Anda di halaman 1dari 20

Bagian : Keperawatan Medical Bedah II

Program : Studi Profesi Ners

LAPORAN PENDAHULUAN

“HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)”

OLEH

SAKBAR, S.Kep

CI INSTITUSI

( )

PROGRAM STUDI S1 PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEGAREZKY
TAHUN 2020

1
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) biasa juga dikenal dengan sebutan Hernia Diskus
Invertebralis atau yang umunya dikenal dengan sebutan saraf terjepit. Kowalak, Welsh, &
Mayer (2014). HNP adalah suatu ruptur atau dislokasi diskus invertebralis yang terjadi
ketika seluruh atau sebagian nukleus pulposus terdorong melalui diskus yang lemah atau
anulus fibrosus yang ruptur. Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus invertebralis
yang lunak dan menyerupai gelatin.
Mutaqqin (2008) mengatakan bahwa protrusi atau rupture nucleus biasanya
didahului dengan perubahan degenerative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan
protein dalam polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nucleus pulpolus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di annulus melemahkan pertahanan pada herniasi
nucleus (Mutaqqin, 2008).
HNP adalah keadaan ketika nucleus pulpolus keluar menonjol untuk kemudian
menekan kea rah kanalis spinalis melalui annulus fibrosis yang robek. HNP merupakan
suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus
intervetrebralis. Herniasi nukleus pulposus (HNP) merupakan penyebab utama nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh), mungkin sebagai dampak
trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses penuaan (Black, Joyce
M; Hawks, Jane Hokanson;, 2014).

2
Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) menyebutkan bahwa sekitar 90% HNP terjadi di
daerah lumbal dan lumbosacral, sekitar 8 % terjadi di daerah servikal, dan sekitar 1%-2%
terjadi di daerah torakal. Pasien yang memiliki kanalis spinalis lumbal yang secara
kongenital berukuran sempit atau disertai pembentukan osteofit di sepanjang vertebra
mungkin lebih rentan terhadap kompresi radiks saraf dan menghadapi kemungkinan yang
lebih besar untuk memperlihatkan gejala neurologi.
Diskus invertebralis terdiri atas dua bagian yaitu bagian tengah yang lunak dan
bagian berbentuk cincin yang melingkarinya serta terbentuk dari jaringan fibrous yang liat.
Bagian tengah disebut nukleus pulposus sedangkan bagian yang melingkarinya disebut
annulus fibrosus. Nukleus pulposus beerja seperti peredam kejut (shock absorber) dengan
mendistribusikan stress mekanis pada tulang belakang yang terjadi ketika tubuh bergerak.
Stres fisik yang biasanya berupa gerakan berputar dapat merobek atau menimbulkan rupture
annulus fibrous sehingga terjadi HNP ke dalam kanalis spinalis. Tulang vertebra akan saling
mendekat dan materi diskus yang rupture dapat menimbulkan tekanan pada radiks saraf
sehingga timbul rasa nyeri dan mungkin pula kehilangan fungsi sensorik serta motorik.

HNP dapat terjadi pula bersama dengan degenerasi persendian invertebralis. Jika
diskus tersebut sudah mulai berdegenerasi maka trauma ringan sekalipun dapat
menimbulkan herniasi. Herniasi terjadi dalam 3 tahap yang meliputi:
1. Protrusi yaitu nukleus pulposus menekan anulus fibrosus
2. Ekstrusi yaitu nukleus pulposus menonjol keluar melalui anulus fibrosus sehingga
menekan radiks saraf
3. Sekuestrasi yaitu anulus pecah sehingga bagian tengah diskus meletup keluar dan
menekan radiks saraf

B. Etiologi
Nurarif & Kusuma (2005) mengatakan bahwa region lumbalis merupakan bagian
yang tersering mengalami HNP. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya
usia. Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan
menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nucleus pulposus melalui annulus
disertai penekanan akar saraf spinal. Umumnya herniasi kemungkinan paling besar terjadi

3
didaerah tulang belakang dimana terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak
ke yang kurang bergerak.
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) ada 2 penyebab utama HNP dapat
terjadi. Penyebab tersebut meliputi:
1. Trauma atau galur yang berat
2. Degenerasi persendian invertebralis.

C. Manifestasi Klinik
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) beberapa tanda dan gejala yang dapat
terjadi pada penderita HNP meliputi:
1. Nyeri punggung bawah yang hebat dan menjalar ke daerah bokong, tungkai, dan kaki.
Nyeri ini biasanya terasa hanya pada satu sisi (unilateral) dan disebabkan oleh kompresi
radiks saraf yang menginervasi daerah tersebut.
2. Nyeri mendadak pascatrauma yang mereda dalam waktu beberapa hari, tetapi kemudian
timbul kembali dalam selang waktu yang singkat disertai intensitas yang bertambah
secara progresif
3. Ilkialgia yang terjadi pascatrauma dan dimulai dengan nyeri tumpul di daerah bokong.
Manuver valsava, batuk, bersin, dan membungkuk dapat menambah rasa nyeri yang
sering disertai spasme otot akibat penekanan serta iritasi radiks nervus iskiadikus.
4. Kehilangan fungsi sensoris dan motorik di daerah yang dipersarafi oleh radiks nervus
spinalis yang terkompresi dan pada stadium lebih lanjut, kelemahan, serta atrofi otot-otot
tungkai.

D. Komplikasi
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) komplikasi pada HNP bergantung pada
intensitas dan lokasi herniasi yang spesifik. Komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai
berikut:
1. Difisit neurologi
2. Masalah defekasi

4
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosa HNP meliputi:
1. Tes mengangkat tungkai pada posisis ekstensi memperlihatkan hasil yang positif hanya
apabila pasien mengalami nyeri iskialgia (tungkai) posterior dan bukan nyeri punggung
2. Tes lasegue memperlihatkan resistensi dan rasa nyeri dan hilangnya refleks patella dan
tendo akiles. Keadaan ini menunjukkan kompresi radiks saraf spinalis
3. Foto rontgen vertebra dapat menyingkirkan kelainan yang lain, tetapi tidak dapat
menegakkan diagnosa HNP keran prolapses diskus yang nyata mungkin tidak tampak
pada foto rontgen yang normal.
4. Mielogram, CT Scan dan MRI akan memperlihatkan kompresi radiks saraf spinalis oleh
material diskus yang mengalami herniasi.

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang terbagi beberapa antara
lain:
1. Pemeriksaan klinik, pada punggung, tungkai dan abdomen. Pemeriksaan rektal dan
vaginal untuk menyingkirkan kelainan pada pelvis.

2. Pemeriksaan radiologis
a. Foto polos, posisi AP dan lteral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi sakroiliaka).
Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus, penyakit
degenerative, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil (spondililistesis).
b. Pemakaian kontras, foto rotgen dengan memakai zat kontras terutama pada
pemeriksaan mielegrafi radikuografi, diskografi serta kadang-kadang diperlukan
venografi spinal.
c. MRI : merupakan pemeriksaan non invasive dapat emberikan gambaran secaara
seksional pada lapisan melintang dan longitudinal.
d. Scanning : scanning tulang dilakukan dengan menggunakan bahan radioisotip (SR
dan F) > Pemeriksaan ini terutama untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
paget.

5
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan urin untuk menyingkirkan kelainan-kelainan pada saluran kencing.
b. Pemeriksaan darah yaitu laju endap darah dan hitugn diferensial untuk menyingkirkan
adanya tumor ganas, infeksi dan penyakit reumatik.
F. Penatalaksanaan
Penanganan atau penatalaksanaan HNP menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014)
meliputi:
1. Kompres hangat untuk mengurangi spasme otot dan membantu meredakan rasa nyeri
2. Program latihan untuk menguatkan otot-otot yang terkait dan mencegah kemunduran
lebih lanjut
3. Pemberian kortikosteroid seperti deksametason sebagai terapi awal jangka untuk jangka
waktu yang pendek, pemberian preparat antiinflamasi, seperti aspirin serta NSAID untuk
mengurangi inflamasi dan edema pada tempat yang mengalami cedera.
4. Pemberian obat-obat relaksan otot, seperti diazepam, metokarbamol, serta siklobenzaprin
untuk mengurangi spasme otot akibat iritasi radiks saraf, penyuntikan epidural obat
anestesi pada tingkat protrusi untuk meredakan rasa nyeri.
5. Pembedahan yang meliputi laminektomi untuk mengangkat diskus yang mengalami
ekstrusi, penyatuan tulang vertebra (fusi spinal) untuk mengatasi ketidakstabilan
segmentel atau keduanya untuk menstabilkan tulang belakang.
6. Imobilisasi atau branching dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset.
7. Terapi diet untuk mengurangi berat badan.
8. Traksi lumbal, mungkin menolong tetapi biasanya resides.
9. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS).

