Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN CEDERA MEDULLA SPINALIS

Oleh Kelompok 5

TITA ADIATAMAH SY NURAZIZAH TRIA MURSIDAH INDRA KARTIKA WULANDARI YASRANDEL JONI PUTRA

1010322030 1010322050 1010323030 1010323056 1010321018

FADHILA YANTI NIKE ISMA PUTRI

1010322042 1010323006

ROZANISYA PRATIWI 1010323032 DIGA AYUDIA ARSYLINA FELICIA 0910322035 1010323060 1010322014

FEBRINA MUSLIMAH

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS


2013

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997). Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang sering kali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau dibawahnya maka akan dapat

mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. (Doengoes, 1999; 338) Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. (smeltzer, 2001 ; ) Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ) Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok neurogenik. (Campbell, 2004)

2. PENYEBAB Adapun penyebab dari trauma servikal dan spinal antara lain : Seseorang yang terpeleset di lantai, Menyelam di air yang dangkal. Terlempar dari kuda atau motor Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri Kecelakaan motor. Terjatuh.Anak-anak yang memakai sabuk bahu yang tidak sesuai di sekitar leher.Leher tergantung.(Campbell, 2004 ; 131) Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ; 131) : Hiperektensi Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan. Hiperfleksi Kepala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan. Kompresi Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher atau batang tubuh.

Rotasi Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.

Penekanan ke samping Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari kolumna spinalis.

Distraksi Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

3. TANDA DAN GEJALA Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut: Pernapasan dangkal penggunaan otot-otot pernapasan pergerakan dinding dada Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg) Bradikardi Kulit teraba hangat dan kering Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan) kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak Kehilangan sensasi terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia adanya spasme otot, kekakuan Menurut menurut Campbell (2004 ; 133) Kelemahan otot Adanya deformitas tulang belakang adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

4. PATOFISIOLOGI Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya : 1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan

terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas. 2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan

mengakibatkan syok spinal yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine. 3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

5. KLASIFIKASI Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut : Cedera fleksi Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian

anterior korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil Cedera fleksi-rotasi Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang

dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang paling tidak stabil. Cedera ekstensi Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil. Cedera kompresi vertikal (vertical compression) Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture. Cedera robek langsung (direct shearing) Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat. a. Cedera stabil Fleksi Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan

neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan

rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan.

Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan. Kompresi Vertikal Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura ledakan agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.

b. Cedera Tidak Stabil Cedera Rotasi Fleksi Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan didapatkan neurologik. (terutama Setelah radiografik yang akurat dengan

CT-Scan),

dekompresi

memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan. Fraktura Potong Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi. Cedera Fleksi-Rotasi Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah

direkomendasikan. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG a. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi b. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas c. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal d. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru

e. Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi) f. Tomogram g. Mielogram h. Odontoid View Films i. Spinal Films (lateral and oblique) (ENA, 2000 ; 427)

7. KOMPLIKASI - Autonomic Dysreflexia terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness Fungsi Seksual

Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah

8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI PENGOBATANNYA a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation) b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring. c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang. d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya. e. Menyediakan oksigen tambahan. f. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri. g. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

h. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi. i. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Berikan antiemboli Tinggikan ekstremitas bawah Gunakan baju antisyok.

j. Meningkatkan tekanan darah Monitor volume infuse Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

k. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi. l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy. m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina. n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian. o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien. p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi. q. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih. r. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus. s. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan). t. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan. u. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.(ENA, 2000 ; 427).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN

- PENGKAJIAN PRIMER Data Subyektif

1.

Riwayat Penyakit Sekarang a) Mekanisme Cedera b) Kemampuan Neurologi c) Status Neurologi d) Kestabilan Bergerak

2.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu a) Keadaan Jantung dan pernapasan b) Penyakit Kronis

Data Obyektif 1. Airway Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas 2. Breathing Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada 3. Circulation Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan) 4. Disability Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,

kehilangan sensasi, kelemahan otot

PENGKAJIAN SEKUNDER a) Exposure Adanya deformitas tulang belakang b) Five Intervensi - Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi - CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas - MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal - Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru

- Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi) c) Give Comfort Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak d) Head to Toe Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera Dada : Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism) Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau

quadriparesis/quadriplegia e) Inspeksi Back / Posterior Surface Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA, NIC DAN NOC

NANDA

NOC

NIC

1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hiperventilasi

Status Pernafasan: Monitor Respirasi Kepatenan Nafas Indikator yang diharapkan Aktivitas: - Monitor jumlah, ritme, : Definisi : inspirasi dan ekspirasi - jumlah pernafasan dan usaha untuk yang tidak memberikan ventilasi diharapkan normal bernafas yang adekuat. - ritme pernafasan - Catat pergerakan dada, Data Obyektif : diharapkan normal lihatkesimetrisan,peng Airway adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas - klien diharapkan tidak mengalami sesak nafas lagi saat istirahat dangkal, otot-otot - klien diharapkan tidak menggunakan otot-otot pernafasan dalam bernafas - klien diharapkan tidak (biasanya dari 90 sistole mmHg), mengalami batuk lagi Tingkat Ketidaknyamanan - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea - Pertahankan jalan nafas yang paten - Atur peralatan oksigenasi - Monitor aliran oksigen - Pertahankan posisi pasien - Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Terapi Oksigen Aktivitas: - kedalaman pernafasan diharapkan normal gunaan otot bantu

1.

nafas dan retraksi otot supraklavikula interkostal - Monitor bunyi nafas - Monitor tachynea, hiperventilasi, kusmaul, nafas pola nafas: dan

2.

Breathing Pernapasan penggunaan

pernapasan, pergerakan dinding dada 3. Circulation Hipotensi kurang

Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering,

Poikilotermi Klien diharapkan mampu (Ketidakmampuan mengatur menghilangkan : - Rasa nyeri suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan) - Rasa cemas - Rasa stress - Rasa takut - Depresi - Rasa gelisah

Vital Sign Monitoring Aktivitas: - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri - Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas - Monitor kualitas dari nadi - Monitor frekuensi dan irama pernapasan - Monitor suara paru - Monitor pola pernapasan abnormal - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit - Monitor sianosis perifer - Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif Definisi: pengurangan/penurunan

Status Perfusi Jaringan Perawatan Sirkulasi Perifer dan Cerebral Kriteria Hasil: - Pengisisan capilary refil - Kekuatan pulsasi perifer distal - Kekuatan pulsasi perifer proksimal Aktivitas: - Cek nadi perifer - Catat warna kulit dan temperatur - Cek capilery refill - Catat prosntase dema, terutama di

dalam sirkulasi darah ke perifer yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan/ kesehatan membahayakan

Data Objektif : Circulation Hipotensi kurang (biasanya dari 90 sistole mmHg),

- Kesimetrisan pulsasi perifer proksimal - Tingkat sensasi normal - Warna kulit normal - Kekuatan fungsi otot - Keutuhan kulit - Suhu kulit hangat - Tidak ada edema perifer - Tidak ada nyeri pada ekstremitas sebagian atau

ekstremitas - Jangan mengelevasi tangan melebihi jantung - Jaga kehangatan klien - Elevasi ekstremitas yang edema jika dianjurkan , pastikan tidak ada tekanan di tumit - Monitor status cairan, masukan dan keluaran yang sesuaiMonitor lab Hb dan Hmt - Monitor perdarahan - Monitor status hemodinamik, neurologis dan tanda vital

Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi mengatur

(Ketidakmampuan

suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan) Disability Kehilangan keseluruhan

kemampuan Kriteria: - Tekanan darah dalam batas normal ( dbn ) - Kekuatan nadi dbn - Rata rata tekanan darah dbn - Tekanan vena sentral dbn - Tidak ada hipotensi

bergerak, kehilangan sensasi, Status Sirkulasi kelemahan otot

Monitor tanda vital Aktivitas : - Monitor tekanan

ortostatik - Tidak ada bunyi

darah, nadi, suhu dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah - Monitor saat tekanan darah saat klien

jantung tambahan - Tidak ada angina - Tidak ada hipotensi

ortostatik - AGD dbn - Perbedaan O2 arteri

berbaring, duduk dan berdiri - Ukur tekanan darah

dan vena dbn - Tidak ada suara nafas tambahan - Kekuatan perifer - Tidak pelebaran vena Tidak perifer ada edema pulsasi

pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama dan setelah aktivitas - Monitor frekuensi dan irama jantung - Monitor bunyi jantung - Monitor frekuensi dan irama pernafasan - Monitor suara paru - Monitor irama nafas abnormal - Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit - Monitor perifer sianosis

Monitor status neurologi Aktivitas: : - Monitor bentuk, ukuran, kesmetrisan

dan reaksi pupil - Monitor kesadaran - Monitor orientasi - Monitor GCS - Monitor tanda vital Monitor respon pasien terhadap pengobatan 3. Nyeri Akut b.d Gangguan Neurologis Nyeri Akut Manajemen nyeri tingkat tingkat

Hasil yang diharapkan : Defenisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Aktivitas:

Status kenyamanan:fisik Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Tingkat termasuk lokasi, ketidaknyamanan karakteristik, durasi, Mengontrol rasa sakit frekuensi, kualitas dan Tinkat nyeri faktor presipitasi Tingkat stress Observasi reaksi Tanda-tanda vital Data Objektif: nonverbal dari ketidaknyamanan Tingkatan Nyeri Menggunaakan strategi Exposure komunikasi terapeutik Adanya deformitas tulang belakang Hasil yang diharapkan: untuk mengetahui mengalami rasa sakit dan Leher : Terjadinya perubahan Melaporkan nyeri menyampaikan Persen respon tubuh bentuk tulang servikal akibat cedera penerimaan respon pasien Frekuensi nyeri terhadap nyeri. Lamanya nyeri Menetukan dampak dari Ekspresi nyeri lisan Ekspresi wajah saat pengalaman nyeri pada kualitas hidup. nyeri Melindungi bagian tubuh yang nyeri Pengaturan lingkungan : Kegelisahan kenyamanan Ketegangan otot Perubahan frekuensi Bantu pasien dan keluarga pernafasan untuk mencari dan Perubahan tekanan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang darah dapat mempengaruhi Perubahan ukuran pupil nyeri seperti suhu Berkeringat ruangan, pencahayaan dan Hilangnya nafsu makan kebisingan Kurangi faktor presipitasi Kontrol Nyeri nyeri Recognize lamanya Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan nyeri Gunakan ukuran intervensi Ajarkan tentang teknik pencegahan non farmakologi: napas Penggunanaan dala, relaksasi, distraksi, mengurangi nyeri kompres hangat/ dingin dengan non analgesic Tingkatkan istirahat Penggunaan analgesic Berikan informasi tentang yang tepat nyeri seperti penyebab Gunakan TTV nyeri, berapa lama nyeri memantau perawatan akan berkurang dan Laporkan tanda/gejala antisipasi

nyeri pada tenaga ketidaknyamanan dari kesehatan professional prosedur Gunakan sumber yang tersedia Self care assistance Menilai gejala dari Monitor kemampuan nyeri klien untuk perawatan Gunakan catatan nyeri diri yang mandiri. Laporkan bila nyeri Monitor kebutuhan terkontrol klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. Positioning

Menempatkan pasien di tempat tidur yang nyaman, yang bersifat terapeutik. Menyediakan tempat tidur yang kuat/kokoh. Menempatkan pada posisi yang terapeutik. Memposisikan tubuh pasien dengan tepat. Menghentikan atau mendukung pengaruh bagian tubuh. Meningkatkan pengaruh bagianbagian tubuh. Mencegah terjadinya amputasi pada posisi flexi. Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea. Memberikan tindakan keperawatan untuk mengurangi edema seperti memberi alas di bawah lengan. Memposisikan pasien agar pertukaran gas menjadi lancar. Memberi dorongan pada pasien untuk melakukan latihan secara aktif. Memberikan bantuan pada leher yang mengalami trauma. Menggunakan papan kaki pada kasur. Kembali menggunakan teknik. Memposisikan saluran urin dengan tepat. Memposisikan pasien

untuk mencegah nyeri pada luka. Menyanggah punggung dengan menggunakan penopang punggung dengan tepat. Meningkatkan efek anggota badan pada tingkat 20 atau lebih di atas tingkat jantung untuk memperbaiki aliran pembuluh balik. Memberikan arahan pada pasien tentang bagaimana menggunakan postur tubuh yang baik ketika melakukan kegiatan. Mengontrol penggunaan alat penarik yang tepat. Mempertahankan posisi dan integritas daya tarik. Meninggikan tempat tidur pada posisi kepala. Membalikkan tubuh pasien dengan memperhatikan kondisi kulit. Mengistirahatkan pasien setidaknya setiap 2 jam sesuai jadwal. Menggunakan alat yang tepat untuk menopang tungkai/lengan. Menempatkan pasien pada tempat yang mudah dicapai. Penempatan tempat tidur-tombol yang

mudah dijangkau. Tempatkan lampu tanda panggilan yang mudah dilihat.

DAFTAR PUSTAKA McCloskey, Joanne C, dkk. 2009. Nursing intervetion Classification (NIC). USA: Mosby Wiley, dkk. 2009. Nursing Diagnoses: Defenitions & Classification. USA: Mosby Moorhead, Sue, dkk. 2009. Nursing Outcomes Classifications (NOC). USA: Mosby
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia. org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 20 Februari 2013)

http://www.scribd.com/doc/29163472/asuhan-Keperawatan-pada-klien-dengancidera-medula-spinalis diakses tgl 20 Februari 2013 http://www.nardinurses.files.wordpress.com%2F2008%2F10%2Faskep-pasiendengan-trauma-medspin.ppt diakses tgl 20 Februari 2013 http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/UTS_SIM_2011.pdf

Anda mungkin juga menyukai