MODUL
KOMUNIKASI KEPERAWATAN
KOORDINATOR MK
RIDA’ MILLATI, S.KEP, NS
Halaman
BAB I
KONSEP DASAR KOMUNIKASI
A. Pengertian Komunikasi
Perry & Potter (1999) menyampaikan Komunikasi adalah elemen
dasar dari interakci manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dau meningkatkan kontak dengan orang lain.
Karena komunikasi di llakukan oleh seseorang setiap hari, orang seringkali
4
B. Tujuan komunikasi
Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan antara lain:
1. Agar isi pesan dapat dimengerti.
2. Memahami orang lain.
3. Gagasan dapat diterima orang lain.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.
Mudjito dalam Dalami dkk (2009) menyebutkan fungsi komunikasi adalah
antara lain:
1. Komunikasi merupakan alat suatu organisasi sehingga seluruh kegiatan
organisasi itu dapat mencapai tujuan tertentu
2. Komunikasi merupkan alat utuk mengubah perilaku organisasi.
3. Komunikasi addalah alat agar informasi dapa disampaiakn kepada
seluruh anggota organisasi.
Berdasarkan fungsi komunikasi itu, maka komunikasi memegng peranan
penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan.
C. Model Komunikasi
Menurut Anas Tamsuri (2006:3) model komunikasi yang
menggambarkan proses antara lain:
1. Model Komunikasi Satu Arah
Model ini adalah model yang hanya melibatkan tiga unsure dasar
dalam komunikasi, yakni pengirim (komunikator) pesan, dan penerima
pesan (komunikan). Contohnya adalah pengumuman, pidato, dll.
A Pesan langsung B
D. Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan komunikasi non
verbal (Potter dan Perry dalam Christina, dkk., 2003):
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal mempunyai karateristik jelas dan
ringkas.Perbendaharaan kata mudah dimengerti, mempunyai arti
denotative dan konotatif, intonasi mampu mempengaruhi isi pesan,
kecepatan bicara yang memiliki tempo dan jeda yang tepat, serta
disertai unsur humor.
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek, dan
langsung.Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil
kemungkinan terjadi kerancuan.Kejelasan dapat dicapai dengan
bicara secara lambat dan mengucapkannya dengan
jelas.Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah
dipahami.Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana,
kapan, siapa, dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata
yang mengekspresikan ide secara sederhana.
b. Perbendaharaan kata
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang
digunakan dalam keperawatan, kebidanan, kedokteran, dan jika
digunakan oleh perawat, bidan, dan dokter klien menjadi bingung
dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting.Ucapan pesan dengan istilah yang dimengerti oleh klien.
d. Intonasi
Suara komunikator mampu mempengaruhi pesan.Nada suara
pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan
8
e. Kecepatan berbicara
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan bicara
dan tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan
cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selain perlu digunakan untuk
menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar
untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat digunakan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya. Menyimak isyarat non verbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan ketidakmengertian.
Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia
berbicara terlalu lambatt atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
f. Humor
Humor meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan
dukungan emosional terhadap klien. Dugan (1988) menyampaikan
bahwa tertaa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh stress sehingga meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa
humor merangsang produksi katekoalamin dan hormone yang
menimbulkan rassa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan, dan jangan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
a. Penampilan fisik
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan keperawatan yang diterima.Penampilan merupakan salah
satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal.Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai empat
menit pertama.84% dari kesan terhadap seseorang didasarkan pada
penampilannya. Bentuk fisik, cara berpakaian, dan berhias
menunjukkan kepribadian, status social, pekerjaan, agama, budaya,
dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya
dapat menimbulkan citra diri dan professional yang positif.
c. Ekspresi wajah
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif.Hasil penelitian
menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah, yaitu terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan
sedih.Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpersonal.Kontak mata juga sangat penting
dalam komunikasi interpersonal.Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat
dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang
baik.Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang
berbicara dengan klien.Oleh karena itu, ketika berbicara, perawat
sebaiknya duduk sehingga tidak tampak dominan jika kontak mata
dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
d. Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui
sentuhan. Sentuhan merupakan bagian penting dalam hubungan
perawat-klien, namun harus memperhatikan norma social. Ketika
memberikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti
ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, ataumembantu
berpakaian.Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung pada perawat untuk melakukan kontak interpersonal
sehingga sulit untuk menghindari sentuhan.
10
Relasi dan regulasi –isyarat non Seorang klien yang secara terus menerus
verbal mengindikasikan kapan harus sesekali membuka dan menutup
11
E. Elemen Komunikasi
Menurut Potter dan Perry (1993) komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu:
1. Komunikator, adalah penyampai informasi atau sumber informasi.
Komunikator atau pengirim, yang juga disebut encoder, adalah orang yang
memprakarsai pesan atas komunikasi interpersonal. Pengirim
menempatkan referen padá suatu bentuk yang dapat ditransmisikan dan
melaksanakan tanggung jawab untuk ketepatan isi dan nadá emosional
pesan tersebut. Peran pengirim dapat diputar dan seterusnya antara peserta
padá waktu informasa ditransmisikan.
Referen atau stimulus memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Referen dapat berupa objek, pengalaman, emosi , ide atau
tindakan. Individu yang secara sadar memperhitungkan referen dalam
interaksi "interpersonal dapat dengan hati-hati mengembangkan dan
mengatur pesan.
3. Pesan; adalah gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang
disampaikan.
12
5. Efek
6. Umpan Balik
Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya
terhadap sipenerima pesan. Hal ini penting bagi manajer atau pengirim
pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman
yang benar dan tepat
Jenis Umpan balik:
Umpan balik berperan peting dalam komunikasi, sebab ia
menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang
dilancarkan oleh komunikator.
13
F. Proses Komunikasi
Komunikasi adalah proses yang terus menerus. Penerima membalas
mengirimkan pesan kepada pengirim. Respons ini membantu untuk
uiengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Tujuan dari
komunikasi bukán hanya untuk meyakinkan bahwa pesan tersebul tslah
diterirr.a dengan akurat. Respons verbal dan non verbal dari penerima
mengirimkan respons kepadu pengirim menunjukkan pemahaman penerima
tentang pesan tersebut. Demi keefektifan, keduanya harus peka dan terbuka
atas pesan sátu sama lain, menjelaskan pesan tersebut dan memodifikasi
tingkah laku menurut pesan tersebut. Dalam hubungan sosial, kedua belah
pihak yang terlibat mengambil tanggung jawab yang sama untuk mencari
keterbukaan dan kejelasan, mengingat perawat memiliki tanggung jawab
yang besar dalam hubungan antara perawat dan klien
15
Gambar 1-1. Komunikasi sebagai proses aktif antara pengirim dan penerima.
Proses komunikasi
Jarak atau ruang yang intim meliputi area di mana orang dapat
saling bersentuhan atau membuat kontak fisik. Klien sangat sensitif
mengenai bagaimana perawat menggunakan jarak
Ketika jarak menjadi lebih besar, klien dan perawat merasa
semakin tentram. Fleksibilitas yang lebih besar dihasilkan ketika tidak di
perlukan kontak intim. Duduk dengan klien untuk melakukan wawancara,
mendiskusikan perasaan atau pemikiran pribadi, atau mengajar adalah
contoh dari jarak personál. Jika jarak Fisik ditingkatkan, akán lebih mudah
bagi klien dan perawat untuk berkomunikasi karena perawat menjadi tidak
terlalu berperan.
Jarak sosial diperlukan ketika berhadapan dengan suatu kelompok.