6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
b. Riwayat Penyakit Sekarang.
1) Deskripsi gejala dan lamanya.
2) Dampak gejala terhadap aktifitas harian.
3) Respon terhadap pengobatan sebelumnya.
4) Riwayat trauma.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya.
1) Immunosupression (supresi imun).
2) Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (kanker).
3) Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kanker atau infeksi.
4) Nyeri yang memberat pada saat berbaring (tumor intraspinal atau infeksi) atau
pengurangan nyeri (Hernia Nukleus Pulposus / HNP).
5) Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati seronegatif : ankylosing
spondylitis, artritis psoriatik, spondiloartropati reaktif, sindroma fibrinomialgia).
6) Nyeri pada saat duduk (HNP, kelainan farset sendi, stenosis kanal, kelainan otot
paraspinal, kelainan sendi sakroiliaka, spondilosis / spondilolisis / spondilolistesis,
NBP-spesifik).
7) Adanya demam (Infeksi).
8) Gangguan normal (dismenore, pasca-menopause / andropause).
9) Keluhan viseral (referred pain).
10) Gangguan miksi.
11) Kelemahan motorik ektremitas bawah (kemungkinan lesi kauda ekwina).
12) Lokasi dan penjalaran nyeri.

7
3. Pemeriksaan Fisik.
a. Keadaan Umum.
1) Sistem Persyarafan (Pemeriksaan neurologik):
a) Pemeriksaan motorik.
b) Pemeriksaan sensorik.
c) Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus).
d) Pemeriksaan sistem otonom.
e) Tanda Patrick ( lesi coxae) dan Kontra Patrick ( lesi sakroiliaka).
2) Sistem Pernapasan.
Nilai frekuensi napas, kualitas, suara dan jalan napas.
3) Sistem Kardiovaskuler.
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas dan frekuensi.
4) Sistem Gastrointestinal.
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan, minum, peristaltik dan eliminasi.
5) Sistem Integumen.
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.
6) Sistem Reproduksi.
Untuk pasien wanita.
7) Sistem Perkemihan.
Nilai frekuensi BAK, warna, bau, volume.
b. Sistem persepsi dan sensori.
Pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa.
4. Pola fungsi kesehatan.
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
b. Pola aktivitas dan latihan.
Cara berjalan : pincang, diseret, kaku (merupakan indikasi untuk pemeriksaan
neurologis.
c. Pola nutrisi dan metabolisme.
d. Pola tidur dan istirahat.
Pasien LBP sering mengalami gangguan pola tidur di karenakan menahan nyeri yang
hebat.

8
e. Pola kognitif dan perseptual.
Perilaku penderita : apakah konsisten dengan keluhan nyerinya (kemungkinan kelainan
psikiatrik).
f. Persepsi diri/konsep diri.
g. Pola toleransi dan koping stress.
Nyeri yangn timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal sehingga penderita
berjalan sangat hati-hati untuk mengurangi rasa sakit tersebut (kemungkinan infeksi,
inflamasi, tumor atau fraktur).
h. Pola seksual reproduksi.
i. Pola hubungan dan peran.
j. Pola nilai dan keyakinan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Nyeri akut/ kronik berhubungan dengan agens injuri fisik (muskuloskeletal dan sistem
syaraf Vaskular)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, gangguan neuromuskular,
kekakuan sendi, kontraktur.Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (status
kesehatan)
3. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan adaptasi terhadap disabilitas fisik
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
8. Risiko jatuh

9
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Nyeri akut
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nyeri
diharapkan :
1) Melakukan pengkajian komprehensif yang meliputi
a. Kontrol nyeri
1. Mengenali kapan nyeri terjadi karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
2. Menggambarkan kapan terjadi nyeri
faktor pencetus
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
analgesic 2) Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai nyeri
4. Melaporkan gejalah nyeri yang tidak terkontrol pada
3) Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
professional kesehatan
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol nyeri
6. Mengenali apa yang terkait dengan gejalah nyeri
4) Membantu klien mengenali penyebab nyeri
b. Tingkat nyeri
1. Tidak ada nyeri yang di laporkan 5) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi
2. Panjang episode nyeri
nyeri
3. Ekspresi wajah baik
4. Tidak mengerang dan menangis 6) Kolaborasi pemberian analgesik
5. Tidak ada keringat yang berlebihan
7) Bantu klien mendapatkan posisi nyaman
6. Tidak ada mual
7. Tidak kehilangan nafsu makan 8) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyei yang
8. TTV dalam batas normal
dipakain selama pengkajian nyeri dilakukan
Pengaturan posisi
1) Imobilisasi atau topang bagian tubuh yang terganggu dengan
tepat
2) Jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang terganggu
3) Pertahankan posisi yang tepat saat mengatur posisi pasien

