Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN FRAKTUR HUMERUS SINISTRA DI RUANG IBS


RSUD WONOSARI

DISUSUN OLEH
NAMA : ELSHYE SANDRA VEBRYANI NATUN LAITABUN S.Kep
NIM : PN.17.0121

PRODI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


STIKES WIRAHUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR HUMERUS SINISTRA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
Elshye Sandra Vebryani Natun Laitabun
PN.17.0121

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal.............................

Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) (Elshye Sandra Vebryani Natun Laitabun)

Mengetahui
Pembimbing Akademik

( )
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR HUMERUS SINISTRA

A. DEFINISI
Menurut Helmi ZN. 2011 dalam jurnal Gde Rastu Adi Mahartha, dkk.
Manajemen fraktur pada muskuloskeletal, Fraktur merupakan istilah dari hilangnya
kontinuitas tulang baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh
trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan,
sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Terputusnya kontinitas tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (M. Clevo
& Margareth, 2012).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif Manjoer, 2002).
Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (M. Clevo & Margareth, 2012).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur
dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion,
delayed union, nounion dan infeksi tulang (Bucholz RW, Dkk. 2006).
Fraktur tulang humerus adalah adanya diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
humerus yang terbagi atas:
1. Fraktur suprakondilar humerus
2. Fraktur interkonditer humerus
3. Fraktur batang humerus
4. Fraktur kolum humerus
Menurut A pley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah
tulang dan berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah tulangnya:
greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok,
transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang
mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring
membentuk sudut melintasi tulang (Nayagam S. Principles of Fractures, 2010 dalam
Gde Rastu Adi Mahartha, dkk. Manajemen fraktur pada muskuloskeletal).
Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis fraktur menyilang
atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser, inkomplet,
meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur kompresi, yaitu fraktur
dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain avulsi, yaitu fragmen tulang
tertarik oleh ligament, communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah
menjadi beberapa bagian. simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh, fraktur
dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang
patah, fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal, fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat
(Nayagam S. Principles of Fractures, 2010 dalam Gde Rastu Adi Mahartha, dkk.
Manajemen fraktur pada muskuloskeletal).

B. ETIOLOGI
Menurut buku M. Clevo & Margareth, 2012 etiologi terjadinya fraktur terdiri
dari:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. Fraktur patologik
yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang akibat
proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi
seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses
patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan
fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan.

C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (M.
Clevo & Margareth, 2012).

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum tanda dan gejala fraktur yang terjadi biasanya seperti menurut
M. Clevo & Margareth, tahun 2012 :
1. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah
terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambanh rasa nyeri. Fraktur
patologis mungkin tidak disertai nyeri
2. Bengkak dan nyeri tekan: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
4. Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstermitas yang tidak aalami
5. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
6. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
7. Tenderness/keempukan
8. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
9. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
10. Pergerakan abnormal
11. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
12. Krepitas
Secara khusus untuk fraktur humerus menurut Arif Manjoer, Dkk tahun 2002 dapat
terjadi :
1) Fraktur suprakondilar humerus
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi,
lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini menyebabkan fraktur pada
suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi
keanterior dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam keadaan fleksi,
sedang lengan bawah dalam keadaan pronasi. Hal ini megakibatkan
fragmen distal humerus mengalami dislokasi keposterior dari fragmen
proksimalnya.
Hal ini akan menyebabkan komplikasi jika terjadi penekanan pada arteri
brakialis yang disebut dengan iskemia volkmanss. Timbulnya sakit,
denyut arteri radialis berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan
kelumpuhan.
2) Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf Y atau T.
Nampak didaerah sibu tampak jejas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti
valgus.
3) Fraktur batang humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadinya karena trauma langsung
yang menyebabkan garis patah transversal atau kominutif. Terjadi functio laesa
lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan
yang sehat
4) Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur
impaksi. Ditandai dengan sakit didaerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik
karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.
E. KOMPLIKASI
 Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri: pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cianosis bagian distal, hematoma yang lebar dan
dingin pada ekstermitas
b. Kompartement syndrom
Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
c. Fat embolism syndrom
Yang paling sering terjadi pada fraktur tulang panjang. Terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk kealiran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, tachypnea, demam
d. Infeksi: jika sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
e. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang
f. Shock: karena kehilangan banyak darah
 Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Nonunion
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Ditandai dengan pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthritis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Penyembuhan tulang yang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimmobilisasi yang baik.( Brunner, Suddarth. 2002)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk fraktur menurut Arif Manjoer, 2002 :
1. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma, dan posisi
pasien atau ektrermitas yang bersangkutan.
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur
terbuka tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi
3. Pemeriksaan suatu lokasi
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:
 Look cari apakah terdapat deformitas, functio leasa (kehilangan fungsi), lihat
juga ukuran panjang ekstermitas kiri dan kanan
 Feel: apakah terdapat nyeri tekan
 Move mencari krepitasi, nyeri bila digerakkan, seberapa jauh gangguan fungsi
4. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi untuk
memastikan arah fraktur yang terjadi.

G. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
yang dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan
reduksi dan imobilisasi (Arif, 2000).

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal
pengkajian serta siapa yang bertanggung jawab terhadap klien
b. Keluhan utama
Penderita biasanya mengeluh nyeri.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post op).
C Riwayat kesehatan keluarga
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
d. Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah
klien paham tentang penyakitnya.
e. Pengkajian Kenutuhan Dasar
 Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi),
tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
 Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
 Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan
resiko terjadi kekurangan cairan.
 Aktivitas dan Latihan
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan
latihan mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga
perlu dibantu.
 Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
 Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan
jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam
jaringan.
Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
 Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local
 Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
 Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi Sosial
Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi
verbsl/nonverbal dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu
dalam beribadah. (Arif Manjoer, 2002).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012 :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati).
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
4) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan pathogen.