Membentuk lingkaran dengan dokter adalah salah sátu interaksi kelompok.
Komunikasi padá jarak sosial tidak terlalu mengancam jika dibandingkan
komunikasi padá jarak personál atau intim karena saling berbagi pikiran
secara intim jarang terjadi.
Jarak publik adalah jarak yang diperlahankan untuk pereakapan
formal, misalnya perawat kesehatan komunitas yang melakukan presentasi
pada seminar tentang hipertensi pada orang dewasa atau profesor yang
memberi kuliah di kelas.
H. Tingkatan Komunikasi
Tingkat hubungan komunikasi dibagi tiga (Potter dan Perry, 1993)
1. Komunikasi intrapersonal
Komunikasi intrapersonal ini terjadi dalam individu itu sendiri.
Komunikasi ini akan membantu agar seseorang atau individu tetap
sadar akan kejadian di sekitarnya. Bila anda melamun maka anda
sedang melakukan komunikasi intrapersonal. Komunikasi
intrapersonal merupakan model bicara seorang diri atau dialog intemal
yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari komunikasi
intrapersonal adalah kesadaran diri yang mempengamhi konsep diri
dan perasaan dihargai. Konsep diri yang positif dan kesadaran diri
yang datang melalui dialog internal dapat membantu perawat
mengekspresikan diri secara tepat kepada orang lain. Misalnya, ketika
seorang perawat berjalan ke arah kamar klien dan berpikir, "Dia
20
2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua orang
atau kelompok kecil. Komunikasi ini merupakan inti dari praktik
keperawatan karena dapat terjadi antara perawat dank lien serta
keluarga, perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain.
Komunikasi interpersonal sering kali bersifat saling
berhadapan dan merupakan tipe yang paling sering digunakan dalam
situasi keperawatan. Komunikasi individual bersifat terus menerus
memperhatikan lawannya. Komunikasi inierpersonal yang sehat
menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagi ide,
pengambilan keputusan dan perkembangan pribadi. Dalam keperawat-
an, terdapat banyak situasi yang menantang kemampuan komunikasi
interpersonal. Setiap pertemuan dengan klien, scperti mengumpulkan
spesimen darah atau mengámbil riwayat kesehatan, membutuhkan
periukaran informasi. Pertemuan dengan anggota staf, dokter, pekerja
sosial dan ahli terapi menguji kemampuan komunikasi perawat de-
ngan orang yang mungkin memiliki perbedaan pendapat dan
pengalaman. Menjadi anggota komité perawat memacu kemampuan
perawat untuk mengekspresikan ide-idenya dengan jelas dan
meyakinkan. Komunikasi interpersonal adalah inti dari praktik
keperawatan Seorang perawat dapat membantu klien dengan
berkomunikasi dalam tingkat interpersonal yang bermakna.
BAB II
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
3. Dimensi Tindakan
a. Konfrontasi
Pengertian konfrontasi: Proses interpersonal yang digunakan
oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan
darigambaran diri orang lain (Smith (1992) dikutip Intan (2005)).
Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah: Agar orang lain
sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya dalam hal perasaan,
tingkah laku, dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Dua bagian konfrontasi (Smith (1992) dikutip Intan
(2005)):
1) Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak
produktif/merusak.
2) Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku
yang produktif dengan jelas dan konstruktif.
Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila:
1) Tingkah lakunya tidak produktif;
2) Tingkah lakunya merusak;
3) Ketika mereka melanggar hak kita hak orang lain.
Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan
konfrontasi menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah:
1) Tingkat hubungan saling percaya;
2) Waktu;
3) Tingkat stress klien;
4) Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien;
5) Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan;
6) Tingkat kemarahan klien dan tingkat tolenransi klien untuk
mendengarkan persepsi orang lain.
28
b. Kesegeraan
Kesegeraan mempunyai monotasi sebagai sensitifitas perawat
pada perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan
daripada mengacuhkannya (stuart dan Sudeen, 1995)
Berespons dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang
terjadi antara perawat dan klien saat itu dan ditempat itu. Karena
dimensi ini mungkin melibatkan perasaan dari klien terhadap
29
perawat, kesegeraan ini dapat menjadi suatu hal yang sulit untuk
dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).
Contoh :
Klien : Staff disini tidak peduli pada kliennya, mereka
menangani kita seperti anak-anak dan bukan orang
dewasa
Perawat : “saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak
memperdulikan atau mungkin kami yang tidak
mengerti pendapatmu”
c. Membuka Diri
Membuka diri adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran,
perasaan, dan pengalaman pribadi kita (smith, 1992). Membuka diri
dapat dilakukan dengan :
a. Mendengar; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan
mengerti dan bukan untuk menjawab
b. Empati;
c. Membuka diri;
d. Mengecek.
Contoh :
Seorang klien berkata, “minggu lalu saya merasa sangat takut,
ketika suami saya baru pulang dari rumah sakit.Dia mulai batuk
dan wajah nya memerah.Kemudian dia mengalami nyeri dada.
Saya piker dia akan meninggal. Untunglah saya melihat
nitrogliserin di dalam lemari.Saya segera memberikan kepadanya
dan kemudian ber angsur-angsur tenang.Nyerinya
hilang.Untunglah.”
4. Emosional Katarsis
Kegiatan ini terjadi pada saat klien di dorong untuk membicarakan hal-
hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik
(Stuart and Sundeen, 1995).
Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan
klien akan menjadi panik dimana klien bertahan dan tidak mempunyai
alternative mekanisme koping yang cukup. Disini perlu pengkajian dan
kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya.Jika klien sulit
mengungkapkan perasaannya, perawat perlu membantu
mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : “hal itu
membuatmu merasa bagaimana?”
Contoh Dialog :
Perawat : “Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi
didepan banyak orang?”
Klien : “Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanmu, dan
dia orang dengan tipe pemarah.”
Perawat : “Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya
takjub dengan apa yang kamu rasakan saat itu.”
Klien : “Uh… Sebel. Saya kira… (Diam).”
Perawat : “Hal itu membuatku marah jika terjadi padaku.”
Klien : “Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal
ini, kamu tahu.Kamu harus merahasiakan semua ini karena ada orang
banyak.Tapi dia dapat membiarkan ini terjadi.Oh, … tentu dia dapat
membicarakan aku semaunya, dan aku ingin dia tahu apa yang
kurasakan.”
5. Bermain Peran
Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan
situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam
hubungan manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat
situasi dari sudut pandang lain dan juga memperkenankan klien untuk
mencoba situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart dan
Sudeen, 1995).
Bermain peran digunakan untuk melati kemampuan dan umpan balik
konstruktif dengan lingkungan yang mendukung dan tidak mengancam
(Schultz dan Videbeck, 1998).
Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sudeen, 1995):
- Mendefinisikan masalah;
- Menciptakan kesiapan untuk bermain peran;
- Menciptakan situasi;
- Membuat karakter
31
teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang ini
bagus dan yang sebaliknya buruk.
Contoh:
Perawat : “Ibu tampak cocok sekali mengenakan baju yang warna
merah ini dan ibu memakainya dengan rapi sekali.”
13. Menawarkan diri.
Perawat menyediakan diri tanpa respons beryarat atau respon yang
diharapkan (Schult dan Videbeck, 1998).
Contoh:
Perawat : “Saya akan duduk menemanimu selama 15 menit.”
14. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulaipembicaraan.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam
memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan
tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini, perawat dapat
menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia
diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
Perawat : “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan” Atau
“Apakah yang sedang anda pikirkan.”