10
4) Pertahankan kesejajaran tubuh yang tepat
5) Minimalkan pergerakan secara tiba-tiba untuk mencegah
timbulnya nyeri. Lakukan perubahan posisi secara perlahan
dan evaluasi respon pasien ketikan melakukan pengaturan
posisi.
Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Perawatan Imobilisasi:
hambatan mobilitas fisik pasien berkurang dengan kriteria
hasil: 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
Kemampuan berpindah meningkat yang ditandai dengan: pasien saat latihan
1. Kemampuan klien meningkat dalam aktivitas fisik: 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
duduk dengan bantuan, miring kiri-miring kanan dengan sesuai dengan kebutuhan
bantuan 3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2. Mengerti tujuan dari peningkatan miobilitas 4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan mandiri sesuai kemampuan
kekuatan dan kemampuan berpindah 5. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
6. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
7. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
8. Monitor tingkat nyeri yang dirasakan pasien saat memberikan
latihan atau membantu merubah posisi pasien

Pengaturan Posisi
1. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
2. Imobilisasi dan sokong bagian tubuh yang terkena
dampak
3. Jangan memposisikan pasien dengan penekanan pada

11
bagian tubuh yang terkena dampak
Diagnosa : Ansietas
NOC NIC
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam ansietas teratasi Dukungan emosi
dengan kriteria hasil: 1. Dorong pasien untuk mengekspresikan perassan cemas,
klien mampu marah atau sedih
1. menyampaikan rasa cemas secara lisan 2. Berikan sentuhan sebagai bentuk dukungan
2. beristirahat/tidur 3. Rujuk untuk konseling sesuai kebutuhan
3. mengatasi perasaan gelisah
4. mengontrol penyebab cemas Konseling
5. menggunakan strategi koping dengan efektif 1. Bina hubungan saling percaya
6. mengendalikan respon ceman 2. Bersikap empati, hangat dan tulus
7. mengenali realita situasi kesehatan 3. Menjelaskan tujuan dan lama konseling
8. menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan 4. Bantu klien mengekspresikan perasaannya
9. mengekspresikan kedamaian dalam diri 5. Bantu klien mengidentifikasi masalah atau situasi yang
10. melaporkan perasaan berharga dalam hidup menyebabkan distress
11. mendapatkan dukungan sosial dari keluarga dan teman- 6. Bantu klien mengidentifikasi apa yang bisa dan tidak bisa
teman dilakukan terkait peristiwa yang dialami
12. menjalin hubungan sosial 7. Identifikasi adanya perbedaan pandangan klien dengan tim
13. mendapatkan perawatan sesui budaya kesehatan
14. memiliki keyakinan yang kuat, mampu berdoa, 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi kekuatan, dan hal yang
beribadah, mencintai dan memaafkan. dapat menguatkan dari peristiwa yang dialami.
15. berinteraksi dengan orang lain untuk berbagi ide, 9. Jangan mendukug pembuatan keputusan saat pasien berada
perasaan dan keyakinan. dalam kondisi stress
16. Menciptakan perasaan damai
Manajemen lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2. Letakkan benda yang sering digunakan dalam jangkauan
pasien
3. Sedaiakan tempat tidur yang bersih dan nyaman

12
4. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
5. Mencegah kebisingan yang berlebihan
6. Batasi pengungjung
7. Berikan informasi pada keluarga pasien mengenai lingkungan
yang aman bagi pasien

Teknik menenangkan
1. pertahankan kontak mata, sikap tenang dan hati-hati
2. berdiri disisi klien, berikan usapan punggung
3. kurangi stimuli yang menciptakan perasaan takut maupun
cemas
4. kaji orang yang dekat dengan klien yang dapat membantu
5. berikan kesempatan untuk menyendiri jika perlu
6. instruksikan klien untuk menggunakan metode mengurangi
kecemasan dengan teknik distraksi
7. kolaborasikan anti ansietas jika diperlukan
Dianosa : Defisit perawatan diri
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam Memandikan Pasien
perawatan diri pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil: 1. Mandikan pasien di tempat tidur dengan cara yang tepat
dan sesuai
Perawatan diri: kebersihan meningkat yang ditandai dengan: 2. Bersihkan kulit pasien mulai dari ekstremitas atas ke
1. Mencuci tangan
bawah, dari area proksimal ke distal dengan menggunakan
2. Mengeramas rambut
waslap dan air bersih yang mempunyai suhu yang nyaman
3. Memperhatikan kuku jari tangan dan kuku
3. Bantu dalam hal mengeramas rambut sesuai dengan
jari kaki
kebutuhan pasien
4. Mempertahankan kebersihan tubuh
4. Perhatikan dan jaga kebersihan kuku jari tangan dan jari
kaki
5. Monitor kondisi kulit saat memandikan pasien

13
6. Edukasi keluarga pasien tentang tujuan dan teknik
memandikan agar keluarga mampu melakukan perawatan
secara mandiri

Pengajaran: individu dan keluarga


1. Kaji tingkat kemampuan pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri (kebersihan)
2. Ajarkan kepada keluarga langkah memandikan klien di
tempat tidur dengan baik dan benar
3. Berikan kesempatan bagi pasien dan keluarga untuk
bertanya

Diagnosa: Gangguan pola tidur


NOC NIC
Setelah perawatan selama 2x24 jam, diagnosa dapat teratasi Manajemen Nyeri
dengan kriteria: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Observasi adanya petunjuk nonverbal terkait nyeri maupun
Tidur ketidaknyamanan terutama pada pasien yang tidak dapat
a. Klien melaporkan jam tidur tidak terganggu berbicara
b. Jam tidur yang diobservasi tidak terganggu c. Gunakan strategi komunkasi terapeutik untuk mengetahui
c. Klien melaporkan pola tidur tidak terganggu pengalaman klien terkait nyeri dan penerimaan klien terhadap
d. Klien melaporkan kualitas tidur baik nyeri
e. Klien melaporkan merasa segar setelah tidur d. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat memperberat
f. Klien melaporkan tidak kesulitan memulai tidur maupun mengurang nyeri
e. Evaluasi bersama klien efektifitas tindakan pengurangan nyeri
yang pernah dilakukan sebelumnya jika ada
f. Kendalikan faktor lingkunan yang dapat mempengaruhi nyeri
dan ketidaknyamanan
g. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam seperti
farmakologis dan non farmakolois untuk memfasilitasi
penurunan nyeri

14
h. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri sesuai dengan kebutuhan
i. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
j. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis seperti relaksasi
nafas dalam, aplikasi panas/dingin dan pijatan jika
memungkinkan.
k. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk menggunakan
teknik farmakologi jika memungkinkan
l. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri selama
pengkajian nyeri dilakukan
m. Mulai modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan
respon klien
n. Informasikan dengan tim kesehatan lain dan keluarga tentang
strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan untuk
mendorong preventif terkait dengan manajemen nyeri

Manajemen lingkungan
a. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
c. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
d. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan seperti
balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang tertekan,
sprei kusut, maupun lingkungan yang mengganggu
e. Sesuaikan suhu lingkungan yang dapat meningkatkan
kenyamanan bagi individu
f. Sesuaikan pencahayaan sesuai kebutuhan klien
g. Berikan klien posisi yang nyaman

Diagnosa : Konstipasi

15
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diperoleh Manajemen konstipasi
kriteria hasil : a. monitor tanda dan gejala konstipasi
b. monitor bising usus
Eliminasi Usus c. konsultasikan dengan dokter mengenai peningkatan atau
a. Klien melaporkan pola eliminasi tidak terganggu penurunan bising usus
b. Klien melaporkan warna feses tidak terganggu d. identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan konstipasi
c. Klien melaporkan lemak dalam feses tidak ada e. dukung peningkatan asupan cairan jika tidak ada kontra
d. Klien melaporkan darah dan mukus dalam feses tidak ada indikasi
f. instruksikan pasien atau keluarga memonitor warna, volume,
Perawatan ostomi sendiri frekuensi, dan konsistensi dari feses
a. klien mampu menjaga perawatan kulit disekitar ostomi g. instruksikan pada pasien dan keluarga untuk diet tinggi serat
b. klien mampu mengosongkan kantong stoma dengan cara yang tepat
c. klien mampu menganti kantung stoma
d. klien memonitor komplikasi yang berhubungan dengan Manajemen saluran cerna
stoma a. catat tanggal BAB terakhir
e. klien mampu memonitor jumlah dan konsistensi feses b. catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin,
dan penggunaan laksatif
c. ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung keteraturan aktivitas usus
d. anjurkan pasien dan keluarga untuk memonitor jumlah,
warna, dan konsistensi dari feses

Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


NOC NIC
Setelah perawatan selama 3x24 jam, diagnosa dapat teratasi Monitor nutrisi
dengan kriteria: a. Timbang berat badan pasien
b. Lakukan pengukuran antropometrik pada komposisi tubuh
Status nutrisi (asupan makanan dan cairan) seperti IMT
a. Asupan makanan secara oral menjadi adekuat. c. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
b. Asupan cairan secara oral menjadi adekuat d. Monitor turgor kulit dan mobilitas
c. Asupan cairan intravena menjadi adekuat e. Monitor adanya mual muntah

16
d. Asupan cairan parenteral menjadi adekuat f. Identifikasi abnormalitas eliminasi bowel
g. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir
Status Nutrisi ini
a. Asupan makanan tidak menyimpan dari rentang normal h. Lakukan evaluasi kemampuan menelan
b. Asupan cairan tidak menyimpang dari rentang normal i. Identifikasi adanya ketidaknormalan dalam rongga mulut
c. Rasio berat badan tidak menyimpang dari rentang j. Lakukan pemeriksaan laboratorium dan monitor hasil
normal koelsterol, albumin, dan lain-lain
k. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi
seperti ketersediaan dan kemudahan memperoleh makanan
l. tentukan rekomendasi pemberian nutrisi berdasaran
karakteristik klien

Diagnosa: Risiko jatuh


NOC NIC
Selama dilakukan perawatan, diharapkan risiko jatuh tidak a. Mengkaji riwayat jatuh klien
terjadi ,dengan kriteria : b. Identifikasi perilaku dan faktor resiko yang dapat
menyebabkan klien jatuh
a. Klien tidak jatuh saat berjalan c. Bantu ambulasi klien
b. Klien tidak jatuh dari tempat tidur d. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi
c. Klien tidak jatuh saat duduk klien
d. Klien tidak jatuh saat dipindahkan e. Monitor kemampuan klien untuk berpindah
f. Intruksikan klien untuk meminta bantuan jika memiliki
kesulitan dalam berpindah
g. Berikan penanda resiko jatuh pada gelang dan tempat tidur
pasien
h. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien

17
penyimpangan KDM Perubahan postur tubuh ekstrim/trauma

Usia lansia
HERNIA NUCLEUS Cedera anulus fibrosus
PULPOSUS
Anulus fibrosus melemah/mudah ruptur Ruptur anulus fibrosus
Penekanan radiks saraf
Cedera ringan atau perubahan posisi ringan Nukleus pulposus berpindah
Pelepasan histamine, prostaglandin,
bradikinin, dan serotonin yang HAMBATAN MOBILITAS FISIK
Anulus fibrosus ruptur merangsang nosiseptor
Koping tidak efektif Kemampuan berjalan terganggu
Nyeri di transmisikan melalui
serabut saraf A-delta dan C di ke
Kurang terpapar informasi
ANSIETAS sistem saraf pusat Tonus otot menurun
yeri punggung/ low back pain

Perubahan status kesehatan Nyeri di terjemahkan di korteks serebri


Nyeri menjalar ke lutut

Nyeri dipersepsikan
Nyeri saat bergerak
Nyeri saat berjalan
NYERI
Kesulitan tidur Jarang bergerak
RISIKO JATUH
Kelemahan otot abdomen
Gangguan siklus tidur Kelemahan otot
REM dan NREM Nyeri perut saat makanan masuk
hipoperistaltik

Klien terjaga Klien bed rest


Penurunan nafsu makan
Penumpukan feses di kolon

Ketidakmampuan merawat diri Intake menurun


GANGGUAN POLA Distensi abdomen
TIDUR KETIDAKSEIMBANGAN
DEFISIT KONSTIPASI NUTRIIS KURANG DARI
PERAWATAN DIRI KEBUTUHAN

18
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Kritis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Mutaqqin, A. (2008). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: MediAction

19
20

Anda mungkin juga menyukai