Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn. Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR


RADIUS DISTAL DI RUANG CAMAR
RSPAU Dr. S. HARJOLUKITO

Disusun Oleh:
SHERLI YULIANA DEVI
20100003

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
2023
A. Anatomi dan Fisiologi
Lengan atas tersusun dari tulang lengan atas, tulang lengan bawah, dan
tulang tangan dimana tulang Lengan ini berfungsi sebagai tempat
menempelnya otot utama yang menggerakkan siku dan bahu, Tulang lengan
yang satu ini berperan penting dalam menciptakan gerak dan bekerja dalam
aktifitas fisik seperti Mendorong atau mengangkat beban. Di dalamnya
memiliki sendi bola yang menjadikan mampu bergerak bebas disertai beberapa
syaraf dan pembuluh darah (Price dan Wilson, 2017)
Fungsi tulang adalah sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan
memberi bentuk tubuh, untuk memberikan suatu sistem pengungkit, yang
digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut, sebagai
reservoir kalsium, fosfor, natrium dan elemen-elemen lain, untuk menghasilkan
sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang
tertentu. (Muttaqin, 2017)

Tulang – tulang lengan bawah

Gambar 1.1 Anatomi Ulna dan Radius

Adalah ulna sisi medial dan tulang radius disisi lateral (sisi ibu jari) yang di
hubungkan dengan suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.
a. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma yang
terletak sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari kelingking arah
ke siku mempunyai taju yang disebut prosesus olekrani, gunanya ialah
tempat melekatnya otot dan menjaga agar siku tidak membengkok
kebelakang. Terdapat dua ekstremitas.
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris,
persendian dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat benjolan
yang disebut olekranon. Pada tepi distal dari insisura semilunaris ulna
terdapat prosesus koroideus ulna, bagian distal terdapat tuberositas ulna
tempat melekatnya M. brakialis, bagian lateral terdapat insisura radialis
ulna yang berhubungan dengan karpi ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai
prosessus stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat melekatnya
tendo M. ekstensor karpi ulnaris yaitu sulkus M. ekstensor karpi ulnaris.

b. Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar
dengan ibu jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran sendinya
berbentuk bundar yang memungkinkan lengan bawah dapat berputar atau
telungkap. Terdapat dua ujung (ekstermitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput radii
yang terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian dengan
humeri. Sirkumferensia artikularis yang merupakan lingkaran yang
menjadi tepi kapitulum radii dipisahkan dengan insisura radialis
ulna.Kapitulum radii dipisahkan oleh kolumna radii dari korpus radii,
bagian medial kolumna radii terdapat tuberositas radii tenmpat melekatnya
M. biseps brakhii.Korpus radii berbentuk prisma mempunyai tiga
permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata daripada
bagian dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ckstensor karpi radialis. Di
sebelah lateral sulkus M. ekstensor kommunis dan diatara kedua sulkus ini
terdapat sulkus M. ekstensor polisis longus.Sebelah lateralis ekstremitas
lateralis radii terdapat tonjolan yangdisebut prosesus stiloideus radii,
bagian medial ditemukan insisura ulnaris radii untuk persendian dengan
kapitulum.

B. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan
dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak
hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering
nengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang
relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan
tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Apley & Solomon,
2017).
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat
jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.Fraktur radius dan ulna dapat
terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal.Fraktur dapat terjadi pada
salah satu tulang ulna atau radius saja dengan atau tanpa dislokasi sendi.Fraktur
radius ulna biasanya terjadi pada anak-anak (Brunner & Suddarth, 2017).
Fraktur radius distal yaitu ketika pergelangan tangan terkena trauma
keras , biasanya ketika menahan jatuh menggunakan telapak tangan. Sekitar 2-
3 cm dari tulang radius patah, kadang membentuk beberapa pigmen dan biasa
menembus sampai kepermukaan kulit (Brunner & Suddarth, 2010).

C. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer & Bare (2016), manifestasi klinis fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektrenmitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna, yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan defomitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas nomal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
e. Pembengkakan dan penubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala
tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada
fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda
fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
mengalami cedera pada daerah tersebut.

D. Etiologi
Etiologi fraktur adalah hal-hal yang dapat menyebabkan fraktur, antara
lain cedera / luka, stres yang berulang, dan abnormalitas tulang (patologis).
Umumnya, fraktur disebabkan oleh tabrakan mendadak atau berlebihan yang
dapat berupa tabrakan langsung dan tidak langsung. Dengan tabrakan langsung,
tulang akan rusak pada tempat terkena dan jaringan lunak akan rusak juga.
Dengan tabrakan tidak langsung, tulang akan rusak pada tempat yang jauh dari
posisi tabrakan dan tidak terjadi kerusakan pada ringan lunak tempat fraktur.
Fraktur yang disebabkan oleh stres berulang atau kelelahan muncul pada tulang
normal yang terus menerus melakukan aktivitas berat seperti atlet, dancer,
anggota militer yang melakukan program latihan berat. Fraktur dapat terjadi
hanya dengan gerakan normal jika tulang telah melemah atau mengalami
perubahan struktur karena adanya kondisi patologis, seperti osteoporosis,
osteogenesis imperfecta atau sindrom Paget, atau lesi litik seperti kista tulang
atau metastasis (Apley & Solomon, 2017).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar
ke tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk
melawan tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut (Price dan
Wilson, 2013). Disaat demikian itu, terjadilah trauma yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah fraktur terjadi,
peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marow dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul pendarahan pada sekitar
patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di dalamnya sehingga terbentuk
hematoma pada rongga medulla tulang, edema, dan nekrokrik sehingga terjadi
gangguan hantaran ke bagian distal tubuh (Price dan Wilson, 2017).

E. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2017); Smeltzer & Bare (2016)
Fatofisiologi
Fraktur secara umum adalah :
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis
pada tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan
diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam
beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur
meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan
jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan
integritas kulit. Dari kerusakan integritas kulit memudhkan kuman untuk
masuk sehingga bisa muncul masalah keperawatan resiko infeksi, Perlukaan
kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah
vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan
pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup
lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir
pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok
hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan. Perubahan jaringan
sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur
karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area
ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki
keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada
area deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa
gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan
masalah keperawatan berupa nyeri. Beberapa waktu setelah fraktur terjadi,
otot-otot pada area fraktur akan melakukan mekanisme perlindungan pada area
fraktur dengan melakukan spasme otot.
Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran
fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan
peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk
melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma.
Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam
beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial
oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau
penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan
masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan
perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang
meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh
melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin
berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga
asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan menmbentuk
emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.

F. Pathway

G. Penatalaksanaan
1. Enam prinsip penanganan Fraktur Chairuddin, (2018) :
a. Firstly do no harm. Lakukan penanganan pada pasien fraktur dengan
tidak menambah keparahan fraktur.
b. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis. Penanganan
dilakukan berdasarkan diagnosa yang akurat.
c. Select treatment with specific ains. Seleksi pengobatan dengan tujuan
khusus, yaitu menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari
fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan tulang,
mengembalikan fungsi secara optimal.
d. Cooperate with the "law of nature". Mengingat bahwa prinsip
pengobatan terkait dengan hukum penyembuhan alami.
e. Be realistic an practical in your treatment. Pemilihan pengobatan pasien
fraktur bersifat realistik dan praktis.
f. Select treatment for your patient as an individual. Berikan pengobatan
yang memang sesuai dan dibutuhkan pasien.

2. Menurut Apley & Solomon (2013) penanganan fraktur dibedakan


berdasarkan fraktur terbuka dan tertutup :
a. Penan ganan Fraktur Terbuka Semua fraktur terbuka harus dianggap
terkontaminasi, sehingga penting untuk mencoba mencegah terjadinya
infeksi. Untuk mencegah terjadinya infeksi terdapat empat hal penting
yaitu :
1) Pembalutan luka
Menutup kulit atau tidak dapat menjadi suatu keputusan yang
sukar. Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut
dalam beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan debrideman
dapat dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka tipelain
harus dibiarkan terbuka hingga bahaya tegangan infeksi telah
terlewati. Setelah itu luka dibalut sckedarnya dengan kasa steril
dan diperiksa setelah lima hari kalau bersih, bila luka telah bersih,
luka itu dapat dijahit atau dilakukkan pencangkokan kulit.
2) Profilaksis antibiotika
Penanganan dini luka harus tetap ditutup hingga pasien tiba
dikamar bedah.Antibiotika diberikan secepat mungkin dan
dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati. Pada umumnya
pemberian kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam
selama 48 jam akan mencukupi. Pemberian profilaksis tetanus juga
penting diberikan pada mereka yang sebelumnya telah diimunisasi
kalau belum, berilah antiserum manusia.
3) Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari bahan asing dan
dari jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik di
seluru bagian itu
4) Stabilisasi fraktur
Stabilitas fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan
infeksi. Untuk luka tipe I atau tipe II yang kecil dengan fraktur
yang stabil, boleh menggunakan gips atau untuk femur digunakan
traksi
b. Penanganan fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi untuk memperbaiki
posisi fragmen, diikuti dengan pembalutan untuk mempertahankan
secara bersama-sama sebelum fragmen menyatu. Sementara itu,
gerakan sendi dan fungsi harus dipertahankan. Penyembuhan fraktur
dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang, sehingga diawal
proses penyembuhan dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan
penahanan beban. Tujuan ini tercakup dalam tiga hal, yaitu :
1) Reduksi. Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
lokasi anatomis. Reduksi terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a) Reduksi tertutup. Umumnya digunakan untuk semua fraktur
dengan pergeseran minimal.
b) Reduksi terbuka. Diindikasikan bila reduksi tertutup gagal,
fragmen artikular besar, dan bila terdapat fraktur traksi yang
fragmennya terpisah
2) Mempertahankan reduksi. Metode yang tersedia untuk
mempertahankan reduksi adalah :
a) Traksi terus menerus
b) Pembebatan dengan gips
c) Pemakaian penahan fungsional
d) Fiksasi internal
e) Fiksasi eksternal
3) Latihan. Tujuan dari melakukan latihan adalah mengurangi edema,
mempetahankan gerak sendi, memulihkan tenaga otot
danmemandu pasien kembali ke aktivitas normal

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk menilai fraktur. Beberapa
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah sebagaimana berikut.

1. Rontgen
Prinsip utama penilaian fraktur radius distal adalah lokasi fraktur, fraktur
simpel atau kominutif, ditemukan pergeseran atau tidak, ada/tidaknya
subluksasi atau dislokasi sendi radioulnar, adanya cedera jaringan sekitar
fraktur, dan gambaran osteopenia.

Pada pemeriksaan x-ray untuk fraktur radius distal, setidaknya diperlukan


posisi posteroanterior (PA) dan lateral.

Penilaian Posisi yang Tepat pada Fraktur Radius Distal


Posisi Posterior Anterior Posisi Lateral
Radial length Normal -+ 12 mm Volar tilt: Normal -+ 11 derajat

Radial incilantion : Normal -+ 23 Teardrop angle : Sudut normal -+


derajat (13-30) 70 derajat

Ulnar variance : Normalnya ulnar


variance negative. Saat terjadi
pemendekan radial, varian ulnar
menjadi positif
Radial translation ratio: Batas ratio
normal 15%
Sumber: dr. Porrino, 2014.

Fraktur radius distal kemungkinan tidak stabil jika pada gambaran


radiologi ditemukan gambaran berikut:

Dorsal tilt >20 derajat,

Inklinasi radial <15o,


Pemendekan radial > 5 mm atau varian ulnar positif,
Kominutif berat, pergeseran berat, dan disertai fraktur os ulna
Gambaran Radiologis Khas Masing-masing Fraktur Distal Radius

Berikut ini adalah gambaran radiologi khas fraktur Colles dan fraktur
Barton.

Fraktur Colles:

Tampak garis fraktur transversal os radius pada corticocancellous junction.


Timbul angulasi ke arah radial karena terjadi impaksi ke radial dan dorsal.
Pada tipe stabil dapat disertai sedikit fraktur kominutif. Periosteum bagian
dorsal 1/3 distal radius tetap intak. Pada tipe tidak stabil, fraktur kominutif
luas pada bagian korteks dorsal dan mengenai tulang cancellous.

Fraktur Barton:

Tampak fraktur distal radius mengenai sendi pergelangan tangan hingga


dapat tampak subluksasi pergelangan tangan. Jika terdapat fraktur volar
dengan subluksasi ke arah volar/anterior disebut Barton jika ke arah dorsal
disebut reverse Barton.
2. MRI
MRI membantu menilai ligamen scapholunatum dan unotriquetral,
fibrokartilago triangular serta ada tidaknya kerusakan sendi radioulnar
distal.

I. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Price & Wilson (2017), kompliksi dari
Fraktur secara umum sebagai berikut:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan ( banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi
saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang
intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut
dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian
syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri
hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas
yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Resiko
terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma
otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan
hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang ter la lu
dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen
ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya
fungsi ekstremitas dapat terjadi.
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematonma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh perubahan posisi pada
yang sakit, Tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut pada multiple fraktur antara
lain:
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau
miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat
dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah
kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuka ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak
dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral.
Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang
cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik
b. Gips yang menjadi longgar harus diganti seperlunya
Fragmen-fragmen tulang yang patah dan bergeser sesudah
direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan
pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali
dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan
tindakan operasi.
c. Delay ed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan, fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion,
diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang
kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya
interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua fragmen
tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi pola
spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

J. Pengkajian Keperawatan
Menurut Doenges(2017) pengkajian fokus yang perlu diperhatikan pada
pasien fraktur meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang tibia,
pertolongan apa yang didapatkan, apakah sudah berobat. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui
luka kecelakaan yang lainnya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur
tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan
tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.

2. Riwayat penyakit dahulu


Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur pathologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
mengalami osteomyelitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.

3. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang tibia adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.

4. Pola keschatan fungsional


a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilan gan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardi (respon
stress, hipovolemia), Peurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera; pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena,
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sen sasi, spasme otot, Kebas/kesemutan
(parestesis)Tanda: deformitas local : angulasi abnomal, pemendekan,
rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala ; Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi)
tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah
imobilisasi),Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
memperberat dan faktor yang memperingan/mengurangi nyeri
2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
e. Keamanan Tanda:
Aserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local. Dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang edema dan cedera pada jaringan
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusaka musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan/tahanan.
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya aliran
darah akibat adanya trauma jaringan tulang
5. Resiko infeksi berhubungan den gan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi : pen, kawat, sekrup (Judith, M. Wilkinson, 2016).

Anda mungkin juga menyukai