15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan
hamper seluruh pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa
perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang
akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha menafsirkan
daripada mengarahkan diskusi pembicaraan.
Contoh:
Perawat : “… terus …” atau “… kemudian …” atau “Coba ceritakan
kepada saya tentang hal tersebut.”
16. Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawatan dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu
kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat kejadian
berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya dan juga
dapat menemukan pola kesukaran interpersonal.
Contoh:
Perawat : “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian
tersebut?” atau “Kapan kejadian tersebut terjadi?”
Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi
klien dan memahami masalah yang penting dan teknik ini menjadi
tidak terapeutk apabila perawat memberikan nasihat, meyakinkan atau
tidak mengakui klien.
17. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan
persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus
35
Klien: Saya menjadi sangat bergantung padá istri saya. Saya rasa saya
tidak akán membaik.
Perawat: Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akán rnemhaik."
Penentraman yang tulus dan dapat dipercaya sangat penting dan
dapat membanntu menetapkan harga diri dan harapan klien. Bradley dan
Gáinberg (1990) telah mengidentifikasi enam kondisi dasar di mana
penentraman secara verbal dapat diberikan dapat diyakinkan bahwa:
1) Masih ada harapan
2) Perawat selalu mendengarkan
3) Pengobatan tersedia
4) Perubahan tertentu yang tidak diinginkan dapat terjadi (mis.
kehilangan rambut karena kemoterapi)
5) Klien akán diperlakukan sebagai individu
6) Masalah klien telah dipahami
3. Bersikap Defensif
Defensif adalah respons untuk mengritik, untuk menunjukkan bahwa klien
tidjc memiliki hak untuk mcmberikan opini. Ketika perawat menjadi
defensif, apa yang menjadi kekhawatiran klien seringkaii terabaikan.
Contoh berikut ini menunjukkan masalah tersebut.
Studi tuan locke telah menjadi pengunjung tetap kasus klinik kesehatan
selama beberapa tahun. Terakhir kali ia mengunjungi klinik, ia
mengalami gejala yang mengakibatkan ia harus di rawat, sekarang ia
kembali ke klinik untuk melakukan pemeriksaan satu minggu setelah
keluar dari rumah sakit
Tuan locke: saya harap, saya tidak bertemu dengan dokter warren hari
ini.
Perawat saya tidak paham tuan locke , apakah ada yang salah? Dokter
warren telah menjadi dokter anda sejak dulu.
Tuan locke saya tidak peduli . ia adalah salah satu dari mereka yang
47
5. Stereotip
Setiap orang memiliki ciri khas. Namun respons stereotip menghalangi
keunikan dan secara berlebihan menyederhanakan situasi. Stereotip adalah
kepercayaan umům mengenai orang. Penggunaan stereotip menghalangi
komunikasi dan dapat menghalangi hubungan antara klien-perawat.
Pernyataan yang bersifat stereotip seperti "Lansia selalu mernbingungkan"
atau "Klien dengan masalah punggung tidak dapat menoleransi rasa sakit,"
secara serius membuat komunikasi interpeisonal menjadi tidak seimbang.
Komunikasi non-terapeutik lainnya adalah penggunaan respons stereotip
yang tidak bermakna. Penggunaan-nya akán meminimalkan pentingnya
pesan seseorang. Contoh berikut ini menunjukkan hal tersebut.
49
Klien: Saya nyaris tidak dapat tidur sama sekali semalam. Jahitan saya
kelihatannya tertarik.
Perawat: Paling tidak jahitan itu mulai menyembuh.
6. Bertanya Mengapa
Ketika orang tidak setuju atau tidak dapat memahami orang lain,
mereka cenderung untuk bertanya mengapa orang lain percaya atau
bertindak seperti itu. Klien seringkaii menginterpretasikan pertanyaan
"mengapa" sebagai tuduhan. Mereka mungkin juga berpikir bahwa
perawat tahu alasannya dan hanya ingin menguji mereka. Tanpa
mengindahkan persepsi klien terhadap motivasi perawat, pertanyaan
"mengapa" dapat menyebabkan kebencian, rasa tidak aman, dan tidak
percaya. Jika perawat menginginkan informasi tambahan, terdapat cara-
cara lain yang lebih efektif untuk menetapkan pertanyaan. Misalnya,
daripada bertanya, "Kenapa Anda tidak melakukan latihan?" perawat dapat
mengatakan, "Anda tidak melakukan latihan Anda. Apakah ada masalah?"
Daripada menanyakan, "Mengapa Anda cemas?” Perawat dapat
mengatakan, “Anda tampak kesai, Ada yang ingin disampaikan?”
BAB III
KOMUNIKASI DALAM PROSES KEPERAWATAN
Komunikasi juga penting kedka perawatan klien dengan masalah komunikasi. Jika
klien tidak dapat berinteraksi dengan orang lain karena penyakit, keteilambatan
perkembangan, keterbatasan fisik, gangguan karena terapi aiau alasan emosi,
perawat harus mendorong komunikasi. Perawat menggunakan proses keperawatan
untuk menjamin bahwa klien berkomunikasi dengan cara yang baik dan efektif.
A. Pengkajian
Pengkajian dapat dimulai dengan mengulang faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi. Tingkat perkembangan, persepsi, emosi, orientasi
51
budaya, dan pengetahuan klien, adalah pokok yang harus dipahami perawat
sebelum merencanakan metode untuk meningkatkan komunikasi. Mungkin
akan sulit untuk mengkaji seluruh faktor ini jika klien memiliki kendala fisik
dalam berkomunikasi. Keluarga atau teman akan menjadi sangat penting
untuk pengkajian perawat.
PENGKAJIAN
Wawancara dan pengambilan riwayat
Pemeriksaan fisik (penggunaan saluran visual,auditori dan taklil)
Observasi tingkah laku non-verbal
Pengulangan catatan. Medis literatur, dan tes diagnostik
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Analis.s lorlulis dari ponemuan pongkajian
Diskusi kebutuhan perawatan kesehatan dan prioritas dengan klien
dan keluarga
PERENCANAAN
Rencana asuhan tertulis
Sesi perencanaan lim kesehatan
Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda
implementasi
52
Membuat rujukan
IMPLEMENTASI
Diskusi dengan profesional kesehatan lainnya
Pengajaran kesehatan
Penetapan dukungan terapeutik,
Kontak dengan sumber kesehatan lainnya
Catatan perkembangan klien dalam rencana keperawatan dan
rencana perawat
EVALUASI
Kemahiran 'untuk memberikan respons verbal dan non-verbal
Hasil tertulis tentang akibat yang diharapkan
Memperbarui rencara keperawatan tertulis 1
Penjelasan revisi kepada klien
B. Diagnosa Keperawatan
Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan efektif mempengaruhi
kemampuan klien untuk mengekspresikan kebutuhan atau bereaksi pada
lingkungan. Setelah mengumpulkan data kajian perawat mengelompokkan
batasan karakteristik yang berhubungan untuk pola "lasalah. Keberhasilan
perawat dalam mengidentifikasi masalah komunikasi klien akan menjamin
perumusan diagnosa keperawatan yang akurat (lihat kotak diagnosa
keperawatan pada hlm. 326). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
diagnosa harus difokuskan pada penyebab kegagalan komunikasi sehingga
intervensi yang tepat dapat dipilih (lihat kotak proses diagnostik. Misalnya,
klien dewasa yang mengalami stroke dan afasia akan membuat perawat
meiakukar, diagnosa seperti hambatan komunikasi verbal yang berhubungan
dengan perubahan ekspresi, pemahaman, atau kombinasi keduanya. Faktor-
faktor pendukung yang akurat harus didefinisikan. Intervensi yang berbeda
akan digunakan jika inti ]>c, masalahannya adalah ekspresi dan bukan
pemahaman.
Perawat dapat juga mendiagnosa tnasalah pada klien yang memiliki
kesulitan untuk melakukan interaksi dengan orang lain. Dalam situasi
tersebut, kesulitan klien untuk menunjukkan ekspresi atau perubahan dalam
pola komunikasi akar memacu perawat untuk mempuat diagnosa.
C. Perencanaan
Komunikasi efektif membutuhkan latihan dan konsentrasi. Perawat
melakukan usaha sadar dalam mencari cara untuk membantu klien dan
54
D. Implementasi
Perawat harus mencoba untuk mengembangkan hubungan terapeutik
yang membantu. Klien kemudian akan merasa naman dalam melakukan
interaksi meskipun terjadi perubahan.
55
BAB IV
KOMUNIKASI PADA KLIEN BERDASARKAN TINGKAT USIA
perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya,
pada saat anak akan diukur suhu, anak akan merasa takut melihat anak
yang akan ditempelkan di tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan
bagaimana anak akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk
memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak
berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih.Hal ini
disebabkan karena perbendaharaan kata anak kira-kira 900-1200
kata.Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang
sederhana, singkat dan gunakan istilah yang
dikenalnya.Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional
seperti boneka, puppet atau boneka binatang sebelum bertanya
langsung kepada anak.Berbicara dengan orang tua bila anak malu-
malu.Beri kesempatan kepada anak yang lebih besar untuk berbicara
tanpa keberadaan orang tua.
Posisi tubuh yang baik saat berbicara padanya adalah jongkok, duduk
di kursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan mata kita akan sejajar
dengannya.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan dengan
memberikanpujian atas apa yang telah dicapainya atau tunjukkannya
terhadap perawat dan orang tuanya. Perawat juga harus konsisten
dalam berkomunikasi secara vebal maupun non verbal.Jadi, jangan
tertawa atau tersenyum saat dilakukan tindakan yang menimbulkan
rasa nyeri pada anak, misal diambil darah, dipasang infus, dan lain-
lainnya.Berbicara dengan kalimat yang singkat, jelas, dan spesifik
menggunakan kata-kata sederhana konkret.
Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa
kanak-kanak menuju masa dewasa.Dengan demikian, pola pikir dan
tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang
dewasa juga.Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas, atau stress, jelas
bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan/atau orang
dewasa yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia
menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai keberadaan
identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk
diperhatikan dalam berkomunikasi.Luangkan aktu bersamadan
tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya. Jangan
memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya, menghargai pandangan remaja serta menerima perbedaan.
Hindari pertanyaan yang menyelidiki atau interogasi.Kita harus
menghormati privasinya dan beri dukungan atas hal yang telah
dicapainya secara positif dengan selalu memberikan reinforcement
positif.
4) Storrytelling (bercerita)
Gunakan abahasa anak untuk masuk kedalam area berpikir mereka
sementara menembus batasan kesadaran atau rasa takut anak.
Teknik paling sederhana adalah meminta anak untuk menyebutkan
cerita tentangkejadian yang berhubungan, seperti “berada di rumah
sakit”’
Pendekatan lainnya:
Tunjukkan pada anak sebuah gambar tentang kejadian tertentu,
seperti seorang anak di rumah sakit dengan orang lain disuatu
ruangan, dan minta mereka untuk menggambarkan situasinya;
“atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan minta anak
menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.
5) Saling bercerita;
Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubahpersepsi
anakatau rasa takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita
yang berbeda (pendekatan yang lebih terapeutik disbanding
bercerita). Mulailah dengan meminta anak menceritakan sebuah
cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain yang diceritakan
perawat yang hampir sama dengan cerita anak tetapi dengan
perbedaan yang membantu anak dalam area masalah.
Contoh:
59
Cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak pernah
melihat orang tua mereka lagi. Cerita si perawat juga tentang anak
(dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya serupa)
di rumah sakit yang orangtuanya berkunjung setiap hari (pada sore
hari setelah bekerja), sampai anak tersebut merasa lebih baik dan
akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.
6) Biblioterapi;
Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan
pada anak untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan
mereka sendiri tetapi cukup berbeda, untuk memungkinkan mereka
memberi jarak diri darinya dan tetap berada dalam kendali.
Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah ebagai
berikut:
a) Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami
kesiapan memahami pesan dari buku.
b) Kenali isi buku itu.
c) Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.
d) Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya
untuk melakukan hal-hal berikut:
- Menceritakan kembali cerita buku itu.
- Membaca bagian khusus dengan peraat atau orang tua.
- Melukiskan gambaran yang berhubungan dengan cerita dan
mendiskusikan gambar tersebut.
- Membicarakan tentang karakter.
- Meringkas moral atau arti dari cerita.
7) Dreams (mimpi)
Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak
disadari dan ditekan.Minta anak untuk menceritakan tentang mimpi
atau mimpi buruk. Gali bersamanya tentang kemungkinn arti
mimpi.
3) Magis:
Gunakan trik magis ederhana untuk membantu membuat hubungan
dengan anak, dorong kepatuhan dengan intervensi kesehatan, dan
berikan distraksi efektif selama prosedur yang
menyakitkan.Meskipun “Tukang sulap” berbicara, tidak adanya
respon verbal dari anak adalah yang diinginkan.
4) Play (bermain)
Merupakan bahasa umum dan “pekerjaan”anak.Ceritakan banyak
hal tentang anak-anak, karena mereka menunjukkan jati diri
mereka sendiri melalui aktivitas.
Bermain spontan mencakup memberi anak berbagai materi
permainan dan memberi kesempatan untuk bermain.
Bermain dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik,
seperti memberi peralatan medis atau boneka untuk memokuskan
alas an, seperti menggali rasa takut anak terhadap injeksi atau
menggali hubungan keluarga.
2). Pendengaran
Terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara dengan
frekuensi yang tinggi biasanya lansia meminta individu untuk
mengulang kata-kata sebagai perkuat untuk dapat mendengar.
3). Kecap dan penghidu
Terjadi penurunan kemampuan terhadap pengecapan dan ciuman
biasanya menggunakan gula dan garam yang berlebihan.
5) Kehilangan
Kehilangan merupakan situasi yang actual dan potensial dimana
seseorang atau objek yang dihargai tidak dapat dicapai atau diganti
sehingga dirasakan tidak berharga seperti semula.Banyaknya
masalah-masalah kesehatan yang meningkat, kematian pasangan
atau orang-orang yang dicintai bisa membuat lansia mengalami
depresi.
Kompleknya perubahan yang terjadi pada lansia baik fisik maupun mental
memerlukan kemampuan yang baik bagi perawat dalam berkomunikasi
dengan lansia. Dengan komunikasi terapeutik perawat dapat memberikan
dorongan pada lansia ikut serta dalam pembuatan keputusan, kemandirian
optimal, aktivitas social, dan keterlibatan dalam aktivitas yang produktif, serta
memuaskan. Dengan begitu maka kualitas hidup lansia akan meningkat.
Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apabila hal ini dibiarkanterus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain:
1. Internal distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan komunikasi misalnya
lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat melakukan
komunikasi dengan perawat.
2. Sensory overload
3. Gangguan neurologi.
4. Deficit pengetahuan.
5. Hambatan verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
70
BAB V
KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
d. Autis
Autisme diambil dari kata Yunani “Autos” yg berarti diri sendiri, dan
”Isme” yg berarti suatu aliran. Berarti suatu faham yg tertarik hanya pada
dunianya sendiri.Penyakit ini adalah gangguan perilaku pada anak dimana
anak asyik tenggelam dalam dunianya sendiri.
