KELOMPOK 1
KELAS B 21
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
taufik dan hidayah Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya
hingga akhir zaman dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
29 Oktober 2021
Penulis
DAFTAR ISI
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………...…....iv
A. KESIMPULAN………………………………………………………………........10
B. SARAN………………………………………………………………...................11
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah penyakit Jantung
Koroner dan Tuberculosis. Fraktur disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kecelakaan,
baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan lalu lintas (Noorisa dkk, 2017). Fraktur merupakan
ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas seseorang, sehingga akan mengalami
gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri
operasi fraktur menyebabkan pasien sulit untuk memenuhi Activity Daily Living. Nyeri
terjadi karena luka yang disebabkan oleh patahan tulang yang melukai jaringan sehat
(Kusumayanti, 2015).
Badan kesehatan dunia World Health of Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan
bahwa insiden fraktur semakin meningkat mencatat terjadi fraktur kurang lebih 15 juta orang
dengan angka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20 juta orang
dengan angka prevalensi 4,2% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang dengan
angka prevalensi 3,8% akibat kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk, 2018). Data yang ada di
Indonesia kasus fraktur paling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus
sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah
kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau
kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria 73,8% (Desiartama &
Aryana, 2018). Penyebab utama fraktur adalah peristiwa trauma tunggal seperti benturan,
pemukulan,terjatuh, posisi tidak teratur atau miring, dislokasi, penarikan, kelemahan
abnormal pada tulang(fraktur patologik) (Noorisa, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan Open Fraktur.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Open Fraktur.
D. Tujuan Khusus
1. Memahami pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan open fraktur
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan open fraktur
3. Mengetahui dan menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan open fraktur
4. Memahami tindakan keperawatan yang dibeikan pada klien dengan open fraktur
5. Melakukan evaluasi pada klien dengan open fraktur
BAB II
TINJAUAN TEORI
4. Patofisiologi
Pada fraktur perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-sel darah putih dan sel-sel anast
berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di
reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom compartment (Brunner & Suddart, 2015)..
Trauma Mekanis Energi Trauma Mekanis Energi
Tinggi Rendah
Open fraktur
Perdarahan Hambatan
Nyeri Akut mobilitas fisik
Resiko Tinggi
Terjadinya
Infeksi
6. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur, antara lain:
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan hilangnya denyut nadi, penurunan
CRT, sianosis bagian distal, dan hematoma melebar. Tanda lain adalah rasa dingin
pada ekstremitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartement syndrome
Kompartement syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Kondisi
ini biasanya disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Penyebab lain mungkin dari tekanan luar, seperti gips atau
pembebetan yang terlalu kuat.
3) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau
terganggu. Kondisi ini bisa menyebabkan nekrosis tulang yang diawali dengan
munculnya Volkman’s Ischemia.
4) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler. Kondisi yang biasa terjadi pada kasus fraktur ini bisa menyebabkan
turunnya oksigenasi.
5) Fat Embolism syndrome
Fat Embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi kerena sel-sel lemak yang dihasilkan
sumsum tulang kuning masuk kedalam aliran darah dan menurunkan tingkat
oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai dengan gangguan pernapasan,
takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam.
6) Infection
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi system pertahanan tubuh. Pada
truma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam bagian tubuh.
Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, akan tetapi bisa juga
penggunaan benda asing seperti pin dan plat
b. Komplikasi lanjutan
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah enam bulan. Kondisi ini
ditandai dengan pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atua pseudoarthrosis. Sama halnya dengan delayed union, kondisi non
union juga disebabkan oleh kurangnya suplay darah ke tulang.
c. Mal Union
Mal union merupakan kondisi yang terlihat dari meningkatnya kekuatan tulang
dan perubahan bentuk (deformitas). Kondisi ini dicapai melalui pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
8. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik fokus
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkankeluhan nyeri pada
luka terbuka.
1) Look : Pada fraktur terbuka terlihat adanya luka terbuka dengan deformitas yang
jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada
luka terbuka pada ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapatnya kerusakan
pada jaringan beresiko meningkat pada respon syok hipovolemik. Pada fase awal
trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mengantaran pada resiko tinggi infeksi.
Pada fraktur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas atas karena kontraksi otot, krepitasi, pembengkakan, dan perubahan
warna lokal pada kulit terjadi akibat ada trauma dan pendarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa setelah cidera.
2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan krepitasi
3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh di gerakkan, karena akan memberi
respon trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah
(Muttaqin, 2015).
9. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa fraktur adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI:
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram :Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
d. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada
sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada mulltipel.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi
Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cidera hati
(Doenges dalam Jitowiyono, 2016)
1. Pengkajian
Pengkajian Asuhan keperawatan pada klienfraktur menurut (Muttaqin, 2015) yaitu :
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan, pekerjaaan
tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik tergantung
berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian yang yang lengkap
mengenai data pasien di gunakan :
1) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah panas,
berdenyut / menusuk.
3) Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa sakit
menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien berdasarkan
skala nyeri.
5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu malam
hari atau pagi hari.
b. Keadaan luka.
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
1) Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien, kemudian warna
kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak, otot,kelenjar limfe,
tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna kemerahan atau kebiruan atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau adakah bagian yang tidak
normal.
2) Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit, apakah teraba denyut
arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi daerah jaringan lunak supaya
mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot, adakah penebalan jaringan
senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak
adanya penonjolan atau abnormalitas.
3) Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktif/pasif, apa
pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sandi, apa
pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of motion) danpemeriksaan
pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.
b. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah, imobilisasi.
c. Resiko Syok Hipovolemik b/d perdarahan
d. Resiko Tinggi terjadinya Infeksi b/d terbukanya barrier jaringan lunak
4. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
O
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan terputusnya a. Pain Level 1.Lakukan
Manajemen energi
: Aktifitas-aktifitas :
a.Kaji stats fisiologi
pasien yang
menyebabkan
kelelahan
b. Tentukan
persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c.Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e.Monitor waktu dan
lama istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon
oksigen pasien
(misalnya tekanan
darah, nadi, repirasi)
saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
3. Resiko Kekurangan a. Keseimbangan Cairan a. Fluid manajemen
Indicator : 1. Monitor status
Volume Cairan
1. Tekanan darah dehidrasi (kelembapan
berhubungan dengan dipertahankan pada membrane mukosa)
skala 4 2. Monitor vital sign
kehilangan cairan aktif
ditingkatkan ke skala 5 3. Memelihara IV line
(perdarahan) 2. Denyut nadi radial 4. Motivasi keluarga
dipertahankan pada untuk membantu
skala pasienmakan
4 ditingkatkan ke skala
5 b. Hipovolemia
3. Kelembaban manajement
membrane mukosa 1. Memeriksa tingkat
dipertahankan pada Hb dan Hematokrit
skala 4 ditingkatkan ke 2. Monitor tanda-tanda
skala 5 vital
4. Pusing dipertahankan
pada skala 4
ditingkatkan ke skala 5
b. Hidrasi
Indicator :
1. Membrane mukosa
lembab dipertahankan
padaskala 4
ditingkatkan pada skala
5
2. Haus dipertahankan
pada skala 4
ditingkatkan
pada skala 5
3. Nadi cepat dan lemah
dipertahankan pada
skala 4 ditingkatkan
pada skala 5
4. Resiko infeksi Keparahan infeksi : Perlindungan infeksi :
Definisi : 1) kemerahan tidak Aktifitas-aktifitas :
Rentan mengalami invasi ada vesikel yang 1) monitor adanya tanda
tidak mengeras dan gejala infeksi
dan multipikasi sistemik dan local
permukannya
organisme patogenik tidak ada 2) monitor kerentanan
2) demam tidak ada terhadap infeksi
yang dapat menganggu 3) batasi jumlah
3) ketidakstabilan
keseahatan pengunjung yang
suhu tidak ada
sesuai
4) nyeri tidak ada 4) berikan perawatan
5) malaise tidak ada kulit yang tepat
6) hilang nafsu 5) periksa kulit dan
makan tidak ada selaput lendiruntuk
kolonisasi kultur area adanya kemerahan,
luka tidak ada kehangatan ekstrim,
atau drainase
6) tingaktkan asupan
nutrisi yang cukup
7) anjurkan asupan
cairan yang tepat
8) anjurkan istirahat
9) pantau adanya
perubahan tingkat
energy atau malaise
10) anjurkan
peningkatan mobilitas
dan latihan yang tepat
11) ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai perbedan
virus dan bakteri
12) Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi
13) Ajarkan pasien
dan keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk
setiap pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat
universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk
persiapan prosedur
invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat
melakukan monitor
hemodinamik
invasive
11) berikan
penaganan aseptic
dari semua saluran IV
12) tingkatka intake
nutrisi yang tepat
13) dorong intake
cairan yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi
antibiotik yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang
diresepkan
17) ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi
18) ajarkan pasien
dan keluarga mengeai
bagaimana
menghindari
Infeksi
Pengecekan kulit :
Aktifitas-aktifitas :
1) Periksa kulit dan
selaput lendir terkait
dengan adanya
kemerahan, kehangatn
ekstrim, edema dan
drainage
2) Amati warna,
kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur,
edema dan ulserasi
pada ekstremitas
3) Periksa kondisi luka
operasi
4) Monitor warna dan
suhu kulit
5) Monitor kulit dan
selaput lendir
terhadap area
perubahan warna,
memar, dan pecah
6) Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
7) Monito sumber
tekanan dan gesekan
8) Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
9) Lakukan langakh-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda- tanda
kerusakan kulit
Monitor tanda-tanda
vital:
Aktifitas-aktifitas :
1) Monitor tekanan
darah, denyut nadi
dan pernafasan
sebelum dan setelah
beraktifitas
2) Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hiportemi dan
hipertemia
3) Monitor keberadaan
dan kualitas nadi
4) Monitor terkait
dengan nadi alternatif
5) Monitor irama dan
laju pernafasan
6) Monitor suara paru-
paru
7) Monitor pola
pernafasan abnormal
Monitor
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
dalam membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju kesehatan
yang lebih baik yang sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya (Potter, 2015).
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai kesehatan klien dengan
tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan berkesinambungan yang melibatkan klien dan
tenaga medis lainnya. Evaluasi dalam keperawatan yaitu kegiatan untuk menilai tindakan
keperawatan yang telah dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur dari proses keperawatan (Potter, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Laserasi kulit
Kerusakan integritas
kulit
3 DS: Kurang terpapar Defisit Pengetahuan
1. Klien mengatakan bingung informasi
perihal tindakan operasi yang
direncanakan
DO:
1. Klien terlihat bingung dan sering
bertanya perihal tindakan operasi
yang direncanakan
Analisa data dengan rumus PS
No Data Masalah
4. DS: Resiko ketidakseimbangan
DO: cairan
1. Perdarahan (+) 300 cc
2. Akral teraba dingin
3. TTV :
TD: 100/70 mmHg
nadi 100x/ mnt
respirasi : 22x / menit
suhu : 38 C
4. Pemeriksaan lab :
hb 9.2
ht 31%
eritrosit 3.72
leukosit 11.000
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien mengeluh
nyeri, dan skala nyeri 9
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis ditandai dengan
terdapat luka robek dan tonjolan tulang
3. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan terdapat perdarahan, akral dingin
4. Resiko Infeksi ditandai dengan terdapat luka terbuka
5. Deficit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar infomasi ditandai dengan
Klien terlihat bingung dan sering bertanya perihal tindakan operasi yang direncanakan
RENCANA KEPERAWATAN
A. Kesimpulan
Fraktur terbuka adalah subset fraktur yang unik karena paparan langsung tulang
terhadap kontaminasi dari lingkungan dan gangguan integritas jaringan lunak, yang
meningkatkan risiko infeksi, persatuan tertunda, nonunion, dan bahkan amputasi.
(Orthopaedic Trauma Association, 2010).
Fraktur terbuka atau fraktur campuran / kompleks yaitu patah dengan luka pada kulit
atau membran mukosa meluas ke tulang yang mengalami fraktur (Brunner & Suddarth,
2013).
Menurut Apley & Solomon (2018), patahan yang terjadi pada kontinuitas struktur
tulang jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh menerobos keluar atau tertembus,
maka disebut juga fraktur terbuka (atau compound) yang dapat menyebabkan
kontaminasi dan infeksi.
Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah trauma
dengan mekanisme cedera energi tinggi, misalnya kecelakaan kendaraan bermotor atau
kecelakaan industri yang mengakibatkan devitalisasi jaringan. Namun, fraktur terbuka
juga dapat disebabkan oleh trauma dengan energi rendah seperti jatuh atau cedera saat
berolahraga serta proses degeneratif dan fraktur patologis.
B. Saran
Diharapkan makalah asuhan keperawatan pada klien dengan Open Fractur ini
dapat dijadikan referensi pembelajaran bagi mahasiswa khususnya mahasiswa
keperawatan. Sehingga jika menemukan kasus yang sama dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk meningkatkan derajat kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
10th
edition, New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.
Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada
Pasien Ekstermitas Atas.
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta.
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of
Fractures 5th Edition. New York. Wolters Kluwe
Lestari, Y. E. (2017). Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstermitas Bawah Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris Terhadap Lama
Hari Rawat Di Ruang Bedah Rsud Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu
Kesehatan, 3(1), 34-40
Muttaqin.A. 2015.Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba
Medika Palembang Tahun 2012.” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan2.3 : 253-
260.
Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The
Characteristic Of Patients With Femoral Fracture In Department Of
Orthopaedic And Traumatology Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016.
Journal of Orthopedi & Traumatology Surabaya. 6(1): ISSN 2460-8742
Sjamsuhidayat & Jong. 2015 .Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta:EG
Tim pokja PPNI (2017) standar diagnosis keperawatan indonesia ; definisi dan indikator
diagnostik edisi 1. Jakarta :DPP PPNI
Tim pokja PPNI (2017) standar intervensi keperawatan indonesia : definisi dan tindakan
keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI