Disusun Oleh:
SHERLI YULIANA DEVI
20100003
Adalah ulna sisi medial dan tulang radius disisi lateral (sisi ibu jari) yang di
hubungkan dengan suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.
a. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma yang
terletak sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari kelingking arah
ke siku mempunyai taju yang disebut prosesus olekrani, gunanya ialah
tempat melekatnya otot dan menjaga agar siku tidak membengkok
kebelakang. Terdapat dua ekstremitas.
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris,
persendian dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat benjolan
yang disebut olekranon. Pada tepi distal dari insisura semilunaris ulna
terdapat prosesus koroideus ulna, bagian distal terdapat tuberositas ulna
tempat melekatnya M. brakialis, bagian lateral terdapat insisura radialis
ulna yang berhubungan dengan karpi ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai
prosessus stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat melekatnya
tendo M. ekstensor karpi ulnaris yaitu sulkus M. ekstensor karpi ulnaris.
b. Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar
dengan ibu jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran sendinya
berbentuk bundar yang memungkinkan lengan bawah dapat berputar atau
telungkap. Terdapat dua ujung (ekstermitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput radii
yang terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian dengan
humeri. Sirkumferensia artikularis yang merupakan lingkaran yang
menjadi tepi kapitulum radii dipisahkan dengan insisura radialis
ulna.Kapitulum radii dipisahkan oleh kolumna radii dari korpus radii,
bagian medial kolumna radii terdapat tuberositas radii tenmpat melekatnya
M. biseps brakhii.Korpus radii berbentuk prisma mempunyai tiga
permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata daripada
bagian dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ckstensor karpi radialis. Di
sebelah lateral sulkus M. ekstensor kommunis dan diatara kedua sulkus ini
terdapat sulkus M. ekstensor polisis longus.Sebelah lateralis ekstremitas
lateralis radii terdapat tonjolan yangdisebut prosesus stiloideus radii,
bagian medial ditemukan insisura ulnaris radii untuk persendian dengan
kapitulum.
B. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan
dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak
hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
nengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang
relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan
tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Apley & Solomon,
2017).
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat
jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.Fraktur radius dan ulna dapat
terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal.Fraktur dapat terjadi pada
salah satu tulang ulna atau radius saja dengan atau tanpa dislokasi sendi.Fraktur
radius ulna biasanya terjadi pada anak-anak (Brunner & Suddarth, 2017).
Fraktur radius distal yaitu ketika pergelangan tangan terkena trauma
keras , biasanya ketika menahan jatuh menggunakan telapak tangan. Sekitar 2-
3 cm dari tulang radius patah, kadang membentuk beberapa pigmen dan biasa
menembus sampai kepermukaan kulit (Brunner & Suddarth, 2010).
D. Etiologi
Etiologi fraktur adalah hal-hal yang dapat menyebabkan fraktur, antara
lain cedera / luka, stres yang berulang, dan abnormalitas tulang (patologis).
Umumnya, fraktur disebabkan oleh tabrakan mendadak atau berlebihan yang
dapat berupa tabrakan langsung dan tidak langsung. Dengan tabrakan langsung,
tulang akan rusak pada tempat terkena dan jaringan lunak akan rusak juga.
Dengan tabrakan tidak langsung, tulang akan rusak pada tempat yang jauh dari
posisi tabrakan dan tidak terjadi kerusakan pada ringan lunak tempat fraktur.
Fraktur yang disebabkan oleh stres berulang atau kelelahan muncul pada tulang
normal yang terus menerus melakukan aktivitas berat seperti atlet, dancer,
anggota militer yang melakukan program latihan berat. Fraktur dapat terjadi
hanya dengan gerakan normal jika tulang telah melemah atau mengalami
perubahan struktur karena adanya kondisi patologis, seperti osteoporosis,
osteogenesis imperfecta atau sindrom Paget, atau lesi litik seperti kista tulang
atau metastasis (Apley & Solomon, 2017).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar
ke tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk
melawan tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut (Price dan
Wilson, 2013). Disaat demikian itu, terjadilah trauma yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah fraktur terjadi,
peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marow dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul pendarahan pada sekitar
patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di dalamnya sehingga terbentuk
hematoma pada rongga medulla tulang, edema, dan nekrokrik sehingga terjadi
gangguan hantaran ke bagian distal tubuh (Price dan Wilson, 2017).
E. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2017); Smeltzer & Bare (2016)
Fatofisiologi
Fraktur secara umum adalah :
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis
pada tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan
diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam
beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur
meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan
jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan
integritas kulit. Dari kerusakan integritas kulit memudhkan kuman untuk
masuk sehingga bisa muncul masalah keperawatan resiko infeksi, Perlukaan
kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah
vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan
pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup
lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir
pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok
hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan. Perubahan jaringan
sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur
karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area
ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki
keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada
area deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa
gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan
masalah keperawatan berupa nyeri. Beberapa waktu setelah fraktur terjadi,
otot-otot pada area fraktur akan melakukan mekanisme perlindungan pada area
fraktur dengan melakukan spasme otot.
Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran
fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan
peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk
melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam
beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial
oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau
penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan
masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan
perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang
meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh
melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin
berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga
asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan menmbentuk
emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.
F. Pathway
G. Penatalaksanaan
1. Enam prinsip penanganan Fraktur Chairuddin, (2018) :
a. Firstly do no harm. Lakukan penanganan pada pasien fraktur dengan
tidak menambah keparahan fraktur.
b. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis. Penanganan
dilakukan berdasarkan diagnosa yang akurat.
c. Select treatment with specific ains. Seleksi pengobatan dengan tujuan
khusus, yaitu menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari
fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan tulang,
mengembalikan fungsi secara optimal.
d. Cooperate with the "law of nature". Mengingat bahwa prinsip
pengobatan terkait dengan hukum penyembuhan alami.
e. Be realistic an practical in your treatment. Pemilihan pengobatan pasien
fraktur bersifat realistik dan praktis.
f. Select treatment for your patient as an individual. Berikan pengobatan
yang memang sesuai dan dibutuhkan pasien.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk menilai fraktur. Beberapa
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah sebagaimana berikut.
1. Rontgen
Prinsip utama penilaian fraktur radius distal adalah lokasi fraktur, fraktur
simpel atau kominutif, ditemukan pergeseran atau tidak, ada/tidaknya
subluksasi atau dislokasi sendi radioulnar, adanya cedera jaringan sekitar
fraktur, dan gambaran osteopenia.
Berikut ini adalah gambaran radiologi khas fraktur Colles dan fraktur
Barton.
Fraktur Colles:
Fraktur Barton:
I. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Price & Wilson (2017), kompliksi dari
Fraktur secara umum sebagai berikut:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan ( banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi
saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang
intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut
dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian
syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri
hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas
yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Resiko
terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma
otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan
hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang ter la lu
dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen
ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya
fungsi ekstremitas dapat terjadi.
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematonma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh perubahan posisi pada
yang sakit, Tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut pada multiple fraktur antara
lain:
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau
miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat
dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah
kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuka ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak
dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral.
Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang
cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik
b. Gips yang menjadi longgar harus diganti seperlunya
Fragmen-fragmen tulang yang patah dan bergeser sesudah
direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan
pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali
dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan
tindakan operasi.
c. Delay ed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan, fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion,
diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang
kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya
interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua fragmen
tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi pola
spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
J. Pengkajian Keperawatan
Menurut Doenges(2017) pengkajian fokus yang perlu diperhatikan pada
pasien fraktur meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang tibia,
pertolongan apa yang didapatkan, apakah sudah berobat. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui
luka kecelakaan yang lainnya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur
tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan
tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang edema dan cedera pada jaringan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusaka musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan/tahanan.
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya aliran
darah akibat adanya trauma jaringan tulang
5. Resiko infeksi berhubungan den gan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi : pen, kawat, sekrup (Judith, M. Wilkinson, 2016).