Gangguan Komunikasi
1) terlambat berbicara / sama sekali belum dapat berbicara,
2) sangat sulit utk memulai atau mempertahankan percakapan dgn orang
lain,
3) komunikasi dgn gerakan/bahasa tubuh,
4) mengulang – ulang kata,
5) meracau dgn bahasanya sendiri,
6) tidak memahami pembicaraan orang lain.
BAB VI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK GANGGUAN FISIK &
GANGGUAN JIWA
penurunan kasus penyakit kronis (Robinson, dkk dalam Brunner dan Sudarth,
1996)
baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”, atau “apa
yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu
tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan,
jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang digunakan perawat adalah meluangkan aktu
untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan keluarga
terhadap kematian klien.
2. Membuat hubungan
Buatlah percakapan awal, walaupun anda mungkin mengira bahwa orang
yang akan anda ajak bicara sudah mempunyai firasat apa yang akan anda
sampaikan. Beberapa tugas yang penting dalam bagian ini adalah:
a. Percakapan awal. Perkenalkan diri anda danorang-orang yang
bersama-sama dengan anda. Jika disana terdapat orang yang belum
anda ketahui oleh perawat, cari tahu siapa dia.
b. Kaji status resipien (orang yang anda tuju dengan kabar buruk).
Tanyakan kabar atau kenyamanan dan kebutuhannya. Anda perlu
mengkaji tentang pemahaman resipien terhadap situasi. Hal ini akan
membantu perawat dalam membuat transisi dalam menyampaikan
kabar buruk dan akan membantu perawat dalam mengkaji persepsi
pasien terhadap keadaan. Perawat bisa mengutarakan pertanyaan
seperti: “ Apa yang anda pahami tentang apa yang telah terjadi?” atau
dengan menanyakan “Mengpa suatu test itu dilakukan?”
3. Berbagi berita
Ada kiasan bahwa kabar buruk adalah seperti bom, yang radiasinya dapat
mengenai semua yang ada dilingkungannya.
a. Bicara pelan. Gunakan kalimat yang jelas dan jangan menggunakan
kaliat yang ambigu, atau mempunyai arti ganda.
b. Berikan peringatan awal. Anda bisa menyatakan, “Saya takut saya
mempunyai kabar yang kurang bagus bagi anda …”
Berhenti sebentar dan perhatikan pasien.
c. Sampaikan berita yang akan disampaikan. Jika itu adalah suatu
diagnose, minta dokter untuk menyampaikannya langsung. Kalimat
hendaknya singkat dan hanya beberapa kalimat pendek saja.
Pada orang normal system organ dalam tubuh berjalan sesuai dengan
fungsi masing-masing, sehingga terjadi keseimbangan. Keseimbangan
system organ berdampak pada adanya ketenangan. Sebaliknya bila
terjadi gangguan mental, misalnya kesedihan yang bertubi-tubi, tiba-tiba
napasnya sesak dan batuk tidak berdahak, hal ini terjadi berlarut-larut
pada system organ paru-paru meskipun tidak ada tanda-tanda penyakit
secara medis. Tekanan darah tinggi, sakit jantung dan lain-lainnya.
2. Keadaan mental
Orang yang normal mempunyai kemampuan berpikir teratur, dapat menarik
kesimpulan secara sehat. Bagi orang yang sedang mengalami gangguan
mental, misalnya mengalami kekecewaan yang mendalam. Kemampuan
berpikir menjadi kacau karena diselingi rangsangan-rangsangan lain. Bila
berpikir secara baik akan memakan waktu yang lama. Nampak adanya
tanda-tanda:
a. Ilusi, yang bersangkutan mengalami salah tangkap dalam mengindera.
b. Halusinasi, yang bersangkutan mengalami khayalan tanpa ada rangsang.
c. Obsesi, diliputi pikiran atau perasaan yang terus menerus, biasanya
mengenai hal yang tidak menyenangkan.
d. Kompulsi, mengalami keragu-raguan mengenai sesuatu yang dikerjakan
hingga terjadi perbuatan yang serupa berulang kali. Misalnya:
Keinginan untuk menyalakan api disebut piromania.
Keinginan untuk minum-minuman keras termasuk dispomania.
Keinginan untuk mengambil sesuatu (tidak untuk memiliki seperti
pencuri) yang disebut kleftomania.
e. Fobia, mengalami ketakutan yang sangat terhadap suatu kejadian, tanpa
mengetahui lagi penyebabnya.
f. Delusi, mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengaan kenyataan,
pengalaman, sebab pikirannya kurang sehat.
Misalnya menganggap bahwa keadaan sekirarnya selalu jelek, disebut
delusi persekusi. Menganggap bahwa dirinya orang penting, orang
benar, disebut delusi keagungan. Menganggap dirinya selalu bersalah
atau berdosa dan hina, termasuk delusi melankoli.
3. Keadaan Emosi
Emosi merupakan bagian dari perasaan yang bergejolak, sehingga dapat
disaksikan. Penampakan itu berupa perubahan tingkah laku, sikap sedih
atau sebaliknyagembira.
a. Sering merasa sedih
Nampak gejala emosinya merendah, merasa tidak berguna, mengalami
kehilangan minat dan gairah.
b. Sering merasa tegang
83
halusinasi;
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
3) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi;
Perawat perlu juga mengkaji waktu, frekuensi, dan situsi munculnya
halusinasi yang dialami pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah
pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi
terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekalikali? Situasi
terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
4) Respons halusinasi;
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul. perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien.
Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi timbul.
c. Tindakan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi:
1) Membina hubungan saling percaya perawat-klien:
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal;
(b) Perkenalkan diridengan sopan;
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien;
(d) Jelaskan tujuan pertemuan;
(e) Jujur dan menepati janji;
(f) Tunjukkan sikap empatidan menerima klien adanya;
(g) Beri perhatian kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengenali halusinasi:
(a) Adakan kontak yang sering dan singkat secara bertahap;
(b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya;
bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ke
kanan/ke depan seolah-olah ada teman bicara;
(c) Bantu klien mengenal halusinasinya;
(d) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang didengar;
(e) Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan;
92
5) Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh:
"lnikan alam kubur ya, semuo yang ada disini roh-roh."
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan
sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham:
- Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-
ulang diungkapkan atau menetap?
99
BAB VII
TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN TENAGA KESEHATAN
LAIN
Tujuan:
Langkah-Langkah
1. Identifikasi pasien secara langsung dengan tanya nama pasienatau keluarga bila
pasien tidak sadar, melihat gelang identifikasidan siapkan status pasien.
2. Verifikasi identitas pasien sesuai antara gelang pasien, statuspasien dan nama pasien,
siapkan lembar konsul pertelpon.
3. Tekan nomor ekstensi dokter yang merawat pasien
4. Setelah terdengar nada sambung ucapkan salam
5. Laporkan identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur,keluhan, hasil
pemeriksaan dan pengamatan serta obat-obatanbila ada.
6. Tanyakan tindak lanjut pengobatan kepada dokter yangmerawat.
7. Catat secara lengkap perintah dari dokter yang merawat padaform yang telah
disediakan.
8. Konfirmasi apa yang sudah dituliskan dan bacakan ulangkepada pemberi perintah
(dokter ).
9. Eja ulang obat-obat yang diberikan secara perlahan-lahanterutama untuk obat-
obatan yang termasuk dalam golongan NORUM ( Nama obat rupa obat mirip
),untuk konsultasipertelpon yang nama obat mirip, blangko terlampir untuk obat-
obat yang nama mirip.
112
10. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isilaporan bila sudah
dibacakan ulang.
11. Telpon ulang pemberi perintah bila laporan belum dibacakanulang,dan
konfirmasikan ulang isi perintah.
12. Cantumkan nama lengkap dan tanda tangan pelapor pada formyang telah
disediakan.
13. Cantumkan tandatangan saksi yang ikut mendengarkan saatmenelpon dokter (bisa
keluarga pasien, perawat jaga, pasiensendiri ,dokter jaga,dokter yang merawat
sebelumnya )
14. Ucapkan terima kasih dan salam.
15. Mintakan tanda tangan saat dokter visite
Situation (S) :
- Selamat pagi Dokter, saya Noer rochmat perawat Nusa Indah 2
-Melaporkan klien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran
urine 40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.
Background (B) :
-Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013,
program HD hari Senin-Kamis.
-Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang
dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
-Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
-TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema
ekstremitas bawah dan asites
-Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
-Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronkhi.
Assessment (A) :
-Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
-Klien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
-Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
-Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump ?
-Apakah dokter akan memindahkan klien ke ICU?
BA= Baca
K = Konfirmasi
BAB VIII
PENDIDIKAN KESEHATAN & PROMOSI KESEHATAN
A. Pengertian
Pendidikan kesehatan individu merupakan cikal bakal adanya promosi
kesehatan. Pendidikan kesehatan dahulu diawali dari individu yaitu orang
keorang-ibu ke anak kemudian bidan ke ibu, dokter ke klien dan seterusnya.
Ada dua faktor yang telah membuat pendidikan tidak lagi hanya bersifat
individu. Pertama adalah jumlah populasi yang semakin besar sehingga sulit
untuk dicapai sekaligus, dan ke dua karena jumlah populasi benar maka
pendidikan pada individu menjadi terlalu mahal untuk dilakukan. Di desa
kemungkinan pendekatan ini masih bisa dijalankan dan bermanfaat, namun di
masyarakat modern terlalu sulit untuk melaksanakan pendidikan kesehatan
secara individu. Selain itu masyarkat memerlukan informasi teknis yang
membutuhkan program yang lebih luas dan terstruktur. Namun demikian
115
bukan berarti bahwa peran praktisi promosi kesehatan. Lebih jauh lagi ada
tantangan lain untuk menjangkau individu misalnya melalui profesional
kesehatan lainnya seperti dokter, bidan atau perawat.
Filosofi penting program pendidikan klien adalah sebagai bagian tak
terpisahkan dari perawatan klien. Sehingga, bilamana relevan, pendidikan
klien juga melibatkan keluaga, pasangan, dan teman. Pendidikan secara
individu melibatkan aktivitas komunikasi interpersonal yang penting untuk
mencapai perilaku yang diharapkan. Misalnya, Mulyono (2002) menunjukkan
dalam penelitiannya bahwa tingkat pengetahuan, dan sikap berhubungan
dengan kepatuhan ibu hamil menkonsumsi tablet besi. Secara lebih spesifik
komunikasi interpersonal berhubungan bermakna dengan kepatuhan ibu
halim dalam mengkonsumsi tablet besi, dan ada hubungan yang bermakna
antara penyampaian informasi petugas tentang pentingnya tablet besi dengan
kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi.
Pendidikan klien dapat dibagi menjadi pendidikan klien dirumah sakit,
di praktek profesi kesehatan, paket kesehatan mandiri, puskesmas, rumah
perawatan dan atau promosi kesehatan.
Program di rumah sakit. Kebutuhan pendidikan klien di rumah sakit
sebenarnya berasal dari program pendidikan kesehatan di masyarakat.
Dengan berkembangnya pengetahuan tentang penyebab penyakit, rumah sakit
menjadi bertanggung jawab untuk menurunkan kesakitan melalui program-
program yang berorientasi pada penyebab awal. Mula-mula program di rumah
sakit hanya beberapa program pertolongan pertama tetapi kemudian
berkembang menjadi berbagai program baik di unit rawat inap maupun rawat
jalan. Kliennya perkembangan ini juga dipengaruhi oleh Deklarasi Budapest
tentang promosi kesehatan di rumah sakit yang berisi kerangka penerapan
Ottawa Charter for Health Promotion dilingkungan rumah sakit (WHO,
1991).
Program pendidikan di rawat inap didasarkan pada prinsipbahwa klien
memiliki hak untuk tahu status kesehatannya pada saat dirawat dan untuk
tahu cara mencegah penyakitnya atau meningkatkan kesehatannya. Program
rawat inap misalnya: memberikan informasi yang cukup, intervensi sederhana
pada klien; dan intervensi khusus misalya program berhenti merokok sebelum
operasi (Haddock & Burriws, 1997). Pendidikan pada klien dapat berupa
pendidikan mengenai penyakit yang diderita (misalnya diabetes, asma,
penyakit jantung) atau materi lain yang lebih umum (misalnya perawatan
payudara setelah melahirkan). Program ini dapat berupa video, diskusi-
ceramah, konseling dan bahan cetak seperti lembur bagi. Materi dapat pula
disediakan dalam berbagai bahasa tergantung kelompok klien yang datang.
Dalam situasi demikian peran praktisi promosi kesehatan adalah sebagai
koordinator pendidikan kesehatan.
116
selama praktek tetapi pendidikan kesehatan tetap merupakan cara yang efisien
untuk mengatasi masalah kesehatan.
Meskipun antusiasme untuk melakukan promosi kesehatan di satu sisi
cukup besar namun kenyataanya pendidikan kesehatan masih belum banyak
dipraktikkan sebagai bagian integral pelayanan. Hal ini mungkin disebabkan
adanya hambatan dalam hal kemampuan/rasa percaya diri untuk melakukan
promosi kesehatan dan kurangnya informasi promosi kesehatan (Girgis &
Sanson, 1996). Pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan
mungkin diperlukan untuk mengatasi hambatan ini.
Apotik dan toko obat. Potensi apotik dan toko obat sebagai tempat
promosi kesehatan mulai banyak digali. Di Negara lain perusahaan asuransi
kesehatan banyak menggunakan apotik dan toko obat untuk menyebarkan
informasi kesehatan disamping untuk mengiklankan perusahaannya. Program
apotik dan toko obat menjadi terlibang dalam skrining faktor risiko dengan
banyak dijualnya alat-alat tes misalnya gula darah, kolesterol, tekanan darah.
Praktisi kesehatan ditantang untuk menggunakan outlet apotik dan toko obat
atau bekerjasama dengan pabrik obat untuk memberikan informasi kesehatan
yang bermanfaat bagi masyarkat. Program pendidikan di apotik dan toko obat
biasanya berupa informasi mengenai jenis obat, kegunaan obat, cara
pemakaian, efek samping dan kontraindikasinya. Pendidikan klien dilakukan
dengan konseling, melalui browser-browsur maupun leaflet-leaflet yang
biasanya tersedia di toko obat maupun apotik. Program pendidikan di apotik
sangat diperlukan mengingat kebiasaan masyarakat yang suka membei obat
bebas dan minum obat sembarangan khususnya obat-obat antibiotik. Misalnya
pelanggan sering mengkonsumsi tetrasiklin untuk mencegah dan mengobati
penyakit menular seksual tanpa merasa perlu ke dokter.
B. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
tujuan hidup sehat (Depkes, 2002).
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu
keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa
yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan
meminta pertolongan (Effendy, 2003).
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat
dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan
120
C. Media Penyuluhan
121
2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat
dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika.
Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film,
cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini
memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh
panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta
jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya
lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
122
2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
125
dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.
BAB IX
PEMBERDAYAAN KLIEN
b. Pesan2 kesehatan
1) Pandangan dan asumsi dari klien tentang masalah kesehatan
yang dialaminya, serta pengalaman tentang masalah kesehatan
yang pernah dialami menjadi warna untuk menyusun bekal
informasi dalam rangka meningkatkan kemampuan
pengambilan keputusan tentang dirinya.
2) Informasi2 yang diperoleh melalui berbagai media (TV, Koran,
leaflet, brosur, iklan pada spanduk dll) menjadi bahan dasar
tambahan seberapa cepat klien dapat mengubah dan membekali
diri dengan informasi baru yang diperoleh dari hasil interaksi
klien- perawat.
c. Penghargaan
1) Faktor penting untuk menimbulkan rasa percaya klien.
2) Mengandung harapan terhadap perawat agar menaruh
perhatian pada masalah orang lain.
3) Memungkinkan klien merasa aman bahwa keyakinan dan
nilai2 yang dianutnya tidak akan terancam (Tones 1991).
4) Hubungan klien – perawat yang didasari penghargaan
mencerminkan hubungan kesetaraan bukan memandang satu
pihak lebih rendah atau tidak kompeten dari pihak lain (Gibson
1991).
d. Inspirasi
1) Merupakan luaran olah pikir klien yang dijadikan motivator
untuk berubah, menerima informasi baru, dan mengubah
pandangan tentang masalah kesehatan dan meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan.
2) Dipengaruhi oleh intuisi positif yang satu orang dengan orang
lain dapat berbeda.
3) Konsep ini menjadi penguat bagi seseorang dalam menyusun
pola pikir baru melalui pendekatan berpikir kritis untuk
menjadi bekal memilih opsi2 intervensi yang diberikan.
4) Dalam pemberdayaan, inspirasi merupakan landasan bagi klien
untuk komit terhadap upaya yang diberikan perawat.
e. Komitmen
1) Pemberdayaan klien tidak akan berhasil jika tidak ada
komitmen dari kedua pihak (klien dan perawat) terhadap
proses yang sedang dilakukan.
2) Upaya perawat untuk menumbuhkan komitmen klien harus
dilandasi kepercayaan klien terhadap perawat.
131
f. Kontribusi
1) Pemberdayaan melibatkan dua pihak: klien dan perawat.
2) Interaksi kedua pihak menghasilkan luaran yang bermanfaat
untuk keduanya, sebagai hasil dari kontribusi masing2 pihak.
3) Kontribusi sangat penting dalam sebuah proses pemberdayaan
karena dapat menghasilkan kondisi spesifik dari klien.
4) Kiefer(1984): hasil dari kontribusi dua pihak ini adalah
karakteristik saling mendukung, sistem dukungan, manfaat diri
(self-esteem), kompetensi dan merasa diri memadai (self-
sufficiency).
g. Pendidikan
1) Pemberdayaan membutuhkan pendidikan dimana setiap
individu memelihara dirinya dan membuat pilihan2 tentang
asuhan diantara opsi yang diberikan dokter.
2) Pendidikan sangat perlu sebagai intervensi untuk
meningkatkan kemampuan seseorang berpikir kritis dan
bertindak mandiri.
3) Informasi merupakan kekuatan karena klien merasa dibekali
lebih baik untuk mengambil berbagai manfaat dan peluang.
4) Mereka mampu mengakses pelayanan, melatih hak2 mereka,
bernegosiasi secara efektif dan dapat secara efektif membuat
orang menjadi akuntabel.
BAB X
PENYULUHAN ATAU PENDIDIKAN
KEPADA INDIVIDU, KELUARGA DAN KELOMPOK
Metode didaktik
Ceramah – diskusi Paling baik untuk transfer pengetahuan, memotivasi sasaran
dalam kelompok besar. Memerlukan pembicara yang
dinamik, dan efektif dengan pengetahuan yang cukup
disbanding audiens.
Seminar Jumlah lebih sedikit (2-20 peserta). Umpan balik diperole
dari pemimpin kelompok yang memiliki pengetahuan lebih
banyak.
Konferensi Dapat mengkombinasi teknik ceramah/seminar. Metode ini
baik untuk pengembangan professional, namun diperlukan
adanya otoritas dari praktisi promosi kesehatan.
Metode
Eksperiensial
Pelatihan Memerlukan sasaran yang memiliki motivasi untuk belajar.
keterampilan Pelatihan harus mencakup penjelasan, demonstrasi, dan
praktik.
Modifikasi perilaku Metode ini sesuai untuk belajar sesuai kebiasaan dengan
didasarkan pada teori stimulus-response learning. Biasanya
diaplikasikan untuk mempelajari perilaku spesifik misalnya
berhenti merokok menhilangkan fobia.
Kelompok Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
meningkatkan terhadap suatu problem. Sesuai untuk pelatihan profesi
sensitivitas kesehatan.
Belajar dengan Terutama dipakai di lingkungan sekolah. Memerlukan
bertanya perumusan dan penyelesaian masalah melalui kerjasama
kelompok.
Diskusi kelompok Baik bila diperlukan berbagi pengalaman, dukungan dan
sebaya kesadaran. Partisipan bersifat homogeny, minimal dalam
satu karakteristik misalnua kelompok orang tua remaja, ibu
hamil.
Simulasi Baik untuk mempengaruhi sikap individu dengan
kemampuan yang beragam. Biasanya dipakai di lingkungan
sekolah.
Main peran Memainkan peran oleh kelompok yang digunakan bila ada
kesulitan komunikasi antara individu dalam suatu
lingkungan misalnya keluarga, lingkungan profesi
kesehatan.
Menolong diri Memerlukan motivasi dan sikap mandiri sasaran. Berguna
sendiri untuk memberi dukungan teman, klarifikasi nilai, dan dapat
137
b. Seminar/Lokakarya
Seminar terdiri dari elemen ceramah-diskusi tetapi dnegan interaksi
kelompok yang lebih banyak. Umumnya jumlah partisipan lebih sedikit (2-
20 orang) sehingga interaksi dengan pimpinan seminar lebih banyak.
Perbedaan utama dengan metode eksperensial adalah seminar lebih
bersifat informative, tidak mengajarkan keterampilan dan diskusi bersifat
didaktik dengan pimpinan seminar harus lebih menguasai bidangnya
disbanding audiens. Seminar paling baik dipakai untuk pelatihan traiener
139
c. Konfernsi
Konferensi merupakan kombinasi antara ceramah dan
seminar/lokakarya. Teknik ini dipakai untuk pengembangan professional
dan biasanya diselenggarakan beberapa jam atau hari. Konferensi
memerlukan beberapa orang ahli dalam bidangnya dan dapat dilakukan
dalam kelompok besar. Konferensi biasanya khusus mengenai bisang
tertentu, dan tepat dilakukan untuk:
1) Penyegaran professional;
2) Melibatkan banyak ahli;
3) Membangun consensus antara professional; dan
4) Audiens memiliki pengetahuan dasar tentang topik yang dibicarakan.
E. Metode Eksperiensial
Metode ini banyak menggunakan aktifitas dalam kelompok baik berupa
kelompok terfokus (seperti pada perencanaan perubahan perilaku akan),
kelompok diskusi (seperti dalam pendidikan dan pendingkatan kesadaran pria
dalam ber KB) atau kelompok belajar (untuk pelatihan keterapilan memberikan
ASI). Karakteristik kelompok kecil dalam konteks promosi kesehatan memiliki
karakteristik berikut:
a. Jumlah kelompok biasanya 6-12;
b. Diskusi biasanya 1-3 jam;
c. Situasi tidak membuat tertekan (fisik maupun psikologis);
d. Ketua kelompok atau fasilitator perlu memiliki keterampilan komunikasi
yang merupakan kunci penting keberhasilan kelompok.
Seorang fasilitator harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Tidak membuat penilaian/memihak. Bila ketua kelompok membuat
penilaian terhadap kontribusi anggota baik/buruk maka kemungkinan tidak
ada keterbukaan dalam diskusi. Hal ini bukan berarti setuju dengan
pendapat orang lain, tetapi menerima perbedaan pendapat yang muncul.
b. Jujur. Berbagai pikiran dan perasaan di dalam kelompok memerlukan
suasana terbuka dan saling percaya.
140
c. Saling percaya. Merupakan hasil proses kelompok. Bila umpan balik dan
respon diterima dan berguna oleh kelompok maka rasa saling percaya akan
timbul.
d. Mengamati. Fasilitator haruslah seorang pengamat interaksi perilaku,
proses yang sensitif. Bila kehilangan arah maka akan terjadi kerancuan
tugas kelompok.
e. Mengamati. Fasilitator haruslah seorang pengamat interaksi, perilaku,
proses yang sensitif. Bila kehilangan arah maka akan terjadi kerancuan
tugas kelompok.
f. Sensitif. Anggota kelompok kadang kala bercerita tentang pengalaman
pribadi yang penting baginya. Fasilitator perlu senitif terhadap kebutuhan
individu agar tujuan kelompok tercapai.
g. Komunikatif baik komunikasi cerbal dan non verbal. Seorang fasilitator
pada suat saat perlu diam untuk mendengar ide dari anggota, namun
isyarat non verbal juga sama pentingnya, misalnya menanggukkan kepala,
mengangkat bahu. Komuniakasi berari juga mendengarkan bukan hanya
berbicara, selain itu juga mencoba memahami perasaan orang lain.
h. Fleksibel. Gayakepemimpinan dapat saja berubah sesuai dengan situasi
kelompok. Pada awalnya mungkin pemimpin kelompk perlu bersikap
direktif dan terstruktut, selanjutna mungkin campur tangan fasilitator
semakin sedikit.
i. Tegas. Situasi tegang pasti dialami dalam suatu kelompok, karenanya
seorang fasilitator juga perlu bersikap tegas dalam beberapa hal.
a. Pelatihan Keterampilan
Pelatihan keterampilan dapat dilakukan untuk melatih
misalnyarelaksasi, visualisasi, latihan bernafas prenatal, memeriksa
payudara. Pelatihan harus mencakup tahapan penjelasan prosedur,
demonstrasi prosedur, dan pengalaman kelompok dalam melakukan
prosesdur. Pelatihan keterampilan juga dapat untuk melatih komunikasi
utnuk memecahkan konflik, bersikap asertif dan membuat keputusna atau
mengatasi tekanan teman untuk merokok atau minum obat di sekolah
(Botvin, 1980). Bentuk yang lain adalah dengan menggunakan tekologi
computer untuk misalnya mengajarkan pencegahan kekerasan melalui
permainan, simulasi, grafik, kartun atau wawancara dengan anak muda
(Bosworth, 1996).
Pelatihan keterampilan paling efektif bila diterapkan utnuk
mengatasi situasi yang berlawanan dengan kesehatan. Selain itu partisipan
141
sudah memiliki sikap dan miat untuk berubah perilku. Praktisi promosi
kesehatan harus menguasai teknik mengajarkan keterampilan secara umum
ataupun teknik khusus seperti terapi relaksasi, komunikasi interpersonal,
main peran. Teknin khusus ini dapat dipelajari dari buku atau majalah atau
dapat pula dengan mengundan ahli lain (Lawson & Zalaghan, 1991;
Johnson & Johnson, 1987).
Pelatihan keterampilan sangat diperlukan untuk mencegah
timbulnya penyakit yang berhubungan dengan perilaku. Misalnya
penularan penyakit menular seksual dimana keterampilan pemakaian
kondom sangat diperlukan sebagai alat pencegahan penularan. Pelatihan
ini diberikan bagi kelompok orang yang sudah aktif secara seksual dan
sulit meninggalkan perilaku berisikonya. Mu’afiro et.al (2004)
mennjukkan manfaat pelatihan hipnisis lima jari pada klienkanker leher
rahim. Penilaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan untuk
mengjipnosis diri sendiri agar dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami
klien. Intervensi ini bersifat memberdayakan klien sehingga mampu untuk
menolong diri sendiri.
b. Modifikasi Perilaku
Proses ini didasarkan pada stimulus-response theory. Modifikasi
perilaku memerlukan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman
fasilitator tentang tahap pembelajaran perilaku. Teknik yang digunakan
seperti deconfitioning, visual, imajinasi dan respons alternative. Biasanya
digunakan secara individual atau kelompok untuk belajar meninggalkan
kebiasaan yang tidak sehat. Namun dapat juga dipakai untuk membangun
kebiasaan yang tidak sehat. Namun dapat juga dipakai untuk membangun
kebiasaan sehat sebagai komponen program lain. Modifikasi perilaku palin
sesuai bagi individu yang memiliki motivasi untuk menghilangkan
kebiasaan buruknya tetapi mengalami kesulitan misalnya berhenti
merokok, menurunkan berat badan, dier atau mengendalikan kecemasan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Golan et al (1998) dengan menggunakan
orang tua sebagai agen pengubah perilaku makan pada anak-anak obese.
Perubahan perilaku dibandingkan dengan pendekatan konvensional yaitu
anak bertanggung jawab terhadap penurunan berat badannya. Studi
prospektif acak ini membuktikan bahwa modifikasi perilaku yang
menggunakan pihak luar untuk mengendalikan perilaku mampu
meningkatkan perugbahan perilaku dan penurunan berat badan lebih besar.
c. Kelompok Sensitifitas
Didalam sensitifias, partisipan belajar mengenai hubungan
interpersonal, meningkatkan pemahaman tentan gperasan sendiri, dan
egfeknya pada orang lain. Kelomopk sensitivitas, T (atau Terapi) muncul
tahun 1960-an saat timbulnya era kesadaran. Kembali dipopulerkan tahun
142
1980an dalam bidang bisnis dengan ungkapan yang terkenal “bila kamu
merasa nyaman maka kamu akan mampu menjual lebih banyak”.
Kelompok ini didasarkan pada adanya keterbukaan, kejujuran sesame
partisipan sehingga menjadi sadar bagaimana perilakunya dipersepsi oleh
oran glain. Metode ini berguna untuk pelatihan professional agar
memahami pengaruh tindakannya pada klien. Dlam konteks pencegahan
kehamilan pada orang latin Amerika misalnya, Wilkinson-Lee (2006)
mengakkui bahwa pemahaman tentang sensitivitas budaya bagi para
dokter menjadi sangat penting. Dikui bahwa kebijakan dan praktek
pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu budaya yang
berlaku, kesenjangan antara budaya dn program kesehatan, dan perlu
keterampilan khusus dokter dalam menangani program.
BAB XI
SOP Komunikasi Keperawatan
2 Teknik Komunikasi
146
terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Tamsuri, Anas. Ns. S. Kep, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC ; Jakarta
2006