(b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
(c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
tanda-tanda serta penyebab yang muncul.
(d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam
menggunakan perasaannya.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
(a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan dan
kerugian berhubungan dengan orang lain.
96

(b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan


perasaan tentang keuntungan dan kerugian berhubunngan
dengan orang lain.
(c) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian
berhubungan dengan orang lain.
(d) Beri reinforcemenf positif terhadap kemampuan
pengungkapan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
(a) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang
lain.
(b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
melalui tahap:
- Klien-Perawat;
- Klien-Perawat-Perawat lain;
- Klien-Perawat-Perawat lain-Klien lain;
- Klien-Perawat-Keluarga-Kelompok-Masyarakat.
(c) Beri reinforcemenf terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
(d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
(e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama
klien dalam mengisi waktu.
(f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
(g) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
(a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya bila
berhubungan dengan orang lain.
(b) Diskusikan dengan kliententang perasan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
(c) Beri reinforcemenf positif atas kemampuan klien
mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
d. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien dengan lsolasi Sosial
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi social
di rumah, meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang:
(a) Masalah sosialdan dampaknya pada pasien;
(b) Penyebab isolasi sosial;
(c) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien
dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji;
97

- Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien


untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan
orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien
dan memberikan pujian yang wajar;
- Tidak membiarkan pasien dirumah;
- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
pasien.
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
4) Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
5) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.
e. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan lsolasi Sosial
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan lsolasi Sosial
pertama.
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain, pasien berkenalan.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan lsolasi Sosial
kedua.
Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama -seorang perawat).
3) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan lsolasi Sosial
ketiga.
Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan
dengan orang kedua -seorang pasien).
f. Strategi Pelakanaan Komunikasi Pasien dengan lsolasi Sosial.
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
lsolasi Sosial pertama.
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah
isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien
dengan isolasi sosial.
2) Strategi Pelaksanaan Komunilai Keluarga Pasien dengan lsolasi
Sosial kedua.
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
masalah isolasi sosial langsung di hadapan pasien.
3) Strategi Pelakanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan lsolasi
Sosial ketiga.
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
5. Klien dengan Masalah Waham
a. Pengertian Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kua/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
98

b. Tanda dan Gejala Waham


Untuk mendapatkan data waham perawat harus melakukan
observasi terhadap perilaku berikut ini:
1) Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh:
"Saya ini pejabat di Departemen Kesehotan lo ...." atau "5
ayo punya tambang emas."
2) Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/menciderai dirinya, diucapkan
berulang kali tapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh:
"Saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka iridengan kesuksesan saya."
3) Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh:
"Kalau saya masuk surga, saya harus menggunakon
pakaian setiap hari."
4) Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/
terserang penyakit, diucapkan berulang kali tapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh:
"Saya sakit kanker,"setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus
mengatakan bahwa ia terserang kanker.

5) Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh:
"lnikan alam kubur ya, semuo yang ada disini roh-roh."
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan
sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham:
- Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-
ulang diungkapkan atau menetap?
99

- Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu,


atau apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh
atau kesehatannya?
- Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar
tubuhnya?
- Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh
orang lain? Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau
tindakannya dikontrololeh orang lain atau kekuatan dari
luar?
- Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan
fisik atau kekeuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain
dapat membaca pikirannya?
Selama pengkajian, perawat harus mendengarkan dan
memperhatikan semua informasiyang diberikan oleh pasien
tentang wahamnya.
Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang telah
terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan
pasien.
c. Tindakan Keperawatan Pasien dengan Waham.
1) Membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien:
(a) Bina hubungan saling percaya dengan klien: beri salam
terapeutik (panggil nama klien), sebutkan nama
perawat, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik yang
dibicarakan, waktu, dan tempat).
(b) Jangan membantah dan mendukung waham klien.
- Katakan perawat menerima keyakinan klien: "Saya
menerima keyakinan anda" disertai ekspresi
menerima.
- Katakan perawat tidak mendukung: "Sukar bagi
saya untuk mempercayainya" disertai ekspresi ragu
tapi empati.
- Tidak membicarakan isi waham klien.

(c) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan


terlindung:
- "Anda berada di tempat aman, kami akan
menemani anda."
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran.
- Jangan tinggalkan klien sendirian.
(d) Observasi apakah waham klien mengganggu aktivitas
sehari-hari dan perawatan diri.
100

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki:


(a) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien
yang realistis.
(b) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki
pada waktu dulu dan saat iniyang realistis (hati-hati
terlibat diskusi waham).
(c) Tanyakan apa yang bisa klien lakukan (kaitkan dengan
aktivitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat itu.
(d) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu
memperlihatkan bahwa klien penting.
3) Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi:
(a) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
(b) Diskusikan kebutuhan klien yang tidakterpenuhi,
baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa
takut, ansietas, marah).
(c) Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
timbulnya waham.
(d) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga
(aktivitas dapat dipilih bersama klien, jika mungkin
buat jadwal).
(e) Atur situasi agar klien mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4) Klien dapat berhubungan dengan realistis:
(a) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
(realitas diri, realitas orang lain, realitas tempat, dan
realitas waktu).
(b) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok
orientasi realitas.
(c) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang
dilakuakn klien.
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar:
(a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat,
dosis, frekuensi, dan efek samping akibat
penghentian.
(b) Diskusikan perasaan klien setelah makan obat.
(c) Berikan obat dengan prinsip lima benar (benar
orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunaannya, dan benar waktu Penggunaannya).
d. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien dengan Waham.
101

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat


merawat pasien di rumah.
2) Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang
dialami pasien.
3) Diskusikan dengan keluarga tentang:
(a) Cara merawat pasien waham di rumah.
(b) Follow up dan keteraturan pengobatan.
(c) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama
obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat penghentian
obat).
5) Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang
memerlukan konsultasi segera.
6) Latih cara merawat.
7) Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga.
e. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Waham.
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan waham
pertama.
Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi
kebutuhan; mempraktikkan pemenuhan kebutuhan yang
tidak terpenuhi.
2) Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan waham
kedua:
Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan
membantu mempraktekkannya
3) Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan waham
ketiga:
Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
f. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Waham
1) Strategi Pelaksanaan Keluarga Pasien dengan Waham
pertama:
Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;
mengidentifikasi masalah menjalaskan proses terjadinya
masalah; dan obat pasien.
2) Strategi Pelaksanaan Keluarga Pasien dengan Waham
kedua:
Melatih keluarga cara merawat asien.
3) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Ketiga.
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
102

6. Klien dengan Masalah Kurangnya Perawatan diri


a. Pengertian kurangnya perawatan diri
Kurangnya peraatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa
terjadi akibat adanya perubahan proses piker sehingga
kemampuanuntuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun.
Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara
mandiri, dan toileting (buanga air besar [BAB]/buang air kecil
[BAK]).
b. Tanda dan gejala kurangnya perawatan diri
Untuk mengetahui apakah pasien masih mengalami masalah
kurang perawatan diri, tanda dan gejalanya dapat diperoleh
melalui observasi pada pasien, yaitu:
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai denga rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidak mampuan berhias/berdandan, ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada
pasien perempuan tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai
dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
c. Tindakan keperawatan pasien dengan kurangnya perawatan diri
1) Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
(a) Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri
dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti dari
bersih dan tanda-tanda bersih.
(b) Dorong klien untuk menyebutkan tanda kebersihan diri.
Tanda-tanda bersih:
- Badan tidak bau;
- Rambut rapi, bersih, dan tidak bau;
- Gigi bersih dan tidak bau mulut;
- Baju rapid an tidak bau,
(c) Diskusikan fungsi kebersihan diri untuk kesehatan
dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang
berhubungan dengan kebersihan diri.
(d) Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan
tujuan memelihara kebersihan diri.
(e) Beri reinforment positif setelah klien mampu
mengungkapkan arti kebersihan diri.
103

(f) Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri


seperti:
- Mandi 2 kali, pagi dan sore;
- Sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur);
- Keramas dan menyisir rambut;
- Gunting kuku bila panjang.
2. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan
perawat
(a) Motivasi klien untuk mandi:
- Ingatkan caranya, evaluasi hasilnya, dan beri umpan
balik;
- Bimbing klien dengan bantuan minimal;
- Jika hasilnya kurang, kaji hambatan yang ada.
(b) Bimbing klien untuk mandi:
- Ingatkan dan anjurkan untuk mandi 2 kali sehari
dengan menggunakan sabun.
- Anjurkan klien untuk meningkatkan cara mandi
yang benar.
(c) Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari:
- Anjurkan klien untuk mempertahankan dan
meningkatkan penampilan diri setiap hari;
- Dorong klien untuk mencuci pakaiannya sendiri;
- Demonstrasikan cara mencuci pakaian yang benar
dengan deterjen dan bilas.
(d) Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan
merapikan rambut:
- beri kesempatan pada klien untuk melakukan
sendiri.
- Ingatkan potong kuku dan keramas.
(e) kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan
fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi, dan
kebersihan kamar mandi.
(f) Bekerja sama dengan keluarga untuk mengadakan
fasilitas kebersihan diri sendiri seperti odol, sikat gigi,
shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
3) Klien dapat melakukan keersihan perawatan diri secara
mandiri
(a) Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara
teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir,
menggosok gigi, ganti baju, dan pakai sandal.
4) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
104

- Beri reinforcement positif jika klien berhasil melakukan


melakukan kebersihan diri.
5) Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan
kebersihan diri:
(a) Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang –
minatnya klien menjaga kebersihan diri;
(b) Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang
telah dilakukan klien selama di rumah sakit dalam
menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
rumah sakit;
(c) Abjurkan keluarga untuk memutus memberi stimulasi
terhadap kemajuan yang telah dialami di rumah sakit.
(d) Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang
lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien;
(e) Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam
menjaga kebersihan diri;
(f) Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien
menjaga kebersihan diri:
- Diskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang
dilakukan misalnya: Mengingatkan klien pada
waktu mandi.
- Sikat gigi, keramas, ganti baju, dan lain-lain.
- Membantu klien apabila mengalami hambatan,
memberi pujian atas keberhasilan klien.

d. Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan kurangnya


perawatan diri
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara
perawatan diri yang baik maka perawat harus melakukan
tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan
melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam
perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat perawat
lakukan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien.
2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi
stigma.
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri
yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri
pasien.
105

4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat pasien dan


membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai
jadwal yang disepakati).
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas
keberhasilan pasien dalam merawat diri.
6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan kurangnya
perawatan diri.
e. Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan Kurangnya
Perawatan diri
1) Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan Kurangnya
Perawatan diri pertama
Mediskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara meraat
diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan
kebersihan diri.

2) Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan Kurangnya


Perawatan diri kedua.
Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:
(a) Berpakaian;
(b) Menyisir rambut;
(c) Bercukur.

3) Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan Kurangnya


Perawatan diri ketiga.
Percakapan saat melatih berdandan untuk pasien wanita:
(a) Berpakaian;
(b) Menyisir rambut;
(c) Berhias.

4) Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan Kurangnya


Perawatan diri keempat
Percakapan melatih pasien makan secara mandiri:
(a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan;
(b) Menjelaskan cara makan yang tertib;
(c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah
makan;
(d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

5) Strategi Pelaksanaan komunikasi Pasien dengan


Kurangnya Perawatan diri kelima Percakapan
mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandir:
(a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai;
106

(b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BABdan


BAK
(c) Menjelaskna cara membersihkan tempat BAB dan BAK

f. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan


Kurangnya Perawatan diri.
1) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Kurangnya Perawatan diri pertama
Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
masalah perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga
yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
2) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Kurangnya Perawatan diri kedua.
Melatih keluarga cara merawat pasien.
3) Strategi Pelaksanaan Komunikasi Keluarga Pasien dengan
Kurangnya Perawatan diri ketiga.
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

7. Klien dengan masalah risiko bunuh diri


a. Pengertian bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh pasien untuk mengakhiri hidupnya.
b. Perilaku bunuh diri
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh
diri,
kita mengenal tiga macam perilakubunuhhh diri yaitu:
1) Isyarat bunuh diri;
Isyarat bunuhhh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara
tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau”Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai denganancaman
dan percobaan bunuh dir. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2) Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, beri
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri kehidupan dan ersiapan alat untuk melaksanakan
rencananya tersebut. Secara aktif paien telah memikirkan
107

rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan


bunuh dir.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melakukan
rencana bunuhdirinya.
3) Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai
atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada
kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum raun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
c. Tindakan keperawatan pasien dengan resiko bunuh diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri;
(a) menemani pasien terus menerus sampai dia dapat
dipindahkan ditempat yang aman
(b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya
pisau, silet, gelas, tali pinggang).
(c) memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum
obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
(d) Dengan lembut jelaskan pada pasien bahwa perawat
akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan
bunuh diri.
2) Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
(a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh
diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau
teman
(b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
- Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya.
- Beri pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan
positif
- Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
- Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya
disyukuri oleh pasien.
- Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
(c) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah,
dengan cara:
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya.
- Mendiskusikan dengan pasien tentang efektivitas
masing-masing cara penyelesaikan masalah.
108

- Mendiskusikan dengan pasien tentang cara


meyelesaikan masalah yang lebih baik.
d. Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan risiko bunuh diri.
1) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien
percobaan bunuh diri;
(a) enganjurkan keluarga untuk ikut mengaasi pasien serta
jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
(b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat
menjauhkan barang-barang bahaya di sekitar pasien.
(c) Mendiskusikan dengan keluarga untuk menjaga pasien
untuk tidak sering melamun sendiri.
(d) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum
obat.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan isyarat
bunuh
diri
(a) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh
diri;
- Menanyakan kepada keluarga tentang tanda dan
gejala bunuh diri yang pernah muncul dari pasien.
- Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada pasien berisiko bunuh diri
(b) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri;
- Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan
keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan
gejala bunuh diri.
- Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien,
antara lain:
- Memberikan tempat yang aman. Menempatkan
pasien di tempat yang mudah diawasi, jangan
biarkan pasien menguncidiri di kamarnya atau
jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah.
- Menjauhkan barang-barang yang bisa
digunakanuntuk bunuh diri, seperti: tali, bahan
bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk
atau racun serangga.
- Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan
tanda dan gejala untuk bunuh diri.
- Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara
tersebut di atas.
109

(c) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat


dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh
diri, antara lain:
- Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka
masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri
tersebut.
- Segera membawa pasien ke rumah sakit atau
puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.
(d) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi pasien;
- Memberikan informasi tentang nomor telepon
darurat tenaga kesehatan.
- Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien
berobat/ control secara teratur guna mengatasi
masalah bunuh dirinya.
- Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien
minum obat sesuai prinsip lima benar, yaitu benar
orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunaannya, dan benar waktu penggunaannya
110

BAB VII
TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN TENAGA KESEHATAN
LAIN

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah


komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation),
metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan handover ke
klien. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang disediakan
untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi klien.
SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi
penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap
eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan klien. SBAR juga dapat
digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara
staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim
kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi klien termasuk
memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara
anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. Adapun keuntungan dari
penggunaan metode SBAR adalah:
a. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.
b. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham
akan kondisi klien.
c. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan klien.

Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background,


Assessment, Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh
semua tenaga kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi
tidak terpecah sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan
klien terintegrasi dengan baik. Sehingga tenaga kesehatan lain dapat mengetahui
perkembangan klien.

Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?


a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan klien;
b. Diagnosa medis;
c. Apa yang terjadi dengan klien.
Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan
situasi?
a. Obat saat ini dan alergi;
b. Tanda-tanda vital terbaru;
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes
sebelumnya untuk perbandingan;
d. Riwayat medis;
e. Temuan klinis terbaru.
Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat
111

a. Apa temuan klinis?;


b. Apa analisis dan pertimbangan perawat?;
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
Recommendation : apa yang perawat inginkan dan kapan?
a. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki
masalah?;
b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan kepada dokter?;
c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi
klien?;
d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?

A. Komunikasi efektif via telepon

Pengertian Komunikasi efektif via telepon adalah Komunikasi efektif


melalui telepon yang dilakukan oleh perawat untukmelaporkan segala bentuk keluhan,
keadaan dan permasalahan pasienkepada dokter yang merawat secara tepat waktu,
lengkap, akurat , jelas dan dipahami oleh kedua belah pihak

Tujuan:

1. Untuk menjalin kerjasama dokter & perawat


2. Mengurangi kesalahan dan menghasilkan eningkatan keselamatanpasien.
3. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Langkah-Langkah

1. Identifikasi pasien secara langsung dengan tanya nama pasienatau keluarga bila
pasien tidak sadar, melihat gelang identifikasidan siapkan status pasien.
2. Verifikasi identitas pasien sesuai antara gelang pasien, statuspasien dan nama pasien,
siapkan lembar konsul pertelpon.
3. Tekan nomor ekstensi dokter yang merawat pasien
4. Setelah terdengar nada sambung ucapkan salam
5. Laporkan identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur,keluhan, hasil
pemeriksaan dan pengamatan serta obat-obatanbila ada.
6. Tanyakan tindak lanjut pengobatan kepada dokter yangmerawat.
7. Catat secara lengkap perintah dari dokter yang merawat padaform yang telah
disediakan.
8. Konfirmasi apa yang sudah dituliskan dan bacakan ulangkepada pemberi perintah
(dokter ).
9. Eja ulang obat-obat yang diberikan secara perlahan-lahanterutama untuk obat-
obatan yang termasuk dalam golongan NORUM ( Nama obat rupa obat mirip
),untuk konsultasipertelpon yang nama obat mirip, blangko terlampir untuk obat-
obat yang nama mirip.
112

10. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isilaporan bila sudah
dibacakan ulang.
11. Telpon ulang pemberi perintah bila laporan belum dibacakanulang,dan
konfirmasikan ulang isi perintah.
12. Cantumkan nama lengkap dan tanda tangan pelapor pada formyang telah
disediakan.
13. Cantumkan tandatangan saksi yang ikut mendengarkan saatmenelpon dokter (bisa
keluarga pasien, perawat jaga, pasiensendiri ,dokter jaga,dokter yang merawat
sebelumnya )
14. Ucapkan terima kasih dan salam.
15. Mintakan tanda tangan saat dokter visite

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter


lewat telepon:

Situation (S) :
- Selamat pagi Dokter, saya Noer rochmat perawat Nusa Indah 2
-Melaporkan klien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran
urine 40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.
Background (B) :
-Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013,
program HD hari Senin-Kamis.
-Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang
dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
-Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
-TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema
ekstremitas bawah dan asites
-Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
-Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronkhi.
Assessment (A) :
-Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
-Klien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
-Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
-Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump ?
-Apakah dokter akan memindahkan klien ke ICU?

Setelah melaporkan kepada pasien, ada dokter yang memberikan resep


atau advise. Jika ada resep atau advise, gunakan teknik komunikasi
berikut:
T = Tulis
113

BA= Baca

K = Konfirmasi

B. Komunikasi efektif saat Operan/handover

Sebelum serah terima klien, perawat harus melakukan :

 Perawat mendapatkan pengkajian kondisi klien terkini.


 Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang
berhubungan dengan kondisi klien yang akan dilaporkan.
 Perawat memastikan diagnosa medis klien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
 Perawat membaca dan memahami catatan perkembangan terkini &
hasil pengkajian perawat shift sebelumnya.
 Perawat menyiapkan medical record klien termasuk rencana
perawat harian.

Adapun contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah


terima:
Situation (S) :
1. Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3
hari perawatan,
2. DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
3. Masalah keperawatan:
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Background (B) :
1. Klien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
2. Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
3. Klien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
4. Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
5. Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
6. Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
1. Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu
37 0C, RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas,
urine sedikit, eliminasi faeses baik.
2. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
3. Klien masil mengeluh mual.
Recommendation (R) :
1. Awasi balance cairan
114

2. Batasi asupan cairan


3. Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
4. Pertahankan pemberian pemberian deuritik injeksi furosemid 3 x 1 amp
5. Bantu klien memenuhi kebutuhan dasar klien
6. Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur

C. Komunikasi efektif saat bedside report;

BAB VIII
PENDIDIKAN KESEHATAN & PROMOSI KESEHATAN

A. Pengertian
Pendidikan kesehatan individu merupakan cikal bakal adanya promosi
kesehatan. Pendidikan kesehatan dahulu diawali dari individu yaitu orang
keorang-ibu ke anak kemudian bidan ke ibu, dokter ke klien dan seterusnya.
Ada dua faktor yang telah membuat pendidikan tidak lagi hanya bersifat
individu. Pertama adalah jumlah populasi yang semakin besar sehingga sulit
untuk dicapai sekaligus, dan ke dua karena jumlah populasi benar maka
pendidikan pada individu menjadi terlalu mahal untuk dilakukan. Di desa
kemungkinan pendekatan ini masih bisa dijalankan dan bermanfaat, namun di
masyarakat modern terlalu sulit untuk melaksanakan pendidikan kesehatan
secara individu. Selain itu masyarkat memerlukan informasi teknis yang
membutuhkan program yang lebih luas dan terstruktur. Namun demikian
115

bukan berarti bahwa peran praktisi promosi kesehatan. Lebih jauh lagi ada
tantangan lain untuk menjangkau individu misalnya melalui profesional
kesehatan lainnya seperti dokter, bidan atau perawat.
Filosofi penting program pendidikan klien adalah sebagai bagian tak
terpisahkan dari perawatan klien. Sehingga, bilamana relevan, pendidikan
klien juga melibatkan keluaga, pasangan, dan teman. Pendidikan secara
individu melibatkan aktivitas komunikasi interpersonal yang penting untuk
mencapai perilaku yang diharapkan. Misalnya, Mulyono (2002) menunjukkan
dalam penelitiannya bahwa tingkat pengetahuan, dan sikap berhubungan
dengan kepatuhan ibu hamil menkonsumsi tablet besi. Secara lebih spesifik
komunikasi interpersonal berhubungan bermakna dengan kepatuhan ibu
halim dalam mengkonsumsi tablet besi, dan ada hubungan yang bermakna
antara penyampaian informasi petugas tentang pentingnya tablet besi dengan
kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi.
Pendidikan klien dapat dibagi menjadi pendidikan klien dirumah sakit,
di praktek profesi kesehatan, paket kesehatan mandiri, puskesmas, rumah
perawatan dan atau promosi kesehatan.
Program di rumah sakit. Kebutuhan pendidikan klien di rumah sakit
sebenarnya berasal dari program pendidikan kesehatan di masyarakat.
Dengan berkembangnya pengetahuan tentang penyebab penyakit, rumah sakit
menjadi bertanggung jawab untuk menurunkan kesakitan melalui program-
program yang berorientasi pada penyebab awal. Mula-mula program di rumah
sakit hanya beberapa program pertolongan pertama tetapi kemudian
berkembang menjadi berbagai program baik di unit rawat inap maupun rawat
jalan. Kliennya perkembangan ini juga dipengaruhi oleh Deklarasi Budapest
tentang promosi kesehatan di rumah sakit yang berisi kerangka penerapan
Ottawa Charter for Health Promotion dilingkungan rumah sakit (WHO,
1991).
Program pendidikan di rawat inap didasarkan pada prinsipbahwa klien
memiliki hak untuk tahu status kesehatannya pada saat dirawat dan untuk
tahu cara mencegah penyakitnya atau meningkatkan kesehatannya. Program
rawat inap misalnya: memberikan informasi yang cukup, intervensi sederhana
pada klien; dan intervensi khusus misalya program berhenti merokok sebelum
operasi (Haddock & Burriws, 1997). Pendidikan pada klien dapat berupa
pendidikan mengenai penyakit yang diderita (misalnya diabetes, asma,
penyakit jantung) atau materi lain yang lebih umum (misalnya perawatan
payudara setelah melahirkan). Program ini dapat berupa video, diskusi-
ceramah, konseling dan bahan cetak seperti lembur bagi. Materi dapat pula
disediakan dalam berbagai bahasa tergantung kelompok klien yang datang.
Dalam situasi demikian peran praktisi promosi kesehatan adalah sebagai
koordinator pendidikan kesehatan.
116

Apabila dirinci peran praktisi promosi kesehatan dalam pendidikan


klien adalah:
1. Merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan klien
2. Merencanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan diatas
3. Menetapkan tindakan dan perilaku kesehatan pada klien sesuai dengan
kebutuhannya
4. Mengidentivikasi masalah kesehatan yang dapat diselesaikan dengan
intervensi pendidikan
5. Mengevaluasi dampak intervensi pendidikan terhadap status kesehatan
klien
6. Merencanakan program pengembangan staf promosi kesehatan
7. Merencanakan dan mendistribusikan materi penidikan yang dipakai dalam
program pendidikan klien.
Sumber daya rumah sakit biasanya sudah tersita untuk kegiatan
pelayanan kuratif dan paliatif sehingga krang antusias dengan program
pencegahan semacam promosi kesehatan. Program promosi kesehatan
merupakan tantangan menarik bagi rumah sakit, karena dapat menggunakan
situasi klien sebagai sasaran program pendidikan dengan tujuan mencegah
penyakit tidak dierita lagi. Dengan demikian rumah sakit bukan hanya tempat
untuk mengobati orang yang sudah sakit tetapi juga bertanggungjawab
menjaga agar orang sakit yang sudah sehat menjadi tetap sehat atau terhindar
dari penyakit yang lebih lanjut. Program ini harus didukung juga oleh peran
aktif seluruh komponen rumah sakit. Klien hendaknya ditempatkan sebagai
mitra sejajar bukan obek komoditi semata. Pendidikan klien hendaknya
ditempatkan sebagai salah satu bentuk pelayanan rumah sakit terhadap
konsumen yang ditujukan untuk mengobati dan mencegah penyakit. Program
ini bisa terwujud bila hubungan antara dokter, perawat dan klien adalah setara
atau sejajar sehingga terjalin proses komunikasi yang baik. Menurut Patton
(dalam Piotrow et al., 1997) ada lima dasar kecerdasan emosional dalam
layanan konsumen (dalam hal ini klien) yaitu:
1. Memperlibatkan empati. Merupakan langkah pertama kearah
memberikan layanan sepenuh hati dan dapat segera dilaksanakan di
dalam praktek.
2. Memperhatikan konsumen (klien) merupakan pekerjaan yang agak
sulit dilakukan karena harus mengesampingkan keberpihakan pada diri
sendiri dan memberi perhatian sepenuhnya kepada klien.
3. Membaca perasaan orang (kemampuan mengenali apa yang dirasakan
klien dan sensitif terhadap pokok-pokok permasalahan yang
mendasarinya) memerlukan ketrampilan dan pengalaman. Dalam hal
ini dibutuhkan ketrampilan melihat hal-hal yang tidak dikemukakan
klien kepada anda.
117

4. Tantangan yang sulit adalah memecahkan masalah atau meningkatkan


kepedulian terhadap klien; untuk mampu melaksanakan tugas ini
diperlukan kepercayaan, pemahaman dan kompetensi pribadi.
5. Menyesuaikan, berarti menyelaraskan emosi petugas kesehatan dengan
emosi klien sedemikian rupa sehingga tercipta situasi yang
menyenangkan kedua belah pihak. Aspek ini paling sulit dikerjakan
karena membutuhkan kematangan emosional dan pengetahuan untuk
bisa menyelaraskan diri dengan seorang yang belum dikenal. Namun
ketrampilan ini dapat dicapai dengan disilpin, praktek dan
pengembangan pribadi.
Mengapa 5 hal diatas perlu dilakukan? Karena 5 hal di atas
merupakan jembatan terciptanya komunikasi yang baik. Tanpa komunikasi
yang saling mengerti satu sama lain, dan saling menguntungkan maka
pendidikan terhadap klien tidak bisa terwujud.
Klien rawat jalan merupakan sumber sasaran promosi kesehatan
yang penting. Mengapa? Karena jumlah klien rawat jalan di rumah sakit
biasanya mendominasi jika disbanding dengan klien rawat inap (sekitar 10
dibanding 1). Rasio ini semakin dipertajam dengan adanya biaya berobat
yang ditinggi sehingga orang menyukai pelayaran sehari sebelum
pelayanan bedah sehari, atau klinik sehari. Rawat jalan biasanya
digunakan oleh orang tua orang yang kurang mampu juga orang yang
sebenarnya tidak memerlukan pengobatan (untuk alasan-alasan lain).
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum
merencanakan program pendidikan klien di rawat jalan, diantaranya:
1. Karakteristik petugas rawat jalan (jumlah, macam petugas, kemampuan
kerjasama, waktu)
2. Karakteristik klien rawat jalan kesiapan belajar, jumlah, macam) waktu
kontak petugas dan klien
3. Waktu kontak petugas dan klien
4. Ketersediaan ruang
5. Ketersediaan materi pendidikan (misalnya audiovisual)
Oleh karena motivasi klien sangat tergantung pada relevansi pesan
dengan kehidupan pribadinya, maka bentuk program pendidikannya dapat
bersifat individual misalnya menggunakan materi cetak seperti pamphlet,
video dan program computer yang sederhana. Program dalam bentuk
kelompok dapat juga dilakukan di rawat jalan atau dirawat inap misalnya
dalam bentuk kelompok diabetes, asma, diskusi, seminar umum dan
fair/pameran kesehatan.
118

Program di puskesmas. Pelayanan kesehatan primer didasarkan pada


deklarasi Alma Ata tahun 1978 (Green & Kreuter, 1991) yang kemudian
diangkat sebagai kabijakan WHO. Pelayanan ini merupakan pelayanana di
tingkat dasar tempat sebagian besar orang melakukan kontak dengan fasilitas
kesehatan karena keluhan yang dideritanya. Beberapa prinsip pendekatan
pelayanan kesehatan primer adalah:
1. Adanya kerjasama intersektoral
2. Terciptanya koordinasi pelayanan tingkat primer, sekunder dan tersier
untuk mempermudah kontinyuitas pelayanan
3. Sumberdaya yang berimbang untuk kebutuhan yang mendesak ataupun
jangka panjang
4. Memiliki fokus pada populasi dengan perhatian khusus pada risiko tinggi
dan kelompok rentan
5. Menerapkan teknologi yang tepat guna (WHO, 1983)
Puskesmas menyediakan pelayanan mulai dari promosi kesehatan,
deteksi dini, intervensi, rehabilitasi dan manajemen masalah kesehatan kronik.
Puskesmas merupakan elemen utama dalam pelaayanan kesehatan primer,
karena tempatnya di ujung tombak pelayanan maka puskesmas merupakan
tempat ideal dilakukannya promosi kesehatan. Konseling individu,
pemeriksaan faktor risiko dan audiovisual dapat digunakan di puskesmas.
Program pendidikan individu yang dapat dilakukan misalnya:
1. Penyuluhan perkawinan
2. Konseling perawatan anak
3. Peyuluhan kesehatan ibu dan anak
4. Konseling krisis dalam keluarga
5. Penilaian psikologis dan psikiatrik serta intervensi dini
6. Distribusi materi seperti leaflet, browser, video
7. Konseling prevensi sekunder dan tersier.
Pendidikan di ruang praktek. Pendidikan ini biasanya diberikan oleh
dokter umum, spesialis, konsultan diit, terapis okupasional, dokter gigi atau
profesi kesehatan lain yang berpraktek. Oleh karena waktu yang disediakan
sangat terbatas biasanya media pendidikan yang umum dipakai adalah bahan
cetak seperti leaflet dan browser. Namun demikian tenaga kesehatan tetap
merupakan sumber informasi yang terpercaya bagi klien sehingga merupakan
tempat yang efektif untuk melakukan promosi kesehatan. Misalnya program
berhenti merokok memerikan hasil yang bermakna bila dilakukan langsung di
praktek dokter. Demikian juga peneliti lain melaporkan program pendidikan
mengenai HIV/AIDS, nyeri punggung, hipertensi dinyatakan berhasil bila
dikerjakan pada praktek tenaga kesehatan (Gallagher, 1989, Roland & Dixon
1989, Watkind et al., 1987). Demikian juga Roche er al., (1994) melaporkan
bahwa meskipun adanya keterbatasan waktu yang dimiliki tenaga kesehatan
119

selama praktek tetapi pendidikan kesehatan tetap merupakan cara yang efisien
untuk mengatasi masalah kesehatan.
Meskipun antusiasme untuk melakukan promosi kesehatan di satu sisi
cukup besar namun kenyataanya pendidikan kesehatan masih belum banyak
dipraktikkan sebagai bagian integral pelayanan. Hal ini mungkin disebabkan
adanya hambatan dalam hal kemampuan/rasa percaya diri untuk melakukan
promosi kesehatan dan kurangnya informasi promosi kesehatan (Girgis &
Sanson, 1996). Pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan
mungkin diperlukan untuk mengatasi hambatan ini.
Apotik dan toko obat. Potensi apotik dan toko obat sebagai tempat
promosi kesehatan mulai banyak digali. Di Negara lain perusahaan asuransi
kesehatan banyak menggunakan apotik dan toko obat untuk menyebarkan
informasi kesehatan disamping untuk mengiklankan perusahaannya. Program
apotik dan toko obat menjadi terlibang dalam skrining faktor risiko dengan
banyak dijualnya alat-alat tes misalnya gula darah, kolesterol, tekanan darah.
Praktisi kesehatan ditantang untuk menggunakan outlet apotik dan toko obat
atau bekerjasama dengan pabrik obat untuk memberikan informasi kesehatan
yang bermanfaat bagi masyarkat. Program pendidikan di apotik dan toko obat
biasanya berupa informasi mengenai jenis obat, kegunaan obat, cara
pemakaian, efek samping dan kontraindikasinya. Pendidikan klien dilakukan
dengan konseling, melalui browser-browsur maupun leaflet-leaflet yang
biasanya tersedia di toko obat maupun apotik. Program pendidikan di apotik
sangat diperlukan mengingat kebiasaan masyarakat yang suka membei obat
bebas dan minum obat sembarangan khususnya obat-obat antibiotik. Misalnya
pelanggan sering mengkonsumsi tetrasiklin untuk mencegah dan mengobati
penyakit menular seksual tanpa merasa perlu ke dokter.

B. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
tujuan hidup sehat (Depkes, 2002).
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu
keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa
yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan
meminta pertolongan (Effendy, 2003).
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat
dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan
120

masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada


keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular,
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang
buruk, keluarga dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan sebagainya.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan pada
kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita, kelompok
masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti kelompok lansia,
kelompok yang ada di berbagai institusi pelayanan kesehatan seperti anak
sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada
sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas,
masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang terkena wabah
dan lain-lain (Effendy, 2003).
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung
manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, dalam
penyampaian materi sebaiknya menggunakan metode dan media untuk
mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran (Effendy,
2003).
Keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan dapat dipengaruhi oleh
factor penyuluh, sasaran dan proses penyuluhan.
1. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi
yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa
yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil
dan kurang dapat didengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu
monoton sehingga membosankan.
2. Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit
menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan
karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan
dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk
mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak
mungkin terjadi perubahan perilaku.
3. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak sesuai
dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dekat dengan
keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan yang dilakukan,
jumlah sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga yang kurang,
metoda yang digunakan kurang tepat sehingga membosankan sasaran serta
bahasa yang digunakan kurang dimengerti oleh sasaran.

C. Media Penyuluhan
121

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan


pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran
dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah
perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan. Penyuluhan kesehatan tak
dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat
lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan
tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku
yang positif.
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam
pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain adalah :
1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3. Media dapat memperjelas informasi.
4. Media dapat mempermudah pengertian.
5. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
6. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan
mata.
7. Media dapat memperlancar komunikasi.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini
dibagi menjadi 3 yakni :
1. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang
termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip
chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah,
poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa
kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,
mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar.
Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek
gerak dan efek suara dan mudah terlipat.

2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat
dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika.
Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film,
cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini
memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh
panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta
jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya
lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
122

berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk


mengoperasikannya.
3. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media
cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran,
banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan,
bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat
dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini
adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk
produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.

Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu


memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah
perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluh
dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga
karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses
penyuluhan (Notoatmodjo, 2007). Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip
bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap
melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk
menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula
pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini
dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu
objek sehingga mempermudah persepsi.
Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk menimbulkan minat
sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan
bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan pesan kesehatan, membantu
sasaran untuk belajar lebih banyak dan tepat, merangsang sasaran untuk
meneruskan pesan yang diterima kepada orang lain, mempermudah
memperoleh informasi oleh sasaran, mendorong keinginan orang untuk
mengetahui, kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian
yang lebih baik, dan membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu :
2. Alat bantu lihat
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera mata pada
waktu ternyadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu alat yang
diproyeksikan misalnya slide, film dan alat yang tidak diproyeksikan
misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar peta, bagan, bola dunia,
boneka dan lain-lain.
123

3. Alat bantu dengar


Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar, pada
waktu proses penyampaian bahan penyuluhan misalnya piringan hitam,
radio, pita suara dan lain-lain.
4. Alat bantu lihat-dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran
pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video cassette dan lain-
lain.

Sebelum membuat alat-alat peraga kita harus merencanakan dan memilih


alat peraga yang paling tepat untuk digunakan dalam penyuluhan. Untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Tujuan yang hendak dicapai
a. Tujuan pendidikan adalah untuk mengubah pengetahuan/pengertian,
pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi,
menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
b. Tujuan penggunaan alat peraga adalah sebagai alat bantu dalam
latihan/ penataran/ penyuluhan, untuk menimbulkan perhatian
terhadaq sesuatu masalah, mengingatkan sesuatu pesan/informasi
dan menjelqskan fakta-fakta, prosedur dan tindakan.
2. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat rantu belajar dan tetap
harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya.
Kita harus mengembangkan keterampilan dalam memilih, mengadakan
alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.

D. Metode penyuluhan kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah
satu factor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara
optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :

1. Metode penyuluhan perorangan (individual)


Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina
perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual
ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari
pendekatan ini antara lain:
a. Bimbingan dan penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu
124

penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan


kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.
b. Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali
informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik
atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku
yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih
mendalam lagi.

2. Metode penyuluhan kelompok


Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran.
Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok
kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran
penyuluhan. Metode ini mencakup :
a. Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
1) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan metode ceramah adalah :
a) Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri
menguasai materi apa yang akan diceramahkan, untuk itu
penceramah harus mempersiapkan diri. Mempelajari materi
dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun
dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alat
bantu pengajaran.
b) Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila
penceramah dapat menguasai sasaran Untuk dapat
menguasai sasaran penceramah dapat menunjukkan sikap
dan penampilan yang meyakinkan. Tidak boleh bersikap
ragu-ragu dan gelisah. Suara hendaknya cukup keras dan
jelas. Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta. Berdiri di
depan /dipertengahan, seyogianya tidak duduk dan
menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin.

2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
125

dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15


orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi
kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan
simulasi.

3. Metode penyuluhan massa


Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat
umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan
kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk
pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan media massa.
Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui
media massa, simulasi, dialog antara klien dan petugas kesehatan, sinetron,
tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan,
spanduk, poster dan sebagainya.
126

BAB IX
PEMBERDAYAAN KLIEN

A. Pengertian Pemberdaayaan Klien


Mayoritas orang Amerika - 50,9% - sekarang mengelola setidaknya
satu kondisi kesehatan kronis; seperempat orang Amerika memiliki beberapa
kondisi kronis; hampir 5% dari orang di Amerika Serikat mengelola empat
atau lebih kondisi terpisah. Sekitar seperempat dari orang yang hidup dengan
kondisi kronis memiliki satu atau lebih pembatasan kegiatan mereka sehari-
hari (seperti kesulitan berpakaian, mandi, atau makan). Tujuh dari 10
kematian setiap tahunnya Amerika adalah hasil dari penyakit kronis. [CDC,
2013; Ward, 2010]
Penyakit kronis biasanya dikelola, tidak sembuh. Klien dan perawat
mereka mengelolanya dengan bantuan, pendidikan, dan perawatan akut,
pencegahan, dan rawat jalan. Seringkali layanan ini dilakukan oleh beberapa
penyedia terletak di pengaturan yang berbeda. Secara keseluruhan, perawatan
untuk penyakit kronis adalah terfragmentasi dan sulit bagi klien untuk
menavigasi.
Sebagai klien sakit kronis menghadapi semakin banyak interaksi
dengan sistem kesehatan, mereka menjalankan risiko lebih besar mengalami
hasil yang buruk. Perawatan terputus-putus dan duplikasi klien pengalaman
ini dapat menyebabkan kerugian langsung, kesalahan pengobatan, penurunan
kemampuan untuk mengelola kondisi, dan peningkatan biaya total dan out-of-
saku. Untuk mengatasi tantangan yang berkaitan dengan kondisi kronis yang
kompleks, klien, perawat, dan penyedia harus bekerja sebagai mitra untuk
mencapai hasil terbaik. Selanjutnya, menghormati nilai-nilai klien dan norma-
norma budaya sangat penting untuk mengembangkan kemitraan yang sukses.
Umumnya, tidak ada disepakati definisi pemberdayaan klien antara
peneliti. Namun, elemen umum dan berkembang teori tentang klien-berpusat
telah memberikan definisi kerja.
Dari perspektif klien: Pemberdayaan adalah proses pertumbuhan yang
biasanya melibatkan jaringan pendidikan dan dukungan sosial; itu adalah
sebuah alternatif untuk kepatuhan. Klien diberdayakan harus mampu
mendamaikan diagnosis dari satu atau lebih kondisi kronis dengan identitas
mereka sendiri, sengaja mendapatkan atau membatasi pengetahuan kondisi
mereka (s), mendapatkan beberapa rasa kontrol atas kondisi mereka (s), dan
berpartisipasi dalam keputusan perawatan. Beberapa penelitian juga
127

menunjukkan klien diberdayakan menjadi lebih sensitif terhadap klien lain


dan untuk menunjukkan kemauan meningkat untuk membantu mereka dalam
posisi yang sama. [Kecil, 2013] klien Diberdayakan biasanya meminta
penyedia mereka lebih banyak pertanyaan, lebih terlibat dalam perawatan
mereka, tingkat pengalaman mereka dengan penyedia lebih tinggi, dan
memiliki lebih sedikit melaporkan kasus perasaan "tak berdaya."
Dari perspektif penyedia: pemberdayaan Klien adalah "membantu
klien menemukan dan mengembangkan kapasitas yang melekat untuk
bertanggung jawab atas kehidupan sendiri." [Funnell, 2004] Ini adalah proses
komunikasi dan pendidikan di mana pengetahuan, nilai-nilai, dan kekuatan
bersama. Umumnya provider bekerja dengan klien untuk menciptakan
kemitraan yang akan mencirikan perawatan bergerak maju - membantu klien
menentukan / nya perannya dalam perawatan diri serta dalam
mengembangkan tujuan untuk perawatan.
Dari perspektif sistem kesehatan: klien diberdayakan harus lebih
mampu mengelola kondisi mereka di luar rumah sakit, sehingga
menggunakan layanan yang lebih sedikit dan mengurangi kemungkinan
sebuah rumah sakit yang tidak direncanakan.
Dari perspektif pembayar: klien diberdayakan harus konsumen nilai
yang membutuhkan interaksi yang lebih sedikit dengan penyedia - seorang
klien yang benar-benar berpartisipasi dalam perawatan sendiri tidak hanya
mencegah perawatan tidak efisien, tetapi juga mencari penyedia / spesialis
dengan penilaian kualitas yang lebih baik.
Setiap orang memiliki hak terhadap kesehatan dan layanan yang
diperlukan untuk mempertahankan kesehatan. Sistem klien; individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan fokus dari sistem layanan
kesehatan. Setiap individu bertanggung jawab terhadap kesehatannya karena
memiliki potensi internal dan eksternal untuk mencapai kesehatan yang
optimal. Dalam sistenm pelayanan Kesehatan, pemberdayaan merupakan
determinan kunci dari kesehatan (van Gedder, 2002).
Rappaport(1984): pemberdayaan adalah mekanisme dimana orang2,
organisasi, dan masyarakat memperoleh pemahaman dan penguasaan tentang
kehidupan mereka
Konsep ini merupakan proses dimana ide pemberdayaan ini
memunculkan sesuatu kekuatan yang terjadi dalam individu atau komunitas
namun tidak semudah mentransfer kekuatan dari satu kepada lainnya. (Sally
Kendall 1998, p. 2-3).
Pemberdayaan merupakan proses sosial dimensional ganda (multi-
dimensional social process) yang membantu orang / individu untuk
memperoleh kendali terhadap kehidupannya. Merupakan proses untuk
membangkitkan kekuatan orang / individu untuk digunakan dalam kehidupan
mereka sendiri, komunitas, dan masyarakatnya dengan berrespon terhadap
128

isu/masalah2 yang mereka anggap penting.(Nanette Page & Cheryl E. Czuba


1999)
Pemberdayaan klien merupakan proses memberikan atau
mendelegasikan kekuatan kekuasaan (menguasakan), memberikan
kemampuan (kemampuan atan mengijinkan) dan dalam politik pemerintah
dan diplomasi, suatu kebijakan memberikan kesempatan khusus dalam
kepegawaian, pelatihan dll untuk orang2 yang kurang beruntung.
Menon (2002) ”Pemberdayaan mencerminkan proses dimana orang2
yang kurang memiliki kekuatan diberikan peluang/kesempatan untuk lebih
memiliki kekuatan dan kendali terhadap pengalaman2 kehidupan yang
spesifik”.
Rodwell (1996 p. 309): ”Pemberdayaan merupakan suatu proses untuk
memungkinkan seseorang mampu memilih untuk mengendalikan dan
membuat keputusan untuk kehidupan mereka”. Ini adalah proses menghargai
semua orang yang terlibat didalamnya.
Inti pemberdayaan klien ialah menghormati dan menghargai
preferensi klien dalam rangka meningkatkan atau memajukan layanan
kesehatan. Klien yang telah diberdayakan akan mampu membuat keputusan
tentang pengobatannya yang diingininya dan dihargai oleh perawat yang
memberi asuhan kepadanya. pemberdayaan klien merupakan dukungan
positif dari suatu pendekatan dimana fokusnya terletak pada kemitraan
menolong dan saling membuat keputusan yang lebih prominen bukan hanya
sekedar penumbuhan kesadaran kritikal atau tindakan radikal (Rodwell,
1996).
Pemberdayaan menghasilkan suatu bangunan yang menghubungkan
sistem kapabilitas personal dan kekuatan, perilaku positif, dan penyembuhan
alamiah sehingga menghasilkan perubahan dan kebijakan sosial (Zimmerman
& Rappaport, 1988). Proses dimana klien dapat belajar mengendalikan
hidupnya Lovemore & Katie (2002). Gibson,1991, p.359, dan Kendal, 2002:
proses sosial dalam keperawatan dengan mengenali, mempromosikan, dan
memperkuat kemampuan individu klien untuk memenuhi kebutuhan sendiri,
menyelesaikan masalah, dan memobilisasi sumber2 dalam rangka
mengendalikan kehidupannya melalui penguatan dan memfasilitasi potensi
internal.
Pemberdayaan klien menjadi fokus kebijakan kesehatan pemerintah
dan kementrian kesehatan. Funnel, et al (1991). Pemberdayaan klien dalam
konteks pelayanan kesehatan berarti meningkatkan regulasi diri yang otonom
sehingga potensi kesehatan dan kesejahteraan individu klien dimaksimalkan.
Pemberdayaan klien merupakan proses yang bertujuan untuk
membantu kinerja independen klien, dimana ia bebas memilih dimana dan
kapan ia membutuhkan terapi sehingga untuk itu klien harus mempertahankan
otonomi dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan selama terapi.
129

Tujuannya pemberdayaan klien ialah meingkatan dan mempertahan


kesejahteraan klien.
Dalam pemberdayaan klien perawat harus menyadari beberapa hal
yakni:
1. Klien memiliki kebebasan diri
2. Klien meminta dan bertukar informasi
3. Klien kesadaran tentang kebutuhan dan keinginannya
4. Klien mempertahankan otonomi
5. Klien menghargai keputusan orang lain.
Selain beberapa hal di atas, ada beberapa persiapan perawat dalam
melaksanakan pemberdayaan klien, yakni sebagai berikut:
1. Meyakini bahwa klien memiliki potensi internal yang sedang mengalami
gangguan dan perlu untuk dibangkitkan.
2. Membekali diri dengan berbagai informasi dan pengetahuan tentang
masalah2 kesehatan yang dialami klien.
3. Menguasai teknik berkomunikasi efektif dan terapeutik.
4. Memperlihatkan empati pada masalah klien.
5. Memiliki keinginan untuk membantu klien.
6. Komit terhadap janji dan harapan yang diberikan kepada klien.
7. Bersikap positif sehingga menumbuhkan kepercayaan dari klien.
8. Mendengarkankeluhan klien tentang kecemasan2 dan konsen yang telah
diidentifikasi,memastikan keyakinan2, pikiran2, dan perasaan mereka,
yang dapat menjadi kendala atau mendukung upaya interaksi,
menanyakan klien apa yang perlu diperoleh dari interaksi dengan tim
Yankes (Heather K. Spence Laschinger (2010) p.1-14)

B. Upaya Pemberdayaan Klien


Upaya pemberdayaan diarahkan untuk memperkuat kemampuan klien
agar secara aktif memahami tentang status kesehatannya dan factor-faktor
yang mempengaruhinya. Fokusnya antara lain: pengendalian pengalaman
kesehatan individu, penyakit, dan terapi beserta peran organisasi kesehatan,
masyarakat, dan sistem kesehatan nasional.
1. Anteseden:
a. Kepercayaan
1) Penyadaran pada klien tentang kejujuran untuk mempercayai
perawat
2) Pendidikan kesehatan (meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan bertindak otonom)
3) Pemberian informasi agar klien aktif membuat keputusan
4) Interaksi positif perawat klien
5) Saling mempercayai dan memahami
6) Klien yakin terhadap kejujuran dan kehandalan perawat
130

b. Pesan2 kesehatan
1) Pandangan dan asumsi dari klien tentang masalah kesehatan
yang dialaminya, serta pengalaman tentang masalah kesehatan
yang pernah dialami menjadi warna untuk menyusun bekal
informasi dalam rangka meningkatkan kemampuan
pengambilan keputusan tentang dirinya.
2) Informasi2 yang diperoleh melalui berbagai media (TV, Koran,
leaflet, brosur, iklan pada spanduk dll) menjadi bahan dasar
tambahan seberapa cepat klien dapat mengubah dan membekali
diri dengan informasi baru yang diperoleh dari hasil interaksi
klien- perawat.

c. Penghargaan
1) Faktor penting untuk menimbulkan rasa percaya klien.
2) Mengandung harapan terhadap perawat agar menaruh
perhatian pada masalah orang lain.
3) Memungkinkan klien merasa aman bahwa keyakinan dan
nilai2 yang dianutnya tidak akan terancam (Tones 1991).
4) Hubungan klien – perawat yang didasari penghargaan
mencerminkan hubungan kesetaraan bukan memandang satu
pihak lebih rendah atau tidak kompeten dari pihak lain (Gibson
1991).

d. Inspirasi
1) Merupakan luaran olah pikir klien yang dijadikan motivator
untuk berubah, menerima informasi baru, dan mengubah
pandangan tentang masalah kesehatan dan meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan.
2) Dipengaruhi oleh intuisi positif yang satu orang dengan orang
lain dapat berbeda.
3) Konsep ini menjadi penguat bagi seseorang dalam menyusun
pola pikir baru melalui pendekatan berpikir kritis untuk
menjadi bekal memilih opsi2 intervensi yang diberikan.
4) Dalam pemberdayaan, inspirasi merupakan landasan bagi klien
untuk komit terhadap upaya yang diberikan perawat.

e. Komitmen
1) Pemberdayaan klien tidak akan berhasil jika tidak ada
komitmen dari kedua pihak (klien dan perawat) terhadap
proses yang sedang dilakukan.
2) Upaya perawat untuk menumbuhkan komitmen klien harus
dilandasi kepercayaan klien terhadap perawat.
131

3) Upaya perawat menumbuhkan komitmen diri terhadap proses


yang sedang dilakukan harus melalui kesadaran akan tugas,
sikap caring, empati terhadap kondisi klien.

f. Kontribusi
1) Pemberdayaan melibatkan dua pihak: klien dan perawat.
2) Interaksi kedua pihak menghasilkan luaran yang bermanfaat
untuk keduanya, sebagai hasil dari kontribusi masing2 pihak.
3) Kontribusi sangat penting dalam sebuah proses pemberdayaan
karena dapat menghasilkan kondisi spesifik dari klien.
4) Kiefer(1984): hasil dari kontribusi dua pihak ini adalah
karakteristik saling mendukung, sistem dukungan, manfaat diri
(self-esteem), kompetensi dan merasa diri memadai (self-
sufficiency).

g. Pendidikan
1) Pemberdayaan membutuhkan pendidikan dimana setiap
individu memelihara dirinya dan membuat pilihan2 tentang
asuhan diantara opsi yang diberikan dokter.
2) Pendidikan sangat perlu sebagai intervensi untuk
meningkatkan kemampuan seseorang berpikir kritis dan
bertindak mandiri.
3) Informasi merupakan kekuatan karena klien merasa dibekali
lebih baik untuk mengambil berbagai manfaat dan peluang.
4) Mereka mampu mengakses pelayanan, melatih hak2 mereka,
bernegosiasi secara efektif dan dapat secara efektif membuat
orang menjadi akuntabel.

h. Pemberdayaan staf perawat


1) Pemberdayaan klien dapat berhasil jika perawat yang terlibat
dalam interaksi dengan klien itu dibekali dulu dengan berbagai
substansi informasi dan kompetensi yang diperlukan.
2) Pemberdayaan perawat ini melibatkan suatu perpindahan
pemikiran dalam hubungan dengan peran perawat sebagai alat
sensitisasi terhadap kesadaran diri dan pertumbuhan diri
sebagai narasumber.
3) Jika seseorang perawat akan menerapkan model pemberdayaan
klien, mereka harus melegitimasi keyakinan diri dulu bahwa
orang lain (klien) merupakan mitra setara dalam tim YanKes.
132

BAB X
PENYULUHAN ATAU PENDIDIKAN
KEPADA INDIVIDU, KELUARGA DAN KELOMPOK

A. Penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan Kepada Individu


Materi pendidikan untuk klien dan individu beragam jenisnya. Ada
yang bersifat informasi (misalnya leaflet tentang kesehatan dan gizi),
preskripsi/petunjuk (misalnya nutrisi untuk penderita diabetes, latihan
rehabilitasi untuk penderita jantung), kontrak (misalnya pernyataan ingin
berhenti merokok), atau evaluasi (misalnya bagan kemajuan pengendalian
berat badan dan manajemen Pre Menstrual Syndrome). Meteri dapat berasal
dari berbagai sumber dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut.
1. Apakah pesan dapat menyentuh sasaran? Materi pendidikan yang
berkualitas harus konsonan (selaras) dengan kebutuhan dan aspirasi orang
yang membaca, selain juga harus menarik dan jmudah dipahami.
2. Apakah pesan sesuai dengan kultur setempat? Materi promosi tentang
kandungan nutrisi daging babai misalnya akan sulit diterima oleh
masyarakat yang sebagian besar Muslim, atau promosi norma Barat akan
tidak diterima oleh kelompok penduduk di Yogyakarta. Bila mungkin,
materi harus dibangun dalam kultur dan bahasa setempat. Pasick et al
(1996) menganjurkan agar program promosi kesehatan menyesuaikan
dengan kultur setelah dan hanya bila diperlukan dan menungkinkan dapat
mengambil kultur luar.
133