3. RENCANA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial kronis
(NANDA NIC NOC : 538).
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien mampu
mengontrol nyeri, nyeri berkurang dan tingkat kenyamanan meningkat.
Kriteria hasil :
 Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan
menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis.
 TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36-36,5°C, P : 16-20x/menit.
Intervensi NIC:
a) Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
Rasional : Mengetahui intervensi keperawatan selanjutnya yang akan
diberikan kepada klien.
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Rasional : Tingkat nyeri yang dirasakan dapat mempengaruhi intervensi
keperawatan apa yang akan diberikan selanjutnya.
c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Rasional : Komunikasi terapeutik merupakan terapi yang digunakan untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d) Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Rasional : Mengurangi nyeri dan memberi kenyamanan.
e) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
Rasional : Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara
aman dan efektif.
f) Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
Rasional : Teknik relaksasi, distraksi dll, digunakan dalam mengetasi nyeri.
g) Evaluasi tindakan pengurangan nyeri/kontrol nyeri.
Rasional : Mengetahui sejauh mana klien mampu mengatasi nyerinya.
h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Rasional : Pemberian analgetik merupakan cara mengendalikan nyeri agar
tidak menjadi lebih berat.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati) (NANDA NIC
NOC : 803).
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, terjadi
penyembuhan pada luka dan keutuhan struktur maupun fungsi fisiologis normal
kulit.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda atau gejala infeksi (NANDA NIC NOC : 805).
Intervensi NIC :
a) Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan
klasifikasi pengaruh ulkus.
Rasional : Mengetahui intervensi keperawatan selanjutnya yang akan
diberikan kepada klien.
b) Bersihkan dengan cairan anti bakteri.
Rasional : Menghilangkan benda asing dan bakteri lainnya agar tidak
terjadi infeksi.
c) Bilas dengan cairan NaCl 0,9%.
Rasional : NaCl 0,9% dapat mengikat jaringan sehingga luka cepat
kering.
d) Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
Rasional : Menghindari kontaminasi dan infeksi dari luar.
e) Lakukan pembalutan
Rasional : Pembalutan dapat mencegah meluasnya jaringan luka pada
kulit.
f) Amati setiap perubahan pada balutan
Rasional : Mengetahui perubahan luka agar tidak meluas.
g) Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
Rasional : Memudahkan intervensi selanjutnya.
h) Berikan posisi terhindar dari tekanan.
Rasional : Posisi yang baik dapat membantu klien untuk memperoleh
kenyamanan dan keamanan serta dapat mencegah terjadinya infeksi
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
(NANDA NIC NOC : 472).
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
klien menunjukkan mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
 Mempertahankan posisi fungsional.
 Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi NOC :
a) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cidera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri
tentang keterbatasan fisik actual, memerlukan informasi/intervensi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan.
b) bAwasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring
lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja
dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak).
c) Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan.
d) Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk
air asam/jus.
Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi
urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
e) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pertahankan
penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
Rasional : Pada adanya cidera musculoskeletal, nutrisi yang diperlukan
untuk penyembuhan berkurang dengan cepat, sering mengakibatkan
penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama traksi tulang. Ini dapat
mempengaruhi massa otot, tonus, dan kekuatan.
f) Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera
mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh
flebitis), dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk
mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
g) Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan
(contoh dekubitus, atelektasis, pneumonia).
h) Kolaborasi, konsul dengan ahli terapi fisik.
Rasional : Mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang untuk
menghindari pajanan pathogen (NANDA NIC NOC : 423).
NOC : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi
infeksi pada luka
Kriteria hasil:
 Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
 Bebas drainase purulen, eritem dan demam
Intervensi NIC :
a) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
Rasional : Mendeteksi resiko/masalah kesehatan yang kemungkinan terjadi.
b) Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan peningkatan nyeri, rasa terbakar,
eritema atau bau tak sedap.
Rasional : Keluhan yang dilapokan klien harus segera diatasi dengan
melakukan intervensi keperawatan selanjutnya.
c) Observasi luka terhadap pembentukan bula, perubahan warna luka, bau
drainase yang tidak sedap.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan luka sehingga perubahan pada luka
yang semakin parah dapat teratasi.
d) Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan tehnik steril.
Rasional : Mencegah terjadinya komplikasi pada luka dan memfasilitasi
penyembuhan luka.
e) Lakukan perlindungan infeksi.
Rasional : Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko.
f) Berikan therapy obat-obatan sesuai indikasi; anti biotic, TT dll
Rasional : Terapi antibiotik dan TT dapa meningkatkan daya tahan tubuh dan
mencegah infeksi pada luka.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Mahartha Gde Rastu, Dkk. 2013. Manajemen Fraktur Pada Trauma Muskuloskeletal.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14484&val=970 diakses senin 28-12-2-
15 (12:20)

Arief Mansjoer, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta

Bucholz R and Heckmann (2006). Rockwood and Green’s Fractures in adult edisi 6- US
Lipincott, Williams and Wilkins, Philadelphia

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:Salemba Medika.


Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 –418.

Mansjoer Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.

Price S.A, Wilson L.M. 2006. Patofifisiologi Konsepklinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer. 2001 .Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth. Jakarta: EGC

Wilkinson Mjudith, Ahern R. 2011. Buku Saku Diangnosa Keperawatan Edisi 9Nanda Nic
Noc. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai