Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFENISI
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya
keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan
kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun
memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau
disebut juga fraktur patologis (Apley & Solomon, 2017).
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan
tangan menyangga dengan siku ekstensi.Fraktur radius dan ulna dapat terjadi pada 1/3
proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal.Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna
atau radius saja dengan atau tanpa dislokasi sendi.Fraktur radius ulna biasanya terjadi
pada anak-anak (Brunner & Suddarth, 2017).
Fraktur radius distal yaitu ketika pergelangan tangan terkena trauma keras ,
biasanya ketika menahan jatuh menggunakan telapak tangan. Sekitar 2-3 cm dari
tulang radius patah, kadang membentuk beberapa pigmen dan biasa menembus
sampai kepermukaan kulit (Brunner & Suddarth, 2010).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Lengan atas tersusun dari tulang lengan atas, tulang lengan bawah, dan tulang
tangan dimana tulang Lengan ini berfungsi sebagai tempat menempelnya otot utama
yang menggerakkan siku dan bahu, Tulang lengan yang satu ini berperan penting
dalam menciptakan gerak dan bekerja dalam aktifitas fisik seperti Mendorong atau
mengangkat beban. Di dalamnya memiliki sendi bola yang menjadikan mampu
bergerak bebas disertai beberapa syaraf dan pembuluh darah (Price dan Wilson, 2017)
Fungsi tulang adalah sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi
bentuk tubuh,untuk memberikan suatu sistem pengungkit, yang digerakan oleh kerja
otot-otot yang melekat pada tulang tersebut, sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium
dan elemen-elemen lain, untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan
trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu. (Muttaqin, 2017)
1. Tulang - tulang lengan bawah

Gambar 1.1 Anatomi Ulna dan Radius

Adalah ulna sisi medial dan tulang radius disisi lateral (sisi ibu jari) yang di
hubungkan dengan suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.
a. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma yang
terletak sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari kelingking arah ke
siku mempunyai taju yang disebut prosesus olekrani, gunanya ialah tempat
melekatnya otot dan menjaga agar siku tidak membengkok kebelakang.
Terdapat dua ekstremitas.
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris,
persendian dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat benjolan yang
disebut olekranon.Pada tepi distal dari insisura semilunaris ulna terdapat
prosesus koroideus ulna, bagian distal terdapat tuberositas ulna tempat
melekatnya M. brakialis, bagian lateral terdapat insisura radialis ulna yang
berhubungan dengan karpi ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai
prosessus stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat melekatnya tendo
M. ekstensor karpi ulnaris yaitu sulkus M. ekstensor karpi ulnaris.
b. Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar dengan
ibu jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran sendinya berbentuk
bundar yang memungkinkan lengan bawah dapat berputar atau
telungkup.Terdapat dua ujung (ekstremitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput radii yang
terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian dengan
humeri.Sirkumferensia artikularis yang merupakan lingkaran yang menjadi
tepi kapitulum radii dipisahkan dengan insisura radialis ulna.Kapitulum radii
dipisahkan oleh kolumna radii dari korpus radii, bagian medial kolumna radii
terdapat tuberositas radii tempat melekatnya M. biseps brakhii.Korpus radii
berbentuk prisma mempunyai tiga permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata daripada
bagian dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ekstensor karpi radialis.Di sebelah
lateral sulkus M. ekstensor kommunis dan diatara kedua sulkus ini terdapat
sulkus M. ekstensor polisis longus.Sebelah lateralis ekstremitas lateralis radii
terdapat tonjolan yangdisebut prosesus stiloideus radii, bagian medial
ditemukan insisura ulnaris radii untuk persendian dengan kapitulum.

C. ETIOLOGI
Etiologi fraktur adalah hal-hal yang dapat menyebabkan fraktur, antara lain
cedera / luka, stres yang berulang, dan abnormalitas tulang (patologis). Umumnya,
fraktur disebabkan oleh tabrakan mendadak atau berlebihan yang dapat berupa
tabrakan langsung dan tidak langsung. Dengan tabrakan langsung, tulang akan rusak
pada tempat terkena dan jaringan lunak akan rusak juga. Dengan tabrakan tidak
langsung, tulang akan rusak pada tempat yang jauh dari posisi tabrakan dan tidak
terjadi kerusakan pada ringan lunak tempat fraktur. Fraktur yang disebabkan oleh
stres berulang atau kelelahan muncul pada tulang normal yang terusmenerus
melakukan aktivitas berat seperti atlet, dancer, anggota militer yang melakukan
program latihan berat. Fraktur dapat terjadi hanya dengan gerakan normal jika tulang
telah melemah atau mengalami perubahan struktur karena adanya kondisi patologis,
seperti osteoporosis, osteogenesis imperfecta atau sindrom Paget, atau lesi litik seperti
kista tulang atau metastasis (Apley & Solomon, 2017).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar ke
tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk melawan tekanan
berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut (Price dan Wilson, 2013). Disaat demikian
itu, terjadilah trauma yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang.Setelah fraktur terjadi, peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks
marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul
pendarahan pada sekitar patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di dalamnya
sehingga terbentuk hematoma pada rongga medulla tulang, edema, dan nekrokrik
sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian distal tubuh (Price dan Wilson, 2017).

D. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Fraktur Secara Umum
Menurut Price dan Wilson, (2017); Muttaqin, (2017) Fraktur di Klasifikasikan
sebagai berikut :
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
Fraktur tertutup ada beberapa klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma yaitu:
o Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedt atau tanpa cedera jarngan lunak
sekitarnya
o Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan
o Tingat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagan dala dan pebengaan
o Tngat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

Gambar 1.2 Fraktur Tertutup & Terbuka.


b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
3) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
4) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
5) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang
Gambar 1.3 Fraktur : Kominuta, Greenstick, Impaksi dan Fissura.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
3) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
4) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
e. Fraktur berdasarkan keparahannya
1) Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
2) Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
3) Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3
harus sedera ditangani karena resiko infeksi
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2016), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal,
dan perubahan warna, yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada
setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau
fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAKTUR
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang (Black & Hawks, 2019).

G. FATOFISIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2017); Smeltzer & Bare (2016) Fatofisiologi
Fraktur secara umum adalah :
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada
tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas
tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang
menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat
perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan
masalah keperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Dari kerusakan integritas kulit
memudhkan kuman untuk masuk sehingga bisa muncul masalah keperawatan resiko
infeksi, Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya
pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan.
Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan
cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir
pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik
jika perdarahan tidak segera dihentikan. Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen
tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari
fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh
yang lain menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat
perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul
masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang
sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri. Beberapa waktu setelah
fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan melakukan mekanisme perlindungan
pada area fraktur dengan melakukan spasme otot.
Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen
tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan
pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang
mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan
cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial
turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang
berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar
atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau
penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan
masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan perfusi
jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan
tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan
katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin berperan dalam
memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga asam-asam lemak tersebut
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga
menyumbat pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan.

H. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Price & Wilson (2017), kompliksi dari Fraktur
secara umum sebagai berikut:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah
fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada
pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan
pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan
dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari
tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas
yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Resiko terjadinya
sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah
tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat
menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi
secara permanen atau hilangnya fungsi ekstremitas dapat terjadi.
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi,
CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkmans Ischemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut pada multiple fraktur antara lain:
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Contoh
yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian
diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan rotasi dari
fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah
gips dibuka ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke
luar, dan penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam
posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis
yang cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik
b. Gips yang menjadi longgar harus diganti seperlunya
Fragmen-fragmen tulang yang patah dan bergeser sesudah direduksi
harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan radiografi
serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan
imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan operasi.
c. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang
merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang
tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak
menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun
tertutup, adanya interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua
fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi,
pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

I. FATHWAY

Ostoporosis,
Jatuh, hematoma, Tekanan Trauma tidak osteomeilitis,
Trauma lansung langsung
kecelakan,dll pada tulang keganasan,dll

Tidak mampu meredam Kondisi


energi yang terlalu besar patologis

Tulang rapuh

Tidak mampu menahan


Fraktur berat badan
Pergeseran fragmen tulang

Merusak jaringan sekitar

Menembus kulit Pelepasan mediator nyeri Deformitas


Pelepsan Trauma
(Fraktur terbuka) (Histamin, prostaglandin, mediator arteri/venaa
bradikinin, serotonin dll) inflamasi Gangguan fungsi
Kerusakan
integritas jaringan Perdarahan
Vasodiltasi
Ditangkap reseptor Hambatan
nyeri mobilitas fisik
Tidak
Kerusakan Peningkatan
terkontrol
pertahanan primer aliran darah
Presepsi nyeri

Post de entry Peningkatan Kehilangan volume


kuman Nyeri akut permabilitas cairan berlebihan
kapiler
Risiko
Risiko syok
infeksi Kebocoran cairan ke intertisial hipovolemik

Menekan pembuluh
darah kapiler

Perfusi jaringan
tidak fektif
Sumber : Smeltzer & Bare (2017); Brunner & Suddarth (2017)

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-ray, untuk menentukan lokasi/ luasnya fraktur,
2. Scan tulang, untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas dan mengidentifikasi
keluasan kerusakan jaringan lunak,
3. Arteriogram, untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler,
4. Hitung darah lengkap, untuk mengetahui adanya hemokonsentrasi yang meningkat,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan, dsb,
5. Kreatinin, adanya trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal,
6. Profil koagulasi, untuk mengetahui adanya kehilangan darah, tarnsfusi atau cedera
hati (Nurarif & Kusuma, 2018).

K. PENATALAKSANAAN
1. Enam prinsip penanganan Fraktur Chairuddin, (2018) :
a. Firstly do no harm. Lakukan penanganan pada pasien fraktur dengan tidak
menambah keparahan fraktur.
b. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis. Penanganan
dilakukan berdasarkan diagnosa yang akurat.
c. Select treatment with specific aims. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus,
yaitu menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen,
mengusahakan terjadinya penyambungan tulang, mengembalikan fungsi
secara optimal.
d. Cooperate with the “law of nature”. Mengingat bahwa prinsip pengobatan
terkait dengan hukum penyembuhan alami.
e. Be realistic an practical in your treatment. Pemilihan pengobatan pasien
fraktur bersifat realistik dan praktis.
f. Select treatment for your patient as an individual. Berikan pengobatan yang
memang sesuai dan dibutuhkan pasien.
2. Menurut Apley & Solomon (2013) penanganan fraktur dibedakan berdasarkan
fraktur terbuka dan tertutup :
a. Penanganan Fraktur Terbuka
Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga penting untuk
mencoba mencegah terjadinya infeksi. Untuk mencegah terjadinya infeksi
terdapat empat hal penting yaitu :

1) Pembalutan luka
Menutup kulit atau tidak dapat menjadi suatu keputusan yang sukar.
Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam
beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan debrideman dapat dijahit
atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka tipelain harus dibiarkan terbuka
hingga bahaya tegangan infeksi telah terlewati. Setelah itu luka dibalut
sekedarnya dengan kasa steril dan diperiksa setelah lima hari kalau bersih,
bila luka telah bersih, luka itu dapat dijahit atau dilakukkan pencangkokan
kulit.
2) Profilaksis antibiotika
Penanganan dini luka harus tetap ditutup hingga pasien tiba dikamar
bedah.Antibiotika diberikan secepat mungkin dan dilanjutkan hingga
bahaya infeksi terlewati. Pada umumnya pemberian kombinasi
benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan
mencukupi. Pemberian profilaksis tetanus juga penting diberikan pada
mereka yang sebelumnya telah diimunisasi kalau belum, berilah antiserum
manusia.
3) Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari bahan asing dan dari
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluru bagian itu
4) Stabilisasi fraktur
Stabilitas fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
Untuk luka tipe I atau tipe II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh
menggunakan gips atau untuk femur digunakan traksi .
b. Penanganan fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi untuk memperbaiki
posisi fragmen, diikuti dengan pembalutan untuk mempertahankan secara
bersama-sama sebelum fragmen menyatu. Sementara itu, gerakan sendi dan
fungsi harus dipertahankan. Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan
fisiologis pada tulang, sehingga diawal proses penyembuhan dianjurkan untuk
melakukan aktivitas otot dan penahanan beban. Tujuan ini tercakup dalam tiga
hal, yaitu :
1) Reduksi. Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan lokasi
anatomis. Reduksi terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a) Reduksi tertutup. Umumnya digunakan untuk semua fraktur dengan
pergeseran minimal.
b) Reduksi terbuka. Diindikasikan bila reduksi tertutup gagal, fragmen
artikular besar, dan bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya
terpisah
2) Mempertahankan reduksi. Metode yang tersedia untuk mempertahankan
reduksi adalah :
a) Traksi terus menerus
b) Pembebatan dengan gips
c) Pemakaian penahan fungsional
d) Fiksasi internal
e) Fiksasi eksternal
3) Latihan. Tujuan dari melakukan latihan adalah mengurangi edema,
mempertahankan gerak sendi, memulihkan tenaga otot danmemandu
pasien kembali ke aktivitas normal

L. Proses Penyembuhan
Proses penyembuhan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2017) yaitu:
1) Fase hematoma (0-3 hari)
Terjadi inflamasi lokal akibat perdarahan namun tidak diserap kembali.
Berubah dan berkembang menjadi granulasi
2) Fase proliferasi sel (3 hari-2 minggu)
Ujung peri-endosteum dan sumsum tulang mensuplai sel. Terbentuk
fibrokartilago, hialin kartialgo, dan jaringan penyambung fibrosis. Terbentuk
colar (jembatan), mengelilingi ujung distal dan proksimal fraktur, dan
menyambung
3) Fase prokalus (3-10 hari setelah granulasi)
Kartilago dan matriks tulang melebur membentuk pro-kalus (anyaman tulang),
melindungi tulang tapi tidak kuat. Maksimal 14-21 hari. Bentuk lebih besar
dari tulang normal, masih perlu immobilisasi.
4) Fase osifikasi (3-10 minggu)
Kalus permanen menutup celah fraktur. Pertama: eksternal kalus-periosteum
dan korteks. Kedua: internal kalus-medulary plug. Ketiga: intermediate.
Kekuatan hampir sempurna.
5) Fase remodeling/konsolidasi (sampai satu tahun)
Kelebihan osteoblas diabsorpsi, bentuk semakin langsing, kekuatan sempurna.

M. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN


Menurut Doenges(2017) pengkajian fokus yang perlu diperhatikan pada pasien
fraktur meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang tibia,
pertolongan apa yang didapatkan, apakah sudah berobat. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lainnya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia
proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau
oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab
utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang
atau menyebabkan fraktur pathologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain
itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomyelitis
akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang tibia adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardi (respon stress,
hipovolemia), Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera;
pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Gejala : hilang gerakan/sensasi, spasme otot, Kebas/kesemutan
(parestesis)Tanda : deformitas local : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala ; Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi) tidak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
memperberat dan faktor yang memperingan/mengurangi nyeri
2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
e. Keamanan
Tanda: aserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warnaPembengkakan local. Dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba.
N. DIAGNOSA KEPRAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang edema dan cedera pada jaringan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusaka
musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan/tahanan.
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat
adanya trauma jaringan tulang
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi : pen, kawat, sekrup (Judith, M. Wilkinson, 2016).
O: Rencana Keperawatan

Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


prosedur invasive keperawatan diharapkan tingkat  Monitor kepuasan pasien
(pembedahan) nyeri klien berkurang: terhadap manajemen nyeri
Setelah dilakukan tindakan dalam interval yang spesifik
keperawatan diharapkan klien  Lakukan pengkajian nyeri
dapat mengontrol nyeri nya secara komprehensif yang
dengan kriteria hasil yaitu: meliputi lokasi, karakteristik,
Kontrolnyeri onset/durasi, frekuensi,
 Mampu mengontrol kualitas, intensitas atau
nyeri (tahu penyebab beratnya nyeri dan faktor
nyeri, mampu pencetus
menggunakan tehnik  Gali bersama pasien faktor-
nonfarmakologi untuk faktor yang dapat mengurangi
mengurangi nyeri, dan memperberat nyeri
mencari bantuan)  Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa
pengalaman nyeri dan
nyeri berkurang
sampaikan penerimaan pasien
dengan menggunakan
terhadap nyeri
manajemennyeri
 Kurangi atau eliminasi faktor-
 Mampu mengenali faktor yang dapat
nyeri (skala, intensitas, mencetuskan atau
frekuensi dan tanda meningkatkan nyeri
nyeri)  Gunakan tindakan pengontrol
 Menyatakan rasa nyeri sebelum bertambah
nyaman setelah berat
nyeriberkurang  Berikan informasi yang akurat
 Tanda vital dalam untuk meningkatkan
rentangnormal pengetahuan dan respon
keluarga terhadap pengalaman
nyeri
 Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam
(farmakologi/nonfarmakologi)
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi (relaksasi,
hypnosis, terapi music, dll)
 Kolaborasi dengan
pasien/orang terdekat/petugas
kesehatan untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
 Kolaborasi dengan dokter
terkait terapi farmakologi
yang tepat
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Manajemen tekanan
integritas kulit b/d keperawatan diharapkan Monitor kulit akan adanya
trauma jaringan integritas kulit klien baik kemerahan
post pembedahan
dengan kriteria hasil:  Monitor aktivitas dan
Intergritas jaringan: kulit mobilisasi pasien
dan membran mukus  Monitor status nutrisipasien
 Integritas kulit yang Anjurkan pasien untuk
baik bisa dipertahankan menggunakan pakaian yang
 Melaporkan adanya longgar
gangguansensasi  Hindari
atau kerutan pada
nyeri pada daerah kulit tempattidur
yang  Jaga kebersihan kulit agar tetap
mengalamigangguan bersih dankering
 Menunjukkan  Mobilisasi pasien (ubah posisi
pemahaman dalam pasien) setiap dua jamsekali
proses perbaikan kulit  Memandikan pasien dengan
dan mencegah terjadinya sabun dan airhangat
sederaberulang
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi
(luka post-op) keperawatan diharapkan tidak  Monitor area yang steril
tampak tanda infeksi setelah untuk mencegah infeksi
prosedur invasive dengan
kriteria hasil:  Monitor suhu tubuh klien
Kontrolresiko  Monitor tanda dan gejala
 Klien bebas dari tanda infeksi sistemik dan lokal
dan gejala infeksi
 Menunjukkan  Inspeksi kulit dan membran
kemampuan untuk mukosa terhadap kemerahan,
mencegah panas, drainase
timbulnyainfeksi
 Pertahankan teknik aseptik
 Jumlah leukosit dalam
batasnormal  Cuci tangan setiap sebelum
 Menunjukkan perilaku dan sesudah tindakan
hidupsehat keperawatan
 Ganti letak IV perifer dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Anjurkan klien untuk
meningkatkan intake nutrisi
tinggi protein
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
antibiotik

Hambatan Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan: ambulasi


keperawatan diharapkan  Monitor vital sign klien
mobilitas fisik b/d
mobilitas fisik klien dapat
 Kaji kemampuan klien dalam
cedera jaringan teratasi dengan kriteria hasil:
 Tingkatmobilitas mobilisasi
sekitar (fraktur)
 Perawatan diri:ADL  Bantu pasien untuk berpindah
Kriteria Hasil: sesuai dengan kebutuhan
 Klien meningkat dalam  Latih klien dalam pemenuhan
aktivitas fisik
kebutuhan ADL secara
 Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas mandiri sesuai kemampuan
 Memverbalisasikan  Berikan alat bantu jika klien
perasaan dalam memerlukan
meningkatkan kekuatan
 Ajarkan pasien bagaimana
dan kemampuanberpindah
merubah posisi dan berikan
Memperagakan penggunaan alat
bantuan jika diperlukan
Bantu untuk mobilisasi(walker)
 Kolaborasikan dengan klien
dan keluarga untuk
memperhatikan teknik
ambulasi yang tepat
Kolaborasikan dengan petugas
kesehatan lainnya dalam terapi latihan
lainnya untuk proses pemulihan
aktivitas klien
Resikosyokhipovo Setelah dilakukan tindakan Manajemen syok :volume
lemik b/d keperawatan diharapkan tidak  Monitor tanda dan gejala
perdarahan akibat terjadi syok hipovolemik perdarahan yangkonsisten
pembedahan
dengan kriteria hasil:  Cegah kehilangan darah (ex :
Deteksi resiko melakukan penekanan pada
 Kenali tanda dan gejala tempat terjadiperdarahan)
yang mengindikasikan  Berikan cairanIV
risiko syok  Catat Hb/Ht sebelum dan
 Cari validasi dari risiko sesudah kehilangan darah
yang dirasakan sesuaiindikasi
 Pertahankan info terbaru  Berikan tambahan darah (ex :
tentang riwayatpribadi platelet, plasma) yangsesuai
 Gunakan
sumberinformasi tentang
risiko potensial
DAFTAR PUSTAKA

Apley G, & Solomon L. 2017. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta :
Widya Medika. hlm. 240-63.
Black & Hawks. (2014), Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen. Jakarta: Salemba
Medika. Muttaqin. (2011), buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan sistim
muskuluskeletal. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth. (2010).Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition.
China : LWW.
Brunner & Suddarth, 2017, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Chairuddin R. 2018. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : Yarsif Watampone.
Hlm. 20-25
Doengoes E.Marilyn. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Judith, M. Wilkinson, 2016, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. 2017. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2018. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2.
Mediaction. Yogyakarta.
Price, S.A. Wilson, L.M. 2017. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi IV. Jakarta: EGC
Setiawan Wahyudi, (2018). Identifikasi Fraktur Pada Tulang Tibia Dan Fibula
Mengguakan Algoritma Support Vector Machine (Svm). SKRIPSI. Program
Studi Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi
Universitas Sumatera Utara Medan. Dilihat 11 November 2019.
Smeltzer & Bare. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai