Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OPEN FRAKTUR

MATA KULIAH ADULT NURSING III

KELOMPOK 1

Ade Ima Novikasari 012121016

Alfiyansah Pratama 012121025

Irfan Hidayatullah 012121037

Yakhya Masduki 012121002

Nurfitri Nilam Asri 012121032

Puti Andini 012121010

Santa Maria 012121005

Siti Yuliyanti 012121023

Silvi emalia sari 012121035

Tri Winarsih 012121038

KELAS B 21
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
taufik dan hidayah Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya
hingga akhir zaman dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.

Alhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang “asuhan


keperawatan klien dengan open fraktur ”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas keperawatan Adult Nursing III. Makalah ini ditulis
dari hasil yang diperoleh dari buku dan jurnal yang berhubungan dengan judul
makalah ini. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar menulis dalam bentuk
makalah ini, tidak lupa pula kepada anggota kelompok yang telah bekerja sama
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami sangat menyadari
bahwa makalah kami masih terdapat kekurangan, maka kami harapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kedepannya. Dan mudah-mudahan upaya ini
senantiasa mendapat bimbingan dan ridha Allah SWT. Amin yaa Rabbal Alamin.

29 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………........i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………...........ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….………………………...1

A. LATAR BELAKANG ……………………………………….………………………1


B. RUMUSAN MASALAH …………………………………….………………………2
C. TUJUAN UMUM…………………………………………………………………….2
D. TUJUAN KHUSUS…………………………………………….…………………….2

BAB II TINJAUAN TEORI ………………………………………….………………….....3

A. KONSEP FRAKTUR TERBUKA....................…………...................……………4


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..................................................4

BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………..................................iii

A. KASUS OPEN FRAKTUR………………………………………………..………..5


B. DATA FOKUS………………………………………………………………...…….5
C. ANALISA DATA………………………………………………………………...….7
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN…………………………………………………....7
E. RENCANA KEPERAWATAN………………………………………………...…..9

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………...…....iv

A. KESIMPULAN………………………………………………………………........10
B. SARAN………………………………………………………………...................11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………............................12


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah penyakit Jantung
Koroner dan Tuberculosis. Fraktur disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kecelakaan,
baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan lalu lintas (Noorisa dkk, 2017). Fraktur merupakan
ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas seseorang, sehingga akan mengalami
gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri
operasi fraktur menyebabkan pasien sulit untuk memenuhi Activity Daily Living. Nyeri
terjadi karena luka yang disebabkan oleh patahan tulang yang melukai jaringan sehat
(Kusumayanti, 2015).

Badan kesehatan dunia World Health of Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan
bahwa insiden fraktur semakin meningkat mencatat terjadi fraktur kurang lebih 15 juta orang
dengan angka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20 juta orang
dengan angka prevalensi 4,2% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang dengan
angka prevalensi 3,8% akibat kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk, 2018). Data yang ada di
Indonesia kasus fraktur paling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus
sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah
kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau
kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria 73,8% (Desiartama &
Aryana, 2018). Penyebab utama fraktur adalah peristiwa trauma tunggal seperti benturan,
pemukulan,terjatuh, posisi tidak teratur atau miring, dislokasi, penarikan, kelemahan
abnormal pada tulang(fraktur patologik) (Noorisa, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan Open Fraktur.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Open Fraktur?

C. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Open Fraktur.

D. Tujuan Khusus
1. Memahami pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan open fraktur
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan open fraktur
3. Mengetahui dan menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan open fraktur
4. Memahami tindakan keperawatan yang dibeikan pada klien dengan open fraktur
5. Melakukan evaluasi pada klien dengan open fraktur
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Fraktur Terbuka


1. Pengertian Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah subset fraktur yang unik karena paparan langsung tulang
terhadap kontaminasi dari lingkungan dan gangguan integritas jaringan lunak, yang
meningkatkan risiko infeksi, persatuan tertunda, nonunion, dan bahkan amputasi.
(Orthopaedic Trauma Association, 2010).
Fraktur terbuka atau fraktur campuran / kompleks yaitu patah dengan luka pada kulit
atau membran mukosa meluas ke tulang yang mengalami fraktur (Brunner & Suddarth,
2013).
Menurut Apley & Solomon (2018), patahan yang terjadi pada kontinuitas struktur
tulang jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh menerobos keluar atau tertembus, maka
disebut juga fraktur terbuka (atau compound) yang dapat menyebabkan kontaminasi dan
infeksi.
Keterlambatan penanganan infeksi menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas
pasien yang tinggi, sehingga pada penanganan kasus fraktur terbuka pencegahan terjadinya
infeksi harus menjadi fokus utama. Salah satu cara pencegahan kejadian infeksi dengan
pemberian obat-obatan antibiotik baik secara empiris dan definitif (Rasjad, 1998).