3. Bagaimana tingkat pemahaman sasaran? Panduan umum ang diterapkan


oleh terbitan-terbitan popular adalah menyesuaikan kemampuan pembaca
setara dengan usia belasan tahun. Meskipun asumsi ini tidak selalu benar,
tetapi merupakan peringatan untuk tidak terlalu optimis dengan
kemampuan pemahaman sasaran meskipun pada tingkat profesional
sekalipun. Tetapi sebaliknya terlalu menggurui juga akan membahayakan.
4. Apakah informasi tersebut akurat? Praktisi kesehatan seingkali
meremehkan hal-hal kecil yang telah biasa dilakukan. Materi harus selalu
dicek akurasinya sehingga tidak terjadi hal yang memalukan bila telah
dicetak. Akurasi mencakup salah pemilihan kata, salah cetak ataupun
kesalahan mengambil materi yang tidak terkini. Informasi yang diberikan
pada masyarakat juga harus mengikuti bukti mutakhir sehingga praktisi
tetap menerapkan praktek berbasis bukti.
5. Apakah pesan dapat mencapai tujuannya? Tujuan materi pendidikan klien
harus selalu dinyatakan dengan jelas. Apakah ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap atau mempengarui perilaku?
Tujuan yang berbeda akan menentukan presentasi dan isi materi.
Sumber materi pendidikan invidu yang terdapat di masyarakat dapat
berupa berbagai bentuk. Dengan semakin pesatnya pesatnya perkembangan
informasi, sumber-sumber informasi akan lebih murah untuk didapat.
Beberapa contoh di antaranya adalah berasal dari Departemen Kesehatan,
perkumpulan-perkumpulan seperti jantungan sehat, diabetes, kanker; rumah
sakit; sector industry obat; organisasi asuransi kesehatan; masyarakat praktisi
kesehatan seperti IDI; organisasi swasta yang bersifat sosial, dan juga
informasi internet.
Dalam pertimbangan cost effectiveness biasanya strategi pada individu
dilengkapi dengan strategi yang mencakup audiens yang luas. Teknik promosi
pada kelompok merupakan pendekatan pilihan antara teknik individu dan
teknik yang bersifat missal melalui media. Kelompok dapat bervariasi antara
2-3 orang hingga beberapa ratus orang, dan dapat bersifat homogeny atau
heterogen.
Metode promosi kesehatan pada kelompok diklasifikasikan secara
umum menjadi metode didaktik (seperti penyuluhan, seminar) atau metode
eksperiensial (sepseti latihan ketermapilan, simulasi). Metode didaktik
menekankan pada informasi atau transfer pengetahuan, sedangkan pendekatan
eksperensial menekankan pada faktor ketermpilan (enabling factors). Metode
kelompok telah dipakai praktisi pendidikan kesehatan untuk memberdayakan
individu, organisasi atau komunitas dengan cara:
 Membantu individu untuk mengubah atau mempertahankan perilaku
kesehatannya;
 Memberikan dukungan bagi individu untuk berbagai tujuan atau masalah;
 Mengorganisasi komunitas atau anggoranya untuk menyelesaikan masalah
(melalui organisasi komunitas); danmengorganisasi individu dan
134

kelompok membuat perubahan ditingkat yang lebih luas misalnya


pelatihan bagi pemimpin masyarakat, dan membangun kesepakatan
(Basch, 1987).
Oleh karena itu metode kelompok dapat dipakai dalam berbagai
situasi dan tingkat pencegahan misalnya pencegahan primer (di sekolah,
tempat kerja, organisasi), penegahan sekunder (di praktek dokter, puskesmas,
klinik rawat jalan, pusat rehabilitasi pecandu obat), dan pencegahan tersier (di
rumah sakit, pusat rehabilitasi, rumah perawat). Pendidikan kelompok tidak
hanya dipaiak dalam program promosi kesehatan, tetapi juga dipakai oleh
profesi lain, misalnya pendidikan orang dewasa, pendidikan pekerja sosial
dan psikologi.

B. Penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan Kepada Keluarga


Perawat secara rutin bekerja tidak hanya dengan pasien tetapi juga
keluarganya. Sebagian besar orang merupakan bagian dari suatu keluarga,
dan mengeksplorasi komunikasi dengan keluarga mencakup bekerja dalam
sistem keluarga (Northouse, 1980). Hubungan didalam keluarga
mempengaruhi komunikasi dan adaptasi pasien terhadap perubahan
kesehatan. Selain itu, anggota keluarga seringkali merupakan pemberi
perawat bagi pasien yang sakit, menciptakan masalah komunikasi lain antara
pasien/keluarga dengan penyedia asuhan kesehatan.
Perilaku berhubungan dengan kesehatan seringkali merupakan isu
keluarga. Pola makan sehat, pola olahraga, dan bahkan merokok merupakan
contoh perilaku yang dipengaruhi kuat oleh keluarga. Perawat dapat
memasukkan pengetahuan ini ke dalam pengajaran bagi mereka, tidak hanya
saat bekerja dengan anak-anak, tetapi juga saat berbicara dengan orang
dewasa mengenai mengubah perilaku (Wright & Leahey, 2005). Contohnya,
saat bekerja dengan pasien dengan berat badan berlebihan dan tekanan darah
tinggi serta diabetes, perawat melibatkan keluarga dalam pengajarannya
mengenai pola makan sehat, kepatuhan terhadap pengobatan dan pemeriksaan
glukosa darah, dan olahraga rutin, dengan memahami bahwa perilaku
keluarga mempengaruhi hasil akhir pasien. Mengenali pengaruh anggota
keluarga terhadap adaptasi dan kesehatan pasien merupakan bagian penting
proses keperawatan.

C. Penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan Kepada Kelompok


Definisi kelompok dalam konteks promosi kesehatan adalah:
“Kumpulan individu yang saling tergantung satu sama lain. Dalam definisi ini
misalnya sekumpulan orang yang menunggu di lift tidak disebut kelompok.
Bila kumpulan orang tersebtu perlu membuat keputusan boleh atau tidak
merokokdi dalam lift, maka kumpulan orang tersebut adalah kelompok untuk
membuat keputusan tersebut. Kesamaan tugas untuk membuat keputusan
135

membuat mereka saling tergantung dan karenana disebut kolompok (Loomis,


1979).”
Studi mengenai perilaku dalam kelompok dikembangkan dari
kelompok psikoterapi yang muncul pada tahun 1920an. Empat decade
kemudian batas tegas penggunaannya menjadi pudar dan kelompok banyak
dalam proses belajar.
Didalam pendekatan kelompk, dinamika kelompok menjadi penting.
Dinamika kelompok adalah studi tentang sifat dan perkembangan suatu
kelompok, hubungan anggotanya dan organisasi lain. Ketrampilan kelompok
sangat relevan dalam situasi eksperiensial, tetapi kurang relevan pada situasi
didaktik. Penelitian mengenai dinamika kelompok telah mengkaji aspek
kepemimpinan, tujuan, norma dan interaksi anggota kelompok. Karakteristik
komunikasi kelompok adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi kelompok berlangsung dalam suatu sistem: yang berarti ada
hubungan antara semua dimendsi yang terkait. Diminasi salah satu
dimensi (misalnya kepemimpinan atau anggota) akan bervariasi di tiap
kelompok tetapi yang paling mempengaruhi perubahan adalah sistemnya.
2. Komunikasi kelompok bersifat sebab-akibat yang terjadi bersamaan: suatu
pesan dapat mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh komponen kelompok
tergantung dari karakteristik kelompok.
3. Komunikasi kelompok bersifat dinamis: perubahan yang terjadi dalam
kelompok bersifat kontinyu, dan tidak dapat diulang, sehingga fasilitator
kelompok harus sadar akan sifat ini selama proses kelompok.
4. Komunikasi kelompok bersifat kompleks: reduksi proses kelompok
menjadi nilai unidimensional (misalnya bergantung pada orang yang
dominan saja) akan mendorong terbentuknya kesimpulan atas nama
fasilitator yang mungkin menjadi hambatan bagi proses kelompok. Proses
kelompok, tidak seperti proses didaktik, bersifat kompleks dan bervariasi
(Applebaum et.,1978).
Tabel 4.1 menyajikan berbagai metode kelompok dalam promosi
kesehatan. Masing-masing metode memerlukan ketrampilan tersendiri dan
tidak mungkin seorang praktisi promosi kesehatan menguasai seluruh metode
ini.metode didaktikmisalnya, memerlukan pengetahuan yang luas,
keterampilan memberi ceramah dan kemampuan menjawab pertanyaan
dengan jelas. Metode eksperiensial memerlukan sensitifitas dan pemahaman
tentang proses kelompok. Biasanya ada oberlap antara dua metode tersebut
misalnya ceramah dan audiens. Secara umum metode didaktik dipakai bila
tuuan utamanya adalah transfer informasi atau penetahuan. Ceramah tentan
gHIV/AIDS misalnya bertujuan untuk transfer informasi tentang risiko
HIV/AIDS dan perilaku berisiko. Ada kalanya pula metode didaktik dipakai
untuk mendukung perubahan konsep dasar kesehatan misalnya veramah
136

tentang perilaku seksual dan penyakit menular seksual. Metode eksperiensial


dilakukan bila tujuan perilakunya memerlukan beberapa komponen seperti
dalam teori perilaku kesehatan yaitu minat, sikap, hambatan dan kepercayaan.

Metode didaktik
Ceramah – diskusi Paling baik untuk transfer pengetahuan, memotivasi sasaran
dalam kelompok besar. Memerlukan pembicara yang
dinamik, dan efektif dengan pengetahuan yang cukup
disbanding audiens.
Seminar Jumlah lebih sedikit (2-20 peserta). Umpan balik diperole
dari pemimpin kelompok yang memiliki pengetahuan lebih
banyak.
Konferensi Dapat mengkombinasi teknik ceramah/seminar. Metode ini
baik untuk pengembangan professional, namun diperlukan
adanya otoritas dari praktisi promosi kesehatan.
Metode
Eksperiensial
Pelatihan Memerlukan sasaran yang memiliki motivasi untuk belajar.
keterampilan Pelatihan harus mencakup penjelasan, demonstrasi, dan
praktik.
Modifikasi perilaku Metode ini sesuai untuk belajar sesuai kebiasaan dengan
didasarkan pada teori stimulus-response learning. Biasanya
diaplikasikan untuk mempelajari perilaku spesifik misalnya
berhenti merokok menhilangkan fobia.
Kelompok Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
meningkatkan terhadap suatu problem. Sesuai untuk pelatihan profesi
sensitivitas kesehatan.
Belajar dengan Terutama dipakai di lingkungan sekolah. Memerlukan
bertanya perumusan dan penyelesaian masalah melalui kerjasama
kelompok.
Diskusi kelompok Baik bila diperlukan berbagi pengalaman, dukungan dan
sebaya kesadaran. Partisipan bersifat homogeny, minimal dalam
satu karakteristik misalnua kelompok orang tua remaja, ibu
hamil.
Simulasi Baik untuk mempengaruhi sikap individu dengan
kemampuan yang beragam. Biasanya dipakai di lingkungan
sekolah.
Main peran Memainkan peran oleh kelompok yang digunakan bila ada
kesulitan komunikasi antara individu dalam suatu
lingkungan misalnya keluarga, lingkungan profesi
kesehatan.
Menolong diri Memerlukan motivasi dan sikap mandiri sasaran. Berguna
sendiri untuk memberi dukungan teman, klarifikasi nilai, dan dapat
137

dipakai sebagai terapi atau forum untuk aksi sosial.

Pendidikan orang dewasa, disbanding pendidikan pada anak-anak,


merupakan proses kompleks dan multiphase yang melibatkan berbagai
aspek dan faktor. Penelitian tentang pendidikan orang dewasa merupakan
arena tersendiri yang tidak dibahas di sini. Orang dewasa telah melalui
kehidupan dan pengalaman bertahun-tahun sehingga telah memiliki
persepsi tentang lingkungan dan obyek dalam pikirannya. Pengalaman
masa lalu tersebut menjadi dasar mulainya pendidikan dan perubahan
perilaku (Knowles, 1990). Pada tahap ini perilaku orang dewasa dapat
lebih kaku disbanding orang muda karena perilakunya telah terbentuk
selama bertahun-tahun.
Faktor penting dalam belajar orang dewasa adalah adanya persepsi bahaya.
Bahaya adalah persepsi yang mengharuskan perubahan suatu perilaku, nilai atau
kepercayaan. Bahaya juga menimbulkan perilaku defensive, inisiatif dan
kreatiritas cenderung hilang karena orang berkonsentrasi pad akeselamatan dan
ras a aman. Oleh Karena itu modifikasi persepsi dan perliaku pada kelompok
orang dewasa harus bersifat individual, yaitu selalu mengingat tujuan orang
tersebut. Selain itu ada masalah lain yaitu hambatan, sehingga perlu selsalu
menekankan pada kemajuan dan sering memberikan dukungan/penguatan secara
terus menerus. Adanya halangan mencapai tujuan dapat menjadikan sasaran
minder dan tidak percaya diri, sehingga perlu diperhatiakan pemberian umpan
balik dan pujian untuk menjaga serta meningkatkan motivasi.
Belajar pada orang dewasa memerlukan proses yang bertahap disbanding
pada anak-anak. Orang dewasa harus diberi cukup waktu dan arahan untuk
mendapatkan pengalaman dan mengembangkan perilakunya belajar dalam hal ini
sangat tergantung pada dimensi waktu dan juga perhatian yang diberikan.
D. Metode Didaktik
Metode didaktik membutuhkan peran praktisi promosi kesehatan yang
bersifat otoriter terhadap audiens. Penggunaan metod eini misalnya pada
ceramah tentang HIV/AIDS, faktor risiko, gaya hidup, bai sehat, nutrisi,
olahraga dan imunisasi. Penggunaan yang kurang tepat misalnya bila dipakai
untuk pembangunan masyarakat, manajemen stress, pelatihan berhenti
merokok, tetapi obat, kesehatan mental, terapi keluarga dan dukungan sebaya.
a. Ceramah – diskusi
Metode ceramah merupakan metode tertua dalam pendidikan
kesehatan tetapi merupakan ketrampilan yang paling sulit dikuasai.
Seorang praktisi promosi kesehatan paling tidak harus menguasai teknik
ini dengan baik, dan harus sadar keterbatasannya. Keuntungan metode
ceramah adalah mudah digunakan m dapat menyamapikan informasi,
138

memperngaruhi pendapat, merangsang pikiran dan kritik, selain juga


ekonomis, praktis dan dapat dikominasi dengan dialog antara pemberi
ceramah dan audiens. Kerugiannya adalah perlu keterampilan memberi
ceramah, audiens pasif sehingga kemungkinan belajar sedikit dan tidak
sesuai untuk mempelajari keterampilan yang rumit.
Efektifitas ceramah sebagai metode pendidikan memang sering
dipertanyakan. Metode ceramah paling tepat dipakai bila:
1) Menyampaikan informasi dan meningkatkan motivasi;
2) Pembicara lebih tahu disbanding audiens;
3) Kelompok terlalu besar untuk aktivitas kelompok;
4) Semua audiens perlu mendengar informasi yang sama; dan
5) Pembicara bersifat dinamis, informasi dan sensitive.
Selain itu waktu ceramah mesti disesuaikan dengan ketersedaan
waktu sasaran. Misalnya bila dilakukan di malam hari sebaiknya
diselenggarakan pada awal minggu kerja.
Penelitian Green (1978) menggunakan bahwa metode cemah
kurang efektif disbanding metode diskusi kelompok bila diperlukan
adanya perubahan sikap atau keterampilan Problem-solving atau
penjelasaan tentan gketerampilan. Metode ceramah mungkin merupakan
metode yang paling banyak dipakai oleh praktisi kesehatan. Tantangan ahli
promosi kesehatan adalah merencanakan penggunaan metode ceramah
secara tepat atau mengkombinasikan dengan metode lain selain
meningkatkan efektifitasnya. Metode penyuluhan sebagai promosi
kesehatan reproduksi pernah diteliti oleh Ariestanti (2003) terhadap ibu di
Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan penyuluhan dapat
meningkatkan pngetahuan ibu tentan pendidikan seks dan peningkatan
sikap ibu tentang pendidikan seks sesudah diberikan. Namun bila
dibandingkan dengan metode diskusi kelompok dalam kerangka
meningkatkan pengetahuan orang tua tentang reproduksi sehat remaja,
ceramah memberikan dampak peningkatan yang lebih rendah– meskipun
pada keduakelompok intervensi mengalami peningkatan pengetahuan
(Sahertian et al, 2002). Penggunaan metode ceramah dapat ditingkatkan
keefektifitasannya bila digabung dengan program audiovisual yang
mendukung, seperti ditunjukkan oleh Ezalina (2003).

b. Seminar/Lokakarya
Seminar terdiri dari elemen ceramah-diskusi tetapi dnegan interaksi
kelompok yang lebih banyak. Umumnya jumlah partisipan lebih sedikit (2-
20 orang) sehingga interaksi dengan pimpinan seminar lebih banyak.
Perbedaan utama dengan metode eksperensial adalah seminar lebih
bersifat informative, tidak mengajarkan keterampilan dan diskusi bersifat
didaktik dengan pimpinan seminar harus lebih menguasai bidangnya
disbanding audiens. Seminar paling baik dipakai untuk pelatihan traiener
139

aau profesi kesehatan lain, dimana pimpinan perlu mendapatkan umpan


balik tentan proses belajar kelompok.
Metode seminar dianjurkan bila
1) Jumlah audiens kecil;
2) Umpan balik penting;
3) Kelompok bersifat homogen;
4) Keterbatasan ruang dan waktu;
5) Pelatihan professional; san
6) Pimpinan seminar lebih tahu disbanding audiens.

c. Konfernsi
Konferensi merupakan kombinasi antara ceramah dan
seminar/lokakarya. Teknik ini dipakai untuk pengembangan professional
dan biasanya diselenggarakan beberapa jam atau hari. Konferensi
memerlukan beberapa orang ahli dalam bidangnya dan dapat dilakukan
dalam kelompok besar. Konferensi biasanya khusus mengenai bisang
tertentu, dan tepat dilakukan untuk:
1) Penyegaran professional;
2) Melibatkan banyak ahli;
3) Membangun consensus antara professional; dan
4) Audiens memiliki pengetahuan dasar tentang topik yang dibicarakan.

E. Metode Eksperiensial
Metode ini banyak menggunakan aktifitas dalam kelompok baik berupa
kelompok terfokus (seperti pada perencanaan perubahan perilaku akan),
kelompok diskusi (seperti dalam pendidikan dan pendingkatan kesadaran pria
dalam ber KB) atau kelompok belajar (untuk pelatihan keterapilan memberikan
ASI). Karakteristik kelompok kecil dalam konteks promosi kesehatan memiliki
karakteristik berikut:
a. Jumlah kelompok biasanya 6-12;
b. Diskusi biasanya 1-3 jam;
c. Situasi tidak membuat tertekan (fisik maupun psikologis);
d. Ketua kelompok atau fasilitator perlu memiliki keterampilan komunikasi
yang merupakan kunci penting keberhasilan kelompok.
Seorang fasilitator harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Tidak membuat penilaian/memihak. Bila ketua kelompok membuat
penilaian terhadap kontribusi anggota baik/buruk maka kemungkinan tidak
ada keterbukaan dalam diskusi. Hal ini bukan berarti setuju dengan
pendapat orang lain, tetapi menerima perbedaan pendapat yang muncul.
b. Jujur. Berbagai pikiran dan perasaan di dalam kelompok memerlukan
suasana terbuka dan saling percaya.
140

c. Saling percaya. Merupakan hasil proses kelompok. Bila umpan balik dan
respon diterima dan berguna oleh kelompok maka rasa saling percaya akan
timbul.
d. Mengamati. Fasilitator haruslah seorang pengamat interaksi perilaku,
proses yang sensitif. Bila kehilangan arah maka akan terjadi kerancuan
tugas kelompok.
e. Mengamati. Fasilitator haruslah seorang pengamat interaksi, perilaku,
proses yang sensitif. Bila kehilangan arah maka akan terjadi kerancuan
tugas kelompok.
f. Sensitif. Anggota kelompok kadang kala bercerita tentang pengalaman
pribadi yang penting baginya. Fasilitator perlu senitif terhadap kebutuhan
individu agar tujuan kelompok tercapai.
g. Komunikatif baik komunikasi cerbal dan non verbal. Seorang fasilitator
pada suat saat perlu diam untuk mendengar ide dari anggota, namun
isyarat non verbal juga sama pentingnya, misalnya menanggukkan kepala,
mengangkat bahu. Komuniakasi berari juga mendengarkan bukan hanya
berbicara, selain itu juga mencoba memahami perasaan orang lain.
h. Fleksibel. Gayakepemimpinan dapat saja berubah sesuai dengan situasi
kelompok. Pada awalnya mungkin pemimpin kelompk perlu bersikap
direktif dan terstruktut, selanjutna mungkin campur tangan fasilitator
semakin sedikit.
i. Tegas. Situasi tegang pasti dialami dalam suatu kelompok, karenanya
seorang fasilitator juga perlu bersikap tegas dalam beberapa hal.

Metode eksperiensial sesuai untuk pelatihan perilaku, modifikasi faktor


risiko, keterampilan interpersonal, ketergantungan obat, pendidikan keluarga,
pendidikan seks dan banyak lagi. Metode ini kurang cocok untuk memberikan
informasi tentang penyakit infeksi dan penguluhan imunisasi.

a. Pelatihan Keterampilan
Pelatihan keterampilan dapat dilakukan untuk melatih
misalnyarelaksasi, visualisasi, latihan bernafas prenatal, memeriksa
payudara. Pelatihan harus mencakup tahapan penjelasan prosedur,
demonstrasi prosedur, dan pengalaman kelompok dalam melakukan
prosesdur. Pelatihan keterampilan juga dapat untuk melatih komunikasi
utnuk memecahkan konflik, bersikap asertif dan membuat keputusna atau
mengatasi tekanan teman untuk merokok atau minum obat di sekolah
(Botvin, 1980). Bentuk yang lain adalah dengan menggunakan tekologi
computer untuk misalnya mengajarkan pencegahan kekerasan melalui
permainan, simulasi, grafik, kartun atau wawancara dengan anak muda
(Bosworth, 1996).
Pelatihan keterampilan paling efektif bila diterapkan utnuk
mengatasi situasi yang berlawanan dengan kesehatan. Selain itu partisipan
141

sudah memiliki sikap dan miat untuk berubah perilku. Praktisi promosi
kesehatan harus menguasai teknik mengajarkan keterampilan secara umum
ataupun teknik khusus seperti terapi relaksasi, komunikasi interpersonal,
main peran. Teknin khusus ini dapat dipelajari dari buku atau majalah atau
dapat pula dengan mengundan ahli lain (Lawson & Zalaghan, 1991;
Johnson & Johnson, 1987).
Pelatihan keterampilan sangat diperlukan untuk mencegah
timbulnya penyakit yang berhubungan dengan perilaku. Misalnya
penularan penyakit menular seksual dimana keterampilan pemakaian
kondom sangat diperlukan sebagai alat pencegahan penularan. Pelatihan
ini diberikan bagi kelompok orang yang sudah aktif secara seksual dan
sulit meninggalkan perilaku berisikonya. Mu’afiro et.al (2004)
mennjukkan manfaat pelatihan hipnisis lima jari pada klienkanker leher
rahim. Penilaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan untuk
mengjipnosis diri sendiri agar dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami
klien. Intervensi ini bersifat memberdayakan klien sehingga mampu untuk
menolong diri sendiri.

b. Modifikasi Perilaku
Proses ini didasarkan pada stimulus-response theory. Modifikasi
perilaku memerlukan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman
fasilitator tentang tahap pembelajaran perilaku. Teknik yang digunakan
seperti deconfitioning, visual, imajinasi dan respons alternative. Biasanya
digunakan secara individual atau kelompok untuk belajar meninggalkan
kebiasaan yang tidak sehat. Namun dapat juga dipakai untuk membangun
kebiasaan yang tidak sehat. Namun dapat juga dipakai untuk membangun
kebiasaan sehat sebagai komponen program lain. Modifikasi perilaku palin
sesuai bagi individu yang memiliki motivasi untuk menghilangkan
kebiasaan buruknya tetapi mengalami kesulitan misalnya berhenti
merokok, menurunkan berat badan, dier atau mengendalikan kecemasan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Golan et al (1998) dengan menggunakan
orang tua sebagai agen pengubah perilaku makan pada anak-anak obese.
Perubahan perilaku dibandingkan dengan pendekatan konvensional yaitu
anak bertanggung jawab terhadap penurunan berat badannya. Studi
prospektif acak ini membuktikan bahwa modifikasi perilaku yang
menggunakan pihak luar untuk mengendalikan perilaku mampu
meningkatkan perugbahan perilaku dan penurunan berat badan lebih besar.

c. Kelompok Sensitifitas
Didalam sensitifias, partisipan belajar mengenai hubungan
interpersonal, meningkatkan pemahaman tentan gperasan sendiri, dan
egfeknya pada orang lain. Kelomopk sensitivitas, T (atau Terapi) muncul
tahun 1960-an saat timbulnya era kesadaran. Kembali dipopulerkan tahun
142

1980an dalam bidang bisnis dengan ungkapan yang terkenal “bila kamu
merasa nyaman maka kamu akan mampu menjual lebih banyak”.
Kelompok ini didasarkan pada adanya keterbukaan, kejujuran sesame
partisipan sehingga menjadi sadar bagaimana perilakunya dipersepsi oleh
oran glain. Metode ini berguna untuk pelatihan professional agar
memahami pengaruh tindakannya pada klien. Dlam konteks pencegahan
kehamilan pada orang latin Amerika misalnya, Wilkinson-Lee (2006)
mengakkui bahwa pemahaman tentang sensitivitas budaya bagi para
dokter menjadi sangat penting. Dikui bahwa kebijakan dan praktek
pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu budaya yang
berlaku, kesenjangan antara budaya dn program kesehatan, dan perlu
keterampilan khusus dokter dalam menangani program.

d. Belajar dengan bertanya


Metode ini dikembangkan oleh psokolog Jerome Bruner
(1966).Kelompok didorong untuk merumuskan dan menguji hipotensinya
sendiri melalui kegiatan wisata, praktek, encoba dan pengalaman pribadi.
Misalnya digunakian untuk mengajarkan interaksi klien-dokter meskipun
jarang idpakai. Disini peran aktif klien sangat diperlukan. Klien diberi
kesempatan untuk bertanya kepada dokter seputar masalah keseehatan, dan
persepsinya sendiri berkaitan dengan gejala-gejala yang dirasakannya.
Penilaian pasiwn atas apa yang terjadi pada dirinya sendiri inilah yang bisa
menjadi satu pembelajaran bagi klien untuk secara aktif mengenali bahaya
dalam dirinya. Dokter disini sebagai agen perubahan yang mungkin
memerlukan pelatihan khusus untuk mampu menjadi penanya yang
mendidik.
Menyiapkan ibu hamil agar berperan aktif dalam mengambil
keputusan selam apersalinan sangat penting diajarkan. Nolan (1995)
melakukannya dengan mengajarkan ibu keterampilan bertanya. Bahkan di
dalam Cumberlege Report menganjurkan agar ibu: “harus mampu
mengendalikan kondisi yang teradi pada dirinya dan mampu membuat
keputusan sesuai kebutuhannya setelah mendiskusikannya dengan petugas
kesehatan. “petugas promosi kesehatan dalam hal ini akan meningkatkan
rasa percaya diri ibu dengan cara memberikan keterampilan cara mencari
informasi yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan.
Metode diskusi sering dianggap lebih unttul disbanding metode
ceramah untuk audiens yang homogen dan memiliki tujuan yang sama.
Hal ini disebabkan oleh adanya perasaan identitas yang sama, sebagai satu
kelompok mengalami masalah yang sama , risiko yang sama sehingga
muncul salin gtukar pikiran dan pendapat diantara mereka tanpa adanya
unsure pengganggu yang berasal dari luar kelompok tersebut. Terkadang
kehadiran orang di luar kelompok bisa menghambat audiens untuk terbuka
satu sama lain. Di lingkungan sekolah cara ini sering dipakai untuk
143

mengembangkan pemahaman dan kesadaran tentang tekanan teman sebaya


yang berkaitan dengan perilaku kesehatan (misalnya miras, obat terlarang,
seks bebas). Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, metode teman
sebaya dibuktikan memiliki keefektifan yang lebih tinggi disbanding
metode lain (Iryani et al, 2003; Sulistyawati et al,2002; Handoko et al,
2005). Kelompok sebaya juga berguna untuk berbagi pengalaman, saling
mendukung, membangun kesadaran dan ide baru. Misalnya metode ini
telah berhasil dalam menyampaikan pendidikan HIV/AIDS pada populasi
risiko tinggi (Dark, 1996). Dengan bantuan ketua kelompk yang terampil,
kelompok orang tua, ibu-ibu risiko tinggi, klien, dan mahasiswa dapat
mengambil manfaat dari proses interaksi ini.
Di Botswana pendidikan teman sebaya dipakai untuk intervensi
pencegahan HIV pada perempuan. Dibandingkan dengan kelompok
control, pendidikan teman sebaya memiliki tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi tentang penularan HIV, penyakit menular seksual, perilaku
pencegahan HIV, sikap positif terhadap kondom, percaya pada kegunaan
kondom, perilaku seks aman dan sikap yang positif terhadap ODHA (Noor
et al, 2004).
Simulasi menyangkut proses yang menampilkan pengalaman
sehari-hari, dapat berupa permainan, dramatisasi, main peran, studi kasus
atau menirukan pengalaman seberarnya. Di dalam simulasi, ketua
kelompok harus siap dan tahu maksud dari proses ini serta siap dengan
semua prtanyaan dan situasi. Penggunaannya banyak di lingkungan
sekolah karena sifatnya seperti permainan, tetapai juga
dimungkinkandipakai untuk mengubah gaya hidup dan pendidikan klien.
Barrows (1971) mengungkapkan bahwa simulasi paling sesuai untuk
meningkatkan motivasi dan mempengaruhi sikap kelompok dengan
kemampuan yang beragam.
Keefektifan metode simulasi dilaporkan oleh Lepira (2003)
diwilayah dusun Ledo, Kalimantan Barat. Metode simulasi yang
digunakan dalam pemberian informasi dapat meningkatkan pengetahuan
dan siap suami dalam hal penggunaan dan penentuan alat kontrasepsi
bersama istri. Metode simulasi juga efektif untuk dipakai dalam
peningkatan pengetahuan remaja tentan gkesehatan reproduksi (Norlita et
al 2004). Dengan simulasi pembelajaran menjadi tidak kaku dan lebih
kontekstual sehingga remaa lebih mudah mecerna pesan yang diberikan.

e. Main Peran (Role Play)


Main peran adalah memerankan suatu pengalaman dalam bentuk
meniru perilaku misalnya main peran perokok, main peran pekerja seks
komersial yang berguna untuk memahami masa yang ada. Main peran
dapat bersifat terstruktur (direncanakan sebelumnya) atau tak terstruktur
(improptu). Dikenal ada 5 teknik didalam bermain peran:
144

1) Role revearsal: orang meniru milik orang lain;


2) Soliloquy: pemeran ditanya tentang perasaannya;
3) Doubling: pengamat mengungkapkan perasaannya;
4) Multiple role-playing: beberapa orang memerankan peran yang sama;
dan
5) Role rotation: peran diganti-ganti selama waktu main peran (Ross &
Mico, 1980)
Main peran sesuai dilakukan pada situasi yang sulit untuk
mengekspresikan pikiran atau perasaan dalam proses tertentu.

f. Kelompok Menolong Diri Sendiri


Peran praktisi promosi kesehatan dalam kelompok ini adalah
sebagai fasilitator dan memberikan saran tanpa harus terlibat dalam proses
kelompok. Tujuan kelompok ini adalah membangun self-esteem melalui
aktifitas individual dan kelompok. Contoh penggunaannya adalah
kelompok pengguna obat-obatan, kekerasan domestic (untuk tujuan terapi)
atau dalam meningkatkan keamananan lingkungan (untuk tujuan
masayarakat).
Penggunaan untuk tujuan terapi pada wanita yang mengalami
depresi ditulis oleh Laitinen et al (2000). Peneliti menunjukkan bahwa
melalui keterlibatan dalam kelompok, maka anggota kelompok menjadi
lebih berdaya dan mampu mengatasi problema yang dihadapi dengan lebih
cepat.
145

BAB XI
SOP Komunikasi Keperawatan

A. Latihan sikap dan teknik komunikasi terapeutik


No Teknik Komunikasi Uraian
1 Sikap Menghadirkan a. Berhadapan:
diri Arti dari posisi ini adalah saya siap
untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata;
Kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien;
Posisi ini menunjukkan keinginan
untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbua;
Tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks;
Tetap dapat mengendalikan
keseimbangan antara ketegangan
dan relaksasi dalam memberikan
respons kepada klien, meskipun
dalam situasi yang kurang
menyenangkan.

2 Teknik Komunikasi
146

terapeutik

B. Latihan Tahapan komunikasi terapeutik


NO Uraian
1 Tahap Prainteraksi
- Mengumpulkan data tentang klien.
- Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
- Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu,
tempat).
2 Tahap Orientasi
- Memberikan salam dan tersenyum pada klien.
- Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) (biasanya pada
pertemuan lanjutan).
- Memperkenalkan nama perawat.*
- Menanyakan nama panggilan kesukaan klien.*
- Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien.*
- Menjelaskan peran perawat dan klien.*
- Menjelaskan kegiatanyang akan dilakukan
- Menjelaskan tujuan.
- Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan.
- Menjelaskan kerahasiaan.
3 Tahap Kerja
- Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya.
- Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan
dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan.
- Memulai kegiatan dengan cara yang baik.
- Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4 Tahap Terminasi
- Menyimpulkan hasil kegiatan: evaluasi proses dan hasil.
- Memberikan reinforcement positif.
- Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
- Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat,
topik).
- Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.
Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan:
- Berhadapan.
- Mempertahankan kontak mata.
- Tersenyum pada saat yang tepat.
- Membungkuk kea rah klien pada saat yang diperlukan.
- Mempertahankan sikap terbuka (tidak bersedekap, memasukkan
tangan ke kantung atau melipat kaki).
147

C. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi pada


setiap tahap proses keperawatan
E. Komunikasi Terapeutik Proses Pengkajian
F. Komunikasi Terapeutik Proses Diagnosa
G. Komunikasi Terapeutik Proses Perencanaan
H. Komunikasi Terapeutik Proses Implementasi
I. Komunikasi Terapeutik Proses Evaluasi
D. Latihan menggunakan teknik-komunikasi pada berbagai
tingkatan usia
a. Teknik komunikasi Klien bayi dan anak
b. Teknik komunikasi Klien remaja Klien dewasa
c. Teknik komunikasi Klien lansia
E. Komunikasi Terapeutik pada klien gangguan fisik
F. Komunikasi Terapeutik pada klien ganggguan jiwa
G. Penyuluhan kesehatan pada individu
H. Penyuluhan kesehatan keluarga
I. Penyuluhan kesehatan kelompok khusus
J. Komunikasi efektif kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain
a. Komunikasi efektif melalui telepon
b. Komunikasi efektif saat serah terima klien
c. Komunikasi efektif bedside report

DAFTAR PUSTAKA
Tamsuri, Anas. Ns. S. Kep, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC ; Jakarta
2006

Anda mungkin juga menyukai