Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSE FRAKTUR RADIUS ULNA (FRAKTUR ANTEBRACHII)

I. Konsep Fraktur Radius Ulna (Fraktur Antebrachii)

I.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,
2000).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontiniutas tulang radius ulna,
gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak
jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi
fragmen tulang (Manjoer Arif et all, 2000).

I.1.1 Klasifikasi Fraktur Antebarachii


Pembagian fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000):
a. Fraktur Colles: Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti
sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi,tubuh beserta lengan berputar
ke dalam (endorotasi). Tangan terbukaterfiksasi di tanah berputar
keluar (eksorotasi supinasi).
b. Fraktur Smith: Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu
sering disebut reversecolles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada
orang muda. Pasien jatuhdengan tangan menahan badan sedang
posisi tangan dalam keadaan volarfleksi pada pergelangan tangan
dan pronasi.
c. Fraktur Galeazzi: Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius radius ulna distal. Saatpasien jatuh dengan tangan terbuka
yang menahan badan, terjadi pularotasi lengan bawah dalam posisi
pronasi waktu menahan berat badanyang memberi gaya supinasi.
d. Fraktur Montegia: Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulnaproksimal.
I.2 Etiologi
I.2.1 Trauma
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Fraktur Patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibatkelainan patologis didalam tulang (Muttaqin,2008 : 70).

I.3 Manifestasi klinis


Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001)
antara lain:
I.3.1 Deformitas
I.3.2 Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
I.3.3 Bengkak
I.3.4 Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
I.3.5 Ekimosis dari perdarahan subculaneous
I.3.6 Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
I.3.7 Tenderness
I.3.8 Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
I.3.9 Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
I.3.10 Pergerakan abnormal
I.3.11 Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

I.3.12 Krepitasi

I.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:
I.4.1 Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
I.4.2 Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


I.5.1 Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas
pada korteks tulang)
I.5.2 Tomografi, CT scan, MRI (jarang dilakukan)
I.5.3 Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan tulang
terutama berguna ketika radiografi/Ct scan memberikan hasil negatif
pada kecurigaan fraktur secara klinis)
I.5.4 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
b. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
c. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cedera hati.
I.6 Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :Komplikasi
segera (immediate), komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara
lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau
perlukaan kulit.
I.6.1 Early Complication
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome
compartemen.

I.6.2 Late Complication


Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion).

I.7 Penatalaksanaan
I.7.1 Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum,
kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii
tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal
diletakkan dalam posisi supinasi 1/3 tengah dalam posisi netral, dan
1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips dipertahankan 4-6
minggu.
I.7.2 Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100
pada semua arah) maka dilakukan internal fiksasi.
I.7.3 Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement”
kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur
terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi.

I.8 Pathway
II. Recana asuhan klien dengan fraktur radius ulna
II.1 Pengkajian
II.1.1Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
Paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat
beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
diturunkan secara genetik.

e. Riwayat psikososial spiritual


Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
II.1.2Pemeriksaan Fisik
a. Pre Operasi
1) B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak
mengalami gangguan.
2) B2 (blood), Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat
terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan
respirasi oleh karena nyeri,peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
3) B3 (brain), Tingkat kesadaran biasanya composmentis.
4) B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan
pada sistem ini
5) B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya
normal, pola defekasi tidak ada kelainan.
6) B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah
trauma.
b. Post Operasi
1) B1 (breathing), Biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif
sehingga terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi
apneu, lidah kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat
karena nyeri.
2) B2 (blood), Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat
terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan
respirasi oleh karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (brain), Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (bladder), Biasanya karena general anastesi terjadi retensi
urin
5) B5 (bowel), Akibat dari general anastesi terjadi penurunan
peristaltik.
6) B6 (bone), Akibat pembedahan klien mengalami gangguan
mobilitas fisik.

II.1.3Pemeriksaan penunjang
a. Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan
diskuntinuitas pada korteks tulang)
b. Tomografi, CT scan, MRI (jarang dilakukan)
c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan tulang
terutama berguna ketika radiografi/ Ct scan memberikan hasil
negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis)
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
2) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
3) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA, 2015).
II.2.1Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial yang digambarkan
sebagai kerusakan.
II.2.2Batasan karakteristik
Perubahan selera makan
Perubahan tekanan darah
Perubahan frekuensi jantung
Perubahan frekuensi pernafasan
Diaforesis
Perilaku distraksi
Sikap melindungi area nyeri
Sikap melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan nyeri secara verbal
Gangguan tidur
II.2.3Faktor yang berhubungan
Agen cedera (fisik, biologis, kimiawi)

Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik (NANDA, 2015).


II.2.4Definisi
Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekstrimitas secara mandiri dan terarah

II.2.5Batasan karakteristik
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
Dispnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
II.2.6 Faktor yang berhubungan
Intoleransi aktivitas
Perubahan metabolism selular
Ansietas
Gangguang kognitif
Konstraktur
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Malnutrisi
Pemasangan ORIF
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Kerusakan integritas struktur tulang
Program pembatasan gerak

Diagnosa 3 : Resiko infeksi (NANDA, 2016).


II.2.7Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
II.2.8Faktor resiko
Penyakit kronis
Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan
pathogen
Prosedur invasif
Malnutrisi

II.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
II.3.1Tujuan dan Kriteria hasil
a. Nyeri terkontrol
b. Klien melaporkan nyeri berkurang
II.3.2Intervensi dan Rasional
1. Beri penjelasan tentang penyebab nyeri
R/ Akibat pembedahan terjadi trauma jaringan sehingga terjadi
pelepasan mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin dan histamin
yang kemudian berikatan dengan nosiceptor sehingga menimbulkan
sensasi nyeri.
2. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/ Relaksasi: meningkatkan sekresi endorphin dan enkafelin pada sel
inhibitor kornu dorsalis medulla spinalis yang dapat menghambat
transmisi nyeri. Distraksi: meningkatkan aktifitas dalam sistem
kontrol pada tulang untuk mencegah transmisi terus menerus stimulus
nyeri ke otak.
3. Berikan posisi yang nyaman
R/Merelaksasikan semua jaringan sehingga mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
R/ Analgesik menekan sistem syaraf pusat pada talamus dan korteks
cerebri.
5. Observasi keluhan nyeri, tensi, nadi, respirasi, skala nyeri
R/Nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri, tanda, tanda vital dapat meningkat dengan
adanya nyeri.

Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik


II.3.3Tujuan dan Kriteria hasil
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Klien ikut serta dalam program ROM

II.3.4Intervensi dan Rasional


1. Beri penjelasan penyebab gangguan keterbatasan aktivitas fisik
R/Kekuatan otot belum pulih sempurna pasca tindakanpemasangan
platsehingga ektremitas atas yang mengalami trauma tidak dapat
digerakkan dengan maksimal.
2. Bantu dan motivasi klien dalam pemenuhan kebutuha ADL
(hygiene perseorangan dan nutrisi)
R/ Membantu memenuhi kebutuhan pasien mengurangi
ketergantungan dan meningkatkan masa pemulihan, hygiene personal
untuk kenyamanan dan sirkulasi, nutrisi untuk regenerasi sel.
3. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya
R/ Meningkatkan perasaan makna diri, kemandirian dan mendorong
pasien berusaha secara bertahap.
4. Observasi kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari
R/ Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.

Diagnosa keperawatan 3 : Resiko infeksi


II.3.5Tujuan dan Kriteria hasil
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
II.3.6Intervensi dan Rasional
1. Jelaskan kepada pasien masalah yang dapat terjadi bila luka tidak
terawat dengan baik yaitu infeksi
R/ Infeksi terjadi karena masuknya mikroorganisme sekunder akibat
adanya lukaterbuka.

2. Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat


R/ Membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan
mengurangi resiko infeksi akibat sekresi yang stasis.
3. Lakukan perawatan luka secara steril
R/ Teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik sesuai
indikasi
R/ Menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman.

5. Pantau luka operasi setiap hari


R/ Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang mungkin
timbul sebagai dampak adanya luka bekas operasi.
6. Observasi tanda dan gejala infeksi, keluhan dan TTV (suhu, nadi)
R/ Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, peningkatan
suhu dan nadi pembengkakan sebagai indikator adanya infeksi.
III. DAFTAR PUSTAKA
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999) alih
bahasa Monica Ester.. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta :
Media Aesculapius.
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGC.
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah.
Brunner &Suddarth. Ed 8. Vol 3.alih bahasa Monica Ester.Jakarta: EGC.
www.scribd.com › School Work › Essays & Theses , diakses tanggal 24 November
2012 jam 22.00.

Banjarmasin, 19 Desember 2016

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( Era W Syahrir, S.kep., Ns ) ( Abdul Wahab, S.Kep., Ns )

Anda mungkin juga menyukai