DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas makalah tentang “Pengkajian Fisik dan Psikologis, Tinjauan Sosial Dan
Budaya Tentang Perawatan Paliatif” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal
dan Paliatif yang diampu oleh Ibu Ns. Amelia Susanti, M.Kep.
Makalah ini dibuat berdasarkan dari beberapa sumber yang telah memberikan materi
tersebut. Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya maka dari itu
penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari pembaca agar makalah ini lebih
sempurna dan memperbaiki tugas penulis berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan baik bagi penyusun maupun pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI PERAWATAN PALIATIF
B. MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN PALIATIF
C. FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIKAJI DALAM PERAWATAN
PALIATIF
D. PENGKAJIAN FISIK DAN PSIKOLOGIS DALAM PERAWATAN PALIATIF
E. SOSIAL BUDAYA
F. ASPEK BUDAYA YANG MEMPENGARUHI PRILAKAU KESEHATAN
G. ASPE SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PRILAKU KESEHATAN
H. TINJAUAN SOSIAL DAN BUDAYA PADA PERAWATAN PALIATIF
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO)2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit
termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus
Project for Quality Palliative Care, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perawatan paliatif?
2. Apa masalah keperawatan pada pasien paliatif?
3. Apa saja faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perawatan paliatif?
4. Bagaimana pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif.
5. Peran spiritual dalam paliatif care
6. Tinjauan agama tentang perawatann paliatif
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana
pengkajian fisik dan psikologis serta tinjauan agama tentang perawatan paliatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial atau spiritual (WHO 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit
termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus
Project for Quality Palliative Care, 2013). Pada perawatan paliatif ini kematian tidak
dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari teteapi kematian merupakan suatu hal
yang dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa
(Nurwijaya dkk, 2010).
1. Masalah fisik
Masalah fisik yang sering muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu
nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secaa tiba-tiba dari
intensitas hingga berta yang dapat diantisipasi dan di prediksi. Masalah nyeri dapat
ditegakkan apabila data subjektif dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga
kriteria (NANDA, 2015).
2. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan.
Disebabkan diagnosa penyakit yang membuat pasien takut sehingga menyebabkan
kecemasan bagi pasien maupun keluarga. Kecemasan sendiri adalah keadaan suasana
hati yang ditandai oleh efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana
seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan dimasa
yang akan datang dengan perasaan khawatir.
3. Masalah sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidaknormalan kondisi
hubungan sosial pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu keluarga
maupun rekan kerja. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam, atau
suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lai disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
4. Masalah Spiritual
Menurut carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif
adalah distress spiritual. Distress spiritual dapat terjadi karena diagnosa penyakit
kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan
pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan
secara mandiri.
5. Problem Oksigenisasi
Respirasi irreguler, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer
menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi irreguler.
6. Problem Eliminasi
8. Problem Suhu
Ekstermitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut atau sesuatu yang
menghangatkan.
9. Problem sensori
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intravena, klien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,mobilisasi,
nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian.
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena
hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
3. Faktor Sosial
4. Faktor Spiritual
3) Riwayat Psikososial
a) Persepsi Klien Terhadap Masalah
Apakah pasien mengatakan bahwa penyakitnya ini merupakan
masalah yang mengkhawatirkan, ekspresi wajah terlihat lemah dan
badannya terlihat lemas.
B. Pengkajian Psikologis
Reaksi Proses Psikologis Hal-hal yang biasa dijumpai
Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah dan Rasa takut, hilang akal,
batin) tidak berdaya frustasi, rasa sedih, susah
acting out.
Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi orang
berguna, menutupi diri lain, murung.
Membuka status secara Ingin tahu reaksi orang lain, Penolakan, stress dan
terbatas pengalihan stress, ingin dicintai konfrontasi
Mencari orang lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur
kepercayaan dan penguatan tangan, tidak percaya pada
dukungan sosial pemegang rahasianya.
Status khusus Perubahan keterasingan Ketergantungan diktomi kita
menjadi manfaat khsuus dan & mereka, over
istimewa identification
Perilaku mementingkan Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
orang lain kelompok, kepuasan memberi kompensasi yang berlebihan
dan berbagi
Penerimaan Integrasi status orang lain Apatis, sulit berubah
dengan identitas diri,
keseimbangan antara orang lain
dengan diri
Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu :
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan atau kultur yang
dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau
kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat
yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan
adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan,
kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian
tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu pada kehidupan
bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu
sendiri.
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan
budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan
faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga
factor, yaitu :
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, air bersih dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat
dan sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-
guna, dan dosa)
2. Kepercayaan.
3. Pendidikan.
4. Nilai Kebudayaan
a. Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi
amis
b. Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang
susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-
anak dan wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena
adanya tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling
baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Etnosentrisme merupakan sikap
atau pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai
dengan sikap dan pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti
contoh, Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan,
sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya
mulai diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma
dalam masyarakat.
5. Norma
6. Inovasi Kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku
kesehatan harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan
bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan
diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan
yang benar.
Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat
penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka.
Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat diperhatikan
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social
budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan
mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan
norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam
masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh.
Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis
lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu
kompleksnya.
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam
bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative.
Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun
temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang
negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang
tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit
disuatu masyarakat akan berbeda-beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam
masyarakat tersebut.
Dalam kajian sosial budaya, perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual (WHO 2011).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memegang peranan penting
dalam perawatan paliatif, pengkajian dapat terfokus pada pertanyaan yang diperlukan pasien
sehingga pasien dapat menyampaikan permasalahan yang dimiliki serta diharapkan dapat
menangani masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kualitas hidup pasien. Perawatan
paliatif selama ini di Indonesia masih mengacu pada teori dan kondisi dari Barat, belum
mengaplikasikan secara nyata asuhan keperawatan dengan nilai-nilai budaya setempat.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah
tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada
kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk
dilakukan.
Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan
pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga
dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan.
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia
beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu saktinya sebagai
media penyembuhan dengan cara di celupkan ke air.
Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan jumlah pasien
yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat. Tindakan masyarakat
yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat
kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki
Ponari itu merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai
bagian dari kearifan lokal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
MedicalPublications (OUP) 3 rd edn 2003
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New York,
NY:Oxford University Press
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative Care
forall Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine