Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :
IRMAWATI
24.19.1406

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBALYOGYAKARTA
2019
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhurektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demamsering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermiayang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Price, 1995).
Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi
padakenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oC) yang disebabkan oleh
prosesekstrakranium (Ngastiyah, 1997).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antaraumur
3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbuktiadanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu (Arif Mansjoer, 2000)

1) Kejang demam adalah kejang yang terjadi biasanya karena suhu tubuh yang
tinggi.Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi. Epilepsi ditandai
dengan: Insiden epilepsi lebih sering dijumpai pada keturunan orang yang menderita
epilepsi.
2) Ditandai dengan aktivitas serangan kejang berulang tanpa demam.
3) Serangan tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik.
4) Diakibatkan kelainan fungsional (motorik, sensorik atau psikis)
5) Menyerang segala kelompok usia dan segala jenis bangsa / keturunan.
6) Biasanya pasien tetap sadar tetapi berhalusinasi. (Sylvia A. Price, 2000).

2. Etiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejangdemam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepatdibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 200072-73).Penyebab
kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebabutama kejang
demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2000) demamyang terjadi sering
disebabkan oleh:
1) Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2) Gangguan metabolik
3) Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4) Keracunan obat
5) Faktor herediter
6) Idiopatik.
 
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor –faktor tersebut
adalah:
1 ) Umur
a. K u r a n g l e b i h 3 % d a r i a n a k y a n g b e r u m u r d i b a w a h 5
t a h u n p e r n a h mengalami kejang demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari
5tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah
berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan
dariambang kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama
biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya usia.
2 ) Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada
anakperempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan
olehkarena pada wanita didapatkan kematangan otak yang lebih cepat disbanding
laki-laki.
3) Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya
kejangdemam. Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan merupakan
nilaiambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisarantara
38.30C – 41.40C. Adanya perbedaan ambang kejang ini dapat menerangkan mengapa
pada seseorang anak baru timbul kejang sesudah suhumeningkat sangat tinggi sedangkan
pada anak lainnya kejang sudah timbulwalaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
4) Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang
demam.Beberapa penulis mendapatkan 25 – 50% daripada pada anak dengan
kejangdemam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam
sekurang-kurangnya sekali.
3. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dandalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran
tersebutdengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnyasehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam
yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berkangsung kurang lebih 15detik biasanya disertai apneu,
meningkatnya kebutuhan oksigen, kontraksi otot skelet yang akhirnya menjadi
hipoksemia,hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensiarteria disertai denyut jangtung yang tidak stabil dan sushu
tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh meningkanya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredarandarah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dantimbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron
otak. Kerusakan pada daerahmedial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapatmenjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak  hingga terjadi epilepsi.
4. Pathway

 
5. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama dibedakan menjadi dua yaitu
kejangdemam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
harusmemenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat
epilepsy,sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun, serangan
kejang demamyang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun, lamanya kejang
berlangsungtidak lebih dari 20 menit, kejang tidak bersifat fokal, tidak didapatkan
gangguan atauabnormalitas pasca kejang, sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas
neurologisatau abnormal perkembangan, kejang tidak berulang dalam waktu singkat. Bila
kejangdemam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas maka digolongkan sebagai kejang
deman jenis kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15menit, fokal atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang perepisode demam).

6. Manifestasi klinis
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :
a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
b. Mata terbalik ke atas
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokal
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsunglebih
dari 15 menit
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokal.f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis
todd),g. Suhu 38oc atau lebih.
7. Pameriksaan diagnostik
a. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organic
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
b. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral,
danAbses.
c. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dankanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
d. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila
adakomplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000).

8. Penatalaksanaa Medis
Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas
agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompresair dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikanintravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
dengankecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejanglagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulitgunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang
tidak berhenti dapatdiulang selang 5 menit kemudian.
Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengandosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karenafenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbitaldiberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1
bulan -1 tahun 50mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat
jama kemudiandiberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis
8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-
5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secarasuntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan
dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasusyang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau
kejangdemam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat
demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk
profilaksisintermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagimenjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan
pula secara intrarektaltiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebihdari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
beratyang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinyaepilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan
adalah asamvalproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin
1atau 2) yaitu :
 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist
atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
 Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologistsementara dan menetap.
 Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
 Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadikejang multiple dalam satu episode demam. Bila hanya mmenuhi satu
criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjangmaka berikan profilaksis
intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepamoral atau rectal tuap 8
jam disamping antipiretik.

9. Komplikasi
Menurut Arif Mansyoer,2000) kejang demam dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak 
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
danbersifat unilateral
c. Kelumpuhan

10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Data subyektif 
 Badan terasa panas
 Adanya mual dan muntah
 Merasa haus
 Adanya kesulitan saat bernafas
 Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak terkoordinasi,
kelemahan
 Merasa tidak nyaman, gerah.
 Adanya kekhawatiran orang tua.
b. Data obyektif 
 Suhu meningkat / tinggi
 Badan teraba panas
 Membran mukosa / kulit kering
 Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi sekelompok
otot.
 Penurunan kesadaran, pernafasan stridor.
 Tingkah laku distraksi/gelisah
 Tampak kecemasan, kebingungan.
 Saliva keluar berlebih.

2) Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Carpenito (2001) dan Doenges, (2000), diagnosa keperawatan
yang sering muncul pada pasien kejang demam adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder
terhadapinfeksi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral
d. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermie
e. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik sekunder
akibatkejang.
f. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit dan perawatan.
h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kejang berulang.
3) Rencana asuhan keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder
terhadapinfeksi.
Tujuan : suhu tubuh normal : 36,5 – 37 oC2)
Intervensi :
 Kaji factor penyebab terjadinya hipertermi
Rasional: mengetahui penyebab terjadinya hipertermi. Penambahan
pakaian/selimutdapat menghambat penurunan panas.
 Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional: pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan.
 Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional:suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan,kelembaban tinggi akan mempengaruhi panas atau dinginnya
tubuh.
 Beri kompres dingin
Rasional :perpindahan panas secara konduktif 
 Longgarkan pakaian, berikan pakaian yang tipis yang menyerap keringat
Rasional :proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat.
 Beri ekstra cairan (air, susu, sari buah dll)
Rasional :saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
 Batasi aktivitas fisik
Rasional :aktivitas meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan
produksi panas
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik
Rasional :menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
 Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (darah lengkap)
 Rasional : peningkatan kadar WBC merupakan indicator adanya infeksi 
2. Resiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi1)
Tujuan : Kejang berulang tidak terjadi.
Intervensi :
 Observasi kejang dan dokumentasikan karakteristiknya : awitan dan durasi,
kejadian prakejang dan pasca kejang.
Rasional :Untuk mengetahui kejang secara dini dan jika ada kelainan akibat
kejang.
 Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap keringat
Rasional :proses konfeksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerapkeringat Beri kompres dingin
Rasional :perpindahan panas secara konduksi.
 Beri extra cairan (air, susu, sari buah dan lain-lain )
Rasional :saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
 Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional :Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik.
Rasional :Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan Sebagai propilaksis
3. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dcngan penumpukan secret
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif 
Intervensi
 Lakukan suction
Rasional : Untuk rnengeluarkan cairan atau sekret yang ada dalam saluran
pernafasan.
 Setelah kejang berikan pasien posisi miring, bila tidak memungkinkan angkat
dagunya ke atas dan ke depan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional : Untuk mencegah bila terjadi aspirasi, isi lambung tidak menutupi
jalan nafas
 Atur tempat tidur di bagian kepala ditinggikan kurang lebih 45o
Rasional : Kepala lebih tinggi akan memudahkan pasien dalam bernafas.
 Berikan tongue spatel antara gigi dan lidah
Rasional : Untuk mencegah resiko cidera yaitu lidah
 

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.j. (2000). Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC.Doenges, M.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC.Hasan, dkk. (1985). Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta :
FKUI.Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta :
MediaAesculapius. Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta :
EGC. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta :
FKUI.Price S.A. (1995). Patofisiologi. Edisi Ke-4. Jakarta :
EGC.Soetomenggolo, Taslims. (2000). Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia.Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :

Anda mungkin juga menyukai