2. Klasifikasi Fraktur Terbuka


Berdasarkan tingkat keparahannya fraktur terbuka dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar menurut klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015) yaitu:
a. Derajat I
Kulit terbuka <1cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot yang ringan disebabkan
oleh energi rendah atau fraktur dengan luka terbuka menyerong pendek.
b. Derajat II
Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen penghancuran
minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang sederhana dengan
pemecahan minimal.
c. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan kehancuran komponen
tulang yang parah.
1) Derajat IIIA
Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai, fraktur segmental,
pengupasan periosteal minimal.
2) Derajat IIIB
Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan paparan tulang
yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya berhubungan dengan
kontaminasi masif.
3) Derajat IIIC
Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth et al., 2015).

3. Etiologi Fraktur terbuka


Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah trauma dengan
mekanisme cedera energi tinggi, misalnya kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
industri yang mengakibatkan devitalisasi jaringan. Namun, fraktur terbuka juga dapat
disebabkan oleh trauma dengan energi rendah seperti jatuh atau cedera saat berolahraga
serta proses degeneratif dan fraktur patologis.

4. Patofisiologi
Pada fraktur perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-sel darah putih dan sel-sel anast
berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di
reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom compartment (Brunner & Suddart, 2015)..
Trauma Mekanis Energi Trauma Mekanis Energi
Tinggi Rendah

Open fraktur

Pergeseran fragmen tulang

Diskontinuitas Tulang Timbul Respon Stimulus Tindakan ORIF / OREF


Nyeri

Open Fraktur Pemasangan Platina/fiksasi


Pengeluaran histamin eksternal

Laserasi kulit Reaksi Nosiseptor Perawatan Post Op

Respon reflek Protektif


Gangguan Fungsi Tulang
Putus Vena / Arteri pada tulang

Perdarahan Hambatan
Nyeri Akut mobilitas fisik

Kehilangan Volume Cairan

Terbukanya barrier jaringan


Resiko Syok lunak terkontaminasi dari
Hipovolemik lingkungan luar

Resiko Tinggi
Terjadinya
Infeksi

 Pathway Open fraktur


5. Gejala klinis
Menurut umi istianah (2017) manifestasi klinis dari fraktur adalah sebagai berikut
a. Aktivitas/istirahat
Pasien terlihat keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Kemungkinan
terjadi akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
b. Sirkulasi
Pasien menunjukan gejala/tanda
1) Peningkatan tekanan darah, mungkin terjadi akibat respons terhadap nyeri atau
kecemasan.
2) Takikardi
3) Hematoma area fraktur
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan atau sensasi
2) Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian sebagai akibat langsung dari fraktur
atau pembengkakan jaringan dan nyeri
3) Agitasi, berhubungan dengan nyeri, kecemasan atau trauma lain.
d. Rasa tidak nyaman
1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera, mungkin terlokalisasi pada area fraktur
berkurang pada imobilisasi
2) Spasme/ kram otot setelah imobilisasi
3) Pembengkakan lokal yang dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba.

6. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur, antara lain:
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan hilangnya denyut nadi, penurunan
CRT, sianosis bagian distal, dan hematoma melebar. Tanda lain adalah rasa dingin
pada ekstremitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartement syndrome
Kompartement syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Kondisi
ini biasanya disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Penyebab lain mungkin dari tekanan luar, seperti gips atau
pembebetan yang terlalu kuat.
3) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau
terganggu. Kondisi ini bisa menyebabkan nekrosis tulang yang diawali dengan
munculnya Volkman’s Ischemia.
4) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler. Kondisi yang biasa terjadi pada kasus fraktur ini bisa menyebabkan
turunnya oksigenasi.
5) Fat Embolism syndrome
Fat Embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi kerena sel-sel lemak yang dihasilkan
sumsum tulang kuning masuk kedalam aliran darah dan menurunkan tingkat
oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai dengan gangguan pernapasan,
takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam.
6) Infection
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi system pertahanan tubuh. Pada
truma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam bagian tubuh.
Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, akan tetapi bisa juga
penggunaan benda asing seperti pin dan plat
b. Komplikasi lanjutan
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke tulang.

b. Non Union
Non union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah enam bulan. Kondisi ini
ditandai dengan pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atua pseudoarthrosis. Sama halnya dengan delayed union, kondisi non
union juga disebabkan oleh kurangnya suplay darah ke tulang.

c. Mal Union
Mal union merupakan kondisi yang terlihat dari meningkatnya kekuatan tulang
dan perubahan bentuk (deformitas). Kondisi ini dicapai melalui pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.

7. Proses penyembuhan tulang


Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang yang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima
stadium penyembuhan tulang yaitu:
1. Stadium Satu-Fase Inflamasi
Tahap inflamasi terjadi beberapa hari dan hilang dengan berkuranganya pembengkakan
dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma
ditempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan daran terjadi hipoksia dan imflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat
membuat kondisi mikro yang sesuai untuk:
a. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada
tempat fraktur
b. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur.
c. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya.
Berkumpulnya darah pada fase hematoma awalnya diduga awalnya robekan
pembuluh darah local yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadi proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 – 3 minggu.

2. Stadium Dua-Fase Proliferasi


Sekitar 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibrolast
dan osteoblast.fibrolast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteosid). Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang raan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Stadium Tiga- pembentukan kallus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan
tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut
jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi-bagi menjadi tulang
lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fregmen pertahanan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung
berhubungan dengan julmlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai
empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan
kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan . salah satu yang paling dominan dari sekian banyak factor pertumbuhan
adalah Transforming Growth Factor- Beta 1 (TGF –B1) yamg menunjukkan
keterlibatannya dalam pembentukan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks
ekstra seluler. Factor lain yaitu Vascular Endothellal Growth Factor (VEGF) yang
berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk kalus
primer sebagai adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft) callus
terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak tersambung. Medullary (hard) Callus akan
melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar
diantara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan kallus
yang terbaentuk dan mengisi celah fraktur diantara tulang yang fraktur. Medullary
callus terbentuk didalam medulla tulang disekitar daerah fraktur.

4. Stadium Empat – Konsolidasi


Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature
(woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih
kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur diikuti
oleh osteoblast yang akan mengisi celah diantara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.

5. Stadium Lima- Remodelling


Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat, dengan bentuk yang
berada dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
penjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang
tebal akan terbentuk kembali dan diameter tulang akan kembali pada ukuran semula.
Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

8. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik fokus
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkankeluhan nyeri pada
luka terbuka.
1) Look : Pada fraktur terbuka terlihat adanya luka terbuka dengan deformitas yang
jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada
luka terbuka pada ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapatnya kerusakan
pada jaringan beresiko meningkat pada respon syok hipovolemik. Pada fase awal
trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mengantaran pada resiko tinggi infeksi.
Pada fraktur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas atas karena kontraksi otot, krepitasi, pembengkakan, dan perubahan
warna lokal pada kulit terjadi akibat ada trauma dan pendarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa setelah cidera.
2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan krepitasi
3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh di gerakkan, karena akan memberi
respon trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah
(Muttaqin, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa fraktur adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI:
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram :Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
d. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada
sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada mulltipel.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi
Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cidera hati
(Doenges dalam Jitowiyono, 2016)

10. Penatalaksanaan Medis Pada Fraktur Terbuka


Fraktur terbuka merupakan kasus emergency karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh dilakukan : pembersihan luka, exici, heacting situasi, antibiotic.
Ada beberapa prinsipnya yaitu :
a. Harus ditegakkan dan ditangani terlebih dahulu akibat trauma yang membahayakan
jiwa airway, breathing dan circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan
bidai, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotic
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung
dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian antibiotik yang tepat sukar untuk
ditentukan hanya saja sebagai pemikiran sadar. Sebaliknya antibiotika dengan
spectrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif
d. Debridemen dan irigasi sempurna
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada daerah patah terbuka baik
berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi
kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan
e. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang,
cara stabulisasi tulang tergantung derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang
ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara
primer, untuk derajat 3 dianjurkan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar
dapat segera dilakukan langkah awal dari rehabilitasi pengguna
f. Penutup luka
g. Rehabilitasi.

Semua penderita patah tulang terbuka diingat sebagai penderita dengan


kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan
bahwa terjadinya patah tulang diperlukan gaya yang cukup kuat yang sering kali dapat
berakibat total dan berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway,
breathing, and circulation
Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat. Dengan terbukanya barrier
jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita
ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka luka yang terjadi masih dalam
stadium kontaminasi (golden period) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi
luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golde periode terlampaui agar sasaran terakhir penanganan patah tulang terbuka tercapai
walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati
urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir ini adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, dan
pulihnya fungsi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian Asuhan keperawatan pada klienfraktur menurut (Muttaqin, 2015) yaitu :
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan, pekerjaaan
tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik tergantung
berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian yang yang lengkap
mengenai data pasien di gunakan :
1) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah panas,
berdenyut / menusuk.
3) Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa sakit
menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan
skala nyeri.
5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu malam
hari atau pagi hari.

c. Riwayat penyakit sekarang


Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan, dapat
secaradegenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan, kerusakan jaringan
di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat/perubahan warna kulit dan
terasa kesemutan.

d. Riwayat penyakit dahulu


Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya penyakit
menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun atau menular.

e. Pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi hidup sehat
Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal
hygiene atau mandi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu makanan disesuakan
dari rumah sakit.
3) Pola eliminasi
Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu BAB di
kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien fraktur tidak ada gangguan
BAK.
4) Pola istirahat dan tidur
kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan
karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur mengakibatkan
kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau keluarga.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien takut
cacat / tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola sensori kognitif
Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola kognotif atau pola
berfikir tidak ada gangguan.
8) Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna sehingga
menarik diri.
9) Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi / kepikiran mengenai
kondisinya.
10) Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual dan
reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami gangguan pola
reproduksi seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan diri pada
Allah SWT.
2. Pemeriksaan fisik
Menurut (Muttaqin 2015) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan fisik secara
umum (status general)untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care).
a. Pemeriksaan fisik secara umum
Keluhan utama:
• Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang bergantung pada
klien
• Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda vital tidak
normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.
• Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik fungsi maupun bentuk.

Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:


• Kepala
Inspeksi : Simetris, ada pergerakan Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
• Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada
• Wajah
Inspeksi :Simetris, terlihat menahan sakit,
Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, dan tidak ada
oedema.
• Mata
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
• Telinga
Inspeksi :Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan
• Hidung
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
• Mulut
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi :Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
• Thoraks
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I, II reguler
• Paru.
Inspeksi :Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi:Pergerakan simetris, fermitus teraba sama. Perkusi:Sonor, tidak ada suara
tambahan.
Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara tambahan lainnya
• Jantung
Inspeksi :tidak tampak iktus jantung Palpasi :nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi:suara S1 dan S2 tunggal
• Abdomen
Inspeksi : simetris,bentuk datar
Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar. Perkusi :suara timpani, ada
pantulan gelombang cairan Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit
• Inguinal, genetalia, anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB.

b. Keadaan luka.
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
1) Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien, kemudian warna
kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak, otot,kelenjar limfe,
tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna kemerahan atau kebiruan atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau adakah bagian yang tidak
normal.
2) Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit, apakah teraba denyut
arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi daerah jaringan lunak supaya
mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot, adakah penebalan jaringan
senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak
adanya penonjolan atau abnormalitas.
3) Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktif/pasif, apa
pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sandi, apa
pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of motion) danpemeriksaan
pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.
b. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah, imobilisasi.
c. Resiko Syok Hipovolemik b/d perdarahan
d. Resiko Tinggi terjadinya Infeksi b/d terbukanya barrier jaringan lunak

4. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
O
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan terputusnya a. Pain Level 1.Lakukan

kontinuitas jaringan b. Pain Control pengkajian nyeri


c. Comfort Level secara
atau cidera jaringan
Kriteria hasil : komprehensif
lunak Batasan
1. Mampu termasuk lokasi,
karakteristik:
mengontrol nyeri karakteristik,
a. Perubahan selera
makan (mengetahui durasi, frekuensi,
b. Perubahan pada penyebab nyeri, kualitas dan
parameter
mampu faktor presipitasi.
fisiologis
menggunakan 2.Observasi reaksi
c. Diaforesis teknik non non verbal dari
d. Perilaku distraksi ketidaknyamanan
farmakologi
e. Bukti nyeri dengan 3.Bantu pasien dan
untuk
daftar periksa nyeri keluarga untuk
mengurangi
untuk pasien yang mencari dan
nyeri)
tidak dapat menemukan
2.Melaporkan
mengungkapkanny dukungan.
bahwa nyeri
a 4.Kontrol
berkurang dengan
f. Perilaku ekspresif lingkungan yang
menggunakan
g. Ekspresi wajah nyeri dapat
manajemen nyeri
h. Sikap tubuh
3. Mampu mengenali mempengaruhi
melindungi
nyeri (skala, nyeri seperti suhu
i. Putus asa
Faktor yang intensitas, ruangan,
berhubungan: pencahayaan dan
frekuensi, dan
a. Agen cidera fisik kebisingan.
tanda nyeri)
b. Agen cidera kimiawi 5.Kurangi faktor
Agen cidera biologis 4. Menyatakan
rasa nyaman presipitasi nyeri

setelah nyeri 6.Kaji tipe dan

berkurang sumber nyeri

5. Tanda tanda untuk

vital dalam menentukan

rentang normal intervensi


7.Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi:napas
dalam, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin
8.Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
9.Tingkatkan istirahat
10.Berikan informasi
tentang nyeri,
berapalama
nyeriakan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dariprosedur

11.Monitor vital sign


2. Hambatan mobilitas Pergerakan : Terapi latihan :
1) Keseimbangan ambulasi :
fisik
tidak terganggu
berhubungan dengan 2) Koordiansi tidak Aktifitas-aktivitas:
gangguan terganggu
3) Cara berjalan tidak 1) bantu pasien
musculoskeletal terganggu untuk
4) Gerakan otot tidak menggunakan alas
Definisi :
teranggu kaki yang
Keterbatasan dalam 5) Gerakan sendi memfasilitasi
terganggu pasien untuk
gerakan fisik atau satu
6) Kinerja pengaturan berjalan dan
atau lebih ekstremitas suhu tidak mencegah cedera
terganggu 2) bantu pasien
secara mandiri dan
7) Berlari tdak untuk duduk di
terarah terganggu sisi tempat tidur
8) Melompat tidak untuk
Batasan karakteristik :
terganggu memfasilitasi
1) Gangguan sikap 9) Merangkak tidak penyesuaian sikap
terganggu tubuh
berjalan
10) Berjalan 3) bantu pasien
2) Gerakan lambat tidak untuk
terganggu berpindahan
3) Gerakan tidak
11) Bergerak 4) terapkan/sediakan
terkoordinasi dengan mudah alat bantu (tongat,
tidak walker atau kursi
4) Kesulitan
terganggu roda)
membolak-balik 5) bantu pasien
dengan ambulasi
posisi
awal
5) Keterbatasan rentang 6) instruksikan
pasien mengenai
gerak
pemindahan dan
6) Ketidaknyamanan teknik ambulasi
yang aman
7) Penurunan
7) monitor
kemampuan dalam pengguaan kruk
pasien atau alat
melakukan
bantu berjalan
keterampilan lainnya
8) banu pasien untuk
motoric kasar
berdiri dan
8) Penurunan waktu ambulasi dengan
jarak tertentu
reaksi
9) batu pasien untuk
membangun
pencapaian yang
realistis untuk
ambulasi jarak
10) dorong pasien
untuk bangkit
sebanyak dan
sesering yang
diinginkan.

Manajemen energi

: Aktifitas-aktifitas :
a.Kaji stats fisiologi
pasien yang
menyebabkan
kelelahan
b. Tentukan
persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c.Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e.Monitor waktu dan
lama istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon
oksigen pasien
(misalnya tekanan
darah, nadi, repirasi)
saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
3. Resiko Kekurangan a. Keseimbangan Cairan a. Fluid manajemen
Indicator : 1. Monitor status
Volume Cairan
1. Tekanan darah dehidrasi (kelembapan
berhubungan dengan dipertahankan pada membrane mukosa)
skala 4 2. Monitor vital sign
kehilangan cairan aktif
ditingkatkan ke skala 5 3. Memelihara IV line
(perdarahan) 2. Denyut nadi radial 4. Motivasi keluarga
dipertahankan pada untuk membantu
skala pasienmakan
4 ditingkatkan ke skala
5 b. Hipovolemia
3. Kelembaban manajement
membrane mukosa 1. Memeriksa tingkat
dipertahankan pada Hb dan Hematokrit
skala 4 ditingkatkan ke 2. Monitor tanda-tanda
skala 5 vital
4. Pusing dipertahankan
pada skala 4
ditingkatkan ke skala 5
b. Hidrasi

Indicator :
1. Membrane mukosa
lembab dipertahankan
padaskala 4
ditingkatkan pada skala
5
2. Haus dipertahankan
pada skala 4
ditingkatkan
pada skala 5
3. Nadi cepat dan lemah
dipertahankan pada
skala 4 ditingkatkan
pada skala 5
4. Resiko infeksi Keparahan infeksi : Perlindungan infeksi :
Definisi : 1) kemerahan tidak Aktifitas-aktifitas :
Rentan mengalami invasi ada vesikel yang 1) monitor adanya tanda
tidak mengeras dan gejala infeksi
dan multipikasi sistemik dan local
permukannya
organisme patogenik tidak ada 2) monitor kerentanan
2) demam tidak ada terhadap infeksi
yang dapat menganggu 3) batasi jumlah
3) ketidakstabilan
keseahatan pengunjung yang
suhu tidak ada
sesuai
4) nyeri tidak ada 4) berikan perawatan
5) malaise tidak ada kulit yang tepat
6) hilang nafsu 5) periksa kulit dan
makan tidak ada selaput lendiruntuk
kolonisasi kultur area adanya kemerahan,
luka tidak ada kehangatan ekstrim,
atau drainase
6) tingaktkan asupan
nutrisi yang cukup
7) anjurkan asupan
cairan yang tepat
8) anjurkan istirahat
9) pantau adanya
perubahan tingkat
energy atau malaise
10) anjurkan
peningkatan mobilitas
dan latihan yang tepat
11) ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai perbedan
virus dan bakteri
12) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi
13) Ajarkan pasien
dan keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi

Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk
setiap pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat
universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk
persiapan prosedur
invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat
melakukan monitor
hemodinamik
invasive
11) berikan
penaganan aseptic
dari semua saluran IV
12) tingkatka intake
nutrisi yang tepat
13) dorong intake
cairan yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi
antibiotik yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang
diresepkan
17) ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi
18) ajarkan pasien
dan keluarga mengeai
bagaimana
menghindari
Infeksi

Pengecekan kulit :
Aktifitas-aktifitas :
1) Periksa kulit dan
selaput lendir terkait
dengan adanya
kemerahan, kehangatn
ekstrim, edema dan
drainage
2) Amati warna,
kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur,
edema dan ulserasi
pada ekstremitas
3) Periksa kondisi luka
operasi
4) Monitor warna dan
suhu kulit
5) Monitor kulit dan
selaput lendir
terhadap area
perubahan warna,
memar, dan pecah
6) Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
7) Monito sumber
tekanan dan gesekan
8) Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
9) Lakukan langakh-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda- tanda
kerusakan kulit

Monitor tanda-tanda
vital:
Aktifitas-aktifitas :
1) Monitor tekanan
darah, denyut nadi
dan pernafasan
sebelum dan setelah
beraktifitas
2) Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hiportemi dan
hipertemia
3) Monitor keberadaan
dan kualitas nadi
4) Monitor terkait
dengan nadi alternatif
5) Monitor irama dan
laju pernafasan
6) Monitor suara paru-
paru
7) Monitor pola
pernafasan abnormal
Monitor

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
dalam membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju kesehatan
yang lebih baik yang sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya (Potter, 2015).

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai kesehatan klien dengan
tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan berkesinambungan yang melibatkan klien dan
tenaga medis lainnya. Evaluasi dalam keperawatan yaitu kegiatan untuk menilai tindakan
keperawatan yang telah dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur dari proses keperawatan (Potter, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. KASUS : OPEN FRAKTUR


Seorang laki – laki berusia 35 tahun dirawat diruang Bedah Orhtopaedic (BO) dengan
keluhan nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki kanan skala nyeri 9. Riwayat pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu. Hasil pengkajian: tampak bengkak pada
daerah paha kiri dan pada kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan
tulang, perdarahan (+) 300 cc . Status neurovascular pada kedua kaki : nadi distal fraktur
(+) parestesi dan paralisis (-). Tanda – tanda vital didapatkan tekanan darah = 100/70, nadi
100x/ mnt, akral teraba dingin, respirasi : 22x / menit, suhu : 38 C. Pemeriksaan lab : hb
9.2, ht 31%, eritrosit 3.72, leukosit 11.000. Hasil x-ray: fraktur obliq pada 1/3 bagian
distal femur kiri dan fraktur cruris segmental pada 1/3 media kanan. Terapi : Infus NACL
30 tts/mnt, ketorolac 2 x1, ranitidine 2 x1 dan cefazolin 2 x 1 gram IV . Direncanakan
pada kaki kanan dipasang skeletal traksi dan pemasangan external fixation pada tibia.
Klien terlihat bingung dan sering bertanya kepada perawat perihal tindakan operasi yang
direncanakan.
DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan nyeri pada bagian 1. Tampak bengkak pada daerah paha
paha sebelah kiri dan kanan kiri dan pada kaki kiri terdapat luka
robek pada tibia 6 cm
2. Klien mengatakan bingung perihal 2. Skala nyeri 9
tindakan operasi yang direncanakan 3. Tampak tonjolan tulang
4. Perdarahan (+) 300 cc
5. Akral teraba dingin
6. TTV :
 TD: 100/70 mmHg
 nadi 100x/ mnt
 respirasi : 22x / menit
 suhu : 38 C
7. Pemeriksaan lab :
 hb 9.2
 ht 31%
 eritrosit 3.72
 leukosit 11.000
8. Hasil x-ray: fraktur obliq pada 1/3
bagian distal femur kiri dan fraktur
cruris segmental pada 1/3 media kanan
9. Klien terlihat bingung dan sering
bertanya perihal tindakan operasi yang
direncanaakn
ANALISA DATA

Analisa data dengan rumus PES


No Data Etiologi Masalah
1. DS: Agen pencedera fisik Nyeri Akut
1. Klien mengatakan nyeri pada (trauma langsung)
bagian paha sebelah kiri dan
kanan Fraktur
DO:
1. Tampak bengkak pada daerah Pergeseran fragmen
paha kiri dan pada kaki kiri tulang
terdapat luka robek pada tibia 6
cm Nyeri
2. Skala nyeri 9
3. Tampak tonjolan tulang
4. Hasil x-ray: fraktur obliq pada
1/3 bagian distal femur kiri dan
fraktur cruris segmental pada 1/3
media kanan
2. DS: Faktor mekanis Gangguan integritas
DO: (trauma langsung) kulit / jaringan
1. Tampak bengkak pada daerah
paha kiri dan pada kaki kiri Fraktur
terdapat luka robek pada tibia 6
cm Diskontinuitas tulang
2. Tampak tonjolan tulang
Perubahan jaringan

Laserasi kulit

Kerusakan integritas
kulit
3 DS: Kurang terpapar Defisit Pengetahuan
1. Klien mengatakan bingung informasi
perihal tindakan operasi yang
direncanakan

DO:
1. Klien terlihat bingung dan sering
bertanya perihal tindakan operasi
yang direncanakan
Analisa data dengan rumus PS
No Data Masalah
4. DS: Resiko ketidakseimbangan
DO: cairan
1. Perdarahan (+) 300 cc
2. Akral teraba dingin
3. TTV :
 TD: 100/70 mmHg
 nadi 100x/ mnt
 respirasi : 22x / menit
 suhu : 38 C
4. Pemeriksaan lab :
 hb 9.2
 ht 31%
 eritrosit 3.72
 leukosit 11.000

5. DS: Resiko Infeksi


DO:
1. Tampak bengkak pada daerah paha kiri dan
pada kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6
cm
2. Pemeriksaan lab :
 leukosit 11.000

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien mengeluh
nyeri, dan skala nyeri 9
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis ditandai dengan
terdapat luka robek dan tonjolan tulang
3. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat perdarahan, akral dingin
4. Resiko Infeksi ditandai dengan terdapat luka terbuka
5. Deficit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar infomasi ditandai dengan
Klien terlihat bingung dan sering bertanya perihal tindakan operasi yang direncanakan
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1 Nyeri akut Setelah Observasi Observasi
berhubungan dengan dilakukan 1. Identifikasi lokasi,1. Untuk mengetahui
agen pencedera fisik tindakan karakteristik, perkembangan nyeri
ditandai dengan keperawatan durasi, frekuensi, yang dirasakan
klien mengeluh selama 1x 24 jam kualitas, intensitas2. Dapat mengukur
nyeri, dan skala tingkat nyeri nyeri tingkat nyeri yang
nyeri 9 klien dapat 2. Identifikasi skala dirasakan
menurun, dengan nyeri 3. Dapat mengetahui
Kriteria hasil: 3. Identifikasi respon tingkat nyeri
 Keluhan nyeri nyeri non verbal melalui ekspresi
menurun klien
 Skala nyeri (0- Terapeutik Terapeutik
1) 1. Berikan teknik 1. Untuk mengurangi
nonfarmakologi rasa nyeri
2. Kontrol 2. Mengurangi rasa
lingkungan yang nyeri yang
memperberat rasa dilakukan dari
nyeri faktor lingkungan
3. Pertimbangkan 3. Meredakan nyeri
jenis dan sumber sesuai strategi yang
dalam pemilihan dipilih
strategi meredakan Edukasi
nyeri 1. Meningkatkan
Edukasi pemahaman klien
1. Jelaskan strategi terhadap strategi
meredakan nyeri meredakan nyeri
2. Anjurkan 2. Dapat mengontrol
memonitor nyeri nyeri dengan
secara mandiri mandiri
3. Ajarkan teknik 3. Mengurangi rasa
nonfarmakologis nyeri misalnya
dengan teknik
Kolaborasi relaksasi nafas
1. Kolaborasi dalam
pemberian Kolaborasi
analgetik 1. Menghilangkan rasa
( ketorolac 2x1) nyeri yang
dirasakan
2 Gangguan integritas Setelah Observasi Observasi
kulit/jaringan dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
berhubungan dengan tindakan karakteristik luka keadaan luka dan
faktor mekanis keperawatan 2. Monitor tanda- perkembangannya
ditandai dengan selama 3 x 24 tanda infeksi 2. Diagnose dini
terdapat luka robek jam integritas Terapeutik infeksi lokal dapat
dan tonjolan tulang kulit dan 1. Bersihkan dengan dicegah
jaringan cairan NaCl Terapeutik
meningkat, 2. Pertahankan teknik 1. Menghilangkan
dengan kriteria steril saat mikroorganisme
hasil: melakukan yang memicu
 Hidrasi perawatan luka timbulnya infeksi
menigkat 2. Tidak ada
 Perfusi penyebaran
jaringan Edukasi mikroorganisme
meningkat 1. Anjurkan patogen
 Nyeri mengkonsumsi Edukasi
menurun makanan tinggi 1. Makanan tinggi
 Perdarahan kalori kalori dapat
menurun 2. Kolaborasi memperbaiki
pemberian jaringan yang rusak
antibiotik 2. Mencegah
(Cefazoline 2x1 perkembangan
gram IV) mikroorganisme
patogen
3 Resiko Setelah Observasi Observasi
ketidakseimbangan dilakukan 1. Monitor status 1. Mengetahui
cairan ditandai tindakan hidrasi (frekuensi perkembangan
dengan terdapat keperawatan nadi, kekuatan status hidrasi
perdarahan, akral selama 1x24 jam nadi, akral,
dingin keseimbagan tekanan darah,
cairan pengisian kapiler) 2. Menunjukan status
meningkat, 2. Monitor hasil cairan dalam tubuh
dengan kriteria pemeriksaan Terapeutik
hasil: laboratorium 1. Mengetahui
 Asupan cairan Terapeutik keseimbangan
meningkat 1. Catat intake-output cairan tubuh
 Tekanan darah dan hitung balans 2. Mencukupi
membaik cairan 24 jam kebutuhan cairan
 frekuensi nadi 2. Berikan asupan yang telah hilang
membaik cairan 3. Memberikan
 Turgor kulit 3. Berikan cairan hidrasi cairan tubuh
membaik intravena (NaCl 30 secara parenteral
 Kadar Hb tts/mnt)
membaik
 Kadar Ht
membaik

4 Resiko Infeksi Setelah Observasi Observasi


ditandai dengan dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. Mengetahui
terdapat luka terbuka tindakan gejala infeksi lokal perkembangan
keperawatan dan sistemik infeksi yang terjadi
selama 1 x 24 Terapeutik Terapeutik
jam tingkat 1. Berikan perawatan 1. Mencegah
infeksi menurun, kulit pada area terjadinya infeksi
dengan kriteria edema yang lebih luas
hasil: 2. Pertahankan teknik 2. Mencegah
 Bengkak aseptic pada pasien kontaminasi dari
menurun beresiko tinggi mikroorganisme
 kadar sel Edukasi patogen
darah putih 1. Jelaskan tanda dan Edukasi
membaik gejala infeksi 1. Diagnose dini
2. Ajarkan cara infeksi lokal dapat
memeriksa kondisi dicegah
luka 2. Mengetahui
3. Anjurkan perkembanan
meningkatkan kondisi secara
asupan nutrisi mandiri
3. Makan makanan
tinggi kalori tinggi
protein dapat
memperbaiki
jaringan dan
mencegah infeksi

5 Deficit Pengetahuan Setelah Observasi Observasi


berhubungan dengan dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
kurang terpapar tindakan kesiapan dan seberapa siap dalam
infomasi ditandai keperawatan kemampuan menerima informasi
dengan Klien terlihat selama 1 x 24 menerima 2. Mempertahankan
bingung dan sering jam tingkat informasi harapan klien
bertanya perihal pengetahuan 2. Identifikasi terhadap masalah
tindakan operasi meningkat, harapan akan kesehatannya
yang direncanakan dengan kriteria pembedahan 3. Mengetahui tingkat
hasil: 3. Identifikasi cemas klien yang
 Memahami kecemasan pasien dihadapi
kalimat dan keluarga
meningkat
 Perilaku Terapeutik
sesuai anjuran Terapeutik 1. Memudahkan dalam
meningkat 1. Sediakan materi penyempaian
 Kemampuan dan media informasi
menjelaskan pendidikan 2. Agar klien lebih
pengetahuan kesehatan jelas mengerti dan
tentang suatu 2. Sediakan waktu paham pada
topik untuk mengajukan informasi yang
meningkat pertanyaan dan diberikan
 Pernyataan mendiskusikan
tentang masalah Edukasi
masalah yang 1. Informasi yang jelas
dihadapi Edukasi dan lengkap dapat
menurun 1. Informasikan mengurangi rasa
jadwal, lokasi kecemasan
operasi dan lama 2. Agar klien mengerti
operasi akan prosedur yang
berlangsung laukan sebelum
2. Jelaskan rutinitas dilakukannya
preoperasi operasi
(anastesi, diet, 3. Klien mempunyai
pakaian, ruang hak untuk
tunggu keluarga) mengetahui efek
3. Jelaskan obat obat dan alasan
preoperasi, efek, penggunaannya.
dan alasan
penggunaannya
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur terbuka adalah subset fraktur yang unik karena paparan langsung tulang
terhadap kontaminasi dari lingkungan dan gangguan integritas jaringan lunak, yang
meningkatkan risiko infeksi, persatuan tertunda, nonunion, dan bahkan amputasi.
(Orthopaedic Trauma Association, 2010).
Fraktur terbuka atau fraktur campuran / kompleks yaitu patah dengan luka pada kulit
atau membran mukosa meluas ke tulang yang mengalami fraktur (Brunner & Suddarth,
2013).
Menurut Apley & Solomon (2018), patahan yang terjadi pada kontinuitas struktur
tulang jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh menerobos keluar atau tertembus,
maka disebut juga fraktur terbuka (atau compound) yang dapat menyebabkan
kontaminasi dan infeksi.
Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah trauma
dengan mekanisme cedera energi tinggi, misalnya kecelakaan kendaraan bermotor atau
kecelakaan industri yang mengakibatkan devitalisasi jaringan. Namun, fraktur terbuka
juga dapat disebabkan oleh trauma dengan energi rendah seperti jatuh atau cedera saat
berolahraga serta proses degeneratif dan fraktur patologis.

B. Saran
Diharapkan makalah asuhan keperawatan pada klien dengan Open Fractur ini
dapat dijadikan referensi pembelajaran bagi mahasiswa khususnya mahasiswa
keperawatan. Sehingga jika menemukan kasus yang sama dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk meningkatkan derajat kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Apleys, G. A & Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma.

10th
edition, New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.

Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada
Pasien Ekstermitas Atas.

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta.
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of
Fractures 5th Edition. New York. Wolters Kluwe

Lestari, Y. E. (2017). Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstermitas Bawah Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris Terhadap Lama
Hari Rawat Di Ruang Bedah Rsud Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu
Kesehatan, 3(1), 34-40
Muttaqin.A. 2015.Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba
Medika Palembang Tahun 2012.” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan2.3 : 253-
260.

NANDA.(2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2018-2020 (11th ed). Jakarta: EGC.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The
Characteristic Of Patients With Femoral Fracture In Department Of
Orthopaedic And Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016.
Journal of Orthopedi & Traumatology Surabaya. 6(1): ISSN 2460-8742
Sjamsuhidayat & Jong. 2015 .Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta:EG
Tim pokja PPNI (2017) standar diagnosis keperawatan indonesia ; definisi dan indikator
diagnostik edisi 1. Jakarta :DPP PPNI
Tim pokja PPNI (2017) standar intervensi keperawatan indonesia : definisi dan tindakan
keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai